Anda di halaman 1dari 15

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Disusun oleh:

Rizki Gigih Apriati (C4C018002)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
PURWOKERTO
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya perekonomian yang saat ini
mengarah pada globalisasi, maka kebutuhan akan laporan keuangan yang
dapat dipertanggungjawabkan pun semakin meningkat. Pengaruh
globalisasi juga membawa dampak negatif pada jasa audit, pelaku profesi
auditor independen atau akuntan publik dituntut untuk menunjukan
profesionalismenya. Akuntan atau auditor harus dapat memberikan jasa
kualitas terbaik dengan bertanggung jawab dan menjaga kepercayaan
masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan di masa mendatang, para
professional diharuskan memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
suatu profesi, selain itu untuk menjalankan suatu profesi sangatlah penting
adanya etika profesi. Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika,
yang dalam bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu ethos yang berarti
kebiasaan atau adat, dan ethikos yang berarti perasaan batin atau
kecenderungan batin yang mendorong manusia dalam bertingkah laku.
Etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang
dirancang agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap
idealistis. Setiap akuntan harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak
menyimpangi aturan dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya.
Dengan adanya kode etik profesi, akuntan diharapkan berperilaku
secara benar dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan.
Meski begitu terkadang pelanggaran tetap saja terjadi. Hal ini dikarenakan
kurangnya pemahaman dan pengetahuan dalam menerapkan etika secara
memadai. Oleh karena itu diperlukan adanya landasan pada standar moral
dan etika tertentu. Untuk mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1975 telah mengesahkan “Kode Etik
Akuntan Indonesia” yang telah mengalami revisi pada tahun 1986, tahun
1994 dan terakhir pada tahun 1998. Dalam Mukadimah Kode Etik
Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip etika bagi
akuntan. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban
untuk menjaga disiplin dan memenuhi segala hukum dan peraturan yang
telah disyaratkan.
Tujuan utama bisnis adalah memperoleh keuntungan, walaupun
bukan merupakan tujuan satu-satunya. Dalam bisnis yang modern saat ini,
pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang yang profesional di
bidangnya. Profesionalisme dapat diperlihatkan melalui kinerja tertentu
yang berada diatas rata-rata. Kinerja tidak hanya berfokus padaaspek
bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga
menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis
ini juga menyangkut komitmen moral, integritas moral, disiplin, loyalitas,
kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap mengutamakan mutu,
penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang
berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang
menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pentingnya Etika Dalam Praktik Bisnis


Praktik bisnis merupakan aktivitas utama masyarakat yang wajib
didukung oleh perilaku baik..Etika bisnis menjadi sangat penting
mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen yang saling
berkaitan antara satu dengan lainnya (konsumen, distributor, produsen).
Nilai-nilai (values) dalam etika bisnis adalah standar kultural dari perilaku
yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan
mengejar tujuan. Pada era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan
yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive
advantage yang sulit ditiru.Oleh karena itu, perilaku etika penting
diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah
bisnis.Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh
perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar
memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam
memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan.
Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai
berikut.
1. Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk
dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang
diambil.
2. Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak
berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci
keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam pelaksanaan kontrak,
kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan
lain-lain).
3. Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat
perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak
ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Menguntungkan, agar semua pihak berusaha untuk
saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang
kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis
dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka
harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan
merupakan perusahaan terbaik.
B. Praktik Bisnis Tidak Beretika
Praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung
mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik
bisnis tidak terpuji atau moral hazard.Hal ini mengindikasikan bahwa di
sebagian masyarakat telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala
macam cara untuk mencapai tujuan, baik untuk tujuan individu
memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi etika
dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis. (Rukmana:2004).
Menurut Komenaung (2007), masalah etika dalam bisnis dapat
diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu:
1. Suap (Bribery) adalah tindakan berupa menawarkan, membeli,
menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban public. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang
dengan membeli pengaruh. Pembelian itu dapat dilakukan baik
dengan membayar sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran
kembali setelah transaksi terlaksana. Suap kadang kala tidak mudah
dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan
mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift)
tidak selalu dapat disebut sebagai suap tergantung dari maksud dan
respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion) adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa
atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat
berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau
penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception) adalah tindakan memperdaya, ,menyesatkan
yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft) adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu
yang bukan hak kita atau mengambil properti milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa properti fisik
atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination) adalah perlakuan
tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.
Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara
tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara yang disukai atau tidak.
C. Lingkungan Etika di Indonesia
Beberapa pebisnis berpendapat bahwa terdapat hubungan simbiosis
antara etika dan bisnis dimana masalah etik sering dibicarakan pada bisnis
yang berorientasi pada keuntungan. Kebutuhan aspek moral dalam bisnis
adalah:
1. Praktik bisnis yang bermoral hanya akan memberikan keuntungan
ekonomis dalam jangka panjang. Bagi bisnis yang didesain untuk
keuntungan jangka pendek hanya akan memberikan insentif yang
kecil. Dalam kompetisi bisnis di pasar yang sama, keuntungan jangka
pendek merupakan keputusan yang diambil oleh kebanyakan
perusahaan untuk dapat bertahan.
2. Beberapa praktik bisnis yang bermoral mungkin tidak memiliki nilai
ekonomis bahkan dalam jangka panjang sekalipun. Sebagai contoh,
bagaimana mengkampanyekan kerugian merokok, sebagai lawan dari
promosi rokok itu sendiri.
3. Praktik bisnis yang bermoral akan menghasilkan keuntungan akan
sangat tergantung pada saat bisnis tersebut dijalankan. Pada pasar
yang berbeda, praktik yang sama mungkin tidak memberikan nilai
ekonomis. Jadi masalah tumpang tindih antara eksistensi moral dan
keuntungan sifatnya terbatas dan insidental (situasional)
Dalam hal ini, etika bisnis menjadi suatu hal yang sangat mendesak
untuk diterapkan, sebab dengan etika pertimbangan mengenai baik atau
buruk dapat distandardisasi secara tepat dan benar. Namun perlu juga
dicatat bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika praktik-praktik bisnis
yang curang dilegalkan. Maka, diperlukan dua perangkat utama yaitu
moral dan legal politis.
D. Tuntutan Masyarakat Terhadap Bisnis
1. Kemunculan Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku
Kepentingan.
Reaksi oleh bisnis terhadap evolusi dari mandat keuntungan murni
menjadi pengenalan adanya saling ketergantungan antara bisnis dan
masyarakat. Beberapa tren dikembangkan sebagai hasil dari tekanan
ekonomi dan kompetitif serta memiliki efek pada etika bisnis dan
akuntan professional, mencakup:
a. Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan.
b. Pernyataan manajemen kepada pemegang saham atas kecukupan
pengendalian internal, dan
c. Ketetapan niat untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi.
Meskipun perubahan yang signifikan juga terjadi dalam cara
organisasi beroperasi, mencakup:
a. Reorganisasi, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan data
elektronik yang berhubungan, dan
b. Meningkatnya ketergantungan manajemen pada indicator kinerja
nonkeuangan yang digunakan secara nyata.
Sebagai akibat dari tren dan perubahan tersebut, bahwa pendekatan
tradisisonal perintah dan kendali (atas-bawah) tidaklah cukup, dan
organisasi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendorong
etika prilaku, bukan memaksakannya.Dewan dan manajemen menjadi
lebih tertarik pada isu-isu etika meskipun kompeksitas entitas bisnis
dan transaksi menjadi lebih besar dan cepat.Oleh karena itu, semakin
penting bahwa setiap karyawan memiliki kode perilaku pribadi yang
harmonis dengan pemberi kerja.
2. Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko
Para direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan lainnya harus
memahami sifat dari interes pemangku kepentingan dan nilai-nilai
yang mendukungnya untuk mengggabungkan interes pemangku
kepentingan ke dalam kebijakan, strategi, dan operasional
perusahaan.Saat ini, penyelidikan terhadap nilai-nilai, reputasi, dan
manajemen risiko menjadi subjek studi terbaru yang ramai diteliti.
Nilai-nilai pada suatu perusahaan akan berbeda bergantung pada
kelompok pemangku kepentingan. Charles Fombrun dari Repitation
Institute menetapkan empat penentu reputasi sebuah perusahaan, antara
lain: 1) Kredibilitas; 2) Keandalan; 3) Sifat dapat dipercaya; dan 4)
Tanggung jawab.
Manajemen dan auditor sejak tahun 1990-an semakin berorientasi
pada manajemen risiko. Teknik-teknik manajemen risiko telah
berkembang seiring dengan pengakuan oleh direktur, eksekutif, dan
akuntan professional mengenai nilai-nilai dalam mengidentifikasi
risiko di awal dan dalam perencanaan untuk menghindari atau
mengurangi konsekuensi yang tidak menguntungkan, yang melekat
dalam risiko.
3. Akuntabilitas
Munculnya interest pemangku kepentingan dan akuntabilitas, serta
terjadinya kasus krisis keuangan yang menimpan Enron, telah
meningkatkan keinginan untuk membuat laporan (kinerja perusahaan)
yang lebih relevan.Laporan dibuat lebih transparan dan akurat
dibandingkan dengan laporan masa lalu.Secara umum, kekurangan
integritas sering kali terdapat pada laporan-laporan perusahaan karena
tidak mencakup beberapa hal atau permasalahan. Dengan demikian,
laporan tersebut tidak selalu memberikan presentasi yang jelas dan
seimbang bagaimana pemangku kepentinganakan terpengaruh oleh
laporan.
E. Inisiatif untuk Menciptakan Bisnis yang Berkelanjutan
Dampak meningkatnya harapan untuk bisnis pada umumnya telah
membawa tuntutan reformasi tata kelola dan pengambilan keputusan
etis.Memahami harapan etika tempat kerja sangat penting bagi
keberhasilan organisasi dan para eksekutifnya. Sebuah perusahaan tidak
dapat memiliki etika budaya perusahaan yang efektif tanpa etika kerja
yang terpuji. Melalui tata kelola perusahaan (Good Coorporate
Government), diharapkan seluruh organ perusahaan mampu bertindak
secara etis. Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate
governance) adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan
Organ Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan
mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan,
secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundangan serta nilai-nilai
etika.
Konsep dari GCG belakangan ini makin mendapat perhatian dari
masyarakat karena konsep ini semakin memperjelas dan mempertegas
mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu
organisasi, konsep ini mencakup beberapa hal antara lain:
1. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya
2. Hak dan peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders) lainnya
3. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
4. Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan
5. Tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan,
kepada para pemegang saham dan pihak-pihak lain yang
berkrpentingan.
Konsep GCG sendiri muncul dilatar belakangi oleh maraknya
skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, salah
satu contohnya Endron WorldCom, KAP Arthur-Andersen ini adalah salah
satu conto kegagalan sistem tata kelola yang buruk yang tidak hanya
menyebabkan resesi ekonomi di Amerika, tapi dampaknya bisa dirasakan
oleh masyarakat dunia pada umunya. Terdapat 10 prinsip-prinsip dasar
yang melandasi konsep GCG ini antara lain; Vision, Participation,
Equality, Professional, Supervision, Efective & Efficient, Transparent,
Accountability/Accoutable, Fairness, dan Honest.
BAB III

PENUTUP

A. Kasus (Enron)
1. Kronologi Kasus
Pada tahun 1985, InterNorth, sebuah penyalur gas alam melalui
pipa yang berbasis di Ohama, mengakuisisi Houston Natural Gas. Pada
awalnya perusahaan berencana untuk mempertahankan kantor pusatnya di
Ohama, tetapi dewan direksi Houston secara bertahap mengambil kendali
kegiatan perusahaan dan memutuskan untuk memindahkan kantor pusat
perusahaan ke Houston. Pada saat yang bersamaan gabungan perusahaan
tersebut menggunakan nama yang lebih futuristik dan modern yaitu Enron.
Enron muncul pada masa yang cukup sulit bagi perusahaan pipa
gas alam.Pada saat itu rantai distribusi dari produsen ke konsumen sangat
diatur oleh pemerintah.Tingkat harga yang dibebankan perusahaan pipa
kepada perusahaan utilitas lokal dan yang dibebankan perusahaan lokal
kepada konsumen eceran juga diatur oleh pemerintah berdasarkan biaya-
plus (cost-plus).Untuk mendorong eksplorasi gas alam dalam menanggapi
krisis energi pada tahun 1970-an, pemerintah mengubah peraturannya
mengenai patokan harga gas alam.Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan harga yang dibayarkan kepada produsen secara sangat
cepat.Meskipun demikian, harga eceran dijaga agar tetap rendah melalui
peraturan pemerintah, dan perusahaan pipa mengalami kesulitan untuk
membeli seluruh gas alam yang mereka butuhkan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen perusahaan lokal.
Dalam pasar bebas risiko utama yang dihadapi oleh produsen gas
dan perusahaan lokal timbul dari gejolak harga bahan bakar.Kedua pihak
merasa tidak nyaman untuk melakukan kontrak-kontrak harga tetap jangka
panjang, sehingga sebagian besar gas alam dijual dengan menggunakan
kontrak 30 hari.
Pada tahun 1990, Enron mulai memberikan jasa sebagai perantara,
atau pencipta pasar, untuk kontrak 30 hari tersebut. Disebut Gas Bank,
aktivitas ini melibatkan perjanjian jangka pendek yang ditandatangani
Enron untuk membeli gas dari beberapa produsen, menyatukan kontrak-
kontrak tersebut, dan kemudian menawarkan komitmen harga jangka
panjang kepada perusahaan lokal. Enron telah membuat langkah awal
dalam melakukan transformasi aktivitis perusahaan dari perusahaan pipa
tradisional menjadi perusahaan jasa keuangan dan perdagangan.Pada tahun
2000, Enron mengembangkan usahanya dengan menjadi pencipta pasar
untuk listrik, minyak, dan bahkan kertas (Sjahputra dan Amin, 2005).
Pada Februari 2001, peningkatan pendapatan dan laba Enron
sangat pesat diikuti oleh peningkatan harga saham-perusahaan ini bernilai
$60 miliar, dan harga per lembar sahamnya $80 (sedikit menurun dari
harga tertingginya sebesar $90). Fortune menamakan Enron “Perusahaan
Amerika yang Paling Inovatif” selama enam tahun berturut-turut. Enron,
suatu perusahaan yang menduduki rangking tujuh dari lima ratus
perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan
energi terbesar di AS yang kolaps dengan meninggalkan hutang sebesar $
31,2 milliar.
2. Fakta-fakta Kasus Enron
a. Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang
melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit
perusahaan (Kusmayadi, 2009):
1) Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit)
semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai
akuntan publik perusahaan.
2) Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
3) Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP
Andersen
b. Selama tahun 2000, harga saham Enron berkisar antara $60 sampai
$90, tertinggi pada Agustus sebesar $90.56, dan pada akhir tahun
mendekati $80 (Brooks, 2003).
c. Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi
terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron
sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi
berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis Enron. Dari hasil
evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai
klien KAP Andersen. Salah seorang eksekutif Enron di laporkan
telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai
tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal
tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan
2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk
melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak
memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan
pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan.
Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan
bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan
(Hendarto).
d. Mei 2001, Clifford Baxter, wakil komisaris Enron resmi berhenti
bekerja untuk Enron karena tidak tahan melihat bisnis kerja Enron
yang tidak beretika. (kris.riyadi).
e. 26 September 2001, harga saham jatuh menjadi $25 per lembar,
Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak
menjualnya, sebaliknya membujuk mereka untuk membeli. Dalam
e-mail yang dikirimkan kepada karyawan yang risau, dia
mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan
harga saham Enron “luar biasa murah” dalam posisi itu (Mustika,
2008).
f. 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan
ketiga. Pengumuman kepada pers menyatakan bahwa pro forma
laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta pada triwulan
ketiga tersebut, dibandingkan dengan $292 juta pada tahun
sebelumnya. Pimpinan perusahaan Enron Kenneth Lay menyatakan
bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang
sangat baik dan ia memilih untuk tidak menjelaskan secara rinci
tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting
charge/ expense) sebesar $1 miliar yang menyebabkan hasil aktual
pada periode tertentu, bila dilaporkan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP) akan menjadi kerugian
sebsar $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu
lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal
dari transaksi yangdilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
didirikan oleh CFO Enron.
g. Harga saham perusahaan ini turun secara drastis dari $36,00 per
lembarnya pada minggu sebelum 16 Oktober 2001 hingga menjadi
$0,26 per lembarnya enam minggu kemudia pada tanggal 30
November 2001.
h. 19 Oktober 2001, US Securities and Exchange Commision Rules
(SEC Rules) mengumumkan secara resmi ingin mereview file
pembukuan Enron. Enron mengumumkan kerugian sebesar 600
juta dolar AS dan nilai aset enron menyusut 1,2 triliun dolar AS.
Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh
tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka.
David Duncan, Akuntan Publik kantor Audit Independen Arthur
Anderson menghancurkan dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan Enron.
i. 2 Desember 2001, Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan
ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap
bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan senilai
lebih dari satu miliar dolar. Dengan pengungkapan ini investasi dan
laba yang ditahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang
sama.
j. 2 Januari 2002, CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri dari
dewan direktur perusahaan.
k. 24 Januari 2002, Cliffor Baxter bunuh diri dengan cara menembak
kepala di dalam mobil Mercedez di depan rumah mewahnya di
Houston (Kusmayadi, 2009).
l. 28 Februari 2002, KAP Andersen menawarkan ganti rugi sebesar
750 juta US dollar untuk menyelesaikan masalah gugatan hukum
yang diajukan kepada KAP Andersen. Pemerintahan Amerika
melarang Enron dan KAP Anderson untuk melakukan kontrak
dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
m. 14 Maret 2002, departemen kehakiman Amerika memvonis KAP
Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam
proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen
yang sedang diselidiki. KAP Andersen terus menerima konsekuensi
negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan
afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan
keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
n. 22 Maret 2002, mantan kedua Federal Reserve, Paul Volkeer, yang
direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan
meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar
keseluruhan manajemen dirombak ulang untuk menyusun
manajemen baru.
o. 26 Maret 2002, CEO Anderson, Joseph Berandino mengundurkan
diri dari jabatannya.
p. 8 April 2002, seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang
bertindak sebagai penganggung jawab audit Enron mengaku
bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan
setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi KAP Anderson
dan Enron.
q. 15 Juni 2002, juri federal Houston menyatakan KAP Andersen
bersalah telah melakukan penghambatan terhadap proses peradilan.
B. Analisis
Tiga komponen utama penyebab timbulnya kecurangan,
manipulasi, korupsi, dan berbagai macam kegiatan sejenisnya atau yang
bisa disebut sebagai pelaku tidak etis (menurut teori fraud) adalah
oppurtunity, pressure, dan rationalization. Fraud Triangel (Segitiga Fraud)
terdiri dari 3 hal:
1) Pressure (tekanan atau motif);
karena kebutuhan keuangan yang sangat mendesak, adanya keinginan
yang tidak atau belum terpuaskan, adanya ketidakpuasan terhadap
organisasi/perusahaan/manajemen, serta adanya tekanan dari pihak
lain atau atasan pelaku fraud.
2) Opportunity (kesempatan);
lemahnya pengendalian internal dalam sebuah organisasi membuka
peluang fraud.
3) Rationalization (pembenaran);
pelaku fraud merasa bahkan meyakini bahwa tindakannya bukan
merupakan fraud.
Bukan berarti 3 hal tersebut akan mutlak terjadi, hal-hal itu dapat
dihindari dengan peningkatan akhlak, moral, etika dan perilaku. Tindakan
yang tidak bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan
publik (public trust). Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut
dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak. Andersen sebagai
KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder untuk
memberikan suatu informasi yang benar mengenai pertanggungjawaban
dari pihak agen dalam mengemban amanah dari stock holder. Pihak
manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan
dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis
yang sehat.
Ketiga faktor tersebut adalah merupakan prilaku tidak etis yang
sangat bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang
membahayakan terhadap business going cocern.Begitu pula praktik bisnis
Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif
bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor
Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana
pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada
umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus
seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa
efek.
Secara kasat mata kasus Enron (baik manajemen Enron maupun
KAP Andersen) telah melakukan mal practice jika dilihat dari etika bisnis
dan profesi akuntan antara lain:
1) Adanya praktik discrimination of information/ unfair discrimination,
melalui suburnya praktik insider trading, dimana hal ini sangat
diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian dalam
praktik bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat
oleh Bussines Round Table (BRT), pada tanggal 16 Pebruari 2002
menyatakan bahwa:
a) Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen Enron
berperan besar dari kebangkrutan perusahaan;
b) Telah terjadi pelanggaran terhadap normaetika corporate
governance dan corporate responsibility oleh manajemen
perusahaan;
c) Perilaku manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran
terhadapkepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
2) Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen
Enron maupun KAP Arthur Andersen, mereka mengetahui tentang
praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi
kepercayaan dari investor dan publik, kedua belah pihak merekayasa
laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron
menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang
kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan
menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan
prospek yang sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan
apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001
berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan, hal ini
dimungkinkan adanya coercion atau bribery, karena pihak Gedung
Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di indikasikan
terlibat dalam kasus Enron ini.
3) Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik -The big five-
yang melakukan Audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. tidak
hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, KAP Andersen
telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan
dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron.
Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus
Enron mulai mencuat kepermukaan, sampai dengan munculnya
panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut
sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap
melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen
hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionalisme
sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan knowingly
and recklessly yaitu menerbitkan laporan audit yang salah dan
meyesatkan (deception of information).
C. Kesimpulan
Dari kasus ini Auditor melanggar kode etik Tanggung Jawab
Profesi, karena auditor telah memanipulasi laporan keuangan untuk
menunjukkan seolah-olah kinerja perusahaan baik. Hal ini terjadi akibat
keegoisan satu pihak terhadap pihak lain. Hal ini buah dari sebuah
ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang
berakibat hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan
bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.
Selain itu Auditor melanggar kode etik sikap profesionalismenya
sebagai akuntan independen, karena menghancurkan dokumen-dokumen
penting yang berkaitan dengan kasus Enron dan menerbitkan laporan audit
yang salah dan meyesatkan. Enron dan KAP Arthur Andersen sudah
melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam
melaksanakan tugasnya. Pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan
keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas
bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen.Integritas adalah
suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional.Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
semua keputusan yang diambilnya.
Dilihat dari sisi KAP Andersen, tanggung-jawab seorang akuntan
tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau
pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus
mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik.
Di sisi lain, Enron telah melakukan berbagai macam pelanggaran praktik
bisnis yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information,
coercion, bribery) dan keluar dari prinsip good corporate
governance.Akhirnya Enron harus menuai suatu kehancuran yang tragis
dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.KAP Andersen sebagai pihak
yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme
telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari
tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai