Nurmala Penerapan ICS Di Indonesia Pemulihan Pak Sugeng
Nurmala Penerapan ICS Di Indonesia Pemulihan Pak Sugeng
PENDAHULUAN
0
Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana
Sumber : BNPB 2012
1
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam maupun
faktor non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
B. Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana dimaksud dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
dilakukan untuk mengidentifikasi :
5
F. Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan: kebutuhan
air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan,
pelayanan psikososial, penampungan dan tempat hunian. Penanganan
masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana dilakukan dengan
kegiatan meliputi pendataan, penempatan pada lokasi yang aman, dan
pemenuhan kebutuhan dasar. Perlindungan terhadap kelompok rentan
sebagaimana dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok
rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan terdiri atas:
6
2.2.2 The Federal Emergency Management Agency (FEMA).
FEMA dibentuk untuk mendukung dan melindungi warga negara
dengan memastikan kerjasama pembangunan, mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan dalam mempersiapkan, melindungi, menanggapi,
pemulihan dan mengurangi semua bahaya. Selama 37 tahun, FEMA bekerja
sebagai motor/ leader dalam mempersiapkan, mencegah, menanggapi dan
pemulihan dari Bencana, dengan visi "A Nation Prepared." Pada tanggal 1
April 1979, Presiden Jimmy Carter menandatangani perintah eksekutif yang
merupakan landasan pembentukan/pendirian Federal Emergency
Management Agency. FEMA berkomitmen untuk melindungi dan melayani
rakyat Amerika. Ditingkat nasional/pusat FEMA merupakan kordinator bagi
seluruh pemerintah federal/negara bagian dalam mempersiapkan,
mencegah, mengurangi efek, merespon, dan pemulihan bencana dalam
negeri, baik alami atau buatan manusia, termasuk aksi teror (www.fema.gov)
Meskipun fema sudah terbentuk namun pada kenyataannya kegiatan
darurat dan penangulangan bencana masih terkotak kotak. Saat itu amerika
memiliki lebih dari 100 lembaga yang menangani kasus seperti bahaya yang
terkait dengan pembangkit listrik tenaga nuklir, pengangkutan bahan
berbahaya dan bencana alam, yang terlibat dalam beberapa sector dari
bencana, bahaya dan keadaan darurat. Banyak program dan kebijakan yang
parallel dan tumpeng tindih mulai dari tingkat negara bagian dan local. Untuk
itu perlu menyederhanakan kompleksitas upaya bantuan bencana federal
tersebut. Pada tahun 1979 perintah khusus dari presiden Carter,
menggabung seluruh lembaga terkait dengan bencana dilebur ke dalam
Federal Emergency Management Agency (FEMA). Lembaga-lembaga yang
dilebur kedalam FEMA adalah:
a. The Federal Insurance Administration
b. The National Fire Prevention and Control Administration
c. The National Weather Service Community Preparedness Program
d. The Federal Preparedness Agency of the General Services
Administration
e. The Federal Disaster Assistance Administration activities from HUD
7
f. Civil defense responsibilities were also transferred to the new agency
from the Defense Department's Defense Civil Preparedness Agency
8
Dalam situasi keadaan darurat bencana sering terjadi kegagapan
pananganan dan kesimpang siuran informasi dan data korban maupun
kondisi kerusakan, sehingga mempersulit dalam pengambilan kebijakan
untuk penanganan darurat bencana. Hal ini sangat disayangkan karena
koordinasi sebetulnya dapat menyediakan gambaran utuh dari situasi
bencana, mengidentifikasi kebutuhan, mengurangi duplikasi usaha
penanggulangan bencana, mengurangi konsentrasi kegiatan di area-area
yang sama, dan memastikan transisi yang mulus antara setiap tahapan
penangulangan bencana.
Belajar dari berbagai laporan penanggulangan bencana baik dalam
maupun luar negeri, banyaknya aktor berkontribusi terhadap sulitnya proses
koordinasi pemberian bantuan sehingga seringkali bantuan kemanusiaan
tidak mencapai masyarakat yang membutuhkannya. Disadari bahwa
kecenderungan kejadian personel, maupun logistik dan peralatan.
Sementara itu dukungan dari pusat, khususnya BNPB, merupakan wujud
konkret komitmen dalam penanggulangan bencana di Indonesia serta
pencapaian visi “Menuju Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana”.
9
Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BNPB).
Upaya – upaya penanggulangan bencana dilakukan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan demi ketangguhan bangsa
dalam menghadapi bencana. Kerangka dasar penanggulangan bencana
dengan paradigma pengurangan resiko bencana menjadi salah satu dasar
penyusunan dokumen perencanaan kontijensi yang dapat digunakan sebagai
pedoman pada saat darurat bencana bagi semua pelaku penanggulangan
bencana. Penanggulangan bencana merupakan urusan semua pihak, hal ini
sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Dalam UU tersebut tersurat ada 3 (tiga) pilar
pelaku penanggulangan bencana, yaitu pemerintah (baik pusat maupun
daerah), masyarakat, dan lembaga usaha. Peran pemerintah diatur dalam
Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7. Sementara peran masyarakat diatur dalam
Pasal 26 dan Pasal 27. Dan peran lembaga usaha diatur dalam Pasal 28 dan
Pasal 29.
10
dukungan, baik itu pemikiran. BNPB dan BPBD bergerak dalam lingkup
kemanusiaan, yang di dalam kegiatannya selalu terpacu dan
berkesinambungan, baik dari segi Komponen bencana di Indonesia setiap
tahun meningkat.
BNPB dan BPBD mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi koordinasi,
komando dan pelaksana. Fungsi koordinasi adalah melakukan koordinasi
pada tahap prabencana dan pascabencana, sedangkan yang dimaksud
dengan fungsi komando dan pelaksana adalah fungsi yang dilaksanakan
pada saat tanggap darurat. Di dalam BNPB dan BPBD itu sendiri ada dua
unsur, yaitu Unsur Pengarah dan Unsur Pelaksana. Unsur Pelaksana PB
menyelenggarakan fungsi koordinasi, komando dan pelaksana. Dalam masa
tanggap darurat Deputi Bidang Penanganan Darurat menyelenggarakan
fungsi komando pelaksanaan penanggulangan bencana. Fungsi komando
dilaksanakan melalui pengerahan sumber daya manusia (SDM), peralatan,
dan logistik, TNI dan Polri.
12
BAB III
ANALISIS PELAKSANAAN PUSAT PENGENDALIAN OPERASI
PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA
14
Sistem Koordinasi juga sering kurang terbangun dengan baik,
Penyaluran bantuan, distribusi logistik sulit terpantau dengan baik sehingga
kemajuan kegiatan penanganan tanggap darurat kurang terukur dan terarah
secara obyektif. Situasi dan kondisi di lapangan yang seperti itu disebabkan
belum terciptanya mekanisme kerja Pos Komando dan Koordinasi Tanggap
Darurat Bencana yang baik, terstruktur dan sistematis.
15
dan Tanggung Jawab Komandan Tanggap Darurat Bencana adalah sebagai
berikut:
1. Mengaktifkan dan meningkatkan pusat pengendalian operasi
(Pusdalops) menjadi pos komando tanggap darurat BPBD
kabupaten/Kota/Provinsi atau BNPB, sesuai dengan jenis, lokasi, dan
tingkatan bencana.
2. Membentuk pos komando lapangan (Poskolap) di lokasi bencana
dibawah komando pos komando tanggap darurat bencana BPBD
Kabupaten/Kota/Provinsi atau BNPB.
3. Membuat rencana operasi, mengorganisasikan, melaksanakan dan
mengendalikan operasi tanggap darurat bencana.
4. Melaksanakan komando dan pengendalian untuk pengerahan sumber
daya manusia, peralatan, logistik, dan penyelamatan serta berwenang
memerintahkan pejabat yang mewakili instansi/lembaga/organisasi
terkait dalam memfasilitasi aksesibilitas penanganan tanggap darurat
bencana.
5. Melaksanakan evaluasi melalui rapat koordinasi yang dilaksanakan
minimal satu kali dalam sehari untuk menyusun rencana kegiatan
berikutnya.
Gambar 3.2 Alur koordinasi pembentukan Komando Tanggap Darurat bencana Tingkat
Kabupaten/Kota (Sumber : Perka BNPB No 10 Tahun 2008)
16
Peraturan kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2010 tentang pedoman
pembentukan pos komando tanggap darurat bencana berisi peraturan
tentang pembentukan pos komando tanggap darurat bencana, pembentukan
pos komando lapangan tanggap darurat bencana, pembentukan pos
pendukung tanggap darurat bencana, dan mekanisme hubungan kerja pos
komando tanggap darurat. Peraturan pembentukan pos komando tanggap
darurat bencana ini merupakan pelaksana dari peraturan pemerintah Nomor
21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana yang
tidak terpisahkan dari peraturan ini. Perka Nomor 14 Tahun 2010 dibuat oleh
BNPB sebagai pedoman untuk dapat membentuk pos komando tanggap
darurat bencana yang efektif dan efisien serta akuntabel sesuai dengan
lokasi dan tingkatan bencana.
2.5.1 Pengorganisasian
Organisasi pos komando tanggap darurat bencana merupakan
organisasi satu komando, dengan mata rantai dan garis komando serta
tanggap jawab yang jelas. Instansi/lembaga dapat dikoordinasikan dalam
satu organisasi berdasarkan satu kesatuan komando. Organisasi ini dapat
dibentuk di semua tingkatan wilayah bencana baik di tingkat kabupaten/kota,
Provinsi maupun nasional. Struktur organisasi pos komando tanggap darurat
terdiri dari:
1. Komandan tanggap darurat bencana
2. Wakil komandan tanggap darurat bencana
3. Staf komando: Sekretariat; Hubungan masyarakat; Keselamatan dan
keamanan serta Perwakilan instansi/lembaga
4. Staf umum terdiri dari Bidang operasi; Bidang perencanaan; Bidang
logistik, peralatan, dan pengelolaan bantuan serta Bidang administrasi
keuangan
Struktur organisasi ini bekerja sesuai tupoksi masing-masing, sesuia
jenis, kebutuhan, dan kompleksitas bencana dapat dibentuk unit organisasi
dalam bentuk seksi-seksi yang berada di bawah bidang dan ipimpin oleh
kepala seksi yang bertanggung jawab kepada kepala bidang.
2.5.2 Pendanaan/Pembiayaan
Pos komando tanggap darurat bencana mayoritas berasal dari
pemerintah dan didukung bantuan dana sukarela.
18
1. APBD Kabupaten/Kota
2. APBD Provinsi
3. APBN
4. Bantuan lain yang tidak mengikat
20
Gambar 3.2 Struktur Komando Tanggap Darurat bencana Tingkat Nasional
(Sumber : Perka BNPB No 10 Tahun 2008)
21
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Incedent CommanderKabupaten/Kota
(Sumber : Buku National Incident Management System (Nims), an Introduction Is-700 Self-
Study Guide, August 2004)
22
Penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat meliputi (1) Rencana
operasi, (2) Permintaan sumberdaya, (3) Pengerahan sumberdaya, dan (4)
Pengakhiran. Pelaksanaan ini didukung dengan fasilitas komando posko
(tanggap darurat dan lapangan), personil, gudang, sarana dan prasarana,
transportasi, peralatan, alat komunikasi, serta informasi bencana dan
dampaknya. Rencana operasi merupakan perencanaan dengan rencana
tindakan menjadi acuan bagi setiap unsur pelaksana komando. Permintaan
sumberdaya dilakukan oleh Komandan dengan mengajukan permintaan
sumberdaya kepada Kepala BPBD/BNPB. Selanjutnya Kepala BPBD/BNPB
meminta dukungan sumberdaya kepada instansi/lembaga terkait upaya PB.
Instansi/lembaga wajib segera memobilisasi sumberdaya ke lokasi bencana.
Pengerahan sumberdaya dilakukan melalui pengiriman didampingi
personil instansi/lembaga dan penyerahannya dilengkapi dengan
administrasi sesuai dengan ketentuan berlaku. Dalam hal ini BNPB/BPBD
mendukung mobilisasi sumber daya. Untuk pengakhiran dilakukan oleh
Kepala BNPB/BPBD dengan membuat rencana pengakhiran dengan Surat
Perintah (SPRINT) Pengkahiran. Selanjutnya Komando Tanggap Darurat
Bencana dibubarkan sesuai waktu dengan SK Pembubaran.
Proses tanggap darurat dinyatakan selesai dengan adanya
pernyataan resmi Gubernur/Bupati/Walikota. Dengan selesainya tanggap
darurat maka fungsi Pos Komando Tanggap Darurat kembali ke Pusdalops,
dan tugas Incident Commander (IC) menjadi selesai, serta semua
sumberdaya kembali ke posisi semula/sumbernya. Tahap upaya PB
selanjutnya adalah masuk ke dalam masa transisi ke proses rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana, serta kehidupan/kegiatan sosial-ekonomi
masyarakat sudah mulai berjalan.
Dalam setiap kegiatan mesti ada evaluasi dan pelaporan. Komandan
Tanggap Darurat Bencana melakukan rapat evaluasi setiap hari dan
membuat rencana kegiatan hari selanjutnya. Hasil evaluasi menjadi bahan
laporan harian kepada Kepala BNPB/BPBD dengan tembusan kepada
Pimpinan Instansi/Lembaga terkait. Untuk pelaporan dilakukan dengan
mekanisme sebagai berikut (1) Instansi/lembaga/organisasi terkait dalam
penanganan darurat bencana wajib melaporkan kepada
23
Kepala BNPB/BPBD sesuai kewenangannya dengan tembusan
kepada Komandan Tanggap Darurat Bencana, (2) Pelaporan meliputi
pelaksanaan Komando Tanggap Darurat Bencana, jumlah/kekuatan
sumberdaya manusia, jenis dan jumlah peralatan/logistik, serta sumberdaya
lainnya termasuk sistem distribusinya secara tertib dan akuntabel, (3)
Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat kewenangannya
mengirimkan laporan harian, laporan khusus, dan laporan insidentil
pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana kepada Kepala BNPB/BPBD
dengan tembusan kepada instansi/ lembaga/organisasi terkait, dan (4)
Kepala BPBD melaporkan kepada Bupati/Walikota/Gubernur dan Kepala
BNPB, Kepala BNPB melaporkan kepada Presiden.
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Kesimpulan Aplikasi Peraturan Kepala BNPB Nomor 10 Tahun
2008 Di Indonesia
Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana ini dibuat agar dapat
dijadikan panduan bagi BNPB/BPBD, instansi/lembaga/organisasi terkait
Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, agar tugas
Komando Tanggap Darurat Bencana dapat dilaksanakan secara cepat, tepat,
terpadu, efektif, efisien dan akuntabel. Implementasi dilapangan seharusnya
penunjukkan komando dan komandan tanggap darurat harus juga
memperhatikan jabatan/eselon agar system komando berjalan dengan baik.
Penunjukkan tersebut dilakukan oleh presiden, gubernur, bupati tergantung
skala/ tingkat bencana pusat/daerah Provinsi/Kabupaten/Kota bukan kepala
BNPB/BPBD.
4.2. Saran
25
4.2.1 Saran Tentang Aplikasi Peraturan Kepala BNPB Nomor 10 Tahun
2008 Di Indonesia
a. Saran penulis adalah seharusnya penunjukkan komandan tanggap
darurat dilakukan oleh Bupati, Gubernur dan Presiden bukan kepala
BNPB atau BPBD karena harus dilakukan oleh pejabat yang memiliki
jabatan lebih tinggi agar efektif dan dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Saran penulis adalah penunjukkan tersebut harus ada surat tertulis
dan ditanda tangani oleh Bupati, Gubernur, Presiden sesuai
status/tingkat bencana skala nasional/daerah agar memiliki kekuatan
untuk memerintahkan pejabat/kepala instansi/organisasi yang
memiliki jabatan lebih tinggi atau setara agar mudah diarahkan,
diperintahkan dan mudah melakukan koordinasi
c. Saran saya agar komandan tanggap darurat dari militer
d. Saran penulis mengenai tindak lanjut dari penetapan status/tingkat
bencana tersebut, maka kepala BNPB/BPBD Provinsi/BPBD
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya menunjuk seorang
pejabat sebagai komandan penanganan tanggap darurat bencana
sesuai status/tingkat bencana skala nasional/daerah kurang efektif
harusnya penunjukkan dilakukan oleh pejabat yang memiliki jabatan
atau eselon yang lebih tinggi.
27
DAFTAR PUSTAKA
A. JURNAL
Bui, T., Sankaran, S.& I Sebastian (2006). Foundations for Designing Global
Emergency Response Systems (ERS). In Proceedings of the 3rd
International ISCRAM Conference-Newark, NJ, USA (pp. 72-81).
Chia, E. S. (2007). "Engineering disaster relief." Technology and Society
Magazine, IEEE 26(3): 24-29.
Comfort, L. K., Dunn, M., Johnson, D., Skertich, R., & Zagorecki, A. (2004).
Coordination in complex systems: increasing efficiency in disaster
mitigation and response. International Journal of Emergency
Management, 2(1-2), 62-80.
Daniel Huber, Riegelman, Edward, and Luke Heyerdahl. "GIS-based
emergency management." U.S. Patent Application No. 10/456,019.
National Incident Management System (Nims), an Introduction Is-700 Self-
Study Guide, August 2004
Ndraha, T. (2011). Kybernology ilmu pemerintahan baru. Jakarta:Rineka
Cipta
Uhr, C., Johansson, H., & Fredholm, L. (2008). Analysing emergency
response systems. Journal of Contingencies and Crisis Management,
16(2), 80-90.
Uhr, C. (2009). Multi-organizational emergency response management-a
framework for further development. Lund University.
White, Stacey M. Disaster Response in Asia and the Pacific: A Guide to
International Tools and Services, UN OCHA
28
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2013. Data Bencana
Indonesia 2013
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10
Tahun 2008 Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14
Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana
Peta Bahaya Gempa Bumi ESDM, 2010.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
C. WEB/JARINGAN ONLINE
http://www.allgov.com/departments/department-of-homeland-security?details
DepartmentID=571
https://en.wikipedia.org/wiki/National_Response_Framework
http://www.fema.gov/about-agency
29