com
Tiga belas cerita pendek merentang dari masa pra-
ke datangan Cornelis de Houtman hingga awal
Indonesia merdeka. Masing-masing menggoda kita
untuk berimajinasi tentang sejarah Indonesia dari
sudut pandang yang khas: mantan tentara yang
dibujuk membunuh suami kekasih gelapnya; perwira
yang dipaksa menembak Von Imhoff; wartawan
yang menyaksikan Perang Puputan; inspektur Indo
yang berusaha menangkap hantu pencuri beras;
administratur perkebunan tembakau Deli yang
harus mengusir gundik menjelang ke datangan istri
Eropanya; nyai yang begitu disayang sang suami
tetapi berselingkuh.
Iksaka Banu
kolonialisme yang jarang digali oleh penulis Indonesia modern.
Dengan riset yang serius dan teliti, Iksaka Banu mengisahkan
tentang cinta, keintiman, kemesraan sekaligus pengkhianatan
dan kekejian di antara tokoh-tokoh pribumi dan Belanda.
‘Leila S. Chudori
Iksaka Banu
http://pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1.Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2.Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iksaka Banu
J akarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gram edia)
http://pustaka-indo.blogspot.com
Perancang Sampul
Yuyun Nurrachman
Ilustrasi
Yuyun Nurrachman
Penataletak
Suwarto
BANU, Iksaka
Semua untuk Hindia
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014
xiv + 154; 13,5 cm x 20 cm
ISBN: 978-979-91-0710-7
Daftar Isi
J atiwaringin, April 20 14
Iksaka Banu
http://pustaka-indo.blogspot.com
per ke bunan teh di J awa Barat, keduanya pada awal abad XX;
m asa vakum kekuasaan pasca-penjajahan J epang pada 1945.
Sem ua latar tersaji itu adalah sapuan-sapuan besar se ja-
rah. Historiograi, karena sifatnya yang hendak merangkai ke
m a juan yang dicapai oleh um at m anusia dan bangsa-bangsa,
m enjadi lukisan raksasa yang m erangkum orang-orang besar
dan berbagai tindakan besar. Ke celah-celah kosong yang tak
tersentuh oleh sapuan-sapuan besar itulah Iksaka Banu m a-
suk menemukan tokohtokoh iktifnya. Mereka boleh jadi me
nyim pang dari arus sejarah yang m enekan m ereka jadi orang
bawahan, boleh jadi bereaksi tajam terhadap peristiwa besar
yang m endam parkan m ereka kepada situasi khusus. Tapi pa da
da sarnya sang penulis berlaku setia kepada tem uan para se ja-
rawan. Dalam beriksi, sikapnya tetap ilmiah.
Dalam setiap cerita, Iksaka Banu langsung m endam parkan
kita ke tengah situasi, seringkali situasi genting. Dalam “Pe-
na bur Benih”, m isalnya, kita begitu saja m enatap m isa arwah
bagi seorang korban penyakit skorbut yang dipim pin seorang
no vis Katolik di kapal “Duyfken”, salah satu dari em pat kapal
Cornelis de Houtm an. Dalam “Penunjuk J alan” kita segera saja
berjum pa dengan tergulingnya sebuah kereta pos ke dasar ju-
rang dalam perjalanan dari Banten ke Batavia; dan seorang
dok ter Belanda (baru tiba berlayar dari negerinya) yang lolos
dari kecelakaan itu. Pem buka “Selam at Tinggal Hindia” adalah
selam atnya seorang wartawan Belanda dari pem eriksaan ge-
rom bolan laskar Republik lantaran ia tercandra tidak bisa ber-
bahasa Melayu.
Pem bukaan yang m engandung suspens, itulah yang m em -
bu at kita terseret ke dalam kisah-kisah Iksaka Banu, sam pai
pada suatu tahap kita tersadar bahwa tokoh-tokoh anggit an-
nya m engajak kita berwacana. Mereka, sang narator dan la-
wan-lawan bicaranya itu, berlaku cerdas seperti halnya si pe-
nga rang. Dalam “Penabur Benih”, m isalnya: sam bil m encoba
xi
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
gun dik nya m enjelang kedatangan istri resm inya dari Negeri
Be lan da (“Racun untuk Tuan”); inspektur polisi di Cilacap
yang, ketika m enangani pencurian beras di gudang stasiun,
berkonlik dengan atasannya (“Gudang No 012B”); wartawan
De Locom otief peliput Perang Puputan di Bali Selatan, yang
ber em pati kepada kaum Bangsawan Buleleng yang kalah oleh
sia sat Gubernur J enderal Van Heutsz (“Sem ua untuk Hin-
dia”); nyai pem baca buku dan pecinta seni panggung yang
ber cin ta dengan seorang bintang kom edi stam bul yang m an-
tan wartawan (“Stam bul Dua Pedang)”; novis Katolik di an-
ta ra para pelaut Protestan dalam pelayaran m enuju Hindia
Tim ur (“Penabur Benih”); letnan pem im pin pem berontakan
di sekunar “Noordster” yang dijebloskan ke Penjara Stadhuis
dan mampu bersoal jawab tentang konlik BelandaBelgia
(“Pollux”).
Dengan narator-aku, si penulis tam pak m engendalikan
cerita nya, m enjadikannya sem acam lingkaran sem purna. Sang
aku m elengkapkan dirinya—dan terpancing atau m em ancing
la wan-lawan bicaranya—jadi pem beri inform asi, bahkan fakta
ke ras, dan juga suara m oral kepada kita. Setiap tindakan selalu
je las sebab-m usababnya. Iksaka Banu tidak m em biarkan am -
biguitas atau kekaburan m enyelim uti tokoh-tokohnya dan
ber ba gai peristiwa yang m ereka lakoni. Dan tokoh-tokoh yang
se lalu m em iliki latar belakang sosial-budaya yang terang ben-
de rang ini pun bersoal jawab dengan kebenaran yang berlaku
di se kitar m ereka, juga dengan kekeliruan yang tim bul akibat
ke bijak an besar kolonialism e. Kisah-kisah Iksaka Banu ber ge-
rak m a ju dan terus terdorong m enuju akhir dengan rangkaian
kilas balik.
Buat saya, si aku-narator adalah sam aran sang penulis
sen diri yang hendak m em berikan tanggapan terhadap aneka
kehidupan Hindia Belanda yang penuh paradoks. Meski m e-
nyo dorkan m asa lam pau yang jauh, ia tetap m enggunakan ba-
xiii
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
hasa Indonesia m asa kini yang rapi, tertib, tak bercacat. Ber-
bagai periode dari kehidupan Hindia Tim ur terkem as dengan
langgam bahasa yang sam a dan aneka karakter dari berbagai
zam an itu berujar dengan langgam wicara yang sam a. Dengan
dem ikian, m eski kisah-kisah itu hendak m engharukan dan
m e ne gangkan, kita tetap berdiri di luar sebagai pengam at yang
“obyektif”.
Namun toh iksi tetaplah iksi sekalipun bersandar pada
fak ta sejarah. Iksaka Banu seringkali m em bulatkan kisahnya
de ngan serba-kebetulan, juga untuk m em perkuat latar pe-
ris tiwa. Sang aku-narator diselam atkan oleh sang Pangeran
Ke ba tin an, yang belakangan diketahuinya bernam a Untung
(yaitu Untung Surapati), penyam un budim an yang m em im pin
pem berontakan m elawan Kom peni; kem udian sang aku, di
rum ah sahabatnya, m elihat wajah si Untung dalam sebuah
lukisan yang m enggam barkan Keluarga Pieter Cnoll, yang telah
m engangkat si budak Bali ini sebagai anak (“Penunjuk J alan”).
Sang aku bertem u kem bali dengan Anak Agung Istri Suandari,
si gadis kecil, yang m enewaskan diri dalam Perang Puputan;
si gadis adalah anggota keluarga Puri Kesim an, yang m enjadi
narasum ber si aku ketika m enulis tentang tradisi m esatiy a be-
berapa tahun sebelum nya. Racun dalam m inum an cendol bi-
kinan sang nyai yang hendak diteguk oleh sang adm inistratur
perkebunan tem bakau adalah racun yang pernah diceritakan
oleh atasannya sebelum ia bergundik (“Racun untuk Tuan”).
Ada kalanya serba-kebetulan itu tergarap begitu halus se-
hingga m enjadi sim etri. Dalam “Stam bul Dua Pedang”, dua
pe m ain anggar m em perebutkan si aku: suam inya, ad m inis tra-
tur perkebunan teh, pem ain anggar yang m ahir; kekasihnya,
pendekar anggar di panggung kom edi stam bul, m antan war-
ta wan yang pernah belajar beranggar kepada Kepala Redaksi-
nya. Pun kehidupan asm ara si aku sendiri becerm in-cerm inan
de ngan berbagai kisah cinta di atas panggung yang kerap di-
xiv
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
—N irw an D e w an to
http://pustaka-indo.blogspot.com
CHEVROLET TUA YANG kutum pangi sem akin m elam bat, se-
be lum akhirnya berhenti di m uka barikade bam bu yang dipa-
sang m elintang di ujung jalan Noordwijk. Sebentar kem udian,
seperti sebuah m im pi buruk, dari sebelah kiri bangunan m un-
cul beberapa orang pria beram but panjang dengan ikat ke pa-
la m erah putih dan aneka seragam lusuh, m enodongkan se-
napan.
“Laskar,” gum am Dullah, sopirku.
“Pastikan m ereka m elihat tanda pengenal wartawan itu,”
bisikku.
Dullah m enunjuk kertas di kaca depan m obil. Salah se-
orang penghadang m elongok m elalui jendela.
“Ke m ana?” tanya orang itu. Ia berpeci hitam . Kum isnya le-
bat, m em belah wajah. Sepasang m atanya m enebar ancam an.
“Merdeka, Pak! Ke Gunung Sahari. Ini wartawan. Orang
baik,” Dullah, dengan raut m uka yang dibuat setenang m ung-
kin, m engarahkan ibu jarinya kepadaku.
“Turun dulu baru bicara, sontoloy o!” bentak si kum is sam -
bil m em ukul bagian depan m obil. “Suruh bule itu turun juga!”
sam bungnya.
2
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
Waktu itu, di hotel Des Indes, yang sudah kem bali ditangani
oleh m anajem en Belanda, aku dan beberapa rekan war ta wan
te ngah m em bahas dam pak sosial di Hindia seiring ke ka lah an
J epang.
“Proklam asi kem erdekaan serta lum puhnya otoritas se-
tem pat m em buat para pem uda pribum i kehilangan batas logika
antara ‘berjuang’ dan ‘bertindak jahat’. Rasa benci turun- te-
m u run terhadap orang kulit putih serta m ereka yang dianggap
ko la bo ra tor, tiba-tiba seperti m enem ukan pelam piasannya di
ja lan-jalan lengang, di perm ukim an orang Eropa yang ber ba-
tas an langsung dengan kam pung pribum i,” J an Schurck m e-
lem par kan seonggok foto ke atas m eja.
“God Alm achtig. Mayat-m ayat ini seperti daging giling,”
Herm anus Schrijven dari Utrechts Nieuw sblad m em buat tan-
da salib setelah m engam ati foto-foto itu. “Kabarnya, para ja gal
ini adalah jawara atau peram pok yang direkrut m enjadi ten ta-
ra. Sebagian ram pasan dibagikan kepada penduduk. Tapi ke-
rap pula diam bil sendiri.”
“Bandit patriot,” J an m engangkat bahu. “Terjadi pula se-
m a sa Revolusi Prancis, Revolusi Bolshevik, dan di antara para
par tisan Yugoslavia hari ini.”
“Anak-anak haram revolusi,” aku m enim pali.
“Aku benci perang,” Herm anus m em buang puntung ro-
kok nya.
“Warga Eropa tidak m enyadari bahaya itu,” kataku. “Se-
telah lam a m enderita di kam p, tak ada lagi yang m ereka
inginkan ke cuali selekasnya pulang. Mereka tak tahu, si J ongos
dan si Ka cung telah berubah m enjadi pejuang.”
“Kurasa banyak yang tidak mendengar maklumat dari Lord
Mounbatten agar tetap tinggal di kamp sampai pasukan Sekutu
datang,” Eddy Taylor, dari The Manchester Guardian, angkat
bicara.
4
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
Itu jawaban Geertje beberapa bulan lalu. Sem pat dua kali aku
m en em uin ya kem bali. Mem asan g kaca jen dela dan m en g-
an tarn ya ke pasar. Setelah itu, aku ten ggelam dalam pekerja-
an . Geertje juga tak m em ikirkan hal lain kecuali m em ban gun
ru m ah. Sulit m en gharapkan percik asm ara hadir di an tara
kam i.
Lalu datanglah berita tentang pertempuran keras tadi ma-
lam, yang merambat dari Meester Cornelis sampai ke Kramat.
Beberapa kesatuan pemuda melancarkan serangan besar-besar -
an ke pelbagai wilayah secara rapi dan terencana. Di sekitar Se-
nen– Gunung Sahari, sebuah tank NICA bahkan ber hasil dilum-
puh kan.
Aku m engkhawatirkan Geertje. Sebaiknya wanita itu ku-
jem put saja. Biarlah ia tinggal bersam a kam i sem entara waktu.
Sem oga ia tidak m enolak. Schurck sedang ke luar kota. Tak bi-
sa m em injam m otornya. Untunglah, m eski agak m ahal, pihak
hotel bersedia m enyewakan m obil berikut sopirnya.
“Di depan itu, Tuan?” suara Dullah m em bawa diriku kem -
bali berada di dalam kabin Chevrolet yang panas ini.
11
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
“Betul. Tunggu sini,” aku m elom pat ke luar dengan cem as.
Di m uka rum ah Geertje, beberapa tentara NICA berdiri dalam
posisi siaga. Sebagian hilir-m udik di halam an belakang. Be-
ran da rum ah rusak. Pintu depan roboh, penuh lubang peluru.
Lan tai dan tem bok pecah, m enghitam , bekas ledakan granat.
“Perm isi, wartawan!” sam bil m enerobos kerum unan, ku-
acungkan kartu pengenal. Mataku nyalang. Kum asuki setiap
kam ar dengan perasaan teraduk, seolah berharap m elihat tu-
buh Geertje tergolek m andi darah di lantai. Tetapi tak kunjung
kutem ui pem andangan m engerikan sem acam itu. Seorang ten-
tara m endekat. Agaknya kom andan m ereka. Kusodorkan kartu
pengenal.
“Apa yang terjadi, Sersan…Zwart?” tanyaku sam bil m elirik
nam a dada tentara itu. “Korban serangan tadi m alam ? Di m ana
penghuni rum ah?”
“Kam i yang m enyerang. Penghuninya lari. Anda warta-
wan? Kebetulan sekali. Kita sebarkan berita ini, agar sem ua
was pada,” Sersan Zwart m engajak berjalan ke arah dapur.
“Ini tem pat para pem berontak berkum pul. Banyak bahan pro-
paganda anti-NICA,” lanjutnya.
“Maaf,” aku m enyela. “Setahuku rum ah ini m ilik Nona
Geer tje, seorang warga Belanda.”
“Anda kenal? Kam i akan banyak bertanya nanti. Ada du ga-
an bahwa Nona Geertje alias ‘Zam rud Khatulistiwa’ alias ‘Ibu
Pertiwi’, yaitu nam a-nam a yang sering kam i tangkap dalam si-
ar an radio gelap belakangan ini, telah berpindah haluan.”
Geertje? Aku ternganga, siap protes. Nam un Sersan Zwart
ter la lu sibuk m enarik pintu besar yang terletak di tanah, de kat
gudang. Sebuah bunker. Luput dari perhatianku saat m e ngun-
jungi Geertje tem po hari. Kuikuti Sersan m enuruni tangga.
Tak ada yang aneh. Warga Belanda yang sejahtera biasa nya
m em iliki ruangan sem acam ini. Tem pat berlindung saat ter-
ja di serangan udara di awal perang kem arin. Sebuah ruangan
12
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
lem bap, kira-kira em pat m eter persegi. Ada m eja panjang, kur-
si, serta lem ari usang berisi peralatan m akan dan tum puk an
ker tas. Benar, kertas itu berisi propaganda anti-NICA.
Sersan Zwart m em buka kain selubung sebuah obyek di ba-
lik lem ari. Pem ancar radio!
“Warisan J epang,” kata Sersan.
Aku m em bisu. Sulit m em percayai ini sem ua. Tetapi yang
m em bu at tubuhku m em beku sesungguhnya adalah pe m an -
dangan di dinding sebelah kiri. Pada dinding lapuk itu, ter-
gan tung satu set wastafel lengkap dengan cerm in. Di atas per-
m u ka an cerm in, tam pak sederetan tulisan. Digores berge gas,
m enggu na kan pem erah bibir: ‘Selam at tinggal Hindia Be lan-
da. Se lam at datang Repoeblik Indonesia’.
Aku m em bayangkan Geertje dan lesung pipitnya, duduk
di te ngah ham paran sawah, bernyanyi bersam a orang-orang
yang ia cintai: “Ini tanahku. Ini rum ahku. Apapun yang ada di
ujung nasib, aku tetap tinggal di sini.”
Sejak awal Geertje tahu di m ana harus berpijak. Perlahan-
lahan kuhapus kata ‘pengkhianat’ yang tadi sem pat hinggap di
benak.
J akarta, 12 Oktober 20 12
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sar ni, kurasa kau benar. Di luar garis darah itu, kita berdua
se sungguhnya sam a. Sundal dan orang m elarat, yang karena
baju dan peran panggung, lalu dipandang terhorm at.”
“Bedebah!” kulecutkan telapak tangan ke pipi kiri Adang dan
sudah kususun serangan berikutnya dengan tangan yang lain.
Teta pi lelaki itu justru menarik tubuhku. Kemudian, ber sa maan
dengan gerak mengayun ke bawah yang indah, sebuah pagutan
ber gelora hinggap di bibir. Aku tidak melawan, bah kan bibir kami
baru terurai saat ia berbisik perlahan: “Akuilah, kau memang
sun dal. Berkhianat pada suami saat ia sedang tugas lu ar. Ber cinta
dengan pemain stambul. Tapi aku tak peduli. Aku ter gila-gila pa-
da mu sejak kau nekat naik ke panggung pa da hari keduabelas,
melem parkan bungkusan berisi bros emas kepadaku.”
“Apakah kau m encintai hatiku, tubuhku, atau bros em as
itu?” tanyaku.
Adang m enjawab dengan belaian, cium an, dan entakan tu-
buh yang m em abukkan, m em buat kam i kem bali m elayari la ut-
an luas, m enyusuri lekuk-teluk dan sem enanjung yang ganjil.
Berangkat. Berlabuh. Berulangkali. Hingga segalanya usai da-
lam satu tarikan napas panjang.
Sam bil m enanti peluh m engering, di atas kasur keras de-
ngan seprai berm otif daun zaitun yang sulit disebut bersih itu,
ka m i m enatap langit-langit kam ar yang terbuat dari jalinan
rum bia. Pada bibir kam i m asing-m asing terselip sebatang ro-
kok.
Kam ar rias itu m erupakan sebuah bangunan darurat. Bilik
bam bu em pat sisi, tak lebih luas dari 3 x 4 m eter, yang dijejali
barang-barang keperluan pentas. Sebagai sripanggung, Adang
m em iliki hak untuk tidur di losm en kecil di Gadok, tak jauh da-
ri lokasi tobong ini. Tetapi ia tahu, m enjum paiku di kam ar ini
akan m em buat hidupnya jauh lebih am an.
“Suatu pagi, aku sedang m em bantu ibu m enjem ur kain
di de pan rum ah ketika rom bongan besar itu lewat,” aku
20
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
ke lom pok opera stam bul di Hindia. Dia pula yang m em bawaku
ke sini, m enonton pertunjukan perdana kalian tem po hari.”
“Ya, dan m alam ini aku bercinta dengan istrinya,” Adang
m enyeringai.
“Aku m em ang bukan istri yang baik.”
“Sarni,” suara Adang m endadak berubah. “Sam pai kem arin,
kau bisa m engelabui dirim u m enjadi Nyonya Van Rijk. Tetapi
m alam ini, kau adalah bagian tubuhku, bagian jiwaku. Bagian
dari tanah air ini. Lihat warna kulitm u. Lihat caram u bertutur.
Orang Belandakah engkau? Bukan kem ewahan yang akan ku-
antar kepadam u, m elainkan sum ber kekuatan dari sem ua im -
pian, yaitu cinta. Tuhan telah m enuntun kita untuk bertem u
dan saling m em iliki. Menikahlah denganku.”
Oh, sem ua kalim at itu sungguh picisan. Barangkali sering
pula diucapkan oleh Adang dalam beberapa lakon panggung.
Tapi entah m engapa, m alam itu aku berurai air m ata m en-
dengarnya.
Itu terjadi bulan lalu. Aku ingat, tiba di rum ah sekitar pukul
sebelas m alam . Tak bisa m em icingkan m ata. Suam iku, ten tu
saja, m asih bertugas di Malang. Ah, seorang suam ikah dia?
Orang kulit putih, dengan suara dan bau tubuh yang asing. Tu-
juh tahun kam i satu atap tanpa keturunan. Sejak m alam per ta-
m a, Adelaar tak bisa m enunaikan tugasnya sebagai lelaki. Ku-
anggap itu sebuah berkah, karena hidup sebagai nyai seperti
ber judi. Tak ada yang pasti. Tak ada yang abadi. Sering kudengar
nasib m alang para nyai, harus angkat kaki dari rum ah bersam a
anak-anak m ereka setelah sang suam i m enikah dengan wanita
Eropa. Sering kali m ereka turun pangkat m enjadi m oentji di
tangsi-tangsi tentara. Itu tidak terlalu buruk. Setidaknya ada
yang m enjam in hidup m ereka. Sungguh m ati, aku tak ingin
hidup ku berakhir seperti itu. Sayangnya doaku tak terkabul.
Kem arin sore, datanglah surat dalam am plop cokelat ini. Mes-
ki teram at sulit, pilihan harus kutentukan.
22
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
Sarni istriku,
y ang bisa m enjadi tem pat berbagi, di m eja m akan, di tem pat
tidur, dan di tem pat-tem pat di m ana dukungan dan per tim -
bang anny a kuperlukan. Kuabaikan pandangan m eng ha kim i
dari para sejaw atku. Aku tahu pilihanku. Dan di an ta ra ba-
ny ak alasan lain y ang lebih serius, aku m encintaim u ka rena
engkau m eny ukai buku dan opera. Pem aham anm u m engenai
dunia panggung jauh m elebihi ny ony a-ny ony a ku lit putih itu.
Sungguh, aku m erasa tidak ada y ang keliru dengan m u. Sam -
pai datang surat dari seorang sahabat, pem ilik rom bong an
stam bul, y ang m erasa tidak ny am an karena seorang anak
w a y ang ny a, bintang w ay ang itu, Adang Kartaw iria itu, be-
berapa kali terlihat pergi bersam a seorang ny ai. Sahabatku
tidak m eny ebut nam a, tetapi di seantero perkebunan, adakah
ny ai lain y ang gem ar m enonton stam bul?
Aku akan tiba Kam is sore. Kuharap kita bisa segera m e-
nuntaskan urusan rum ah tangga ini dalam w aktu sem alam ,
karena keesokan hariny a, saat fajar, aku harus pergi ke ta-
nah lapang di dekat Gadok. Beberapa w aktu lalu, setelah m e-
nerim a berita itu, kulay angkan surat kepada Tuan Adang
Kar ta w iria, berisi perm intaan pengem balian kehorm atan.
Kau tahu? Sebuah tantangan duel. Aku berada di pihak y ang
m em in ta, m aka ia berhak m em ilih tem pat dan senjatany a.
Aku gem bira bahw a kekasihm u seorang lelaki berny ali. Ia
m enerim a tantanganku dan tam pakny a ingin terlihat seper ti
bangsaw an dalam peran-peran stam bul y ang sering ia ba-
w a kan. Ia m em ilih anggar dibandingkan pistol. Mungkin ia
ber m ak sud m enjadikan peristiw a ini sebagai judul operany a
bila selam at. Kupikir bagus juga, “Stam bul Dua Pedang”.
Eng kau boleh m enontonny a jika m au.
Bicara soal hidup atau m ati, jangan khaw atir, akan ada
notaris, saksi, serta petugas m edis y ang m enentukan apakah
salah satu dari kam i m asih berny aw a atau tidak. Dokum en
dan surat w asiat juga sudah diurus. Pendek kata, siapa
24
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
J akarta, 1 J uli 20 12
Baroe pukul 23.0 0 . Kita akan m enyusuri jalur yang biasa di-
tem puh oleh Batalion 10 : Weltevreden, Molenvliet, Stadhuis,
pu tar balik, Noordwijk, lalu Passer Baroe.”
“Tapi, Sir?” Rufus kelihatan ragu. Ia m em ang belum per-
nah patroli m alam dan tahu betapa berbahaya jalur yang akan
kam i lewati.
“Hei, Inggris,” J oris Zonderboots, si kopral Indo-Belanda,
m en dekati Rufus. “Takut pertem puran jarak dekat di jalanan
be cek? Tenanglah. Belum tentu bersua dengan bandit-bandit
itu. Ka laupun m ereka m enghadang, apa boleh buat,” ia m eniru
ge rak an m enggorok leher dengan telunjuknya. “Percayalah,
dua be las orang kita setara dengan seratus cecunguk itu.”
“Bahasa Inggrism u buruk, Mestizo,”* Rufus tam pak ter-
singgung. “Bukan jum lah orang, tapi senjata. Sejak para Nippon
bo doh itu m em biarkan gudang senjata m ereka diram pok, kita
tak pu nya gam baran pasti seberapa besar kekuatan lawan,”
Rufus m engge rutu, tetapi wajahnya kem bali cerah m elihat
rokok yang ku angsurkan ke bawah hidungnya. “Betul, Letnan?”
ia m e no leh kepadaku, seolah m inta dukungan.
“Kau orang radio, m estinya kau yang bercerita,” aku m en-
co ba m enyalakan kem bali rokokku. “Mereka banyak, tapi ti-
dak utuh. Ada tiga unsur yang saling berebut pengaruh. Per ta -
m a, pa ra nasionalis. Ini tanggung jawab para diplom at, bu kan
urus an kita. Lalu para bandit, tukang pukul, jawara, yang ter-
ga bung da lam laskar. Ada banyak kelom pok. Mereka ter bia sa
m enggu na kan senjata, tapi tidak terarah. Tak jarang m e nye -
rang un tuk m eram pok. Terakhir, yang m enam akan diri Ten ta-
ra Ke am anan Rakyat.”
“Dan Resim en Tangerang term asuk yang terakhir?” Die-
derik Kjell, kopral Belgia yang m alam ini bertugas m enjadi so-
pir ku, angkat bicara.
baik tentang kita. Dan bila berita kebaikan itu tersebar ke se-
luruh desa, kita sudah m enang satu langkah.”
“Anda pandai dan m urah hati, Letnan. Kalau gadis Sunda
itu m endengar, ia tentu bersedia m enikah denganm u,” Rufus
terpingkal-pingkal, disusul yang lain.
“Euis! Nam anya Euis. Lihat m ulutku. E-uis,” sergah J oris.
“Aaah, tutup saja m ulutm u, Indo keparat!” Rufus m enyepak
kaki J oris, m em buat tawa kam i sem akin keras.
“Cukup. Kita sudah sangat terlam bat. Rufus, terus buka
kon tak dengan Bravo dan m arkas,” aku m em eriksa pistol, m e-
m as tikan kam ar pelurunya terisi penuh.
Sebentar kem udian kam i telah m em belah m alam , m e nyu-
suri Water looplein, m engarah ke kota lam a Batavia. Aku, J oris,
dan Diederik m engisi kabin depan truk yang m em bawa en am
ser da du di bagian belakan g. Sem en tara Sersan Richm on d,
Ru fus, dan Geerd de Roode m em buntuti kam i dengan jip.
“Anda lahir di sini, Letnan?” Diederik m em ecah kesunyian.
Kedua tangannya lebih sering dipakai m em egang botol bir dan
rokok dibandingkan roda kem udi.
“Di sini? Hindia Belanda, m aksudm u? Ya, aku lahir di
Bandung.”
“Keluarga tentara?”
“Bukan. Ayahku kepala perkebunan teh. Akrab dengan
pen du duk pribum i. Seorang dari m ereka bahkan m enjadi ibu
susu ku sam pai aku berusia lim a tahun, karena ibu kandungku
m e ninggal tak lam a setelah m elahirkanku.”
“Maksudmu, sampai usia lima tahun kau masih menetek?”
“Pertanyaanm u m em buktikan bahwa kau m em ang bukan
orang Hindia, Kopral,” aku tersenyum . “Wanita pribum i punya
cara cepat untuk m endiam kan anak asuh yang rewel. Pertam a,
m engusap kem aluan si anak. Terutam a anak lelaki.”
“Itu betul,” J oris yang duduk dekat pintu kiri, m enim pali.
32
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
kaki dan tangan terbuka lebar, sem entara Rufus tetap di dalam
jip.
“Yang satu lolos,” ujar Richm ond.
Aku m engangguk. “J oris, Diederik, geledah dia.”
J oris m enjam bak orang itu, m em aksanya duduk. Ia m asih
be lia. Mungkin usianya sekitar 14 atau 16 tahun. Selem bar ikat
kepala m erah putih m elingkar di kepalanya. Wajahnya m e nyi-
rat kan ketakutan teram at sangat. Bibirnya yang tebal bergetar
hebat.
“Godverdom m e! Si bodoh ini kencing di celana,” pekik
J oris, sam bil m engayun telapak tangan. Pem uda itu m enjerit,
m eraba pipinya.
“Tangan di kepala!” bentak J oris dalam bahasa Melayu. Pe-
m u da itu m erintih berlarat-larat, seolah J oris baru saja m en-
cam buknya dengan seutas cem eti raksasa.
“Kow e tentara republik?” cecar J oris.
Lagi-lagi hanya terdengar rintihan.
“Apa kow e bisu? Mengapa pakai ikat kepala dan seragam ?
Apa kow e m au bikin onar? Mau sabotase?”
“Ia bersih, tapi apa ini?” Diederik m em utar senter ke dada
si pem uda.
“Lencana m erah putih,” kataku.
J oris m erenggut lencana itu, lalu dijejalkannya ke m ulut si
pem uda. “Kalau tidak bicara juga, kow e telan ini saja. Telan!”
Si pem uda m enggeliat-geliat. Air m ata m em banjiri wa-
jah nya. Ada darah di bibirnya. Barangkali tergores peniti len-
cana.
Tiba-tiba terdengar lolongan nyaring. Ham pir saja sena pan
kam i m eletus. Entah dari m ana, m uncul seorang wanita ber ba-
dan tam bun dalam balutan kebaya dan kain lusuh, lalu ber su-
jud m encium i kaki J oris sam bil berteriak-teriak histeris. Bebe-
rapa tentara yang sem ula m enjaga lokasi bersiap m engham piri,
tapi segera kuberi tanda agar tetap di tem pat.
pustaka-indo.blogspot.com
35
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
36
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
J akarta, 24 Oktober 20 10
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
38
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
39
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
40
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
Ilustrasi pernah dipublikasikan di Koran Tempo, 27 Februari 2011.
41
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
42
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
43
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
44
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
45
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
46
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
47
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
kalim at. “Dan kow e Unang, lekas kem bali setelah antar Nyai.”
Nyaris serem pak Im ah dan Unang m engangguk. Delm an
m em utar arah. Ketika m em intas kem bali di depanku, Im ah
berseru: “Sudah Im ah siapkan m akan m alam di m eja.”
Aku m elam bai. Kubiarkan m ataku m engikuti laju delm an
hingga lenyap ditelan tikungan, lantas dengan gontai kuseret
kaki m enuju ruang m akan.
Di balik tudung saji kujum pai m akanan kegem aranku:
sam bal goreng tem pe, rendang balado, sayur lodeh, telur dadar,
ser ta sem angkuk besar cendol. Kuisi gelas dengan cendol, san-
tan, dan gula kelapa hingga penuh. Sejengkal sebelum m en-
darat di bibir, aku tersentak. Terngiang kem bali nasihat Tuan
Zaandam . Pil nom or 11! Larutan pheny l, arsenik, atau air liur
ular kobra. Oh, baru saja aku m enyakiti hati Im ah, bukan? Ya,
bahkan telah kubuat rem uk hatinya dengan m engusirnya dari
rum ah agar istri Eropaku yang cantik bisa m asuk dan tidur di
sisiku.
Aku term angu sejenak. Kutebar pandangan. Berharap m e-
lihat se buah tanda, isyarat, atau hal lain yang bisa ku gu na-
kan un tuk… ah, entah untuk apa. Yang jelas, segera ter tang-
kap oleh ku jendela kaca ruang tam u yang jernih, be bas de bu,
dengan gorden berlipit-lipit yang dikelantang sem pur na se-
hingga terlihat berkilau terkena cahaya lam pu. Agak ke ka nan,
ter pam pang lem ari perpustakaanku. Aku m en de kat. Bu ku-bu-
ku itu disusun rata sesuai ketinggiannya, dan ku pas tikan tak
ada de bu di perm ukaan setiap buku. Di seberang le m a ri, ter bu-
jur m eja panjang bertaplak putih tem pat aku bia sa m e ne rim a
ta m u. Sisi luar m eja tam pak lurus tan pa cela m engikuti per m u-
ka an tem bok di belakangnya. Di se ke lilingnya, sebuah so fa ber-
ikut tiga buah kursi dibariskan dengan ke ter atur an jarak satu
sam a lain yang seim bang. Tepat di su dut ruangan, terham par
sebuah kursi m alas dilengkapi se lim ut serta bantal kecil yang
dahulu digunakan Im ah untuk m erawatku selam a sebulan
pustaka-indo.blogspot.com
48
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
50
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
51
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
“Am bil lagi ini dan jangan jauh-jauh dari pintu,” ku sorong-
kan sepucuk revolver.
“Apa kata Kanjeng Kom isaris nanti, Gan?” dengan teram pil
Mang Acim m em buka ruang peluru, m em eriksa isinya, lalu
m e nye lipkan senjata itu di depan perut. “Ia tak suka m elihat
Ma m ang bawa ini, bukan?”
“J angan sebut lagi nam a itu,” kukibaskan tangan. “Mana
Irus dan Sueb?”
“Irus di atap gudang, siap turun kalau diperlukan. Atap ka-
ca nya sudah kita buka. Sueb dekat kandang kuda.”
Kuam ati tem pat-tem pat yang disebutkan Mang Acim . Cu-
kup m em adai untuk tugas pengintaian dan penyergapan. Tapi
m engintai apa? Menyergap apa? Untunglah aku m engajak pa-
ra jawara ini. Mereka bukan pegawai Gubernem en. Artinya,
apa pun yang terjadi atas diri m ereka, tak ada keharusan m e-
nu lis kannya ke dalam laporan resm i.
Pukul duabelas. Derik cengkerik serupa roda tim ba yang
alpa dim inyaki, m enyayat gendang telinga. Dari perum ahan
penduduk, lolong anjing bersahutan. Kurapatkan kerah baju.
Apakah hanya aku yang sedari tadi m erasa dingin?
“Piaraan Babah Gwan Sin,” gerutu Mang Acim . “Berisik.
Besok biar Mam ang tegur si Babah.”
“Kalau anjingnya tak berkalung, kita bahkan boleh m e ngu-
tip denda dari pemiliknya, Mang. Di luar itu, biarkan saja.”
Kuam bil teropong. Di pelataran stasiun, em pat petugas ja-
ga m a lam tam pak bergerom bol m ain kartu. Kurasa m ereka tak
pu nya nyali untuk jalan berkeliling secara terpisah. Apalagi ber-
ke liaran di sekitar gudang tem pat kam i m engintai ini. Padahal
sejak staatsspoorw egen jurusan Yogya– Cilacap diresmikan
penggunaannya, stasiun ini tak pernah senyap. Ham pir sem ua
ba rang dari dan m enuju pelabuhan singgah di sini.
“Mang,” kutarik kantong tem bakau dan papier dari saku
celana, kupilin m enjadi sebatang rokok kecil. “Percaya hantu,
dem it, setan?”
pustaka-indo.blogspot.com
52
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
53
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
54
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
tangan dengan Heer Langestok, si tua baik hati, pada hari ter-
akhir m asa tugas beliau sebagai kom isaris. Mulai hari itu, Gijs
Tim m erm an naik jabatan, m enggantikan Langestok, m e nga-
lahkan aku dan seorang calon lain dari Batavia yang m enurut-
ku jauh lebih pantas. Sejak itu pula setiap pergi ke kantor, otot
perutku sering tegang, m em bayangkan harus berbagi m asalah
dan m enenggang rasa dengan m anusia biadab ini.
Syukurlah tak lam a kem udian Gubernem en m enam bah
pos di sepanjang jalur Maos– Cilacap lantaran sem akin tinggi-
nya aksi kejahatan seiring m eningkatnya pengangkutan hasil
bum i dengan kereta listrik.
Aku ditugaskan m enjadi kepala kantor kecil dengan wila-
yah operasi sekitar Cilacap dan Gum ilir, nam un tetap ha rus
m e lapor kepada Yang Mulia Kanjeng Kom isaris Gijs Tim m er-
m an di kantor pusat Maos. Meski banyak kendala, aku suka
pe ker ja an ku. Sem ua berjalan lancar. Sam pai kedatangan Gijs
ke m arin.
“Duduk saja, Hans,” Gijs m engham piri m ejaku. “Tuan
Stam m ler datang lagi. Ia bertanya, m engapa Polisi Hindia
Belanda sulit m enertibkan kuli-kuli? Berapa lam a ia m esti pin-
jam gudang orang? J angan lagi kaujual bualan tentang setan
perem puan itu, Hans. Ini sepenuhnya soal pem bentukan
disiplin. Kalau m enertibkan kuli saja tak becus, bagaim ana
orang percaya kau bisa kerja untuk urusan yang lebih besar?”
Masyarakat? Maksudm u pundi-pundi uang Tuan Stam m ler
dan pengusaha-pengusaha lain y ang telah kautelan selam a
ini? aku m engum pat dalam hati.
“Tuan Stam m ler seharusnya lebih sabar,” aku bicara pelan,
nyaris seperti m engeja, berupaya m engem balikan kehorm atan
yang terinjak. “Para kuli bukan m ilik gubernem en. Bebas m e-
nga is rejeki di sana.”
“Kau m enguliahiku, Hans?” Gijs m enatap m ataku.
“Tidak. Hanya ingin lapor, bahwa m eski orang pintar dari
pustaka-indo.blogspot.com
55
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
56
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
57
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
58
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
Onze Vader,
die in de hem elen zijt,
geheiligd zij Uw naam .
Uw rijk kom e,
Uw w il geschiede op aarde als in de hem el.
pustaka-indo.blogspot.com
59
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
J akarta, 3 Mei 20 11
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Om Sw asty astu.
pustaka-indo.blogspot.com
61
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
Tabik.
Adik kecilm u.
Anak Agung Istri Suandani.
pustaka-indo.blogspot.com
62
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
63
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
64
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
65
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
66
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
67
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
68
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
69
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
70
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
71
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
J akarta, 1 J uli 20 0 8
Pieter Brooshooft (1845– 1921) w artaw an, pem im pin redaksi De Locom otief.
Tokoh Politik Etis bersam a Conrad van Deventer.
Pada peristiw a Puputan 20 Septem ber 190 6, sejum lah besar w anita sengaja
m elem par uang kepeng atau perhiasan sebagai tanda pem bay aran bagi ser-
dadu Belanda y ang bersedia m encabut ny aw a m ereka.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
73
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
74
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
75
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
* Polisi senior.
pustaka-indo.blogspot.com
76
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
77
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
78
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pollux
pustaka-indo.blogspot.com
80
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
81
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
82
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
83
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
84
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
85
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
86
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
87
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
88
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
89
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
90
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
91
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Di Ujung Belati
pustaka-indo.blogspot.com
93
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
94
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
J anssens pun tam paknya tak punya kharism a,” wajah Sterk
ber ubah m endung. “Aku sudah m enulis surat wasiat untuk is-
triku sore tadi.”
“Hati-hati. Aku bisa m elaporkanm u untuk pernyataan-
per nyataan yang sangat tidak patriotik tadi,” aku m enggeleng.
“Tapi, hei, istrim u pribum i?”
“Ya. Gadis Kem ayoran. Manis,” Strek m eringis, m em am er-
kan sepasang gigi em asnya. “Tak pernah tahu nam a aslinya.
Yang jelas, J anuari kem arin ia resm i m enjadi J ohanna Maria
Krets setelah m elahirkan anakku.”
“Krets? Ah ya, tentu saja. Pem balikkan nam am u, bukan?”
Aku m engangguk paham . “Kau tergila-gila padanya?”
“Letnan, ia m ahir bercinta dan tidak rewel seperti para be-
tina palsu dari Holland itu,” Sterk m endengus. “Mereka m e ngi-
rim gadis pem erah sapi yang di sini berubah m enjadi nyonya
besar. Engkau tidak m engam bil gundik, Letnan? Ada istri di
Belanda?”
“Belum m em ikirkan istri,” kuhela napas panjang. “Soal
gun dik, terus terang aku term asuk pihak yang kurang setuju.”
“Ooh,” Sterk m anggut-m anggut. “Seperti juga kau tak suka
ini?” Sterk m engeluarkan kantong kecil, lalu dengan cekatan
m enata daun sirih, pinang, kapur, dan tem bakau, sebelum
m en dorongnya ke dalam m ulut. Tak lam a kem udian, m ulutnya
tam pak berlum ur cairan m erah. Aku m em alingkan m uka.
Sterk terbahak.
“Bagaim ana kauisi hidupm u, Letnan, bila sem ua kauang-
gap buruk?” sam bung Sterk.
“Sersan, orang Inggris m em ang congkak, tetapi kurasa
m e re ka benar. Dengan m enjaga kem urnian tradisi Barat yang
tinggi, penduduk asli akan m enaruh horm at pada kita. Lihat
pa su kan Inggris. Berapa banyak prajurit Eropa di sana? Hanya
se per tiga. Sisanya adalah laskar Bengal dan Madras dari India,
yang setia kepada Raja Inggris,” kataku. “J adi, bukan kita
pustaka-indo.blogspot.com
95
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
Ilustrasi pernah dipublikasikan di Koran Tempo, 8 Agustus 2010.
96
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
97
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
98
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
99
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
Ia m elepas topi dan ram but palsunya, sehingga cam bang yang
hitam m elengkung terukir jelas di kedua pipinya, sangat ber-
lawanan dengan ram but depannya yang dipotong lurus di atas
dahi. Ini bukan perjum paan pertam a kam i. J adi aku tahu, si-
apa dia.
“Marsekal Daendels,” sekuat tenaga aku berdiri. “Selam at
siang, Heer!”
“Catatan karierm u bagus. Tapi tak sepadan dengan kerjam u
hari ini, Letnan. Kau kelihatan seperti baru kembali dari neraka,”
Marsekal m enunjuk dahiku. Rupanya seseorang telah berbaik
hati m em balut lukaku dengan kain selagi aku pingsan tadi.
“Enam serdadu dan Majoor Ijzerhard luka parah. Tapi hu-
kum harus tetap ditegakkan. Semua, termasuk engkau, harus
ma suk bui. Belajar mengendalikan massa,” sambung marsekal.
“Siap!” jawabku, sam bil berpikir, akan berm uara di m ana
percakapan ini.
“Lihat,” m arsekal m enoleh. Kuikuti arah dagunya. Di de-
pan barisan kuli dan serdadu berdiri Sabeni, kepala m andor,
de ngan tangan terikat ke belakang. Wajahnya lebam . Di ujung
ka kinya, terbaring sekitar dua puluh m ayat kuli.
“Si penghasut,” kata m arsekal sam bil m elem parkan sebi-
lah belati kepadaku. “Buatlah pelajaran yang sulit dilupakan
sem ua yang ada di sini, agar m ereka m enghorm ati orang yang
sudah m em beri m ereka hidup.”
Kuam ati belati itu. Palangnya dari kuningan. Pegangannya
berlapis keram ik. Bukan jenis yang biasa dipakai prajurit se-
bagai sangkur.
“Segera tem ui atasanm u,” Marsekal m em utar kuda, lantas
m enghilang bersam a rom bongannya di balik pekatnya debu.
Kudekati Sabeni yang dijaga oleh dua orang serdadu.
“Sabeni,” desisku dalam bahasa Melayu. “Kuangkat kau
dari tum pukan sam pah, kusantuni keluargam u, kuperbolehkan
kau m enarik upeti. Inikah ucapan terim a kasihm u? Begitu
pustaka-indo.blogspot.com
10 0
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
10 1
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
10 2
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
“Bidik! Tem bak! Isi!” Entah sudah berapa puluh kali ku-
serukan kalim at itu sewaktu datang sebuah goncangan besar
yang m em buatku terlem par.
Saat sium an, yang pertam a kulihat adalah wajah Sterk. Ma-
tanya m elotot. Cairan m erah di m ulutnya. Kali ini tentu bukan
karena sirih. Di sekelilingku, puluhan serdadu Belanda dan
Pran cis bergeletakan. Banyak yang tak berlengan atau berkaki.
Suara erangan m inta tolong m enyiksa telinga.
Kucoba bangkit, tapi kedua kakiku sulit m enapak. Nyeri lu-
ar biasa. Kurasa tulang kakiku patah di banyak tem pat. Kuam ati
sekeliling. Di bawah selim ut m alam , Benteng Weltevreden te-
rang oleh kobaran api. Mijn God! Mereka berhasil m em bongkar
sisi kiri benteng. Agaknya, untuk m elindungi regu penyerang
itulah m ereka m enghujani bagian tengah benteng, tem patku
ber tugas tadi, dengan peluru m eriam .
Kutarik tubuhku ke sebuah istal kosong yang selam at da ri
am uk api. Dari balik tum pukan jeram i, kulihat pasukan dra-
goners* Inggris m enyerbu m asuk, m em buru sisa pasukan
ka m i yang tunggang-langgang. Pedang m ereka m enyam bar-
nyam bar. Bukan hanya prajurit, perwira m enengah pun m en-
ja di korban. Benarlah berita yang kudengar, tentara Inggris ja-
rang m enawan m usuh.
Seorang dragoner tiba-tiba m em belokkan kudanya ke
arah ku. Mustahil ia m elihatku, jeram i ini cukup tinggi. Tak
urung hatiku kecut. Beringsut aku m asuk lebih ke dalam .
Mendadak seseorang m enekuk leherku dari belakang, lalu
m enyeretku ke ruang penyim panan dedak yang m iskin cahaya.
Aku berontak. Sayang tak ada tenaga. Orang itu m em banting
tu buh ku ke sudut ruang, kem udian bergegas keluar. Tak sem -
pat kulihat wajahnya. Tapi seragam nya m enjelaskan bahwa ia
seorang sepoy atau sejenis itu. Sam ar-sam ar kudengar ia bicara
pustaka-indo.blogspot.com
10 3
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
J akarta, 18 J uli 20 10
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bintang Jatuh
pustaka-indo.blogspot.com
10 5
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
ber siaga sebagai lapis kedua bila gerbang bobol. Dan akhirnya,
pa ling belakang, di antara atap rum ah penduduk, terlihat silu et
m enara Balai Kota, bersisian dengan kubah gereja Niuwe hol-
land sche, seakan berlom ba m em beri peneguhan bahwa ka m i
m asih berkuasa penuh atas kota ini. Ya, sem ua tam pak be res.
Aku bisa tidur sebentar. Tentunya setelah m em enuhi panggil-
an atasanku, Kapten J an Twijfels.
Aku tak pernah m enyem bunyikan kekagum anku pada
Kap ten Twijfels. Dua puluh tahun lalu, pada usia 18, ia sudah
m em per oleh bintang penghargaan karena tetap bertahan di
pos m es ki luka parah dalam perang Sepanjang, m elawan las-
kar ga bungan Surabaya dan Bali. Soal m oral, ia sepaham de-
ngan ku: antipergundikan. Istrinya orang Belanda. Diboyong
ke J a wa bersam a kedua anaknya yang m asih kecil. Sebagai
anggo ta de wan, suaranya juga cukup didengar.
Begitu pintu tenda tersibak, terlihatlah sosoknya. Tinggi
langsing, duduk tanpa wig, m enghadap sebuah m eja yang sarat
ber kas laporan. Seragam m iliternya lusuh. Terlebih jabot* pu-
tih nya yang tak lagi terkancing rapi. Di lantai, terserak pedang,
pistol, serta kantung m esiu, seolah dilem par begitu saja dari
bahu.
“Letnan Goedaerd,” Kapten Twijfels m enyorongkan botol
dan gelas pendek. “Seteguk arak Cina untuk kem enangan ki-
ta?” suaranya terdengar serak.
“Arak pada pukul satu pagi?” aku terkekeh sam bil m enarik
kursi. “Hasil m em eras atau upeti dari Kapten Nie Hoe Kong
lagi?”
“Apa bedanya?” Kapten Twijfels m engangkat bahu. “Mi-
num lah. Selain cukup enak, topik yang sebentar lagi ku bica-
ra kan denganm u m em erlukan ram uan penguat jiwa sem acam
ini.”
* Hiasan leher; renda atau kain berwiru-wiru yang m enjuntai dan m elingkar
pada bagian depan kerah.
pustaka-indo.blogspot.com
10 6
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
Ilustrasi pernah dipublikasikan di Koran Tempo, 26 Februari 2012.
10 7
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
10 8
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
10 9
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
110
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
111
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
kirim an dalam jum lah sam a kem bali diantar, ditam bah bonus
tiga puluh persen.”
Aku m enggeleng. “Perlu satu detasem en dan latihan se-
m inggu penuh untuk m elaksanakannya.”
“Tak ada waktu. Walau dem ikian, satu kom pi tentara elite
ba yangan telah disiapkan untuk berangkat ke lokasi. Me re ka
pa ra loyalis Valckenier. Sudah diatur untuk tutup m u lut.” Kap-
ten Twijfels m engepulkan asap terakhir sebelum m em bu ang
abu dari pipa.
“Ke lokasi m ana?”
Kapten m enunjuk satu titik pada peta di dinding. “Tena-
bang!” serunya. “Tanggal 5 Oktober kem arin, Von Im hoff ber-
sa m a sejum lah pasukan di bawah Letnan Herm anus van Such-
telen dan Kapten J an van Oosten pergi ke Tenabang, m enem ui
Tan Wan Soey, salah seorang pem im pin pem berontak. Valc-
kenier m enduga, perundingan akan sia-sia. Von Im hoff sendiri
sudah m em persiapkan kem ungkinan terburuk, bahkan telah
ber pesan agar bantuan tentara dipercepat, karena enam pucuk
m eriam yang dibawa kuli dari Batavia, hilang di sawah bersam a
kotak am unisinya. Tentu ia tak m enyadari, bahwa keteledoran
para kuli itu bukan tanpa sebab.”
“Diatur dari sini?” tanyaku ragu. J auh di lubuk hati, aku
m erasa seperti tikus tolol yang m asuk ke dalam perangkap.
Kapten m engangguk. “Letnan, di Batavia kita hidup bagai
di negeri dongeng. Orang yang datang dari Belanda sebagai
pe m e rah susu, di sini m endadak kaya raya, m asuk ke dalam
lingkar an berpengaruh. Tetapi kita harus siap m enghadapi ke-
ba lik annya: Bintang yang sem ula bersinar di ketinggian, bisa
saja jatuh ke dalam perm ainan gila para penguasa.”
“Bagaim ana bila tugas ini kutolak?”
Kapten Twijfels melepas jabot, lalu membuangnya ke lantai.
“Istrim u kelahiran Friesland, Letnan? Berapa usia anak-
m u? Kurasa lebih kecil dari anakku. Kau baru m enikah tiga
pustaka-indo.blogspot.com
112
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
tahun lalu, bukan? O, ya. Cicilan rum ahm u sudah jatuh tem po,
apakah akan kauulur lagi?”
“Bajingan! J angan sentuh anak-istriku!” kuterkam leher
Kap ten Twijfels. Tetapi pria itu lebih gesit. Ia m elom pat m undur
sam bil m eraih pistol, lalu m enodongkannya kepadaku.
“Tenang, Letnan. Apa kaukira aku bebas dari ancam an se-
m acam itu? Mereka bahkan sudah tiga kali m enjum pai anak-
istriku. Pikirkan, seperti apa hidupku? Seorang pahlawan ter-
hor m at, ditekan tanpa bisa berbuat banyak. Aku telah m e le-
wati m asa-m asa gundah dengan pikiran sehat seperti dirim u.
Di benakku kini hanya ada satu hal: Sesegera m ungkin m e nye-
le saikan tugas ini. Aku ingin tenang, m enikm ati hari tua ber-
sam a keluarga.”
Aku lunglai. Sem ua yang kujalani sebelum titik ini, ter-
m asuk pem ujaanku terhadap Kapten Twijfels m endadak sirna.
“Katakan rencanam u,” akhirnya aku pasrah.
“Maafkan aku, Letnan.” Kapten Twijfels m enurunkan pis-
tolnya. “Pulanglah. Biar kuurus yang di sini. Pukul tiga so re
nanti, bersiaplah di depan Toko Oen. Lupakan seragam m ili-
ter, juga kudam u. Dan ikatkan ini di lengan kiri.” Kapten m e-
lem par pita putih. “Seseorang beruluk sandi ‘bintang jatuh’
akan m enjem put. J awablah: ‘Cahayanya telah pudar.’ Ia akan
m em ba wam u m enem ui pasukan bayangan di J ati Pulo.”
“Lalu m alam n ya, Letn an De Zon akan m en em ui Von Im -
hoff. Kau dan kedua sersan siap di tiga titik tak jauh dari m e-
re ka. Seorang tentara akan m elakukan provokasi agar orang
Tionghoa m enyerang. Dengan dalih perlindungan, Let nan
De Zon akan m em isahkan Von Im hoff dari pasukan asli, lalu
m em ba wa nya m undur bersam a pasukan bayangan m e le wati
ko or dinatm u. Itulah saat m alaikat m aut m enjem put. Tem bak-
an m u harus dari arah belakang, seolah dilepaskan m usuh. Ka-
lau m e leset, m asih ada dua sersanm u. Selam at bertugas. Nam a
palsu m u: Hendriek van Aarde. Dokum en telah siap di sana.”
pustaka-indo.blogspot.com
113
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
114
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
115
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
116
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Penunjuk Jalan
pustaka-indo.blogspot.com
118
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
119
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
120
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
121
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
122
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
123
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
124
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
kam i tinggal. Tak banyak orang luar yang bisa m asuk dengan
m udah. Tapi kam i juga tidak bisa m em biarkan tem an Anda
seperti itu bukan?”
Kutoleh J oep. Masih terbaring layu.
“Pangeran sungguh berhati m ulia,” aku m engangguk, lalu
bergegas m engejar kudanya yang dipacu kencang.
Saat pepohonan terlewati, segugus panoram a m encengang-
kan m elanda m ataku: perkam pungan luas. Tenda-tenda. Kan-
dang ternak. Tercium wangi m asakan bercam pur arom a kopi
yang baru diseduh, m em buat perutku m eronta. Lebih ke da-
lam , di antara nyala obor dan api unggun, kulihat sejum lah
be sar m anusia. Para lelaki dengan tom bak dan parang, pria
lan jut usia, wanita-wanita yang nyaris tidak m enutupi bagian
atas tubuhnya, serta gerom bolan anak kecil yang berlarian
m e nyam but kedatangan kam i. Beberapa anak m enarik baju
atau m enepuk kakiku sam bil terkikik. Sangat berbeda dengan
orangtua m ereka yang berdiri tanpa suara. Ada aura tak ber sa-
habat pada m ata dan lengkung bibir m ereka.
Di m uka tenda kulit yang besar nam un bersahaja, Pangeran
turun. Ada banyak bilik di dalam tenda itu. Punggawa m em -
baringkan J oep ke dalam sebuah bilik. Seorang lelaki tua sigap
m engom pres dahinya dengan dedaunan yang ditum buk halus.
Agaknya ia seorang tabib. Aku sungguh m erasa ter tantang. Na-
m un ajakan Pangeran untuk berkum pul di bilik depan m e ngu-
rungkan niatku m enyaksikan si tabib beraksi.
Kutem ani Pangeran duduk di atas tikar. Beberapa pria da-
lam rom bongan berburu tadi juga hadir. Tapi lebih banyak pa ra
lanjut usia. Mungkin penasihat Pangeran. Mereka m e ngu nyah
sirih sam bil berbisik-bisik, m em buatku salah tingkah. Syu kur-
lah sebentar kem udian disuguhkan kopi, air, dan m akan m a-
lam . Aku m enyantap sem uanya dengan lahap, nam un se ge ra
ber hen ti dem i m enyaksikan kecilnya porsi yang diam bil Pa-
nge ran dan pengikutnya.
pustaka-indo.blogspot.com
125
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
126
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
127
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
128
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
129
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
Rom an Surapati kary a Abdoel Moeis m aupun Van Slaaf tot Vorst kary a N ico-
lina Maria Sloot m eny ebutkan bahw a Untung Surapati sejak kanak-ka nak
dipelihara keluarga Moor. Tetapi catatan dari Leonard Blusse, y ang diper-
kuat surat w asiat Pieter dan lukisan Coem an, m eny atakan bahw a Untung
m enghabiskan m asa kecil hingga rem aja bersam a keluarga Cnoll.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
131
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
132
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
133
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
134
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
135
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
serupa keju basi. Tapi dia bisa m em elukm u sam bil tertawa ba-
ha gia tadi. Sem entara aku harus puas duduk di sini dengan ba-
ju dan rias ram but tolol, sem ata agar bisa m enatapm u m e ner-
tawai kedukaanku.”
“Aalt,” aku m enghela napas. “Kita bisa kem bali berbagi ki-
sah, saling m enguatkan hati. Tapi untuk sekarang kurasa sulit
berharap bahwa hal itu bisa dilakukan dalam keadaan yang le-
bih intim daripada perjum paan singkat dan aneh sem acam ini.
Sem ua harus direncanakan dengan tabah, m atang, dan hati-
hati. Orang-orang belum lupa kisah Saartje Specx dan Pieter
Cortenhoeff. Pikirkan dirim u. Pikirkan hidupm u yang begitu
m ulia.”
“Hidupku? Dapper, kekasih. Alangkah sulit m enjaga hidup
ini selam a tujuh tahun terakhir. Setiap m em baca surat atau
m em bu ka bingkisan darim u, seluruh pikiran ini, seluruh per-
m u kaan tubuh laknat ini, m em bara seperti api neraka. Rindu
kaujelajahi,” sepasang bibir wanita itu bergetar begitu hebat,
se hingga aku m erasa perlu m enyentuhnya dengan jariku untuk
m em buatnya diam . Syukurlah tak ada yang m elihat.
“Aaltje,” aku tertegun sejenak. “Kita hidup di zam an m e-
nye dihkan. Di m asa ketika seseorang dengan kem akm uran
atau garis darah tertentu bisa m em iliki kedudukan, kehorm at-
an, dan hak lebih tinggi dari yang lain. Orang-orang sem acam
ini kem udian berkum pul, m em bentuk lem baga pem erintahan
sem bari m em injam hukum , kisah-kisah lam a, kesepakatan la-
m a, bahkan agam a atau hal-hal lain yang bisa m em persatukan
orang banyak untuk dibelokkan m enuju pencapaian cita-cita
m e reka, yaitu: m engatur hidup orang lain. Apakah aku ter de-
ngar berbelit-belit?”
“Mungkin aku bisa m enyederhanakan,” Adelheid m e nyan-
dar kan tubuh ke kursi. “Cinta, agam a, dan norm a sosial se ha-
rus nya bukan urusan pem erintah, begitukah? Sem akin diatur
pustaka-indo.blogspot.com
136
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
137
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
138
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
139
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
140
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
141
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
Aku terduduk lem as. Di ufuk tim ur, m entari m ulai m em bi-
as kan bercak-bercak m erah di langit Batavia. Aneh sekali, aku
teringat warna leher Pieter Cortenhoeff, sesaat setelah pe dang
algojo terayun.
Saartje Specx, putri Jacques Specx, sahabat Gubernur Jenderal Jan Pieters-
zoon Coen, dituduh berbuat m esum dengan kekasihny a, Pieter Cortenhoeff,
di kediam an Coen. Pengadilan m em utuskan, Saartje dihukum cam buk, se-
m en tara Cortenhoeff dipancung.
Tijgersgracht atau Kanal Macan: daerah elite di Batavia abad XVII. Diam bil
dari nam a kanal y ang m em belah pem ukim an itu. Letakny a sekitar jalan
Lada, dekat Stasiun Kota sekarang.
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Penabur Benih
pustaka-indo.blogspot.com
143
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
144
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
Ya, sebagai novis* bau kencur berusia enam belas tahun, se-
kaligus asisten pribadi Pater Albrecht van der Gracht, teram at
girang hatiku saat m em peroleh kabar harus m enem ani beliau
dalam pelayaran jarak jauh ini. Sem ula aku berharap bisa ikut
salah satu dari tiga kapal m egah berbobot satu-dua ton itu. Ter-
nyata kapal-kapal tersebut sudah m em iliki pendoa. Para im am
Calvin.** Maka aku dan Pater Van der Gracht, satu-satunya
im am Katolik, harus puas ditem patkan di “Duyfken”, sebuah
ka pal pelopor kecil bertiang tiga, yang hanya berisi sekitar 20
orang.
“Siapa sangka arm ada sem egah itu berisi gerom bolan m a-
yat hidup. Begitukah pikiranm u m elihat kapal-kapal itu, Pa-
ter?” terdengar suara besar, bersaing dengan debur om bak.
Ka m i m em utar tubuh. Kutangkap wajah tirus Tuan Guilliam
Elias Goeswijn, salah seorang kepala urusan dagang. Ia tidak
m e nge na kan topi. Ram but panjangnya berkibar tertiup angin.
Sepasang bibir yang m enyem bul dari gerum bul kum is dan jeng-
got nya terlihat rusak akibat sariawan, seperti isi m ulut ke ba-
nyak an penum pang kapal ini. Tetapi tentu saja m asih terlacak
jejak kem akm uran di sekujur pakaian yang dikenakannya.
“Selam at sore, Heer Goeswijn,” ham pir bersam aan, aku
dan Pater m enggum am .
“J angan terlalu lam a di sini. Sebentar lagi tem pat ini akan
dipenuhi para kelasi yang sibuk dengan urusan tali-tem ali dan
layar,” Elias Goeswijn m endekat.
“Tidak lam a,” sahutku.
Tuan Goeswijn m engangguk, m atanya lurus ke arah kapal-
kapal di belakang kam i.
“Seandainya para petinggi Compagnie van Verre tahu bah-
wa ratusan ribu gulden yang mereka tanamkan hanya ber akhir
seperti ini….” Elias Goeswijn tidak merampungkan kalimatnya.
* Sebutan untuk anggota baru tarekat im am / biarawan/ biarawati Katolik.
** Calvin, Calvinis: salah satu aliran dalam gereja Kristen Protestan.
pustaka-indo.blogspot.com
145
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
146
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
147
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
148
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
* Am punilah kesalahan kam i—petikan doa Bapa Kam i dalam bahasa Latin.
pustaka-indo.blogspot.com
149
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
150
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
151
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
pustaka-indo.blogspot.com
152
http://pustaka-indo.blogspot.com
Semua untuk Hindia
pustaka-indo.blogspot.com
153
http://pustaka-indo.blogspot.com
Iks a ka Ba nu
J akarta, 23 J uni 20 12
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tentang Penulis
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
KUMPULAN CERPEN
ISBN: 978-979-91-0710-7