Anda di halaman 1dari 28

RELEVANSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

KITAB WASHOYA AL-ABA LIL ABNA

(Studi Kasus pada Siswa Kelas II Tsanawiyah Madrasah

Diniyah HM Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri)

A. Konteks Penelitian

Pendidikan secara umum dipahami sebagai proses pendewasaan

sosial menuju tatanan yang semestinya, yakni terciptanya manusia

seutuhnya yang meliputi keseimbangan aspek-aspek kemanusiaan yang

selaras dan serasi baik lahir maupun batin. Di dalamnya terkandung makna

yang berkaitan dengan tujuan, memelihara, mengembangkan fitrah serta

potensi menuju terbentuknya manusia ulul al-albab. Itulah fungsi pokok

pendidikan, yakni membebaskan manusia dari belenggu kezaliman, baik

penguasa maupun unsur-unsur sosial lainnya, yang menindas dan

merampas kemerdekaan berpikir dan berpendapat.1

Hal ini karena, manusia dibekali akal fikiran yang berguna untuk

membedakan antara yang hak dan yang bathil, baik buruk dan hitam

putihnya dunia.2 Bahkan selamat dan tidaknya manusia, tenang dan

resahnya manusia tergantung pada akhlaknya. Adapun tujuan dari semua

tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah adalah menjadi manusia yang secara

pribadi dan kelompok mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba

1
Benny Susestyo, Politik Pendidikan Penguasa, (Yogyakarta: LKIS, 2005), h. 6.
2
Anshori al-Mansur, Cara Mendekatkan Diri Pada Allah, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2000), h.
165.

1
Allah dan kholifah di bumi, guna membangun dunia ini dengan konsep

yang ditetapkan Allah dengan kata lain yang lebih singkat dan sering

digunakan adalah untuk menjadi hamba yang bertaqwa pada Allah SWT.3

Pada hakikatnya pendidikan itu adalah pembentukan manusia

kearah yang dicita-citakan. Akan tetapi dalam realita yang terjadi dalam

kehidupan, banyak sekali ditemukan faktor yang menimbulkan

kemerosotan moral dalam masyarakat, yang antara lain adalah kurang

tertanamnya jiwa agama dalam hati tiap-tiap orang, serta tidak

terlaksananya pendidikan moral secara ideal seperti dalam rumah tangga,

sekolah, maupun masyarakat.4 Padahal tujuan dari pendidikan agama

Islam bukan hanya diterima sebatas kognisi (pengetahuan) belakang,

melainkan harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dikeluarga,

sekolah dan masyarakat.5

Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk akhlak yang terwujud

dalam kesatuan esensial si subjek dengan prilaku dan sikap hidup yang

dimilikinya.6 Hal ini karena dalam dinamika kehidupan, akhlak merupakan

mutiara hidup yang dapat membedakan manusia dengan makhluk Allah

SWT yang lain. Jika manusia tidak berakhlak maka hilanglah derajat

kemanusiannya sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, karena

3
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), h.152.
4
Ibrahim Bafadhol, “Pendidikan Akhlak dalam Persektif Islam”, Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. VI, 12 (Juli, 2017), h. 47.
5
Sholeh, “Pendidikan Akhlak dalam Lingkungan Keluarga menurut Imam Ghazali”,
Jurnal al-Thariqah, Vol. I, 1 (Juni, 2016), h. 61.
6
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Akhlak Perspektif Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya Offset, 2011), h. 8.

2
manusia akan lepas dari kendali nilai-nilai yang seharusnya dijadikan

pedoman dan pegangan dalam kehidupan.

Menurut Imam al-Ghazali, akhlak adalah keadaan yang

bersemayam di dalam jiwa yang menjadi sumber keluarnya tingkah laku

dengan muda tanpa dipikirkan untung ruginya. Dari definisi itu jelas

bahwa akhlak itu bukanlah perbuatan, tetapi keadaan ruhani yang menjadi

sumber lahirnya perbuatan. Tingkah laku yang baik disebut sopan santun,

tetapi tidak semua orang yang memiliki sopan santun itu berakhlak baik.

