Anda di halaman 1dari 35

ASKEP HALUSINASI PENDENGARAN

A. Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang
itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2007).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan
impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai
kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar
dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan
kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan
pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution,
2003)
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian
mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:
1. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
2. Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
3. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
4. Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
5. Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun
(Maramis, 2005).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan
halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–
suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

B. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem)
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
6. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
7. pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolaknya. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
11. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
12. Berkeringat banyak.
13. Tremor. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
14. Perilaku menyerang teror seperti panik.
15. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
16. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
17. Menarik diri atau katatonik.
18. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
19. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

D. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis yaitu :
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai
pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau
dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap
fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.
3. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.

F. Rentang respon halusinasi.


Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu
yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam
maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau
kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum
yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
12. Halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

G. Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran


Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan
klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan
keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian
menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi
dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama
dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,
sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah:
Jenis halusinasi:
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data obyektif dan subyektifnya. Data objektif dapat
dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat dikaji
dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui
isi halusinasi pasien.
Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Dengar/suara Marah-marah tanpa sebab kegaduhan.
Menyedengkan telinga ke arah Mendengar suara yang
tertentu mengajak bercakap-cakap.
Menutup telinga Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu Melihat bayangan, sinar, bentuk
Penglihatan Ketakutan pada sesuatu yang geometris, bentuk kartoon,
tidak jelas. melihat hantu atau monster
Halusinasi Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan seperti bau
Penghidu membaui bau-bauan tertentu. darah, urin, feses, kadang-
Menutup hidung. kadang bau itu menyenangkan.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
Pengecapan Muntah urin atau feses
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan Mengatakan ada serangga di
Perabaan kulit permukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir
pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa
faktor antara lain:
a. Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat.
b. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah abnormalitas otak yang menyebabkan respon neuro
biologik yang maladatif yaitu: lesi pada area frontal, temporal dan umbik serta stres
yang menumpuk (Stuart dan Sunden, 1998:305)
1) Faktor perkembangan terlambat
 Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
 Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
 Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
 Komunikasi peran ganda
 Tidak ada komunikasi.
 Tidak ada kehangatan.
 Komunikasi dengan emosi berlebihan.
 Komunikasi tertutup.
 Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan
komplik orang tua.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi,
harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan
ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5
dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
d. Faktor presipitasi
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah
kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum dibawah ini: Faktor pemicu
gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social,
tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya
alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali
diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak
mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan
penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak
membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan
b. Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain
itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
e. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
f. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4) Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai
dengan informasi.
8) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11) Memori
 Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
 Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada
saat dikaji.
12) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan
berhitung sederhana.
13) Kemampuan penilaian: apakah terdapat masalah ringan sampai berat.
14) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan
minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
g. Mekanisme koping
1) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2) Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
h. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman
i. Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
j. Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
1) Gangguan Sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
2) Resiko Perilaku kekerasan
3) Isolasi sosial : menarik diri.
4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga,
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun
potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
a. Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
b. Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari
pengkajian.
c. Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian
yang menyokong diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah
harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial
maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai
berikut:
Efek

Gangguan Sensori Persepsi :


Halusinasi Pendengaran
C.P

Isolasi Sosial :
Menarik Diri
Etiologi

Harga diri rendah

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi
menurut Keliat (2006) yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan Sensori persepsi : halusinasi Pendengaran
c. Isolasi sosial: menarik diri
d. Harga diri rendah.

3. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu
tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan
adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa 1: Gangguan Sensori persepsi ; halusinasi pendengaran
1) Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya
halusinasi.
2) Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal
maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap
klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan
menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien
 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi :
 Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
 Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm
melaksanakan intervensi selanjutnya.
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan
penyebab menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
 Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain.
 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan
orang lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali
manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi
 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara
bertahap.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan
dengan orang lain
 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien
TUK 5
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi :
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan
orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain.
 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 6
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku
menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara
merawatnya.
 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk
klien (1 x seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
b. Diagnosa 2 : Resiko Perilaku Kekerasa
1) Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
2) Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya, Ekspresi wajah bersahabat, klien
nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat
perawat.
Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal
maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap
klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan
menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya
Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan
dengan halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata
bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
 Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi.
Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan
situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
 Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
 Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol
halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya
timbul.
Intervensi:
 Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya
timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan
melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan
kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada
perawat pada saat timbul halusinasi.
 Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
 Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
 Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali
cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi
 Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar
klien mau minum obat secara teratur
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
 Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat
klien bila halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
 Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan
biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada
klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
c. Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri
1) Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
2) Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal
maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap
klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan
menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien
 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
 Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang
nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
 Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Rasional:
Membantu klien membentuk harapan yang realitas
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya
Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
 Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal
Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:
Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan
dan kegagalan yang pernah dialaminya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4
Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.
Intervensi:
 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
Rasional:
Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.
Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan
 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih
Rasional:
Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.
 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga dir
TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.
Keluarga memberi dukungan dan ujian.
Intervensi:
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah
 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional
Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat
penyembuhan klien.
Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional:
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah
 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah
 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
d. Diagnosa 4: Harga Diri Rendah
1) Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
2) Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,
membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/
komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal
maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap
klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan
menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut
rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku
pendek.
Intervensi:
 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda
kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien
Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi
rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai
sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti
pakaian 1 x sehari.
TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi
 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri
 Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:
Memberikan kesegaran.
TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri sendiri
TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan dir
Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya
kebersihan pada klien.
 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama
di RS dalam menjaga kebersihan.
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu
dilakukan oleh klien
4. Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini
(here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar
utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

5. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai
melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan
penjelasan sebagai berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur
dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan
seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan
halusinasi yang benar?”.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat
diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan
masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri
dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa
a. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi
hasil belum memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah
a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan
b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya
c. Meminta bantuan atau partisipasi keluarga
d. Mampu berhubungan dengan orang lain
e. Menggunakan obat dengan benar
f. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
g. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi
halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.
6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3.
Philadelphia: F. A. Davis Company
Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year
Book.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN HALUSINASI

A. IDENTITAS KLIEN
Tanggal pengkajian :
Inisial :
Umur :
Informan :

B. KELUHAN UTAMA PADA SAAT PENGKAJIAN


Menurut keluarga klien saat di rumah sering mengamuk, bicara sendiri, sulit tidur, banyak
melamun/menyendiri.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
2. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
3. Klien Pernah Jatuh dan kepalanya terbentur sehingga klien menjadi kurang waras (Faktor
Biologis)
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan tidak ada
5. Klien mengalami krisis peran
6. Faktor komunikasi dalam keluarga tertutup.
7. abnormalitas otak yang menyebabkan respon neuro biologik yang maladatif yaitu: lesi
pada area frontal, temporal dan umbik serta stres yang menumpuk (Stuart dan Sunden,
1998:305)

D. FISIK
1. Tanda vital :TD : 120/80 mmHg N: S: P:
2. Ukur : TB : 165 cm BB : 55
3. Penjelasan : Tekanan darah dalam batasan kg
4. Keluhan Fisik : Tidak ada normal, tanpa keluhan fisik

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri :
a. Citra tubuh : Keluarga klien mengatakan semua anggota tubuh klien masih lengkap
dan berfungsi dengan baik.
b. Identitas : Keluarga klien mengetahui klien sakit.
c. Peran : Berperan sebagai Kepala Keluarga.
d. Ideal diri : Klien tidak memberikan tanggapan bahwa ingin cepat sembuh atau
tidak.
e. Harga diri : klien merasa tidak senang dengan orang disekitarnya
f. Masalah Keperawatan :
3. Hubungan Sosial :
 Orang terdekat:
 Orang yang terdekat dengan klien adalah anaknya.
 Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
 Klien tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien tidak pernah bergaul dengan orang lain dan juga berkomunikasi dengan orang lain.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : keluarga klien mengatakan bahwa penyakit klien berasal dari
Tuhan
b. Kegiatan ibadah : Keluarga klien menyatakan bahwa klien tidak pernah melakukan
shalat 5 waktu.

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan klien rapi,pakaian rapi, rambut disisir, kuku pendek, mandi menggunakan
sabun, menyikat gigi dang anti pakaian. Ini semua yang melakukan adalah keluarga klien
2. Pembicaraan
Bicara klien lambat, suara keras,jawaban kadang tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan kepada keluarga klien
3. Aktivitas Motorik
Keluarga Klien mengatakan bahwa klien tidak bisa lagi melakukan aktivitas motoric
4. Alam Perasaan
Keluarga klien mengatakan bahwa klien kadang-kadang ketakutan dan sering marah-
marah.
5. Afek
Ekspresi wajah klien tumpul, kadang bicara atau tertawa sendiri
6. Interaksi selama wawancara
Saat interaksi/ wawancara pertama kepada keluarga klien, keluarga klien mengatakan
bahwa klien sering sekali berbicara kepada orang yang sudah meninggal dan selalu
menyebut nama istrinya yang sudah meninggal, klien sering marah-marah dan tersenyum
sendiri terkadang klien juga melakukan perilaku kekerasan seperti memukul anaknya pada
saat mau dimandikan, Saat wawancara keluarga klien sangat kooperatif menjawab
pertanyaan dengan jelas, pandangan sangat tertuju pada perawat
7. Persepsi
Keluarga Klien mengatakan bahwa klien sering mendengar suara-suara yang berbicara
kepadanya.
8. Masalah Keperawatan : Halusinasi pendengaran
 Proses Pikir
Keluarga klien mengatakan bahwa klien dapat menjawab pertanyaan walaupun lambat
dan kadang jawaban klien kacau. Tidak ada gangguan pada proses piker
 Isi Pikir
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering mendengar suara istrinya yang sudah
meninggal berbicara kepadanya.
 Tingkat Kesadaran
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak mengenali keluarganya bahkan sama
anaknya dia tidak mengenalinya
 Memor
Keluarga klien mengatakan bahwa klien kadang-kadang ingat pada waktu klien masih
aktif melakukan aktifitas, dan klien tidak mampu mengingat kejadian dalam jangka
waktu yang pendek atau baru saja terjadi.
 Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sekarang tidak mampu berhitung dan tidak
mampu berkonsentrasi
 Kemampuan Penilaian
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak mampu menilai perawat serta tidak
mampu membuat keputusan atau kesimpulan
 Daya tilik diri
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering menyatakan dirinya terancam seperti
dengan kata “ Mau Ko Bunuh Ka” sehingga klien berlaku kekerasan.

G. KEBUTUHAN DIRUMAH
1. Makan
Klien makan 3 kali sehari, pagi jam 08.00, siang jam 12.00 dan malam 18.30, serta
makanan selalu dihabiskan. Dengan bantuan total oleh keluarganya
2. BAB / BAK
Klien BAB/BAK di popok yang sudah dikenakan oleh klien, klien tidak mampu
membersihkan dan merapikan diri sendiri sehingga keluarga yang membantunya.
3. Mandi
Keluarga klien memandikan klien 1 kali sehari
4. Berpakaian / berhi
Keluarga klien mengganti pakaian klien setiap habis mandi. Klien tidak mampu melakukan
sendiri sehingga keluarganya yang membantunya.
5. Istirahat dan tidur
Klien tidur di kamarnya, pada malam hari biasanya klien tidur jam 20.00-05.30 WITA, dan
terkadang klien tidak tidur pada malam hari. Kalau siang hari klien biasa tidur jam 13.00-
17.00 WITA, dan terkadang terbangun tanpa aktifitas yang jelas.
6. Penggunaan obat
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengkonsumsi obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Keluarga klien mengatakan bahwa klien jarang beraktifitas semenjak klien mengalami
gangguan jiwa.
8. Aktivitas di luar rumah
Tidak ada aktifitas yang dilakukan klien

H. MEKANISME KOPING
Klien berbicara sendiri, tertawa sendiri, dan bahkan marah-marah sendiri.

I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


1. Masalah dengan dukungan kelompok : Keluarga klien sangat memperhatikan klien
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan : klien tidak pernah lagi bergaul dengan orang
lain
3. Masalah dengan pekerjaan : Klien tidak lagi bekerja sebagai tukang kayu.
4. Masalah dengan perumahan : Klien tinggal bersama anaknya
5. Masalah dengan ekonomi : Klien sekarang sudah ditanggung oleh anak-anakny
6. Masalah dengan pelayanan kesehatan : klien tidak pernah dibawa ke Rumah Skait.

J. KURANG PENGETAHUAN TENTANG


Keluarga klien tidak mengerti tentang penyakit klien, keluarga hanya mengetahui bahwa klien
sering mendengar suara-suara dan berbicara sendiri.
Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan.

K. ASPEK MEDIK
Diagnosa medik : Skizofrenia
L. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1 Data Subyektif : Gangguan sensori persepsi :
Ø Keluarga mengatakan klien sering mendengar suara- Halusinasi Pendengaran
suara
Ø Keluarga mengatakan klien sering berbicara sendiri
dan marah-marah
Data Obyektif :
Ø Klien nampak berbicara sendiri
Ø Klien nampak marah-marah dan bicara sendiri
Ø Jawaban yang diberikan kadang diluar konteks
pertanyaan yang diberikan
2 Data Subyektif : Risiko Perilaku Kekerasan
Ø Keluarga mengataan klien kadang gelisah
Ø Keluarga Klien mengatakan sering melakukan
tindakan kekerasan atau marah-marah saat
mendengar suara-suara
Ø Ada riwayat klien memukul anaknya atau menantunya
Data Obyektif :
Ø Klien berteriak-teriak
Ø Klien sering marah-marah
3 Data Subyektif : Isolasi Sosial
Ø Keluarga mengatakan tidak pernah bergaul dengan
orang lain ataupun keluarganya
Ø Keluarga pengatakan klien merasa nyaman dan betah
berada di kamarnya.
Data Obyektif :
Ø Klien nampak lebih banyak berdiam diri di kamar dan
tidur
Ø Klien tidak pernah mengikuti kegiatan dalam
masyarakat

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun pohon masalah yang dapat dibuat berdasarkan hasil pengkajian pada Tuan “M”
dengan kasus Halusinasi Pendengaran adalah sebagai berikut :
Dari pohon masalah di atas maka didapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Gangguan Sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Isolasi Sosial : menarik diri

N. RENCANA KEPERAWATAN
( Dalam Format Terlampir).
O. IMPLEMENTASI
1. Diagnosa 1 : Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi pendengaran
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
 Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
 Pasien dapat mengontrol halusinasinya
b. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya
dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi Saudara dapat
melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi.
Keempat cara tersebut meliputi
 Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
 Menjelaskan cara menghardik halusinasi
 Memperagakan cara menghardik
 Meminta pasien memperagakan ulang
 Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
 Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
 Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan
diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal,
pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa
dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara
teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
 Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasie
 Melatih pasien melakukan aktivitas
 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah
 dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
 Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan
terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk
itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan
berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
 Jelaskan guna oba
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
 Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) HALUSINASI
UNTUK PASIEN

SP 1
1. Proses keperawatan
a. Kondisi klie
Klien bicara sendiri, gelisah, dan pernah melakukan tindakan kekerasan (memukul
menantunya dan juga anaknya pada saat memandikan klien)
b. Diagnosa keperawata
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
c. Tujuan
Klien mampu untuk mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi
dengan cara pertama menghardik.
d. Tindakan keperawatan
 Mengidentifikasi jenis halusinasi
 Mengidentifikasi isi halusinasi
 Mengidentifikasi waktu halusinas
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
 Mengajarkan klien menghardik halusinasi
 Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian
 Memberi dorongan klien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang
realistis.
2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1) Salam terapeutik
“assalamu alaikum pak, selamat pagi. saya perawat yang akan bekerjasama dengan
bapak untuk membantu menyelesaikan masalah bapak”. Nama saya A, nama bapak
siapa? Senang dipanggil siapa?
2) Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”?
3) Kontrak
 Topik
“Baiklah, sekarang kita akan bercakap-cakap tentang suara-suara yang selama ini
bapak dengar tapi tak nampak wujudnya”.
 Tempat
“Dimana kita bisa berbincang-bincang pak? Disini saja pak ya”?
 Waktu
“berapa lama kita akan berbincang-bincang pak? Bagaimana kalau 15 menit saja pak?
Apakah bapak setuju”?
b. Fase kerja
“Apakah bapak mendengar suara tanpa dengan wujud? Apa yang dikatakan suara itu? Apakah
terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan suara itu paling sering bapak dengar?
Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu
sendiri? Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara-suara itu? Apa yang bapak
lakukan pada saat mendengar suara-suara itu? Apakah dengar cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul”? pak, ada
empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lai. Ketiga, melakukan kegiatan
yang sudah terjadwal. Dan yang ke empat, minum obat dengan teratur. “Bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu, yaitu dengan cara menghardik. Caranya sebagai berikut : saat suara-
suara itu muncul, langsung bapak bilang pergi, saya tidak mau dengar, saya tidak mau dengar
kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak
peragakan! Nah, begitu.. bagus sekali pak! Coba lagi! Ya,,, bagus, bapak bisa”.
c. Fase terminasi.
1) Evaluasi
Subjek: “bagaimana perasaan bapak setelah peragaan tadi”?
Objek : “apa yang bapak lakukan jika suara-suara itu muncul”?
2) Rencana tindak lanjut
“jika suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat
jadwal latihannya “?
3) Kontrak yang akan datang
 Topik : “bagaimana kalu kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua”?
 Waktu : “jam berapa pak? Bagaimana kalau besok jam 10.00 wita”?
 Tempat : dimana pak kita bisa berbincang-bincang lagi? Bagaimana kalau di ruangan
ini saja!

SP 2
1. Proses keperawatan
a. Kondisi klien
Klien bicara sendiri, marah-marah dan tertawa sendiri.
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
c. Tujuan
Klien mampu untuk mengenal halusinasi, cara-cara mengontrol halusinasi dengan cara kedua,
bercakap-cakap dengan orang lain.
d. Tindakan keperawatan
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
 Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
 Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
2. Strategi komunikasi pelaksanaan tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1) Salam terapeutik.
“assalamu alaikum pak, bagaimana perasaan bapak hari ini?
2) Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaannya hari ini? apakah suara-suara yang biasa bapak dengar masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang kita latih kemarin? Apakah berkurang suara-
suaranya?
3) Kontrak.
 Topik : “baikalah, sekarang kita akan bercakap-cakap tentang cara kedua yaitu
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain”.
 Tempat: “dimana kita bisa berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini saja pak!
 Waktu : “berapa lama kita akan latihan? Bagaimana kalau 15 menit saja”?
b. Fase kerja.
“jadi cara kedua untuk mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Jadi kalau bapak mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk berbicara dengan bapak. Contohnya begini, “tolong, saya mulai
dengar suara-suara, bisa ngobrol dengan saya”? coba bapak lakukan seperti itu! Ya,, begitu..!!
bagus,,! Coba sekali lagi pak! Bagus,,,! Bapak harus latihan terus ya!!
c. Fase terminasi.
1) Evaluasi
Subjek : “bagaimana perasaan bapak setelah latihan tadi”?
Objek : “jadi sudah berapa cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus,,!!
2) Rencana tindak lanjut.
“cobalah kedua cara ini bapak lakukan jika mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau
kita masukan dalam kegiatan sehari-hari bapak”? nah, nanti lakukan secara teratur dan
gunakan sewaktu-waktu bila suara itu muncul”.
3) Kontrak yang akan datang.
 Topik : “bagaimana kalau kita latihan cara yang ketiga yaitu melakukan aktifitas yang
terjadwal”?
 Waktu: “jam berapa bapak mau? Bagaimana kalau jam 10.00 wita
 Tempat: “ mau dimana kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau disini saja pak”?
sampai ketemu besok ya pak!! Wassalamu alaikum…

SP 3
1. Proses keperawatan
a. Kondisi klien
Klien marah-marah, bicara sendiri dan gelisah.
b. Diagnosa keperawata
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
c. Tujuan
Klien mampu untuk mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu melaksanakan aktifitas
yang terjadwal.
d. Tindakan keperawatan
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
 Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan dirumah.
 Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian.
2. Strategi pelaksaan tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1) Salam terapeutik
“assalamu alaikum, selamat pagi pak. Bagaimana perasaanya hari ini
2) Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaaan bapak hari ini?. Apa bapak sudah mandi dan sarapan pagi?
apakah suara-suara yang bapak dengar masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara
yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya? Bagus…!!!
3) Kontrak
 Topik : “sesuai janji kita kemarin, kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah
halusinasi dengan melakukan kegiatan yang terjadwal”.
 Tempat : dimana kita bisa berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini saja?
 Waktu : “berapa lama kita berbincang-bincang pak? Bagaimana kalau 10 menit saja?
b. Fase kerja
“Kegiatan apa saja yang biasa bapak lakukan pagi-pagi? Terus jam berapa kegiatan
berikutnya? Wah, ternyata banyak sekali kegiatannya. Apa bapak sudah melakukan kedua
cara yang telah kita pelajari kemarin saat mendengar suara-suara? Bagus…sekarang kita akan
melatih cara ketiga yaitu melakukan kegiatan pada saat suara-suara itu terdengar, jadi bapak
bisa melakukan kegiatan-kegiatan bapak tadi untuk mencegah halusinasi. Coba bapak ulangi.
“Bagus sekali…!! Bapak bisa lakukan kegiatan ini? Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk
mencegah suara-suara yang muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi
sampai malam ada kegiatan yang bapak lakukan.
c. Fase terminasi
1) Evaluasi/validasi
Subjek : “bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali…!!!
Objek : “coba bapak sebutkan tiga cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara!
Bagus sekali….!!!
2) Rencana tindak lanjut
“mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Coba bapak lakukan sesuai
jadwal ya!
3) Kontrak yang akan datang
 Topik : “Kita akan membahas cara minum obat yang baik serta kegunaan obat”!
 Waktu : “jam berapa bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau jam 10.00
wita”?
 Tempat : “Mau dimana pak? Bagaimana kalau disini lagi! Sampai ketemu ya pak,
assalamu alaikum.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) HALUSINASI
UNTUK KELUARGA

SP 1
1. Proses keperawatan
a. Kondisi keluarga
Keluarga tampak sedih melihat keadaan bapak “M”
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
c. Tujuan
Keluarga mampu mengenal masalah yang diraskan keluarga dalam merawat klien, mengetahui
pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, jenis halusinasi serta proses terjadinya
halusinasi dan cara merawat klien halusinasi.
d. Tindakan keperawatan
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses terjadinya
halusinasi.
 Menjelaskan cara merawat klien halusinasi
2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1) salam terapeutik
“Assalamu alaikum, selamat pagi. Saya mahasiswa stikes nani hasanuddin yang sedang
praktek di puskesmas batua, nama saya “A” senang dipanggil “B”. nama anda siapa,
senang dipanggil siapa?
2) Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan semua (keluarga) hari ini”?
3) Kontrak
 Topik: “hari ini kita akan berbincang-bincang dan belajar masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat klien, mengetahui pengertian, tanda dan gejala halusinasi,
jenis halusinasi, serta proses terjadinya halusinasi dan cara merawat klien halusinasi
dalam keluarga.
 Waktu : berapa lama keluarga bersedia berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit saja? Apakah kalian setuju?
 Tempat : dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini saja?
b. Fase kerja
 Apa masalah keluarga dalam merawat klien?
 Saya akan menjelaskan pengertian halusinasi, tanda dan gejala, jenis halusinasi, serta
proses terjadinya halusinasi dan cara merawat pasien halusinasi. Apakah kalian setuju?
 Pertama-tama apa itu halusinasi? Halusinasi yaitu penerapan (persepsi) tanpa adanya
rangsangan apapun pada panca indra seseorang yang terjadi pada keadaan sadar atau
bangun dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik atau histerik.
 Apa tanda dan gejalanya? Yaitu berbicara sendiri, mendengar suara-suara yang tak
nampak wujudnya, marah-marah, dan melakukan perilaku kekerasan pada orang
disekitarnya.
 Jenis-jenis halusinasi? Yaitu :
 Halusinasi penglihatan, yang dilihat seolah-olah berbentuk orang, binatang atau
benda.
 Halusinasi pendengaran, seolah-olah mendengar suara manusia, suara hewan,
suara mesin, suara musik, dan suara kejadian alami.
 Halusinasi penciuman, seolah-olah mencium bauan tertentu.
 Halusinasi pengecap, seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa tentang sesuatu
yang dimakan.
 Halusinasi perabaan, seolah-olah merasa diraba, disentuh, dicolek, ditiup,
dirambati ular.
 Proses terjadinya halusinasi adalah pada waktu klien lagi sendiri, dia biasanya bicara
sendiri, marah-marah dan juga tertawa sendiri
 Bagaimana cara merawat klien halusinasi? Yaitu caranya pertama-tama kita ajak berbicara
kepada klien dan berkenalan setelah itu kita Tanya kepada klien apa yang biasa klien
dengar, terus kita dengar, dan kita bilang suara-suara itu palsu atau tidak nyata. Bapak
bisa mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Setelah bapak bisa mengontrol
halusinasinya kita ajak bapak untuk merawat diri sendiri secara perlahan-lahan, kita ajar
cara makan, mandi, mencuci tangan, dan menyisir rambut. Apa semuanya bisa
dimengerti?
c. Fase terminasi.
1) Evaluasi/validasi
Subjektif : “bagaimana perasaannya setelah kita berbincang-bincang”?
Objektif: “coba ulangi kembali apa itu halusinasi, tanda dan gejala, jenis halusinasi, serta
proses terjadinya halusinasi dam cara merawat klien halusinasi.
2) Rencana tindak lanjut
“baikalah semua, kalau begitu saya harap apa yang sudah saya ajarkan dapat diulang dan
kita akan melanjutkan cara melatih atau mempraktekkan cara merawat klien halusinasi.
3) Kontrak yang akan datang.
 Topic : “bagaimana kalau besok kita akan mempraktekkan langsung cara merawat
klien halusinasi, apa semua setuju?
 Waktu : “bagaimana kalau kita ketemu jam 10.00 wita.
 Tempat : “kitasenang berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau diruang tamu
saja?

SP 2
1. Proses keperawatan
a. Kondisi keluarga
Keluarga sudah mulai tenang melihat keadaan bapak “M”
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
c. Tujuan
Keluarga dapat mempraktekan cara merawat klien dengan halusinasi
d. Tindakan keperawatan
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan halusinasi
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi.
2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1) Salam terapeutik
“assalamu alaikum, selamat pagi semua”?
2) Evaluasi /validasi
“bagaimana kabarnya hari ini? Apa masih ingat dengan apa yang saya ajarkan kemarin?
3) Kontrak.
 Topik : “sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan mempraktekkan dan lelatih
langsung kepada pasien cara merawat dirinya”.
 Waktu : “berapa lama bersedia berbincang-bincang dengan saya”? Bagaimana kalau
20 menit? Setuju?
 Tempat : “dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau disini lagi?
b. Fase kerja
 Kegiatan apa saja yang telah keluarga lakukan hari ini? Apakah telah melakukan kegiatan
yang saya ajarkan kemarin?
 Baikalah saya akan memberikan kesempatan menjelaskan arti halusinasi, tanda dan
gejala, jenis halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi serta mempraktekkan cara
merawat langsung klien halusinasi. Yang mana prinsip pelatihan merawat diri agar klien
dapat mandiri seperti kebersihan badan, yaitu cuci tangan, cuci muka, mandi, serta
menyisir rambut dan mengenal keluarga dekat.
c. Fase terminasi
1) Evaluasi
Subjektif: “bagaimana perasaanya setelah berbincang-bincang?
Objektif : “Coba jelaskan kembali apa itu halusinasi, tanda dan gejala, jenis halusinasi,
serta proses terjadinya halusinasi dan cara merawat klien halusinasi”.
2) Rencana tindak lanjut.
“baikalah kalau begitu, saya berharap apa yang saya ajarkan kepada keluarga tentang
halusinasi dan cara merawat klien bisa anda masukkan dalam jadwal aktifitas di rumah.
3) Kontrak yang akan datang.
 Topik : “bagaimana kalau besok kita lanjutkan dengan pembuatan jadwal aktifitas
dirumah, serta menjelaskan tentang pentingnya pemeriksaan (follow up) pada klien,
setuju??
 Tempat : “dimana kita akan berbincang-bincang, bagaimana kalau disini lagi”?
 Waktu : “ bagaimana kalau besok kita ketemu lagi jam 10.00 wita?

SP 3
1. Proses keperawatan
a. Kondisi keluarga
Keluarga sudah tenang, tidak gelisah lagi melihat keadaan bapak “M”
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
c. Tujuan
Keluarga dapat mengetahui pentingnya follow up bagi klien dirumah.
d. Tindakan keperawatan
 Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat.
 Menjelaskan follow up klien ketempat kesehatan.
2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1) Salam terapeutik.
“assalamu alaikum, selamat pagi semua?
2) Evaluasi/validasi
“bagaimana kabarnya hari ini? Apa masih ingat dengan apa yang saya ajarkan kemarin”?
3) Kontrak
 Topik : “sesuai persetujuan kita kemarin, hari ini kita akan menjelaskan pentingnya
pemeriksaan kesehatan klien”.
 Waktu : “berapa lama bersedia berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau
20 menit? Setuju??
 Tempat: “dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau diruangan ini lagi?
b. Fase kerja.
“Kegiatan apa saja yang keluarga lakukan hari ini? Apa telah melakukan kegiatan yang saya
ajarkan kemarin? Sekarang kita akan membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat
sehingga keluarga mudah mengontrol aktifitas klien.. Adapun pentingnya pemeriksaan
kesehatan (follow up) yaitu agar kita tahu tanda-tanda vital klien misalnya tekanan darah,
apakah dia tekanan darah tinggi atau tekanan darah rendah, untuk mengetahui apakah dia
demam atau tidak, apa keluarga mengerti?
c. Fase terminasi.
1) Evaluasi/validasi
Subjektif : “bagaimana perasaannya setelah berbincang-bincang?
Objektif : “coba ulangi kembali cara membuat jadwal dan pentingnya follow up klien!
2) Rencana tindak lanjut
“baikalah kalau begitu saya harapkan apa yang saya ajarkan kepada keluarga hari ini
tentang membuat jadwal dan pentingnya follow up pada klien, saya harapkan keluarga
bisa melakukan kegiatan ini”.
3) Kontrak.
“berhubung waktu praktek saya di puskesmas sudah selasai, kita akhiri pertemuan kita
hari ini, saya berharap apa yang sudah di ajarkan dapat dilakukan dirumah dan dimasukan
dalam jadwal kegiatan harian. Mudah-mudahan klien cepat sembuh. Sampai ketemu lagi
dilain kesempatan, assalamu alaikum dan selamat siang.
E. EVALUASI
I. Teori
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai
berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan
pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali
bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan
mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau
muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut
klien dan tindak lanjut perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa:
a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum
memuaskan.
c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada
serta diagnosa lama diberikan.

II. Sebelum tindakan


Sebelum dilakukan tindakan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi yatiu :
a.Klien tidak mengetahui memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b.Klien tidak mengetahui tentang halusinasinya.
c.Tidak Mampu berhubungan dengan orang lain.
d.Keluarga tidak mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
e.Keluarga tidak mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi
serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
III. Setelah tidakan
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:
a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c.Mampu berhubungan dengan orang lain.
d.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
e.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta
dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari asuhan keperawatan jijwa mengenai halusinasi pendengaran yaitu :
1) Pengkajian
Menurut keluarga klien saat di rumah sering mengamuk, bicara sendiri, sulit tidur, banyak
melamun/menyendiri.
2) Diagnosa keperawatan
a) Gangguan Sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
b) Resiko Perilaku Kekerasan
c) Isolasi Sosial : menarik diri
3) Intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum,
tujuan khusus dan intervensi keperawatan.
4) Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan
dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta
lingkungannya. Terdiri dari SPIP,SPIIP,SPIIIP,SPIK,SPIIK,SPIIIK.
5) Evaluasi
a) Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b) Klien dan keluarga mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c) Mampu berhubungan dengan orang lain.
d) Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
e) Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta
dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
B. Saran
1) Puskesmas
Diharapkan Askep ini Sebagai bahan masukan kepada perawat dalam merawat klien dengan
gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran pada khususnya dan Puskesmas dalam
menjalankan praktek keperawatan jiwa pada umumnya
2) Institusi
Semoga Institusi terus meningkatkan sumber pengetahuan mahasiswanya dalam lingkup ilmu
Keperawatan jiwa, khususnya mengenai Askpe Jiwa Halusinasi Pendengaran
3) Keluarga/masyarakat
Diharapkan kepada keluarga dan masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit
gangguan jiwa khususnya mengenai penderita dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai