TINJAUAN PUSTAKA
suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku,
kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino
serta protein dalam jaringan (National Research Council, 1978).
Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami
dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang
diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat.
Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat
makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus
cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin,
pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut McDonald (1980), protein pakan yang
diberikan pada tikus harus mengandung asam amino essensial yaitu : Arginin,
Histidin, Isoleusin, Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine.
Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih
sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan
untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik.
Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang
terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang
harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temeperatur ideal
kandang yaitu 18-27oC atau rata-rata 22oC dan kelembaban realtif 40-70% (Malole
dan Pramono, 1989).
adalah bakteri yaitu sebesar 1010- 1012 sel/ml cairan rumen, sedangkan populasi
protozoa sekitar 105- 106 sel/ml cairan rumen, namun karena ukuran tubuhnya lebih
besar daripada bakteri maka biomassanya mencapai kurang lebih 40% total nitrogen
mikroba rumen (Hungate, 1966). Protozoa rumen mengandung 55% protein kasar,
sedangkan bakteri kadar protein kasarnya 59%. Kurangnya kadar protein protozoa
dibandingkan dengan bakteri disebabkan protozoa banyak mengandung polisakarida
(Parakkasi, 1999).
Limbah isi rumen merupakan limbah utama dari unit usaha rumah potong
ternak ruminansia. Keberadaan dari limbah tersebut dapat menjadi masalah dan
menimbulkan polusi bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan limbah ini tergolong
limbah organik berserat dan memakan tempat yang besar (voluminous) dan
merupakan media yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme baik yang
menimbulkan penyakit (patogen) maupun yang tidak menimbulkan penyakit
(apatogen). Bakteri yang terdapat di dalamnya akan cepat menimbulkan bau busuk
(Siagian dan Simanora, 1994). Lebih lanjut Nemerow dan Dasgupta (1991)
menyatakan bahwa kandungan bahan organik limbah RPH (slaughter house waste)
lebih tinggi dibandingkan sampah domestik. Abbas (1987) menyatakan bahwa isi
rumen merupakan pakan ternak ruminansia yang umumnya berupa hijauan, yaitu
rumput dan legum yang masih dalam proses pencernaan dan belum mengalami
absorbsi sehingga masih tinggi zat nutrisinya. Menurut Aboenawan (1993), isi rumen
adalah bahan berserat dan sudah sebagian dicerna dengan volume 10-12% dari berat
hidup hewan sebelum dipotong.
Pengolahan limbah isi rumen sangat diperlukan untuk menurunkan dampak
negatifnya terhadap lingkungan. Selain itu pengolahan limbah tersebut dapat
meningkatkan efisiensi dan nilai guna dari ternak. Berbagai teknologi telah
dikembangkan untuk mengolah limbah ternak yang bersifat mencemari lingkungan
menjadi barang ekonomis yang potensial. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu sebagai sumber energi, sebagai sumber pakan ternak dan sebagai
pupuk organik dalam budidaya pertanian (Sihombing, 2000). Pemanfaatan limbah
RPH dalam percobaan ini dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Mineral, baik makro maupun mikro sangat diperlukan oleh tubuh sehubungan
dengan fungsinya untuk proses pertumbuhan, reproduksi, dan untuk memelihara
kesehatan. Menurut Winarno (1992), mineral makro berfungsi sebagai bagian
penting dalam struktur sel dan jaringan, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
berfungsi dalam cairan tubuh baik intraseluler dan ekstraseluler, Mineral mikro
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
berfungsi sebagai bagian dari struktur suatu hormon yang mengatur aktifitas enzim
agar dapat berfungsi secara maksimal atau sebagai kofaktor dalam aktifitas enzim-
enzim. Beberapa mineral mempunyai fungsi untuk proses pertumbuhan, reproduksi
dan untuk memelihara kesehatan. Jika terjadi ketidakseimbangan hubungan antar
mineral, maka dapat berpengaruh terhadap penampilan ternak, ketidakseimbangan
ini menurut Parakkasi (1999), dapar berkisar dari yang tidak terlihat gejalanya atau
subklinis sampai yang sangat jelas gejalanya atau akut.
Biomineral
Biomineral merupakan salah satu bentuk suplemen berbahan dasar mikroba
cairan rumen limbah rumah pemotongan hewan (RPH) dan mempunyai nilai biologis
yang cukup baik bila ditinjau dari segi nutrient mikroba rumen. Untuk menghasilkan
biomineral dari cairan rumen limbah RPH dapat dilakukan dengan proses pemanenan
produk inkorporasi zat makanan oleh mikroba rumen ke dalam protein mikrobialnya
melalui penggunaan pelarut asam, pengendapan , penambahan bahan carrier dan
pengeringan di bawah sinar matahari (Tjakradidjaja et al., 2007).
Biomineral memiliki kandungan P, Na, S, Fe, Al, Cu, Zn dan Se yang lebih
tinggi daripada mineral mix, tetapi lebih rendah pada kandungan K, Ca, Mg, Mn, Co,
Ni dan Cr. Perbandingan kandungan mineral antara biomineral dan mineral mix
dapat dilihat pada Tabel 2.
Kebutuhan Pakan
Dalam pemeliharaan ternak, ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor
yang menjadi kunci keberhasilan. Agar dapat menghasilkan pertumbuhan yang
optimal ternak perlu dicukupi kebutuhan pakannya. Menurut Cullison et al. (2003),
fungsi makanan bagi ternak adalah menyediakan energi untuk produksi panas dan
deposit lemak, memelihara sel-sel tubuh dan mengatur berbagai fungsi, proses dan
aktifitas dalam tubuh.
Kebutuhan pakan ternak dipilah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok,
produksi dan reproduksi. Kebutuhan pakan ternak erat kaitannya dengan kebutuhan
energi ternak. Sutardi (1981) menyatakan bahwa energi merupakan hasil
metabolisme zat nutrisi organik yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein.
Orskov (1998) menyatakan bahwa ternak membutuhkan energi untuk digunakan
dalam pemeliharaan fungsi dalam tubuh, mengontrol temperatur tubuh dan untuk
produksi. Kandungan energi total dalam pakan sebenarnya bukan menjadi tolok ukur
yang sangat penting, karena yang sangat penting adalah energi yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak tersebut yang biasa disebut energi metabolis (ME). Orskov
(1998) menyatakan bahwa jika ternak diberi pakan yang mengandung energi di
bawah kebutuhan untuk hidup pokok, maka ternak akan menggunakan lemak
tubuhnya. Oleh karena itu penting sekali untuk memberikan kecukupan energi jika
ingin mendapatkan pertumbuhan yang normal (Bath et al., 1985). Tidak semua
energi yang dikonsumsi dapat dicerna dan diserap oleh tubuh , energi yang tidak
terpakai dikeluarkan melalui feses dan urin (Anggorodi, 1994).
Selain energi, zat nutrisi yang biasanya sangat diperhatikan kebutuhannya
dalam penyusunan pakan adalah protein. Protein adalah senyawa kimia yang
tersusun atas asam-asam amino. Menurut Anggorodi (1994), protein adalah zat
organik yang mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan fosfor.
Peranan protein dalam tubuh adalah untuk perbaikan jaringan tubuh, pertumbuhan
jaringan baru, metabolisme untuk menghasilkan energi serta sebagai enzim-enzim
esensial bagi tubuh yang normal.
Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah pakan yang
dikonsumsi apabila bahan pakan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1999).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Kecernaan Pakan
Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan
pakan dalam alat pencernaan (Sutardi, 1980). Proses tersebut meliputi : pencernaan
mekanik yang terjadi di mulut oleh gigi sehingga bahan pakan menjadi berukuran
kecil, pencernaan hidrolitik di dalam perut dan usus dimana bahan makanan
diuraikan menjadi molekul sederhana oleh enzim-enzim pencernaan serta yang
terakhir adalah pencernaan fermentatif.
Kecernaan makanan didefinisikan sebagai jumlah pakan yang diserap oleh
tubuh hewan atau yang tidak disekresikan melalui feses (McDonald, 1980).
Kecernaan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen (%). Pengukuran kecernaan
dilakukan dengan pemberian pakan yang diketahui jumlahnya, lalu berat feses yang
diekskresikan ditimbang.
Kecernaan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : jenis
hewan, komposisi makanan, cara pengolahan makanan dan jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh hewan (McDonald, 1980). Peningkatan jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh hewan akan menyebabkan peningkatan kecepatan laju alir ingesta.
Ingesta tersebut akan bereaksi dengan enzim pencernaan dalam waktu yang relatif
singkat sehingga terjadi penurunan kecernaan makanan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Ahlstrom dan Skrede (1998) melaporkan bahwa kecernaan nutrien dari tikus
yang diberi pakan ad libitum adalah sebagai berikut: kecernaan bahan kering
86,20%, lemak 94,95%, karbohidrat 90,58%, protein 81,66%, abu 58,89%, pati
99,53% dan pati + gula 99,46%.
Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah proses pertambahan fisik individu atau organ yang
mencakup pertambahan jumlah sel, volume, jenis maupun substansi sel yang
terkandung di dalamnya dan bersifat tidak kembali (Sugito, 2001). Pertumbuhan
menurut definisi Hafez dan Dyer (1969), adalah gejala dari perubahan ukuran ,
bentuk, komposisi dan struktur yang secara normal perubahan itu akan meningkatkan
ukuran dan bobot badan dari hewan.
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran bobot badan dan
tinggi badan. Menurut Anggorodi (1994), pertumbuhan murni mencakup
pertumbuhan dalam bentuk bobot dan jaringan-jaringan tubuh lainnya (kecuali
jaringan lemak) dan organ tubuh. Dilihat dari sudut kimiawi pertumbuhan murni
adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam
tubuh. Pertambahan bobot akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan
merupakan pertumbuhan murni.
Pertumbuhan merupakan proses yang sangat kompleks, tidak sekadar
bertambahnya bobot hidup atau tubuh sehingga tidak dapat didefinisikan secara
sederhana (Maynard et al., 1979). Menurut Forrest et al. (1975), potensi
pertumbuhan seekor ternak sangat dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin,
pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan.
Laju dan tingkat pertumbuhan dari tiap individu ternak dapat digambarkan
dengan kurva pertumbuhan. Fitzhugh (1976) mengatakan bahwa kurva pertumbuhan
merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk
mengaktualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-
bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan
yang ada. Lingkungan tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan
kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum.
Pertumbuhan tiap-tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai bentuk
sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan dan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.