Anda di halaman 1dari 41

BAB IV

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

4.1. Geomorfologi Daerah Bener dan Sekitarnya


4.1.1. Pola Pengaliran
Menurut Howard (1967), pola pengaliran adalah kumpulan jalur - jalur
pengaliran hingga bagian terkecilnya pada batuan yang mengalami pelapukan atau
tidak ditempati oleh sungai secara permanen. Dalam proses geologi maupun
geomorfologi, air memegang peranan penting yang memiliki kemampuan sebagai
pengantar proses pelapukan dan erosi serta dapat merubah bentukan permukaan
bumi secara perlahan-lahan yang kemudian menjadi media transportasi dan proses
sedimentasi.
Berdasarkan hasil analisis peta topografi dan keadaan dilapangan pada
daerah penelitian serta berdasarkan pada bentuk dan arah aliran sungai, kemiringan
lereng, kontrol litologi, dan struktur geologi yang berkembang pada daerah
penelitian, maka peneliti dapat membagi pola aliran yang terdapat pada daerah
penelitian yaitu fault trellis berdasarkan klasifikasi Howard (1967) (Gambar 4.1.).

Gambar 4.1. Pola pengaliran ubahan fault trellis (Howard, 1967)

Pola aliran fault trellis merupakan pola ubahan dari pola pengaliran dasar
trellis. Pada daerah penelitian, terdapat sungai yang mengalir sepanjang jurus dari
lapisan dengan anak sungai yang tegak lurus terhadap sungai utama. Pola
pengaliran ini mengalir pada bedrock stream berupa batuan sedimen dan batuan
beku dengan bentuk lembah U - V serta dikontrol oleh tingkat kelerengan, litologi,
dan struktur geologi dimana pada daerah penelitian memiliki tingkat kelerengan

46
curam sampai miring dengan resistensi batuan sedang – tinggi dan dipengaruhi
struktur geologi berupa kekar dan sesar.

4.1.2. Dasar Pembagian Satuan Bentuk Lahan


Penentuan satuan geomorfik daerah penelitian mengacu pada klasifikasi
morfologi menurut Van Zuidam (1983). Klasifikasi ini mengacu pada aspek fisik
(batuan penyusun), kontrol struktur, dan proses permukaan yang berkembang.
Konsep dasar penamaan satuan geomorfik secara terperinci dirangkum dalam
pemerian geomorfologi yang terdiri dari:
1. Morfologi yaitu aspek relief secara umum, meliputi:
a) Morfografi adalah susunan dari objek alami yang ada di permukaan
bumi, bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain
lembah, bukit, perbukitan, dataran pegunungan, teras sungai, tebing
pantai, kipas aluvial, plato, dan lain–lain.
b) Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan,
antara lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian,
bentuk lembah, dan pola pengaliran. Berikut klasifikasi kemiringan
lereng Van Zuidam 1983

Tabel 4.1.Klasifikasi Kemiringan Lereng (Van Zuidam, 1983)


No Kemiringan Lereng % Lereng
1. Rata/hampir rata 0-2
2. Landai 3-7
3. Miring 8-13
4. Agak curam 14-20
5. Curam 21-55
6. Sangat curam 56-140
7. Amat sangat curam > 140

2. Morfogenesa adalah asal usul pembentukan dan perkembangan bentuk


lahan serta proses – proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah
struktur geologi, litologi penyusun, dan proses geomorfologi. Morfogenesa
meliputi:

47
a) Morfostruktur aktif, berupa tenaga endogen seperti pengangkatan,
perlipatan, dan pensesaran. Bentuk lahan yang berkaitan erat dengan
hasil gaya endogen yang dinamis termasuk gunung api, tektonik
(lipatan dan sesar), seperti: gunung api, pegunungan antiklin, dan
gawir sesar.
b) Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan
tipe batuan maupun struktur batuan yang berkaitan dengan denudasi
seperti messa, cuesta, hogback, dan kubah.
c) Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan
tenaga air, es, gerakan masa, dan kegunungapian. Bentuk lahan yang
berkaitan erat dengan hasil kerja gaya eksogen (air, es, angin, dan
gerakan tanah) seperti gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai,
dan lahan kritis.
Berdasarkan pembagian satuan bentuk lahan di atas, maka daerah penelitian
dibagi menjadi 4 satuan bentuk lahan, antara lain Satuan Bentuk Lahan Tubuh
Sungai (F1), Lembah Homoklin (S1), Perbukitan Struktural (S2), dan Perbukitan
Lava (S1).

48
4.1.3. Satuan Bentuk Lahan Tubuh Sungai (F1)

Foto 4.1. Kenampakkan satuan bentuk lahan tubuh sungai. Foto diambil dari LP 20,
arah kamera N030OE

Satuan bentuk lahan ini menempati luasan 5% dari seluruh daerah


penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa sungai dengan kemiringan
curam sampai miring (8% - 21%) berdasarkan klasifikasi Van Zuidam, 1983 dan
memiliki elevasi kurang lebih 162meter dengan bentuk lembah U sampai V serta
tingkat pelapukan dan pengerosian sedang sampai kuat. Pola pengaliran yang
berkembang berupa fault trellis. Morfostruktur pasif dengan litologi berupa breksi
dengan fragmen andesit dan batugamping. Morfostruktur aktif atau aspek yang
berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa sesar dan
kekar.

49
4.1.4. Satuan Bentuk Lahan Lembah Homoklin (S1)

Foto 4.2. Kenampakkan satuan bentuk lahan lembah homoklin. Foto diambil dari LP 140,
arah kamera N098OE

Satuan bentuk lahan ini hampir menempati keseluruhan di daerah penelitian


dengan luasan 10% dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan
morfologi berupa lembah dengan kemiringan lereng miring (8% - 13%)
berdasarkan klasifikasi Van Zuidam, 1983 dan memiliki elevasi antara 150 –
214meter dengan bentuk lembah U sampai V serta tingkat pelapukan dan
pengerosian sedang sampai kuat. Pola pengaliran yang berkembang berupa fault
trellis. Morfostruktur pasif dengan litologi berupa batugamping. Morfostruktur
aktif atau aspek yang berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk
lahan ini berupa kekar.

50
4.1.5. Satuan Bentuk Lahan Perbukitan Struktural (S2)

Foto 4.3. Kenampakkan satuan bentuk lahan perbukitan struktural. Foto diambil dari LP
140, arah kamera N002OE

Satuan bentuk lahan ini menempati luasan 75% dari seluruh daerah
penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa perbukitan dengan
kemiringan lereng agak curam sampai curam (14% - 55%) berdasarkan klasifikasi
Van Zuidam, 1983 dan memiliki elevasi antara 150 – 443meter dengan bentuk
lembah U sampai V serta tingkat pelapukan dan pengerosian sedang sampai kuat.
Pola pengaliran yang berkembang berupa fault trellis. Morfostruktur pasif dengan
litologi berupa breksi dengan fragmen andesit.

51
4.1.6. Satuan Bentuk Lahan Perbukitan Lava (V1)

Foto 4.4. Kenampakkan satuan bentuk lahan perbukitan lava. Foto diambil dari LP 140,
arah kamera N098OE

Satuan bentuk lahan ini menempati luasan 10% dari seluruh daerah
penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa perbukitan dengan
kemiringan lereng agak curam sampai curam (14% - 55%) berdasarkan klasifikasi
Van Zuidam, 1983 dan memiliki elevasi antara 175 – 375 meter dengan bentuk
lembah U sampai V serta tingkat pelapukan dan pengerosian sedang sampai kuat.
Pola pengaliran yang berkembang berupa fault trellis. Morfostruktur pasif dengan
litologi berupa lava andesit. Morfostruktur aktif atau aspek yang berhubungan
dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa kekar.

4.1.7. Stadia Geomorfik


Setiap bentuk morfologi pada suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai proses
yang menyebabkan perubahan bentuk morfologi. Penyebab dari perubahan ini
adalah proses eksogen dan endogen. Stadia geomorfik ditentukan oleh adanya
tingkat erosi dan dapat dibagi menjadi stadia muda, stadia dewasa, dan stadia tua.

52
Kondisi morfologi daerah penelitian cenderung dikontrol oleh resistensi
batuan dan struktur geologi berupa sesar dan kekar. Proses-proses yang
mempengaruhi tersebut menyebabkan morfologi pada daerah penelitian bervariasi.
Aktivitas erosi yang berlangsung diperlihatkan oleh adanya lembah sungai yang
berbentuk U sampai dengan V yang menunjukkan erosi sedang sampai kuat.
Dilihat dari bentukan topografi, tingkat kelerengan, struktur geologi yang
berkembang, dan tingkat erosi permukaan pada uraian diatas, penulis
menyimpulkan bahwa stadia geomorfik pada daerah penelitian adalah stadia muda
sampai dewasa.

4.2. Stratigrafi Daerah Bener dan Sekitarnya


4.2.1. Pembagian Satuan Batuan
Penulis menggunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan
litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan berdasarkan ciri–ciri fisik
litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan
keseragaman serta posisi stratigrafi terhadap satuan–satuan yang ada di bawah
maupun di atasnya (berdasarkan Stratigrafi Pegunungan Kulon Progo oleh
Pringgoprawiro dan Riyanto tahun 1988).
Kandungan fosil digunakan untuk menentukan umur relatif dari tiap -
tiap satuan batuan yang diambil dari contoh batuan berdasarkan posisi stratigrafi
dan ciri litologi. Sedangkan dalam penentuan lingkungan pengendapan
didasarkan pada ciri fisik (struktur dan tekstur), kimiawi (komposisi litologi),
dan biologi (kandungan fosil). Penamaan satuan batuan mengacu pada pembagian
tata nama yang sesuai dengan kaidah Sandi Stratigrafi Indonesia (1996).
Adapun Satuan batuan secara berurutan dari tua ke muda yang terdapat pada
daerah penelitian (Gambar 4.2.), meliputi :
1. Satuan lava-andesit Kaligesing
2. Satuan breksi-andesit Kaligesing
3. Intrusi Andesit
4. Satuan batugamping Sentolo

53
Gambar 4.2. Kolom stratigrafi daerah penelitian

4.2.2. Satuan lava-andesit Kaligesing


4.2.2.1 Dasar Penamaan
Penamaan dari Satuan batuan ini mengacu pada Sandi Stratigrafi
Indonesia (SSI) tahun 1996 untuk penamaan satuan tidak resmi yang didasarkan
atas ciri litologi yang dominan. Kehadiran lava yang dominan menjadi dasar
penamaan pada satuan batuan ini. Berdasarkan ciri-ciri fisik dan kimia batuan
didapatkan bahwa satuan ini memiliki karakteristik yang sama dengan Formasi
Kaligesing (berdasarkan stratigrafi Pegunungan Kulon Progo, Pringgoprawiro dan
Riyanto 1987). Sehingga, satuan ini dinamakan Satuan lava-andesit Kaligesing.

4.2.2.2 Ciri Litologi


Secara spesifik litologi penyusun Satuan lava-andesit Kaligesing pada
daerah penelitian terdiri dari litologi lava andesit dengan pemerian secara lapangan
yaitu batuan beku intermediet vulkanik, dengan warna abu abu kehitaman, warna
lapuk abu abu, drajat granularitas fanerik sedang – fanerik halus (< 0,1 – 5mm),
derajat kristalisasi hipokristalin, bentuk kristal subhedral, relasi inequigranular
vitroverik, dan komposisi mineral kuarsa 9%, biotit 14%, plagioklas 30%, piroksen
20%, hornblende 20%, massa dasar 7%. Singkapan lava andesit ini menunjukkan
struktur sheeting joint (Foto 4.5.), autobreksia (Foto 4.6.A), vesikuler (Foto 4.6.B),
dan masif (Foto 4.7.).

54
Hasil analisis sayatan tipis pada LP 135 (Foto 4.8.) didapatkan batuan beku
intermediet vulkanik, warna kuning kehitaman, indeks warna 25%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas afanitik - fanerik sedang (< 0,1 – 5mm), bentuk kristal
anhedral – subhedral, ukuran kristal 2 - 3 mm; relasi inequigranular vitroferik;
disusun oleh : plagioklas 45%, mineral opak 25%, hornblende 15%, piroksen 10%,
kuarsa 5%. Berdasarkan klasifikasi Clan Williams (1954), batuan ini bernama
Andesit.

Foto 4.5. Kenampakan singkapan lava andesit memiliki struktur sheeting joint dengan
kedudukan N195OE/27O pada LP 135, arah kamera N225OE

55
Foto 4.6. A. Kenampakan singkapan lava andesit memiliki struktur autobreksia pada LP
137, arah kamera N345OE; B. Kenampakan singkapan lava Kaligesing memiliki struktur
vesikuler pada LP 139, arah kamera N110OE

Foto 4.7. Kenampakan singkapan lava andesit memiliki struktur masif pada LP 138,
arah kamera N110OE

56
Foto 4.8. Kenampakan sayatan lava andesit pada LP 134

4.2.2.3 Penyebaran
Satuan ini menempati sekitar 4 % dari luas wilayah penelitian dan hanya
terdapat di wilayah Desa Wadas. Satuan ini pada peta geologi diberi simbol warna
merah.

4.2.2.4 Penetuan Umur


Penentuan umur mengacu pada stratigrafi cekungan Kulon Progo
(Pringgoprawiro dan Riyanto 1988) yaitu Formasi Kaligesing yang memiliki umur
Oligosen akhir – Miosen awal. Berdasarkan penentuan umur absolut batuan dengan
menggunakan metode K – Ar (Soeria Atmadja, dkk., 1994 dalam Harjanto 2008)
didapatkan bahwa batuan volkanik di daerah Kulon Progo berkisar antara 29,63 +
sampai 22,64 + 1,13 juta tahun yang lalu (Oligosen akhir – Miosen Awal).

4.2.2.5 Lingkungan Pengendapan


Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan ini berdasarkan ciri-ciri
litologi serta struktur yang berkembang yaitu sheeting joint, autobreksia, vesikuler,
dan masif sehingga dapat disimpulkan satuan ini diendapkan pada lingkungan darat.
Menurut Bogie & Mackinzie (1998) dalam Bronto (2006) mengenai model
pembagian fasies gunung api, Satuan lava-andesit Kaligesing dapat dimasukkan
dalam fasies Proksimal (Gambar 4.3.).

57
Gambar 4.3. Fasies gunung api beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie &
Mackenzie, 1998 dalam Bronto 2006), yang dalam kotak adalah fasies gunungapi daerah
penelitian

4.2.2.6 Hubungan Stratigrafi


Pada Satuan lava-andesit Kaligesing ini tidak ditemukan adanya fosil. Bukti
di lapangan tidak ditemukan adanya kontak menjari antara Satuan lava-andesit
Kaligesing dan Satuan breksi-andesit Kaligesing, tetapi pada lokasi penelitian
ditemukan singkapan lava dan breksi secara berselang seling pada satu jurus yang
sama sehingga peneliti menyimpulkan hubungan stratigrafi antara Satuan lava-
andesit Kaligesing dan Satuan breksi-andesit Kaligesing adalah menjari.
Aspek kimia dikaitkan dengan komposisi dari batuan penyusun yang
merupakan material vulkanik dan non karbonatan, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan vulkanik atau gunung
api dimana berdasarkan variasi litologi yang ditemukan, satuan ini diendapkan pada
lingkungan darat, yaitu pada fasies proksimal.

58
4.2.3. Satuan breksi-andesit Kaligesing
4.2.3.1 Dasar Penamaan
Penamaan dari satuan batuan ini mengacu pada Sandi Stratigrafi Indonesia
(SSI) tahun 1996 untuk penamaan satuan tidak resmi yang didasarkan atas ciri
litologi yang dominan. Kehadiran breksi bersifat monomik dengan fragmen andesit
yang dominan menjadi dasar penamaan satuan batuan. Berdasarkan ciri-ciri fisik
dan kimia batuan, didapatkan bahwa satuan ini memiliki karakteristik yang sama
dengan Formasi Kaligesing (berdasarkan stratigrafi Pegunungan Kulon Progo,
Pringgoprawiro dan Riyanto, 1988). Sehingga, satuan ini dinamakan Satuan breksi-
andesit Kaligesing.

4.2.3.2 Ciri Litologi


Secara spesifik litologi penyusun Satuan breksi-andesit Kaligesing pada
daerah penelitian terdiri dari litologi breksi dengan fragmen andesit (Foto 4.9.),
dengan sisipan batupasir (Foto 4.10.). Hasil pengamatan lapangan pada beberapa
singkapan, didapatkan ciri ciri litologi breksi dan batupasir.
Breksi; warna abu abu; struktur masif; ukuran butir kerakal sampai bongkah
(4 - > 256mm); bentuk butir menyudut sampai agak membundar; kemas terbuka;
terpilah buruk; komposisi fragmen andesit, matriks tuf, semen silika. Secara
megaskopis, fragmen pada breksi memiliki ciri – ciri batuan beku intermediet
vulkanik, dengan warna abu abu kehitaman, drajat granularitas fanerik sedang –
fanerik halus (< 0,1 – 5mm), derajat kristalisasi hipokristalin, bentuk kristal
subhedral, relasi inequigranular vitroverik, dan komposisi mineral kuarsa 20%,
plagioklas 25%, hornblende 35%, dan massa dasar 15% (Foto 4.9.B).
Batupasir; warna hitam keabuan; struktur masif; ukuran butir pasir halus
sampai pasir sedang (0,125 – 0,5mm); bentuk butir agak menyudut - membulat;
kemas terbuka; terpilah buruk; komposisi litik, hornblende, kuarsa, dan semen
silika. Struktur sedimen yang ditemukan pada satuan ini yaitu masif (Foto 4.11.A)
dan graded bedding (Foto 4.11.B) dan ditemukan adanya sphaeroidal weathering
(pelapukan mengulit bawang). (Foto 4.12.).
Dari hasil analisis sayatan tipis fragmen Breksi Andesit pada LP 25 (Foto
4.13.), didapatkan batuan beku intermediet vulkanik, warna kuning coklat
kehitaman, indeks warna 50%, kristalinitas hipokristalin, granularitas afanitik –

59
fanerik sedang (< 0,1 – 5mm), bentuk kristal anhedral sampai subhedral, ukuran
kristal 0,2 - 3 mm, relasi inequigranular vitroverik, disusun oleh : plagioklas 35%,
hornblende 25%, piroksen 21%, mineral opak 7%, dan masa dasar gelas 12%.
Berdasarkan klasifikasi Williams (1954) fragmen breksi ini bernama Andesit.

Foto 4.9. A. Kenampakan singkapan breksi yang termasuk dalam Satuan breksi-andesit
Kaligesing pada LP 25, arah kamera N216OE; B. Inset foto fragmen breksi berupa andesit

Foto 4.10. Kenampakan singkapan batupasir, arah kamera N250O E

60
Foto 4.11. A. Kenampakan singkapan breksi yang termasuk dalam Satuan breksi-andesit
Kaligesing pada LP 50 dengan struktur masif, arah kamera N111OE; B. Kenampakan
singkapan breksi andesit dengan struktur sedimen graded bedding pada LP 21, arah
kamera N005OE

Foto 4.12. Kenampakan sphaeroidal weathering pada singkapan breksi yang termasuk
dalam Satuan breksi-andesit Kaligesing pada LP 35 dan LP 115, arah kamera N054OE

61
Foto 4.13. Sayatan petrografis fragmen breksi Satuan breksi-andesit Kaligesing

Foto 4.14. Sayatan petrografis matriks breksi Satuan breksi-andesit Kaligesing

Hasil analisis sayatan tipis matriks breksi pada LP 25 (Foto 4.14.)


didapatkan sayatan tipis batuan piroklastik; warna netral; tekstur klastik; ukuran
butir 0,1 – 1mm; bentuk butir menyudut tanggung; disusun oleh plagioklas 30%,
piroksen 20%, litik 20%, kristal tuf 2%, debu vulkanik 28%, didapatkan nama litik
tuff (klasifikasi Pettijohn, 1975)

62
4.2.3.3 Penyebaran
Satuan ini menempati sekitar 83 % dari luas wilayah penelitian meliputi
Desa Margoyoso, Desa Mayung Sari, Desa Sukowuwuh, Desa Kalijambe, Desa
Jati, Desa Kamijoro, Desa Medono, Desa Bleber, dan Desa Pekacangan. Satuan ini
pada peta geologi diberi simbol warna oranye.

4.2.3.4 Penentuan Umur


Penentuan umur mengacu pada stratigrafi cekungan Kulon Progo
(Pringgoprawiro dan Riyanto 1988) yaitu Formasi Kaligesing yang memiliki umur
Oligosen akhir – Miosen awal. Hal ini dikarenakan analisis mikropaleontologi
foraminifera planktonik tidak dilakukan.

4.2.3.5 Lingkungan Pegendapan


Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan ini berdasarkan ciri-ciri
litologi dan struktur sedimen yang berkembang. Pada umumnya, struktur sedimen
yang dijumpai berupa masif sehingga dapat disimpulkan satuan ini diendapkan
pada lingkungan darat.

4.2.3.6 Hubungan Stratigrafi


Pada Satuan breksi-andesit Kaligesing ini tidak ditemukan adanya fosil.
Bukti di lapangan tidak ditemukan adanya kontak menjari antara Satuan lava-
andesit Kaligesing dan Satuan breksi-andesit Kaligesing, tetapi pada lokasi
penelitian ditemukan singkapan lava dan breksi secara berselang seling pada satu
jurus yang sama sehingga peneliti menyimpulkan hubungan stratigrafi antara
Satuan lava-andesit Kaligesing dan Satuan breksi-andesit Kaligesing adalah
menjari.
Aspek kimia dikaitkan dengan komposisi dari batuan penyusun yang
merupakan material vulkanik non karbonatan, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan vulkanik atau gunung api dimana
berdasarkan variasi litologi yang ditemukan, satuan ini diendapkan pada
lingkungan darat, yaitu pada fasies proksimal.

63
4.2.4 Intrusi Andesit
4.2.4.1 Dasar Penamaan
Berdasarkan temuan di lapangan, litologi ini berupa intrusi batuan beku
dengan struktur columnar joint dengan penamaan lapangan yaitu andesit. Maka
satuan ini disebut dengan intrusi andesit.

4.2.4.2 Ciri Litologi


Secara spesifik litologi penyusun intrusi andesit pada daerah penelitian
terdiri dari litologi andesit dengan pemerian secara lapangan (Foto 4.15.) yaitu
warna hitam, struktur masif, derajat granularitas fanerik sedang (1 – 5mm), derajat
kristalisasi hipokristalin, bentuk kristal subhedral, relasi inequigranular vitroverik,
komposisi mineral kuarsa 5%, biotit 10%, plagioklas 15%, hornblende 15%,
piroksen 10%, dan massa dasar 45%.

Xenolit berupa andesit

Foto 4.15. Kenampakan singkapan intrusi andesit memiliki struktur columnar joint, dan
kenampakkan xenolith berupa andesit pada LP 158, Arah kamera N296OE

64
Foto 4.16. Kenampakan sayatan intrusi andesit pada LP 158

Dari hasil analisis sayatan tipis (Foto 4.16.) didapatkan batuan beku
intermediet vulkanik, warna kuning kehitaman, indeks warna 30%, kristalinitas
hipokristalin, granularitas afanitik - fanerik sedang (< 0,1 – 5mm), bentuk kristal
anhedral sampai subhedral, ukuran kristal 0,1 – 0,3 m, relasi inequigranular
vitroferik, disusun oleh plagioklas 32%, piroksen 30%, masa dasar 28%, mineral
opaq 10%. Berdasarkan klasifikasi Williams (1954), batuan ini bernama Andesit.

4.2.4.3 Penyebaran
Satuan ini menempati sekitar 2 % dari luas wilayah penelitian dan berada di
Desa Bleber. Satuan ini pada peta geologi diberi simbol warna merah muda.

4.2.4.4 Penetuan Umur


Berdasarkan penentuan umur absolut batuan dengan menggunakan metode
K – Ar (Soeria Atmadja, dkk. 1994 dalam Harjanto 2008) didapatkan bahwa batuan
volkanik di daerah Kulon Progo berkisar antara 29,63 + sampai 22,64 + 1,13 juta
tahun yang lalu (Oligosen akhir – Miosen Awal).

65
4.2.5. Satuan batugamping Sentolo
4.2.5.1 Dasar Penamaan
Penamaan dari satuan batuan ini mengacu pada Sandi Stratigrafi Indonesia
(SSI) tahun 1996 untuk penamaan satuan tidak resmi yang didasarkan atas ciri
litologi yang dominan. Kehadiran batugamping yang dominan menjadi dasar
penamaan satuan batuan ini. Berdasarkan ciri-ciri fisik dan kimia batuan,
didapatkan bahwa satuan ini memiliki karakteristik yang sama dengan Formasi
Sentolo (berdasarkan stratigrafi Pegunungan Kulon Progo, Pringgoprawiro dan
Riyanto 1988).

4.2.5.2 Ciri Litologi


Secara spesifik litologi penyusun Satuan batugamping Sentolo pada daerah
penelitian didominasi oleh litologi batugamping yang pada umumnya memiliki
ukuran butir renite (0,062 – 2mm) (Foto 4.18.), namun terkadang dijumpai
singkapan dengan ukuran butir lutite (< 2mm) (Foto 4.19.) pada beberapa lokasi
penelitian. Struktur sedimen yang berkembang yaitu laminasi.
Berikut pemerian lapangan batugamping yaitu dengan warna segar coklat
keabuan, warna lapuk coklat kehitaman, dengan tekstur ukuran butir renite (0,062
– 2mm), derajat pembundaran membundar, derajat pemilahan baik, kemas tertutup,
struktur laminasi sejajar, dengan komposisi allocherm litik, interklas, matriks kalsit,
dan semen karbonat. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) batuan ini bernama
Packestone.

Foto 4.17.A. Kenampakan singkapan batugamping Formasi Sentolo pada LP 66, arah
kamera N275OE; B. Inset foto batugamping, arah kameraN275OE

66
Foto 4.18.A. Kenampakan singkapan batugamping berukuran renite Formasi Sentolo
pada LP 77 Desa Karang Sari, arah kamera N270OE; B. Kenampakan singkapan
batugamping berukuran renit Formasi Sentolo pada LP 80 Desa Karangsari, arah kamera
N256OE

Foto 4.19. A. Kenampakan singkapan batugamping berukuran lutite Formasi Sentolo


pada LP 4 Desa Bener, arah kamera N146OE; B. Kenampakan singkapan batugamping
berukuran lutit Formasi Sentolo pada LP 67 Desa Ketosari, arah kamera N226OE

Secara petrografis (Foto 4.20.), batuan sedimen karbonat klastik, warna


kuning kecokelatan, bertekstur klastik, ukuran 0,1 – 0,4 mm, butiran didukung oleh
mud supported, bentuk butir agak membundar - membundar, terpilah buruk, kontak
butiran float contact, disusun oleh lumpur karbonat, foram, kalsit, kuarsa,
plagioklas. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962), batuan bernama Packestone.

67
Foto 4.20. Kenampakan sayatan batugamping Formasi Sentolo pada LP 63

4.2.5.3 Penyebaran
Satuan ini menempati sekitar 11 % dari luas wilayah penelitian meliputi
Desa Bener, Desa Karang Sari dan Desa Kaliboto. Satuan ini pada peta geologi
diberi simbol warna biru muda.

4.2.5.4 Penentuan Umur


Hasil analisis fosil pada sampel penampang stratigrafi terukur bagian bawah
menunjukkan kehadiran mikrofosil panktonik Globigerina riveroae, Globorotalia
obesa, Globigerina nepenthes, Globoquadrina dehiscens, Hastigerina
aequilateralis, Orbulina universa menunjukkan umur N18-N19 (Miosen Akhir –
Pliosen Awal (Blow, 1969)). Sampel pada bagian tengah ini menunjukkan
kehadiran mikrofosil panktonik Globorotalia menardii, Globigerina
parabulloides, Globorotalia plesiotumida, Globoquadrina altispira, Orbulina
bilobata, Hastigerina aequilateralis yang menunjukkan umur N17-N18 (Miosen
Akhir – Pliosen Awal (Blow, 1969)). Bagian atas satuan ini menunjukkan kehadiran
mikrofosil panktonik Globorotalia nana, Globigerina praebulloides, Globigerina
nepenthes, Globoquadrina dehiscens, Globorotalia obesa yang menunjukkan umur
N14-N16 (Miosen Tengah-Miosen Akhir). Sehingga berdasarkan umur relatif dari

68
mikrofosil planktonik tersebut maka umur satuan ini yaitu Miosen Tengah sampai
Pliosen Awal (N14-N19).

4.2.5.5 Lingkungan Pengendapan


Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan ini berdasarkan kandungan
fosil foraminifera bentonik dan dapat dilihat pada pembagian zona bathimetri
menurut Barker, 1960. Berdasarkan analisis fosil bentonik didapatkan zona
batimetri Neritik Tengah sampai Bathial Atas.

4.2.5.6 Hubungan Stratigrafi


Berdasarkan posisi stratigrafi antar Satuan batuan di lapangan, Satuan ini
memiliki hubungan tidak selaras berupa disconformity terhadap Satuan breksi-
andesit Kaligesing (Foto 4.21). Hubungan tidak selaras ini ditandai dengan
dijumpainya pada lapangan daerah penelitian.

Foto 4.21. Kenampakan kontak antara breksi-andesit Kaligesing dengan batugamping


Sentolo pada LP 3, arah kamera foto N150oE

69
4.3. Struktur Geologi Daerah Bener dan Sekitarnya
Pola kelurusan pada daerah penelitian diperoleh dari hasil penarikan
kelurusan punggungan dan lembah pada citra SRTM (Shuttle Radar Topography
Mission) yang dimasukkan ke dalam diagram roset untuk mengetahui arah umum
struktur. Struktur geologi pada daerah penelitian didapatkan berdasarkan data-data
lapangan yang berupa bidang sesar, plunge, bearing, rake, jurus, dan kemiringan
lapisan batuan.

Gambar 4.4. Hasil penarikan kelurusan punggungan dan lembah pada citra SRTM dan
dimasukkan kedalam diagram roset

Berdasarkan pola kelurusan tersebut diperoleh arah umum yaitu relatif NW-
SE dan NE - SW yang merupakan arah kelurusan struktur geologi yang berkaitan
dengan sesar pada daerah penelitian. Struktur geologi yang terdapat pada daerah
penelitian antara lain kekar dan sesar.

70
4.3.1. Kekar
Pengumpulan data pengukuran kekar di lapangan berfungsi sebagai
penentuan pola tegasan yang membentuk kekar-kekar tersebut, yang terdiri dari
tegasan utama maksimum, tegasan utama menengah, dan tegasaan utama
minimum. Kekar juga berfungsi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tatanan
struktur geologi yang ada pada daerah penelitian. Hasil analisis kekar dengan
menggunakan diagram roset didapatkan arah tegasan umum pada daerah penelitian
yaitu relatif Barat laut – Tenggara.

4.3.1.1Kekar di Dusun Sukowuwuh


Kekar Sukowuwuh ini berada di lokasi pengamatan 10 di Dusun
Sukowuwuh, Desa Sukowuwuh. Kekar ini didapatkan pada Satuan breksi-andesit
Kaligesing. Data kekar-kekar berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah
(Tabel 4.2.).
Tabel 4.2. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 10
Shear Joint 1 Shear Joint 2
Strike (N ...O E) Dip (...O ) Strike (N ...O E) Dip (...O )
285 78 189 62
278 73 345 82
278 81 184 84
257 80 190 70
245 82 195 73

Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui


kedudukan release joint yaitu N143OE/84O serta extension joint yaitu N235OE/65O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Barat Daya – Timur Laut pada 7O, N052OE (Gambar
4.5.).

71
Gambar 4.5. Hasil analisis kekar LP 10

4.3.1.2Kekar di Dusun Kamijoro


Kekar Kamijoro ini berada di lokasi pengamatan 21 di Dusun Kamijoro,
Desa Kamijoro. Kekar ini didapatkan pada Satuan breksi-andesit Kaligesing. Data
kekar-kekar berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah (Tabel 4.3.).

Tabel 4.3. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 21


Shear Joint 1 Shear Joint 2
Strike (N ...O E) Dip (...O ) Strike (N ...O E) Dip (...O )
153 63 150 43
145 70 160 47
250 55 150 47
240 38 170 47
160 36 168 56

Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui


kedudukan release joint yaitu N288OE/88O serta extension joint yaitu N216OE/38O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Timur Laut – Barat Daya pada 10O, N024OE
(Gambar 4.6.).

72
Gambar 4.6. Hasil analisis kekar LP 21

4.3.1.3Kekar di Dusun Bleber


Kekar Bleber ini berada di lokasi pengamatan 22 di Dusun Bleber, Desa
Bleber. Kekar ini didapatkan pada Satuan breksi-andesit Kaligesing. Data kekar-
kekar berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah (Tabel 4.4.).

Tabel 4.4. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 22


Shear Joint 1 Shear Joint 2
O O O
Strike (N ... E) Dip (... ) Strike (N ... E) Dip (...O )
226 36 332 50
225 60 288 54
224 53 299 57
229 61 323 70
221 58 320 64
226 61 305 60
180 56 280 56
237 56 330 60
224 53 295 61
206 55 305 64

73
Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui
kedudukan release joint yaitu N173OE/88O serta extension joint yaitu N273OE/52O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Tenggara – Barat Laut pada 5O, N089OE (Gambar
4.7.).

Gambar 4.7. Hasil analisis kekar LP 22

4.3.1.4Kekar di Dusun Kalijambe


Kekar Kalijambe ini berada di lokasi pengamatan 36 di Dusun Kalijambe,
Desa Kalijambe. Kekar ini didapatkan pada Satuan breksi-andesit Kaligesing. Data
kekar-kekar berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah (Tabel 4.5.).

Tabel 4.5. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 36


Shear Joint 1 Shear Joint 2
O O O
Strike (N ... E) Dip (... ) Strike (N ... E) Dip (...O )
135 70 180 72
137 68 235 62
138 73 223 55
215 67 312 60
218 68 305 71
210 75 285 84
175 42 285 56
234 61 304 62
315 63 45 63
150 65 235 68

74
Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui
kedudukan release joint yaitu N355OE/86O serta extension joint yaitu N263OE/56O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Barat Daya – Timur Laut pada 10O, N256OE
(Gambar 4.8.).

Gambar 4.8. Hasil analisis kekar LP 36

4.3.1.5Kekar di Dusun Ketosari


Kekar Ketosari ini berada di lokasi pengamatan 64 di Dusun Ketosari, Desa
Ketosari. Kekar ini didapatkan pada Satuan batugamping Sentolo. Data kekar-kekar
berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah (Tabel 4.6.).

Tabel 4.6. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 64


Shear Joint 1 Shear Joint 2
O O O
Strike (N ... E) Dip (... ) Strike (N ... E) Dip (...O )
196 45 190 56
193 51 130 41
184 72 122 44
179 65 153 45
178 56 157 49
189 59 139 46

75
183 49 148 56
195 50 132 52
174 61 144 45

Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui


kedudukan release joint yaitu N073OE/86O serta extension joint yaitu N167OE/49O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Barat Laut – Tenggara pada 4O, N343OE (Gambar
4.9.).

Gambar 4.9. Hasil analisis kekar LP 64

4.3.1.6Kekar di Dusun Kalijambe


Kekar Kalijambe ini berada di lokasi pengamatan 110 di Dusun Kalijambe,
Desa Kalijambe. Kekar ini didapatkan pada Satuan breksi-andesit Kaligesing. Data
kekar-kekar berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah (Tabel 4.7.).

Tabel 4.7. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 110


Shear Joint 1 Shear Joint 2
O O O
Strike (N ... E) Dip (... ) Strike (N ... E) Dip (...O )
220 60 329 46
216 74 330 48

76
210 59 310 36
242 76 304 46
200 49 315 60
210 64 335 58
275 32 345 62
285 52 210 55
225 64 340 55

Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui


kedudukan release joint yaitu N268OE/35O serta extension joint yaitu N004OE/85O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Tenggara – Barat Laut pada 52O, N178OE (Gambar
4.10.).

Gambar 4.10. Hasil analisis kekar LP 110

4.3.1.7Kekar di Dusun Kedungloteng


Kekar Kedungloteng ini berada di lokasi pengamatan 134 di Dusun
Kedungloteng, Desa Kedungloteng. Kekar ini didapatkan pada Satuan lava-andesit
Kaligesing. Data kekar-kekar berpasangan disajikan dalam bentuk tabel di bawah
(Tabel 4.8.).

77
Tabel 4.8. Data Pengukuran Kekar Gerus pada LP 134
Shear Joint 1 Shear Joint 2
Strike (N ...O E) Dip (...O ) Strike (N ...O E) Dip (...O )
150 69 39 83
111 71 25 79
136 69 30 79
132 41 37 61
125 66 45 76
132 66 41 65
112 61 38 80
150 66 42 66
134 70 42 86

Dari analisis stereografis shear joint berpasangan tersebut dapat diketahui


kedudukan release joint yaitu N078OE/63O serta extension joint yaitu N177OE/81O.
Kesimpulan yang didapat berupa arah tegasan utama yang bekerja pada daerah
penelitian yaitu berarah relatif Barat Laut – Tenggara pada 26O, N352OE (Gambar
4.11.).

Gambar 4.11. Hasil analisis kekar LP 134

78
4.3.2. Sesar
Struktur sesar yang terdapat di lapangan khususnya daerah penelitian
didasarkan pada ciri-ciri dari sesar seperti bidang sesar, gores garis, offset batuan
dan bukti pergerakan di lapangan. Penentuan sesar juga dapat dilakukan dengan
anomali topografi berupa kelurusan topografi dan anomali sungai berupa
pembelokan sungai secara tiba-tiba. Analisis sesar dilakukan pada daerah penelitian
dengan menggunakan data pengukuran bidang sesar, struktur garis (plunge,
bearing, rake) dan bukti pergerakan di lapangan. Kemudian dilakukan pengolahan
data dengan metode stereografis sedangkan penamaan menggunakan klasifikasi
Rickard,1972.
Struktur sesar di daerah penelitian berkembang secara sistematis dan
memiliki pola yang tertentu. Berdasarkan pola kelurusan lembah dan struktur sesar
berdasarkan interpretasi citra SRTM memperlihatkan arah-arah umum tertentu.
Berdasarkan arah umum tersebut, struktur sesar di daerah penelitian dapat
dikelompokkan menjadi 2 arah antara lain arah timur laut – barat daya dan barat
laut - tenggara.

4.3.2.1Sesar Ketosari
Sesar Ketosari ini berada di bagian barat daerah penelitian tepatnya di LP
16 dan berada di Kali Bogowonto, Dusun Kamijoro, Desa Kamijoro. Sesar ini
dijumpai pada Satuan breksi-andesit Kaligesing, persisnya ditemukan pada litologi
breksi.
Sesar Ketosari ini ditandai dengan adanya pembelokkan sungai ke arah
barat laut melalui kenampakan peta topografi. Indikasi sesar yang dijumpai di
daerah penelitian (Foto 4.22.) antara lain berupa bidang sesar dan gores garis.
Kedudukan bidang sesar yaitu N165°E/40°, netslip 8°, N333°E dan rake 15°
dengan arah pergerakan relatif ke kanan. Berdasarkan data lapangan dan hasil
analisis stereografis diperoleh nama sesar Lag Right Slip Fault (Rickard, 1972).
(Gambar 4.12.).

79
Foto 4.22. A. Kenampakan hanging wall dan foot wall pada lokasi penelitian, arah
kamera N130OE; B. Kenampakan foot wall dengan gores garis dengan arah pergerakan
relatif kanan, arah kamera N072OE

Gambar 4.12. Hasil analisis sesar LP 16

4.3.2.2Sesar Medono
Sesar Medono ini berada di bagian timur daerah penelitian tepatnya di LP
95 dan berada di cabang alur liar yang berlokasi di Dusun Medono, Desa Medono.
Sesar ini dijumpai pada Satuan breksi-andesit Kaligesing, persisnya ditemukan
pada litologi breksi.
Indikasi sesar yang dijumpai di daerah penelitian (Foto 4.23.) antara lain
berupa bidang sesar, offset, dan gores garis. Kedudukan bidang sesar yaitu N030°E
/ 85°, netslip 5°, N032°E dan rake 19°, dengan arah pergerakan relatif ke kiri.

80
Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis stereografis diperoleh nama sesar
Normal Left Slip Fault (Rickard, 1972). (Gambar 4.13.).

Foto 4.23. A. Kenampakan hanging wall dan foot wall pada lokasi penelitian, arah
kamera N232OE; B. Kenampakan hanging wall dengan gores garis dengan arah
pergerakan relatif kiri, arah kamera N230OE; C. close up kenamapakan gores garis, arah
kamera N235OE

Gambar 4.13. Hasil analisis sesar LP 95

81
4.3.2.3Sesar Kamijoro
Sesar Kamijoro ini berada di bagian timur daerah penelitian tepatnya di LP
105 dan berada di cabang alur liar yang berlokasi di Dusun Kamijoro, Desa
Kamijoro. Sesar ini dijumpai pada Satuan breksi-andesit Kaligesing, persisnya
ditemukan pada litologi breksi.
Indikasi sesar yang dijumpai di daerah penelitian (Foto 4.24.) antara lain
berupa bidang sesar, offset, dan gores garis. Kedudukan bidang sesar yaitu N022°E
/ 78°, netslip 20°, N026°E dan rake 18°, dengan arah pererakan relatif ke kiri.
Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis stereografis diperoleh nama sesar
Normal Left Slip Fault (Rickard, 1972). (Gambar 4.14.).

Foto 4.24. A. Kenampakan hanging wall dan foot wall pada lokasi penelitian, arah
kamera N045OE; B. Kenampakan hanging wall dengan gores garis dengan arah
pergerakan relatif kiri, arah kamera N030OE

Gambar 4.14. Hasil analisis sesar LP 105

82
4.3.2.4Sesar Bleber
Sesar Bleber ini berada di bagian tenggara daerah penelitian tepatnya di LP
132 dan berada di cabang alur liar yang berlokasi di Dusun Bleber, Desa Bleber.
Sesar ini dijumpai pada Satuan breksi-andesit Kaligesing, persisnya ditemukan
pada litologi breksi.
Indikasi sesar yang dijumpai di daerah penelitian (Foto 4.25.) antara lain
berupa bidang sesar, offset, dan gores garis. Kedudukan bidang sesar yaitu N 170°E
/ 74°, netslip 63°, N176°E dan rake 8°, dengan arah pergerakan relatif ke kanan.
Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis stereografis diperoleh nama sesar
Right Slip Fault (Rickard, 1972). (Gambar 4.15.).

Foto 4.25. A. Kenampakan hanging wall dan foot wall pada lokasi penelitian, arah
kamera N0220OE; B. Kenampakan hanging wall dengan gores garis dengan arah
pergerakan relatif kanan, arah kamera N075OE

Gambar 4.15. Hasil analisis sesar LP 132

83
4.4. Sejarah Geologi

Data-data geologi, interpretasi, analisis geologi yang dilakukan selama


kegiatan lapangan hingga pengolahan data menghasilkan gambaran mengenai
sejarah geologi daerah peneltian. Penentuan sejarah geologi daerah penelitian juga
mengacu pada sejarah geologi regional peneliti terdahulu.

Sejarah geologi diawali pada Kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal,
daerah Kulon Progo merupakan suatu dataran yang terdapat gugusan gunung api
yang menghasilkan kegiatan vulkanisme yang aktif sehingga menghasilkan
material berupa lava dan piroklastik yang menjadi sumber pasokan sedimentasi
vulkanik dan mengisi daerah rendahan sekitar. Pada saat material lava mulai
membeku di bagian tenggara daerah penelitian, terbentuklah breksi andesit di
bagian utara daerah penelitian sehingga breksi andesit dan lava berselang seling dan
terbentuk pada umur yang sama. Pada waktu yang sama terdapat juga secara
setempat intrusi andesit.

Gambar 4.16. Diagram blok sejarah geologi daerah penelitian pada


Kala Oligosen akhir – Miosen awal

84
Kegiatan dari vulkanisme berakhir kemudian diiringi terjadinya proses
pengangkatan sehingga proses eksogen berupa erosi dan denudasi berkembang dan
mengambil peran. Pada Kala Miosen Tengah terjadilah proses genang laut yang
ditandai dengan proses terbentuknya reef karena adanya faktor faktor pendukung
pertumbuhan reef pada lingkungan laut dangkal yang baik, tetapi akibat arus yang
kuat menyebabkan reef tersebut terkikis dan mengalami rombakan sehingga
terbentuklah batugamping Sentolo yang secara tidak selaras terendapkan diatas
Satuan breksi-andesit Kaligesing.

Gambar 4.17. Diagram blok sejarah geologi daerah penelitian


pada Kala Miosen Tengah

Pada Kala Pliosen mulai terjadi pengangkatan dan proses tektonik di


beberapa tempat menghasilkan kekar dan sesar pada zona-zona lemah. Proses
pengangkatan menyebabkan singkapan tersingkap di permukaan.

85
Gambar 4.18. Diagram blok sejarah geologi daerah penelitian
pada Kala Pliosen

86

Anda mungkin juga menyukai