KELOMPOK I
HIGIENE INDUSTRI
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Pelatihan HIPERKES dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Disusun Oleh :
dr. Anthony Frederick
dr. Adinda Aotearoa Afta
dr. Anggraini Hertanti
dr. Ari Matea
dr. Bui Na
dr. Christian Sarmento Giam
dr. Endang J. A. Tinabuna
dr. Elchim Reza Rezinta
dr. Felisia Pangestu
dr. Febyan
dr. Grace Elizabeth Claudia
KATA PENGANTAR
Segala pujii dan syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmat dan Kasih Karunia-Nya. Sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Higiene Industri” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dalam penulisan makalah ini kelompok banyak mendapatkan bantuan dan pengarahan
baik berupa materi maupun spiritual dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
kelompok mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Sahat, SE. MM. Selaku Kepala Pusat Hiperkes dan K3 beserta staf
2. Ibu Rusmawati Sitorus, S.Pd., S.Kep,. MA. Selaku Direktur Akademi Keperawatan
Harum Jakarta
3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini
4. Orang tua yang telah memberikan dorongan baik moral maupun materil sehingga
kelompok dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kelompok menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya
dan perawat khususnya dalam peningkatan keselamata dan kesehatan kerja di tempat kita
bekerja.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan kesehatan kerja adalah bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman, sehat dan sejahtera bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta
bebas pencemaran lingkungan yang bertujuan agar produktivitas meningkat sesuai dengan
Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Higiene industri adalah ilmu dan seni beserta penerapan dalam mengenali, menilai dan
mengendalikan faktor bahaya di tempat kerja yang dapat membahayakan gangguan terhadap
kesehatan kerja atau penyakit akibat kerja.
Menurut Suma’mur, Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta
prakteknya dalam melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara kualitatif dan
kuantitatif dilingkungan serta pencegahan agar pekerja dan masyarakat disekitar perusahaan
terhindar dari bahaya akibat kerja.
Perkembangan nasional di sektor industri sekarang ini berkembang semakin pesat sejalan
dengan kemajuan teknologi ini telah mendorong mengangkatnya pengunaan mesin, peralatan
kerja dengan teknologi modern dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi.
Sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia saat ini dapat mendatangkan manfaat
positif dari sisi perekonomian yaitu terciptanya lapangan pekerjaan yang lebih luas. Namun,
akibat percepatan proses industrialisasi dengan sendirinya akan memperbesar resiko yang
terkandung bahaya dalam industri, timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). Kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja menimbulkan kerusakan di lingkungan kerja.
Sampai saat ini angka kejadian kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi yaitu pada
tahun 2010 terjadi 86.693 kasus kecelakaan kerja, tahun 2009 terjadi 96.314 kasus
kecelakaan kerja, tahun 2008 terjadi 92.823 kasus kecelakaan kerja, tahun 2007 terjadi
96.314 kasus kecelakaan kerja, tahun 2006 terjadi 96.624 kasus kecelakaan kerja. Dengan
tingginya angka kecelakaan yang terjadi, menunjukkan bahwa aspek keselamatan dan
kesehatan kerja belum terlaksana secara maksimal.
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga
kerja punya hak untuk selamat, karena itu setiap tenaga kerja harus dilindungi dari poetensi
bahaya yang ada di tempat kerja. Agar tenaga kerja dapat bekerja dengan selamat, maka perlu
diterapkan aspek Higiene Industri, yaitu ilmu dan seni mengenal, menilai/mengevaluasi
mengendalikan poternsi berbahaya ditempat kerja.
Berdasarkan UU No.1 Tahun 1970 dan banyaknya angkka kejadian kecelakaan kerja
yang semakin tinggi maka kelompok kami tertarik membuat makalah ini.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kelompok kami menulis makalah, yaitu:
1. Sebagai sarana pengaplikasian dari materi yang telah diberikan
2. Sebagai laporan tertulis dari kegiatan yang telah dilakukan
3. Agar peserta mampu menjelaskan pengertian higiene perusahaan
4. Agar peserta mampu menjelaskan faktor-faktor bahaya di tempat kerja
C. Dasar Hukum
1. UU No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konferensi ILO No. 120 Mengetahui Higiene
Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor.
2. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
3. UU No. 10 Tahun 1977 Tentang Ketenaganukliran.
4. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
5. Peraturan menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan
Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
6. PP 63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Kemanfaatan Radiasi Pengion.
7. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja.
8. Kepmenaker No. 13/Men/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di
Tempat Kerja.
9. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/Bw/Bk/1984 Tentang Pengesahan Alat Pelindung
Diri.
10. Permenakertrans No. 01/Men/1981 Tentang Penyakit Akibat Kerja.
11. Peratutan Menteri Tenaga Kerja RI No. 13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep 187/Men/1999 Tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya.
D. Profil Perusahaan
PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills adalah salah satu perusahaan pengolahan baja
nasional yang memproduksi baja tulangan beton atau yang lebih dikenal masyarakat dengan
istilah Besi Beton. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1989 di atas lahan seluas 14.8 ha,
berlokasi di Jl. Raya Bekasi Km. 21-22 Pulogadung Jakarta, dan mulai beroperasi pada Juni
1992.
Sejak memulai kegiatan operasi sampai sekarang, PT. JCSM telah berhasil menembus
pasar domestic dan internasional. PT. JCSM memiliki komitmen untuk menciptakan produk
besi beton berkualitas tinggi ber inisial “CS” sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh
Badan Standar Nasional Indonesia dan juga standar internasional seperti ASTM, JIS dan BS.
Dalam mendukung komitmen tersebut, PT. JCSM telah menerapkan Sistim Manajemen
Mutu ISO 9001 yang disertifikasi sejak 1995, dan dalam kontribusinya terhadap penyusunan
Standar SNI untuk produk Besi Beton dan keikut sertaan secara konsisten melakukan edukasi
bagi masyarakat konsumen untuk ikut peduli terhadap pemilihan bahan-bahan berkualitas dan
memenuhi standar, PT. JCSM mendapatkan penghargaan “SNI Award” pada tahun 2008.
Menyusul pada saat ini PT. JCSM sedang menggarap untuk pencapaian “Green Steel
Manufacturer” dengan menerapkan Sistim Quality, Health, Safety and Environment secara
ter integrasi. Melalui pengembangan-pengembangan terakhir yang dilakukan oleh PT. JCSM,
inovasi-inovasi terkait perkembangan tehnologi terus diaplikasikan guna mendukung
kebutuhan serta kepuasan pelanggan.
Visi:
Menjadikan PT Jakarta Cakratunggal Steel Mills sebagai salah satu produsen baja yang
terkemuka di Indonesia.
Misi:
Menjadikan CS sebagai Quality Leader untuk produk Besi Beton.
Menjadikan CS sebagai Price Leader untuk produk Besi Beton di Indonesia.
Menjadikan CS sebagai Supplier Besi Beton yang terlengkap dalam memenuhi kebutuhan
pasar.
BAB II
LANDASAN TEORI
Nilai Ambang Batas kebisingan didasarkan pada waktu pemajanan terhadap bising, sesuai
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 51/Men/1999. setiap kenaikan 3 dBA intensitas
bising maka akan turun waktu pemajanan ½ nya (waktu paruh).
f. Penilaian Kebisingan
Alat : Sound Level Meter (SLM) atau Docimeter
• NAB : 85 dBA
• Pengaturan waktu terpajan (Kep.51/1999 lamp.II)
8
T = ------------- ( jam )
(SPL-85)/3
2
T : waktu terpapar yg diperkenankan
SPL : intensitas kebisingan yg pekerja terpajang
B) Tekanan Panas / Iklim Kerja
a. Pengertian Iklim Kerja
Iklim kerja adalah suatu kondisi kerja yang merupakan perpaduan antara suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor
tersebut dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.
Suhu udara diukur dengan thermometer dan disebut suhu kering. Kelembaban udara
diukur dengan menggunakaan hygrometer. Sedangkan suhu dan kelembaban udara dapat
diukur bersama-sama dengan menggunakan psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang
ditunjukkan oleh suatu thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain basah).
Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan
kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata Thermometer. Suhu radiasi diukur dengan
globe Thermometer.
Suhu nikmat bagi orang-orang Indonesia adalah sekitar 24 - 26 oC. Suhu dingin
mengurangi efisiensi atau kurangnya koordinasi otot
b. Pengukuran Iklim Kerja Panas
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, yaitu antara lain :
1) Suhu effektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seorang tanpa
baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran
udara.
2) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB), yaitu dengan rumus :
(i) ISBB = 0,7 suhu basah + 0,2 suhu radiasi + 0,1 suhu kering ( bekerja di
luar ruangan dengan sinar matahari )
(ii) ISBB = 0,7 suhu basah + 0,3 suhu radiasi ( untuk dalam ruangan
pekerjaan tanpa penyinaran matahari )
b. Sumber-sumber Pencahayaan.
Kepadatan pencahayaan ditentukan dari sumbernya, yang secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua jenis :
Sumber pencahayaan alam (sinar matahari)
Sumber pencahayaan buatan (lampu)
Sistem penempatan lampu/pencahayaan dapat diatur sebagai :
A. Pencahayaan umum : dimana pencahayaan tersebut dapat menerangi seluruh ruangan
B. Pencahayaan setempat (lokal) : dimana pencahayaan tersebut untuk menerangi satu lokasi
pekerja tersebut, misalnya pekerjaan reparasi jam lebih memerlukan pencahayaan yang
sifatnya lokal.
c. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengaturan pencahayaan buatan:
1) Pembagian cahaya dalam lapangan penglihatan.
2) Kesilauan.
3) Arah cahaya.
4) Warna cahaya.
5) Panas akibat sumber cahaya.
d. Langkah-langkah Pengendalian.
Dalam melakukan pengaturan pencahayaan yang memenuhi syarat perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
Sumber pencahayaan yang meliputi : intensitas atau kekuatan pencahayaan,jenis
sumber cahaya, pengaturan lokasi atau sumber cahaya, efisiensi dan efektifitas
sumber cahaya.
Keadaan lingkungan atau tempat kerja, yang harus diperhatikan : luas tempat kerja,
banyaknya jendela dan genting kaca, langit-langit dan dinding yang berwarna gelap
dan terang, bangunan yang tinggi disekitar tempat kerja.
Tingkat
Jenis
pencahayaan Keterangan
Kegiatan
minimal (Lux)
Ruang penyimpanan dan ruang
Pekerjaan
peralatan/instalasi yang
kasar & tidak 100
memerlukan pekerjaan yang
terus-menerus
kontinyu
Pekerjaan
Pekerjaan dengan mesin dan
kasar dan 200
perakitan kasar
terus-menerus
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin 300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja
Pekerjaan agak dengan mesin kantor pekerja
500
halus pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan
1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
halus
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan, pekerjaan
Pekerjaan amat (tidak
mesin dan perakitan yang sangat
halus menimbulkan
halus
bayangan)
3000
Pekerjaan (tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
detail menimbulkan sangat halus
bayangan)
D) Getaran
a. Definisi Getaran.
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan tersebut dapat
berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks, sifatnya dapat periodik
atau random, stady-state atau intermitent (solid).
Sistem/media : dapat berupa gas (udara), cairan (liquid) dan padat (solid).
Apabila media tersebut adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi 20 - 20.000 Hz
akan menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari suatu sistem (gas, cair,
padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Mempunyai amplitudo
2) Mempuyai frekuensi
3) Mempunyai kecepatan
4) Mempunyai percepatan (akselerasi)
a. Pengaruh Getaran.
Tubuh manusia dilihat baik secara fisik maupun biologis merupakan suatu sistem yang
sangat kompleks, dan secara mekanik tubuh terdiri dari elemen-elemen yang linier dan non
linier yang berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa studi eksperimental menunjukkan
bahwa terpaparnya pekerja terhadap getaran dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada
tubuh manusia baik bersifat mekanik, biologik, fisik dan psikis.
Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada sifat pemaparan, yaitu
bagian tubuh yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk pemaparan dapat dibagi dalam 2
katagori sebagai berikut :
1) Katagori I adalah pemaparan seluruh tubuh (Whole body vibration) terhadap getaran, pada
saat pekerja sedang berdiri, atau getaran yang dirasakan pada saat pekerja duduk
mengemudikan traktornya.
2) Katagori II adalah pemaparan yang bersifat segmental (Hand and Arm vibration) yaitu
hanya bagian tubuh tertentu ( misalny : lengan dan bahu ) yang mengalami kontak dengan
sumber getaran. Sebagai contoh pekerja yang menggunakan “chain saw” atau “jackhammer”.
Pengkatagorian ini tidak berarti bahwa bagian tubuh yang tidak kontak langsung dengan
sumber getaran tidak terpengaruh.
Beberapa studi penelitian yang digunakan menunjukkan bahwa ambang toleransi tubuh
terhadap getaran bagi seorang yang sedang duduk adalah pada frekuensi 3 - 14 Hz. Studi ini
juga memberikan indikasi bahwa resonansi tubuh akan terjadi pada frekuensi 3 - 6 Hz, dan 10
- 14 Hz.
Dampak resonansi pada bagian kepala dan bahu dirasakan pada frekuensi 20 - 30 Hz
sedangkan gangguan resonansi yang dirasakan pada bola mata terjadi pada frekuensi 60 - 90
Hz dan efek pada rahang bawah dan tengkorak terjadi pada frekuensi 100 - 200 Hz.
Pengaruh akibat pemaparan tubuh terhadap getaran tidak saja dirasakan secara
mekanikal tersebut diatas, tapi dirasakan juga pengaruhnya secara fisiologis walaupun
dampaknya kompleks dan sulit diukur.
b. Pada umumnya getaran mekanis menyebabkan :
1) Gangguan kenyamanan kerja.
2) Mempercepat terjadinya kelelahan.
3) Gangguan kesehatan
b. Penilaian Terhadap Getaran
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di tempat Kerja, untuk Getaran adalah :
---------------------------------------------------------------------------------
Lama Pemaparan Acceleration ( m/dtk2 )
---------------------------------------------------------------------------------
4 - 8 jam 4
2 - 4 Jam 6
1 - 2 Jam 8
< 1 Jam 12
E) Radiasi
Radiasi Sinar UV adl radiasi elektromagnetik dg panjang gelombang 180-400 nanometer
Sumber radiasi sinar UV : sinar matahari, blue printing, laundry, las listrik, sterilisasi
makanan dan minuman
Penilaian
• Alat : UV Radiometer
• NAB : 0.1 mikro watt/cm2
• Waktu pemajanan yg diperkenankan berdasar besarnya efek radiasi
(Kep.51/Men/1999)
WAKTU PEMAJANAN RADIASI SINAR ULTRA UNGU
YANG DIPERKENANKAN
8 jam 0.1
4 jam 0.2
2jam 0.4
1 jam 0.8
30 menit 1.7
15 menit 3.3
10 menit 5
5 menit 10
1 menit 50
30 detik 100
10 detik 300
1 detik 3000
0.5 detik 6000
0.1 detik 30000
2. FAKTOR KIMIA
Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Bahan kimia
yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya yang bersifat alami
maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat
kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka
waktu pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli
K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi
zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material
Safety Data Sheet (MSDS). Dari pelabelan bahan kimia dan MSDS, Ahli K3 harus
memberikan promosi kesehatan dan preventif pencegahan PAK (penyakit akibat kerja).
4) Pengendalian
Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:
Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan tentang: nama
bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke tubuh, efek paparan, cara
penggunaan yang aman dan pertolongan pertama keracunan.
Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia yang dibuat
oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara
pengankutan dan penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan, gejala
keracunan, pertolongan pertama keracunan, alamat dan nomor telepon pabrik pembuat atau
distributor.
Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai kewajiban,
melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja aman, penganggulangan
keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan K3 di bidang kimia.
Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan dengan tahapan
sebaai berikut:
- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar potensi bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya adalah keputusan
menteri tenaga kerja RI, No. Kep. 187/MEN/1999.
3. FAKTOR BIOLOGI
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah Kepres No.
22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point) penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang
memiliki resiko kontaminan khusus.
Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan produknya
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor biologis dapat
dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis, asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan hewan
invertebrata (protozoa, ascaris).
Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:
1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut
.Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan
pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang
mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung dan mulut dengan tujuan
untuk menghindari debu respirabel (< 10 mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat menuangkan bahan
baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi;
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu kali setiap
bulan;
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme
yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk menghindari
kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci tangan di air
mengalir dan sabun;
11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan pendingin ruangan
untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. Salah satunya kantin atau
tempat makan para pekerja berada di ruangan tertutup sehingga lalat tidak dapat keluar
masuk dan hinggap pada makanan pekerja.
4. FAKTOR PSIKOSOSIAL
Caplan (1984) mengatakan bahwa faktor-faktor psikososial adalah interaksi yang terjadi
antara dan di tengah-tengah lingkungan kerja, isi pekerjaan, kondisi organisasi dan kapasitas
serta kebutuhan pekerja, budaya dan pertimbangan-pertimbangan pribadi dengan pekerjaan
yang berlebih. melalui persepsi dan pengalaman serta berpengaruh pada kesehatan, kinerja
dan kepuasan kerja.
Sedangkan Nitisemito (1996) mendefinisikan lingkungan kerja dengan segala sesuatu
yang berada di sekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Dimberg (dalam Johansson dick., 1993) menyatakan bahwa dalam suatu penelitian yang
melibatkan sekitar 3.759 pekerja dari lingkungan pabrik diketahui bahwa betapa besar peran
faktor psikososial dalam lingkungan kerja. Secilra jelas dikatakan bahwa ternyata peran
faktor psikososial dalam lingkungan kerja begitu penting untuk meningkatkan dukungan
sosial dan menciptakan kesempatan bagi karyawan atau pekeJja untuk mengendalikan situasi
kerja dan juga meningkatkan motivasi kerja.
Johansson & Rubenowitz (1994) menjelaskan faktor-faktor psikososial dalam
lingkungan kerja yang memiliki pengaruh dalam kinerja sebagai berikut :
a. Pengaruh dan kontrol pekerjaan Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa dilihat
antara lain seperti pengaruh tingkatan kerja, pengaruh metode kerja, pengaruh aIokasi kerja
dan kontrol teknis serta pengaruh peraturan kerja
b. Iklim terhadap penyelia Iklim yang bisa dilihat adalah kontak dengan penyeJia, saat
penyelia meminta saran dan masukan terbadap masalah-masalah yang dengan pekerjaan. saat
penyeJia memberikanpertimbangan sudut pandang tertentu dan memberikan informasi yang
dibutuhkan serta iklim berkomunikasi dalam organisasi atau perusahaan
c. Rangsang dari kerja itu sendiri Hal-hal yang diperhatikan adalah apakah pekerjaan
tersebut menarik dan menstimulasi individu untuk bekerja atau tidak, apakah pekerjaan
tersebut bervariasi dan terbagi-bagi atau tidak, kesempatan untuk mempergunakan bakat dan
keterampilan, kesempatan untuk belajar banyak hal baru dari pekerjaan dan perasaan
keseluruhan tentang pekerjaan yang dilakukan
d. Hubungan dengan rekan kerja Hal-hal yang diperhatikan antara lain adalah hubungan
dan kontak dengan rekan kerja, pembicaraan tentang halhal yang berkaitan dengan pekerjaan
dengan rekan kerja, perluasan pengalaman dalam suasana kerja yang menyenangkan, diskusi
tentang masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan penghargaan rekan kerja sebagai
seorang teman yang baik atau bukan e. Beban kerja secara psikologis Beberapa hal yang
dipertimbangkan adalah stres kerja, beban kerja, perasaan lelah dan kejenuhan sehabis
bekerja yang meningkat, ada atau tidaknya kemungkinan untuk relaksasi dan beristirahat saat
bekerja dan beban mental yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri
Konsekuensi dari Kurang Diperhatikannya Faktor Psikososial dalam Lingkungan
Kerja
Menurut Sitaniapessy (2000), paling tidak ada dua hal yang bisa dilakukan untuk
mempertahankan keberadaan karyawan atau pekerja. Dua hal tersebut adalah :
I. Pemberian upah yang layak. Karyawan bukan sesuatu yang tidak ada nilainya sehingga
perlakuan yang diterima menjadi eksploitatif. Pemberian upah harus sebanding dengan stan
dar dan kesejahteraan karyawan pun harus diperhatikan.
2. Penghargaan non finansial. Penghargaan seperti ini bisa berupa puj ian dan
penghargaan secara formal. Peran Faktor-Faktor Psikososial .(Wahyu Rahardjo) Penghargaan
Inl dapat berguna meningkatkan rasa memiliki, kebanggaan dan menimbulkan
harapanharapan yang positif.
Paling tidak perusahaan atau organisasi menyadari bahwa manusia memiliki sisi
psikologis, bukan mesin yang dapat diganti serta dibongkar pasang oleh pemiliknya atau
digunakan nonstop selama beberapa tahun (Sitaniapessy, 2000). Berdasarkan beberapa uraian
di atas dapat dipahami betapa sisi psikologis memang harns lebih diperhatikan oleh
perusahaan sebab tak banyak yang menyadari bahwa konsekuensi buruk yang akan
ditimbulkan kelak akan sangat merugikan karyawan itu sendiri.
Caplan (1984) mengatakan bahwa jika tercipta interaksi yang negatif antara kondisi
pekerjaan dengan faktor manusia atau pekerja maka akan terjadi keguncangan emosi,
masalah perilaku, perubahan biokimia dan neohormonal sampai pada resiko sakit secara
mental dan psikis.
Secara lebih jauh, konsekuensi-konsekuensi psikologis yang bisa terjadi antara lain
adalah
(1) perasaan kesepian dan terpencil,
(2) pasrah dan merasa trurang atau tidal( dihargai dengan pantas,
(3) perasaan jenuh dan lelah yang berlebih,
(4) timbulnya leamed heIpIesness,
(5) penurunan motivasi kerja sampai pada
(6) kioerja yang buruk dan
(7) penurunan produktivitas kerja.
Sedangkan dari sisi konsekuensi yang dapat terjadi adaIah
(1) kelelahan yang sifatnya nyata dan terjadi secara dini,
(2) nyeri pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti leber, bahu dan punggung bagian
bawah yang sering disebut dengan musculoskeletal symptoms (Johansson & . Nonas, 1994;
Johansson & Bemowitz, 1994), dan
(3) kemudian jatuh sakit.
Musculoskeletal symptoms sendiri menurut Everly & Girdano (dalam Munandar. 2001)
ditandai dengan tanda-tanda seperti
(I) jarijari dan tangan gemetar,
(2) tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat,
(3) mengembangkan tic,
(4) kepala mulai sakit,
(5) merasa o1ot menjadi tegang atau kaku,
(6) berbicara gagap. dan
(7) leher menjadi kaku
H) Sanitasi Industri
Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan;
Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);
Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan
lingkungan sekitar perusahaan;
Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalahkonsumen
terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan;
Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan mutu dan
umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;
Mengurangi biaya recall;
Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene pekerja yang
terlibat.
Sanitasi industri meliputi:
1) Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya, yaitu:
Domestik untuk karyawan, makan, minum, dll
Proses produksi
2) Pembuangan kotoran dan sampah: sampah dibagi menjadi dua, yaitu:
Domestik berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
Sampah industri padat, cair
Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam pengelolaannya. Sampah dapat diolah
kembali untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun sudah tidak bisa dimanfaatkan
lagi dan dikembalikan ke alam sebagai bahan yang tidak berbahaya dan mudah terurai.
3) Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses
produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja ataupun proses
produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan usaha pencegahan penyakit,
dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam penyediaan makanan dan merupakan
pencegahan penyakit yang efektif. Hal–hal yang diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
Kebersihan makanan penyediaan bahan makanan, pengolahan makanan,
pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan
Kebersihan peralatan
Kebersihan fasilitas
Kantin dan ruang makan
Kercunan makanan
4) Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden: Vektor adalah binatang yang berperan
dalam pemindahan penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-contoh vektor seperti tikus,
lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-masing vektor membawa penyakit tertentu
dan dapat mengenai tenaga kerja, sehingga dapat menurunkan produktivitas.Pengendalian
vektor dapat dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian
vektor profesional.
5) Penyediaan fasilitas kebersihan: Fasilitas kebersihan merupakan hal yang mutlak
harus tersedia dalam industri danmemegang peranan penting dalam proses produksi. Fasilitas
kebersihan menjamin tenaga kerja untuk menjalankan fungsi-fungsi biologis seperti buang air
kecil, buang air besar, makan, tempat ganti pakaian, dan lain-lain.Hal – hal yang termasuk
fasilitas kebersihan, yaitu:
WC (kakus) memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding dengan
jumlah pekerja
Tempat cuci
Tempat mandi membersihkan badan sebelum pulang
Tempat baju kerja (locker) tempat ganti pakaian sebelum dan sesudah kerja
Ruang makan dan kantin memenuhi syarat – syarat rumah makan sehat atau kantin
sehat.
I) Pengolahan Limbah
Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah industri tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu, yang memiliki nilai ekonomis berupa limbah
yang dengan melakukan proses lanjut akan memberi nilai tambah, serta limbah yang tidak
mempunyai nilai ekonomis berupa limbah yang diolah dalam bentuk proses apapun tidak
dapat memberikan nilai tambah tetapi hanya dapat mempermudah sistem pembuangan.
Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya ditempatkan
pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan jenisnya serta apakah
termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan termasuk B3 perlu dipilah lagi
apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung dibakar atau dikubur. Yang termasuk ke dalam
limbah B3 adalah limbah industri yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan
berbahaya, di mana limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit tetapi
mempunyai potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Limbah cair
yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu sesuai dengan spesifikasinya. Kontainer
tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3 tidak boleh bocor, sampah tidak boleh
tercecer pada waktu pengumpulan dan penyimpanan sementara sebelum dibawa ke tempat
pembuangan akhir B3. Secara umum, pengolahan limbah industri dapat dilakukan melalui 3
proses, yaitu:
1) Proses pengolahan secara fisika:
Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan secara gravitasi.
Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan aliran udara
yang dimasukkan kedalam sistim.
Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak dari aliran
limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan spesifitas gravities anatara air dan
minyak yang dibuang.
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata menjadi
gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah kedalam reaktor
concrete steelearthen tank dengan aliran konsentrasi yang sangat tinggi.
Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme dimasukkan kedalam
beberapa media.
Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan dangkal untuk
mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami dengan melibatkan ganggang dan
bakteri.
Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa mikrobial aktif
dalam lapisan sludge.
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat
mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah
berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan
dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat
yang terbawah bersamanya.
1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida
dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi
menggunakan filter basah (wet scrubber);
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan
berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga
digunakan untuk menghilangkan materi partikulat;
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor
dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon
dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat
pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran;
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan
pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih
sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan:
Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut
terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong.
Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh
(sudah penuh dengan abu/debu) harus segera diganti dengan yang baru.Jenis filter udara yang
digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah
berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya
Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas
buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah
pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi
dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah. Ukuran
partikel/debu/abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin besar
ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah
adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat,
sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak
dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
menjadi satu.
Pegendap Sistem Gravitasi:
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran
partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali,
yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa
sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan
jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan
tergantung pada dimensi alatnya.
Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah
(volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat
membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih. Alat
pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara
25-100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan
positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding
tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan
menimbulkan corona discharge di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara
kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara
bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran
yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan
berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
A. Faktor Fisika
Lokasi Potensi Bahaya Hasil Pengamatan Saran
Steel Melting 1. Pencahayaan 1. Menurut pengamatan 1. Saran pada
yang dilakukan pada control room lebih
tempat tersebut sumber baik pencahayaan
pencahayaan masih ditingkatkan agar
kurang, terutama pada tidak terjadi
control room. Diruang kemungkinan
ini dimaksudkan untuk kelalaian dalam
mengontrol pergerakan mengoperasikan
crane. tombol akibat
cahaya yang
minimal.
B. Faktor Kimia
Lokasi Potensi Bahaya Hasil Pengamatan Saran
Steel Melting 1. Debu 1. Menurut 1. Alangkah
pengamatan yang baiknya diberikan
dilakukan pada masker yang lebih
tempat tersebut baik dengan ukuran
terdapat banyak dan pori-pori yang
debu diakibatkan lebih sesuai agar
oleh proses dapat menyaring
pemecahan dan debu. Serta
peleburan material. pemberian APD
Sehingga dapat kacamata untuk
terlihat secara kasat melindungi mata
mata. Pekerja telah dari debu.Serta
memakai masker sosialisasi kepada
dalam proses pekerja mengenai
produksi meskipun dampak debu bagi
masker yang kesehatan dan juga
dipakai memiliki dilakukan
pori-pori yang pemeriksaan
cukup besar dan kesehatan secara
ukuran yang berkala.
kurang sesuai
sehingga para
pekerja masih
dapat menghirup
debu dan banyak
yang belum
menggunakan APD
dengan baik salah
satunya seperti
pelindung mata.
2. Fume 2. Menurut
pengamatan yang
kami lakukan,
terdapat metal
fume dari 2. Alangkah
peleburan material baiknya diberikan
yang berpotensi masker yang baik
menimbulkan dengan ukuran dan
masalah pori-pori yang
pernapasan, lebih sesuai agar
masalah mata dan dapat menyaring
masalah kesehatan debu. Serta
lainnya. pemberian APD
kacamata untuk
melindungi mata.
Dan juga dilakukan
3. Kabut 3. Menurut pemeriksaan
pengamatan yang kesehatan secara
kami lakukan, berkala.
terdapat kabut yang
dihasilkan dari 3. Alangkah
penuangan cairan baiknya diberikan
leburan besi masker yang baik
ketempat dengan ukuran dan
pembentukan yang pori-pori yang
berpotensi sesuai. Serta
menimbulkan pemberian APD
masalah kacamata untuk
pernapasan, melindungi mata.
masalah mata dan Dan juga dilakukan
masalah kesehatan pemeriksaan
lainnya. kesehatan secara
berkala.
Rolling Mills 1. Debu 1. Menurut 1. Alangkah
pengamatan yang baiknya diberikan
dilakukan pada masker yang lebih
tempat tersebut baik dengan ukuran
terdapat banyak dan pori-pori yang
debu diakibatkan lebih sesuai agar
oleh proses dapat menyaring
pembentukan baja. debu. Serta
Sehingga dapat sosialisasi kepada
terlihat secara kasat pekerja mengenai
mata. Pekerja telah dampak debu bagi
memakai masker kesehatan.
dalam proses
produksi meskipun
masker yang
dipakai memiliki
pori-pori yang
cukup besar dan
ukuran yang
kurang sesuai
sehingga para
pekerja masih
dapat menghirup
debu dan banyak
yang belum
menggunakan APD
dengan baik.
C. Faktor Biologi
Lokasi Temuan Jenis Bahaya Dampak Saran
Potensi
Steel 1. Kemungkinan 1. Mikroorganisme 1. Resiko 1. Pembersihan
Melting adanya pada ruangan yang terjadi infeksi secara berkala
Rolling mikroorganisme lembab akibat suhu pada saluran pada
Mills di ruang kerja pernafasan lingkungan.
sehingga dapat akibat
menimbulkan mikroorganis
gangguan me
kesehatan.
Warehouse 1. Kemungkinan 1. Nyamuk dapat 1. Resiko 1.
adanya nyamuk berperan sebagai terjangkitnya Memberishkan
yang bersarang vector penyakit. penyakit gedung
di tempat gelap penyakit penyimpanan,
dan tumpukan yang fogging
barang ditularkan berkala dan
oleh nyamuk pemberian
penerangan
yang memadai.
A. Kesimpulan
Higiene perusahaan adalah aspek yang memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
sehingga tenaga kerja dapat terhindar akibat penyakit kerja yang disebabkan oleh karena
higiene perusahaan yang tidak berjalan dengan baik serta sebagai sarana untuk membina
tenaga kerja agar mampu bekerja secara produktif dan efektif sehingga produktifitas
tetap meningkat.
Penerapan higiene perusahaan di tempat kerja sangat penting agar tenaga kerja selalu
dalam kondisi sehat, bebas dari penyakit akibat kerja, bekerja dengan nyaman, produktif,
selamat dan sejahtera. Namun untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu adanya
kemampuan, kemauan, dan rasa peduli antar sesame pihak, serta adanya kerjasama yang
baik.
Dari hasil observasi yang sudah dilakukan secara keseluruhan PT. Jakarta Cakra Tunggal
Steel memenuhi syarat higieneindustri namun ada beberapa kekurangan pada ruangan-
ruangan tertentu seperti pencahayaan yang masih kurang, suasana kerja yang cukup
panas dan lembab serta masih kurangnya kesadran beberapa pekerja dalam menggunakan
alat pelindung diri saat bekerja.
B. Saran
Diharapkan perusahaan mampu untuk melakukan atau melaksanakan pengukuran uji
lingkungan diketahui nilai ambang batas, sehingga tenaga kerja dapat bekerja dengan nyaman
dan terhindar dari penyakit akibat kerja dan alat pelindung diri untuk bagian sablon dan
printing agar terhindar dari bahaya yang dapat timbul serta melaksanakan pemeriksaan
kesehatan secara berkala kepada tenaga kerja.
Lampiran