Jadi sopan santun adalah akhlak yang bersifat lahir.7

Tingkah laku yang baik merupakan ciri kesempurnaan iman dan

Islam, sebagaimana firman Allah SWT yang merujuk pada pribadi

Rasulullah Muhammad SAW dalam Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21:

Terjemahan: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu

suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap

(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut

Allah” (Q.S. al-Ahzab: ayat 21).

Sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia, sempurna dan

ditugaskan sebagai pengatur alam seisinya, manusia mempunyai tanggung

jawab dan kewajiban-kewajiban yang baik terhadap Tuhannya, terhadap

manusia dan masyarakat serta alam sekitarnya.8

7
Enok Rohayati, “Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan Akhlak”, Jurnal Ta’dir, Vol.
XVI, 1 (Juni, 2011), h. 100.
8
Amin Syukur, Akhlak Tasawuf, (Solo: Madina, 2010), h. 132.

3
Kitab Washoya al-Aba lil Abna merupakan kitab yang di dalamnya

membahas tentang akhlak yang seharusnya dilakukan oleh seorang pelajar

pemula. Dimana kitab yang dikarang oleh Syaikh Muhammad Syakir ini

mengandung materi-materi akhlak yang dibutuhkan oleh anak didik dalam

memulai segala urusannya, sehingga ketika Allah SWT memberikan taufiq

kepadanya tentang tata cara bertingkah laku, maka diharapkan apa yang

dilakukan bagi diri sendiri dan umumnya bagi orang lain.

Berangkat dari pentingnya pendidikan akhlak dalam membentuk

akhlak al karima, maka penulis berasumsi bahwa kitab Washoya al-Aba lil

Abna terdapat aspek pendidikan akhlak yang sangat menarik untuk dikaji

secara mendalam. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti,

membahas, mengkaji, dan mendalami lebih jauh tentang kitab tersebut

serta berupaya membandingkan apakah kitab tersebut sesuai dengan

relevan dengan pendidikan akhlak atau tidak. Atas pertimbangan tersebut,

maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dan menuangkan ke

dalam judul “Relevansi Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Washoya al-Aba

lil Abna (Studi Kasus pada Siswa Kelas II Tsanawiyah Madrasah Diniyah

HM Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri)”.

B. Fokus Penelitian

Agar pembahasan yang ada dalam penulisan ini sesuai dengan

target yang ingin penulis teliti dan untuk memudahkan dalam memilih

4
datang yang terkumpul di lapangan, maka penulis menetapkan fokus

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pembelajaran kitab Washoya al-Aba lil Abna di kelas II

Tsanawiyah ?

2. Bagaimana relevansi pendidikan akhlak dalam kitab Washoya al-Aba

lil Abna di kelas II Tsanawiyah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian dan fokus penelitian di atas, maka

penulisan ini bertujuan untuk memperoleh wawasan pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam. Maka tujuan

penulisan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pembelajaran kitab Washoya Al-Aba Lil Abna di

kelas II Tsanawiyah.

2. Untuk mengetahui relevansi pendidikan akhlak dalam kitab Washoya

Al-Aba Lil Abna di kelas II Tsanawiyah.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis. Adapun penulisan ini diharapkan bermanfaat

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

5
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis

tentang konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya al-Aba lil

Abna.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan

akademik bagi guru-guru PAI.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi para pembaca di dunia pendidikan.

d. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukkan dan

menambah wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan akhlak

bagi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan

Agama Islam di IAIT Kediri.

2. Secara Praktis

a. Bagi Penulis

Diharapkan dapat menemukan pengetahuan, pendidikan dan

pengalaman baru yang berguna untuk membentuk akhlak al-

karimah.

b. Bagi Guru/Mustahiq

Dapat dijadikan bahan masukkan tentang pentingnya kitab

Washoya Al-Aba Lil Abna sebagai sarana yang tepat untuk

membentuk akhlak siswa.

c. Bagi Siswa

6
Sebagai motifasi untuk lebih meningkatkan akhlak al-

karimah di madrasah dan untuk memperbaiki kepribadian serta

prilaku.

d. Bagi Madrasah

Bisa dijadikan sebagai masukkan terhadap kurikulum

Pendidikan Agama Islam akan pentingnya kitab Washoya Al-Aba

Lil Abna untuk dijadikan bahan acuan dalam materi pembelajaran.

e. Bagi Masyarakat

Dapat dijadikan bahan masukkan bagi masyarakat tentang

pentingnya kitab Washoya Al-Aba Lil Abna sebagai pembentukan

akhlak al-karimah.

E. Definisi Operasional

1. Pengertian Relevansi

Relevansi menurut kamus bahasa Indonesia adalah hubungan,

kaitan: setiap pembelajaran harus adanya dengan keseluruhan tujuan

pendidikan.9

2. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Akhlah

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri atau

jiwa manusia, dari sifat itu melahirkan tindakan, perlakuan atau

9
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 943.

7
perilaku amalan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan

dan pemikiran.10

b. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah suatu kegiatan pendidikan yang

disengaja untuk mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir dan

batin manusia sehingga menjadi manusia yang seimbang dalam

arti terhadap dirinya maupun luar dirinya.11

3. Kitab Washoya al-Aba lil Abna

Washoya Al-Aba Lil Abna adalah sebuah kitab yang berisi

wasiat-wasiat seorang guru terhadap muridnya tentang akhlak, yang

ditulis oleh Syaikh Muhammad Syakir dari Iskandariyah, Mesir.

Pengarang kitab ini berpendapat bahwa materi akhlak yang

terkandung dalam kitab ini sudah memenuhi kebutuhan bagi pelajar

pemula.12 Maka sesuai dengan tingkatannya kitab ini telah memenuhu

tuntunan dasar akhlak baik yang bersifat ritual maupun moral.

F. Kajian Pustaka

1. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Akhlak

10
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), h. 14.
11
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Maskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), h.
38.
12
Muhammad Syakir, Washoya al-Aba lil Abna, (Semarang: Toha Putra, t.t.), h. 2.

8
Akhlak secara etimologi (bahasa) berasal dari kata khalaqa,

yang asalnya adalah khuluq adalah kondisi batiniah (dalam) bukan

kondisi lahiriah (luar).13

Dilihat dari sudut terminologi (istilah) para ahli berbeda

pendapat, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia.

Imam al-Ghazali memberikan definisi akhlak adalah keadaan yang

bersemayam di dalam jiwa yang menjadi sumber keluarnya

tingkah laku dengan muda tanpa dipikirkan untung ruginya. Jika

sikap yang lahir adalah sikap yang baik atau terpuji itu dinamakan

akhlak al-karimah dan jika yang terlahir adalah sikap yang buruk

hal itu dinamakan akhlak yang tercela.14 Sedangkan Ibnu

Maskawaih memberikan pengertian akhlak adalah keadaan jiwa

yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa

melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.15

b. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan adalah suatu tindakan (action) yang diambil

oleh suatu masyarakat, kebudayaan atau peradaban untuk

memelihara kelanjutan hidupnya (survival).16 Di dalam Undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan, pendidikan adalah

usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan

13
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 76.
14
Achmad Mubarok, Meraih Kebahagiaan dengan Bertasawuf, (Jakarta: Paramadina,
2005), h. 93.
15
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 221.
16
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT. al-
Ma’arif, 1995), h. 91-92.

9
bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang

akan datang.17

Pendidikan akhlak sendiri adalah suatu proses bimbingan

dan pengarahan dalam rangka penanaman dan pengembangan

nilai-nilai budi pekerti, sehingga anak memiliki budi pekerti

(akhlak al-karimah). Menurut Suwito, hakikat dari pendidikan

akhlak adalah suatu kegiatan pendidikan yang disengaja untuk

mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir dan batin manusia

sehingga menjadi manusia yang seimbang dalam arti terhadap

dirinya maupun luar dirinya.18

Setelah membahas tentang pengertian “Pendidikan” dan

“Akhlak”, maka yang dimaksud pendidikan akhlak disini adalah

usaha sadar untuk membimbing dan menuntun kondisi jiwa

khususnya agar dapat menumbuhkan akhlak dan kebiasaan yan

baik sesuai dengan aturan akal manusia dan syari’at agama.

c. Dasar Pendidikan Akhlak

Sumber pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan

kriteria baik buruknya suatu perbuatan adalah al-Qur’an dan al-

Hadits. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber

ajaran agama Islam secara keseluruhan sebagai pola untuk

mendapatkan mana yang baik dan mana yang buruk. al-Qur’an

menyebutkan dasar akhlak dalam berbagai surat:


17
Sistem Pendidikan Nasional 1998 (pasa I ayat 1) (UU RI No. 2 Tahun 1998), Jakarta:
CV. Mini Jaya Abadi, 1999.
18
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Maskawaih, h. 38.

10
1) Surat al-Baqarah ayat 148

2) Surat al-Qalam ayat 4

Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai syari’at telah memberikan

dasar yang mendasari ajaran akhlak. Dari sumber tersebut jelas

bahwa akhlak bertujuan mendidik pribadi manusia supaya menjadi

sumber kebaikan dalam kehidupan masyarakatnya dan tidak

menjadi pintu keburukan meskipun terhadap seseorang, ia juga

bertujuan menegakkan keadilan dan menciptakan masalah bagi

semua pihak.

d. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Adapun ruang lingkup pendidikan akhlak mencakup empat

pola hubungan:

1) Akhlak Manusia dalam Hubungan dengan Allah SWT

2) Akhlak terhadap Lingkungan

3) Akhlak terhadap Sesama Manusia

4) Akhlak terhadap Diri Sendiri

e. Tujuan Pendidikan Akhlak

Sebelum penulis menguraikan teori-teori tentang tujuan

pendidikan akhlak, terlebih dahulu penulis akan menjabarkan

tujuan pendidikan Islam menurut para ahli.

M. ‘Athiyah al-Abrasyi menyimpulkan adanya lima tujuan

pendidikan Islam, yaitu:19

19
Omar al-Thaumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terj, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), h. 416-417.

11
1) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi

kemanfaatan.

4) Menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan

memuaskan keinginan hati untuk mengetahui (curiosity) dan

memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu.

5) Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal dan

perusahaan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan

keterampilan pekerjaan tertentu agar dapat mencari rizki dalam

hidup, di samping memelihara segi kerohanian dan

keagamaan.

Munir Mursi sendiri menunjukkan empat tujuan umum

dalam pendidikan Islam, Yaitu:20

1) Bahagia di dunia dan akhirat.

2) Menghambakan diri kepada Allah SWT.

3) Memperkuat ikatan keislaman dan melayani masyarakat Islam.

4) Membentuk akhlak mulia.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan

akhlak al-karimah juga merupakan tujuan dari pendidikan Islam.

Jadi dalam membentuk akhlak al-karimah diperlukan pendidikan

20
A. Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), h. 49.

12
khusus untuk mempermudah tercapai tujuan, hal tersebut adalah

pendidikan akhlak.

Tujuan pendidikan akhlak menurut M. Ali Hasan adalah

agar setiap orang berbudi pekerti (berakhlak), bertinkah laku

(bertabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik yang sesuai

dengan ajaran Islam. Sedangkan menurut M. Yunus bahwa tujuan

pendidikan akhlak adalah:

1) Mendidik murid-murid supaya berlaku sopan santun dan

berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam dan masyarakat.

2) Membentuk kepribadian murid-murid sebagai seorang muslim

sejati.

3) Membiasakan sifat-sifat yang baik dan akhlak yang baik sopan

santun, halus budi pekerti, adil dan sadar serta menjauhi sifat-

sifat yang buruk.

Sedangkan tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibnu

Maskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu

mendorong secara sepontan untuk melahirkan semua perbuatan

yang bernilai baik.

f. Unsur-unsur pendidikan

Unsur-unsur pendidikan terdiri dari 5 unsur yaitu pendidik,

anak didik, kurikulum, metode dan lembaga.

1) Pendidik

Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat

13
membantu perkembangan kepribadian seseorang dan

mengarahkannya pada tujuan pendidikan.21

2) Anak didik

Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,

baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi.22

3) Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.23

4) Metode

Ditinjau dari segi etimologis (bahasa), metode berasal dari

bahasa Yunani, yaitu “methodos”. Kata ini terdiri dari dua suku

kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati, dan

“hodos” yang berarti jalan atau cara. Maka metode memiliki

arti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.24

5) Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang

terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat

diartikan juga sebagai badan (organisasi) yang bermaksud

21
Jumali, Surtikanti, Taurat Aly dan Sundar, Landasan Pendidikan, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2004), h. 39.
22
Jumali, Surtikanti, Taurat Aly dan Sundar, h. 35.
23
Sistem Pendidika Nasional 2003 (Pasal 1 ayat 19) (UU RI No 20 Tahun 2003), Jakarta:
CV. Mini Jaya Abadi, 2003, h. 7.
24
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 61.

14
melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan

sesuatu usaha.25

4. Kitab Washoya al-Aba lil Abna

a. Biografi Syaikh Muhammad Syakir al-Iskandari

Beliau lahir di Jurja, Mesir pada pertengahan Syawal tahun

1282 H bertepatan pada tahun 1863 M dan wafat pada tahun 1939

M. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits. 26

Keluarga Syaikh Muhammad Syakir telah dikenal sebagai

keluarga yang paling mulia dan yang paling dermawan di kota

Jurja.27

Sejak kepemimpinan Utsmaniyah yang memproklamirkan

negara Mesir merdeka pada tahun 1805 M, yakni di masa

pemerintahan Muhammad Ali, Mesir mulai mengalami ketenangan

politik, khususnya setelah Muhammad Ali membantai sisa-sisa

petinggi Mamluk pada tahun 1811 M.28 Syaikh Muhammad Syakir

lahir dalam situasi Mesir yang sudah tenang.

Beliau lahir dalam lingkungan Mazhab Hanafi, dalam

wasiatnya tentang hak-hak teman, beliau menjadikan Imam Hanafi

25
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 582.
26
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung: Mizan, 1995), h. 160.
27
Abdullah, “ Telaah Pemikiran Syaikh Muhammad Syakir dalam Kitab Washoya”,
Blogspot.co.id, http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.co.id/2016/12/pendidikan-akhlak-
dalam-kitab-washoya.html?m=1, Desember 2016, diakses tanggal 01 Oktober 2017.
28
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Akar dan Awal, (Jakarta: PT. Ikhtiar
Baru Van Hoeve, 2002), h. 173.

15
sebagai contoh, yakni saat Imam Hanafi ditanya tentang

keberhasilannya memperoleh ilmu pengetahuan, beliau menjawab

“saya tidak pernah malas mengajarkan ilmu pengetahuan pada

orang lain dan terus berusaha menuntut ilmu”. Selain itu, memang

sebagian warga Mesir adalah pengikut Mazhab Hanafi. Mazhab

Maliki mendominasi Mesir bagian atas, sedangkan Syiah

mendominasi Mesir bagian bawah.29

Beliau dikenal sebagai seorang pembaharu Universitas Al-

Azhar. Yakni, beliau adalah mantan wakil rektor Universitas Al-

Azhar. Karirnya dimulai dari menghafal Al-Qur'an dan belajar

dasar-dasar studinya di Jurja, Mesir, kemudian beliau rihlah

(bepergian untuk menuntut ilmu) ke universitas Al-Azhar dan

beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia

dipercayai untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Dan

kemudian beliau menduduki jabatan sebagai ketua Mahkamah

mudiniyyah al-qulyubiyyah, dan tinggal di sana selama tujuh tahun

sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan

pada tahun 1317 H.30

Kemudian pada tahun 1322 H beliau ditunjuk sebagai guru

bagi para ulama-ulama Iskandariyyah. Hal ini bagi orang muslimin

memunculkan orang-orang yang menunjukkan umat supaya dapat

mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia, kemudian beliau


29
Cyrril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, ter. Gufron A. Mas’adi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1999), h. 267.
30
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Akar dan Awal, h. 172.

16
ditunjuk sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, kemudian beliau

menggunakan kesempatan pendirian Jam'iyyah Tasyni'iyyah pada

tahun 1913 M kemudian beliau berusaha untuk menjadi anggota

organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi pemerintah Mesir,

dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta enggan

untuk kembali kepada satu bagianpun dari jabatan-jabatan tersebut,

dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang

memikat dirinya, bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup

dalam keadaaan pikiran, amalan, hati dan ilmu yang bebas lepas.31

b. Gambaran dalam Kitab Washoya al-Aba lil Abna

Kitab ini selesai dikarang oleh Syaikh Muhammad Syakir

pada bulan Dzul Qo’dah tahun 1326 H bertepatan pada tahun 1907

M.32 Kitab ini sangat familiar dalam kurikulum pendidikan non

formal seperti madarasah diniyah dan pesantren, namun tidak

familiar dalam kurikulum pendidikan formal. Dalam pendidikan

madrasah diniyah dan pesantren, kitab Washoya mengemas

pendidikan akhlak dalam bentuk bab per bab sebanyak 20 bab,

dengan disertai uraian konsep dari tema yang di bicarakan.

c. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Washoya al-Aba lil

Abna

Sebagai Kitab yang berisi tentang wasiat-wasiat akhlak,

Washoya al-Aba lil Abnaa’ sudah pasti mencakup pula beberapa

31
Taufik Abdullah, h. 73.
32
Muhammad Syakir, Washoya al-Aba lil Abna, h. 47.

17
nilai pendidikan akhlak. Nilai pendidikan akhlak dalam Kitab ini

dimulai dengan relasi guru dan murid yang diumpamakan

sebagaimana orangtua dan anak kandung. Guru adalah orang yang

mengharapkan kebaikan bagi muridnya. Seorang guru bagi

muridnya adalah orang yang berperan sebagai penasehat, pendidik,

pembina rohani, dan suri tauladan. Namun pengawasan guru tidak

bisa dijadikan sandaran utama, karena pengawasan diri sendiri itu

lebih utama.

nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut terangkum dalam

beberapa wasiat akhlak, di antaranya adalah:

1) Akhlak kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW

2) Akhak kepada Sesama Manusia

3) Etika Peserta Didik

4) Macam-macam Akhlak

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan

ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.33

2. Lokasi Penelitian

33
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2002), h. 3.

18
Lokasi penelitian digunakan sebagai tempat penelitian ini,

terletak di Madrasah Diniyah HM al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri, Jalan

KH. Abdul Karim No. 09 Kelurahan Lirboyo Kecamatan Mojoroto

Kota Kediri Provinsi Jawa Timur.

3. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti bertindak sebagai

instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti mutlak

diperlukan, karena disamping itu kehadiran peneliti juga sebagai

pengumpul data. Sebagaimana salah satu ciri penelitian kulaitatif

dalam pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Sedangkan

kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai pengamat partisipan

atau berperan serta, artinya dalam proses pengumpulan data peneliti

mengadakan pengamatan dan mendengarkan secermat mungkin

sampai pada sekecil-kecilnya sekalipun.34

4. Sumber Data

Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data adalah sekumpulan

keterangan atau bahan yang dapat dijadikan dasar jalan analisis atau

kesimpulan.35 Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana

data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden. Apabila

peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa

berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti


34
Lexy J. Moleong, h. 164.
35
Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian Data dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2002), h. 82.

19
menggunakan dokumentasi maka cacatan tersebut yang menjadi

sumber data.36

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti menggunakan

beberapa metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam

penelitian di lapangan. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Metode Observasi

Observasi adalah pengamatan dan catatan suatu objek

dengan sistematika fenomena yang di selidiki.37 Oleh karena itu

observasi harus dilakukan dengan sengaja, sistematis mengenai

fenomena sosial dengan gejala-gejala praktis untuk kemudian

dilakukan pencatatan. Metode ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:38

1) Observasi Partisipatif, yaitu peneliti langsung berinteraksi

sosial dengan mengadakan pengamatan terhadap subjek yang

diteliti dengan mengambil bagian sesuatu dari kegiatan

tersebut.

2) Observasi Non Partisipatif, yakitu peneliti menggunakan

pendekatan-pendekatan melalui pengamatan secara langsung

36
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , (Jakarta: Rineka
Cipta, 1998), h. 107.
37
Sukandar Arru midi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: GadjaMadah University), h. 69.
38
Mardalist B. Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI Press,
2002), h. 63.

20
terhadap objek penelitian, akan tetapi peneliti tidak

mengambil bagian dalam suatu kegiatan.

Adapun jenis observasi dalam sebuah penelitian ini adalah

observasi terhadap objek penelitian, akan tetapi peneliti

mengambil bagian sesuatu dari kegiatan tersebut.

Ada beberapa hal yang harus diamati dalam penelitian

yaitu: 1) pembelajaran kitab Washoya al-Aba lil Abna dalam

pendidikan akhlak, 2) relevansi pendidikan akhlak dalam kitab

Washoya al-Aba lil Abna pada siswa kelas II Tsanawiyah.

b. Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan ini dilakukuan oleh dua pihak, yaitu seorang

pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.39 Wawancara juga sebuah proses interaksi

komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar

ketersediaan dan dalam setting alamiah, di mana arah

pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan

dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam

proses memahami.40

Metode wawancara bertujuan untuk mengetahui dan

memperoleh data relevansi pendidikan akhlak dalam kitab


39
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 186.
40
Haris herdiansyah, Wawancara, Observasi dan Focus Groups, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2015), h. 31.

21
Washoya al-Aba lil Abna yang dilakukan dengan mewawancarai

langsung kepada kepala madrasah, para guru (mustahiq) dalam

pembelajaran pendidikan akhlak pada siswa kelas II Tsanawiyah

di Madrasah Diniyah HM al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi adalah sarana yang membantu penelitian

dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca

surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat, penyataan tertulis

kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulis lainnya.41 Pendapat lain

mengungkapkan bahwa dokumen adalah data dalam penalitian

yang diperoleh dari sumber-sumber/informasi melalui observasi

dan wawancara yang berupa buku harian, foto, notulen, rapat,

laporan dan lain-lain.42

Adapun dokumen yang akan diambil sebagai bahan

penelitian seperti: data siswa, sarana prasarana, proses belajar

mengajar dan sejarah berdirinya Madrasah Diniyah.

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan pengurutan data ke

dalam pola, kategori dari satuan dasar, sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh

data.43

41
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), h. 225.
42
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1992), h. 85.
43
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 280.

22
Pada prinsipnya analisa data kualitatif dilakukan bersamaan

dengan proses pengumpulan data. Dalam analisa data yang dilakukan

dengan mengunakan teknik analisa data mencakup tiga kegiatan

bersamaan, sebagai berikut:44

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang

tidak perlu, mengorganisasi data serta proses.

Pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrakan dan

transformasi data kasar dari lapangan. Reduksi data berlangsung

terus menerus selama penelitian dilakukan dari awal sampai akhir

penelitian. Dalam proses reduksi ini peneliti benar-benar mencari

data yang valid. Ketika peneliti menyaksikan kebenaran data yang

diperoleh akan dicek ulang dengan informasi lain yang dirasa

peneliti lebih memahamkan.

Reduksi data yang dilakukan sebagai proses seleksi,

penfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari catatan lapangan.

Pada saat penelitian, reduksi data dilakukan dengan membuat

ringkasan dari catatan yang diperoleh dari lapangan dengan

membuat coding, memusatkan tema dan menentukan batas.

Reduksi data merupakan bagian dari analisa data yang

mempertegas, memperpendek, membuang hal-hal yang tidak

44
Mardalist B. Miles dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, h. 19-20.

23
penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga hasil

kesimpulan dari peneliti dapat dilaksanakan.

b. Penyajian data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan untuk menarik dan pengambilan tindakan.

Tetapi ini merupakan upaya untuk merakit kembali semua data

yang diperoleh dari lapangan selama kegiatan berlangsung. Data

yang selama kegiatan diambil dari data yang disederhanakan dari

reduksi data. Penyajian data dilakukan dengan merakit organisasi

informasi. Deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan

simpulan peneliti dapat dilakukan dengan menyusun kalimat secara

logis dan sistematis sehingga muda dibaca dan dipahami.

c. Verifikasi data (menarik kesimpulan)

Kegiatan anaisis pada tahapan yang ketiga adalah menarik

kesimpulan dan verifikasi. Analisis yang dilakukan selama

pengumpulan data dan sesudah pengumpulan data digunakan untuk

menarik kesimpulan sehingga dapat menemukan pola tentang

peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dalam tahap ini peneliti membuat

rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika,

mengangkatnya sebagai temuan penalitian, kemudian dilanjutkan

dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada,

pengelompokan data yang telah terbentuk dan proposisi yang telah

dirumuskan. Langkah selanjutnya yaitu melaporkan hasil

24
penelitian lengkap dengan temuan baru yang berbeda dari temuan

yang sudah ada.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data sangat perlu dilakukan agar data

yang dihasilkan dapat dipercaya, dipertanggung jawabkan serta

bersifat ilmiah. Pengecekan keabsahan data merupakan suatu langkah

untuk mengurangi kesalahan dalam proses perolehan data dan

penelitian yang tentunya akan beimbas terhadap hasil akhir dari suatu

penelitian. Maka dari itu, dalam proses pengeceklan keabsahan data

pada penelitian ini harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Trianggulasi

Trianggulasi adalah pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu.45

Trianggulasi merupakan cara untuk melihat fenomena dari

berbagai sumber informasi dan teknik-teknik. Seperti halnya hasil

observasi dapat di cek dengan hasil wawancara atau membaca

laporan, serta melihat lebih tajam dan detail antara hubungan

beberapa data.46

b. Menggunakan bahan referensi

Penggunaan bahan referensi sangat membantu dalam

memudahkan peneliti untuk pengecekan keabsahan data, karena

45
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 178.
46
Lexy J. Moelong, h. 221.

25
dari referensi yang ada sebagai pendukung dari observasi

penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kecukupan referensi

sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan teknik

untuk keperluan evaluasi.

c. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan ini dimaksudkan untuk menemukan

data dan informasi yang relevan dengan persoalan yang sedang

dicari oleh peneliti dan kemudian peneliti memusatkan diri pada

hal-hal tersebut secara rinci.

8. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah berkenaan dengan proses pelaksanaan penelitian. Menurut

Moleong penelitian kualitatif dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:47

a. Tahap Pra-Lapangan

Pra-penelitian dalah tahap sebelum berada di

lapangan. Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, ada enam

tahapan kegiatan yang harus dilakukan peneliti dalam

tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu

dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan

pertimbangan antara lain: 1) menyusun rancangan

penelitian, 2) memilih lapangan penelitian, 3) mengurus

perizinan, 4) menjajaki dan memilih lapangan penelitian, 5)

47
Lexy J. Moelong, h. 127.

26
memilih dan memanfaatkan informan, 6) menyiapkan

perlengkapan penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Penelitian adalah tahap yang sesungguhnya. Uraian

tentang pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu:

1) memahami latar penelitian.

2) memasuki lapangan penelitian.

3) berperan serta sambil mengumpuklan data.

c. Tahap Analisis Data

Analisis data adalah kegiatan sesudah kembali dari

kegiatan lapangan, pada tahap ini, analisis data yang

tersedia dari berbagai sumber, yaitu : wawancara,

pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan

sebagainya.48

H. Sistematika Penulisan

Bab I: Pendahuluan, yang membahas tentang: a) konteks

penelitian, b) fokus penelitian, c) tujuan penelitian, d) kegunaan penelitian,

e) definisi operasional, f) kajian pustaka, dan g) sistematika penulisan.

Bab II: Kajian Pustaka, yang membahas tentang: a)

Bab III: Metode Penelitian, yang membahas tentang: a) pendekatan

dan jenis penelitian, b) lokasi penelitian, c) kehadiran peneliti, d) sumber


48
Lexy J. Moelong, h. 190.

27
data, e) prosedur pengumpulan data, f) analisa data, g) pengecekan

keabsahan data, dan h) tahap-tahap penelitian.

Bab IV: Hasil Penelitian dan pembahasan, meliputi: a)

Bab V: Penutup, yang membahas tentang: a) kesimpulan, b) kritik,

dan c) saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai