PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 09 Juni 2015 / 2 tahun 6 bulan
Nama Ibu : Ny. R Umur : 27 tahun
Nama Ayah : Tn. M Umur : 30 tahun
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pendidikan Ibu : SMA
Pendidikan Ayah : S1
Alamat : Jl. Tembang 88, lr. 1
No. Telp : -
Masuk dengan diagnosa : Febris pro evaluasi
Tanggal masuk rumah sakit : 17 Oktober 2017
Masuk ke ruangan : Nuri Bawah ( kelas 3)
FAMILY TREE
Ayah Ibu
Anak Anak
Sehat Penderita
2
ANAMNESIS (diberikan oleh :Ibu pasien)
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien Masuk RS dengan keluhan sesak nafas, sejak 1 hari sebelum masuk
RS. Sesak muncul perlahan-lahan dan disertai batuk, setiap batuk sesak yang
dirasakan pasien makin memberat.
Batuk disertai dahak berwarna putih, pilek (-). Pasien juga mengeluh panas
sejak 3 hari sebelum masuk RS. Mual (-), muntah (-). Nafsu makan pasien sedikit
berkurang, napas berbunyi ngik-ngik juga disangkal. BAK normal, BAB normal.
Riwayat Antenatal :
Kontrol kehamilan rutin di bidan. Demam, batuk-pilek, keputihan, infeksi
lain, tekanan darah tinggi dan DM disangkal.
3
Riwayat kejang (+) tambahkan kapan pertama kali kejang dan usia berapa?
Dalam keluarga ada yg kejang tidak?, riwayat meningitis (-), riwayat trauma (-),
riwayat alergi obat disangkal. Riwayat asma disangkal
Riwayat Persalinan :
Pasien merupakan anak Kedua dari dua bersaudara, lahir di bidan, cara
persalinan pervaginam, cukup bulan (38-39 minggu), berat lahir 2700 gram,
panjang lahir 50 cm, menangis spontan, kelainan bawaan (-), riwayat kuning
maupun biru (-). Kesan : Lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Riwayat Imunisasi :
DASAR ULANGA
N
I II III I II III
BCG +
POLIO + + + +
DTP + + +
CAMPAK +
HEPATITI
+ + + +
S
4
- Batuk berdahak sejak 2 hari sebelumnya
- Demam (-)
- Mual (-) dan muntah (-)
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 10,5 kg
Tinggi Badan : 89 cm
Status gizi : Z score dibawah -2 SD (Gizi kurang)
Pengukurantanda vital
Denyut Nadi : 120 x/ menit
Suhu : 38,1 0C
Respirasi : 52 x/ menit
Kepala :
- Wajah : Simetris, edema periorbital (-)
- Deformitas : Tidak ada
- Bentuk : Normocephal, Fontanela belum menutup (-), ubun-
ubun cekung (-)
- Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
Mata
- Konjungtiva : Anemis -/-
- Sklera : Ikterik -/-
- Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
- Cekung : (-)
- Mulut : Bibir kering (-) Lidah Kotor (-) StomatitisAngularis(-)
Tonsil T1/T1, Faring hiperemis (-)
5
- Hidung : Rhinore (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (+), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) ka=ki, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru,
- Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicular
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan SIC V linea
parasternaldextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior
Abdomen
Inspeksi : Kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
Perkusi : Timpani (+), asites (-)
Palpasi : Nyeri Tekan region abdomen (-), organomegali (-)
6
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium :
RESUME
Pasien Masuk RS dengan dispneu, 1 hari sebelum masuk RS. Batuk (+)
Sesak memberat saat batuk, pilek (-), demam (+), dan tidak mual dan muntah (-),
nafsu makan sedikit berkurang. Napas berbunyi ngik-ngik juga disangkal. BAK
normal, BAB normal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak sakit sedang
kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital denyut nadi 120 kali/menit, Suhu
38,1 oC, Respirasi 52 kali/menit, berat badan : 10.5, tinggi badan : 89 cm, status
gizi : gizi kurang. Pemeriksaan auskultasi paru didapatkan Rhonki (+/+)
pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal.
DIAGNOSIS KERJA : Susp. Bronchopneumonia disertai Cerebal Palsy dan
Gizi Kurang
TERAPI :
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr 3 dd cth 3/4
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
Salbutamol 10 mg
7
Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
Ambroxol 5 mg
FOLLOW UP
Perawatan Hari ke 1
Subjek (S) : Demam (+), sesak berkurang, batuk (+) dahak (+), nafsu makan
mulai membaik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
a. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 98 kali/menit
o Respirasi : 46 kali/menit
o Suhu : 37,5 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
c. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)
8
Assesment (A) : Bronchopneumonia disertai cerebal palsy dan gizi kurang
Terapi :
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
Salbutamol 10 mg
Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
Ambroxol 5 mg
Perawatan Hari ke 2
Subjek (S) : Demam (+), sesak berkurang, batuk (+) dahak berkurang, nafsu
makan mulai membaik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
a. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 132 kali/menit
o Respirasi : 40 kali/menit
o Suhu : 37,6 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
c. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)
9
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
Salbutamol 10 mg
Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
Ambroxol 5 mg
Perawatan Hari ke 3
Subjek (S) : Demam (-), sesak berkurang, batuk (+) dahak berkurang, nafsu
makan baik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
a. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 132 kali/menit
o Respirasi : 38 kali/menit
o Suhu : 37,6 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
c. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)
10
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
Salbutamol 10 mg
Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
Ambroxol 5 mg
Perawatan Hari ke 4
Subjek (S) : Demam (-), sesak berkurang, batuk (+) dahak berkurang, nafsu
makan baik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
g. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 128 kali/menit
o Respirasi : 34 kali/menit
o Suhu : 37,4 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
h. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
i. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
j. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
k. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)
11
Ambroxol 5 mg
Pasien pulang paksa pada perawatan hari ke-4 atas permintaan orang tua
pasien.
DISKUSI
Diagnosis bronkopneumonia disertai cerebal palsi dan gizi kurang
didasarkan pada gejala klinis (anamnesis), pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang maka pasien pada kasus ini didiagnosis bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan peradangan parenkim paru dimana
penyebaran daerah infeksi berupa infiltrat yang mengelilingi dan melibatkan
bronkus. Bronkopneumonia merupakan bagian dari pneumonia. Pneumonia adalah
inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi, yaitu: pneumonia lobaris, pneumonia interstisial, dan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia). 1
Berikut ini adalah daftar etiologi pneumonia pada anak berdasarkan
kelompok umur.1
12
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri
Bakteri Anaerob
Bakteri
Streptoccous Group D
E.Coli
Lahir-20 hari Haemophillus Influenzae
Streptoccous Hemolitikus Grup B
Virus
Streptoccous Pneumoniae
Cytomegalovirus
Herpes Simpleks
Bakteri
Chlamydia Trachomatis
Bakteri
Streptoccous Pneumoniae
Bordetella Pertussis
3 minggu - 3 bulan Virus
H.Influenza Tipe B
Adenovirus
S. Aureus
Virus Influenza
Virus Paraiinfluenza
Virus Virus
Virus Influenza
Virus Parainflueza
13
Rhinovirus
Virus
Bakteri
Adenovirus
Chlamydia Pneumoniae
Epstein-Barr
5 Tahun ke atas Mycoplasma Pneumoniae
Rhinovirus
Streptococus Pneumoniae
Parainfluenza Virus
Influenza Virus
14
gravitasi. Setelah mencapai alveolus, maka kuman akan menimbulkan respon khas
yang terdiri dari empat tahap berurutan1
15
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1
16
pasien batuk. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan pernafasan 57 x/menit dan
suhu 36,8 oC. Tidak ada terlihat adanya pernapasan cuping hidung, pasein
mengalami rhinorea, pemeriksaan thoraks didapatkan adanya retraksi
subcostalnamun tidak ditemukan sianosis dan pasien masih dapat minum.
Ditemukan pula suara napas tambahan yaitu ronkhi basah halus pada kedua
lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan masih dalam batas
normal. Maka berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, pasien ini
termasuk bronkopneumonia berat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu keluhan
meliputi menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan
gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping
hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan
konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Ronki hanya ditemukan bila
ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia
yang bermakna. Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat
menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. Abdomen
mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau
ileus paralitik.1
Gambaran foto rontgen thoraks bronchopneumonia didapatkan
berupa bercak-bercak infiltrat ringan pada satu atau kedua paru yang disertai
perselubungan pada paru. pneumonia pada anak dapat meliputi gambaran difus
merata pada kedua paru, hingga konsolidasi luas pada kedua paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan
prediktor pejalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis.
Gambaran foto thoraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
17
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi
segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses-
abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.1 Pemeriksaan foto thorax
pada pasien didapatkan gambaran perselubungan inhomogen pada parahiler dan
suprahiler dextra disertai pemadatan parahiler dextra.
Menurut Bredley et al, (2011) diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5
gejala5:
1. Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronki basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositos ( pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
18
pneumonia, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris, yaitu bila tidak
ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut
kelompok usia. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidemiologis.1,8
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan -5 tahun):
a. Beta laktam amoksisillin
b. Amoksisillin - asam klavulanat
c. Golongan sefalosporin
d. Kotrimoksazol
e. Makrolid (eritromisin)
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih
berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi.1
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan
antibiotik beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan
kloramfenikol. Feyzullah dkk. melaporkan hasil perbandingan pemberian
antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang
dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4
jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50
mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata
memiliki efektivitas yang sama.1
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.1
19
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi–protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.3,5
Anamnesis lain juga dilakukan pada pasien ini, dimana
terdapat……………………………………………………………… isi anamnesis dan
pemfis tentang cerebal palsynya……………………………………………. Sehingga pasien
ini juga di diagnosa cerebal palsy.
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan
tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan
kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental.7
Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot
atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 8
Penegakkan diagnosis CP pada dasarnya berdasarkan klinis. Tidak ada tanda
patognomonik atau tes diagnosis yang menjadi baku standar dalam penegakkan
diagnosis CP..
Faktor penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu prenatal,
perinatal, dan pascanatal yaitu :7
1. Prenatal
2. Perinatal
20
a. Anoksia/hipoksia
b. Perdarahan otak
c. Prematuritas
d. Icterus
e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya dapat mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
3. Pascanatal
21
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada Kejang berulang, trauma kapitis,
meningitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pasca bedah.
Pada kasus ini pasien pernah mengalami kejang saat pasien berumur 1 tahun.
Kejang berulang ini merupakan salah satu yang beresiko tinggi terjadinya cerebral
palsy, hal ini terjadi karena pada kejang dapat menyebabkan kerusakan otak.
(perbaiki riwayat kejang)
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Hingga saat ini cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi dan dibagi dalam kategori yaitu:10
22
disebabkan oleh kerusakan dibagian otak yang berbentuk pyramid,
didalamnya terdapat saraf yang paling bertautan dengan otak bagian luar yang
berperan sebagai pengatur inisiatif gerakan cepat. Cerebral palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena yaitu:
b. Diplegia. Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
23
e. Hemiplegia. Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena
24
yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat,
misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami
tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku,
menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
digunakan dan tampak memburuk sama dengan penderita saat akan menuju
objek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita
cerebral palsy.
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk
cerebral palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai.
25
Manifestasi klinis penyakit ini beracam-macam; tergantung pada lokasi
yang terkena, yaitu apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan batang otak
atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Pemeriksaan perkembangan motoric,
sensorik dan mental perlu dilakukan secermat mungkin. Walaupun, pada cerebral
palsy, kelainan dan gerakan motoric dan postur merupakan ciri utama, tidak boleh
dilupakan bahwa penyakit ini sering juga disertai oleh gangguan bukan motoric,
seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologik dan lainnya10.
26
mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak, maka
keempat ekstremitas & akan abduksi disertai pengembangan jari-jari, yang
dikenal dengan refleks moro. Secara normal, refleks tersebut akan menghilang
pada usia 6 bulan, tetapi pada penderita CP , refleks tersebut akan bertahan lebih
lama. Hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa refleks yang harus
diperiksa.7,8,9
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit
lain yang menyebabkan masalah pergerakan yang terpenting, harus ditentukan
bahwa kondisi anak tidak bertambah buruk. Walaupun gejala dapat berubah
seiring waktu, CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika
anak secara progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat
masalah yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit
muskuler, kalinan metabolik, tumor SSP.
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan CT scan kepala yang
merupakan pemeriksaan pencitraan untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT
scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal atau
kelainan lainnya. Dengan informasi CT scan, dokter dapat menentukan prognosis
penderita CP.8
MRI kepala, merupakan teknik pencitraan yang canggih, menghasilkan
gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat
dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.9
Pemeriksaan lain yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan
otak adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala
mengeras dan ubun-ubun menutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding
CT scan dan MRI, teknik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih
murah dan tidak membutuhkan periode lama pemeriksaannya.9
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental dan visus atau
masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan. Jika menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan. EEG
akan membantu untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan menunjukkan
27
penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan
sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi, atau bicara sehingga anak CP
mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik. Jika diduga ada masalah visus,
harus dirujuk ke optalmologis untuk dilakukan pemeriksaan; jika terdapat
gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke otologist.6
Pengobatan yang diberikan pada pasien cerebral palsy hanya berupa
simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu
tim terdiri dari dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikolog, fisioterapi, pekerja social, guru sekolah luar biasa dan orang
tua pasien6. Tindakan fisioterapi segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istrahat atau tidur. Fisioterapi ini dilakukan
sepanjang pasien hidup. Terhadap orang tua perlu diberi informasi akan kelainan
yang diderita pasien dan aspek-aspek lain yang ikut terkena. Terhadap saudara
pasien, perlu ditekankan rasa menerima keadaan pasien, keadaan pasien,
gambaran klinis pasien dan kemungkinan memakai alat bantu.7
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera
setelah diagnostic ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik
mempunyai 2 tujuan yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot
yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan
yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang
pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal.5
Penggunaan GMFCS (Gross Motor Function Classification System) telah
terbukti menjadi alat yang efektif dalam menilai hasil bagi individu dengan CP.6
Penilaian motorik telah digunakan bersamaan dengan grafik pertumbuhan
untuk mengkarakterisasi perkembangan motorik kasar dari waktu ke
waktu.
Kecenderungan ini dapat dibagi menjadi 5 kurva pengembangan motorik
yang berbeda yang dapat dikategorikan anak-anak untuk membantu
memberikan informasi prognostik lebih lanjut untuk orang tua.
Prognosis untuk fungsi motorik tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan kerusakan motor.
28
Individu dengan CP rata-rata memiliki harapan hidup yaitu 44% normal
(ini dapat diterapkan ke negara-negara dengan tingkat harapan hidup yang
bervariasi).
Risiko kematian meningkat dengan meningkatnya jumlah gangguan (mis.,
Intelektual, pendengaran, penglihatan).
Penelitian telah menunjukkan bahwa prediktor kuat kematian dini adalah
imobilitas dan kemampuan makan yang terganggu.
Harapan hidup terpendek dikaitkan dengan individu yang tidak mampu
mengangkat kepala mereka dalam posisi tengkurap.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. WHO, 2014. Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities
3. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI.
4. Bradley J.S et al., (2011). The management of community-acquired
pneumonia in infants and children older than 3 months of age: clinical
practice guidelines by the pediatric infectious disease society and the
infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clin
infect dis. 53 (7)p: 617-630
5. Omar, 2010. Clinical Practice Guidelines on Pneumonia and Respiratory
Tract Infections in Children. Malasya
6. Depkes, 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia
7. Adbel-hamid, H.Z. & Kao, A. Cerebral palsy. Medscape. 2013
8. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Denpasar:
UPF Neurologi Universitas Udayana; 2005.
9. Alinda Rubiati, Prevalens dan profil klinis pada anak cerebral palsy spastik
dengan epilepssi, Sari pediatric vol 14. No 1 Juni 2012. Department ilmu
kesehatan anak RSUP Fatmawati : Jakarta. 2012
10. Levitt, S. Treatment of Cerebral Palsy and motor Delay. USA : Wiley-
Blackwell. 2010
30
11. Rogers L. & Wong E. Cerebral Palsy. Pediatrics (McMaster University).
2012.
12. Shamsoddini, A.et al. Management of spasticity in Children with cerebral
palsy. Iran Journal Pediatric. 2014
13. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, Ed.2, EGC: Jakarta. 2013
31