Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

“Anakku Mencret”

Seorang ibu, suatu pagi membawa anak perempuannya yang berusia 3 tahun ke UGD RSU
karena diare sejak 10 hari yang lalu disertai demam. Ibu telah membawa anaknya ke Puskesmas
2 kali, diberikan obat yang katanya membunuh kuman penyebab diare tersebut selama 3 hari,
namun tidak membaik. Frekwensi BAB 5-6 kali, warna kuning, terdapat busa, awalnya ada
ampas, namun sejak tadi malam ampas (-). Sejak tadi malam, anaknya juga muntah, dan tidak
mau makan dan makin malas minum, perut kembung dan mules. Hasil pemeriksaan fisik; KU
tampak rewel, BB 12 kg, tinggi badan 85 cm, Nadi 110 x/menit, lemah, reguler, RR 38
kali/menit, peristatik meningkat, suhu 38 C, mata tampak cekung, tidak BAK sejak tadi malam.

1
1.2 Mind Map

Anamnesis: Frekwensi BAB


5-6 kali, warna kuning,
terdapat busa, awalnya DD:
ada ampas, namun sejak
tadi malam ampas (-), Diare et causa
muntah, dan tidak mau bakteri,
makan dan makin malas Diare et causa
minum, perut kembung virus,
dan mules. Riwayak ke
puskesmas Diare et causa
Anak 3 tahun parasit,

KU: diare sejak Diare akut


10 hari yang lalu akibat antibiotik,
disertai demam
Diare akut et
causa intoleransi
Px. Fisik: KU tampak rewel, laktosa
BB 12 kg, tinggi badan 85
cm, Nadi 110 x/menit,
lemah, reguler, RR 38
kali/menit, peristatik
meningkat, suhu 38 C,
mata tampak cekung, tidak
BAK sejak tadi malam.

Pemeriksaan
penunjang

Diagnosis
kerja dan
tatalaksana

2
1.3 Learning Objective

1. Analisis skenario

2. Klasifikasi Dehidrasi

3. Patofisiologi Diare

4. DD :

- Diare et causa bakteri

- Diare et causa virus

- Diare et causa parasit

- Diare et causa penggunaan antibiotik

- Diare et causa intoleransi laktosa

5. Tata laksana pasien diskenario

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Skenario

Nama : Mrs X

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3 tahun

Keluhan Utama : Diare

Kuluhan Penyerta : Demam

RPS : Diare dialami sejak 10 hari yang lalu dengan frekuensi BAB 5-6 kali,
warna kuning, terdapat busa, awalnya ada ampas, namun sejak tadi
malam ampas tidak ada. Pasien juga mengeluhkan menderita diare
disertai demam. Pasien juga mengeluhkan muntah, tidak mau makan,
makin malas minum, perut kembung dan mules dialami sejak tadi malam.

RPD :-

RPK :-

Riwayat Pengobatan : Pemberian antibiotik selama 3 hari

Interpretasi hasil pemeriksaan fisik

1. Suhu
Suhu badan pasien diatas adalah 38, suhu tubuh pada anak-anak rata-rata 37.
Dapat dilihatat bahwa pasien di skenario mengalami penigkatan suhu tubuh
2. Status gizi
Pasien pada kasus di skenario memiliki berat badan 12 kg dengan tinggi badan 85
cm untuk menilai status gizi digunakan metode penghitungan z score sebagai berikut :
Z score = nilai yang diamati – nilai median rujukan / z – score populasi rujukan
Z score = 12 – 11,4 / 12,5 – 11,4 = 0,54
4
Z score normal = -2 SD sampai dengan 2

3. Nadi 110 x/menit, lemah, regular


Denyut nadi normal untuk anak usia 1-6 tahun adalah 75-160 kali permenit jadi
denyut nadi pada pasien tersebut masih normal namun kuat angkat yang lemah
menunjukan
4. RR 38 kali/menit
Respiratrory rate normal anak usia 1-6 tahun adalah 20-26 kali permenit, jadi
pasien diskenario mengalami peningkatan respiratory rate hal ini merupakan kompensasi
dari beberapa keadaan seperti demam dan asidosis metabolik.
5. peristatik meningkat
peristaltik usus normal terdengar 5-12 kali/menit, peningkatan peristaltik usus di
akibatkan oleh Bising usus meningkat disebabkan hipermotilitas usus pada diare atau
gastro enteritis, obstruksi usus.

Analisis gejala pada skenario

1. Diare berwarna kuning, terdapat busa, dan tidak disertai ampas

Kuning cerah adalah warna yang umum untuk diare dapat disebabkan virus ,
bakteri, atau berhubungan dengan makanan, tapi warna kuning tidak memberitahu Anda
apa penyebab diare adalah. Terdapat busa menandakan adanya aktivitas dari
mikroorganisme dan tidak adanya ampas disebabkan karena anak tidak mau makan lagi
sejak semalam.

2. Demam
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C
(99,5˚F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang
dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya
suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses
inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bakteri maupun virus.
Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C - 37,2˚C. Suhu oral sekitar 0,2 –
0,5˚C lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral.
Suhu tubuh terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca
yang panas dapat meningkat hingga 0,5˚C dari suhu normal. Pengaturan suhu pada

5
keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas.
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan
mekanisme pertahanan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen
mikrobiologi

3. Muntah
Dapat disebabkan oleh lambung yang ikut meradang atau karena gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit.
4. Perut kembung dan mules

Perut kembung diakibatkan oleh adanya fermentasi bakteri yang menghasilkan gas.
Fermentasi bakteri di usus besar terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi
seperti laktosa atau fruktosa akan difermentasi oleh bakteri komensal menghasilkan asam
lemak rantai pendek (shortchain fatty acid), beberapa molekul alkohol dan gas
hidrogen.fermentasi disebabkan oleh adanya bacterial overgrowth yang didefinisikan
sebagai terdapatnya spesies koloni bakteri lebih dari 106 unit per mililiter cairan usus
halus yang seharusnya steril. Rasa idak enak diperut dapat disebabkan oleh akumulasi gas
maupun peningkatan dari peristaltik usus.

6
2.2 Patofisiologi Diare

Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam
tinja. atau

Diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir
sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

 Diare akut: diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya
sehat.
 Diare kronik: diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan
berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.

1. Diare Osmotik
Peningkatan jumlah zat yang susah diserap, zat terlarut aktif secara osmotic di lumen usus.
Diare osmotik disebabkan oleh konsumsi dari zat terlarut yang susah diserap, biasanya
karbohidrat atau ion divalen (misalnya, magnesium [Mg2 +] atau sulfat [SO42-].Osmolalitas
tinggi dari luminal menyebabkan masuknya air ke dalam lumen usus melewati epitel duodenum
dan jejunum untuk mengencerkan zat terlarut dalam upaya untuk mebuat chime isotonic.
Permeabilitas epitel , yang menyebabkan masuknya Na+ yang disusul dengan masuknya air ke
dalam lumen usus karena perbedaan gradien konsentrasi Na+. Sebaliknya, epitel ileum dan
kolon memiliki permeabilitas rendah untuk + Na dan zat terlarut. Karena volume cairan
memasuki usus besar masih melebihi kemampuan usus besar untuk menyerap, menghasilkan
diare. Penentuan pH tinja dapat membantu dalam diagnosis diare osmotik. Karbohidrat dalam
tinja menghasilkan suatu pH asam, susu magnesium pH basa, dan garam yang buruk diserap
mengandung Mg2 + atau SO42 +, pH netral. Berikut adalah penyebab terjadinya diare osmotic :

7
2. Diare Sekretorik
Peningkatan sekresi Cl- dan air dengan atau tanpa inhibisi Na + aktif normal dan absorpsi air.
Diare dari 1 L atau lebih per hari dari hasil sekresi cairan di mukosa usus .Dalam kebanyakan
kasus , peristiwa patologis menyebabkan peningkatan sekresi small intestinal sekaligus
merangsang sekresi aktif dan penghambatan parsial absorpsi usus. Seringkali, mukosa usus
masih utuh dan memiliki temuan histologis normal. Karakteristik dari diare sekretorik sebagai
berikut :
1. Volume tinja biasanya besar (> 1 L per hari).
2. Konsistensi tinja cair.
3. Tinja tidak mengandung nanah atau darah.
4. Osmolalitas dari tinja dekat dengan osmolalitas plasma, dan tidak ada gap anion.

Berikut merupaka berbagai penyebab dari diare sekretorik :

8
3. Eksudasi

Jika mukosa usus yang meradang dan ulserasi, . lendir, darah, dan nanah bocor ke lumen dan
dibuang sebagai tinja. Hal ini juga dapat membuat beban osmotik meningkat. Jika area
permukaan besar dari lumen usus yang terlibat, penyerapan ion, larutan, dan air juga akan
terganggu, dan pasien mungkin memiliki volume diare yang meningkat. Peradangan dapat
menghasilkan prostaglandin, yang merangsang sekresi dan dapat meningkatkan motilitas usus,
sehingga memperburuk diare. Tingkat keparahan diare dan tanda-tanda dan gejala sistemik
tergantung pada sejauh mana keterlibatan usus. Keadaan inflamasi yang dapat menyebabkan
eksudasi seperti :
1. Idopatik (Crohn's disease, ulcerative colitis )
2. agen infeksius (invasi dari organism sitokin seperti Shigella, Salmonella,
Campylobacter, Yersinia, tuberculosis, amebae, Clostridium difficile)
3. vaskulitis
4. radiasi injury
9
5. Disebabkan oleh pembentuka abses (diverticulitis, infected carcinoma)

4. Motilitas intestinal abnormal


Disebabkan oleh peningkatan atau penurunan kontak antara konten luminal dan permukaan
mukosa.
- Peningkatan motilitas usus halus
Menyebabkan penurunan waktu kontak chime dengan permukaan serap. Sejumlah
besar cairan dikirim ke usus besar dapat mengalahkan kemampuan absorpsi dan
mengakibatkan diare. Waktu kontak berkurang di usus halus dapat mengganggu
penyerapan asam lemak dan garam empedu, yang memungkinkan untuk mencapai
usus besar, di mana dapat menimbulkan diare sekretorik. Diare yang berhubungan
dengan hipertiroidisme, karsinoid postgastrectomy, dan dumping sindrom adalah
contoh.
- Penurunan motilitas usus halus
Memungkinan terjadi kolonisasi bakteri pada usu halus. Pencernaan dan penyerapan
lemak, karbohidrat, dan garam empedu mungkin akan terpengaruh, menyebabkan
diare osmotik atau sekresi. Mekanisme diare inindapat terlihat pada pasien-pasien
dengan diabetes, hipotiroidisme, skleroderma, amiloidosis, dan keadaan
postvagotomy.
- Peningkatan motilitas kolon
Motilitas kolon meningkat dengan pengosongan isi kolon yang prematur merupakan
penyebab utama diare pada sindrom iritasi usus besar.
- Disfungsi sfingter anus
Anal disfungsi sfingter disebabkan oleh penyakit neuromuskuler, peradangan,
jaringan parut, dan keadaan pascaoperasi dapat mengakibatkan inkontinensia tinja,
yang dapat diinterpretasikan oleh pasien sebagai diare.

10
Mikroorganisme penyebab diare:

Bakteri

Organisme Gejala Epidemiologi Patogenesis

Bacillus cereus Diare Nasi goreng yang Enterotoksin terbentuk


dipanaskan dalam makanan
merupakan
/usus yang disebabkan
pembawa yang
oleh b cereus
sering

Clostridium Diare berair Klostridium Enterotoksin selama


perfingens tumbuh pada sporulasi di dalam
hidangan daging usus menyebabkan
yang dipanaskan hipersekresi.
lagi. Bakteri yang
termakan dalam
jumlah yang
banyak

Eschericia coli Diare berair Paling sering Menghasilkan


(enterotoksigenik) menyebabkan enterotoksin selama
“traveller’s sporulasi di usus
diarrhea” menyebabkan
hipersekresi

Eschericia coli Disentri Wbah disentri; Invasi radang mukosa


(enteroinvasif) penyebab infeksi kolon;EIEC sangat
sporadik yang tidak terkait dengan shigella
sering

11
Eschericia coli Diare berair, Diare berdarah EHEC menghasilkan
(enterohemoragik) berdarah disebabkan oleh toksin vero (toksin
hamburger yang seperti shiga). Sering
kurang masak pada serotipe
restoran cepat saji

Eschericia coli Diare berair Penyebab diare EPEC menempel pada


(eenteropatogenik pada bayi baru sel epitel mukosa dan
) lahir di negara menghasilkan
berkembang. perubahan sitosketal;
Secara klasik, dapat menginvasi sel.
menyebabkan diare Berbeda
epidemik di tempat
perawatan bayi
dengan angka
mortalitas yang
tinggi; saat ini
kurang sering di
negara maju.

Vibrio Diare berair Organisme tumbuh Toksin menyebabkan


parahaemolyticus pada makanan dan hipersekresi; vibrio
dalam usus serta menginvasi epitel;
menghasilkan feses dapat berdarah
toksin atau invasi.

Vibrio cholarae Diare berair Organisme tumbuh Toksin menyebabkan


dalam usus dan hipersekresi; vibrio
12
menghasilkan menginvasi epitel;
toksin feses dapat berdarah

Shigella sp Disentri Organisme tumbuh Organisme


pada epitel usus menginvasi sel-sel
superfisial epitel; darah, mukus
dan PMN dalam feses.
Dosis infektif<10³

Shigella Disentri, diare Menyebabkan Menghasilkan


dysenteriae berdarah wabah di negara sitotoksin dan
berkembang neurotoksin(poisonous
to nerve cells)

Slamonella sp Disentri Organisme tumbuh Infeksi superfisial


dalam usus. Tidak usus,sedikit
menghasilkan invasi.Dosis infektif
toksin. >10⁵ organisme

Clostridium Disentri Kolitis Menghasilkan


difficile pseudomembranosa enterotoksin dan
terkait antibiotik sitotoksin ,yang
menyebabkan diare
dan nekrosis sel epitel

Campylobacter Disentri Infeksi melalui Invasi membran


jejuni jalur oral dan mukosa. Produksi
makanan, hewan toksin tidak pasti.
pemeliharan,
organisme tumbuh

13
dalam usus kecil

Salmonella thypi Demam enterik Manusia satu- Menginvasi mukosa


satunya reservoir usus dan
untuk S.thypi memperbanyak diri
dalam makrofag di
dalam kelenjar limfe
usus, masuk kelenjar
limfe mesenterium,
lalu ke darah dan
kemudian menyebar

Yersinia Demam enterik Transmisi fecal- Adenitis mesenterik


enterohistolitica oral. Ditularkan atau gastroenteritis.
melalui makanan. Kadang-kadang
Hewan terinfeksi bakterimia. Toksin
kadang-kadang
dihasilkan.

Virus

Organisme Gejala Epidemiologi Patogenesis

Rotavirus Diare berair Virus merupakan Menginduksi


penyebab utama perubahan
penyakit diare pada histopatologi pada
bayi dan anak kecil sel dan mukosa usus
di seluruh dunia

14
Parasit

Organisme Gejala Epidemiologi Patogenesis

Giardia lamblia Diare berair Parasit usus yang Infeksi parasit


paling sering dengan sel mukosa
diidentifikasi. dan respon imun
Patogen yang sering pasien kurang
pada wabah diare dipahami dan rumit.
yang disebarkan
melalui air.

Entamoeba Disentri Prevalansi tertinggi Menginvasi mukosa


hystolytica di negara kolon dan melisis
berkembang. 10% sel, termasuk
populasi dunia dapat leukosit.
terinfeksi

15
2.3 DIAGNOSIS BANDING
DIARE BERDASARKAN ETIOLOGI

2.3.1 DIARE ET CAUSA BAKTERI

Pada skenario didapatkan pasien mengalami diare non inflamasi sehingga penjelasan berikut
adalah bakteri yang tidak melakukan invasif mukosa usus halus :

Vibrio cholerae.

V cholerae adalah gram negatif, berbentuk batang-koma yang menghasilkan gangguan diare
yang parah menyebabkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi dalam 3-4 jam pada pasien yang
tidak diobati. Toksin kolera mempengaruhi transportasi cairan usus halus dengan meningkatkan
AMP siklik, meningkatkan sekresi, dan menghambat penyerapan cairan. Penyebaran utama
kolera yakni makanan dan air terkontaminasi, terutama kerang. V cholerae adalah endemik di
sepanjang Pantai Teluk Amerika Serikat.

Presentasi awal adalah distensi abdomen dan muntah, diikuti dengan diare dalam waktu singkat.
Diare sering terjadi, besar dalam volume, dan memiliki penampilan air beras. Pasien dapat
terlihat dengan kelainan elektrolit yang mendalam dan deplesi volume. Demam ringan mungkin
hadir. Bikarbonat dan kalium yang hilang dalam jumlah yang signifikan. Kultur tinja mungkin
tepat pada pasien yang suspek kolera dan kurangnya paparan endemik.

Terapi yang dapat diberikan adalah rehidrasi dan pemberian antibiotik tetrasiklin 12,5 mg/kgBB
4 x sehari selama 3 hari atau antibiotik alternatif eritromisin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3
hari.

Staphylococcus aureus
Keracunan makanan oleh staphylococcal disebabkan oleh konsumsi racun staphylococcal, yang
menumpuk dalam makanan kaya protein yang telah tidak cukup didinginkan. Makanan yang
paling sering terlibat adalah kue isi krim, salad kentang dan makaroni, dan ham. Enterotoksin
staphylococcal stabil dalam panas dan menyebabkan gejala-gejala melalui pengaruhnya
terhadap enterik neuron sensorik otonom dan permeabilitas sel usus.

16
Gejala terjadi dalam 1-6 jam setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Sekitar 75% dari
pasien mengalami mual, muntah, dan sakit perut, yang diikuti dengan diare 68%. Demam sangat
jarang terjadi. Durasi penyakit kurang dari 24 jam.

Diagnosis pasti dapat dibuat dengan kultur S.aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari
kotoran dan muntahan pasien. Hal ini dapat dipertimbangkan dalam wabah besar dugaan
keracunan makanan. Leukositosis perifer jarang terjadi, dan sel-sel darah putih tidak hadir pada
noda kotoran.

Terapi bersifat suportif, termasuk hidrasi oral memadai dan antiemetik. Tidak ada peranan
antibiotik untuk pemberantasan staphylococci tertelan.

Clostridium perfringens

C perfringens adalah anaerobik ,pembentuk spora, gram positif batang. Ia telah terlibat dalam
sindrom yang berbeda beberapa keracunan makanan, dengan jenis yang paling umum adalah
penyakit self-limited ditandai dengan tertelannya organisme, dengan produksi enterotoksin in
vivo. Keracunan makanan clostridial umum dalam penghidangan tertunda daging yang telah
dimasak dan produk unggas. Ketika produk daging disimpan pada suhu kamar, spora clostridial
dapat berkembang dan dicerna, dan elaborasi enterotoksin yang mungkin terjadi.
Sindrom self-limited ditandai dengan timbulnya gejala 8-24 jam setelah konsumsi produk daging.
Terjadinya diare dan nyeri epigastrium yang signifikan terjadi, dan ini dapat diikuti dengan mual,
muntah, dan demam. Gejala membaik dalam waktu 24 jam.

Pemeriksaan mikrobiologis makanan yang dicurigai, dengan isolasi lebih dari 105 organisme per
gram makanan, menegaskan diagnosis keracunan makanan clostridial. Pengecatan tinja
mengungkapkan ada sel polimorfonuklear, dan pengujian laboratorium lainnya tidak
diindikasikan. Terapi bersifat suportif, dengan rehidrasi oral dan antiemetik sesuai kebutuhan.

Patogen Escherichia coli

Patogen E coli adalah agen penyebab utama untuk diare untuk pelancong. Mekanisme patogenik
yang disebabkan oleh agen ini meliputi elaborasi dari enterotoksin dan perlekatan mukosa
difus. Ada beberapa agen penting:

17
1. E coli enterotoksigenik (ETEC) menyumbang sekitar 50% dari semua kasus E coli diare
dan merupakan penyebab paling umum dari diare.
2. E coli enteropatogenik (EPEC) menyebabkan sebagian besar kasus yang tersisa dari diare
traveller.
3. E coli Enteroadherent (EAEC) muncul untuk memperhitungkan 15% dari kasus diare.
4. E coli enterohemorrhagi (EHEC) merupakan penyebab yang jarang dari diare traveller
tetapi penyebab utama sporadis dan epidemi kasus diare berdarah menular.

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC memiliki gejala ringan yang terdiri
dari diare, mual, dan kram perut. Diare jarang parah, dengan kebanyakan pasien memiliki lima
atau lebih sedikit kotoran dalam waktu 24 jam. Waktu penyakit rata-rata adalah 5 hari. Demam
terjadi kurang pada sepertiga pasien. Kotoran bisa berlendir tapi jarang mengandung darah atau
sel darah putih. Leukositosis jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC adalah self-limited, tanpa
gejala sisa yang signifikan.

Temuan laboratorium tidak spesifik untuk diare E coli, termasuk leukosit tinja jarang
terjadi, tidak adanya patogen lain pada biakan tinja, dan leukositosis perifer sesekali. EPEC dan
EHEC dapat diisolasi dalam kultur, dan aglutinasi lateks uji khusus untuk EHEC tipe O157
tersedia.

Terapi bersifat suportif, dengan andalan yang rehidrasi yang memadai. Agen antimotilitas
harus dihindari pada penyakit yang parah. ETEC akan merespon trimetoprim-sulfametoksazol
atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Tidak diketahui apakah terapi antimikroba akan
mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Seperti dibahas di bawah, antibiotik
harus dihindari pada diare karena EHEC.

18
2.3.2 DIARE ET CAUSA VIRUS

Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari
biasanya ( 3 atau lebih per hari ) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari
penderita. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu
karena Infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, immuno defisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Salah satu penyebab infeksi pada diare adalah virus, dimana secara epidemiologi
yang terbanyak adalah rotavirus.

Etiologi
Beberapa virus yang menyebabkan diare yaitu rotavirus, Norwalk virus, cytomegalovirus,
adenovirus, calcivirus, virus herpes simplex dan virus hepatitis.

Epidemiologi
Kejadian diare di negara berkembang antara 3,5- 7 episode setiap anak pertahun dalam dua
tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Departemen
kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000 mendapatkan angka kesakitan diare sebesar 301/ 1000
penduduk, berarti meningkat dibanding survei tahun 1996 sebesar 280/ 1000 penduduk, diare
masih merupakan penyebab kematian utama bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 mendapatkan
angka kematian bayi 9,4% dan kematian balita 13,2%.

Patofisiologi
Virus menginvasi ke dalam sel epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan epitel. Sel-
sel epitel yang rusak digantikan oleh enterosit (tapi belum matang sehingga belum dapat
menjalankan fungsinya dengan baik). Sel enterosit membantu dalam pengeluaran sekresi
sehingga infeksi lebih mudah larut bersama feces. Hal ini menyebabkan feces menjadi cair.
Selain itu vili yang diinvasi oleh virus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. Hal ini berdampak pada peningkatan tekanan koloid osmotik usus,
sehingga terjadi diare osmotik. Bisa terjadi juga hiperperistaltik usus pada diare akibat infeksi
virus.

19
Manifestasi klinis
Gejala predominan dari infeksi virus adalah muntah dan diare. Biasanya diare yang
disebabkan oleh virus hanya berlangsung 3-5 hari. Pada keadaan tertentu, infeksi dari virus juga
bisa menyebabkan diare persisten. Diare karena virus bisa menyebabkan kenaikan suhu tubuh,
tetapi biasanya rendah. Pada diare kerena virus tidak ditemukan adanya nyeri abdomen.
Karakteristik tinja yang didapat pada diare karena virus adalah cair, tidak terdapat busa dan
darah.

Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis harus ditanyakan karakteristik demam, riwayat muntah, onset, frequensi dan
durasi diare, dan karakteristik tinja. Karakteristik tinja pada diare karena virus biasanya cair,
tidak berbusa dan bisanya tidak terdapat darah.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lebih berguna untuk menentukan keparahan diare dari pada menemukan
penyebabnya. Status volume dapat dicari dengan dengan mencari perubahan ortostatik tekanan
darah dan nadi. Demam dan tanda lain toksisitas perlu dicari dan dicatat. Pemeriksaan fisik
abdomen dengan melihat dan meraba distensi usus, nyeri terlokalisir atau merata, pembesaran
hati atau massa, dan mendengarkan bising usus. Perubahan kulit dapat dilihat pada mastositosis
(urtikaria pigmentosa), amiloidosis berupa papula berminyak dan purpura pinch. Tanda

20
limfadenopati menandakan AIDS atau limfoma. Tanda-tanda arthritis mungkin dijumpai pada
inflammatory bowel disease. Pemeriksaan rectum dapat memperjelas adanya inkontinensia feses.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik. Pemeriksaan
spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan non
spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap mempunyai nilai
dalam membedakan diare osmotik, sekretorik dan diare factitious. Osmolalitas feses yang
rendah < 290 mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau intake cairan hipotonik
berlebihan. Osmolalitas cairan feses sama dengan serum jika pasien menggunakan
laksansia, daire osmotik atau diare sekretorik. Fekal osmotik gap dapat dihitung
berdasarkan rumus 290 2x (konsentrasi natrium + kalium). Konsentrasi natrium dan
kalium feses diukur pada cairan feses setelah homogenisasi dan sentrifugasi. Osmotik gap
dapaat dipergunakan untuk memperkirakan peranan elektrolit dan non elektrolit dalam
terjadinya retensi air didalam lumen intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak
diabsorpsi mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik komponen
non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap pada diare osmotik >125
mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg.
2. Kolonoskopi dan sigmoidoskopi
Pada sebagian besar penderita diare kronis pemeriksaan endoskopi diperlukan,
walupun dugaan penyebabnya adalah malabsorpsi. Sigmoidoskopi rigid tanpa persiapan
dapat dilakukan pada penderita rawat jalan untuk menilai dengan cepat rektum dan feses.
Fleksibel sigmoidoskopi lebih dipilih karena dapat mencapai sigmoid dan kolon desenden
sekaligus dapat melakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Diare juga dapat
disebabkan oleh keganasan kolorektal. Dalam hal ini kolonoskopi diperlukan untuk
skreening, diagnostik dan eksklusi atau konfirmasi diagnostik kondisi lain seperti kolitis
mikroskopik, limfositik dan collagenous kolitis.

Tatalaksana
a. Terapi suportif
Pemberian ORS dan cairan intravena ditujukan kepada diare dengan komplikasi
dehidrasi. Pemberian ORS dan cairan intravena dilakukan dengan melihat derajat
dehidrasi.
b. Terapi antibiotika
21
Terapi antibiotika tidak memberikan efek apapun terhadap diare karena virus
sehingga tidak diperlukan.
c. Terapi simptomatis
Antiemetik dapat diberikan apabila terdapat muntah-muntah. Terapi dengan
menggunakan obat antidiare, antimotilitas tidak dianjurkan karena maanfaatnya
masih belum jelas dan malah memberikan efek samping tambahan.

22
2.3.3 DIARE ET CAUSA PARASIT

1. GIARDIASIS

Etiologi: gairdia lamblia (lamblia intestinalis)

Epidemiologi

Terdapat diseluruh dunia (kosmopilit), terutama didaerah tropis dan subtropis. Distribusi
penyakit umumnya berhubungan dengan keadaan ekonomi, higene, sanitasi.

Patogenesis

Cara infeksi karena menelan kista. Parasit biasanya hidup dealam mukosa duodenum dan
kandung empedu.

Gejala klinis

Gejala yang sering timbul pada anak ialah sakit di daerah abdomen dan diare akut atau kronis. Di
negara barat penyakit ini terbukti pula menyebabkan intoleransi gula.

Pemeriksaan laboratorium

Tinja biasanya encer, kadang-kadang mengandung lendir atau darah. Pada pemeriksaan
mikroskopis ditemukan G.lamblia bentuk vegetatif (trofozoit ) atau kista. Sediaan yang diperiksa
dapat pula cairan duodenum yang diperoleh dengan cara aspirasi cairan tersebut pada waktu
dilakukan intubasi duodenum.

Diagnosis

Dibuat bila ditemukan G.lamblia bentuk trofozoit dalam tinja encer atau cairan duodenum dan
bentuk kista dalam tinja padat.

Pengobatan

Obat pilihan: metronidazol (flagyl, Elyzol) dengan dosis 25-50 mg/kgbb/hr selama 5 hari

23
Obat lain adalah Atabrine (kuinakrin dihidroklorida) dengan dosis:

Anak 8 tahun  3 x 1 tablet/hr

4-8 tahun  3 x ½ tablet /hr

4 tahun  3 x ¼ tablet/hr

Prognosis : baik

2. AMUBIASIS

Bermacam- macam spesie protozoa hidup sebagai saprofit, hanya beberapa diantaranya hidup
sebagai parasit. Contoh spesies yang nonpatogen dari golongan Entamoeba ialah Entamoeba
ginggivalis, Entamoeba coli, Iodamoeba butchii, Endolimax nana, Diantamoeba fragilis,
Entamoeba hartmani. Beberapa spesies dalam keadaan tertentu berubah menjadi bentuk yang
patogen.

Siklus morfologi

Bentuk Entamoeba histolityca dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu:

1. Bentuk minuta

Merupakan bentuk normal vegetatif dari semua protozoa. Bentuk ini dapat hidup normal
dalam usus besar manusia. Ukuran 8-12 u, pada sitoplasma terdapat banyak cairan, inti
besar dengan ukuran 30% dari seluruh sel. Bila diwarnai dengan hematoksilin akan
terlihat butir teratur disekitar membran inti dan pada tengah inti terdapat kromatin kecil
dengan ukuran 0.5 u.

2. Fase prekistik

Bila bentuk minuta keluar dari usus halus dan sampai di rektum, maka bnetuk minuta ini
biasanya akan berubah karena terjadi dehidrasi yang mendadak. Inti kan berubah menjadi
besar sehingga ukurannya menjadi 42% dari seluruh sel dan menjadi satu membran
disekeliling sitoplasma.
24
3. Fase kistik

Bentuk fase prekistik kemudian berubah dengan terjadinya membran yang lengkap yang
menyelubungi sitoplasma dan dalam sitoplasma akan terjadi kista. Dari satu sel terjadi 1-
2 kista yang dengan pewarnaan hematoksilin akan menjadi lebih jelas. Kista mempunyai
ukuran 7-12 u dan biasanya akan keluar bersama tinja.

4. Fase metakistik

Dalam usus halus bentuk kista ini dindingnya pecah dan intinya dengan cepat turut
membelah yang kemudian akan berubah menjadi bentuk minuta lagi.

5. Bentuk histolitika

Secara pasti apa yang mempengaruhi perubahan bentuk menjadi bentuk histolitika tidak
jelas dan bentuk histolitika ini dianggap patologis. Biasanya infeksi dimulai dari usus
yang kemudian dapat menyebar ke alat lain. Bentuk ini mempunyai ukuran yang lebih
besar, yaitu 12-30 u dan selalu dalam keadaan bergerak pseudopodia. Bentuk ini tidak
dapat hidup lama diluar tubuh manusia.

Cara infeksi

Bentuk kista yang keluar dari tubuh manusia dapat hidup lama, tahan terhadap panas dan suasana
asam. Bila bentuk kista terdapat dalam makanan, air dan kemudian masuk kedalam tubuh
manusia. Maka bentuk kista ini akan mengalami perubahan dalam usus manusia.

Patogenesis

Entamoeba histolityca dalam keadaan tertentu dapat menembus dinding usus, dan menyebar ke
paru, hati, otak dan alat-lat lain. Yang menyebar biasanya bentuk histolityca. Infeksi jarang
terdapat pada usus halus, yang paling sering ialah pada kolon, apendiks dan sigmoid. Distribusi
ini ada hubungannya dengan statis tinja dalam usus sehingga terjadi kontak langsung yang lama
antara Entamoeba dengan dinding usus.pada infeksi ini akan terjadi ulkus yang terdapat pada

25
beberapa bagian usus. Kdang-kadang terjadi granuloma amubik yaitu apabila disertai dengan
reaksi radang dinding usus, biasanya hanya kecil tetapi bila besar dapat menyebabkan obstruksi.

Lesi Entamoeba pada hati paling sering dibandingkan dengan alat lain. Hal ini dihubungkan
dengan sistem portal, penyebaran jarang melalui sistem limfe atau melalui peritoneum. Dalam
hati akan terbentuk suatu abses yang berisi jaringan nekrotik dan darah sehingga bila abses ini
pecah akan keluar pus yang khas berwarna ketengguli-ketenggulian, steril dan tidak berbau.

Gejala klinis

Bervariasi misalny:

Amubiasis asimptomatik: penderita tidak menunjukkan gejala, hanaya pada pemeriksaan tinja
secara kebetulan ditemukan Entamoeba hiatolityca.

Amoebiasis intestinal kronis: penderita sering mengalami diare yang disertai lendir dan darah.

Amoebiasis berat: penderita mengalami diare yang berat disertai dengan lendir dan darah, nyeri
pada usus ( tenesmus) dan kadang-kadang disertai panas.

Amoebiasis hati: penderita biasanya panas tinggi disertai nyeri perut kanan atas dan batuk-batuk,
rasa nyeri bila bernafas. Bila abses kecil basanya tidak teraba. Diagnosis pasti dibuat bila abses
pecah mengeluarkan pus yang khas berwarna ketengguli-tenggulian, steril dan tidak berbau atau
dengan biopsi hati, dan aspirasi pus.

Amoebiasis kulit: biasanya berbentuk tukak dengan tepi yang tajam, sangat nyeri dan mudah
berdarah dan dengan pinggir kulit yang tidak menunjukkan kelainan. Daerah yang sering terkena
ialah penis, vulva, perut kanan atas.

Pemeriksaan laboratorium

Sangat penting untuk membuat diagnosis ialah menemukan Entamoeba histolityca baik secara
langsung maupun tidak langsung (biakan). Pemeriksaan tinja yang dilakukan ialah tinja segar
yang diwarnai dengan eosin 1%, hematoksilin, lugol 1% atau pewarnaan lain.

Diagnosis

26
Ditemukannya ulkus dengan rektosigmoidoskopi menyokong diagnosa amubiasis. Ulkus
biasanya mempunyai tepi yang keputih-putihan dengan sekelilingnya normal. Ulkus daoat
terletak pada sekum, kolon ascenden. Pada tepi ulkus dapat ditemukan Entamoeba histolityca.
Foto rontgen banyak menolong dalam diagnosis.

Pengobatan

Obat-obatan yang biasa dipakai ialah:

Emetin-HCL : dapat dipakai juga untuk amubiasis ekstra intestinal, dengan dosis 1 mg/kgbb/hr,
diberikan subkutan, tidak boleh lebih dari 10 hari. Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah
neuritis dan miokarditis.

Dihidro-emetin dengan dosis 1 mg/kgbb/hr/ dosis tunggal selama 7-10 hari. Biasanya dibulatkan
sebagai berikut:

 5-15 kg = 1 tablet a 10 mg/hari.dosis tunggal

 15-15 kg = 2 a 10 mg/hari/ dosis tunggal

 25-35 kg = 1 tablet a 30 mg/hari/dosis tunggal

Milibis (glikobiarsol) diberikan peroral dengan dosis 250 mg, 2 kali sehari.

Tetrasiklin dengan dosis 20-40 mg/kgbb/hari.

Klorokin fosfat juga diberikan untuk amubiasis ekstra intestinal dengan dosis 250 mg, 2 kali
selama 2 hari, kemudian dilanjutkan dengan 125 mg, 2 kali sehari selama 12 hari.

Derivat Dikloro asetamid dengan dosis 500 mg/hari diberikan selama 7 hari

Metronidazol merupakan obat pilihan diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgbb/hari peroral selama
5-10 hari.

27
2.3.4 DIARE AKUT AKIBAT PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Diare akut akibat penggunaan antibiotik terjadi pada 20% pengguna antibiotic sprektum
luas. Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan abnormalitas pada fermentasi karbohidrat di
kolon, yang kemudian meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme sebagai akibat dari
penurunan produksi short-chain acid. Mikroorganisme tersebut berupa fungi, terutama spesies
Candida, sedangkan selebihnya akibat mikroorganisme yang tidak teridentifikasi.

Etiologi

Candida merupakan jamur saprofit yang tersebar luas dan terdapat dimana-mana. Jamur ini
merupakan bagian dari flora normal pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan
saluran genitalia wanita. Di alam bebas jamur ini ditemukan di tanah, buah-buahan, kotoran
binatang dan air. Diperkirakan ada sekitar 200 spesies Candida yang telah diidentifikasi.
Candida albicans merupakan penyebab infeksi tersering pada manusia dan merupakan spesies
yang paling banyak diselidiki. Spesies lainnya seperti Candida tropicalis, Candida parapsilosis,
Candida glabrata, Candida krusei, Candida guillermondii, Candida lusitaniae, Candida
lipolytica dan Candida stellatoidea juga dapat menyebabkan infeksi yang serius pada individu
yang rentan.

Jumlah spesies Candida yang berlebihan dapat menyebabkan diare karena terjadi gangguan
penyerapan karbohidrat, air dan elektrolit. Jika keadaan ini terjadi pada anak yang sebelumnya
telah menderita malnutrisi, maka dapat memperberat derajat malnutrisinya. Keadaan ini
kemudian akan menyebabkan bertambah suburnya pertumbuhan jamur Candida yang akan
menghalangi penyerapan makanan sehingga akhirnya menimbulkan diare. Sebaliknya diare ini
akan memperberat derajat malnutrisinya dan seterusnya, yang merupakan lingkungan yang tidak
berujung bila tidak diatasi dengan cepat dan tepat.

Patofisiologi

Hingga saat ini, mekanisme patofisiologi yang pasti dari diare yang disebabkan oleh Candida
serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan bentuk Candida dari organisme yang
saprofit menjadi organisme yang patogen belum banyak dimengerti. Saluran pencernaan dapat
28
terinfeksi oleh Candida albicans melalui permukaan mukosanya atau melalui aliran darah.
Saluran pencernaan merupakan sumber infeksi endogen untuk timbulnya candidiasis, karena
Candida telah terdapat sebelumnya didalamnya. Pada keadaan-keadaan tertentu, yaitu bila
terdapat faktor-faktor predisposisi, maka jamur ini dapat menimbulkan penyakit. Selain infeksi
endogen, dapat juga terjadi infeksi secara eksogen. Cara infeksi ini misalnya waktu bayi
dilahirkan. Bila vagina ibunya mengandung Candida, maka jamur dapat tertelan dan masuk ke
dalam usus. Cara lain infeksi adalah melalui alat makan dan minum yang tercemar, misalnya di
tempat perawatan bayi baru lahir dan tempat-tempat perawatan anak yang kurang
memperhatikan kebersihan.

Manifestasi Klinis
Diare yang disebabkan oleh Candida dapat bersifat intermiten dengan tinja yang lembek hingga
cair, dapat berlangsung hingga 8-10 kali dalam sehari, biasanya tanpa darah dan lendir dalam
tinja. Kadang-kadang dapat terjadi disertai penurunan berat badan. Gejala-gejala ini biasanya
menetap dan dapat berlangsung hingga 3 bulan. Gejala-gejala lainnya seperti demam, mual,
muntah dan anoreksia biasanya tidak ditemukan. Pada pemeriksaan fisik biasanya normal,
kadang-kadang ditemukan nyeri perut yang difus dan sangat ringan.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sediaan langsung tinja dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% atau KOH 10%,
dimana akan nampak sel-sel jamur yang bertunas atau pseudohifa. Kultur tinja untuk Candida
dapat dilakukan dengan melarutkan 0,2 gram tinja dalam 1,8 ml larutan salin yang steril. 10 µl
larutan ini ditanamkan pada media agar dekstrosa Sabouraud yang mengandung 300 µg/ml
kloramfenikol dan 10 µg/ml gentamisin.Media biakan ini diinkubasi pada udara dengan suhu
350C selama 48 jam, sebelum mengidentifikasi dan menghitung jumlah koloni. Candida
albicans diidentifikasi melalui pembentukkan germ tube dan dikonfirmasi melalui
pembentukkan chlamidospora.
Saat ini, di berbagai laboratorium klinik, tes serum dengan hasil positif germ tube dipakai
sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi Candida albicans secara tepat. Hasilnya dapat
dibaca setelah inokulasi dieram dalam serum selama 2 jam pada suhu 370C.
Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah yang lain biasanya menunjukkan nilai yang normal.
Leukosit dalam tinja biasanya tidak ditemukan atau jarang.

29
Diagnosis
Diagnosis Candidiasis Gastrointestinal sangat sulit terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa
terdapat sejumlah kecil jamur Candida yang hidup dalam tubuh orang sehat dan sulit untuk
membedakan apakah jamur tersebut bersifat saprofit atau telah menjadi patogen. Adanya
kesulitan untuk membedakan apakah spesies Candida yang ada pada saluran pencernaan bersifat
saprofit atau patogen dapat menjelaskan mengapa organisme ini jarang disebut-sebut dalam
kepustakaan sebagai penyebab diare pada anak. Sebelum mencurigai Candida sebagai penyebab
diare, sangat penting untuk memastikan bahwa pemeriksaan kultur tinja terhadap bakteri patogen
dan pemeriksaan mikroskopik terhadap parasit memberikan hasil yang negatif. Kultur tinja untuk
Candida seringkali tidak bermanfaat, terutama bila yang digunakan adalah media rutin
mengisolasi baktreri usus, yang hanya memberikan kebutuhan pertumbuhan yang suboptimal
untuk Candida. Flora usus tertentu, khususnya Enterobacteriaceae dan lactobacili juga dapat
menghambat pertumbuhan Candida pada media. Kultur rutin juga seringkali sudah dibuang
sebelum diperoleh pertumbuhan Candida yang bermakna.
Diagnosis candidiasis gastrointestinal tidak selalu dapat dibuat berdasarkan ditemukannya jamur
dalam tinja, walaupun pada seorang penderita dengan diare. Hanya bila ditemukan jamur dalam
jumlah cukup besar atau adanya bentuk hifa semu pada pemeriksaan langsung, maka Candida
dapat dianggap sebagai penyebab diare, baik primer maupun sekunder oleh penyakit lain. Jumlah
jamur yang dianggap besar adalah ±104/ml tinja.
Seringkali hasil kultur tinja dilaporkan sebagai normal flora fekal dan pemeriksaan terhadap telur
cacing dan parasit hasilnya negatif, namun pada pemeriksaan mikroskop dengan lapangan
pandang besar yang diwarnai dengan iodine, seringkali ditemukan Candida dalam jumlah besar.
Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar diagnosa. Bukti lainnya bahwa Candida sebagai penyebab
diare adalah respons yang baik terhadap pengobatan dengan nystatin.
Penatalaksanaan
Pengobatan candidiasis gastrointestinal yang murni tidak sukar. Obat-obat anti jamur yang
tersedia saat ini seperti nystatin, amfotericin dan sebagainya mempunyai khasiat yang baik. Yang
sukar adalah mengobati faktor-faktor predisposisi yang menyertai penyakit ini. Bila pada seorang
penderita diare ditemukan adanya jamur Candida pada tinja, walaupun dalam jumlah kecil,
sebaiknya diobati, karena diare dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi sekunder
oleh Candida.
30
Aktivitas anti jamur dari nystatin adalah menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi,
tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus. Nystatin terutama digunakan untuk infeksi
kandida di kulit, selaput lendir dan saluran cerna. Untuk kandidiasis mulut dan oesofagus pada
orang dewasa diberikan dosis 500.000-1.000.000 unit 3 atau 4 kali sehari. Pada anak dan bayi
diberikan bentuk suspensi masing-masing 400.000 dan 200.000 unit 3-4 kali sehari. Obat tidak
langsung ditelan tetapi ditahan dulu dalam rongga mulut.

31
2.3.5 DIARE AKUT AKIBAT INTOLERANSI LAKTOSA

Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Penduduk di Eropa
memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika memiliki tingkat
kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus
intoleransi laktosa.

Intoleransi laktosa sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi
enzim laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak
menutup kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa
(khususnya bayi-bayi prematur).

Etiologi

Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu mamalia.
Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (β-galactosidase) yang terdapat di brush border
mukosa usus halus, menjadi glukosa dan galaktosa, yang kemudian akan diserap oleh tubuh di
usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian luar pada brush border mukosa usus halus, dan
jumlah yang sedikit. Intoleransi laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim laktase
tersebut sehingga laktosa tidak dapat diurai dan diserap oleh usus halus.

Patogenesis

Laktosa yang terdapat didalam susu mamalia, akan diuraikan menjadi glukosa dan
galaktosa oleh enzim laktase. Namun apabila enzim laktase ini tidak ada, maka laktosa tidak
dapat diuraikan. Penyebab penurunan produksi enzim laktase ini terbagi menjadi 2 bagian besar,
yaitu penurunan laktase primer (primary lactase deficiency) dan penurunan laktase sekunder
(secondary lactase deficiency).

Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase primer (primary lactase deficiency)
ini disebabkan oleh faktor genetik karena tubuh akan menurunkan tingkat produksi enzim laktase
mulai pada usia 2 tahun. Kecepatan proses penurunan produksi ini tergantung dari masing-

32
masing individu. Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa penduduk Asia dan Afrika lebih
banyak pada tipe ini. Tipe ini juga sering terdapat pada anak 2 tahun keatas hingga dewasa.

Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase sekunder (secondary lactase


deficiency) disebabkan rusaknya mukosa usus halus karena adanya infeksi akut oleh rotavirus
atau bakteri pada usus halus yang merusak mukosa usus halus sehingga menghambat produksi
enzim laktase. Tipe ini biasanya dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain:

 Diare, kotoran berbau asam dan berlendir, kadang cair


 Perut kembung
 Nyeri perut
 Daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi)
Gejala-gejala klinis tersebut dapat timbul pada 30 menit hingga 2 jam setelah mengkonsumsi
susu dan produk-produk susu (misalnya mentega, keju).

Diagnosis

Metode untuk mendiagnosis intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan cara:

 Diet eliminasi, yaitu dengan cara tidak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
laktosa (susu dan produk susu) dan lihat apakah ada perbaikan gejala. Apabila timbul gejala
klinis setelah diberikan bahan makanan yang mengandung laktosa, maka dapat dipastikan
penyebabnya adalah intoleransi laktosa.
 Hydrogen breath test, merupakan pengujian kadar hidrogen dalam napas. Laktosa yang tidak
terurai oleh laktase akan mengalami fermentasi oleh bakteri sehingga menghasilkan gas
hidrogen didalam saluran cerna. Tes ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, lalu
mengukur kadar hidrogen udara dari napasnya, kemudian memasukkan laktosa 2g/kgBB serta
diukur kadar hidrogennya setelah 2-3 jam pemberian. Peningkatan kadar hidrogen udara
dalam napas diatas 20ppm dapat dipastikan pasien menderita intoleransi laktosa.
 Pengukuran kadar pH feses. Jika kadar pH feses <6, maka memperkuat dugaan adanya
intoleransi laktosa.

33
Penatalaksanaan
 Diet bebas laktosa
 Edukasi pasien untuk tidak mengkonsumsi segala bahan makanan yang mengandung laktosa
(misalnya susu mamalia dan turunannya seperti keju), pada anak dapat mengkonsumsi susu
yang rendah laktosa, juga harus mencari bahan makanan pengganti yang bebas laktosa namun
mengandung gizi yang terdapat dalam susu mamalia, misalnya susu kedelai.

34
2.4 Pemeriksaan dan Pendekatan Diagnosis Pasien di Skenario

Untuk dapat menegakkan diagnosis pasien diskenario, maka perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

3. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal – hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada atau tidaknya lendir dan darah. Bila disertai muntah
ditanyakan volume dan frekuensinya. Ditanyakan apakah anak menderita demam atau penyakit
lainnya. Ditanyakan juga riwayat kencing anak dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare, atau tindakan ibu selama anak mengalami diare. Apakah ibu
mememberikan anak oralit, memabawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-
obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

4. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung, pernapasan, serta tekanan darah. Selain itu perlu dicari tanda-tanda dari dehidrasi.
Pernapasam cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Diperiksa juga apakah bising
usus meningkat atau tidak. Pemeriksaan ekstremitas dilakukan untuk menentukan perfusi dan
capillary refill dapat juga digunakan untuk menentukan derajat dehidrasi.

Klasifikasi Dehidrasi

Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi ringan,
sedang, atau berat.

1. Dehidrasi Ringan

Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus, dan agak
rewel.

35
2. Dehidrasi Sedang

Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:

 Gelisah, cengeng
 Kehausan

 Mata cekung

 Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke posisi
semula.

3. Dehidrasi berat

Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:

 Berak cair terus-menerus


 Muntah terus-menerus

 Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk

 Tidak bisa minum, tidak mau makan

 Mata cekung, bibir kering dan biru

 Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik

 Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang dari 6
popok/hari.

 Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

36
Tabel derajat dehidrasi

37
5. Laboratorium

Dilakukan pada diare yang tidak diketahui penyebabnya atau pada penderita diare dengan
dehidrasi berat.

a. Pemeriksaan darah lengkap, serum elektrolit, analisis gas darah, kultur dan tes kepekaan
terhadap antibiotik
b. Tinja : makroskopik dan mikroskopik

Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita diare. Pemeriksaan
makroskopik mencakup warna tinja, konsistensi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah,
adanya busa. Warna tinja tidak terlalu berhubungan dengan penyebab dari diare. Warna tua
berhubungan dengan adanya warna empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob. Konsistensi
tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yang berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat
fermentasi bakteri. Tinja berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja.
Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja
yang sangat berbau menggambarkan adanya adanya fermentasi bakteri anaerob di kolon.Tinja
yang berair dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa,
atau dapar juga disebabkan oleh penyebab lain. Tinja yang mengandung darah atau mukus
disebabkan oleh bakteri penghasil sitotoksin atau bersifat invasif seperti :
E. hystolitica, B.coli ,T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali
pada infeksi E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan


adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halussehingga masuk ke usus
besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja <6 dapat dinggap
sebagai malabsorbsi laktosa.

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat rusaknya mikrofili
mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase. Enzim laktase merupakan enzim
38
yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsilaktosa adalah pemeriksaan clinitest
dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip
melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri
oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya
tidak lebih dari1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam
gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang
terjadi dicocokan dengan warna standart. Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari
5gram sehari disebut sebagai steatore.

Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukositdalam


tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara
perwanaan tinja dengan sudan III yangmengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar
dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan
warna kuning atau jingga. Pemeriksaan parasit dilakukan pada tinja segar dengan mamakai
batang lidi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan dengan tetesan NaCL fisiologis.Uji hydrogen
napas adalah pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen dalam udara
ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri terhadap substrat
baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar terjadi karena adanya
substrat yang tidak diabsorbsi seperti laktosa atau fruktosa akan difermentasi oleh bakteri
komensal menghasilkan asam lemak rantai pendek (shortchain fatty acid), beberapa molekul
alkohol dan gas hidrogen.fermentasi disebabkan oleh adanya bacterial overgrowth yang
didefinisikan sebagai terdapatnya spesies koloni bakteri lebih dari 106 unit per mililiter cairan
usus halus yang seharusnya steril

39
2.5 TERAPI DAN EDUKASI PADA PASIEN DENGAN DIARE

Secara umum, penatalaksanaan diare adalah menstabilkan kondisi seseorang. Baik pada diare
akut, maupun kronik, penatalaksanaannya hampir sama yaitu rehidrasi pasien dengan segera agar
tidak jatuh kedalam keadaan syok dan mengembalikan status keadaan nutrisi pasien. Adapun
langkah-langkah pengobatan sebagai berikut.

1. Rehidrasi dengan melihat derajat dehidrasi pasien (ringan, sedang, dan berat).
2. Feeding.
3. Pemberian mikronutrien.
4. Penggunaan probiotik, dan
5. Obat-obatan.

1. Rehidrasi
Rehidrasi cairan merupakan langkah utama dalam stabilisasi pasien agar tidak jatuh dalam
keadaan syok, dimana pemberian cairan ini sangat dianjurkan terutama dengan pemberian
melalui oral (CDC, ESPGHAN, 2009) yang merupakan best recommended pada keadaan
dehidrasi ringan dan sedang. Penggunaan cairan hipoosmolar dapat digunakan pada semua
keadaan diare.
Selain itu, terapi cairan harus sesuai dengan derajat dehidrasi pasien, apakah ringan, sedang
atau berat agar terapi yang diberikan tidak kurang ataupun lebih sehingga menyebabkan
berbagai komplikasi yang tidak diinginkan.

40
A. Terapi untuk Dehidrasi Ringan (Rencana Terapi A: Penangan Diare di Rumah)

41
B. Terapi untuk Dehidrasi Sedang (Rencana Terapi B: Penggunaan Oralit)

42
C. Terapi untuk Dehidrasi Berat (Rencana Terapi C)

43
2. Feeding

Pemberian makanan pada tahap awal diare, dapat menurunkan permeabilitas intestinal dan
mengurangi kejadian infeksi secara berlanjut, dan memperpendek masa sakit akibat
meningkatnya pertahanan tubuh oleh nutrisi yang baik. Menurut CDC, rekomendasi yang
tepat adalah:
- Berikan breastfeesing terus pada semua kasus diare (kecuali pada intoleransi laktosa).
- Berikan susu formula yaitu nondiluted tanpa pembatasan intake laktosa pada anak-anak.

3. Mikronutrient
Pemberian mikronutrien seperti zinc dapat mempercepat kesembuhan dan menggantikan zinc
yang hilang oleh diare, sebagai suatu zat pembangun tubuh.

4. Probiotik
Probiotik dapat memberikan manfaat yang cukup efektif dalam menurunkan angka kesakitan
dan memperpendek onset diare, terutama pada diare akut jenis watery dan biasanya
disebabkan oleh rotavirus pada anak-anak. Efek ini dapat menurunkan frekuensi diare dalam
17-30 jam, namun tidak efektif dalam bacterial yang bersifat invasive, dan penggunaan
probiotik berguna pada dosis >1010 cfu.

5. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan seperti antidiare (Loperamide dan golongan opiate lainnya atau
antikolinergik) tidak dianjurkan pada anak-anak. Namun penggunaan antbiotik boleh
diberikan pada keadaan tertentu, sepert:
- Pasien dengan imunokompromise.
- Diare akut yang disebabkan oleh Shigella, Vibrio cholera, dan bakteri yang memproduksi
enteroinvasif dan enteropatogenik seperti E. coli dan Clostridium.
- Beberapa kasus yang disebabkan oleh Campylobacter, Yersinia dan Salmonella pada
anak-anak dengan kondisi bakterimia atau pada anak yang kurang dari 3 bulan.

44
Terapi Empiris, dan Spesifik pada Diare Infeksi Mikroba.

EDUKASI
1. Cucilah tangan sebelum makan.
2. Hindari makan-makanan yang tidak sehat, pedas, dan berminyak yang dapat mengiritasi
peceranaan.
3. Hidup bersih dan sehat.
4. Hindarkan diri dari orang yang terinfeksi diare akut, terutama Diare akut oleh karena
infeksi Vibro Cholera

2.6 KOMPLIKASI

Sebagian besar komplikasi yang terkait dengan diare adalah berkaitan dengan keterlambatan
dalam diagnosis dan penundaan pemberian terapi yang sesuai. Tanpa rehidrasi awal dan tepat,
banyak anak dengan diare akut akan berkembang menjadi dehidrasi dengan berbagai komplikasi
yang terkait seperti ketidakseimbangan asam-basa, omolalitas plasma, volume intravascular,
elektrolit (natrium, kalium, magnesium, fosfor). Hal ini merupakan komplikasi yang dapat
mengancam jiwa pada bayi dan anak-anak. Terapi yang tidak sesuai dapat menyebabkan

45
perpanjangan episode diare, dengan komplikasi berupa malnutrisi dan komplikasi lain yang
menyertai seperti infeksi sekunder dan defisiensi mikronutrien (zat besi, zinc). Di negara
berkembang, bakteremia merupakan komplikasi yang paling banyak ditemukan pada anak
malnutrisi dengan diare.

46
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam
tinja. Atau dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir
sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus. Diare dapat disebabkan
melalui berbagai mekanisme patofisiologi. Bererapa penyebab yang sering menyebabkan diare
pada anak antara lain bakteri, virus, parasite dan jamur serta diare karena antibiotic dan
malabsorbsi. Untuk mendiagnosis diare pada anak diperlukan anamnesis maupun
heteroanamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan tinja dan kultur.

Dari hasil diskusi yang telah kami lakukan, maka kami mendiagnosis anak di scenario
mengalami diare akut dan dehidrasi berat. Untuk etiologi dari diare sendiri masih belum dapat
kami simpulkan namun berdasarkan tanda dan gejala diskenario maka diagnosis banding kami
yang pertama adalah diare et causa bekteri. Untuk dapat menegakkan diagnosis pasti, masih
harus dilakukan anamnesis tambahan serta pemeriksaan fisik dan penunjang.

Penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada pasien dengan dehidrasi berat seperti di
scenario adalah rehidrasi kemudian dilanjutkan dengan pengobatan berdasarkan kausanya.

47
Daftar Pustaka

Avunduk, canan. 2002. Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Therapy, 3rd Edition.
Lippincott Williams & Wilkins

Committee on Infectious Diseases American Academy of Pediatrics. (2000). Candidiasis. Elk


Grove Village, American Academy of Pediatrics

Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology, 2nd Edition; 2003 McGraw-Hill.

Heyman, M. (2006). Lactose Intolerance in Infants, Children, and Adolescents. American


Academy of Pediatrics vol. 118 no.3 (9); 1279-1286. Available from:
http://www.pediatricsdigest.mobi/content/118/3/1279.short [Accessed 18 October 2012].

MTBS Penatalaksanaan di Puskesmas. 2011. Kemenkes: Jakarta.

Nelson. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit EGC. Jakarta

Paediatric GastroenterologyJosé M Moreno-Villares • Isabel Polanco; CLINICAL PUBLISHING

Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak.

Yamada, T., et al. (2008). Principles of Clinical Gastroenterology. USA; Blackwell Publishing.
Lung, Edward. Editor : Friedman, SL., McQuaid, KR., dan Grendel, JH. 2003. Current Diagnosis
& Treatment in Gastroenterologi : Acute Diarrheal Disease. Edisi Kedua. Chapter 8. Hal 137-
139. United States of America : McGraw Hill.

48

Anda mungkin juga menyukai