Anda di halaman 1dari 2

Pengalaman Duka

Pikiranku mulai kacau. Emosiku memanas seiring dengan peluh yang terus mengalir di
kening dan leher. Kucoba untuk berpikir tenang namun selalu gagal. Hari masih belum terlalu
siang, namun aku sudah merasa haus dan lelah. Mungkin aku terlalu banyak membuang energi,
padahal aku tidak lari ataupun bergerak yang berlebihan.
Aku hanya rebahan di atas kasur dengan ponsel yang sudah satu jam lebih menemani. Aku tidak
sedang mendengarkan lagu atau bermain facebook. Yang kulakukan adalah mencoba
menghubungi Romi, biang keladi yang telah membuatku frustasi di pagi hari. Gara-gara dia, aku
jadi mudah emosi dan kadang aku mengeluarkan kata-kata kasar. Meskipun ini bulan suci,
namun sekarang suasananya sedang buruk.
Romi sudah membawa baju muslim yang akan kupakai saat Lebaran nanti. Dengan entengnya
dia mengatakan kalau aku memberikannya. Itu sebuah lelucon atau memang aku yang
memberikannya. Tapi seingatku, aku tidak pernah berkata bahwa baju itu kuberikan kepadanya.
Entahlah, yang pasti aku ingin memakai baju itu saat Shalat Ied nanti.
“Aku masih di jalan.”.
Begitulah yang dia bilang saat kuhubungi. Kucoba kirim pesan lewat BBM agar memberikan
alamat rumahnya. Namun setelah beberapa menit, ia hanya read saja dan tidak membalas. Aku
semakin gusar.
Bukan kali ini saja ia membuat orang muak dan marah. Sifatnya yang selalu obral janji itulah
yang membuatnya tidak mempunyai banyak teman. Orang cenderung curiga dan merasa was-
was jika berteman dengannya. Walaupun menurutku Romi adalah tipe orang yang tertutup dan
ambisius, ia kan juga temanku. Tapi melihat yang sudah dilakukannya, aku juga mulai marah.
Mana mungkin aku merelakan baju yang sangat kusukai dan kuberikan begitu saja kepadanya, ia
pasti hanya membual.
Tiba-tiba ponselku berdering. Ternyata Romi mengirim alamat rumahnya. Katanya tunggu dalam
beberapa menit. Aku sedikit lega dan langsung bersiap-siap untuk berangkat. Karena tidak
mempunyai SIM, dan aku terlalu takut untuk mengendarai motor di jalan raya, aku minta tolong
kakakku untuk mengantar.
Rupanya jauh sekali alamat rumah Romi.
Kami menunggu di depan komplek seperti yang ia suruh. Sambil mencoba menghubungi dan
tidak ada jawaban, aku iseng untuk menulis status di BBM dengan menunjukkan kekesalan
kepada Romi. Belum sampai satu menit, Miqdad menanyaiku di BBM. Katanya, ia disuruh Romi
untuk menyerahkan bajuku dan langsung saja ke rumahnya Miqdad.
Aku dan abangku pun masuk ke komplek itu sambil mencari Miqdad yang katanya akan
menunggu di persimpangan blok 4. Alhamdulillah, kulihat ia duduk sambil melambaikan tangan.
Kami pun singgah di depan rumahnya. Aku masuk ke dalam setelah dipersilahkan ayahnya yang
duduk di teras untuk masuk. “Ternyata alamat rumah kamu yang diberikan Romi?”. Aku
memulai percakapan dengan Hadad. Meski tidak begitu akrab, kami tidak canggung. Ia
menyahut dan tersenyum. “Iya. dia menyuruhku memberikan baju ini kepadamu”.
Aku mengambil baju yang sudah dikantongi plastik hitam. Lalu aku pamit setelah berbincang
sedikit dengannya. Akhirnya, aku bisa tenang setelah kudapatkan bajuku kembali. Kami pun
pulang karena hari sudah mulai siang.
Seminggu berlalu sejak kumarahi Romi karena memberikan alamat rumah orang lain. Ia malah
tertawa dan menganggap enteng. Benar-benar kebiasaan yang buruk. Sambil menunggu adzan
maghrib, ku buka BBM dan mulai membaca status dari orang-orang.
Namun yang membuatku terkejut adalah status temanku yang menulis bahwa Miqdad telah
meninggal. Bahkan gambar DP nya pun adalah gambar Miqdad yang sedang terbaring dengan
tubuh ditutupi selimut dan kedua orangtuanya disamping. Aku sedikit gemetaran melihat
temanku itu. Aku nyaris tidak percaya, dan kucoba mengirim pesan kepada semua teman. Dan
ternyata mereka memang membenarkan berita tersebut. Hadad meninggal karena tersedak saat ia
minum. Ya Allah, aku masih ingat percakapan terakhir kami. “Dad, kamu masih sekolah kan?”.
Ia pun tersenyum dan menjawab “Iya. Aku masih sekolah”.
Sungguh tragis dan sebuah berita duka bagi kami. Temanku bilang, baru kemarin mereka main
playstation. Mereka bahkan bergurau dengannya, dan tak disangka sekarang Miqdad benar-benar
sudah pergi. Aku saja yang tidak terlalu akrab merasa benar-benar kehilangan. Apalagi mereka
yang sering bermain bersama, terutama Romi.
Ia merasa terpukul dan menjadi pendiam.
Kepergian Miqdad yang mendadak membuat kami melalui liburan ini dengan tangis dan
kesedihan. Beberapa dari mereka ada yang ikut mengantarkan jenazah Hadad sampai keliang
lahat, aku tidak bisa ikut karena aku harus menjaga rumah. Aku hanya bisa mendoakannya.
Karena segala sesuatunya milik Allah dan pada akhirnya kembali kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai