Satrio Nugroho, At-Thahirah, Wilia Mai Roza, Rachmi Yunisa Astari, Melda Jannatul, Hilyana Rahma,
Yuda Oktano Putra, Yory Bago, Mirza Mahallati, Fitri Aulia Kurnia Febi, Anggi Marliana, Nolisa1, Suci
Amelia Putri, Ahmad Musthafa2, Dr.rer.nat.,Radith Mahatma,M.Si, Drs. Khairijon,MS, Drs.Ahmad
Muhammad, Dra.Vanda Julita Yahya3
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya
Pekanbaru 28293, Indonesia
PENDAHULUAN
Ekosistem mangrove atau hutan bakau termasuk golongan ekosistem pantai atau
komunitas bahari dangkal yang sangat menarik, sebagai ciri khas perairan tropik dan subtropik.
Penelitian mengenai hutan mangrove lebih banyak dilakukan daripada ekosistem pantai lainnya.
Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang menghubungkan
kehidupan biota daratan dan lautan. Mangrove umumnya tumbuh pada pantai-pantai yang
terlindung atau pantai yang datar. Biasanya pada daerah yang mempunyai muara sungai besar
dan delta dengan aliran airnya banyak mengandung lumpur dan pasir. Hutan mangrove
merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan serta
memiliki peranan yang besar untuk keseimbangan alam (Arief 2003).
Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh
biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat
kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Fauna yang biasa terdapat di
ekosistem ini diantaranya adalah Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.). Berbagai jenis
fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Crustacea),
gastropoda dan bivalva (Molusca), Cacing (Polichaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan
invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove.
Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang
berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan
lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove (Sahirman 1997).
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Adapun tujuan dari Praktikum Karakterisasi Fauna Dalam Ekosistem Riverine Mangrove
Di Desa Rawa Mekar Jaya Siak - Riau yaitu adalah Mengamati secara langsung jenis – jenis
crustaceae, Molusca dan Ikan (khusunya Ikan Tembakul) yang terdapat dalam Zona Pasang
Surutnya serta mendeskripsikan karakteristiknya. Dengan tujuan umum diadakannya di
Ekosistem Mangrove untuk Mengenal secara langsung salah satu contoh ekosistem lahan basah
yang berupa ekosistem riverine mangrove Karakteristik Abiotik Ekosistem Mangrove,
keanekaragaman dan Karakteristik Biota Mangrove dan Memahami survey lapangan di daerah
Mangrove.
METODE
Praktikum ini dilakukan pada bulan Desember 2018 yang berlokasi di desa Rawa Mekar
Jaya, kecamatan Sungai Apit, kabupaten Siak. Pengambilan sampel dilakukan pada ekosistem
mangrove sungai (riverine mangrove) pada dua kondisi habitat yaitu pada saat pasang dan saat
surut dengan metode transek. Transek yang dibuat sepanjang 100 meter dengan bagian kanan
dan kiri transek sepanjang dua meter. Titik 0 m memiliki titik koordinat
0052.688’N,102019.503’E dan pada titik 100 m memiliki titik koordinat
0052.663’N,102019.465’E. Penentuan titik pengambilan sampel ditentukan pada saat keadaan air
surut di sekitar bantaran sungai, kemudian dibagi menjadi 10 segmen dengan menandai setiap
segmen menggunakan pancang setiap jarak 10 m. Fauna yang dijumpai diamati secara sistematis
dari segmen satu ke segmen transek berikutnya, Kemudian Fauna yang dijumpai diambil dan
dikenali lebih terperinci dengan bantuan seorang pakar lokal, lalu objek dilakukan pemotretan
pada masing – masing sampel untuk keperluan identifikasi, Kemudian data disalin pada tabel
data yang tersedia.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tali rafia sepanjang 100 meter
yang telah ditandai setiap 10 meter, meteran 100 meter, kayu pancang, toples, meteran baju,
nampan, tangguk/jaring ikan, kamera dan ember.
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Fauna pada Tiap Segmen di Riverine Mangrove Desa Rawa Mekar Jaya
Pada pengamatan Karakterisasi Fauna dalam Ekosistem Riverine Mangrove dilakukan
pada saat keadaan air sedang surut dan dimulai dari titik awal yang berada di dekat bantaran
sungai dan titik akhir berada di dekat Lahan terbuka dimana fauna – fauna yang dijumpai lebih
sering pada segmen – segmen yang basah baik itu Ikan Tembakul, Kepiting (Crustaceae) dan
Beberapa jenis Molusca. Pengamatan fauna dilakukan dua kali pengulangan pada saat surut dan
pasang pada transek yang telah dipasang. Sesuai Tabel I dan Tabel II Fauna yang dijumpai saat
surut dan pasang berikut ini.
