Raperda Kab Boyolali
Raperda Kab Boyolali
TENTANG
BUPATI BOYOLALI,
dan
BUPATI BOYOLALI
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian-pengertian
Pasal 1
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
15. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan.
16. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
17. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
18. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
19. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Boyolali yang selanjutnya
disingkat BKPRD adalah Badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Boyolali dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati
dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
20. Penyidikan Tindak Pidana di bidang tata ruang adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang tata ruang yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.
12
21. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat atau Pegawai
Negeri Sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan.
22. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
23. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
24. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali yang selanjutnya disingkat
RTRW Kabupaten Boyolali adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang menetapkan
lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan
budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan
prasarana dan wilayah-wilayah dalam Kabupaten Boyolali yang akan diprioritaskan
pengembangannya dalam kurun waktu perencanaan.
25. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/
atau aspek fungsional.
26. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayanan pada tingkat wilayah.
27. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten.
28. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kecamatan.
29. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat
pelayanan kawasan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai
PKL.
30. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa.
31. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
32. Desa Pusat Pertumbuhan yang selanjutnya disebut DPP adalah desa yang
mempunyai potensi/kemampuan cepat berkembang yang dipilih berdasarkan
adanya keterkaitan dengan beberapa desa yang ada di sekitarnya dan mempunyai
kemampuan pelayanan yang lebih tinggi dibanding dengan desa-desa sekitarnya.
33. Kawasan Terpadu Pusat Pengembangan Desa yang selanjutnya disebut KTP2D
adalah kelompok desa cepat brekembang yang terdiri dari DPP dan desa
hinterland.
34. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
35. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
13
36. Sumberdaya energi adalah sebagian dari sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara langsung
maupun dengan proses konservasi atau transportasi.
37. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar
keduanya.
38. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.
39. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
40. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
41. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
42. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
43. Kawasan Minapolitan adalah Kawasan yang membentuk kota perikanan, yang
memudahkan masyarakat untuk bisa membudidayakan ikan darat, dengan
kemudahan memperoleh benih melalui unit perbenihan rakyat, pengolahan ikan,
pasar ikan dan mudah mendapatkan pakan ikan, yang dikelola oleh salah satu
kelompok yang dipercaya oleh pemerintah.
44. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat
setempat, sesama wisatawa, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
45. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/ atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
46. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/ atau lingkungan.
47. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan.
48. Kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai
pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi,
14
sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan
hidup, serta pertahankan dan keamanan.
49. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
50. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.
51. Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang.
52. Orang adalah orang perseorangan dan/ atau korporasi.
53. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
bidang penataan ruang.
54. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penataan ruang.
55. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
BAB II
Bagian Pertama
Asas Penataan ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 3
Bagian Kedua
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 4
Bagian Ketiga
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Paragraf 1
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 5
(2) Kebijakan perencanaan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pengembangan pusat-pusat pelayanan;
b. pengembangan sarana dan prasarana penunjang kegiatan;
c. pengembangan sistem jaringan transportasi darat dan udara;
d. pengembangan mutu dan jangkauan pelayanan untuk sistem jaringan energi,
sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air dan sistem
jaringan pengelola lingkungan;
e. pengendalian dan pelestarian kawasan lindung;
f. pengendalian pemanfaatan lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian;
g. pengoptimalan produktivitas kawasan peruntukan perikanan;
h. pengembangan wilayah industri secara khusus;
i. pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi;
dan
j. pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan fungsi daya dukung
lingkungan.
Paragraf 2
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
16
Pasal 6
(3) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi darat dan udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf (c), meliputi:
a. mengembangkan jalan dalam mendukung pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan;
b. mengembangkan jalan arteri, kolektor dan lokal sebagai penghubung antar
wilayah;
c. mengoptimalisasi pengembangan sistem transportasi massal dan infrastruktur
pendukungnya;
d. mengembangkan fasilitas pelayanan dan infrastruktur penunjang;
e. mengoptimalka tingkat kenyamanan dan keselamatan penerbangan; dan
f. mengendalikan kawasan sekitar bandara sesuai aturan keselamatan
penerbangan.
(4) Strategi pengembangan mutu dan jangkauan pelayanan untuk sistem jaringan
energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air dan sistem
jaringan pengelola lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf
(d), meliputi:
a. menambah dan memperbaiki sistem jaringan;
b. memperluas jangkauan listrik sampai ke polosok desa;
c. menerapkan teknologi telekomunikasi berbasis teknologi modern;
d. membangun teknologi telekomunikasi pada wilayah-wilayah pusat
pertumbuhan;
e. melindungi sumber-sumber mata air dan daerah resapan air;
f. mengembangkan jaringan drainase sesuai dengan jangkauan dan tingkat
pelayanannya;
g. memanfaatkan sampah (Reduce, Reuse, Recycle) yang ada;
h. meningkatkan sarana prasarna pengolahan sampah;
i. pengelolaan sampah berkelanjutan; dan
j. meningkatkan sanitasi lingkungan untuk permukiman, produksi jasa dan
kegiatan sosial ekonomi lainnya.
17
(6) Strategi pengendalian pemanfaatan lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf (f), meliputi:
a. mencegah berkurangnya luasan sawah beririgasi teknis secara keseluruhan;
b. mengembangkan irigasi setengah teknis, sederhana atau tadah hujan menjadi
sawah beririgasi teknis pada kawasan yang tidak bisa terhindar dari alih fungsi
sehingga secara keseluruhan luas sawah beririgasi teknis tidak berkurang;
c. memberikan insetif bagi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak boleh
dialihfungsikan untuk peruntukan lahan;
d. mengendalikan alih fungsi lahan pertanian, kecuali untuk pembangunan fasilitas
umum; dan
e. meningkatkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pertanian.
(10) Strategi pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan fungsi daya dukung
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 2 huruf (j), meliputi:
a. melarang alih fungsi pada kawasan yang telah ditetapkan menjadi sebagai
kawasan lindung;
b. memanfaatkan untuk pendidikan dan penelitian berbasis lingkungan hidup;
c. mengembalikan kegiatan untuk yang mendorong pengembangan fungsi
lindung; dan
d. meningkatkan keanekaragaman hayati kawasan lindung.
BAB III
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 8
Pasal 9
(3) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
pelayanan perdesaan secara berhirarki, meliputi:
a. pusat pelayanan antar desa;
b. pusat pelayanan setiap desa; dan
c. pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman.
(4) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
berhirarki memiliki hubungan dengan:
a. pusat pelayanan wilayah kecamatan sebagai kawasan perkotaan
terdekat;
b. perkotaan sebagai pusat pelayanan; dan
c. ibukota kabupaten.
Pasal 10
(2) Rencana sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, melputi:
a. PKW meliputi Kecamatan Boyolali yang melayani kegiatan skala
Provinsi;
b. PKL meliputi Kecamatan Ampel yang melayani kegiatan skala
daerah;
c. PKLp meliputi Kecamatan Banyudono dan Kecamatan Karanggede
yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL;
d. PPK meliputi Kecamatan Teras, Kecamatan Sambi, dan Kecamatan
Ngemplak yang melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa; dan
e. PPL meliputi Kecamatan Simo, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan
Sawit, Kecamatan Juwangi, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk,
Kecamatan Andong, Kecamatan Selo, Kecamatan Nogosari, Kecamatan
Wonosegoro, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Klego yang melayani
kegiatan skala antar desa.
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana
Pasal 11
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Utama
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
(2) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional,
jalan provinsi, dan jalan kabupaten/ kota;
(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan
kolektor, dan jalan lokal;
(4) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder;
Pasal 15
Pasal 16
(3) Jalur Kereta Api yang beroperasi saat ini yaitu Goprak – Gambringan di
Kecamatan Juwangi;
(5) Rencana peningkatan stasiun kereta api di Kecamatan Juwangi dan rencana
pengembangan stasiun kereta api komuter di Desa Bangak Kecamatan
Banyudono.
Pasal 17
Pasal 18
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 19
Pasal 20
(2) Pengembangan jaringan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. pengembangan jaringan distribusi tegangan 220 V untuk
menjangkau wilayah-wilayah desa terpencil;
b. pengembangan gardu induk distribusi yang terletak di Kecamatan
Mojosongo dan Banyudono;
c. pengembangan daerah distribusi yang dilewati SUTT dan SUTET
di :
1. daerah yang dilalui SUTT 150 KV, meliputi:
a) arah Gardu Induk Mojosongo – Gardu Induk Bringin Salatiga;
b) arah Gardu Induk Bawen – Gardu Induk Klaten;
c) arah Gardu Induk Mojosongo – Gardu Induk Banyudono.
2. daerah yang dilalui SUTET 500 KV adalah arah Gardu Induk Bawen –
Gardu Induk Klaten
d. pengembangan sumber listrik lainnya yang potensial di Kabupaten
Boyolal, yaitu pembangkit listrik tenaga surya di Desa Jrakah Kecamatan Selo.
perluasan jaringan kabel PLN.
(3) Pengembangan jaringan energi Bahan Bakar Minyak dan Gas sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. pembangunan Depo di Kecamatan Teras;
b. pengembangan sistem jaringan pipa BBM Rewulu Kabupaten Sleman – Teras
Kabupaten Boyolali; dan
c. pengembangan sistem jaringan pipa BBM Teras – Pengapon Kota Semarang.
Pasal 21
Pasal 22
25
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf
c adalah prasarana pengembangan sumber daya air untuk memenuhi berbagai
kepentingan.
(2) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi jaringan air bersih dan irigasi.
(3) Pengembangan prasarana sumber daya air untuk air bersih diarahkan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah.
(4) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan
peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi
dengan peningkatan saluran dari sistem setengah teknis dan sederhana
ditingkatkan menjadi irigasi teknis.
(5) Upaya penanganan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih dengan
peningkatan sarana dan prasarana pendukung.
(7) Rencana sistem jaringan air bersih diarahkan dengan pertimbangan prioritas
berikut:
a. wilayah dengan kebutuhan air cukup tinggi dan sumber daya air terbatas;
b. wilayah dengan kriteria perkotaan yang cukup kompleks; dan
c. wilayah dengan kandungan air tidak memenuhi syarat kesehatan.
(8) Pemanfaatan sumber air untuk kepentingan air minum dan irigasi atau untuk
berbagai pemanfaatan yang lainnya, yaitu mata air Tlatar Kecamatan Boyolali dan
mata air Manggis/ Nepen Kecamatan Teras, dilakukan dengan cara:
a. pengaturan dalam bentuk kerjasama dengan proporsi yang seimbang; dan
b. pengaturan komposisi antar wilayah dan pengaturan untuk kebutuhan irigasi
sehingga tidak terjadi kekurangan air bagi sawah beririgasi teknis dan setengah
teknis.
(9) Pengembangan waduk, dam, dan embung serta pompanisasi terkait dengan
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dengan
mempertimbangkan:
26
(10) Pengembangan waduk dan embung sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
ditetapkan untuk pengendali banjir pada musim penghujan dan sebagai cadangan
air bersih pada musim kemarau, meliputi:
a. waduk dan embung eksisting di :
1. Waduk Kedungombo di Kecamatan Kemusu;
2. Waduk Cengklik di Kecamatan Ngemplak;
3. Waduk Klego di Kecamatan Klego;
4. Embung Sruni di Kecamatan Musuk;
5. Embung Blimbing di Kecamatan Musuk;
6. Embung Bendosari di Kecamatan Musuk;
7. Embung Setro 1 di Kecamatan Musuk;
8. Embung Keposong 1 di Kecamatan Musuk;
9. Embung Keposong 2 di Kecamatan Musuk;
10. Embung Jagir di Kecamatan Musuk;
11. Embung Lampargede di Kecamatan Musuk;
12. Embung Randukuning di Kecamatan Musuk;
13. Embung Soko di Kecamatan Musuk;
14. Embung Pager Jurang di Kecamatan Musuk;
15. Check Dam Gupaan di Kecamatan Andong;
16. Embung Setro 2 di Kecamatan Musuk;
17. Embung Munggur Jurang di Kecamatan Musuk;
18. Embung Cluntang di Kecamatan Musuk;
19. Embung Kedungmenjangan di Kecamatan Kemusu;
20. Embung Kendel di Kecamatan Kemusu;
21. Embung Sari Mulyo di Kecamatan Kemusu;
22. Embung Lemah Ireng di Kecamatan Kemusu;
23. Embung Kemusu di Kecamatan Kemusu;
24. Check Dam Karanggatak di Kecamatan Kemusu;
25. Check Dam Karangweru di Kecamatan Kemusu;
26. Check Dam Kendel di Kecamatan Kemusu;
27. Check Dam Lemah Ireng di Kecamatan Kemusu;
28. Check Dam Sari Mulyo di Kecamatan Kemusu; dan
29. Check Dam Kemusu di Kecamatan Kemusu.
b. Pengembangan embung baru di:
1. Embung Keyongan di Kecamatan Nogosari;
2. Embung Gunung di Kecamatan Nogosari;
3. Embung Gubug di Kecamatan Cepogo;
4. Embung Sumbung di Kecamatan Cepogo;
5. Embung Cepogo di Kecamatan Cepogo;
6. Embung Genting di Kecamatan Cepogo;
7. Embung Samiran di Kecamatan Selo;
8. Embung Sempu di Kecamatan Andong;
9. Embung Kadipaten di Kecamatan Andong;
10. Embung Pelemrejo di Kecamatan Andong;
11. Embung Poko di Kecamatan Musuk
27
(12) Area lahan beririgasi teknis perlu dipertahankan agar tidak berubah fungsi
menjadi peruntukan yang lain.
Pasal 23
(2) Rencana pengembangan jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a merupakan rencana pengelolaan saluran yang menampung dan
mengalirkan air permukaan, baik berupa jaringan primer, sekunder, dan tersier.
a. jaringan primer berupa sungai atau jaringan yang menampung air dari jaringan
sekunder;
b. jaringan sekunder berupa jaringan drainase yang terdapat dan mengikuti pola
jalan raya di kanan atau kirinya yang menampung air dan jaringan tersier
(perumahan); dan
c. jaringan tersier berupa jaringan drainase yang terdapat di dalam lokasi jalan
dalam permukiman penduduk.
BAB IV
Bagian Pertama
Umum
Pasal 24
Bagian Kedua
Rencana Pelestarian Kawasan Lindung
Pasal 25
29
Rencana pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf a, yaitu meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 26
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 25 huruf a
adalah kawasan lindung yang dikelola oleh masyarakat.
(2) Kawasan lindung yang dikelola oleh masyarakat sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) terletak di Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan
Musuk dan Kecamatan Selo, seluas kurang lebih 1.418 Ha.
Paragraf 2
Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 27
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak di Lereng
Gunung Merapi dan Merbabu, Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan
Ampel, dan Kecamatan Musuk seluas kurang lebih 7.935 Ha.
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 28
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terletak
pada seluruh kecamatan yang dilewati oleh Sungai Serang, Sungai Cemoro,
30
Sungai Pepe, Sungai Gandul, dan Sungai Bedoyo serta sungai-sungai kecil
lainnya.
(3) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di
semua mata air yang ada di Kabupaten Boyolali meliputi mata air yang ada di
Kecamatan Ampel, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan
Banyudono, Kecamatan Teras, Kecamatan Sawit, Kecamatan Nogosari,
Kecamatan Cepogo, Kecamatan Klego dan Kecamatan Musuk.
(4) Kawasan sekitar waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu
meliputi kawasan sekitar Waduk Bade (Kecamatan Klego), Waduk Kedungombo
(Kecamatan Kemusu) dan Waduk Cengklik (Kecamatan Ngemplak).
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Pasal 29
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf d, meliputi:
a. Taman Nasional;
b. Taman Wisata; dan
c. Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.
(2) Kawasan Taman Nasional seluas kurang lebih 3829 Ha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, yaitu terletak di Taman Nasional Gunung Merapi dan Taman
Nasional Gunung Merbabu.
(3) Kawasan taman wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di
Kecamatan Selo, Kecamatan Ampel, Kecamatan Juwangi, dan Kecamatan
Kemusu.
(4) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terletak di Kecamatan Cepogo, Kecamatan Selo, Kecamatan Teras,
Kecamatan Wonosegoro, Kecamatan Klego, Kecamatan Simo, Kecamatan Sambi,
Kecamatan Andong, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Musuk, Kecamatan
Banyudono, Kecamatan Ampel, Kecamatan Juwangi, Kecamatan Sawit,
Kecamatan Kemusu, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Karanggede, Kecamatan
Nogosari dan Kecamatan Boyolali.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 30
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e
meliputi:
a. Daerah rawan banjir;
b. Daerah rawan banjir lahar dingin;
c. Daerah rawan tanah longsor;
31
(2) Daerah rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di
Kecamatan Klego, Kecamatan Kemusu dan Kecamatan Wonosegoro.
(3) Daerah rawan banjir lahar dingin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terletak di Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan
Boyolali dan Kecamatan Mojosongo dimana letaknya berdekatan dengan Gunung
Merbabu dan Merapi.
(4) Daerah rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdapat di:
a. Seluruh Kecamatan di Kabupaten Boyolali yang memiliki lembah sungai curam;
b. Perbukitan terjal di kaki Gunung Merapi dan Merbabu (Kecamatan Selo,
Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk);
c. Lereng timur Gunung Merbabu (Kecamatan Ampel);
d. Kecamatan Karanggede;
e. Kecamatan Boyolali;
f. Kecamatan Mojosongo;
g. Kecamatan Sambi;
h. Kecamatan Nogosari;
i. Kecamatan Simo;
j. Kecamatan Klego,
k. Kecamatan Andong;
l. Kecamatan Wonosegoro; dan
m. Kecamatan Kemusu.
(5) Daerah rawan letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdapat di Kecamatan Cepogo, Kecamatan Selo, dan Kecamatan Musuk.
(6) Daerah rawan kebakaran hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
terdapat di Kecamatan Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan
Cepogo, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Kemusu,
Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Juwangi.
(7) Daerah rawan angin topan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdapat
di Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Ampel
dan Kecamatan Wonosegoro.
(8) Daerah rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdapat
di Kecamatan Sawit dan lereng Gunung Merapi.
(9) Daerah rawan kekeringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdapat
di Kecamatan Ampel, Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Boyolali,
Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Sambi, Kecamatan
Nogosari, Kecamatan Simo, Kecamatan Andong, Kecamatan Klego, Kecamatan
Wonosegoro, Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi.
32
(10) Jalur evakuasi bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penetapan jalur evakuasi apabila terjadi bencana alam dengan mengoptimalkan
jaringan jalan yang ada;
b. jalur evakuasi bencana letusan Gunung Merapi, meliputi:
1. Jalan Desa Jrakah;
2. Jalan Jalur Evakuasi Tlgolele;
3. Jembatan Sengi Desa Tlogolele; dan
4. Jalan Desa Klakah.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 31
Pasal 32
Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya
Pasal 33
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 34
33
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf
a dibagi menjadi:
a. Hutan produksi tetap; dan
b. Hutan produksi terbatas.
(2) Hutan produksi tetap seluas kurang lebih 12.461 Ha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdapat di kecamatan-kecamatan sebagai berikut:
a. Kecamatan Karanggede;
b. Kecamatan Klego;
c. Kecamatan Kemusu;
d. Kecamatan Wonosegoro; dan
e. Kecamatan Juwangi.
(3) Hutan produksi terbatas seluas kurang lebih 1.203,5 Ha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdapat di kecamatan-kecamatan sebagai berikut:
a. Kecamatan Juwangi;
b. Kecamatan Kemusu; dan
c. Kecamatan Klego.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 35
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 36
h. Kecamatan Banyudono;
i. Kecamatan Teras;
j. Kecamatan Sawit;
k. Kecamatan Nogosari;
l. Kecamatan Mojosongo;
m. Kecamatan Kemusu;
n. Kecamatan Ampel; dan
o. Kecamatan Boyolali.
(3) Kawasan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 23.070 Ha, meliputi:
a. Kecamatan Andong;
b. Kecamatan Sambi;
c. Kecamatan Simo;
d. Kecamatan Wonosegoro;
e. Kecamatan Karanggede;
f. Kecamatan Klego;
g. Kecamatan Ngemplak;
h. Kecamatan Banyudono;
i. Kecamatan Teras;
j. Kecamatan Sawit;
k. Kecamatan Nogosari;
l. Kecamatan Mojosongo;
m. Kecamatan Kemusu;
n. Kecamatan Ampel;
o. Kecamatan Boyolali;
p. Kecamatan Cepogo;
q. Kecamatan Juwangi; serta
r. Kecamatan Selo.
(4) Kawasan pertanian lahan kering seluas kurang lebih 40.106 Ha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari kawasan tegalan (tanah ladang),
meliputi:
a. Kecamatan Kemusu;
b. Kecamatan Ampel;
c. Kecamatan Musuk;
d. Kecamatan Selo;
e. Kecamatan Wonosegoro;
f. Kecamatan Simo;
g. Kecamatan Sambi;
h. Kecamatan Boyolali;
i. Kecamatan Mojosongo;
j. Kecamatan Klego;
k. Kecamatan Andong;
l. Kecamatan Juwangi;
m. Kecamatan Nogosari;
n. Kecamatan Karanggede;
o. Kecamatan Teras;
p. Kecamatan Sawit;
q. Kecamatan Ngemplak; dan
r. Kecamatan Banyudono.
35
(5) Kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di
Kecamatan Cepogo, Selo, Ampel, Musuk, Ngemplak, Mojosongo, Teras, Sawit,
Banyudono, Nogosari, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro dan
Boyolali.
(6) Kawasan hortikultura sebagaimana disebut pada ayat (5) berupa biofarmaka,
sayur-sayuran dan buah-buahan.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pasal 37
r. Kecamatan Wonosegoro seluas kurang lebih 782 Ha, meliputi perkebunan kelapa;
s. Kecamatan Juwangi seluas kurang lebih 240 Ha, meliputi perkebunan kelapa dan
tembakau.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 38
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Peternakan
Pasal 39
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 40
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 41
(2) Kawasan peruntukan industri sedang sampai besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari jenis industri pemesinan, listrik, tekstil, alat angkutan,
makanan, galian bukan logam, kertas, industri kayu, dan industri lainnya, diarahkan
di Kecamatan Teras, Kecamatan Banyudono, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan
Nogosari, Kecamatan Klego, Kecamatan Karanggede, Kecamatan Sambi,
Kecamatan Wonosegoro, Kecamatan Andong, Kecamatan Ampel dan Kecamatan
Juwangi, dengan luas kurang lebih 1.191 Ha.
(3) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri dari jenis industri pertanian, kertas, industri kayu, penerbit, percetakan dan
industri lainnya, diarahkan di Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Simo, Kecamatan
Boyolali, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Sawit dan Kecamatan Musuk dengan
luas kurang lebih 100 Ha.
(4) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdiri dari jenis industri makanan, minuman dan kerajinan dengan lokasi
diarahkan tersebar di seluruh kecamatan.
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 42
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
huruf i meliputi:
a. Kawasan wisata alam;
b. Kawasan wisata religius;
c. Kawasan wisata budaya; serta
d. Kawasan wisata rekreasi/ buatan.
(2) Kawasan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Pemandian Umbul Tlatar di Kecamatan Boyolali;
b. Kawasan Wisata Pengging di Kecamatan Banyudono;
39
(3) Kawasan wisata religius sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Makam Gunung Tugel di Kecamatan Sambi;
b. Makam Ki Ageng Pantaran di Kecamatan Ampel;
c. Makam Ki Ageng Kebo Kanigoro di Kecamatan Selo;
d. Makam Ki Hajar Saloka di Kecamatan Selo;
e. Makam Kyai Kalang di Kecamatan Selo;
f. Makam Kyai Rogo Belo di Kecamatan Selo;
g. Makam Si Lengok di Kecamatan Selo;
h. Makam Singoprono di Kecamatan Simo;
i. Makam Indrokilo di Kecamatan Mojosongo;
j. Makam Sri Makurung di Kecamatan Banyudono;
k. Makam R. Ngabehi Yosodipuro di Kecamatan Banyudono;
l. Makam KRT Padmonegoro di Kecamatan Banyudono;
m. Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim Magribi di Kecamatan Ampel;
n. Makam Sekau Kedaton;
o. Makam Gedong di Desa Jembungan Kecamatan Banyudono;
p. Masjid Cipto Mulyo di Kecamatan Banyudono; dan
q. Pesanggrahan Pracimoharjo di Paras di Kecamatan Cepogo.
(4) Kawasan wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di
Jatilan (Cepogo), Sadranan, Candi Lawang, Candi Sari di Kecamatan Cepogo;
Situs Sumur Songo di Kecamatan Cepogo; Jatilan (Ampel) di Kecamatan Ampel;
Jatilan (Selo), Gua Raja, Gua Gentan (Jepang) di Kecamatan Selo; Wayang di
Kecamatan Banyudono dan Kecamatan Sawit.
(5) Kawasan wisata rekreasi/ buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdapat di kawasan wisata:
a. Waduk Cengklik di Kecamatan Ngemplak;
b. Waduk Bade di Kecamatan Klego;
c. Waduk Kedungombo di Kecamatan Kemusu;
d. Pesanggrahan Paras di Kecamatan Musuk;
e. Gunung Madu di Kecamatan Simo;
f. Bumi Perkemahan di Kecamatan Ampel;
40
Paragraf 10
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 43
Paragraf 11
Kawasan Peruntukan Lainnya
41
Pasal 44
BAB V
Pasal 45
Bagian Pertama
Kawasan Strategis untuk Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 46
Bagian Kedua
Kawasan Strategis Sosial Budaya
Pasal 47
Bagian Ketiga
Kawasan Strategis untuk Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
Pasal 48
BAB VI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 49
(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana
tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumberdaya alam lain.
Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang Wilayah
Paragraf 1
Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi
Pasal 50
(2) Struktur organisasi tugas dan kewenangan BKPRD ditetapkan oleh Keputusan
Bupati.
Pasal 51
(1) Penataan ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten Boyolali dilaksanakan secara
sinergis dengan Peraturan Daerah yang lain yang ada di Kabupaten Boyolali.
(2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Paragraf 2
Prioritas dan Tahapan Pembangunan
Pasal 52
BAB VII
44
Bagian Pertama
Umum
Pasal 53
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 54
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf
a disusun sebagai arahan dalam penyusunan peraturan zonasi.
(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sebagai pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang, serta berdasarkan rencana rinci tata ruang
untuk setiap zonasi pemanfaatan ruang.
(4) Ketentuang umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pusat pelayanan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana wilayah.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya.
(6) Peraturan zonasi pada setiap butir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat
tentang apa yang harus ada, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pelayanan
Pasal 55
45
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (4) huruf a, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan sebaimana disebut pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pemanfaatan ruang disekitar jaringan prasarana untuk mendukung
berfungsinya sistem perkotaan dan jaringan prasarana;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan
terhadap berfungsinya sistem perkotaan dan jaringan prasarana;
c. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi
sistem perkotaan dan jaringan prasarana.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perdesaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang disekitar jaringan prasarana untuk mendukung
berfungsinya sistem perdesaan dan jaringan prasarana;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan
terhadap berfungsinya sistem perdesaan dan jaringan prasarana;
c. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi
sistem perdesaan dan jaringan prasarana
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 56
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana transportasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana energi
kelistrikan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana BBM;
d. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana
telekomunikasi;
e. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana air minum;
f. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana irigasi;
g. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana drainase;
h. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana
persampahan; dan
i. ketentuan umum peraturan zonasi rencana untuk sistem prasarana pengolahan
limbah.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut:
a. pada ruas-ruas jalan utama menyediakan fasilitas yang menjamin keselamatan,
keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan baik yang menggunakan
kendaraan maupun pejalan kaki sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku;
b. pemanfaatan ruas-ruas jalan utama sebagai tempat parkir (on street parking)
hanya pada lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan oleh instansi yang berwenang
46
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana energi kelistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebagai berikut:
a. areal lintasan dan jarak bebas antara penghantar SUTT dan SUTET dengan
bangunan atau benda lainnya serta tanaman harus mempertimbangkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan dibebaskan dari bangunan serta wajib
memperhatikan keamanan, keselamatan umum dan estetika lingkungan,
dengan ketentuan teknis, meliputi:
1. lapangan terbuka pada kawasan luar kota sekurang-kurangnya 7,5 meter
dari SUTT dan 11 meter untuk SUTET;
2. lapangan olah raga sekurang-kurangnya 13,5 meter dari SUTT dan 15
meter untuk SUTET;
3. jalan raya sekurang-kurangnya 9 meter dari SUTT dan 15 meter untuk
SUTET;
4. pohon/tanaman sekurang-kurangnya 4,5 meter dari SUTT dan 8,5 meter
untuk SUTET;
5. bangunan tidak tahan api sekurang-kurangnya 13,5 meter dari SUTT dan
15 meter untuk SUTET;
6. bangunan perumahan, perdagangan jasa, perkantoran, pendidikan dan
lainnya sekurang-kurangnya 4,5 meter dari SUTT dan 8.5 meter untuk
SUTET;
7. SUTT lainnya, penghantar udara tegangan rendah dan jaringan
telekomunikasi sekurang-kurangnya 4,5 meter dari SUTT dan 8 5 meter
untuk SUTET;
8. jembatan besi, rangka besi penghantar listrik dan lainnya sekurang-
kurangnya 4 meter dari SUTT dan 8 5 meter dari SUTET;
9. pompa bensin/tangki bensin sekurang-kurangnya 20 meter dari SUTT dan
50 meter dari SUTET dengan proyeksi penghantar paling luar pada bidang
datar yang melewati kaki tiang; dan
10. tempat penimbunan bahan bakar sekurang-kurangnva 50 meter dari
SUTT dan SUTET dengan proyeksi penghantar paling luar pada bidang
datar yang melewati kaki tiang.
b. penempatan tiang SUTR dan SUTM mengikuti ketentuan, meliputi
1. jarak antara tiang dengan tiang pada jaringan umum tidak melebihi 40
meter;
2. jarak antara tiang jaringan umum dengan tiang atap atau bagian bangunan
tidak melebihi 30 meter;
3. jarak antara tiang atap dengan tiang atap bangunan lainnva (sebanyak-
banyaknya 5 bangunan berderet) tidak melebihi 30 meter; dan
4. jarak bebas antara penghantar udara dengan benda lain yang terdekat
misalnya dahan atau daun, bagian bangunan dan lainnya sekurang--
kurangnya berjarak 0,5 meter dari penghantar udara tersebut.
c. penempatan gardu pembangkit diarahkan di luar kawasan perumahan dan
terbebas dari resiko keselamatan umum; dan
d. pengembangan jaringan baru atau penggantian jaringan lama pada pusat
sistem pusat pelayanan dan ruas-ruas jalan utama diarahkan dengan sistem
jaringan bawah tanah.
47
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana BBM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. pembangunan jaringan BBM harus mengacu pada rencana pola ruang dan
arah pembangunan;
b. peningkatan kualitas jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi
secara optimal dengan pembangunan Depo BBM yang sesuai dengan
peraturan perundang-undanga yang berlaku.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana air minum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. pemanfaatan sumber air untuk kebutuhan air minum wajib memperhatikan
kelestarian lingkungan;
b. pembangunan instalasi pengolahan air minum tidak diijinkan dibangun
langsung pada sumber air baku;
c. pembangunan dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan sambungan
rumah (SR) yang memanfaatkan bahu jalan wajib dilengkapi ijin galian yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
d. pembangunan dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan sambungan
rumah (SR) yang melintasi tanah milik perorangan wajib dilengkapi
pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah; dan
e. pembangunan fasilitas pendukung pengolahan air minum yang diijinkan
meliputi kantor pengelola, bak penampungan/reservoir, tower air, bak
pengolahan air dan bangunan untuk sumber energi listrik dengan:
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) setinggi-tingginya 30 %
2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) setinggi-tingginya 60 %
3. Sempadan bangunan sekurang-kurangnya sama dengan lebar jalan atau
sesuai dengan SK Gubernur dan/atau SK Bupati pada jalur-jalur jalan
tertentu.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi:
a. mempertegas sistem jaringan yang berfungsi sebagai jaringan primer,
sekunder, tersier maupun kwarter;
b. pengembangan kawasan terbangun yang di dalamnya terdapat jaringan irigasi
wajib dipertahankan secara fisik maupun fungsional dengan ketentuan
menyediakan sempadan jaringan irigasi sekurang-kurangnya 2 meter di kiri
dan kanan saluran; dan
c. pembangunan prasarana pendukung irigasi seperti pos pantau, pintu air,
48
bangunan bagi dan bangunan air lainnya mengikuti ketentuan teknis yang
berlaku.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g, meliputi:
a. tidak diijinkan membangun pada kawasan resapan air dan tangkapan air hujan
(catchment area);
b. setiap pembangunan wajib menyediakan jaringan drainase lingkungan dan/atau
sumur resapan yang terintegrasi dengan sistem drainase sekitarnya sesuai
ketentuan teknis yang berlaku;
c. tidak memanfaatkan saluran drainase untuk pembuangan sampah, air limbah
atau material padat lainnya yang dapat mengurangi kapasitas dan fungsi
saluran; dan
d. pengembangan kawasan terbangun yang didalamnya terdapat jaringan
drainase wajib dipertahankan secara fisik maupun fungsional dengan ketentuan
tidak mengurangi dimensi saluran serta tidak menutup sebagian atau
keseluruhan ruas saluran yang ada.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana pengolahan limbah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, meliputi:
a. setiap kegiatan usaha yang memproduksi air limbah diwajibkan untuk
menyediakan instalasi pengolahan limbah individu dan/atau komunal
sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku meliputi:
1. pengembangan perumahan dengan jumlah lebih dari 30 unit;
2. akomodasi wisata dengan jumlah kamar lebih dari 5 unit;
3. restoran/rumah makan dengan jumlah tempat duduk lebih dari 50 unit;
4. kompleks perdagangan dan jasa dengan luas lantai bangunan lebih dari
10.000 m2;
5. industri kecil/rumah tangga yang menghasilkan air limbah;
6. bengkel yang melayani ganti oli dan tempat cuci kendaraan;
7. usaha konveksi/ garmen yang dalam produksinya menggunakan zat-zat
kimia dan pewarna; dan
8. usaha petemakan yang menghasilkan air limbah dalam skala yang besar.
b. sistem pengelolaan air limbah meliputi pengelolaan secara primer, sekunder
dan tersier.
1. pengelolaan primer yaitu pengelolaan dengan menggunakan pasir dan
benda-benda terapung melalui bak penangkap pasir dan saringan untuk
49
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung
Pasal 57
e. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. radius mata air adalah 200 meter (di luar kawasan
permukiman) dan minimum 25 meter (di dalam kawasan permukiman); dan
b. rehabilitasi vegetasi di sekitar radius mata air.
51
h. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, meliputi:
a. pengamanan dan menjaga pelestarian dari berbagai bentuk ancaman baik
oleh kegiatan manusia maupun alam; dan
b. pemerintah daerah mengumumkan kepada seluruh pelaku pembangunan
tentang lokasi dan luas kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Paragraf 5
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Budidaya
Pasal 58
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan hutan produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pengembangan kegiatan diarahkan pada lahan-lahan yang
memiliki potensi/kesesuaian lahan untuk pengembangan hutan produksi
secara optimal dengan tetap mempertahankan asas kelestarian sumberdaya
lahan; dan
b. peningkatan produktifitas hutan produksi dengan prioritas
arahan pengembangan per jenis komoditi berdasarkan produktifitas lahan,
akumulasi produksi, dan kondisi penggunaan lahan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan rakyat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pengembangan diarahkan pada lahan-lahan yang memiliki potensi untuk
pengembangan hutan rakyat secara optimal dengan tetap mempertahankan
asas kelestarian sumberdaya lahan;
b. peningkatan produktivitas hutan dengan prioritas arahan pengembangan
perjenis komoditas berdasarkan produktivitas lahan, akumulasi produksi dan
kondisi penggunaan lahan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan
basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. pemantapan lahan sawah yang beririgasi teknis di seluruh kecamatan;
b. peningkatan produktivitas pertanian lahan basah;
c. pengembangan pertanian yang berbentuk kelompok tani;
d. pengembangan agrowisata pada daerah yang sesuai;
e. pengembangan kegiatan agroindustri;
f. pemeliharaan dan peningkatan prasarana pengairan pada lahan-lahan
sawah yang sebagian telah beralih fungsi; dan
g. mencegah dan membatasi alih fungsi lahan pertanian sawah produktif
untuk kegiatan budidaya lainnya.
53
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian lahan
kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. pengembangan kegiatan diarahkan pada lahan-lahan yang memiliki
potensi/ kesesuaian lahan pertanian tanaman pertanian lahan kering secara
optimal;
b. pengembangan produksi komoditas andalan/ unggulan daerah; dan
c. peningkatan produktivitas tanaman lahan kering.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 59
(1) Perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b adalah perizinan yang
terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(3) Penjabaran dari setiap butir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan diatur
dalam perda kabupaten secara tersendiri diantaranya dalam bentuk IMB.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Paragraf 1
Umum
Pasal 60
Paragraf 2
Ketentuan Insentif
Pasal 61
(1) Ketentuan insentif yang diberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf
a, terdiri atas:
a. insentif yang diberikan kepada masyarakat yang mau lahannya dijadikan lahan
pertanian berkelanjutan;
b. insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan
c. insetif yang diberikan pemerintah kepada pemerintah daerah, atau dengan
pemerintah daerah lainnya apabila dalam pelakasanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang.
(2) Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang mau lahannya dijadikan lahan
pertanian berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kemudahan memperoleh pinjaman dengan bunga rendah, pupuk dan
pemasaran;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat.
(3) Insentif yang diberikan kepada pengusaha dan swasta dalam pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimakud pada
ayat (1) huruf b, meliputi:
a. kemudahan prosedur perizinan;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; dan
c. pemberian penghargaan kepada pengusaha dan swasta.
(4) Insentif yang diberikan pemerintah kepada pemerintah daerah, atau dengan
pemerintah daerah lainnya apabila dalam pelaksanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. kemudahan prosedur perizinan;
b. kemudahan dalam mendapatkan kegiatan pembangunan serta pengadaan
infrastruktur;
c. pemberian penghargaan dan kenaikan pangkat.
Paragraf 3
Ketentuan Disinsentif
Pasal 62
(2) Disinsentif yang diberikan kepada masyarakat, pengusaha dan swasta dalam
pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan
ruang;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi;
d. izin tidak diperpanjang; dan
e. pinalti.
(3) Disinsentif yang diberikan kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. dibebas tugaskan dari urusan kepemerintahan;
b. dinon aktifkan dari jabatan; dan
c. pemecatan.
(4) Aparatur pemerintah dan masyarakat dalam kegiatan penataan ruang wilayah
Kabupaten Boyolali sesuai dengan kewenangannya wajib berlaku tertib dalam
keikutsertaannya dalam proses penataan ruang, sesuai dengan perundangan
yang berlaku.
(5) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 63
(3) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak
sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula
kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menertibkan izin pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(4) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang
dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi
administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
58
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi
administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) akan diatur dengan peraturan daerah kabupaten.
BAB VIII
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
(3) Peran serta masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan tata ruang
sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat berbentuk:
a. memberikan masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah;
b. mengindentifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
c. memberikan masukan dalam merumuskan konsepsi rencana tata ruang.
(4) Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dapat berbentuk:
a. memberikan masukan mengenai kebijkan pemanfaatan ruang;
b. bekerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan
kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Pasal 67
(1) Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang di wilayah kabupaten
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 68
60
(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Surat Keputusan Bupati.
BAB X
Pasal 69
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tindakan
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Bupati.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat.
(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan
menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Bupati.
Pasal 70
(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2)
dilakukan dengan mengamati dan memerikasa kesesuaian antara
penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan penataan
ruang, Bupati mengambil langkah penyelesaian.
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan
menggunakan pedoman bidang penataan ruang meliputi pengaturan, pembinaan dan
pelaksanaan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
Pasal 74
(1) RTRW Kabupaten memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun semenjak
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW Kabupaten ditinjau kembali
lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 75
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian
sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
62
KETENTUAN PIDANA
Pasal 76
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 77
(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan Pemerintah
Kabupaten diberikan wewenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap
pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 78
RTRW Kabupaten memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun semenjak ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.
Pasal 79
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait pemanfaatan
ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang di Kabupaten tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali
Nomor 11 Tahun 2004 Tentang RTRW Kabupaten Boyolali Tahun 2004-2014
(Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2004 Nomor 19 Seri E, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 71) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
64
Pasal 82
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 83
Ditetapkan di Boyolali
pada tanggal .....,.....,.....
BUPATI BOYOLALI,
( )
Diundangkan di Boyolali
pada tanggal ...,…,……..
( )