Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.Sebagian besar


disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus atau bakteri dan sebagian kecil
disebabkan oleh karena adanya aspirasi. Pneumonia dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi, yaitu: pneumonia lobaris, pneumonia interstisial, dan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia). Bronkopneumonia merupakan
peradangan parenkim paru dimana penyebaran daerah infeksi berupa infiltrat yang
mengelilingi dan melibatkan bronkus.1
Pola bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan
distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan dalam
bronkopneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae, Hemophilus Influenza,
Staphylococcus Aureus, Streptococcus Grup B.1
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas bronkopneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor
risiko tersebut adalah bronkopneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan
lahir rendah, tidak mendapatkan imunisasi, tidak mendapatkan ASI yang adekuat,
malnutrisi, serta tingginya pajanan terhadap polusi udara.1
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak
yang belum selesai pertumbuhannya. Klasifikasi dari Cerebral Palsy terbagi atas
tipe spastik, atetoid, ataksid, dan campuran. Untuk mendiagnosis biasanya pada
usia kurang dari 3 tahun karena sering mencurigai kemampuan perkembangan
motoric tidak normal. Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan akan tetapi terapi
yang ditujukan untuk memperbaiki kapabilitas anak.7
Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai bronkopneumonia
yang disertai Cerebal Palsy pada pasien anak yang dirawat di ruang nuri bawah
RSU Anutapura Palu.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 09 Juni 2015 / 2 tahun 6 bulan
Nama Ibu : Ny. R Umur : 27 tahun
Nama Ayah : Tn. M Umur : 30 tahun
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pendidikan Ibu : SMA
Pendidikan Ayah : S1
Alamat : Jl. Tembang 88, lr. 1
No. Telp : -
Masuk dengan diagnosa : Febris pro evaluasi
Tanggal masuk rumah sakit : 17 Oktober 2017
Masuk ke ruangan : Nuri Bawah ( kelas 3)

FAMILY TREE

Ayah Ibu

Anak Anak

Sehat Penderita

2
ANAMNESIS (diberikan oleh :Ibu pasien)
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien Masuk RS dengan keluhan sesak nafas, sejak 1 hari sebelum masuk
RS. Sesak muncul perlahan-lahan dan disertai batuk, setiap batuk sesak yang
dirasakan pasien makin memberat.
Batuk disertai dahak berwarna putih, pilek (-). Pasien juga mengeluh panas
sejak 3 hari sebelum masuk RS. Mual (-), muntah (-). Nafsu makan pasien sedikit
berkurang, napas berbunyi ngik-ngik juga disangkal. BAK normal, BAB normal.

Riwayat Antenatal :
Kontrol kehamilan rutin di bidan. Demam, batuk-pilek, keputihan, infeksi
lain, tekanan darah tinggi dan DM disangkal.

 Penyakit yang sudah pernah di alami :


- Morbili : -
- Varicella : -
- Pertussis : -
- Diare : Jarang
- Cacing : -
- Batuk / pilek : jarang
- Lain – lain : -

 Riwayat Kemampuan dan Kepandaian : lengkapi (sesuaikan


keterlambatannya sesuai diagnosis CP
Membalik : 4 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 10 bulan
Merangkak : 9 bulan
Riwayat penyakit dahulu:

3
Riwayat kejang (+) tambahkan kapan pertama kali kejang dan usia berapa?
Dalam keluarga ada yg kejang tidak?, riwayat meningitis (-), riwayat trauma (-),
riwayat alergi obat disangkal. Riwayat asma disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


Keluhan yang sama seperti pasien di keluarga disangkal. Riwayat kontak
dengan penderita TB di keluarga maupun lingkungan sekitar disangkal.

Riwayat Sosial dan Lingkungan :


Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Kebersihan dalam
rumah cukup diperhatikan. Ibu rajin membersihkan rumah. Pasien tinggal bersama
Ayah, Ibu, dan Nenek pasien. Pasien tidak tinggal dekat jalanan maupun pabrik.
Namun ayah pasien adalah perokok dan kadang kadang sering merokok di dalam
rumah.

Riwayat Persalinan :
Pasien merupakan anak Kedua dari dua bersaudara, lahir di bidan, cara
persalinan pervaginam, cukup bulan (38-39 minggu), berat lahir 2700 gram,
panjang lahir 50 cm, menangis spontan, kelainan bawaan (-), riwayat kuning
maupun biru (-). Kesan : Lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan

Riwayat Imunisasi :
DASAR ULANGA
N
I II III I II III
BCG +
POLIO + + + +
DTP + + +
CAMPAK +
HEPATITI
+ + + +
S

 Ikhtisar Penyakit menurut status UGD


- Sesak

4
- Batuk berdahak sejak 2 hari sebelumnya
- Demam (-)
- Mual (-) dan muntah (-)

PEMERIKSAAN FISIK :
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Berat badan : 10,5 kg
 Tinggi Badan : 89 cm
 Status gizi : Z score dibawah -2 SD (Gizi kurang)
Pengukurantanda vital
Denyut Nadi : 120 x/ menit
Suhu : 38,1 0C
Respirasi : 52 x/ menit

Kulit : Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), eritema (-),


turgor < 2 detik

Kepala :
- Wajah : Simetris, edema periorbital (-)
- Deformitas : Tidak ada
- Bentuk : Normocephal, Fontanela belum menutup (-), ubun-
ubun cekung (-)
- Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
Mata
- Konjungtiva : Anemis -/-
- Sklera : Ikterik -/-
- Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
- Cekung : (-)
- Mulut : Bibir kering (-) Lidah Kotor (-) StomatitisAngularis(-)
Tonsil T1/T1, Faring hiperemis (-)

5
- Hidung : Rhinore (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (+), massa (-), sikatriks (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) ka=ki, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru,
- Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicular
sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan SIC V linea
parasternaldextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior

- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, Bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Kesan cembung, massa (-), distensi (-), sikatriks (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
Perkusi : Timpani (+), asites (-)
Palpasi : Nyeri Tekan region abdomen (-), organomegali (-)

Genital : Tidak ditemukan kelainan


Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-),
Deformitas (-)
Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
Otot-otot : Atrofi (-)
Refleks : Refleks fisiologis (+), patologis (-)

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium :

Hematologi Hasil Rujukan Satuan


WBC 8,0 4,8-10,8 103 / uL
RBC 4,56 4,7-6,1 106 / uL
HGB 12,8 14-18 g / dL
HCT 37,3 42-52 %
PLT 198 150-450 103 / uL

RESUME
Pasien Masuk RS dengan dispneu, 1 hari sebelum masuk RS. Batuk (+)
Sesak memberat saat batuk, pilek (-), demam (+), dan tidak mual dan muntah (-),
nafsu makan sedikit berkurang. Napas berbunyi ngik-ngik juga disangkal. BAK
normal, BAB normal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak sakit sedang
kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital denyut nadi 120 kali/menit, Suhu
38,1 oC, Respirasi 52 kali/menit, berat badan : 10.5, tinggi badan : 89 cm, status
gizi : gizi kurang. Pemeriksaan auskultasi paru didapatkan Rhonki (+/+)
pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal.
DIAGNOSIS KERJA : Susp. Bronchopneumonia disertai Cerebal Palsy dan
Gizi Kurang
TERAPI :
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr 3 dd cth 3/4
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
 Salbutamol 10 mg

7
 Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
 Ambroxol 5 mg

FOLLOW UP
Perawatan Hari ke 1
Subjek (S) : Demam (+), sesak berkurang, batuk (+) dahak (+), nafsu makan
mulai membaik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
a. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 98 kali/menit
o Respirasi : 46 kali/menit
o Suhu : 37,5 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
c. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)

f. Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani (+),


Elektrolit Hasil Nilai Rujukan
K+ 3,64 3,48-5,50 mmol/L
Na+ 140,80 135,38-145,00 mmol/L
Cl- 104,38 96,00-106,00 mmol/L

GDS : 192 mg/dL


Foto Thorax AP : Perselubungan inhomogen pada parahiler dan suprahiler
dextra disertai pemadatan pada parahiler, Cor : dalam
batas normal, kedua sinus dan diafragma baik, tulang-
tulang intak.
Kesan : Bronchopneumonia sugestif spesifik

8
Assesment (A) : Bronchopneumonia disertai cerebal palsy dan gizi kurang
Terapi :
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
 Salbutamol 10 mg
 Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
 Ambroxol 5 mg

Perawatan Hari ke 2
Subjek (S) : Demam (+), sesak berkurang, batuk (+) dahak berkurang, nafsu
makan mulai membaik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
a. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 132 kali/menit
o Respirasi : 40 kali/menit
o Suhu : 37,6 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
c. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)

f. Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani (+),


Assesment (A) : Bronchopneumonia disertai cerebal palsy dan gizi kurang
Terapi :

9
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
 Salbutamol 10 mg
 Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv
 Ambroxol 5 mg

Perawatan Hari ke 3
Subjek (S) : Demam (-), sesak berkurang, batuk (+) dahak berkurang, nafsu
makan baik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
a. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 132 kali/menit
o Respirasi : 38 kali/menit
o Suhu : 37,6 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
b. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
c. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
d. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)

f. Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani (+),


Assesment (A) : Bronchopneumonia disertai cerebal palsy dan gizi kurang
Terapi :
- IVFD Asering 14 tpm
- Inj. Cefotaxime 250 mg/8 jam/IV
- Inj. Gentamicin 18 mg/8 jam/IV

10
- Inj. Dexametason 1,5 mg/8 jam/IV
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Nebuliasasi (combivent 1 respul + NaCl 0,9% / 8 jam)
- Puyer batuk:
 Salbutamol 10 mg
 Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv

 Ambroxol 5 mg

Perawatan Hari ke 4
Subjek (S) : Demam (-), sesak berkurang, batuk (+) dahak berkurang, nafsu
makan baik, mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
Objek (O) :
g. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 128 kali/menit
o Respirasi : 34 kali/menit
o Suhu : 37,4 0C
o Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 M6 V5 = 15)
h. Kulit : Pucat (-), ikterus (-) turgor kembali cepat.
i. Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterus (-/-) mata
cekung (-), bibir kering (-)
j. Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
k. Thorax
Paru-paru : Bunyi vesikuler (+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bising jantung (-)

l. Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+) kesan normal, timpani (+),


Assesment (A) : Bronchopneumonia disertai cerebal palsy dan gizi kurang
Terapi :
- Cefixime 25 mg / 3 dd I pulv
- Paracetamol syr ʃ-prn 3 dd cth 3/4 (panas)
- Puyer batuk:
 Salbutamol 10 mg
 Cetirizine 1,8 mg 3x1 pulv

11
 Ambroxol 5 mg
Pasien pulang paksa pada perawatan hari ke-4 atas permintaan orang tua
pasien.

DISKUSI
Diagnosis bronkopneumonia disertai cerebal palsi dan gizi kurang
didasarkan pada gejala klinis (anamnesis), pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang maka pasien pada kasus ini didiagnosis bronkopneumonia.
Bronkopneumonia merupakan peradangan parenkim paru dimana
penyebaran daerah infeksi berupa infiltrat yang mengelilingi dan melibatkan
bronkus. Bronkopneumonia merupakan bagian dari pneumonia. Pneumonia adalah
inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia dapat diklasifikasikan
berdasarkan anatomi, yaitu: pneumonia lobaris, pneumonia interstisial, dan
pneumonia lobularis (bronkopneumonia). 1
Berikut ini adalah daftar etiologi pneumonia pada anak berdasarkan
kelompok umur.1

12
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Bakteri

Bakteri Anaerob
Bakteri
Streptoccous Group D
E.Coli
Lahir-20 hari Haemophillus Influenzae
Streptoccous Hemolitikus Grup B
Virus
Streptoccous Pneumoniae
Cytomegalovirus

Herpes Simpleks

Bakteri

Chlamydia Trachomatis
Bakteri
Streptoccous Pneumoniae
Bordetella Pertussis
3 minggu - 3 bulan Virus
H.Influenza Tipe B
Adenovirus
S. Aureus
Virus Influenza

Virus Paraiinfluenza

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia Pneumonia H. Influenza

Mycoplasma Pneumoniae Moraxella Chataralis

Streptococcus Pneumoniae S. Aureus

Virus Virus

Adenovirus Varicella- Zooster

Virus Influenza

Virus Parainflueza

13
Rhinovirus

Virus
Bakteri
Adenovirus
Chlamydia Pneumoniae
Epstein-Barr
5 Tahun ke atas Mycoplasma Pneumoniae
Rhinovirus
Streptococus Pneumoniae
Parainfluenza Virus

Influenza Virus

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan


distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan dalam
pneumonia adalah streptococcus pneumoniae, haemophiluz influenza,
staphylococcus aureus, streptokokus grup B.1

Secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan


pneumonia virus. Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan
laboratorium. Biasanya tidak dapat menentukan etiologi.1
Normalnya, saluran pernapasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru.Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.Infeksi paru terjadi bila satu
atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah.
Agen infeksius masuk ke saluran napas bagian bawah melalui inhalasi atau
aspirasi flora komensal dari saluran napas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.1
Kuman penyebab pneumonia umumnya mencapai alveolus lewat percikan
mucus atau saliva.Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena efek

14
gravitasi. Setelah mencapai alveolus, maka kuman akan menimbulkan respon khas
yang terdiri dari empat tahap berurutan1

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)


Disebuthiperemia, mengacu pada respon peradangan awal yang
berlangsung pada daerah yang baru terinfeksi.Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus.1
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah. Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 1
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.1
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

15
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1

Selain itu WHO mengklasifikasikan pneumonia, pneumonia berat dan


pneumonia sangat berat berdasarkan manifestasi pada sistem pernapasan.3,5

Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut2 :


Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia Kesadaran turun, letargis Kesadaran turun, letargis
Sangat Berat Tidak mau menetek / Tidak mau minum
minum Kejang
Kejang Sianosis
Demam atau hipotermia Malnutrisi
Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia Berat Napas cepat Retraksi (+)
Retraksi yang berat Masih dapat minum
Sianosis (-)
Pneumonia Takipnea
Ringan Retraksi (-)

Pada kasus ini ditemukan trias pneumonia/bronkopneumonia pada pasien


umur 8 bulan dengan keluhan sesak napas, dan batuk. Keluhan batuk sudah
dialami sejak 1 hari yang lalu. Batuk disertai dengan lendir berwarna putih, pilek
(+), serta sesak napas (+) sejak 1 hari sebemul masuk RS, sesak memberat ketika

16
pasien batuk. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan pernafasan 57 x/menit dan
suhu 36,8 oC. Tidak ada terlihat adanya pernapasan cuping hidung, pasein
mengalami rhinorea, pemeriksaan thoraks didapatkan adanya retraksi
subcostalnamun tidak ditemukan sianosis dan pasien masih dapat minum.
Ditemukan pula suara napas tambahan yaitu ronkhi basah halus pada kedua
lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan masih dalam batas
normal. Maka berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, pasien ini
termasuk bronkopneumonia berat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu keluhan
meliputi menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan
gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping
hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan
konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Ronki hanya ditemukan bila
ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia
yang bermakna. Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat
menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. Abdomen
mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau
ileus paralitik.1
Gambaran foto rontgen thoraks bronchopneumonia didapatkan
berupa bercak-bercak infiltrat ringan pada satu atau kedua paru yang disertai
perselubungan pada paru. pneumonia pada anak dapat meliputi gambaran difus
merata pada kedua paru, hingga konsolidasi luas pada kedua paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan
prediktor pejalanan penyakit yang lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis.
Gambaran foto thoraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi

17
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi
segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses-
abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.1 Pemeriksaan foto thorax
pada pasien didapatkan gambaran perselubungan inhomogen pada parahiler dan
suprahiler dextra disertai pemadatan parahiler dextra.
Menurut Bredley et al, (2011) diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5
gejala5:
1. Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Panas badan
3. Ronki basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositos ( pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak


terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu dalam penanganan

18
pneumonia, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris, yaitu bila tidak
ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut
kelompok usia. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta faktor epidemiologis.1,8
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan -5 tahun):
a. Beta laktam amoksisillin
b. Amoksisillin - asam klavulanat
c. Golongan sefalosporin
d. Kotrimoksazol
e. Makrolid (eritromisin)
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih
berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi.1
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan
antibiotik beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan
kloramfenikol. Feyzullah dkk. melaporkan hasil perbandingan pemberian
antibiotik pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang
dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4
jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50
mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata
memiliki efektivitas yang sama.1
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.1

19
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi–protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.3,5
Anamnesis lain juga dilakukan pada pasien ini, dimana
terdapat……………………………………………………………… isi anamnesis dan
pemfis tentang cerebal palsynya……………………………………………. Sehingga pasien
ini juga di diagnosa cerebal palsy.
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan
tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan
kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental.7
Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot
atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 8
Penegakkan diagnosis CP pada dasarnya berdasarkan klinis. Tidak ada tanda
patognomonik atau tes diagnosis yang menjadi baku standar dalam penegakkan
diagnosis CP..
Faktor penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu prenatal,
perinatal, dan pascanatal yaitu :7

1. Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,


misalnya oleh toxoplasma, rubella, dan penyakit inkuli sitomegalik. Anoksia
dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan juga
dapat menimbulkan Cerebral palsy.

2. Perinatal

20
a. Anoksia/hipoksia

Hal ini terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disporposi


sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrument tertentu dan lahir dengan bedah sesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat bersama-sama, sehingga sukar


membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi diruang subarachnoid akan
menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus.
Perdarahan diruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga
timbul spastik.

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak


lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,
enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.

d. Icterus

Icterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak


yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal misaalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.

e. Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya dapat mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.

3. Pascanatal

21
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada Kejang berulang, trauma kapitis,
meningitis, ensefalitis dan luka parut pada otak pasca bedah.

Gambar 1. Faktorresiko cerebral palsy.9

Pada kasus ini pasien pernah mengalami kejang saat pasien berumur 1 tahun.
Kejang berulang ini merupakan salah satu yang beresiko tinggi terjadinya cerebral
palsy, hal ini terjadi karena pada kejang dapat menyebabkan kerusakan otak.
(perbaiki riwayat kejang)
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Hingga saat ini cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi dan dibagi dalam kategori yaitu:10

1. Cerebral palsy spastik

Merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami


kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak
bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa
ritme berjalan yang dikenal dengan gaya gunting (scissors gait). Hal ini

22
disebabkan oleh kerusakan dibagian otak yang berbentuk pyramid,
didalamnya terdapat saraf yang paling bertautan dengan otak bagian luar yang
berperan sebagai pengatur inisiatif gerakan cepat. Cerebral palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena yaitu:

a. Monoplegia. Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan

b. Diplegia. Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan

c. Triplegia. Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah


mengenai kedua lengan dan 1 kaki

d. Quadriplegia. Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama

23
e. Hemiplegia. Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena

2. Cerebral palsy atetoid/diskinetik

Bentuk cerebral palsy ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang


tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,
lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot, muka dan lidah,
menyebabkan anak tampak menyeringai dan sesalu mengeluarkan air liur.
Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada
saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara
(disartria). Cerebral palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita cerebral
palsy.

3. Cerebral palsy ataksid

Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang


terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil
dengan gaya berjalan terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi

24
yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat,
misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami
tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku,
menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
digunakan dan tampak memburuk sama dengan penderita saat akan menuju
objek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita
cerebral palsy.

4. Cerebral palsy campuran

Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk
cerebral palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai.

Gambar 3. Jenis-jenis spastik.11


Pada kasus ini pasien mengalami cerebral palsy tipe spastik, karena pada
pemeriksaan fisik didapatkan keduaekstremitas inferior mengalami kekakuan
sehingga disebut spastik tipe diplegia.Spastisitas pada anak-anak dapat
disebabkan oleh proses penyakit yang mempengaruhi upper motor neuron dalam
system saraf pusat. Cedera pada upper motor neuron menurunkan input kortikal.

25
Manifestasi klinis penyakit ini beracam-macam; tergantung pada lokasi
yang terkena, yaitu apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan batang otak
atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Pemeriksaan perkembangan motoric,
sensorik dan mental perlu dilakukan secermat mungkin. Walaupun, pada cerebral
palsy, kelainan dan gerakan motoric dan postur merupakan ciri utama, tidak boleh
dilupakan bahwa penyakit ini sering juga disertai oleh gangguan bukan motoric,
seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologik dan lainnya10.

Manifetasi gangguan motoric atau postur tubuh dapat berupa spastisitas,


rigiditas, ataksia, tremor, atonik/hipotonik, serta dyskinesia (sulit melakukan
gerakan volunter). Gejala-gejala tersebut dapat timbul sendiri atau merupakan
kombinasi dari gejala-gejala diatas8.
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia< 3 tahun, dan orangtua sering
mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan
CP sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk,
merangkak, tersenyum atau berjalan.Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot.
Penurunan tonus otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy.
Peningkatan tonus otot/hypertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi
pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi
hipertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak CP mungkin menunjukkan
postur abnormal pada satu sisi tubuh.8,9
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan
kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat
kehamilan, persalinan, dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan
refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak. Refleks adalah gerakan
dimana tubuh secara otomatisasi bereaksi sebagai respon terhadap stimulus
spesifik. sebagai contoh, jika bayi baru lahir mendengar suara keras secara

26
mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak, maka
keempat ekstremitas & akan abduksi disertai pengembangan jari-jari, yang
dikenal dengan refleks moro. Secara normal, refleks tersebut akan menghilang
pada usia 6 bulan, tetapi pada penderita CP , refleks tersebut akan bertahan lebih
lama. Hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa refleks yang harus
diperiksa.7,8,9
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit
lain yang menyebabkan masalah pergerakan yang terpenting, harus ditentukan
bahwa kondisi anak tidak bertambah buruk. Walaupun gejala dapat berubah
seiring waktu, CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika
anak secara progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat
masalah yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit
muskuler, kalinan metabolik, tumor SSP.
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan CT scan kepala yang
merupakan pemeriksaan pencitraan untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT
scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal atau
kelainan lainnya. Dengan informasi CT scan, dokter dapat menentukan prognosis
penderita CP.8
MRI kepala, merupakan teknik pencitraan yang canggih, menghasilkan
gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat
dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.9
Pemeriksaan lain yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan
otak adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala
mengeras dan ubun-ubun menutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding
CT scan dan MRI, teknik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih
murah dan tidak membutuhkan periode lama pemeriksaannya.9
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental dan visus atau
masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan. Jika menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan. EEG
akan membantu untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan menunjukkan

27
penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan
sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi, atau bicara sehingga anak CP
mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik. Jika diduga ada masalah visus,
harus dirujuk ke optalmologis untuk dilakukan pemeriksaan; jika terdapat
gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke otologist.6
Pengobatan yang diberikan pada pasien cerebral palsy hanya berupa
simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu
tim terdiri dari dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikolog, fisioterapi, pekerja social, guru sekolah luar biasa dan orang
tua pasien6. Tindakan fisioterapi segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istrahat atau tidur. Fisioterapi ini dilakukan
sepanjang pasien hidup. Terhadap orang tua perlu diberi informasi akan kelainan
yang diderita pasien dan aspek-aspek lain yang ikut terkena. Terhadap saudara
pasien, perlu ditekankan rasa menerima keadaan pasien, keadaan pasien,
gambaran klinis pasien dan kemungkinan memakai alat bantu.7
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera
setelah diagnostic ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik
mempunyai 2 tujuan yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot
yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan
yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang
pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal.5
Penggunaan GMFCS (Gross Motor Function Classification System) telah
terbukti menjadi alat yang efektif dalam menilai hasil bagi individu dengan CP.6
 Penilaian motorik telah digunakan bersamaan dengan grafik pertumbuhan
untuk mengkarakterisasi perkembangan motorik kasar dari waktu ke
waktu.
 Kecenderungan ini dapat dibagi menjadi 5 kurva pengembangan motorik
yang berbeda yang dapat dikategorikan anak-anak untuk membantu
memberikan informasi prognostik lebih lanjut untuk orang tua.
 Prognosis untuk fungsi motorik tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan kerusakan motor.

28
 Individu dengan CP rata-rata memiliki harapan hidup yaitu 44% normal
(ini dapat diterapkan ke negara-negara dengan tingkat harapan hidup yang
bervariasi).
 Risiko kematian meningkat dengan meningkatnya jumlah gangguan (mis.,
Intelektual, pendengaran, penglihatan).
 Penelitian telah menunjukkan bahwa prediktor kuat kematian dini adalah
imobilitas dan kemampuan makan yang terganggu.
 Harapan hidup terpendek dikaitkan dengan individu yang tidak mampu
mengangkat kepala mereka dalam posisi tengkurap.

Beberapa penyebab cerebral palsy dapat dicegah atau diterapi, sehingga


kejadiannya pun bisa dicegah. Adapun penyebab yang dapat dicegah antara lain :
1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman
pada saat duduk dikendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda dan
eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal
selama mandi dan bermain.
2. Penaganan icterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir
dengan fototerapi atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfuse tukar.
Inkompatibilitas factor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan
darah rutin ibu dan bapak inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan
masalah pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil
tersebut belum memproduksi antibody yang tidak diinginkan hingga saat
persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang diberikan
setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibody yang tidak dicegah,
maka perlu pengamatan secara cermat perkembangan bayi dan jika perlu
dilakukan transfuse ke bayi selama dalam kandungan atau melakukan
transfuse tukar setelah lahir.
Rubella atau campak jerman dapat dicegah dengan memberikan imunisasi
sebelum hamil. 9

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. WHO, 2014. Revised WHO classification and treatment of childhood
pneumonia at health facilities
3. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI.
4. Bradley J.S et al., (2011). The management of community-acquired
pneumonia in infants and children older than 3 months of age: clinical
practice guidelines by the pediatric infectious disease society and the
infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clin
infect dis. 53 (7)p: 617-630
5. Omar, 2010. Clinical Practice Guidelines on Pneumonia and Respiratory
Tract Infections in Children. Malasya
6. Depkes, 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia
7. Adbel-hamid, H.Z. & Kao, A. Cerebral palsy. Medscape. 2013
8. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Denpasar:
UPF Neurologi Universitas Udayana; 2005.
9. Alinda Rubiati, Prevalens dan profil klinis pada anak cerebral palsy spastik
dengan epilepssi, Sari pediatric vol 14. No 1 Juni 2012. Department ilmu
kesehatan anak RSUP Fatmawati : Jakarta. 2012
10. Levitt, S. Treatment of Cerebral Palsy and motor Delay. USA : Wiley-
Blackwell. 2010

30
11. Rogers L. & Wong E. Cerebral Palsy. Pediatrics (McMaster University).
2012.
12. Shamsoddini, A.et al. Management of spasticity in Children with cerebral
palsy. Iran Journal Pediatric. 2014
13. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, Ed.2, EGC: Jakarta. 2013

31

Anda mungkin juga menyukai