Tabel 1. Fauna yang dijumpai saat Surut
Segmen Nomor Jenis Fauna
Transek Spesies Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Kerang Nenek Cerithidea cingulate
2 Tembakul Periopthalamus modestus
0 - 10 m 3 Kepiting Orange Uca forcipata
4 Kepiting Bakau Scylla serrata
5 - -
1 Tembakul Periopthalamus modestus
2 - -
10 - 20 m 3 - -
4 - -
5 - -
1 Siput Bakau Dostia violacea
2 Tembakul Periopthalamus modestus
20 - 30 m 3 - -
4 - -
5 - -
1 Kepiting Bakau Scylla serrata
2 Tembakul Periopthalamus modestus
30 – 40 m 3 - -
4 - -
5 - -
1 Siput Mangrove Cassidula aurifelis
2 Tembakul Periopthalamus modestus
40 - 50 m
3 - -
4 - -
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Tabel 1. Fauna yang dijumpai saat Surut (Lanjutan)
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
yang keluar berjalan menggunakan siripnya di lumpur selain itu substrat yang ada juga menjadi
salah satu faktor pengaruh keberadaan fauna.
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Tabel 2. Fauna yang dijumpai saat Pasang (Lanjutan)
Pada tabel II diatas mengenai Pengamatan Fauna pada saat pasang fauna yang didapat
lebih didominasi oleh ikan tembakul dan tidak sedikit pula masih terdapat beberapa jenis
molusca bercangkang di beberapa segmen yang dimana pada saat pasang banyak Molusca
bercangkang yang menempel dibeberapa akar bakau dan kepiting (crustaceae) pada gundukan –
gundukan tanah di dekat mangrove sedangkan pada ikan tembakul sering terlihat di genangan air
untuk membasahi tubuhnya dan berenang seperti hal ikan biasanya. Pada segmen sebelumnya,
segmen yang sudah mendekat 100 m lebih jarang ditemui ikan tembakul karna sudah mendekat
lahan terbuka dan kadar salinitas semakin berkurang sedangkan pada segmen yang mendekat
titik 0 m lebih sering terlihat. Menurut Sahirman 1997, ikan tembakul semakin mendekat ke
sungai atau laut semakin banyak ditemukan karna semakin banyak genangan air, selain itu
substrat menjadi salah satu faktor keberadaan fauna pada suatu segmen.
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Deskripsi Jenis-Jenis Fauna yang Ditemukan di Riverine Mangrove Desa Rawa Mekar
Jaya
Dostia violacea
Cassidula aurisfelis
Cerithidea cingulata
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
bergerak dengan sangat lamban dan memiliki fisik cangkang yang lancip.
Cerithidea cingulata pada umumnya ditemukan lebih melimpah pada permukaan tanah
yang selalu tergenang oleh air. Molusca jenis ini lebih menyukai daerah mangrove terbuka dan
daerah yang memiliki jenis subsrat berlumpur. Cerithidea cingulata merupakan penghuni asli
ekosistem mangrove yang merajai komunitas tersebut. Biota yang semakin mampu beradaptasi
terhadap pengaruh lingkungan baik ketersediaan makanan, predator, perubahan habitat, dan juga
faktor-faktor lingkungan lainnya pada umumnya lebih mendominasi. Perbedaan kelimpahan
gastropoda pada hutan mangrove Rawa Mekar Jaya diduga adanya pengaruh perbedaan vegetasi
mangrove, kontur permukaan tanah, jenis substrat dan lama perendaman oleh pasang surut air
sungai. Setiap gastropoda menyukai habitat yang sesuai dengan jenisnya dan mempunyai cara
yang berbeda-beda dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Gastropoda pada
umumnya akan naik ke pohon mangrove untuk menghindar dari pasang surut tetapi setelah air
surut akan turun kembali untuk mencari makan. Selain itu juga ada yang yang menetap di
substrat lumpur yaitu dengan menguburkan dirinya pada lumpur dengan membuat lubang pada
tanah (Nybakken 1988).
Status Cerithidea cingulata, dalam status konservasi dalam IUCN redlist masuk kedalam
kategori kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan untuk flora dan
fauna yang di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria kepunahan, punah di
alam liar, kritis dan hampir punah
Telescopium telescopium
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Menurut Budiman 1991, berdasarkan morfologi, cangkang berbentuk kerucut, panjang,
ramping, dan agak mendatar pada bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat
keunguan, dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang dilengkapi garis spiral yang sangat rapat
dan mempunyai jalur yang melengkung ke dalam. Panjang cangkang berkisar antara 7,5-11 cm.
Telescopium telescopium termasuk deposit feeder, menggunakan extensible snout untuk menelan
lumpur dan detritus dari permukaan endapan lumpur pada saat surut. Moluska ini asli secara
alami memilih hutan mangrove sebagai satu satunya tempat hidup . Genangan air yang cukup
luas ,kaya akan bahan organik dan terbuka sangat di sukai.
Telescopium telescopium hanya ditemukan pada jenis mangrove tertentu saja, yaitu pada
Avicennia alba, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, dan Sonneratia caseolaris.
Beberapa dugaan terkait interaksi ini adalah dikarenakan adanya pemanfaatan tumbuhan
mangrove yang baik oleh T. telescopium pada jenis-jenis mangrove tersebut. Menurut Barnes
1978 bahwa secara umum, tumbuhan mangrove mempunyai potensi sebagai sumber makanan
bagi biota yang hidup di ekosistem mangrove. Sehingga dapat dikatakan bahwa jenis-jenis
tersebut merupakan jenis yang mempunyai potensi yang besar dalam menyumbang nutrisi untuk
T. telescopium. Status Telescopium telescopium, dalam status konservasi dalam IUCN redlist
masuk kedalam kategori kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan
untuk flora dan fauna yang di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria
kepunahan, punah di alam liar, kritis dan hampir punah
Uca forcipata
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Crustaceae, termasuk ke dalam ordo Decada, artinya binatang yang berkaki sepuluh buah atau
lima pasang. Kepiting Uca forcipata memiliki ciri yang unik, hal ini karena adanya dimorfisme
seksual dan asimetri pada capit yang tidak dimiliki oleh jenis kepiting lainnya. Kepiting jantan
memiliki satu capit yang berukuran sangat besar major celiped dan satu capit kecil minor
cheliped. Kepiting betina memiliki sepasang capit yang ukurannya sama dan menyerupai capit
kecil jantan (Barnes 1987).
Murniati & Pratiwi 2014 menyatakan bahwa uca memiliki tubuh yang relatif kecil, lebar
karapaks berkisar antara dua cm sampai dengan lima cm. Memiliki tekstur tubuh yang keras dan
halus, sedangkan capitnya bertekstur keras dan kasar. Warna karapaks dari kepiting ini adalah
hitam dan bercorak biru, warna capitnya kuning kecoklatan, memiliki empat pasang kaki jalan
dan sepasang capit, capit yang sebelah kanan besar dan panjang , sedangkan capit sebelah kiri
kecil. Capit jantan yang besar berfungsi untuk menarik betina dan mengintimidasi jantan
pesaingnya.
Kepiting Uca forcipata banyak ditemukan didaerah transek satu sampai tiga dari sungai.
Menurut Murniati & Pratiwi 2014 kepiting Uca forcipata hidup di dekat mulut laut atau muara
sungai. Oleh sebab itu pada daerah transek yang dekat dengan sungai banyak di temukan
kepiting Uca forcipata. Melimpahnya kepiting uca karena perkembang biakannya cepat dan
menghasilkan telur banyak. Kepiting uca sangat aktif di saat surut, dimana sedimen atau lumpur
mangrove kering sehingga di dalam lubang galiannya kepiting uca dapat bernafas.
Peranan kepiting Uca forcipata pada ekositem riverin mangroove adalah mencegah
hilangnya nutrisi dan membantu dalam proses dekomposisi. Kepiting ini di ekosistem mangrove
sebagai salah satu satwa pembuat liang untuk membuat sirkulasi udara yang memungkinkan
terjadinya perombakan dalam sedimen. perombakan ini mencegah akumulasi mineral di bagian
bawah sedimen. sehingga kandungan unsur hara tetap stabil dan kesuburan sedimen untuk
pertumbuhan vegetasi tetap terjaga. Manfaat kepiting Uca forcipata terhadap ekosistem
mangroove ialah sebagai detritivor.
Capit kepiting ini yang kecil mengambil sepotong sedimen dari tanah dan membawanya
ke mulut, kemudian menyaringnya setelah didapatkan baik itu ganggang, mikroba, jamur atau
detritus membusuk lainnya, sedimen di keluarkan dalam bentuk bola bola kecil. Beberapa ahli
percaya bahwa kebiasaan makan kepiting uca tersebut memainkan peran penting dalam
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
pelestarian lingkungan lahan basah, karena tanah menjadi teraduk dan mencegah kondisi
anaerobik. Namun keberadaan kepiting uca dapat mengurangi jenis serangga di sekitar ekosistem
mangrove (Nyabakken 1988).
Belum ada penelitian terkait status Uca forcipata, tetapi jika di kelompokan menurut
sembilan kategori status konservasi dalam IUCN redlist, maka Uca forcipata masuk kategori
kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan untuk flora dan fauna yang
di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria kepunahan, punah di alam liar, kritis
dan hampir punah.
Scylla serrata
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Kepiting bakau memiliki capit yang kuat dan terdapat beberapa duri. Kepiting merupakan
fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat
beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap perairan. Sebagian besar kepiting yang
dikenal banyak hidup di perairan payau terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis
yang hidup dalam ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp. , Mud Lobster dan kepiting bakau.
Kepiting Bakau pada Mangrove Desa Rawa Mekar Jaya sebagian besar ditemukan di gundukan
tanah dekat mangrove dan terdapat lubang – lubang sebagai tempat persembunyiannya. Sebagian
besar kepiting merupakan fauna yang aktif mencari makan di malam hari. Keuntungan adanya
kepiting Bakau menambah nilai ekonomis bagi masyarakat sekitar mangrove karna Kepiting
Bakau memiliki nilai protein yang tinggi untuk Kerugian disekitar lingkungan dengan adanya
Kepiting Bakau yaitu adalah banyaknya yang memburu Kepiting Bakau hingga meninggalkan
jejak di sekitar lingkungan lumpur mangrove dimana mungkin hewan disekitar lokasi
penangkapan menjadi terganggu (Nybakken 1988).
Status Scylla serrata, dalam status konservasi dalam IUCN redlist masuk kedalam
kategori kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan untuk flora dan
fauna yang di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria kepunahan, punah di
alam liar, kritis dan hampir punah
Uca rosea
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
dibangdingkan dengan daun yang tidak dimangsa. Hal ini menyebabkan proses perputaran energi
berjalan cepat di mangrove.
Status Uca rosea, dalam status konservasi dalam IUCN redlist masuk kedalam kategori
kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan untuk flora dan fauna yang
di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria kepunahan, punah di alam liar, kritis
dan hampir punah
Periopthalamus modestus
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
sementara ikan ini menggunakan sirip dadanya yang mirip tangan untuk menarik dan mendorong
tubuhnya saat memanjat. Dengan cara ini hewan ini bisa merangkak naik ke atas akar atau batu.
Mulut yang bentuknya aneh sangat baik untuk menangkap serangga dan bahkan kepiting kecil.
Hewan ini juga mempunyai gigi-gigi yang tajam untuk menangkap mangsa berupa serangga,
cacing pasir, siput, kerang, dan crustacea.
Menurut Harris 1961, ikan tembakul adalah predator atau pemburu, menyambar mangsa
kecil dengan sangat cepat. Saat mengejar siput, ikan ini menunggu sampai molusca tersebut
sepenuhnya keluar dari cangkangnya, lalu hewan ini menarik tubuh mangsanya keluar dari
cangkangnya. Saat ikan tersebut menelan mangsanya, air dan udara yang vital di dalam ruang
insangnya hilang keluar. Ikan tembakul harus masuk ke air untuk mengisi kembali insangnya.
Menurut Harris 1961, ikan tembakul sangat teritorial, jika ada seekor ikan tembakul lain
yang mendekati sarangnya, ia akan mengusirnya dengan membentangkan sirip punggungnya dan
menggembungkan ruang insangnya untuk memaksimalkan ukuran badannya untuk mengusir
pengganggu supaya pergi.
Menurut Graham 1997, saat masa berkembang biak, tembakul membuat sarang yang dalam
di lumpur. ikan ini menggali liang dengan mengeduk lumpur menggunakan mulutnya. Dekat
jalan masuk dibuat dinding sehinga akan selalu ada kolam air di atas jalan masuk pada saat
pasang surut. Besarnya diameter terowongan hampir sama dengan diameter tubuh tembakul
tetapi di permukaan, jalan masuk diameternya dibuat melebar. Liang dapat mencapai kedalaman
satu meter, namun terkadang satu liang dibuat lebih dari satu jalan masuk.
Menurut Harris 1961, telur diletakkan di dalam sarang. Karena tidak ada oksigen di dalam
liang, ikan tembakul mengisi liang tersebut dengan udara dengan menelan udara menggunakan
mulut dan membawanya ke dalam liang. Telur diletakkan di suatu ruangan di ujung liang. Larva
yang telah menetas dari telur tetap berada di dalam liang sampai tubuhnya berubah menjadi
bentuk ikan tembakul sempurna.
Status Periopthalamus modestus, dalam status konservasi dalam IUCN redlist masuk
kedalam kategori kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan untuk
flora dan fauna yang di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria kepunahan,
punah di alam liar, kritis dan hampir punah
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Pelemysoda coaxan
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Status Polymesoda coaxans, dalam status konservasi dalam IUCN redlist masuk kedalam
kategori kondisi risiko rendah atau Least Concern ( LC ) status LC diberikan untuk flora dan
fauna yang di identifikasikan tidak memiliki tanda terpenuhinya kriteria kepunahan, punah di
alam liar, kritis dan hampir punah
Persebaran Jenis Fauna pada Tiap Segmen di Riverine Mangrove Desa Rawa Mekar Jaya
Gambar 10. Birdview Persebaran Fauna di Riverine Mangrove Desa Rawa Mekar Jaya
Pada Gambar 10 dapat dilihat persebaran fauna yang diambil beragam ada yang berjarak
sangat rapat dan adapula yang jaraknya lumayan jauh dari garis transek. Menurut Suwondo
2006, pada umumnya tempat diambilnya berbagai jenis fauna yang ada berbeda seperti pada
Molusca bercangkang yang sering berada di area dekat – dekat akar bakau, kepiting pada
gundukan – gundukan disekitar bakau dan ikan tembakul yang sering berada di dekat genangan
air. Perbedaan pun dapat terlihat pada saat pasang dan surut saat surut didominasi dengan
Molusca bercangkang dan beberapa jenis kepiting (Crustaceae) sedangkan saat pasang
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
didominasi ikan tembakul. Dimana pada saat pasang ada segmen yang tidak didapatkan hewan
apapun hal ini terjadi karna sulitnya mengambil ikan tembakul di daerah kawasan yang banyak
lubang dan area gundukan bakau sehingga susah ditemui ikan tembakul dan pada segmen itu
pula tidak dijumpai Molusca bercangkang dan beberapa jenis kepiting. Semakin mendekat ke
titik 0 m maka makin sering dijumpai ikan tembakul baik itu saat surut maupun pasang
sedangkan semakin mendekat ke titik 100 m makin sulit dijumpai ikan tembakul karena sudah
dekat dengan lahan terbuka yang relative agak kering dan salinitas nya berkurang selain itu
terdapat segmen yang banyak dijumpai fauna karna lokasi yang berair dan substrat lumpur cukup
yang menjadi salah satu faktor penyebab persebaran fauna pada tiap segmen
KESIMPULAN
Kesimpulan pada pengamatan ini ialah Fauna yang ditemui di Riverine Mangrove Desa
Rawa Mekar Jaya beragam dari jenis molusca bercangkang, kepiting dan ikan seperti ikan
tembakul pada titik lokasi yang berbeda-beda. Dimana ikan tembakul lebih ditemukan dititik –
titik yang lebih dekat dengan sungai karna ikan tembakul suka di daerah terendam untuk
membasahi kulitnya sedangkan didekat gundukan tanah bakau lebih sering dijumpai kepiting dan
jenis molusca bercangkang. Semakin kering daerahnya semakin sedikit Fauna yang dijumpai.
Sehingga Ekosistem Mangrove merupakan habitat dimana beberapa fauna yang hidup di daerah
pasang surut sehingga kerusakan Ekosistem Mangrove dapat mengganggu persebaran Fauna
yang ada. Maka dari itu Ekosistem Mangrove perlu dijaga untuk menjaga keseimbangan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Sahirman. 1997. Keragaman dan Distribusi Mollusca di Kawasan Hutan Mangrove Nusa
Karang Kobar Segara Anakan Kabupaten Cilacap [Skripsi]. Purwokerto : Universitas
Soedirman.
Snedaker CS . 1984. The mangrove ecosystem: research methods On behalf of the Unseco/SCOR
Working Group 60 on Mangrove Eology. Honolulu : East – West Environment and
Policy Institute.
Suwondo, Elya. F, dan Fifi. S. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove Di
pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat . Jurnal Biogenesis .
2(1) : 25-29.
Tis’in M. 2008 . Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan Populasi Gastropoda Littorina
neritoides (Linne, 1758) di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi
Selatan. Publikasi Ilmiah -Tesis. Bogor : IPB Press.
Tytler VT. 1983. Thermal Ecology of the Mudskippers Periophthalmus koelreuteri (Pallas)
and Boleophthalmus boddaerti (Pallas) . Journal of Fish Biology. 23 (3): 327–337.
1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 3 Riverine Mangrove
2)
Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3)
Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah