Anda di halaman 1dari 16

REFLEKSI KASUS SEPTEMBER, 2018

KELOID

OLEH :

CREDO ARIEF

N 111 18 035

PEMBIMBING KLINIK

dr. Diany Nurdin, Sp.KK., M. Kes.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
STATUS PASIEN

BAGIAN KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA

I. Identitas Pasien
1. Nama pasien : Ny. OL
2. Umur : 43 Tahun
3. Status : Sudah menikah
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Raya Mamboro
6. Agama : Kristen
7. Pekerjaan : IRT
8. Tgl pemeriksaan : 10 September 2018

II. Anamnesis
1. Keluhan utama : Benjolan pada lengan kanan
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien berkunjung ke Poli Kulit dan Kelamin di RSUD UNDATA
dengan keluhan terdapat benjolan bekas suntikan pada lengan kanan dan
paha kanan yang timbul sejak pasien masih bayi setelah dilakukan suntikan
vaksinasi .
Menurut pasien awalnya benjolan kecil namun seiring dengan
bertambahnya usia benjolan semakin hari semakin meluas, terutama pada
bagian lengan kanan. Pasien mengatakan keluhan tersebut juga terjadi pada
bagian tubuh lainnya, yaitu pada bagian betis. Menurut pasien timbul
benjolan pada kaki awalnya karena sebelumya pasien digigit nyamuk dan
digaruk-garuk hingga menimbulkan luka, setelah itu luka membaik dan
sembuh dan timbul benjolan kecil dan semakin hari semakin meluas juga.
Bekas luka pada bagian lengan kanan kadang-kadang nyeri dan gatal .
Pasien belum pernah berobat ke dokter.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan riwayat alergi makanan
atau kontak dengan benda-benda tertentu. Riwayat Diabetes (-), Riwayat
Hipertensi (-)
4. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga pasien mengalami hal serupa.
III. PemeriksaanFisik
Status generalis:
1. Keadaan umum:
Kondisi Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
2. Tanda vital
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
IV. Status Dermatologi – Venerologi
1) Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
2) Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
3) Thoraks : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
4) Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
5) Abdomen : tidak terdapat ujud kelainan kulit
6) Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
7) Glutea : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
8) Ekstremitas Superior : Tampak lesi padat kemerahan dan menimbul
dengan permukaan licin dan berkilat pada
regio deltoid dextra berukuran plakat ( panjang
7cm,lebar 3cm,dan tinggi 0,5 cm) bentuk
tidak teratur,susunan linear, batas
sirkumskripta dengan penyebaran regional.
Ekstremitas Inferior : - Regio femur anterior dextra, tampak lesi
padat kemerahan dan menimbul dengan
permukaan licin dan berkilat, berukuran
lentikular, bentuk tidak teratur, susunan linear,
batas sirkumskripta dengan penyebaran
regional.

-Regio cruris posterior sinistra, tampak


lesi padat kemerahan berukuran lentikular
bentuk tidak teratur,susunan linear batas
sirkumskripta dengan efloresensi nodular dan
hiperpigmentasi
V. Gambar
- Regio Deltoid Dextra

Gambar 1. Tampak lesi padat kemerahan dan menimbul dengan permukaan licin dan
berkilat pada regio deltoid dextra berukuran plakat ( panjang 7cm,lebar 3cm,dan
tinggi 0,5 cm) bentuk tidak teratur,susunan linear, batas sirkumskripta dengan
penyebaran regional.
- RegioFemur Anterior dextra

Gambar 2. Regio femur anterior dextra, tampak lesi padat kemerahan dan menimbul
dengan permukaan licin dan berkilat, berukuran lentikular, bentuk tidak teratur, susunan
linear, batas sirkumskripta dengan penyebaran regional.
- Regio cruris posterior sinistra

Gambar 3. Regio cruris posterior sinistra, tampak lesi padat kemerahan berukuran
lentikular bentuk tidak teratur,susunan linear batas sirkumskripta regional

