Anda di halaman 1dari 4

1.

Anoa (Bubalus guarlesi dan Bubalus depressicornis)

Anoa merupakan satwa endemik Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Tenggara. Terdapat dua
spesies Anoa yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus guarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus
depressicornis). Secara fisik Anoa mirip kerbau tapi memiliki tanduk lurus meruncing ke arah
belakang dan memiliki berat antara 150 kg sampai 300 kg, kira-kira sebesar kambing. Anoa masih
bisa ditemukan di daerah Amolengo, Tanjung Peropa, Buto Utara,Tanjung Batikolo, Lambusango,
dan Mangolo. Namun karena aktivitas pertambangan dan perambahan hutan, saat ini diperkirakan
jumlah Anoa tidak sampai 1.000 ekor.

2. Beo Nias (Gracula religiosa robusta)

Salah satu satwa kebanggaan orang Nias adalah Burung Beo Nias yang mempunyai nama latin
Gracula religiosa robusta. Burung Beo Nias terkenal dengan kepandaiannya dalam berbicara dan
menirukan berbagai suara. Burung Beo Nias secara endemic hidup di hutan-hutan basah dengan
membuat lubang pada batang pohon-pohon yang tinggi. Selain suaranya, Burung Beo Nias juga
menarik karena memiliki bentuk tubuh yang kekar, bulu yang mengkilap, dan sepasang cuping
telinga yang menyatu dan menggelambir ke arah leher. Burung Beo Nias dulunya terdapat di
daerah Teluk Dalam, Gomo, Lahusa, Alasa, dan sampai Gunung Sitoli. Sayangnya saat ini
keberadaan Burung Beo Nias makin susah ditemukan karena perburuan pihak bertanggung jawab.
3. Beruang Madu (Helarctos malayanus)

Beruang Madu merupakan jenis beruang dengan ukuran terkecil di dunia dengna panjang
mencapai 1,40 meter. Satwa langka yang menjadi maskot Kota Bengkulu dan Kota Balikpapan ini
merupakan salah satu satwa langka yang dilindungi. Meskipun penyebarannya mencakup Pulau
Sumatera dan Pulau Kalimantan, saat ini keberadaannya di alam bebas sulit ditemukan. Satwa
langka yang memiliki nama latin Helarctos malayanus ini memiliki tubuh berwarna hitam legam
dengan sedikit bulu-bulu putih kekuningan berbentuk “V” dibagian dadanya. Mulutnya berwarna
lebih cerah dari warna badannya. Beruang madu memiliki kuku yang panjang untuk memanjat
pohon. Makanan kesukaannya adalah sarang lebah sehingga beruang terkecil ini dinamakan
Beruang Madu.

4. Elang Bondol (Haliastur indus)

Elang Bondol seharusnya menjadi satwa terkenal karena pemilik nama latin Haliastur indus ini
menjadi maskot Provinsi DKI Jakarta. Namun tidak banyak yang menyadari keberadaan Elang
Bondol, padahal Elang Bondol sempat dijadikan logo Busway Transjakarta. Elang Bondol
gampang dikenali dengan bagian kepala yang berwarna putih dan badan yang berwarna cokelat
pirang. Karena berkepala putih, Elang Bondol seolah-olah bulu pada kepalanya terkelupas
sehingga disebut Elang Bondol. Saat ini Elang Bondol hanya bisa didapatkan di Kepulauan
Seribu, padahal dulu Elang Bondol banyak hidup di pesisir Jakarta Utara. Mirisnya, Elang Bondol
yang seharunya dilindungi negara malah diperdagangkan secara ilegal di situs jual beli, salah
satunya di Berniaga.Com.
5. Elang Jawa (Nizaetus bartelsi)

Elang Jawa yang mempunyai nama latin Nizaetus bartelsi merupakan satwa endemik Pulau Jawa.
Elang Jawa ini merupakan satwa yang paling mirip dengan lambang Negara Republik Indonesia,
Burung Garuda. Mirisnya, jumlah Elang Jawa semakin menurun karena perburuan ilegal. Elang
Jawa memiliki ukuran tubuh yang cukup besar mencapai 70 cm dengan jambul yang mencapai
panjang 12 cm. Selain jambul panjangnya, Elang Jawa juga memiliki tengkuk yang berwarna
coklat kekuningan, kalau terkena sinar matahari akan terlihat keemasan. Warna tubuhnya
didominasi warna coklat dengan garis-garis hitam yang terlihat jelas saat terbang. Elang Jawa
sebenarnya menyebar hampir di seluruh Pulau Jawa, namun kini Elang Jawa hanya tinggal di
hutan-hutan primer untuk menghindari para pemburu.

6. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

Gajah Sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia, sayangnya jumlah populasi pemilik
nama latin Elephas maximu sumatranus ini berkurang drastis. Selain perburuan gadingnya, Gajah
Sumatera juga kerap dibunuh karena merusak perkebunan warga, seperti yang terjadi di Taman
Nasional Tesso Nilo beberapa waktu lalu. Pembukaan hutan secara besar-besaran menghancurkan
ekosistem Gajah Sumatera sehingga hewan langka yang harus dilindungi ini malah “disiksa di
rumahnya sendiri”. Berdasarkan survei terakhir, saat ini jumlah Gajah Sumatera diperkirakan
hanya sekitar 300 ekor. Kita hanya bisa berharap pada konservasi gajah di Taman Nasional Way
Kambas sehingga Gajah Sumatera tetap lestari.
7. Ikan Belida (Notopterus chilata)

Awalnya Ikan Belida berasal dari Kalimantan, lalu menyebar ke Sumatera, Jawa, dan sampai ke
beberapa negara tetangga. Ikan Belida hidup di sungai-sungai dan daerah yang kerap terkena
banjir, tapi ikan yang bernama latin Notopteros chilata ini tidak bisa hidup di daerah yang lebih
tinggi dari 30 mdpl. Ikan air tawar ini merupakan predator yang memakan ikan-ikan kecil dan
hanya beraktivitas di malam hari (nokturnal). Ikan yang memiliki punggung menyerupai bentuk
pisau ini dulunya digunakan sebagai bahan empek-empek dan kerupuk kemplang khas
Palembang. Ikan yang memiliki ciri khas bola-bola hitam yang dilingkari dengan warna putih ini
semakin langka karena perburuan dan kualitas mutu air sungai yang terus menurun.

Anda mungkin juga menyukai