Menurut World Tourism Organization (WTO), wisatawan merupakan pengunjung sementara yang tinggal
sekurang-kurangnya 24 jam di negara tujuan atau yang dikunjungi. Tujuan perjalanan wisatawan dapat digolongkan
1. Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, kesehatan, studi, keagamaan, olah raga, dan kunjungan keluarga.
2. Bukan pesiar, yaitu untuk keperluan bisnis serta menghadiri konferensi, seminar atau pertemuan lainnya.
Menurut Salah Wahab (1992), pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru yang mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam
mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan. Pariwisata merupakan sektor yang
kompleks, meliputi industri-industri dalam arti yang klasik, seperti misalnya industri kerajinan tangan dan
cinderamata. Industri pariwisata merupakan gabungan dari berbagai produk jasa yang dihasilkan oleh pelbagai pihak
Karakteristik pariwisata sebagai industri jasa berbeda dengan produk industri atau jasa lainnya.
1. Intangible (tak wujud), yaitu orang tidak dapat melihat bentuk jasa pariwisata Indonesia seperti apa?, sebelum
wisatawan merasakan atau membelinya, atau datang sendiri ke daerah tujuan pariwisata,
2. Sulit diatur standar kualitasnya, dalam jasa terjadi hubungan langsung antara pemberian dan pengguna jasa,
3. Simultan antara proses produksi dan konsumsi, jasa baru diproduksi apabila memang sudah dibeli oleh pengguna
jasa. Terjadi proses yang bersamaan antara proses produksi dan konsumsi,
4. Tidak dapat disimpan sebagai persediaan, misalnya kamar hotel yang kosong seminggu yang lalu akan hilang dan
5. Tidak dapat dimiliki, karena tidak terwujud, maka tidak ada suatu yang kemudian dimiliki oleh seorang yang telah
membeli jasa tersebut. Untuk mewujudkan jasa tersebut wisatawan membeli cinderamata sebagai kenang-kenangan
kalau ia pernah pergi atau terkesan dengan daerah tujuan wisata tersebut.
Maka kebijakan yang dianjurkan dalam pengembangan pariwisata yaitu bagaimana membuat jasa tersebut
menjadi “terlihat atau terwujud” sehingga mudah dievaluasi. Sarana fisik yang berkaitan dengan jasa yang diberikan
akan dipakai sebagai bahan bagi pengguna jasa untuk mengevaluasi kualitas jasa. Jadi semakin baik sarana fisik,
akan dihubungkan dengan kualitas pelayanan yang baik. Dalam pengembangan pariwisata peningkatan prasarana
dan sarana fisik mutlak dibutuhkan yang kemudian diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan jasa.
Peningkatan sumberdaya manusia yang berkaitan dengan pariwisata perlu ditingkatkan kualitasnya.
Kualitas orang yang memberikan jasa, diterima oleh pengguna jasa sebagai kualitas jasa itu sendiri. Misalnya
keluhan mengenai buruknya tingkah laku pelayanan hotel, pemandu wisata atau oknum penduduk di daerah tujuan
wisata, sudah tentu akan dihubungkan dengan buruknya kualitas jasa pariwisata.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengembangan dan peningkatan kualitas pemberi jasa merupakan salah
satu faktor bagi keberhasilan dalam memasarkan jasa pariwisata. Salah satu usaha yang dilakukan adalah
peningkatan sumberdaya manusia dalam bidang pariwisata melalui pendidikan formal dan non formal.
Di samping itu perlu ditumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai pariwisata yaitu sebagai tuan rumah
yang baik yaitu melalui program “sadar wisata”. Produksi jasa pariwisata adalah seluruh masyarakat Indonesia.
a. Merupakan sektor yang peka, kegiatan pariwisata adalah kegiatan “menjual Indonesia”. Hal ini berarti
mempertaruhkan citra dan harga diri serta martabat bangsa. Misalnya ketidakpuasan wisatawan terhadap pelayanan
hotel, maka akan dikaitkan dengan kualitas semua aspek hotel di Indonesia, kesalahan salah satu aspek kecil dapat
b. Pariwisata terdiri dari banyak sub sektor, seperti: hotel, restoran, agen perjalanan, transportasi, pusat-pusat kegiatan
wisata dan pusat-pusat cinderamata. Di samping itu sektor pariwisata melibatkan sektor-sektor lainnya, seperti
pertanian, perhubungan, industri, kesehatan, perdagangan, hukum, administrasi pemerintah, dan lainnya.
Pariwisata merupakan gabungan dari produk barang dan produk jasa. Keduanya penting, dibutuhkan dan
dihasilkan oleh industri pariwisata. Pada dasarnya, wisata memiliki sifat dari pariwisata sebagai sebuah kegiatan
yang unik.
a. Perpaduan sifat fana (intangible) dengan sifat berwujud (tangiable).
Pada intinya, apa yang ditawarkan di industri pariwisata adalah sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak dapat dibawa
untuk ditunjukan kepada orang lain. Namun sarana dan prasarana yang digunakan untuk memberikan kenyamanan
yang ditawarkan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berwujud. Kombinasi keduanya menjadi unik dan menjadi
tidak mudah diukur meskipun standarisasi pelayanan telah ditetapkan. Setiap konsumen yang hendak membeli akan
perlu bantuan pihak ketiga. Alternative lain adalah dengan bergantung pada pengalaman orang lain dan reputasi atau
citra dari penyedia jasa.
b. Sifat tak terpisahkan (inseparable).
Kegiatan wisata membutuhkan interaksi antara wisatawan sebagai pengguna jasa dan tuan rumah sebagai penyedia
jasa, bahkan partisipasi konsumen dalam setiap produk yang ditawarkan menjadi hal yang sangat penting. Antara
wisatawan dan tuan rumah, antara tamu dan pelayanan, antara pengunjung dan pemandu wisata, keduanya tidak
dapat dipisahkan dalam kegiatan wisata. Keduanya harus bertemu dan melakukan kontak sosial. Wisatawan harus
secara aktif memberikan kontribusi kepada penyedia jasa agar apa yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan. Sifat
yang tidak dapat dipisahkan juga bermakna bahwa setiap transaksi antara penyedia jasa seperti hotel dengan
konsumen, yakni tamu harus dilakukan pada saat yang sama atau consume-in situ. Segala yang ditawarkan diindustri
pariwisata harus dikonsumsi di lokasi ketika produk di produksi dan dihasilkan. Sebagai contoh, wisatawan akan
bisa menikmati kehangatan matahari, kalau ia datang ke pantai yang diminati.
c. Keatsirian (volatility).
Pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa dipengaruhi banyak factor, seperti pribadi, sosio-budaya, pengetahuan
dan pengalaman. Ada faktor yang secara eksternal mempengaruhi dan ada faktor yang secara internal
mempengaruhi. Akibat dari banyaknya hal yang mempengaruhi, pelayanan terhadap wisatawan mudah menguap
atau berubah sehingga penyedia jasa harus secara rutin dan aktif berinovasi memperbaharui tawaran jasa wisata
kepada wisatawan.
d. Keragaman.
Bentuk pelayanan di industri pariwisata cukup sulit untuk distandarisasikan. Setiap wisatawan ingin selalu dipenuhi
kebutuhannya dan ia tidak ingin kebutuhannya digeneralisasikan atau disamaratakan dengan kebutuhan orang lain.
Setiap wisatawan ingin diperlakukan sebagai pribadi-pribadi yang beragam. Setiap wisatawan memiliki preferensi
terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Ia memiliki pengharapan yang beragam sehingga penyedia jasa perlu
memahami latar belakang kebutuhan dan keinginan setiap wisatawan yang bersumber dari pengalaman masa
lampau, pendapat orang lain, lingkungan, standar dan nilai, serta faktor lain.
e. Sifat rapuh (perishable).
Jasa adalah sesuatu yang fana, tetapi dapat memberikan pengalaman menyenangkan dan perasaan puas. Pelayanan
hari esok tentunya berbeda dan akan lebih baik dari hari kemarin sehingga harus diproduksi dan dikonsumsi secara
simultan. Sifat rapuh merujuk pada jasa yang ditawarkan dalam pariwisata yang tidak dapat disimpan untuk
dikonsumsi di kemudian hari.
f. Musiman (seasonality).
Musiman merupakan sifat yang paling unik dari kegiatan manusia yang dinamis. Adakalanya pariwisata mengalami
musim ramai ketika jumlah orang yang melakukan perjalanan mencapai titik puncak, adakalanya pula tidak seorang
pun melakukan perjalanan wisata. Kondisi ini menyebabkan pengusaha pariwisata harus terus-menerus melakukan
inovasi dan memunculkan ide kreatif, agar pendapatan usaha tetap meningkat.
g. Tak bertuan (no-ownership).
Wisatawan adalah pembeli. Namun uniknya ia tidak dapat memiliki apa yang telah ia beli dan bayarkan. Seorang
wisatawan yang membeli tiket pesawat berhak menduduki kursi pesawat agar sampai ke daerah tujuan yang
diinginkan. Tetapi ia tidak berhak untuk memiliki kursi tersebut sebagai bukti transaksi pembelian.
Ciri dari pariwisata di antaranya sebagai berikut:
a. Sarat dimensi manusia.
Manusia sebagai pelaku utama dalam pariwisata. Ia bisa berperan dalam banyak hal. Ada wisatawan yang secara
individu bertindak sebagai inisiator atau pencetus ide perjalanan, ada yang berperan sebagai pembeli, sebagai
pengguna, sebagai pembuat keputusan dan sebagai provokator dalam arti positif. Namun adakalanya wisatawan
dalam kelompok bertindak sebagai penilai dan mengesahkan. Inilah yang menjadikan keunikan wisata.
b. Pembedaan antara konsumen dan pelanggan dalam pelayanan.
Dalam pariwisata, dilakukan diskriminasi antara konsumen dan pelanggan karena hal ini berdampak pada proses
pelayanan yang diberikan tentu setiap penyedia jasa cenderung mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya karena
loyalitas yang tidak perlu diragukan. Kebutuhan loyalitas untuk menjaga konsumen agar tetap menggunakan jasa
yang ditawarkan, sekaligus menjadi keunggulan persaingan. Hampir setiap bisnis wisata mengupayakan beragam
program agar tamu yang datang menjadi tamu setia.
c. Partisipasi aktif konsumen.
Keberadaan konsumen adalah penting karena tingginya interaksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa, antara
hotel dan tamu, antara turis dan pemandu wisata, antara wisatawan dan pramugari dan lain sebagainya.
Seperti Jepang dengan "Tokyo Motor Show", Jerman dengan "Frankfurt Motor Show", dan lain
sebagainya. Bahkan berbagai biro perjalanan wisata telah membuat paket wisata mengunjungi berbagai
event MICE di berbagai belahan dunia. Ini adalah potensi bisnis yang besar. Dunia MICE memiliki
multiplier effect yang sangat besar. Sangat banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dari adanya event
MICE di suatu negara. Puluhan roda industri di dunia akan berputar dengan baik karena ada event MICE.
Pihak pihak yang akan mendapat keuntungan dari event MICE antara lain:
Stan Kontraktor,
Freight Forwarder,
Supplier,
Florist,
Event Organizer,
Hall Owner,
Percetakan,
Transportasi,
Hotel,
Perusahaan Souvenir,
UKM,
Perkembangan MICE di Bali sudah mencapai hasil yang cukup menggembirakan. Adanya elemen-
elemen pariwisata terkait seperti Dinas Pariwisata yang juga bekerjasama dengan Bali Hotels
Association, INCCA (Indonesia Congress & Convention Association),ASITA, Perhimpunan Hotel dan
Restaurant Indonesia (PHRI), dan institusi serupa membuat Bali sebagai tujuan MICE di dunia
selanjutnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya event dunia yang diselenggarakan di Bali
seperti UNFCC dan Bali Asian Beach Gamesyang berlangsung di Nusa Dua, Bali.
Disamping itu, perkembangan MICE di Bali telah menjamah sektor perhotelah di Bali, dimana hampir
semua hotel berbintang 5 di Bali memiliki fasilitas standar meeting seperti meeting venue, dan
departemen yang mengatur berlangsungnya kegiatan MICE di hotel tersebut. Biasanya MICE di
organiser oleh Banquette Department.