VI. Resume
Pasien perempuan usia 43 tahun berkunjung ke Poli Kulit dan Kelamin
dengan keluhan terdapat benjolan bekas luka vaksinasi pada regio deltoid
dextra, femur anterior dextra dan cruris posterior sinistra. Pada regio cruris
posterior sinistra akibat digigit nyamuk.
Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital Tekanan darah 120/80 mmhg, Nadi
80 X/menit. Status Dermatologis pada regio deltoid dextra tampak lesi padat
kemerahan dan menimbul dengan permukaan licin dan berkilat pada regio
deltoid dextra berukuran plakat ( panjang 7cm,lebar 3cm,dan tinggi 0,5 cm)
bentuk tidak teratur,susunan linear, batas sirkumskripta dengan penyebaran
regional.
Regio femur anterior dextra, tampak lesi padat kemerahan dan
menimbul dengan permukaan licin dan berkilat, berukuran lentikular, bentuk
tidak teratur, susunan linear, batas sirkumskripta dengan penyebaran regional
Dan pada Regio cruris posterior sinistra, tampak lesi padat kemerahan
berukuran lentikular bentuk tidak teratur,susunan linear batas sirkumskripta
regional
VII.Diagnosis Kerja :
Keloid ad regio deltoid dextra, femoralis anterior dextra, cruris posterior
sinistra.

VIII. Pemeriksaan penunjang/Anjuran Pemeriksaan:


Tidak ada
IX. Diagnosis Banding:
- Skar hipertrofi
- Dermatofibroma
X. Penatalaksanaan:
 Nonmedikamentosa
1. Jangan menggaruk lesi.
2. Jangan melakukan tindikan (body piercing).
3. Usahakan proteksi tubuh agar tidak terjadi luka.
4. Hindari prosedur-prosedur medis invasif yang bersifat elektif yang dapat
menimbulkan luka.
 Medikamentosa
Injeksi Ttriamsinolon asetonid 10 mg/ml secara intralesi.
XI. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad kosmetikan : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
PEMBAHASAN
Pasien perempuan usian 43 tahun berkunjung ke Poli Kulit dan Kelamin di
RSUD UNDATA dengan keluhan terdapat benjolan bekas luka pada lengan kanan
dan paha kanan yang timbul sejak pasien masih bayi setelah dilakukan vaksinasi.
Menurut pasien awalnya benjolan kecil namun seiring dengan bertambahnya usia
benjolan semakin hari semakin meluas, terutama pada bagian lengan kanan. Pasien
mengatakan keluhan tersebut juga terjadi pada bagian tubuh lainnya, yaitu pada
bagian betis. Menurut pasien timbul benjolan pada kaki awalnya karena sebelumya
pasien digigit nyamuk dan digaruk-garuk hingga menimbulkan luka, setelah itu luka
membaik dan sembuh dan timbul benjolan kecil dan semakin hari semakin meluas
juga. Bekas luka pada bagian lengan kanan kadang-kadang nyeri dan gatal . Namun
bekas luka pada bagian paha kanan dan betis kaki kiri tidak nyeri ataupun gatal.
Pasien belum pernah berobat ke dokter. Riwayat ipertensi (-), Diabetes Mellitus (-),
alergi makanan dan obat-obatan (-). Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal
serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ujud kelainan kulit pada tubuh pasien. pada
regio deltoid dextra lesi berukuran plakat, bentuk tidak teratur,susunan linear, batas
sirkumskripta dengan efloresensi nodular dan hiperpigmentasi. Pada regio femur
anterior dextra, tampak lesi berukuran lentikular, bentuk tidak teratur, susunan linear,
batas sirkumskripta dengan eflosensi nodular dan hiperpigmentasi. Dan pada Regio
cruris posterior sinistra, tampak lesi berukuran lentikular bentuk tidak teratur,susunan
linear batas sirkumskripta dengan efloresensi nodular dan hiperpigmentasi. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didiagnosis dengan Keloid ad regio
deltoid dextra, femoralis anterior dextra, cruris posterior sinistra.
Keloid adalah penyembuhan dengan pertumbuhan berlebihan jaringan ikat
melebihi ukuran luka. Keloid juga dapat didefinisikan sebagai pertmbuhan jinak
jaringan fibrosa padat akibat gangguan penyembuhan luka terhadap cedera pada kulit,
meluas sampai keluar batas tepi luka atau respon inflamasi. Penyebab pasti tidak
diketahui, tidak ada gen khusus yang diidentifikasi sebagai penyebab
berkembangnya suatu keloid, meskipun peningkatan prevalensi keloid berhubungan
dengan peningkatan pigmentasi kulit yang menunjukkan adanya pengaruh genetik.
Trauma dan proses peradangan pada dermis merupakan faktor terpenting yang
berperan pada proses timbulnya keloid, Karena sebab yang belum jelas, beberapa
faktor lain yang telah diketahui berpengaruh pada timbulnya keloid adalah : 1)
herediter dan ras, Pada ras kulit negro, keloid lebih sering terjadi. 2) Umur dan
endokrinal, Hal ini perlu dipahami, karena keloid lebih sering tumbuh pada mereka
yang berusia muda dan berjenis kelamin wanita serta pada ibu-ibu hamil. 3) Jenis
luka, keloid lebih sering terjadi setelah adanya luka trauma karena panas atau bahan
kimia. 4) Lokasi trauma, Luka dan peradangan yang terjadi pada daerah parasternal,
kepala, leher, bahu, dan tungkai bawah lebih mudah terkena keloid. Hal ini
diperkirakan karena rangsangan atau tarikan. Keloid juga sering timbul setelah
vaksinasi.
Patogenesis terjadinya keloid belum diketahui secara pasti. Penyembuhan luka
merupakan kejadian yang luar biasa kompleks menunjukkan kemungkinan untuk
kesalahan proses penyembuhan. Pada keloid yang terganggu adalah pada produksi
kolagennya.Pemahaman tentang penyembuhan luka normal sangat penting dalam
upaya memahami mekanisme pembentukan keloid. Secara klasik, penyembuhan luka
terbagi dalam tiga fase, yaitu: inflamasi, fibroblastik dan maturasi.
Secara umum, keloid timbul setelah cedera atau inflamasi kulit pada individu
yang beresiko. Keloid dapat terjadi dalam jangka waktu satu bulan sampai satu tahun
setelah trauma atau inflamasi. Trauma kulit pada dermis retikuler atau lapisan kulit
lebih dalam lagi cenderung berpotensi menjadi skar hipertrofik dan keloid. Beberapa
penyebab keloid yang sering dilaporkan adalah: akne, folikulitis, varicella, vaksinasi,
tindik telinga, luka robek dan luka operasi. Luka kecil sekalipun, bahkan bintil bekas
gigitan serangga dapat menjadi keloid. Injeksi menggunakan jarum ukuran kecil,
seperti injeksi anestesi lokal, biasanya tidak menimbulkan keloid. Keloid dapat terjadi
pada injeksi yang memprovokasi inflamasi, seperti vaksinasi. Penelitian di Taiwan
mendapatkan bahwa 10% remaja mendapat keloid pada tempat bekas injeksi vaksin
Bacil Calmette Guerin (BCG).
Setelah terjadi trauma/luka, pada lokasi luka terjadi degranulasi platelet, aktifasi
faktor pembekuan dan komplemen, mengakibatkan pembentukan bekuan fibrin untuk
hemostasis. Bekuan ini selanjutnya berperan sebagai rangka untuk penyembuhan
luka. Degranulasi platelet menyebabkan pelepasan dan aktifasi sitokin poten
termasuk transforming growth factor-β (TGF-β), epidermal growth factor (EGF),
insulin like growth factor-1 (IGF-1) dan platelet-derived growth factor (PDGF).
Growth factor berfungsi merekrut dan mengaktifkan sel netrofil, epitel, endotel
makrofag, sel mast dan fibroblas.
Pembentukan jaringan granulasi dan maturasi skar membutuhkan keseimbangan
antara biosintesis kolagen dan degradasi matriks hingga dicapai penyembuhan luka
optimal. Makrofag, fibroblas dan pembuluh darah bergerak ke tempat luka untuk
mengembalikan integritas dermal yang rusak. Makrofag merupakan sumber sitokin
yang berfungsi untuk stimulasi fibroplasia dan angiogenesis. Fibroblas berfungsi
membangun komponen matriks ekstraseluler baru, memulai sintesis kolagen dan
menciptakan regangan tepi luka melalui protein yang kontraktil seperti aktin dan
desmin. Pembuluh darah menyuplai oksigen dan nutrisi untuk mempertahankan
pertumbuhan sel. Degradasi matrik dikoordinasikan melalui aksi kolagenase,
proteoglikanase, metalloproteinase dan protease.
Seiring dengan proses diatas, faktor antifibrotik juga dilepaskan, termasuk
interferon-α dan interferon-β yang diproduksi oleh leukosit dan fibroblas, sedangkan
interferon-γ diproduksi oleh limfosit T. Interferon berfungsi menghambat sintesis
kolagen dan fibronektin oleh fibroblas. Interferon juga menghambat diferensiasi
fibroblas. Maturasi skar berakhir dengan dengan regresi stimulasi sitokin dan stimuli
angiogenik, menghasilkan skar yang hiperemis dan contracted. Scar remodelling
terjadi pada 6-12 bulan selanjutnya, dengan skar yang terbentuk mendekati 70-80%
tensile strength kulit normal. Fase inflamasi yang memanjang mengakibatkan
peningkatan aktifitas sitokin. Resiko pembentukan keloid meningkat seiring dengan
aktifitas sitokin yang berkepanjangan.
Penelitian lain tentang patogenesis keloid mendapatkan bahwa pada keloid terjadi
down-regulation gen yang terkait apoptosis. Selain itu pada biakan fibroblas keloid
didapatkan produksi kolagen dan matriks metalloproteinase lebih besar dibandingkan
fibroblas dermal normal.
Pemeriksan penunjang pada keloid dapat dilakukan biopsi kulit untuk
pemeriksaan histopatogis. Karakteristik histologis keloid adalah peningkatan kolagen
dan glikosaminoglikan. Terdapat banyak serabut kolagen berhyalin tebal yang
tersusun secara tidak teratur, disebut sebagai keloidal collagen. Susunan kolagen yang
tidak beraturan ini berbeda dari serabut kolagen normal yang tersusun secara paralel
terhadap epidermis. Selain itu pada keloid terdapat beberapa gambaran histologis,
diantaranya: tidak adanya pembuluh darah yang tersusun vertikal, adanya gambaran
seperti ujung lidah di bawah epidermis dan papiler dermis yang tampak normal,
gambaran horizontal fibrous band dan fascia like band di dermis retikuler bagian
atas. Namun pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan karena keterbatasn alat.

Gambar. Pewarnaan hematoksilin eosin pada paraffin sections jaringan keloid.


Tampak penebalan epidermis dan gambaran seperti ujung lidah di bawah
epidermis dan papiler dermis yang tampak normal. E, epidermis; D, dermis.

Diagnosis keloid dibuat berdasarkan gambaran klinis (penampakan kulit atau


jaringan parut):
a. Konsistensi keloid yang bervariasi dari lunak, seperti karet sampai keras.
b. Lesi awal biasanya kemerahan.
c. Lesi menjadi merah kecoklatan atau seperti warna daging.
d. Lesi biasanya tidak mengandung folikel rambut ataupun kelenjar adneksa lainnya)
Keloid memberikan gambaran klinik yang bervariasi. Kebanyakan lesi tumbuh
selama beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi ada pula yang tumbuh dalam
beberapa tahun. Pertumbuhan biasanya lambat, tetapi kadang-kadang melebar secara
cepat, menjadi 3 kali lebih lebar dalam beberapa bulan. Ada pula keloid yang berhenti
tumbuh, keloid tidak selalu memberikan gejala dan menjadi stabil. Keloid tumbuh
berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung
kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Keloid pada telinga, leher, dan abdomen
biasanya bertangkai. Keloid pada daerah tengah dada dan ekstremitas biasanya datar,
dimana dasarnya lebih luas dari puncaknya.
Kebanyakan keloid berbentuk bulat, oval, atau persegi panjang dengan tepi
reguler, tetapi ada pula yang berbentuk seperti bekas cakaran dengan tepi yang
irreguler. Kebanyakan pasien datang dengan 1-2 keloid, tetapi ada juga dengan
banyak keloid seperti pada pasien yang keloid muncul akibat jerawat atau bekas
cacar.
Diagnosis banding pada kasus yaitu skar hipertrofi dan dermatofibroma.
Penyakit
Keterangan
Keloid Skar hipertrofi Dermatofibroma

penyembuhan Penyembuhan dan Dermatofibroma, juga


dengan pertumbuhan pertumbuhan dikenal sebagai benign
berlebihan jaringan berlebihan jaringan fibrous histiocytoma,
ikat melebihi ukuran ikat yang sesuai adalah merupakan
luka. Keloid juga dengan ukuran luka suatu kondisi medis
dapat didefinisikan atau tidak melebihi yang ditandai dengan
Definisi sebagai pertmbuhan batas luas cedera. nodul tunggal yang
jinak jaringan keras yang dapat
fibrosa padat akibat muncul dalam
gangguan berbagai tingkatan
penyembuhan luka warna, biasanya dari
terhadap cedera kecoklatan sampai
pada kulit, meluas sawo matang,
sampai keluar batas Semuanya ini
tepi luka atau respon merupakan
inflamasi. pertumbuhan kulit
yang jinak yang
tersusun oleh kolagen
dan biasanya
menyebabkan sedikit
ketidaknyamanan dan
bukan merupakan
tumor ganas,
meskipun nyeri dan
gatal adalah hal yang
biasa.
- Lesi padat - sama dengan keloid - Biasanya coklat
kemeahan dan Lesi padat kemerahan dalam
menimbul dengan kemeahan dan warna. Warna dapat
permukaan licin dan menimbul dengan berubah dari waktu ke
mengkilat . permukaan licin dan waktu; Tampaknya
- keloid scar terus mengkilat.
paling sering pada
Bertumbuh dan -Scar hipertrofik
kaki,Ukuran kecil (3-
cenderung menetap. terbentuk mulai
10 mm);Sangat tegas
- Beberapa tahun minggu ke- 4 hingga
menyentuh; Kadang-
setelah terjadinya ke-6 setelah luka dan
kadang gatal atau
luka atau spontan tumbuh cepat hingga
tanpa didahului luka 6 bulan. Setelah itu sensitif ketika disentuh
Klinis - Dapat didahului
di area dada tengah. akan mengalami
dengan trauma atau
Cenderung menetap, regresi hingga
gigitan serangga .
jarang regresi terbentuk jaringan
- papul atau nodus
Spontan. normal.
dengan permukaan
- Luas melebihi area - Scar hipertrofik
keratotik coklat.
luka biasanya didahului
- Dada depan, trauma dan luas scar
pundak, telinga, tidak melebihi luas
lengan atas, dan luka.
pipi. - Bahu, leher, sekitar
sternum, lutut,
pergelangan
kaki
Histo- tidak terorganisir, Terorganisir. Epidermis
luas, tebal. Kolagen Kolagen tipe III yang hiperplastik, dermis
patologis tipe I&III paralel epidermis, dengan sel spindel,
tanpa nodul atau terdapat nodul histiosit, storiform
miofibroblas. mengandung
Vaskularisasi miofibroblas dan
sangat buruk. banyak mengandung
Ekspresi ATP tinggi. asam
mukopolisakarida.
Ekspresi ATP
rendah.

Gambar

Penatalaksanaan keloid secara medikamentosa meliputi : 1) kortikosteroid


intralesi, misalnya triamsinolon asetonid 10 mg/ml, disuntikkan kira-kira 0,1 ml
dalam setiap 1 ml jaringan keloid. Minimal 2 ml setiap minggu. 2) sitostatik : 5-
fluorourasil intralesi 50mg/ml, 0,5-2 ml setiap minggu. 3) tekan dengan bebat tekan
atau silikon. 4) eksisi pada keloid kecil atau keloid yang dapat di eksisi dengan
penutupan kulit yang mudah dan tidak teregang, kemudian diberikan kortikosteroid
intralesi atau bebat tekan untuk mengurangi rekurensi. Dapat juga diberikan krim
imiquimod 5% sesudah eksisi. 5) topikal krim centella asiatica atau ekstrak cephae,
namunn hasil belum memuaskan.
Pada kasus ini terapi yang diberikan yaitu injeksi kortikosteroid intralesi. yaitu
triamsinolon asetonid secara intradermal (intrakutan). Injeksi kortikosteroid intralesi
(KIL) merupakan metode penanganan keloid yang paling banyak dilakukan karena
mudah dikerjakan, dapat diterima dengan baik dan efektif mengurangi gejala dan
melunakkan lesi. Triamsinolon asetonid dengan konsentrasi 10-40 mg/ml, merupakan
jenis steroid yang sering digunakan. Kerja triamsinolon efek dari supresi pada proses
peradangan pada luka menghambat pertumbuhan fibroblast, triamsinolon menekan
proliferasi dan migrasi fibroblas, aktifitas makrofag dan meningkatkan degragasi
fibroblas dan kolagen.

Gambar : peyuntikan keloid dengan cara itradermal


Dosis triamsinolon asetonid yang diperlukan untuk terapi keloid lebih tinggi
untuk lesi di ekstemitas. Dosis awal sebesar 10 mg/ml. Dosis yang digunakan : 0,1
ml/cm2 dapat diulang 3 – 4 minggu selama 6 bulan atau lebih tergantung dari respon
keloid. KIL menyebabkan keloid jadi mendatar, lebih lunak dan meringankan gejala
nyeri dan gatal. Namun injeksi KIL jarang sekali menghasilkan perbaikan komplit
dan bertahan lama.
Daftar Pustaka

1. Alphonso, Marline. Hypertrophic scarring.2010 Diakses 10 September 2018 dari


(www.buzzle.com/articles/hypertrophic-scarring.html). 2018

2. Chiu,HY., Tsai TF., . Keloidal Morphea. The New England Journal of Medicine
364;14 edisi 28. 2018

3. Djuanda, A,. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Pioderma (Selulitis). Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2015

4. Herchline, TE,. Bronze, MS,. Cellulitis. Medscape Journal. Vol.389 page 104-108.
[Accessed 10 September 2016].diakses 10 September 2018
<http://emedicine.medscape. com/article/214222-overview>. 2018

5. Patel R., Papaspyros SC., Javangula kC., Nair U.,. Presentation and management
of keloid scarring following median sternotomy: a case study. Journal of
Cardiothoracic Surgery 2010, 5:122. 2018

6. Robles, David., et al. Keloids: Pathophysiology and Management. Dermatology


Online Journal 13 (3): 9, 2007

7. Sjamsuhidayat R & Wim de jong. Buku Ajar Ilmu bedah edisi VII. Bina Rupa
Aksara. Jakarta : 2016

8. Sjamsoe Daili. E,dkk.. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Jakarta: PT


Medical Multimedia Indonesia. 2005

Anda mungkin juga menyukai