Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola Pengelolaan Sampah sampai saat ini masih menganut paradigma
lama dimana sampah masih dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna,
tak bernilai ekonomis dan sangat menjijikkan. Masyarakat sebagai
sumber sampah tak pernah menyadari bahwa tanggung jawab
pengelolaan sampah yang dihasilkan menjadi tanggung jawab dirinya
sendiri.
Apabila sampah - sampah yang luar biasa ini mulai menjadi
masalah bagi manusia, barulah manusia menyadari ketidak perduliannya
selama ini terhadap sampah dan mulai menimbulkan kepanikan dan
menghantui di mana - mana tanpa tahu apa yang harus dilakukan untuk
mengatasinya.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia, karena
setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah
atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap
barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Sehari setiap warga kota
menghasilkan rata-rata 900 gram sampah, dengan komposisi, 70%
sampah organik dan 30% sampah anorganik. Peningkatan jumlah
penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah.
Sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan
kata lain adalah sampah-sampah yang di buang ke tempat sampah
walaupun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang
dihasilkan dari proses pertambangan dan industri, tetapi merupakan
sampah yang selalu menjadi bahan pemikiran bagi manusia.
Tujuan dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah
menjadi energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan
sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio
dan proses thermal yang menghasilkan panas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah PLTSa?
2. Bagaimana perkembangan PLTSa di Indonesia?
3. Bagaimana proses konversi energi pada PLTSa?
4. Bagaimana karakteristik PLTSa?
1.3 Tujuan
1. Memenuhi tugas Sumber Daya Energi.
2. Mengetahui sejarah, proses konversi energi, karakteristik PLTSa, dan
perkembangan PLTSa di Indonesia.
BAB II
ISI
a) Sejarah PLTSa

Pada tahun 2002, di Jepang, telah dicanangkan “biomass-strategi


total Jepang” sebagai kebijakan negara. Sebagai salah satu teknologi
pemanfaatan biomass sumber daya alam dapat diperbaharui yang
dikembangkan di bawah moto bendera ini, dikenal teknologi
fermentasi gas metana. Sampah dapur serta air seni, serta isi septic
tank diolah dengan fermentasi gas metana dan diambil biomassnya
untuk menghasilkan listrik, lebih lanjut panas yang ditimbulkan juga
turut dimanfaatkan. Sedangkan residunya dapat digunakan untuk
pembuatan kompos.

Karena sampah dapur mengandung air 70–80%, sebelum dibakar,


kandungan air tersebut perlu diuapkan. Di sini, dengan pembagian
berdasarkan sumber penghasil sampah dapur serta fermentasi gas
metana, dapat dihasilkan sumber energi baru dan ditingkatkan
efisiensi termal secara total. Pemanfaatan Gas dari Sampah untuk
Pembangkit Listrik dengan teknologi fermentasi metana dilakukan
dengan dengan metode sanitary landfill yaitu, memanfaatkan gas
yang dihasilkan dari sampah (gas sanitary landfill/LFG).

Landfill Gas (LFG) adalah produk sampingan dari proses


dekomposisi dari timbunan sampah yang terdiri dari unsur 50% metan
(CH4), 50% karbon dioksida (CO2) dan <1% non-methane organic
compound (NMOCs). LFG harus dikontrol dan dikelola dengan baik
karena lanjut Dia, jika hal tersebut tidak dilakukan dapat menimbulka
smog (kabut gas beracun), pemanasan global dan kemungkinan
terjadi ledakan gas, sistem sanitary landfill dilakukan dengan cara
memasukkan sampah kedalam lubang selanjutnya diratakan dan
dipadatkan kemudian ditutup dengan tanah yang gembur demikian
seterusnya hingga menbentuk lapisan-lapisan.

Untuk memanfatkan gas yang sudah terbentuk, proses selanjutnya


adalah memasang pipa-pipa penyalur untuk mengeluarkan gas. Gas
selanjutnya dialirkan menuju tabung pemurnian sebelum pada
akhirnya dialirkan ke generator untuk memutar turbin. Dalam
penerapan sistem sanitary landfill yang perlu diperhatikan adalah,
luas area harus mencukupi, tanah untuk penutup harus gembur,
permukaan tanah harus dalam dan agar ekonomis lokasi harus dekat
dengan sampah sehingga biaya transportasi untuk mengangkut tanah
tidak terlalu tinggi.

