1
dalam wujud jejak) antara lain dalam wujud bangunan, lanskap, maupun iklan dalam bangunan tertetu (artifact). Seperti
fashion, puing, dsb. halnya kegiatan komunikasi lainnya, terjadinya wacana dalam
periklanan melalui proses kontruksi yang melibatkan banyak
Gambar 1: Proses Konstruksi Realitas faktor dan alat pembentuk wacana. Dalam bukunya, The
Discourse of Advertising, Cook (1992) menjelaskan mengenai
Realitas Pertama: Kedaan, Benda, Pikiran, Orang,
periklanan sebagai wacana ini. Sebagai wacana, iklan
Peristiwa, ... (1) memanfaatkan berbagai macam unsur bahasa dan non-bahasa
untuk membentuk makna tertentu.
Dinamika Oleh karena discourse yang terbentuk ini telah dipengaruhi
Sistem Strategi
Internal & oleh berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa di balik
Komunikasi Mengkonstru
Eksternal wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta
yang Berlaku ksi Realitas
Pelaku kepentingan yang sedang diperjuangkan (9). Dalam konteks ini
(3) (6)
Konstruksi (4) pula kita dapat memahami pengertian discourse menurut Gee
(2005 : 26). Ia membedakan discourse kedalam dua jenis:
Faktor Pertama, “discourse” (d kecil) yang melihat bagaimana bahasa
Internal : Fungsi digunakan pada tempatnya (“on site”) untuk memerankan
Ideologis, Bahasa kegiatan, pandangan, dan identitas atas dasar-dasar linguistik.
Proses Kedua, “Discourse” (D besar) yang merangkaikan unsur
Idealis... Strategi
Konstruksi linguistik pada “discourse” (dengan d kecil) bersama-sama unsur
Faktor Framing
Realitas oleh non-linguistik (non-language “stuff”) untuk memerankan
Eksternal: Taktik
Pelaku (2) kegiatan, pandangan, dan identitas. Bentuk non-language “stuff”
Pasar, Priming
Sponsor... (7) ini dapat berupa kepentingan ideologi, politik, ekonomi, dan
(5) sebagainya. Komponen non-language “stuff” itu juga yang
membedakan cara beraksi, berinteraksi, berperasaan,
Discourse atau kepercayaan, penilaian satu komunikator dari komunikator
Realitas yang lainnnya dalam mengenali atau mengakui diri sendiri dan orang
Dikonstruksian lain. Mengingat proses pembentukan wacana dalam periklanan
(Text, Talk, Act dan juga melibatkan unsur-unsur bahasa dan non-bahasa, jelaslah
Artifact) (8) bahwa wacana iklan adalah dalam bentuk “Discourse” (D besar)
ini.
Makna, Citra, dan Kepentingan di Balik Wacana A. Alat untuk Melihat Iklan sebagai Wacana
(9)
Dalam makalah ini yang hendak dilihat adalah iklan Bank
Muamalat Indonesia (BMI) seperti tampak dalam Gambar 4.
Sebagai syariah yang pertama, tentu BMI ingin menjadi bank
Iklan sebagai hasil pembentukan wacana juga dapat utama (prime bank) baik dalam ukuran keuangan maupun posisi
berupa iklan cetak (text), iklan radio (talks), iklan TV (act) di pasar perbankan syariah, serta mampu bersaing di pasar
2
domestik maupun pasar internasional. Dalam kerangka ini, sejak
tahun 2006 BMI berupaya meningkatkan kualitas liquidity Dari iklan cetak BMI versi Merdekakan Bangsaku dari
strucuture-nya. Disamping memperbaiki struktur portofolio Keruhnya Riba (lihat Gambar 4), diperoleh hasil analisis semiotika
penanaman dana, BMI juga memperbaiki portofolio dana pihak sebagai berikut. Bahwa iklan yang satu ini didominasi oleh tanda
ketiga dalam wilayah spiritual market dan retail. (Rencana Bisnis dalam bentuk simbol. Tanda-tanda dalam bentuk ikon, seperti
2006 dalam Saefudin, 2006:1-21) gambar ikan koi dan bejana sudah berubah menjadi simbol, tanda
yang artinya harus didalami maknanya. Apalagi tanda-tanda
Untuk itu salah satunya melakukan aktivitas komunikasi dalam bentuk kalimat atau frase sebagai tagline dan atau body
dan promosi. Salah satu bentuk kegiatan komunikasi dan copy iklan BMI itu jelas merupakan simbol.
promosinya adalah memuat iklan di sejumlah media. Di antaranya
adalah iklan versi “Merdekakan Bangsaku dari Keruhnya Riba” Gambar 4
yang dimuat di sejumlah media cetak berkenaan dengan Hari Iklan BMI versi Merdekakan Bangsaku dari Keruhnya Riba
Kemerdekaan RI ke-61.
Refers to
Symbolizes
Object Interpreta
n Symbol Referentnt
4
iklan (2) dimulai dengan adanya realitas pertama berupa jasa wacana (Discourse dengan D besar) sebagai hasil dari proses
perbankan syariah BMI (1). konstruksi realitas tentang fakta yang berkenaan dengan BMI
Tatkala menyusun iklan itu, biro iklan tentu sebagai bank syariah yang pertama dan utama. Bahwasanya iklan
memperhatikan sistem komunikasi yang berlaku dimana iklan itu sebagai wacana di dalamnya terkandung suatu kepentingan yang
akan disiarkan (3). Kita sama maklum, bahwa sistem komunikasi sifatnya “ideologis” atau memiliki dimensi nilai (:hal yang
Indonesia sangat bebas, sehingga mengambil tema apapun bebas dianggap baik atau buruk), bukan sebatas untuk kepentingan
pula asal tidak mengabaikan nilai-nilai dan norma-norma yang promosi belaka. Di balik iklan sebagai wacana, ada maksud-
berlaku dalam sistem komunikasi itu. maksud yang lebih subtantif ketimbang pragmatis.
Dalam membuat iklan ini, biro iklan juga pasti Jika kesimpulan ini kita tarik ke dunia periklanan secara
mempertimbangkan sejumlah faktor eksternal dan internal (4) umum, pada dasarnya semua iklan terutama yang berkategori soft
yang mempengaruhi BMI. Sudah tentu pertimbangannya adalah sell adalah berbentuk sebagai wacana. Umumnya iklan adalah
kepentingan bisnis BMI dalam rangka memenangkan persaingan hasil konstruksi realitas demi terciptanya brand-image yang
dari para kompetitornya. BMI ingin menjadi bank syariah yang representatif produk dan atau lembaga yang diwakilinya.
pertama dan utama (5). Sebagai implikasi dari hasil riset ini, kita juga dapat
Sungguh menarik memperhatikan strategi konstruksi menyatakan bahwa kegiatan pembuatan wacana merupakan inti
realitas yang dilakukan dalam iklan BMI versi yang satu ini (6). dalam aktivitas periklanan. Maksudnya, jika berbicara periklanan
Berkenaan dengan fungsi bahasa, iklan ini memanfaatkan ayat kita tak dapat tidak akan membahas pembuatan wacana mengenai
suci, simbol, dan kalimat yang menyiratkan kesyariaahan BMI, produk dan atau lembaga yang diiklankan. Sementara ini,
baik dalam tag line, body copy, maupun visualisasinya. Berkenaan umumnya di antara kita kalau membahas bahkan hendak
dengan fungsi framing, iklan ini memuat fakta tentang masih merancang iklan, umumnya kita berbicara tentang strategi
banyaknya nasabah yang berada di bank konvensional (ikan-ikan periklanan, atau yang paling sering adalah tentang efek
dalam bejana sebelah kiri dengan air yang keruh) dan masih masih periklananan.
sedikitnya nasabah yang masuk ke bank syariah (ikan-ikan dalam
bejana sebelah kanan dengan air yang jernih). Sedangkan
berkaitan dengan taktik priming, iklan ini dimuat di beberapa
media cetak nasional pada saat HUT RI ke-61 sebagai momentun
taktik penonjolan (7).
Melalui iklan cetaknya itu sebagai sebuah wacana (8),
bermaksud membangun makna dan citra bahwa BMI adalah bank
syariah yang utama (9). Ia membangun Discourse (dengan D
besar) bahwa BMI bukan saja berbeda dari bank-bank lain
melainkan juga memiliki motivasi memperjuangkan Gambar 6. Hierarchy of Effect Model dari Lavidge-Steiner
pemberantasan riba yang dilakukan oleh bank-bank konvensional. (Schultz, et.al, 1994 : 109)
Tabel 3.
Liking Spektrum Efek Komunikasi
(Kesukaan)
Merata 30% 50% 50%
(A) Action Action Conviction
Kognitif Knowledge (B) (C) (D)
(Pengetahuan) Unwareness 20% 10% 10% 10%
Awareness 20% 20% 10% 10%
Comprehensio 20% 20% 10% 10%
n
Awarness Conviction 20% 20% 20% 50%
(Kesadaran) Conviction
Action 20% 30% 50% 20%
Padahal, tanpa ada discourse-nya, strategi dan efek Action Action
periklanan itu tak mungkin terjadi. Sebutlah kita hendak Dimodifikasi dari Dutka (1995 : 76-78).
mencapai efek-efek periklanan seperti digambarkan Robert J.
Levidge dan Gary A. Steiner (lihat gambar 6) melalui suatu strategi Dengan demikian, apapun level efek periklanan dan sejitu
tertentu. Hirarki Levidge-Steiner itu sendiri dimulai dari: apapun strateginya, maka yang pasti kita memerlukan instrumen
kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), kesukaan untuk mencapai tujuan periklanan tersebut. Dan instrumen ini
(liking), pilihan (preference), keyakinan (conviction) dan akhirnya tiada lain adalah Discourse tentang produk atau institusi yang
pembelian (purchase) di puncak. Sudah tentu, efek kesadaran saja diiklankan. Posisi discourse ini begitu sentral dalam komunikasi
tak akan tercapai jika pengiklan gagal membentuk discourse dari periklanan. Kedudukannya menempati posisi kunci dalam
produk atau institusi yang hendak diiklankannya. pencapaian tujuan periklanan melalui strategi periklanan (lihat
juga Gambar 7)
6
komunikasi yang ada dan fenomena persinggungan antara
Gambar 7 kepentingan pemilik produk dan khalayak sasaran.
Peranan Discourse dalam Kegiatan Periklanan Sedangkan untuk menguasai strategi mengkonstruksikan
realitas untuk periklanan, usaha mempelajari ”bahasa periklanan”
merupakan kebutuhan yang utama. Penguasaan kita yang baik
atas bahasa ini, niscaya akan membuat iklan kita ”berbicara”
Tujuan Advertising Strategi kepada khalayak sasarannya. Sebaiknya diingat bahwa bahasa
Periklanan as Discourse Periklanan (verbal maupun nonverbal) adalah perangkat dasar dalam
periklanan untuk menyampaikan ide, fakta, mitos, dan ideologi.
Di sinilah kita menemukan pentingnya kreativitas
mengemas pesan iklan. Untuk ini pertama-tama kita mesti
berkemauan keras untuk mengeksplorasi kecerdasan bahasa iklan
kita. Selanjutnya adalah teknis menuangkannya kedalam
Melalui gambar 7 ini hendak dikatakan bahwa iklan Discourse yang didalamnya lambang-lambang bahasa iklan
sebagai wacana (Advertising as Discourse) adalah ”unsur utama” dipergunakan, yang tidak saja harus memiliki stop powering
dalam proses periklanan. Tujuan periklanan hanya dapat dicapai melainkan pula informatif, estetis dan etis. Sehubungan dengan
jika produk yang hendak dipasarkan dibuat terlebih dahulunya ini, pembuat iklan memerlukan kecerdasan verbal, kecerdasan
Discourse-nya. Strategi periklanan (di antaranya media visual, kecerdasan auditori, kecerdasan kinestetik, tanpa
placement) hanya dapat dilakukan jika telah dibuat iklan melupakan kecerdasan kultural, kecerdasan sosial, dan cerdas
(Discourse)-nya. Tak akan berlangsung proses eksekusi iklan, jika menangkap kepentingan pemilik produk atau lembaga!
sebelumnya tidak dibuat Discourse tentang produk atau lembaga
yang hendak diiklankan. Ingat dalam komunikasi pemasaran --------
(periklanan), pemasar tidak sedang menjual produk atau lembaga
melainkan sedang menyampaikan ”citra dan atau makna” produk
atau lembaga kepada khalayak. Hanya dengan membuat Discourse
tentang produk atau lembaga tersebut tersebut, maka ”citra dan
atau makna” produk atau lembaga itu dapat sampai kepada
khalayak. Tentu saja dengan bantuan strategi dan taktik
periklanan. Daftar Pustaka
Karena itu, disarankan kiranya dapat dikatakan bahwa
amatlah penting menguasai strategi dan teknik Discourse Berger, Arthur Asa., Media Analysis Techniques. Beverly
periklanan ini. Kembali ke proses pembentukan discourse 1982 Hills : Sage Publication.
(gambar 3 dan 5), dalam membuat Discourse periklanan tersebut
Berger, Arthur Asa., Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
perlu diperhatikan tiga faktor utama: sistem komunikasi yang
2000 Kontemporer (terjemahan). Yogyakarta :
berlaku, dinamika internal dan eksternal agen periklanan, dan
Tiara Wacana.
strategi mengkonstruksikan realitas. Untuk menguasai dua hal
yang pertama, seorang agen iklan dapat melakukannya melalui Cook, Guy , The Discourse of Advertising. London-
pengumpulan data (primer maupun sekunder) tentang situasi 1992 New York: Routledge
7
Dyer, Gillian, Advertising as Communication.
1996 London-New York: Routledge