Anda di halaman 1dari 4

McKinsey mengestimasi sekitar US$ 250 miliar atau sekitar Rp 3.

250 triliun aset WNI di luar


negeri

Data Credit Suisse Global Wealth Report dan Allianz Global Wealth Report (diolah) menunjukkan
aset WNI di luar negeri sekitar Rp 11.125 triliun

Bank Indonesia memperkirakan jumlah harta kekayaan WNI di luar negeri sebesar Rp 3.147 triliun
(sumber: Kar and Spanjers (2015), Tax Justice Network (2010) dan Global Financial Integrity
(2015).

Berdasarkan data primer, Kementerian Keuangan memprediksi total aset WNI di luar negeri
minimal sebesar Rp 11.000 triliun.

http://bisnis.liputan6.com/read/2625926/berapa-harta-kekayaan-orang-ri-di-luar-negeri-ini-datanya

Indonesia berpotensi mengalami kerugian besar karena ada devisa hilang dengan masih ada warga
negara Indonesia (WNI) menyimpan kekayaannya di luar negeri, ujar peneliti ekonomi dari Institute
for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira.
Hal ini dikatakannya menyusul laporan media massa dalam sepekan hari terakhir bahwa regulator
keuangan di Eropa dan Asia tengah menyelidiki transfer dana sebesar US$14 miliar atau senilai
Rp18,9 triliun milik para nasabah asal Indonesia yang dilakukan oleh Standard Chartered Bank
pada akhir 2015 dari Guernsey, sebuah pulau di kanal Inggris ke Singapura.
“Ada potensi cadangan devisa yang tidak tercatat, yang seharusnya bisa ditarik ke dalam negeri
untuk membiayai pembangunan,” ujarnya kepada BeritaBenar, Kamis, 12 Oktober 2017.
Menurut Bima, dana tersebut seharusnya bisa digunakan untuk menggenjot kegiatan ekonomi yang
akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Apalagi target penerimaan pajak tahun ini yang hingga September baru mencapai target 60 persen
atau senilai Rp 770 triliun dan masih ada sisa sekitar Rp 513 triliun yang harus dikejar sampai akhir
tahun ini demi memenuhi target.
Potensi penerimaan pajak bisa didapatkan dari mereka yang ternyata masih menyimpan harta di luar
negeri, setelah program amnesti pajak berakhir Maret lalu, karena mereka akan harus bayar denda
yang sangat besar atau sekitar 200% dari nilai pajak mereka.
“Pemerintah harus tegas agar harta mereka masuk kas negara,” ujar Bima lagi.

https://www.benarnews.org/indonesian/berita/wni-uang-luar-negeri-10132017132741.html

Saat rapat dengan Komisi XI DPR membahas RUU Tax Amnesty awal pekan ini, Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan ada sekitar 6.519 WNI yang menyimpan
kekayaannya di luar negeri.
Berapa banyak kekayaan mereka yang disimpan di luar negeri?
Jumlah mencapai sekitar Rp 4.000 triliun. Jika dirata-rata, maka satu WNI menyimpan aset di luar
negeri sebanyak Rp 614 miliar.
Akumulasi kekayaan yang disimpan di luar negeri itu tidak pernah dilaporkan oleh si empunya
sehingga tidak pernah dibayarkan pajaknya.
Padahal, berdasarkan aturan pajak di Indonesia, setiap WNI yang menjadi wajib pajak harus
menyetor pajak dari setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan WNI bersangkutan.
Pajak ini disebut pajak penghasilan atau PPh.
Besaran tarif PPh bervariasi, berkisar 5 – 30 persen dari setiap tambahan penghasilan, tergantung
seberapa besar penghasilannya.
Semakin besar tambahan penghasilan, semakin besar tarif PPh-nya.
WNI Super Kaya
Apabila jumlah WNI yang menyimpan dananya di luar negeri dibandingkan total penduduk
Indonesia yang sebanyak 255 juta, maka persentasenya hanya 0,000026 persen.
Amat sangat kecil dan tidak signifikan sama sekali. Namun, betapa dahsyat kekayaan yang mereka
miliki.
Sebab, simpanan mereka yang sebesar Rp 4.000 triliun itu ternyata hampir dua kali lipat dari
belanja negara.
Total belanja negara tahun 2016 ini ditetapkan sebesar 2.095,7 triliun.
Belanja itu dipakai antara lain untuk membayar gaji sekitar 4,5 juta PNS, 900.000 TNI/polri, dan
pegawai pemerintah lainnya di seluruh Indonesia.
Dana itu juga digunakan untuk belanja barang dan modal termasuk membangun infrastruktur seperti
waduk, jalan, bandara, pelabuhan di seantero Indonesia.
Yang lebih mencengangkan, jumlah simpanan WNI super kaya di luar negeri ternyata hampir
sebanding dengan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia yang sebesar Rp 4.561
triliun per akhir Maret 2016.
M2 terdiri dari uang kartal, uang kuasi, dan surat berharga.
Uang kartal merupakan uang pecahan yang beredar di masyarakat. Uang yang ada di dompet kita
merupakan bagian dari uang kartal.
Sementara uang kuasi adalah uang yang wujud tidak kita pegang seperti tabungan, deposito, dan
giro di perbankan.
Jumlah M2 mencerminkan kekayaan seluruh masyarakat Indonesia yang disimpan dalam bentuk
uang dan sejenisnya di dalam negeri.
Jadi, simpanan seluruh masyarakat Indonesia yang sebanyak 255 juta hampir setara dengan
simpanan 6.519 WNI super kaya di luar negeri.

Kondisi itu menunjukkan betapa timpangnya pendapatan di Indonesia.


Hampir setengah kekayaan total bangsa hanya dimiliki oleh segelintir orang yang jumlahnya tak
sampai 1 persen dari jumlah penduduk.
Wajar saja, angka gini rasio Indonesia tergolong tinggi.
Gini rasio atau Koefisien Gini adalah ukuran yang dikembangkan oleh ahli statistik Italia bernama
Corrado Gini,
Koefisien ini digunakan untuk mengukur kesenjangan kekayaan antar penduduk.
Semakin kecil angkanya, semakin rendah kesenjangannya. Sebaliknya, semakin besar angkanya,
maka kesenjangan pendapatan semakin melebar.
Di seluruh dunia, gini rasio bervariasi, mulai 0,25 yakni Denmark hingga 0,70 yakni Namibia.
Adapun angka gini rasio Indonesia, berdasarkan data BPS adalah 0,4.
Dalam 20 tahun terakhir, Gini rasio Indonesia cenderung membesar. Kondisi ini menunjukkan,
kesenjangan pendapatan semakin melebar.
Dengan kata lain, orang kaya makin kaya, orang miskin tambah miskin.
Melebarnya pendapatan, juga terkonfirmasi dari data distribusi simpanan di perbankan yang dirilis
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Data tersebut membagi simpanan dalam 7 rentang nominal yakni simpanan di bawah Rp 100 juta;
simpanan Rp 100 – 200 juta, Rp 200 – 500 juta, Rp 500 juta – 1 miliar; Rp 1 – 2 miliar; Rp 2 – 5
miliar, dan di atas Rp 5 miliar.
WNI super kaya tentu digolongkan sebagai pemilik rekening dengan nominal simpanan di atas Rp 5
miliar.
Dilihat dari jumlah rekeningnya, pemilik simpanan di atas Rp 5 miliar hanya sebanyak 78.177
rekening atau 0,04 persen dari total rekening simpanan di industri perbankan Indonesia yang
sebanyak 175.904.630 rekening.
Namun nilai simpanan segelintir pemilik rekening itu mencapai Rp 2.115 triliun atau 46,48 persen
total simpanan di perbankan nasional yang mencapai Rp 4.550,91 triliun.
Dilihat dari pangsa terhadap total simpanan, ternyata nilai simpanan di atas Rp 5 miliar cenderung
meningkat.
Pangsanya per Maret 2016 mencapai 46,48 persen, lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya
yang 45,66 persen.
Sebaliknya, pangsa simpanan di bawah Rp 5 miliar turun dari 54,34 persen menjadi 53,52 persen.
Padahal, porsi jumlah rekeningnya tetap yakni sebesar 0,04 persen.
Artinya, akumulasi kekayaan dari segelintir pemilik simpanan di atas Rp 5 miliar lebih cepat
dibandingkan pemilik simpanan di bawah Rp 5 miliar. Dengan kata lain, ketimpangan makin
melebar.

Nah kini, melalui Tax Amnesty, dana simpanan WNI di luar negeri yang sebesar Rp 4.000 triliun itu
coba diambil manfaatnya oleh negara.
Para WNI super kaya yang menyimpan dananya di luar negeri sejatinya adalah para pelanggar
hukum.
Sekurangnya mereka melanggar administrasi perpajakan karena tidak melaporkan kekayaannya
secara semestinya.
Agar mereka mau melaporkan kekayaannya itulah, pemerintah memberi insentif berupa
pengampunan pajak.
Dalam draft RUU Tax Amnesty disebutkan, insentif bagi pemohon tax amnesty antara lain
penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana dibidang
perpajakan.
Selain itu, tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan
bukti permulaan, serta penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan.
Bahkan, dengan memohon tax amnesty, pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan
terhadap pemohon akan langsung dihentikan.
Pemberian tax amnesty hanya dikecualikan untuk mereka yang memperoleh kekayaan melalui
tindak pidana terorisme, narkoba dan perdagangan manusia.
Artinya, bagi mereka yang diduga melakukan tidak pidana korupsi, pencucian uang, penggelapan
pajak akan dibebaskan dari segala sangkaan bila mengajukan tax amnesty.
Untuk mendapatkan insentif yang dahsyat tersebut, WNI super kaya yang menyimpan dananya di
luar negeri cukup membayar uang tebusan.
Besarnya tarif tebusan masih dibahas oleh Panja RUU Tax Amnesty yang terdiri dari perwakilan
Kementerian Keuangan dan perwakilan Komisi XI DPR.
Namun, sejauh ini, pemerintah dan DPR tampaknya setuju dengan skema ini :
1. Untuk gelombang pertama, tarif tebusan sebesar 2 persen untuk repatriasi dan 4 persen untuk non
repatriasi
2. Untuk gelombang kedua, tarif tebusan 3 persen untuk repatriasi dan 6 persen untuk non
repatriasi.
Tarif tebusan itu akan dikenakan untuk seluruh kekayaan yang dilaporkan.
Dalam skema tersebut, pemohon yang bersedia membawa dananya ke Indonesia (repatriasi) akan
dikenakan tarif yang lebih rendah dibandingkan bagi mereka yang tetap menaruh dananya di luar
negeri.
Berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukan, Menkeu Bambang optimistis pemerintah bisa
mendapatkan dana sekitar Rp 165 triliun dari pembayaran uang tebusan simpanan WNI di luar
negeri.
Uang tebusan yang hanya 2 -3 persen rasanya sangat tidak memberatkan. Apalagi, uang untuk
membayar tebusan itu segera akan mendapatkan gantinya.
Sebab, dengan ditempatkan di deposito saja, WNI super kaya akan mendapatkan bunga sebesar 7 –
9 persen. Jika dibelikan Surat Utang Negara, bunganya bisa lebih tinggi.
Jadi, tax amnesty tidak hanya membebaskan pemohon dari jerat hukum, tetapi juga akan
memperkaya pemohon.
Sementara, WNI yang patuh bayar pajak akan gigit jari. Sebab, dengan kepatuhannya, mereka harus
bayar pajak 5 – 30 persen.
Apakah ketimpangan akan semakin membesar? Tentu saja.

https://ekonomi.kompas.com/read/2016/05/26/081505226/tax.amnesty.wni.super.kaya.dan.ketimpan
gan

Anda mungkin juga menyukai