b) Perkembangan PLTSa di Indonesia


Indonesia akan punya PLTSa Thermal di 7 kota yaitu: Provinsi
DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota
Surakarta, Kota Surabaya, dan Kota Makassar. Sayangnya,
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ini dinilai tidak
sesuai dengan prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yang
mengedepankan pertimbangan kesehatan manusia dan lingkungan
serta kehati-hatian dini dalam penentuan teknologi.
Ide untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ini
datang dari Pemerintah Kota Bandung yang dihadapkan pada
permasalahan berupa tidak tersedianya lagi ruang di kota Bandung
untuk membuang sampah sebagai tempat pembuangan akhir (TPA).
Untuk itu, salah satu solusi yang dapat diambil adalah dengan
memangkas volume sampah yang dihasilkan oleh penduduk Bandung
setiap harinya, yang jumlahnya mencapai 2785 m3 per hari.
Pemangkasan itu dapat dilakukan dengan cara mengubah sampah
tersebut menjadi abu dengan membakarnya.
Ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi.
Pertama, melalui proses biologis yang menghasilkan biogas. Kedua,
melalui proses thermal yang menghasilkan panas. Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTSa) yang akan dibangun di 7 kota tersebut,
menggunakan proses thermal (pembakaran) sebagai proses
konversinya. Inilah yang ditentang oleh para pegiat lingkungan.
Pada dasarnya konsep PLTSa Bandung sendiri setali tiga uang
dengan konsep 'waste-to-energy' (WTE) di kota-kota di negara maju
dunia. Dalam konsep WTE, energi bukanlah 'outcome' utama yang
diharapkan, melainkan pereduksian volume sampah itu sendiri. Hal
ini dikemukakan Tim FS (feasibility study) dalam definisinya
mengenai PLTSa. Jadi, untuk mereduksi sampah, PLTSa akan
menggunakan pemusnah sampah (incinerator) modern yang
dilengkapi dengan peralatan kendali pembakaran dan sistem monitor
emisi gas buang yang terus-menerus, yang nantinya akan
menghasilkan energi listrik. Jadi, PLTSa adalah insinerator pemusnah
sampah yang hasil pembakarannya dikonversi menjadi tenaga uap
untuk menggerakkan generator pembangkit listrik.
Berdasarkan hasil studi kelayakan di Kota Bandung tersebut, dari
sekitar 2785 m3 sampah yang dihasilkan penduduk Bandung setiap
harinya, sekitar 25,22% adalah sampah yang masih bisa didaur ulang,
sedangkan 74,78% sisanya adalah sampah yang dapat digunakan
sebagai sumber energi, karena sebagian besar komposisi sampah di
Bandung adalah sampah organik (42% berat, atau 58% volume). Juga
diperlihatkan bahwa sebagian besar sampah di kota Bandung,
kandungan utamanya adalah 'volatile matter', yang akan menguap
ketika volume sampah direduksi dengan cara dibakar. Inilah alasan
yang mendasari dibangunnya PLTSa.

c) Proses Konversi Energi pada PLTSa


 Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa
cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada
dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi
oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila
berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H
dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas
karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur
penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen
(N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas
(SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh
insinerator ialah open burning, single chamber, open pit,
multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized
bed incinerator.
Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat
melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya
proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-
molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi
molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa
dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char,
dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia
padatan organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses
perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada
temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti
halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang
dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.

Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan


saat ini menggunakan proses insenerasi. Sampah dibongkar
dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator.
Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari
hasil pembakaran digunakan untuk merubah air menjadi uap
bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa
pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak
mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses
pembakaran). Teknologi pengolahan sampah ini memang
lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai
ilustrasi : 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton
batu bara. Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk
menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis juga bisa
menghemat devisa.
 Proses Konversi Biologis
Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara
digestion secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill).
Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi
gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas
menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas
methane dapat digunakan untuk berbagai sistem
pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan
sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas
methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500
kJ/Nm3.



Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya
di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan
didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-
senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi
dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang
masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang
disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan
baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam
badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill
harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba
dalamlandfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap
awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada
proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai
kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil
biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa
yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum
sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas
dengan pompa desentralisasi.
d) Karakteristik Input-Output Pembangkit

Karakteristik input output pembangkit thermal adalah


karakteristik yang menggambarkan hubungan antara input bahan
bakar (liter/jam) dan output yang dihasilkan oleh pembangkit (MW).
Untuk menggambarkan karakteristik input output dapat dilihat pada
gambar 1, yang menunjukkan karakteristik input-output suatu unit
pembangkit tenaga uap yang ideal. Input unit yang ditunjukkan pada
sumbu ordinat adalah kebutuhan energi panas (MBtu/jam) atau biaya
total per jam (R/jam). Outputnya adalah output daya listrik dari unit
tersebut.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pembangkit listrik tenaga sampah atau Pembangkit listrik
sampah atau Pembangkit listrik tenaga biomasa sampah adalah
pembangkit listrik thermal dengan uap supercritical steam dan
berbahan bakar sampah atau gas sampah methan. Sampah atau gas
methan sampah dibakar menghasilkan panas yang memanaskan
uap pada boiler steam supercritical. Uap kompresi tinggi
kemudian menggerakkan turbin uap dan flywheel yang
tersambung pada generator dinamo dengan perantara gear
transmisi atau transmisi otomatis sehingga menghasilkan listrik.
2. Proses konversi pada PLTSa terdapat dua jenis yaitu
proses konversi thermal dan proses konversi biologis. Pada
konversi thermal terdapat pilorisa dan gasifikasi. Proses konversi
biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik
(biogas) atau tanah urug (landfill).
Daftar Pustaka :

1. Materi Presentasi Kelompok PLTSa


2. https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_listrik_tenaga_sampah
3. https://kumparan.com/manik-sukoco/tentang-pembangunan-
pembangkit-listrik-tenaga-sampah

Anda mungkin juga menyukai