Anda di halaman 1dari 14

JENIS DAN SEBARAN MANGROVE DI DESA RAWA

MEKAR JAYA KABUPATEN SIAK-RIAU


Apriza Fatmala1, Rahmah Agnissah1, Arum Fitria Ningsih1, Mawarita Siahaan1,
Asmawati1, Joko Setiawan1, Ikka Heryanti Octaviani1, Bachtiar Deni Himawan1, Syah
Fitri Yani1, Yunida Lestari1, Lisda Mei Rista1, Muhamad Iqbal2, Martuani Yogi
Lamberto Sihombing2, Khairijon3, Vanda Julita Yahya3, Radith Mahatma3, Ahmad
Muhammad3

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau


Kampus Bina Widya Pekanbaru 28293, Indonesia

PENDAHULUAN

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi


dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,
kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi
lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme
yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara
yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh
oksigen bagi sistem perakarannya. Dalam hal lain, beberapa jenis mangrove
berkembang dengan buah yang sudah berkecambah sewaktu masih di pohon
induknya (vivipar), seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops dan Rhizophora (Noor
et. al. 2006).
Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan daerah lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan
Avicennia marina dengan ketinggian 1 - 2 meter pada pantai yang tergenang air
laut, hingga tegakan campuran Bruguiera, Rhizophora, Ceriops dengan
ketinggian lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai
yang terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara
itu di sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah
umumnya ditemukan Nypa fruticans dan Sonneratia caseolaris. Umumnya
tegakan mangrove jarang ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan
beberapa jenis semak seperti Acanthus ilicifolius dan Acrostichum aureum
(Noor et. al. 2006).
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi.
Beberapa ahli seperti Bunt dan Williams (1981) menyatakan bahwa hal tersebut
berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan
(terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut.

1)
Praktikan Ekologi Lahan Basah: Kelompok 2 Riverine Mangrove
2) Asisten Praktikum Ekologi Lahan Basah
3) Dosen Pengampu Ekologi Lahan Basah
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur, terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi. Di
Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora
mucronata dan Avicennia marina (Noor et. al. 2006).
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati secara
langsung karakteristik flora dan vegetasi ekosistem mangrove yang meliputi
jenis-jenis dan karakteristik flora pembentuk vegetasi mangrove serta
menentukan pola sebaran tumbuhan berbentuk pohon dan non-pohon dari arah
laut ke darat dalam zona pasang surut. Kemudian diadakan pendeskripsian
karakteristik vegetasi.

METODE

Praktikum ini dilakukan tanggal 1 Desember 2018 di “Ekowisata


Mangrove Rumah Alam Bakau” Desa Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai
Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Pengamatan karakteristik flora dan
vegetasi dalam ekosistem mangrove dilakukan dengan metode “Transek”
dimana digunakan berbagai alat sebagai berikut : 11 batang pancang 1,5 meter,
1 buah meteran 100 m atau tali rapia yang diberi tanda setiap 10 m, 3 buah
meteran baju, 1 buah kamera, 5 buah plastik 5 kg, 2 buah gunting tanaman,
lembar data dan kertas grafik, dan aplikasi Maperick. Sedangkan, bahan yang
kami gunakan adalah alkohol 70 %. Pembuatan transek dilakukan dengan
menarik garis lurus sepanjang 100 m yang tegak lurus dari tepi sungai ke arah
darat serta tiap 10 m pada transek ditandai dengan pancang. Pengamatan dan
pengenalan pohon dilakukan secara sistematis pada setiap transek dengan
ketentuan jarak masing – masing 2 m ke arah kiri dan 2 m ke arah kanan. Setiap
sampel daun dan buah flora berupa pohon diambil dan dimasukkan ke dalam
kantong plastik dan label diberikan menurut nomor segmen. Adapun hal yang
diamati di sepanjang transek adalah jenis – jenis vegetasi (fase pohon) yang
tumbuh serta dilakukan pencatatan karakter – karakter morfologi dari pohon
tersebut seperti : tipe daun, tipe bunga, tipe buah, dan jenis perakarannya.
Kegiatan sampling juga dilakukan untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi spesies dari sebaran vegetasi mangrove serta dilakukan
pemotretan untuk keperluan pengenalan jenis (nama ilmiah). Identifikasi
dilakukan dengan cara wawancara dengan masyarakat lokal (nama lokal) dan
beberapa sumber dari buku serta website terpercaya (www.theplantlist.org)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Mangrove
Dari hasil pengamatan telah diidentifikasi empat jenis mangrove yang
terdapat di sepanjang transek, yaitu Bruguiera sexangula, Rhizophora
mucronata, dan Rhizophora mangle dari famili Rhizophoraceae serta Heritiera
littoralis dari famili Malvaceae (Tabel 1.). Rhizophora mucronata atau bakau
putih merupakan spesies yang paling dominan yang dijumpai di sepanjang
transek, khususnya pada transek 20 – 70 m. Pada lokasi yang dibuat transek,
tipe tanahnya merupakan tanah berlumpur.
Hal ini sesuai dengan pendapat Noor et. al. (2006) yang menyatakan
bahwa bakau putih (Rhizophora mucronata) lebih memdominasi pada tanah
yang berlumpur. Sedangkan jenis mangrove lainnya seperti Bruguiera
sexangula atau tembusing ditemukan pada transek 0 – 20 m, 60 – 70 m, dan 90
– 100 m. Rhizophora mangle ditemukan pada transek 80 – 90 m, dan Heritiera
littoralis merupakan spesies paling sedikit yang hanya ditemukan satu batang
pada transek 30 – 40m (Tabel 1.).

A B

C D

Gambar 1. Karakteristik Vegetasi Tembusing (Bruguiera sexangulata) :


(A) Tembusing secara keseluruhan, (B) Daun, (C) Bunga, (D) Buah.

Pada jenis tanaman tembusing (Bruguiera sexangulata), pohon selalu


hijau dengan ketinggian kadang – kadang mencapai 30 m. Kulit kayu cokelat
muda abu – abu, halus hingga kasar, memiliki sejumlah lentisel besar, dan
pangkal batang yang membengkak. Akar berupa akar tunjang. Daun agak tebal,
berkulit, bentuk elips, ujung meruncing. Bunga terletak diketiak dauk (aksilar),
formasi soliter (1 bunga pertandan), daun mahkota 10 – 11, putih dan
kecokelatan jika tua, panjang 15 mm, kadang berambut halus ditepinya,
kelopak bunga 10 – 12, warna kuning kehijauan atau kemerahan atau
kecokelatan, panjang tabung 10 – 15 mm. Buah hipokotil, menyempit di kedua
ujung, buah bani, berurat nyata, terbungkus kelopak, silinder pendek, panjang
6-12 cm dan diameter 1,5 cm. Bijinya Vivipari (biji atau benihnya telah
berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon).

A B

C D

Gambar 2. Karakteristik Vegetasi Bakau Putih (Rhizophora mucronata),


(A) Bakau putih secara keseluruhan, (B) Daun, (C) Bunga, (D) Buah.

Pada jenis bakau putih (Rhizophora mucronata), Pohon dengan


ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter
hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat
celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan
bagian bawah. Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm.
Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Unit &
Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar hingga bulat
memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 11-23 x 5-13 cm. Bunga gagang
kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing menempel pada
gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi:
Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4;putih, ada rambut. 9
mm. Kelopak bunga: 4; kuning pucat, panjangnya 13-19 mm. Benang sari: 8;
tak bertangkai. Buah lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm,
berwarna hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal.
Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang.
Ukuran: Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.
A B

C D

Gambar 3. Karakteristik Vegetasi Dungun (Heritiera littoralis), (A) Dungun


secara keseluruhan, (B) Daun, (C) Bunga, (D) Buah.

Pada jenis dungun (Heritiera littoralis), Pohon yang selalu hijau dengan
ketinggian mencapai 25 m. Akar papan berkembang sangat jelas. Kulit kayu
gelap atau abu-abu, bersisik dan bercelah. Individu pohon memiliki salah satu
bunga betina atau jantan. Daun kukuh, berkulit, berkelompok pada ujung
cabang, Gagang daun panjangnya 0,5-2 cm. Warna daun hijau gelap bagian atas
dan putih-keabu-abuan di bagian bawah karena adanya lapisan yang
bertumpang-tindih. Unit & letak: sederhana, bersilangan. Bentuk: bulat telur-
elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 10-20 x 5-10 cm, kadang sampai 30 x 15-18
cm. Bunga jantan lebih banyak, tetapi lebih kecil dibanding bunga betina (pada
pohon yang berbeda). Tandan bunga berambut (terutama pada bagian ketiak
daun dan ujung cabang). Letak: di ujung atau di ketiak. Formasi: bergerombol
bebas. Daun mahkota: ungu dan coklat; panjang 4-5 mm. Kelopak bunga: 4-5;
seperti mangkok, kemerahan dan berambut. Buah berwarna hijau hingga coklat
mengkilat, berkayu. Memiliki 1 biji dan masak pada tandan yang tergantung.
Ukuran: panjang 6-8 cm; lebar 5-6 cm.
A B

C D

Gambar 4. Karakteristik Vegetasi Bakau Merah (Rhizophora mangle), (A)


Bakau Merah secara keseluruhan, (B) Daun, (C) Bunga, (D) Buah.

Pada jenis bakau merah (Rhizophora mangle), Pohon besar dengan akar
tunjang yang menyolok dan bercabang-cabang. Tinggi total 4-30 m, dengan
tinggi akar mencapai 0.5–2 m atau lebih di atas lumpur, dan diameter batang
mencapai 50 cm. Bakau merupakan salah satu jenis pohon penyusun utama
ekosistem hutan bakau. Daun tunggal, terletak berhadapan, terkumpul di ujung
ranting, dengan kuncup tertutup daun penumpu yang menggulung runcing.
Helai daun eliptis, tebal licin serupa kulit, hijau atau hijau muda kekuningan,
berujung runcing, bertangkai, 3,5-13 × 7–23 cm. Daun penumpu cepat rontok,
meninggalkan bekas serupa cincin pada buku-buku yang menggembung. Bunga
berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai dan menggarpu di
ketiak, 2-4-8-16 kuntum, berbilangan 4. Tabung kelopak bertaju sekitar 1,5 cm,
kuning kecoklatan atau kehijauan, melengkung. Daun mahkota putih berambut
atau gundul agak kekuningan, bergantung jenisnya. Perbungaan terjadi
sepanjang tahun. Buah bakau, perhatikan hipokotilnya yang berwarna merah
memanjang. Buah berbentuk telur memanjang sampai mirip buah pir yang
kecil, hijau coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar
atau agak halus berbintil-bintil.
Tabel 1. Data Pengamatan Jenis Pohon Mangrove

Segmen Nomor Lingkar Jenis Pohon


Transek Pohon Pohon (cm) Nama Lokal Nama Ilmiah
1 62 Tembusing Bruguiera sexangula
0 – 10 m
2 42 Tembusing Bruguiera sexangula
10 – 20 m 1 32 Tembusing Bruguiera sexangula
1 35 Bakau Putih Rhizophora mucronata
2 60 Bakau Putih Rhizophora mucronata
20 -30 m
3 54 Bakau Putih Rhizophora mucronata
4 58 Bakau Putih Rhizophora mucronata
1 61 Bakau Putih Rhizophora mucronata
30 - 40 m 2 82 Bakau Putih Rhizophora mucronata
3 36 Dungun Heritiera littoralis
1 47 Bakau Putih Rhizophora mucronata
40 – 50 m 2 63 Bakau Putih Rhizophora mucronata
3 50 Bakau Putih Rhizophora mucronata
4 36 Bakau Putih Rhizophora mucronata
1 45 Bakau Putih Rhizophora mucronata
50 – 60 m 2 50 Bakau Putih Rhizophora mucronata
3 53 Bakau Putih Rhizophora mucronata
1 44 Bakau Putih Rhizophora mucronata
60 – 70 m 2 88 Bakau Putih Rhizophora mucronata
3 38 Tembusing Bruguiera sexangula
70 – 80 m - - - -
1 45 Bakau Merah Rhizophora mangle
80 – 90 m
2 56 Bakau Merah Rhizophora mangle
1 67 Bakau Merah Rhizophora mangle
2 36 Tembusing Bruguiera sexangula
90 – 100 m 3 38 Tembusing Bruguiera sexangula
4 88 Bakau Putih Rhizophora mucronata
5 44 Bakau Putih Rhizophora mucronata

Tabel 2. Data Pengamatan Jenis Anakan Mangrove

Jumlah Anakan
Segmen Transek
Sp.1 Sp.2 Sp.3 Sp.4
0 – 10 m 93 - - -
10 – 20 m 113 - - -
20 – 30 m 45 64 - -
30 – 40 m - 118 - 45
40 – 50 m 38 3 - -
50 – 60 m - - - 42
60 – 70 m - 18 - 8
70 – 80 m - - - -
80 – 90 m - 65 - 16
90 – 100 m - 25 - 12

Keterangan :
Sp 1 : Tembusing (Bruguiera sexangulata)
Sp 2 : Bakau Putih (Rhizophora mucronata)
Sp 3 : Dungun (Heritiera littoralis)
Sp 4 : Bakau Merah (Rhizophora mangle)

Tabel 3. Deskripsi Jenis Mangrove

Gambar : Nama lokal : Tembusing


Nama Ilmiah : Bruguiera sexangula
Terdapat pada segemen transek:
a. 0 – 10 m
b. 10 – 20 m
c. 60 – 70 m
d. 90 – 100 m
Tinggi Pohon :
a. 12 m
b. 10 m
c. 12 m
d. 9 m
Diameter Pohon :
a. 16,6 m
b. 10,19 m
c. 12,10 m
d. 12,10 m
Jenis Perakaran : Akar Tunjang
Gambar : Nama Lokal : Bakau Putih
Nama Ilmiah : Rhizophora mucronata

Terdapat pada segmen transek :


a. 20 – 30 m,
b. 30 – 40 m
c. 40 – 50 m
d. 50 – 60 m
e. 60 – 70 m
f. 90 – 100 m
Tinggi Pohon :
a. 12 m
b. 14 m
c. 12 m
d. 12 m
e. 15 m
f. 15 m
Diameter Pohon :
a. 16,5 m
b. 22,7 m
c. 15,6 m
d. 15,7 m
e. 21 m
f. 21 m
Jenis Perakaran : Akar Tunjang
Gambar : Nama Lokal : Dungun
Nama Ilmiah : Heritiera littoralis

Terdapat pada segmen transek :


a. 30 – 40 m
Tinggi Pohon :
a. 7 m
Diameter Pohon :
a. 10,19 m
Jenis Perakaran : Akar Papan
Gambar : Nama Lokal : Bakau Merah
Nama Ilmiah : Rhizophora mangle

Terdapat pada segmen transek :


a. 80 – 90 m
b. 90 – 100 m
Tinggi Pohon :
a. 10 m
b. 7 m
Diameter Pohon :
a. 16 m
b. 11,4 m
Jenis Perakaran : Akar Tunjang

Persebaran Mangrove
Hasil pengamatan yang diidentifikasi terdapat 4 spesies mangrove yaitu
tembusing (Bruguiera sexangula), bakau putih (Rhizopora mucronata), dungun
(Heritiera littoralis), bakau merah (Rhizopora mangle). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa vegetasi yang paling dominan untuk pohon adalah, bakau
putih (Rhizopora mucronata) dan pada tingkat anakan juga didominasi oleh
bakau putih (Rhizopora mucronata). Menurut Noor et. al. (2006), pada
ekosistem mangrove pada daerah yang berlumpur cenderung didominasi oleh
jenis Rhizopora mucronata. Pola sebaran vegetasi pada hutan mangrove Rawa
Mekar Jaya adalah berkelompok / berumpun dimana individu – individu selalu
ada dalam kelompok – kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara
terpisah. Pola sebaran ini umumnya dijumpai di alam, karena adanya kebutuhan
akan faktor lingkungan yang sama.
Pada jenis tanaman tembusing (Bruguiera sexangulata), bakau putih
(Rhizopora mucronata), bakau merah (Rhizopora mangle) jenis perakarannya
adalah akar tunjang. Fungsi akar tunjang adalah untuk menahan ombak atau
untuk menahan tumbuhan agar tidak tumbang atau terbawa air saat air pasang,
sehingga dapat mencegah abrasi karena memiliki akar yang kuat untuk
memopang dan untuk menangkap oksigen dari udara. Akar tunjang merupakan
akar (cabang – cabang akar) yang keluar dari batang dan tumbuh kedalam
substrat. Akar ini merupakan akar udara yang tumbuh diatas permukaan tanah,
mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah serta memanjang ke luar
dan menuju ke permukaan tanah (Tabel 3.).
Pada jenis tanaman dungun (Heritiera littoralis) jenis perakarannya
adalah akar papan, akar ini berbentuk seperti papan, akarnya sangat keras,
pipih, panjang dan berkelok – kelok . Akar papan berfungsi untuk menunjang
tegaknya pohon diatas lumpur dan untuk mendapatkan udara untuk bernafas
(Tabel 3.). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman bakau di daerah
Rawa Mekar Jaya mempunyai tanah yang berlumpur atau lempung, ini
merupakan ciri khas yang dimiliki oleh hutan bakau. Tanah yang berlumpur
merupakan habitat atau tempat hidup pohon bakau. Tanah yang berlumpur atau
berlempung terbentuk disebabkan karena tanahnya selalu basah akibat adanya
air yang menggenangi daerah hutan tersebut.
Ciri – ciri dari tanaman bakau adalah memiliki lentisel dibagian kulit
pohon. Salah satu hal yang terdapat pada pada hutan bakau adalah adanya air
payau yang mempunyai salinitas yang rendah. Kerapatan tertinggi pada tingkat
anakan adalah R. mucronata. Tingginya kerapatan R. mucronata disebabkan
oleh beberapa faktor lingkungan yang mendukung seperti kondisi tanah
berlumpur halus dan tergenang pada saat pasang normal lebih toleran terhadap
substrat yang lebih keras dan pasir. Ng dan Sivasothi (2001) menyatakan R.
mucronata lebih menyukai substrat berlumpur lembut. Selain itu kemampuan
perkembangbiakan mangrove jenis R. mucronata sangat tinggi.
Tomlinson (1986) menyatakan bahwa mangrove Rhizophora mucronata
merupakan tumbuhan mangrove yang penting dan tersebar luas. Jenis Dungun
(Heritiera littoralis) tidak ditemukan pada tingkat semai, hal ini disebabkan
karena tidak ditemukan di transek 0 – 10 m, 10 – 20 m, dan seterusnya.
Menurut Hutching dan Saenger (1987) faktor lingkungan dapat mempengaruhi
ketidakhadiran pertumbuhan jenis tersebut, seperti kondisi pasang surut air laut,
dan daratan mangrove. Rendahnya nilai kerapatan suatu jenis dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan
suatu jenis. Menurut Bengen dan Dutton (2004) R. mucronata akan tumbuh
dengan baik pada tipe substrat berlumpur yang relative tebal, halus, dan
berkembang dengan baik pada kisaran salinitas 10-30%. R. mucronata juga
lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir.
Menurut Bunt dan Williams (1981) Bruguiera sexangula merupakan
tumbuhan yang dalam satu kelompok memiliki jumlah yang besar, biasanya
pada tanah liat di belakang zona Avicennia atau bagian tengah vegetasi
mangrove ke arah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada
tanah/substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainya.
Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat
bergantung kepada akar tunjang untuk memperoleh pasokan oksigen yang
cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang
berkepanjangan. Penyebaran jenis ini dapat dibantu oleh air, akan tetapi
pertumbuhannya lambat dan perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Heriyanto dan Subiandono (2012) mengatakan bahwa jenis R. Mucronata
sangat baik dalam memanfaatkan energi matahari, unsur hara, atau mineral dan
air serta sifat kompetisi sehingga mendominasi jenis – jenis lainnya. Selain
habitat yang sesuai, salah satu penyebab bahwa jenis R. mucronata mempunyai
sebaran yang merata adalah karena kondisi dimana biji mampu berkecambah
semasa buah masih melekat pada pohon induknya. Setyawan et al. (2003)
mengatakan bahwa spesies mangrove memiliki tingkat adaptasi yang tinggi
terutama pada jenis tertentu seperti propagul pada jenis Rhizophora mucronata
umumnya telah tumbuh sejak masih menempel pada batang induknya sehingga
tingkat keberhasilan pertumbuhan menjadi lebih besar.
Hutan mangrove memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh topografi
pantai baik estuari atau muara sungai yang terlindung. Menurut Tomlinson
(1986), komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam tergantung
kondisi geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim tanah, dan
kondisi lingkungan lainnya, kisaran yang umum berkisar antara 10-30 %.
Salinitas yang sangat tinggi dapat berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan
mangrove. Menurut Chapman (1975) jenis-jenis yang dapat tumbuh pada
salinitas tinggi 55% seperti R. mucronata dan R. stylosa.
Suhu rendah pada lokasi pengamatan hal ini dikarenakan tutupan
kanopinya lebih rapat meskipun berhadapan langsung dengan laut. Suhu udara
juga memiliki pengaruh terhadap bentuk keanekaragaman mangrove. Menurut
Kusmana (2002), suhu berperan penting dalam proses fisiologi seperti
fotosintesis dan respirasi. Menurut Setyawan et al. (2003) mangrove dapat
tumbuh dengan baik pada suhu rata-rata ˃20ºC dan perbedaan suhu musiman
tidak melebihi 5ºC. Suhu substrat memiliki peranan yang sangat penting dalam
menguraikan bahan mineral di habitat mangrove, hasil dekomposisi tersebut
digunakan oleh tumbuhan mangrove untuk memenuhi kebutuhanya selama
masa pertumbuhan.
Gambar 5. Pola Sebaran Pohon Mangrove

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum pengamatan karakteristik flora dan vegetasi


ekosistem mangrove adalah dimana tidak hanya ditumbuhi oleh satu macam
tanaman saja. Namun, hutan mangrove Rawa Mekar Jaya juga ditumbuhi oleh
beberapa jenis tumbuhan lainnya seperti tembusing (Bruguiera sexangula),
bakau putih (Rhizophora mucronata), dungun (Heritiera littoralis), dan bakau
merah (Rhizophora mangle). Jenis tumbuhan yang mampu tumbuh di hutan
mangrove ini berbeda- berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini karena
bereaksi terhadap variasi atau perubahan faktor lingkungan fisik tertentu,
sehingga menimbulkan zona- zona vegetasi tertentu. Jenis tumbuhan yang dapat
tumbuh bersifat khas karena telah melewati proses adaptasi dan juga evolusi.
Faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi jenis tanaman yang tumbuh
antara lain tipe tanah dimana memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
jenis vegetasi mangrove yang mendominasinya. Jenis mangrove yang dominan
pada daerah pengamatan adalah jenis bakau putih (Rhizophora mucronata).
Bentuk adaptasi dari flora hutan mangrove yang banyak dijumpai adalah berupa
akar tunjang dan akar papan serta dapat dilihat bahwa pola sebaran dari vegetasi
berupa pola sebaran berkelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Bunt JS dan Williams WT. 1981. Vegetational Relationships in The Mangroves


of Tropical Australia. Marine Ecology - Progress Series 4: 349-359.
Chapman. 1975. Mangrove Biogeografphy. Proceedings of Internal Symposium
on Biology and Management of Mangroves. Florida : Institut of Food
and Agricultural Scaince University Florida.
Heriyanto NM dan Subiandono E. (2012). Komposisi dan struktur tegakan,
biomasa, dan potensi Kandungan karbon hutan mangrove di taman
nasional Alas purwo. Jurnal Penelitian Hutan dan Konervasi Alam 9 (1)
: 23-32 .
Kusmana C. 2002. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan dan
Berbasis Masyarakat Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional
Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jakarta. PT. Pradnya Paramita :
Jakarta.
Ng & Sivasothi N. 2001. A Guide to Mangroves of Singapore Volume 1 The
Ecosystem& Plant Diversity and Volume 2. Singapore : The Singapore
Science Centre.
Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor : PHKA/WI-IP.
Setyawan AD, Winarno K, dan Purnama PC. 2003. REVIEW: Ekosistem
mangrove di Jawa: 1. Kondisi Terkini. Biodiversitas 4 (2): 130-142.
Tomlinson PB. 1986. The Botany of Mangrove. London : Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai