Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,
masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan
dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat.
Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi
yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka
agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan
yang sebaik-baiknya aturan.

Secara bahasa kata muamalah adalah masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-


MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal.
Muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik
(Idris Ahmad) atau " Muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat
dengan cara-cara yang telah ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie, Fiqih
Muamalah).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Mu’amalah?


2. Apa saja bentuk bentuk perbuatan yang tergolong dalam Mu’amalah?
3.

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami pengertian dari Mu’amalah


2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk bentuk perbuatan yang tergolong dalam
muamalah

1
Bab II

Pembahasan

A. Pengertian Muamalah

Definisi dan arti muamalah dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya hal-hal yang
termasuk urusan kemasyarakatan (seperti pergaulan, perdata, dan lain sebagainya).

Sementara muamalah dalam fiqih islam adalah tukar menukar barang atau sesuatu
yang memberi manfaat dengan cara di tempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-
mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.

Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang,


dan pinjam-meminjam, islam melarang beberapa hal diantaranya sebagai berikut:

1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil

2. Tidak boleh dengan cara-cara zalim (aniaya)

3. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas dan kehalalan

4. Tidak boleh melakukan kegiatan riba

5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi atau berjudi

6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram

B. Prinsip Hukum Mu’amalah

Hukum muamalah Islam mempunyai prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain
oleh Al quran dan sunah Rasul
2. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan
3. Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat
4. Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur
penganiayaan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan

2
C. Bentuk Bentuk Mu’amalah

1. Jual Beli

Jual beli atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang yang
lain dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad maupun tidak
menggunakan akad. Intinya antara penjual dan pembeli telah mengetahui bahwa transaksi
jual beli telah berlangsung dengan sempurna. Penukaran itu dilakukan karena adanya manfaat
yang diambil dari barang tersebut dan alat tukarnya pun dianggap sesuatu yang bernilai atau
berharga.1 Jualbeli merupakan perbuatan halal dalam agama islam sebagaimana firman Allah
SWT dalam surah al-Baqarah (2):275 yang berbunyi

ِّ ‫َّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬


ۚ ‫الربَا‬ َّ ‫َوأ َ َح َّل‬

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Dan juga firman Allah SWT dalam surah an-Nisaa’(4): 29 yang berbunyi:

‫ع ْن تَ َراض ِّم ْن ُك ْم ۚ َو ََل‬


َ ً ‫ارة‬ ِّ َ‫يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِّب ْالب‬
َ ‫اط ِّل ِّإ ََّل أ َ ْن تَ ُكونَ ِّت َج‬
‫َّللا َكانَ بِّ ُك ْم َر ِّحي ًما‬ َ ُ‫ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
َ َّ ‫س ُك ْم ۚ إِّ َّن‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.

Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).

 Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:

1) Berakal

2) Balig

3) Berhak menggunakan hartanya

1
Dr,Nurhayati M,Ag & Dr,Ali Imran,M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta,Pranamedia Group 2018),halaman167

3
 Sigat atau ucapan ijab dan kabul

Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara
penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan
melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).

 Barang yang diperjualbelikan

Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:

1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal

2) Barang itu ada manfaatnya

3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain

4) Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya

5) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas

 Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sekarang ini berupa uang)

Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:

1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.

2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli.

3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah (nilai tukar barang yang
dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang) dan tidak boleh ditukar dengan barang
haram.

c. Khiyar

Khiyar ialah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual belinya
atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya ada cacat pada barang.

d. Macam-macam jual beli

1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.

4
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh
rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran Islam).

Contoh :

a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.

b) Jual beli air mani hewan ternak.

c) Jual beli hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).

d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.

3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).

Karena sebab-sebab lain misalnya:

a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.

b) Mempersulit peredaran barang.

c) Merugikan kepentingan umum.

Contoh :

1. Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke kota, dan membeli
barang-barang mereka dengan harga yang sangat murah, kemudian menjualnya di kota
dengan harga yang tinggi.

2. Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang vital.

3. Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat maksiat.

4) Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk memengaruhi orang lain agar mau
membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah
teman si penjual (najsyi).

5) Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan
melampaui harga pasaran.

5
2. Riba

Riba secara bahasa adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya2, sedangkan
menurut syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik berbentuk barang
sejenis maupun uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh temponya3

Adapun dalil pengharaman riba ini termaktub dalam firman Allah SWT yang diantaranya
surah Ali Imran (3): 130 yang berbunyi:

َ‫َّللاَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِّل ُحون‬


َّ ‫ضا َعفَةً ۖ َواتَّقُوا‬ ِّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِّينَ آ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ ‫الربَا أ‬
َ ‫ضعَافًا ُم‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Dalam sebuah hadits dijelaskan konsekuensi kaharaman itu, terdapat sanski sebagaimana
sabda Rasulullah SAW.

َ ‫الربَا َر ُم َو ِّكلَهُ َو َكاتِّبَهُ َوشَا ِّهدَ ْي ِّه َو َق َل ُه ْم‬


( ‫س َوا ٌء‬ ِّ ‫سلَ َم آ ِّك َل‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬
َ ُ‫ى هللا‬ ُ ‫لَعَنَ َر‬
َ ِّ‫س ْو ُل هللا‬
َ ‫صل‬
‫)رواه مسلم عن جابر‬

Artinya : “Dari Jabir, Rasulullah SAW. Melaknat yang memakan riba, yang mewakilinya,
penulisnya dan kedua saksinya dan Rasul berkata, mereka semua berdosa.” (Riwayat Muslim
dari Jabir)

Setiap orang Islam dan mukalaf sebelum terlibat dalam satu urusan, terlebih dahulu
wajib mengetahui apa – apa yang dihalalkan dan diharamkan Allah. Sesungguhnya Allah
telah membebani kita dengan tugas – tugas mengabdi. Oleh karena itu,, mau tidak mau harus
memelihara apa yang ditugaskan kepada kita. Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba Allah telah mengayidi kata jual beli dengan alat memakrifatkan, yakni ‫ا َ ْل‬
dan ‫ اَ ْلبَ ْي ُع‬Jual beli ini diikat oleh beberapa ikatan – ikatan, syarat, dan rukun yang harus
dipelihara semua. Jadi orang yang hendak jual beli wajib mengetahui hal – hal tersebut. Jika
tidak, jelas akan makan riba, mau tidak mau Rasulullah telah bersabda. “Pedagang yang jujur,
besok pada hari kiamat digiring bersama dengan orang – orang yang jujur dan orang – orang
yang mati sahid”. Semua itu tidak lain kecuali karena sesuatu yang dia lakukan yaitu
berperang melawan hawa nafsu dan keinginan (yang menyeleweng) serta memaksa nafsunya
untuk menjalankan akad sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Jika tidak, maka tak
2
Latifah M.Algaoud dan Mervyn K.Lewis,Perbankan Syariah:Prinsip,Praktek,Prospek,(jakarta:Serambi Ilmu Semesta,2001),h. 56.
3
Moh.Anwar,Fiqh Islam,(Jakarta: al-Ma’arif,1988),h.48.

6
samar lagi pasti mendapat apa yang akan diancamkan Allah kepada orang yang melanggar
batas – batas Kemudian sesungguhnya semua akad, seperti akad ijarah (persewaaan), qirad
(andil berdagang), rohn (gode), wakalah, wadiah, ariah, sirkah, musaqah, dan sebagainya,
wajib dijaga syarat – syarat dan rukun – rukunnya Akad nikah (malah) membutuhkan kehati
– hatian dan ketelitian untuk menghindari kejadian yang ada kaitannya dengan
ketidaksempurnaan syarat dan rukun (jika tidak sah nikahnya lantas istri disetubuhi, maka
berarti berzinah)

Macam-Macam Riba

Menurut para ulama, riba ada empat macam yaitu:

Riba Fadli

yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak
sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing yang
berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan seperempat gram emas dengan kadar yang
sama. Sabda Rasul SAW

ً‫ِب اَِّلَّ ِّمثْل‬


ِّ ‫ َلَ ت َ ِّب ْيعُ ْواالذَّ َه‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ ُ ‫س ِّعيْد ن ْال ُجد ِّْري ِّ ا َ َّن َر‬
َ ِّ‫س ْو َل هللا‬ َ ‫ع ْن آبِّى‬
َ

ِّ ‫واال َو ِّرقَ ِّب ْال َو ِّر‬


َ‫ق اَِّلَّ ِّمثْلً ِّب ِّمثْل َوَل‬ ْ ُ‫علَى َب ْعض َوَلَتَ ِّبع‬ َ ‫ِّب ِّمثْل َوَلَ ت ُ ِّشفُّ ْوا َب ْع‬
َ ‫ض َها‬
‫َاجز ( متفق عليه‬ َ ‫ع َلى َب ْعض َو‬
ِّ ‫َلت َ ِّبعُ ْو ِّام ْن َهاغَا ِّئبًا ِّبن‬ َ ‫ض َها‬ َ ‫ت ُ ِّشقُ ْوا َب ْع‬
Artinya: “ Dari Abi Said Al Khudry, sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda,
“Janganlah kamu jual emas dengan emas kecuali dalam timbangan yang sama dan janganlah
kamu tambah sebagian atas sebagiannya dan janganlah kamu jual uang kertas dengan uang
kertas kecuali dalam nilai yang sama, dan jangan kamu tambah sebagian atas sebagiannya,
dan janganlah kamu jual barang yang nyata (riil) dengan yang abstrak (ghaib).” (riwayat
Bukhari dan muslim)

Riba Fadli atau riba tersembunyi ini dilarang karena dapat membawa kepada riba
nasi’ah (riba jail) artinya riba yang nyata

Riba Qardhi

yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam
dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang.
Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian

7
diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah) Terhadap bentuk
transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw.:

‫ُك ُّل قَ ْرض َج َّر َم ْنفَ َعةً فَ ُه َو ِّربًا (رواه البيهقى‬

Artinya “Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi)

Riba Nasi’ah

ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang
berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si
A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya
satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A
menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya.
Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta
ditunda dengan memberikan tambahan. Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan
bahwa:

ِّ ‫ان بِّ ْال َحيَ َو‬


‫ان نَ ِّس ْيئَةً (رواه الخمسة‬ َ ‫سلَّ َم نَهى‬
ِّ ‫ع ْن بَيْعِّ الَ َحيَ َو‬ َ ُ‫صلَّىاهلل‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َّ ِّ‫س َم َرةِّ ب ِّْن ُج ْندُب ا َ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ َ ‫ع ْن‬
َ
‫)وصححه الترمدى وابن الجاروه‬

Artinya: Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual
beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan
dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)

Riba Yad

yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara
penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar,
sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup
atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.

E. Sebab-Sebab Diharamkannya Riba

Allah SWT melarang riba antara lain :

 Merusak Dan Membayakan Diri Sendiri

Orang yang melakukan riba akan selalu menghitung – hitung yang banyak yang akan
diperoleh dari orang yang meminjam uang kepadanya. Pikiran dan angan – angan yang

8
demikian itu akan mengakibatkan dirinya selalu was – was dan khawatir uang yang telah
dipinjamkan itu tidak dapat kembali tepat pada waktunya dengan bunga yang besar. Jika
orang yang melakukan riba itu memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, hasilnya itu
tidak akan memberi manfaat pada dirinya karena hartanya itu tidak akan memberi manfaat
pada dirinya karena hartanya itu tidak mendapat berkah dari Allah SWT. 4

Sumber Artikel: http://www.masuk-islam.com/pengertian-riba-dan-pembahasannya-


lengkap.html

 Merugikan Dan Menyengsarakan Orang Lain

Orang yang meminjam uang kepada orang lain pada umumnya karena sedang susah atau
terdesak. Karena tidak ada jalan lain, meskipun dengan persyaratan bunga yang besar, ia tetap
bersedia menerima pinjaman tersebut, walau dirasa sangat berat. Orang yang meminjam ada
kalanya bisa mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya, tetapi adakalanya tidak dapat
mengembalikan pinjaman tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Karena beratnya bunga
pinjaman, si peminjam susah untuk mengembalikan utang tersebut. Hal ini akan menambah
kesulitan dan kesengsaraan bagi kehidupannya.Haram melakukan (mempengaruhi) minat
pembeli dengan maksud agar tidak membeli, kemudian disuruh membeli barang orang yang
memepengaruhi tadi. Apabila sesudah barang ditetapkan (sudah sama – sama menyetujui
antara penjual dan pembeli). Juga tidak boleh mempengaruhi penjual dengan maksud agar
berpindah menjual kepadanya. Apabila jika dilakukan ketika masih hiyar, amat diharamkan
(seperti masih tawan menawar)Haram pula membeli barang saat paceklik (harga pangan
mahal) dan orang yang sangat membutuhkan bahan makanan, dengan tujuan untuk ditahan
(disimpan) dan akan dijual bila dengan harga yang lebih mahalHaram berpura – pura nawar
barang dengan harga mahal tapi tidak bermaksud ingin membeli tapi bermaksud membujuk
orang Sumber lain (agar mau membeli dengan harga mahal) 5

Artikel: http://www.masuk-islam.com/pengertian-riba-dan-pembahasannya-lengkap.html

4
http://www.masuk-islam.com/pengertian-riba-dan-pembahasannya-lengkap.html diakses pada pukul 20.42wib

5
Ibid.

9
3. Syirkah

Syirkah secara bahasa berarti percampuran (al-ikhtilat) dan secara syara’ adalah
ungkapan (‘akad) dari ketetapan hak terhadap sesuatu (harta) yang satu bagi dua atau lebih
pada sisi usaha (dagang). 6

Syirkah atau syarikat adalah akad kerja sama yang dilakukan antara dua orang atau
lebih dalam membentuk suatu usaha yang mana modal, keuntungan, dan kerugian ditanggung
secara bersama sama. Orang-orang yang melakukan syarikat disini bekerja secara bersama
sama untuk membangun dan mengembangkan usahanya. Jika mendapat keuntungan, mereka
membaginya menurut kesepakatan sebelumnya, tetapi jika mendapat kerugian, semuanya ikut
bertanggung jawab untuk menanggulanginya .

Untuk itu didalam syarikat ini ditentukan rukunnya, yaitu:

a. Sigat adalah akad kesepakatan antara dua pihak atau lebih dalam bentuk lissan
ataupun tulisan yang disaksikan orang orang bahwa mereka bersepakat untuk
melakukan kontrak kerjasama dengan beberapa ketentuan poin-poin yang disepakati
didalamnya.
b. Pihak-pihak yang melakukan kerjasama adalah orang-orang yang memiliki
kompetensi dalam memberikan atau diberikan perwakilan untuk menjalankan usaha
mereka
c. Dana adalah modal dana yang diberikan oleh orang-orang yang melakukan kerjasama
dalam bentuk uang tunai, emas, perak, ataupun yang mempunyai nilai/harga. Modal
yang ditanam diantara mereka tidak perlu sama dan hal ini sangat bergantung pada
kemampuan modal masing-masing.
d. Kerja adalah usaha dan patisipasi para mitra dalam pekerjaan syarikat ini merupakan
ketentuan dasar. Semua yang melakukan syarikat ini diwajibkan ikut serta menangani
pekerjaan dalam kerjasama. Tidak ada keharusan mereka harus menanggung beban
kerja yang sama, tetapi harus disesuaikan dengan keahlian masing-masing.7

6
Taqqiyudin Abu Bakar Ibn Muhammadal-Husaini, Kifayah al-Akhyar fi Hill Gayah al-Ikhtisar, (Indonesia:
Dahlan.tth),Juz 1, h. 280
7
Dr,Nurhayati M,Ag & Dr,Ali Imran,M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta,Pranamedia Group 2018),halaman167

10
Macam-macam Syirkah

1. Syirkah Amwal (Harta)

Syirkah Amwal ialah perserikatan antara dua orang atau lebih dalam permodalan
dengan jmlah tertentu untuk melakukan usaha perdagangan dengan pembagian hasil, baik
untung maupun rugi.8

Syirkah amwal dibagi menjadi dua macam:

a. Syirkah ‘Inan

Syirkah ‘Inan ialah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang
secara bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian bersama-sama.9

 Hukum Syirkah ‘Inan

Fuqaha sepakat disyari’atkan dan dibolehkan syirkah ‘inan. Syirkah seperti ini telah
dipraktekkan pada zaman Nabi Muhammad SAW.

b. Syirkah Mufawadhah

Arti dari mufawadhah menurut bahasa adalah persamaan. Menurut istilah, syirkah
mufawadhah ialah trasaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki
kesamaan dalam jumlah modal, keuntungan, serta bentuk kerja sama lainnya.10

 Hukum Syirkah Mufawadhah

Hanafiyyah berpendapat bahwa syirkah mufawadhah hukumnya boleh. Selain itu, ia


mengandung dua hal yang sama-sama diperbolehkan, yaitu wakalah (pemberian kuasa) dan
kafalah (jaminan).

2. Syirkah A’mal atau Syirkah Abdan

Syirkah a’mal atau abdan ialah persekutuan dua orang untuk menerima suatu
pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian keuntungan dibagi diantara
keduanya dengna menetapkan persyaratan tertentu.11

8
Abdullah bin Muhammad Ath- Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al- Muthlaq, Muhammad bin Ibrahim Al- Musa, Al- Fiqhul-Muyassar
Qismul-Mu’amalat, Mausu’ah Fiqhiyyah Haditsah Tatanawalu Ahkamal-Fiqhil-Islami Bi Uslub Wadhih Lil-Mukhtashhin Wa
Ghairihim,(Yogyakarta: Madarul-Wathan Lin-Nasyr, Riyadh, KSH, 2004), hlm. 275.

9
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2001), hlm. 189.
10
Ibid, hlm. 190.

11
 Macam-macam Syirkah A’mal

Syirkah a’mal dibagi menjadi dua, yaitu mufawadhah dan ‘inan. Syirkah a’mal
menjadi mufawadhah jika memenuhi syarat-syarat mufawadhah, dan menjadi ‘inan jika tidak
memenuhi syarat-syarat mufawadhah.

 Hukum Syirkah A’mal

Syirkah a’mal dibagi menjadi dua sehingga hukumnya pun berbeda-beda sesuai dengan
pembagian yang dilakukan fuqaha sebagaimana berikut ini:

1. Perserikatan dua orang berkaitan dengan pekerjaan produksi yang dapat ditanggung
dengan badan (fisik) mereka, seperti pembuatan perkakas dari besi, menjahit, dan lain
sebagainya. Demikian ini menurut mayoritas fuqaha Hanafiyyah, Malikiyyah, dan
Hanabillah boleh dilakukan. Sementara itu, Malikiyyah mensyaratkan adanya kesatuan
pembuatan dan kesatuan tempat.

2. Perserikatan dua orang yang berkaitan dengan pekerjaan produksi yang halal dengan
badan (fisik) mereka, seperti mencari kayu bakar, mencari rumput, dan lain sebagainya.
Demikian ini boleh menurut Malikiyyah dan Hanabillah.

3. Syirkah Wujuh (Nama Baik)

Syirkah wujuh ialah dua orang berserikat untuk membeli suatu barang tanpa modal, tetapi
dengan jaminan nama baik dan kepercayaanpara pedagang kepada keduanya, kemudian
keduanya menjual kembali barang itu yang keuntungannya dibagi berdua.

• Macam-macam Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh dibagi menjadi dua, yaitu syirkah mufawadhah dan ‘inan. Syirkah wujuh
menjadi mufawadhah jika memenuhi syarat-syarat mufawadhah, dan menjadi ‘inan jika tidak
memenuhi syarat-syarat mufawadhah.12

11
Ibid,hlm. 192.
12
Abdullah bin Muhammad Ath- Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al- Muthlaq, Muhammad bin Ibrahim Al- Musa, Al- Fiqhul-
Muyassar Qismul-Mu’amalat, Mausu’ah Fiqhiyyah Haditsah Tatanawalu Ahkamal-Fiqhil-Islami Bi Uslub Wadhih Lil-Mukhtashhin Wa

Ghairihim,(Yogyakarta: Madarul-Wathan Lin-Nasyr, Riyadh, KSH, 2004), hlm. 282-285.

12
 Hukum Syirkah Wujuh

Ulama Hanafiyyah, Hanabilah, dan Zaidiyah membolehkan syirkah jenis ini sebab
mengandung unsur adanya perwakilan dari seseorang kepada partnernya dalam penjualan dan
pembelian.

Adapun ulama Malikiyyah, Syafi’iyah, Zhahiriyah, Imamiyah, Laits,Abu Sulaiman, dan


Abu Tsun berpendapat bahwa syirkah semacam ini tidak sah (batal) dengan alasan bahwa
syirkah semacam ini tidak memilki unsur modal dan pekerjaan yang harus ada dalam suatu
syirkah.13 [8]

Batal dan Berhentinya Syirkah

Fuqaha mengemukakan sebab-sebab berakhirnya syirkah, diantaranya salah satu


anggota syirkah meninggal dunia, gila, terkena cekal untuk membelanjakan hartanya karena
jatuh pailit atau kemunduran pikiran, menarik diri dari keanggotaan dalam waktu yang tidak
ditentukan, dan keluar dari keanggotaan syirkah.

Selain itu pembatalan syirkah dikarenakan harta syirkah rusak dan tidak ada
kesamaan modal. Apabila harta syirkah rusak seliruhnya atau harta seorang rusak sebelum
dibelanjakan, syirkah/perkongsian batal. Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah
mufawadhah pada awal transaksi, syirkah/perkongsian batal sebab hal itu merupakan syarat
transaksi mufawadhah.

4. Mudarabah

Mudarabah adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Irak, sedangkan qiradh atau
muqaradhah adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Hijaz. Namun kedua istilah itu
adalah satu makna. Qirad bersal dari al-qard yang berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungannya. Adapula yang menyebut mudharabah atau qirad sama dengan muamalah.
Jadi, menurut bahasa Mudarabah atau qirad berarti al-qath’u(potongan)., berjalan atau
bepergian. Secara istilah banyak fuqaha’, tetapi memiliki maksud yang sama yaitu akad

13
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2001), hlm. 191.

13
antara pemilik modal dengan pengelola modal tersebut dengan syarat bahwa keuntungan
diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan. 14

Mudarabah adalah akad kerjasama antara dua orang untuk melakukan usaha yang
mana orang yang pertama sebagai pemilik modal seratus persen (100%) dan orang yang
kedua adalah pengelola modal yang hanya mengandalkan kealhlian semata yang dimilikinya
sedangkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam akad kerjasama.

Untuk itu mudharabah ini diperlukn beberapa rukun;

1. Pemodal (sahib al Mal) dan pengelola

Yaitu si pemilik modal seratus persen (100%) dan si pengelola modal. Kedua belah
pihak disyaratkan balig, berakal dan merdeka.

2. Sigat

Sigat adalah akad kerja sama (ijab qabul) yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

3. Modal

Modal adalah jumlah dana yang diberikan pemilik kepada pengelola untuk tujuan
investasi dalam kerjasama mudharabah .

4. Pekerjaan

Pekerjaan yang dikerjakan disyaratkan tidak boleh dibatasi dengan tempat, waktu, dan
barang-barang yang harus diperdagangkan.

5. Keuntungan

Keuntungan yang akan diperoleh disyariatkan telah ditentukan bagian masing-masing


sejak awal kontrak kerja.15

5. Ijarah

Ijarah berasal dari kata al- ajru yang berarti ganti atau upah, ijrah diartikan menjual
manfaat, sedangkan menurut syara’ ijrah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian. Oleh karena itu para jumhur ulama mengatakan bahwa pohon yang

14
Hendi Suhendi,Fiqih,h.135
15
Moh.Rifa’i, Fiqih Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005), h. 419.

14
disewakan untuk dimanfaatkan buahnya, tidak sah karena pohon bukan sebagai manfaat.
Demikian juga menyewakan makanan untuk dimakan, domba untuk diambil susunya, sumur
untuk diambil airnya dan barang yang dapat ditakar dan ditimbang karena jenis-jenis barang
yang tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan menggunakan barang itu sendiri.16

Ijarah secara sederhana diartikan dengan transaksi manfaat atau jasa dari suatu
imbalan tertentu. Pada dasar dan awalnya ijarah itu adalah untuk memberikan keringanan
kepada umat untuk pergaulan hidup.

Adapun rukun ijarah ini adalah:

1. Peyewa dan orang yang menyewakan


Kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang yang menyewakan adalah:
a. Mengizinkan pemakaian barang yang disewakan
b. Memelihara keutuhan barang yang disewakan

Sementara itu, kewajiban bagi penyewa adalah:

a. Membayar sewaan sebagaimana yang telah ditentukan


b. Membersihkan barang sewaan
c. Mengembalikan barang sewaannya itu apabila telah habis temponya
2. Sewaan yang disyaratkan dapat diketahui dengan jelas jenisnya, ukurannya dan
sifatnya.
3. Manfaat yang disyaratkan dapat dimanfaatkan oleh orang lain seperti berharga,
berjangka waktu dan dapat diserah terimakan.

Ijarah dapat batal (fasakh) dikarenakan beberapa hal yaitu:


1. Barang itu mengalami cacat setelah digunakanpenyewa dalam beberapa waktu
2. Rusaknya barang yang disewakan seperti rumah atau mobil
3. Berakhirnya waktu/masa pengguaan barang sewaan sesuai dengan perjanjian.

16
Ibid. h, 121.

15
6. ‘Ariyah

A’riyah diambil dari kata at-ta’awur yang berati datang dan pergi atau saling menukar
dan mengganti yang lebih lazim disebut dengan pinjam meminjam.

A’riyah adalah seseorang yang memberikan pimjaman sesuatu yang halal kepada
oranglain untuk diambil manfaatnya dengan dikembalikan tanpa merusak barang tersebut.

Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw yang berbunyi,

“Pinjaman (‘ariyah) wajib dikembalikan dan orang yang menjamin sesuatu harus
dibayar dan utang harus dibayar.” (HR. Tirmizi Kitab al-Buyu’an Rasulillah
No.1186).

Menurut kebiasaan ‘ariyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:

a. Secara hakikat : meminjamkan barang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak


zatnya. Menurut Malikiyah dan Hanafiyah hukumnya adalah manfaat bagi peminjam
tanpa ada pengganti apapun atau peminjam memiliki sesuatu yang semakna dengan
manfaat menurut kebiasaan.
b. Secara majazi : pinjam meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran
timbagan, hitungan, dan lainlain, seperti telur, uang dan segala benda yang dapat
diambil manfaatnya tanpa harus merusak zatnya.

Ada beberapa hal yang menyebabkan hukum ‘ariyah menjadi wajib, sunnah sebagai
berikut:

1. Meminjamkan sesuatu hukumnya sunnah, terkadang pula menjadi wajib seperti


meminjamkan sampan untuk menyelamatkan yag akan hanyut. Terkadang haram
meminjamkannya seperti rumah untuk perzinahan
2. Orang yang meminjam sewaktu-waktu boleh meminta kembali barang yang dipinjam
oleh oranglain
3. Sesudah yang meminjam mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan
akadnya, ia tidak boleh memakai barang yang dipinjamnya.
4. Pinjam meminjam tidak berlaku dengan matinya atau gilanya salah seorang dari
peminjam atau yang meminjamkan.

16
7. Rahn

Secara etimologi, rahn berarti tetap dan lama, atau pengekangan atau keharusan,17
sedangkan menurut syara’ penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat
dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.18

Rahn adalah suatu barang yang dapat dijadikan jaminan kepercayaan dalam utang
piutang. Barang jaminan itu dapat dijual apabila utang tidak dapat dibayar sesuai waktu yang
telah disepakati. Barang hanya sebagai jaminan saja yang berada ditangan murtahin (orang
yang menerima jaminan) untuk beberapa waktu dan tidak bleh diambil manfaatnya karena
status barang tersebut merupakan amannah terkecuali atas seizin dua belah pihak yang
bersangkutan.

Untuk itu, rahn akan terlaksana dengan baik jika telah memenuhi rukunnya, yaitu:

a. Lafaz akad yang menyatakan bahwa keduanya sepakat mengutang dengan


memberikan barang jaminan dan menerima barang jaminan dalam beberapa waktu
tertentu.
b. Orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadaian (murtahin)
keduanya adalah balig dan berakal
c. Barang jaminan (al-marhun) setiap barang jaminan ini dapat diperjualbelikan lagi dan
tidak merusak sebelum sampai janji utang harus dibayar
d. Utang, (al-marhun bih) sebagai uang yang dipinjam19

Gadai dipandang berakhir masanya jika memenuhi beberapa keadaan dibawah ini:

1. Gadai diserahkan kepada pemiliknya


2. Dipaksa menjual gadaian
3. Rahin melunasi hutang
4. Pembebasan utang dalam bentuk apasaja yang menandakan habisnya rahn meskipun
utang tersebut dipindahkan ke orang lain.
5. Pembatalan rahn dari pihak murtahin meskipun tanpa seizin rahin. Sebaliknya
dipandang tidak batal jika rahin membatalkannya
6. Rahin meninggal sebelum menyerahkan gadaian

17
Abu Amar, Fath al-Qarib. Terjemahan, (Kudus: Menara Kudus,1982), Jilid 1,h.247.
18
Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,1994), h. 43.
19
Ahmad Ibn Rusydi, Bidayah, Jilid 2, h.204.

17
8. Ji’alah

Menurut bahasa Ji’alah berartiupah atas suatu prestasi, baik prestasi itu tercapai atas suatu
tugas tertentu yang diberikan kepadanya atau prestasi yang ditujukan dalam suatu
perlombaan.20

Ji’alah adalah nama yang diberikan kepada seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan.
Menurut syara’, ji’alah adalah jenis akad yang ditawarkan kepada orang lain untuk
menemukan barang atau melakukan suatu pekerjaan dan lainlain yang dibayar kemudian
setelah mencapai keberhasilan/kesuksesan.21

Adapun rukun dari ji’alah ini adalah:

a. Lafaz : lafaz ini mengandung arti bahwa ia mengizinkan oranglain melakukan suatu
pekerjaan tanpa dibatasi waktunya
b. Orang yang menjanjikan upahnya
c. Pihak yang melakukan ji’alah
d. Pekerjaan yang ditawarkan kepada oranglain
e. Upah yang disebutkan dalam bentuk apa, jumlah atau beratnya

Ji’alah akan berakhir jika masing masing pihak telah menghentikan pekerjaan itu. Jika
yang membatalkan itu adalah orang yang bekerja, maka ia tidak mendapatkan upah apapun,
tetapi jika yang membatalkan itu pihak yang menjanjikan upah, maka yang bekerja berhak
menerima upah sebanyak pekerjaan yang dilakukannya pada saat itu.

Ji’alah dapat berarti sayembara atau perlombaan berhadiah seperti Musabaqah Tilawatil
Qur’an (MTQ), kompetisi, permainan hiburan dan lainlain.

Namun perlu dibedakan antara ji’alah dengan undian. Ji’alah merupakan tenaga, skill,
upaya. Dan lain lain sedangkan undian tidak memerlukan tenaga yang signifikan atau hanya
menunggu “nasib” belaka. Kegiatan undian sangat rentan terjebak pada kegiatan unsur judi.
Dimana unsur judi itu merupakan satu paket yang terdiri dari bentuk:

a. Undian
b. Pertaruhan antara modal kecil dengan kemenangan besar
c. Spekulasi sangat tinggi.

20
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), h.45.
21
Moh. Anwar, Fiqih Islam, (Jakarta: Al- Ma’arif, 1988), h.82.

18
KESIMPULAN

Dapat Kami Simpulakan:

Definisi dan arti muamalah dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya hal-hal yang
termasuk urusan kemasyarakatan (seperti pergaulan, perdata, dan lain sebagainya).

Sementara muamalah dalam fiqih islam adalah tukar menukar barang atau sesuatu
yang memberi manfaat dengan cara di tempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-
mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.

Adapun bentuk bentuk muamalah diantaranya :

1. Jual beli
2. Riba
3. Syirkah
4. Mudharabah
5. Ijarah
6. ‘Ariyah
7. Rahn
8. Ji’alah

PENUTUP

Demikian penulisan Makalah Mu’amalah ini dibuat untuk melengkapi tugas


kelompok mata kuliah Fiqh dan ushul Fiqh. Penulis menyadari masih sangat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu penulis menerima dengan sangat terbuka
kritik dan saran dari Dosen pengampuh maupun pembaca yang lain untuk menyempurnakan
makalah ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah mendukung pembuatan
makalah ini hingga selesai.

19
REFERENSI

 Dr,Nurhayati M,Ag & Dr,Ali Imran,M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta,Pranamedia
Group 2018)
 Latifah M.Algaoud dan Mervyn K.Lewis, Perbankan Syariah:Prinsip, Praktek,
Prospek, (jakarta:Serambi Ilmu Semesta,2001)
 Moh.Anwar,Fiqh Islam,(Jakarta: al-Ma’arif,1988),
 Abdullah bin Muhammad Ath- Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al- Muthlaq,
Muhammad bin Ibrahim Al- Musa, Al- Fiqhul-Muyassar Qismul-Mu’amalat,
Mausu’ah Fiqhiyyah Haditsah Tatanawalu Ahkamal-Fiqhil-Islami Bi Uslub Wadhih
Lil-Mukhtashhin Wa Ghairihim,(Yogyakarta: Madarul-Wathan Lin-Nasyr, Riyadh,
KSH, 2004)
 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2001)

20

Anda mungkin juga menyukai