Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembimbing:
Mentor:
Disusun Oleh:
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Mioma Uteri Pada Infertilitas”. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing laporan kasus kami ialah,
dr. Hilma Putri Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.
Laporan kasus ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat
menjadi referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA……...................................................................................19
BAB III STATUS PASIEN..................................................................................20
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................29
BAB V PERMASALAHAN................................................................................31
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam sebuah penilitian dikatakan, kasus mioma uteri lebih banyak terjadi
pada usia reproduksi yaitu sekitar 20-25%. Kasus ini belum pernah ditemukan
pada wanita yang belum menarche dan yang sudah menopause hanya terjadi
sekitar 10%.Mioma jarang sekali ditemukan pada usia yang belum reproduksi
atau belum menarche. Tumbuhnya mioma uteri sangat dipengaruhi oleh hormon
reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif. Dari penelitian lain
1
didapat penderita mioma uteri terbanyak ditemukan pada usia 40-50 tahun sebesar
63,33 %. Penderita mioma uteri terbanyak ditemukan pada paratis nullipara
sebesar 26,32%.1,2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri).7,8
Region anatomi uterus dibagi menjadi 3: 1) fundus uteri, bagian superior
yang berbentuk kubah dan berhubungan dengan tuba uteri; 2) korpus uteri,
merupakan bagian utama yang membesar pada saat hamil dan merupakan bagian
uterus terbesar; 3) serviks uterus, bagian inferior yang membuka menuju vagina.
Serviks uteri terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan portio;
(2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas
vagina. Sambungan antara kanalis servikalis menuju vagina disebut ostium
uterine.7,8
2.1.2 Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri atas tiga lapisan: perimetrium, miometrium, dan
endometrium.
Perimetrium merupakan lapisan terluar yang berhubungan dengan
ligamentum latum, terdiri atas sel-sel epitel pipih selapis.Miometrium terdiri atas
tiga lapisan tebal otot polos yang sukar dibedakan, tersusun membentuk susunan
longitudinal, sirkular, dan spiral. Selama proses melahirkan, otot-otot miometrium
memegang peran oleh kontraksinya yang kuat. Endometium, lapisan mukosa
terdalam, memiliki 2 lapisan yang berbeda.Stratum fungsionale, terdiri atas sel
epitel kolumnar dan mengandung kelenjar sekretorik, dapat terlepas pada saat
menstruasi normal dan dapat terbentuk kembali dengan rangsangan hormon
steroid ovarium. Lapisan yang lebih dalam, stratum basale, kaya akan
vaskularisasi dan berfungsi meregenerasi stratum fungsionale setelah menstruasi.7
4
Uterus mendapat inervasi simpatis dan parasimpatis melalui pleksus
hipogastrik. Keduan inervasi otonom menginervasi pembuluh darah uterus,
sedangkan otot-otot polos miometrium menerima hanya inervasi simpatis.7
2.2.2 Etiologi
Dipercaya bahwa mioma merupakan tumor monoklonal yang dihasilkan
dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplasma tuunggal. Faktor predisposisi
mioma uteri adalah:11
a. Usia reproduktif (35-45 tahun)
b. Nullipara
c. Usia menarke yang dini
d. Frekuensi menstruasi yang meningkat
e. Adanya riwayat dismenorhea
f. Riwayat keluarga dengan mioma uteri
g. Suku afrika
h. Obesitas
i. Hipertensi dan diabetes
5
2.2.3 Patofisiologi
Mioma uteri merupakan tumor monoclonal yang berasal dari otot polos
uterus (misalnya myometrium). Neoplasma jinak ini terdiri dari miofibroblast
abnormal yang banyak ditemukan matriks ekstraseluler sehingga menyumbang
kepada porsi volume tumor.Hal yang memicu pertumbuhan fibroid masih
spekulatif.11
Sel-sel berproliferasi pada tingkat sedang dan pertumbuhannya bergantung
pada estrogen steroid ovarium dan progesterone. Oleh karena itu, kebanyakan
fibroid menjadi lisut setelah menopause. Estradiol estrogen yang paten secara
biologis menginduksi produksi reseptor progesterone. Reseptor progesteron ini
diperlukan sebagai respons jaringan fibroid pada progesteron yang disekresi oleh
ovarium. Progesteron serta reseptor progesteron sangat penting untuk
pertumbuhan tumor, proliferasi sel dan penambahan pembentukkan matriks
ekstraseluler. Tanpa progesterone dan reseptor progesterone, estrogen tidak
memadai untuk perkembangan fibroid.11
2.2.4 Klasifikasi
Menurut SCOG, klasifikasi mioma uteri adalah sebagai berikut:10
a. Subserosa (mengarah ke luar uterus)
b. Intramural (di dalam myometrium)
c. Submukosa (mengarah ke dalam kavum uterus)
Untuk sistem klasifikasi yang lebih detail, dapat dilihat pada sistem
klasifikasi menurut FIGO yaitu pada gambar 2.2.
6
Gambar 2.2 Klasifikasi Mioma Uteri (FIGO)
7
dilahirkan pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis
dapat menyebabkan juga dismenore.
c. Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat
mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri,
pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh
limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis: Menentukan keluhan utama (benjolan pada perut, perdarahan
uterus abnormal, nyeri pelvik, penekanan pada pelvik, gangguan berkemih).
Anamnesis obstetri dan ginekologi juga membantu menepis diagnosis
banding.
b. Pemeriksaan fisik: Pada mioma uteri, pembesaran uterus dengan mobillitas
mobile sekitar 300 gram atau seperti kehamilan 12 minggu dengan
permukaan irregular dan konsistensi kenyal mengarahkan pada mioma ureri.
c. Ultrasonografi (transabdominal dan transvaginal) adalah pemeriksaan
pendukung yang paling umum dipakai karena murah dan tersedia di layanan
kesehatan perifer. Sonohisterografi dengan infus kontras saline merupakan
prosedur diagnostik paling akurat untuk lesi submukosa dengan sentivitas dan
spesifisitasnya 98% hingga 100%. Pada wanita dengan uterus yang besar
sekali, USG sering menunjukkan gambaran hidronefrosis.
d. MRI adalah modalitas paling akurat untuk menerangkan ukuran, lokasi,
jumlah, dan perfusi mioma uteri. MRI juga memberitahu adakah kelainan lain
pada uterus. Sedangkan CT Scan secara terbatas menunjukkan lokasi mioma
berdasarkan batasan endometrium dan miometrium.
2.2.7 Penatalaksanaan
8
Gambar 2.3 Pilihan Penatalaksanaan pada Mioma Uteri
Penatalaksanaan pasien harus ditentukan dengan penilaian secara individu
berdasarkan gejala dan tanda, ukuran dan lokasi mioma, keinginan pasien untuk
mempertahankan fertilitas, ketersediaan terapi, dan kemampuan klinisi.14
Umumnya pada tahap awal, mioma uteri bersifat asimptomatis dan tidak
membutuhkan tatalaksana.Namun 20-50% kasus menunjukkan anemia
dikarenakan perdarahan uterus abnormal.Maka penatalaksanaan bersifat
simtomatis dapat dilakukan berupa terapi medikasi, operasi, atau kombinasi
keduanya.Wanita dengan mioma uteri asimtomatis harus dipastikan bahwa tidak
ada bukti yang memperkuat kemungkinan keganasan dan bahwa histetektomi
tidak diindikasikan.14
9
Miomektomi adalah terapi operatif alternatif selain histerektomi pada
wanita yang masih ingin mempertahankankan uterusnya, atau menginginkan
kehamilan kedepanya.Pembuangan fibroid harus didasari adanya perdarahan
uterus yang berkelanjutan, nyeri pevik, dan penekanan pada pelvik yang
berat.Rekurensi dapat terjadi sekitar 15% dalam 5 hingga 10 tahun.Perencanaan
operasi miomektomi harus berdasarkan pemetaan lokasi, ukuran, dan jumlah
fibroid yang baik dengan bantuan pencitraan yang sesuai.Penggunaan vasopressin,
bipuvacaine dan epinefrin, misoprostol, dan matriks gelatin-trombin dapat
mengurangi kehilangan darah pada miomektomi.15
Penatalaksanaan operasi Histerektomi dapat menjadi pilihan terbaik pada
pasien yang sudah memiliki anak yang cukup, wanita menopause, atau dengan
adanya kecurigaan keganasan.Histerektomi tidak direkomendikan sebagai
pencegahan meningkatnya morbiditas yang berhubungan dengan pertumbuhan
jaringan mioma.15
Histereskopi miomektomi menjadi terapi operatif konservatif yang harus
dipertimbangkan untuk fibroid intrakavitas yang simtomatis.15
Saat ini, telah ada pilihan terapi non-operatif alternatif berupa embolisasi
arteri uterus.Terapi ini juga diindikasikan bila pasien ingin mempertahankan
uterus untuk fertilitas.15
10
Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksaan Mioma Uteri
2.2.8 Komplikasi
a. Atrofi: Sesudah menopause atau seudah kehamilan uteri menjadi kecil.
b. Degenerasi keganansan: Mioma uteri dapat menjadi leiyomiosarcoma (0.32-
0.6%), dan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi setelah
uterus diangkat.
c. Torsio: Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi, hingga nekrosis.
d. Nekrosis dan infeksi: Apabila terjadi gangguan sirkulasi pada mioma, dapat
terjadi nekrosis yang menimbulkan infeksi
11
2.3 Infertilitas
2.3.1 Definisi
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara
teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau
mempertahankan kehamilannya.16
12
2.4 Pengaruh Mioma Uteri pada Infertilitas
13
tanpa fibroid. Mioma intramural juga mempunyai hasil reproduksi yang buruk,
tetapi kurangnya evaluasi kulitas membuat kesimpulan ini menjadi lemah.17
Richard et al menyatakan bawah proses inflamasi lokal dapat
menyebabkan ulserasi yang pada akhirnya mengubah karakteristik biokimia
intrauterin, menghasilkan lingkurang yang kurang baik bagi spermatozoa. Fibroid
submukosa dapat mengganggu suplai darah endometrium akibatnya
mempengaruhi proses implantasi embrio. Suatu penelitian terkontrol, suatu
evaluasi dilakukan untuk menentukan letak anatomi mioma dapat mempengaruhi
fungsi reproduksi wanita dan penanaman mioma sebelum implantasi dapat
meningkatka angka kehamilan dan mempertahankan kehamilan. Hasil penelitian
mengindikasikan peningkatan derajat infertilitas setelah intervensi dilakukan.
Meskipun sejumlah besar bukti mendukung efek negatif dari mioma submukosa
mendistorsi rongga endometrium dari hasil konsepsi. Penelitian metaanalisis
tentang fibroid intramural, menyatakan bahwa fibroid mungkin berakibat negatif
pada kehamilan dan menyebabkan keguguran.17
Beberapa penelitian yang telah lalumenyatakan bahwa semua wanita yang
diamati dengan distorsi, sedangkan penelitian saat ini telah menyimpulkan bahwa
wanita dengan mioma juga dengan ruang terdistorsi.wanita dengan fibroid
submukosa dibandingkan dengan wanita infertil tanpa fibroid memberikan
hasilyang signifikan penurunan angka kehamilan, implantasi dan angka kelahiran
hidup. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada kasus prematur.17
Wanita dengan gangguan kavum selalu memberikan hasil penurunan
signifikan tingkat implantasi dan kelangsungan kehamilan/angka lahir hidup
dengan peningkatan tingkat abortus dibandingan dengan subjek kontrol. Sebagai
kesimpulan, mioma submukosa terlihat menurunkan angka fertilitas. Penting
untuk mengevaluasi kondisi karena lokasi mioma mempengaruhi angka fertilitas.
Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada pengukuran mioma setelah
dibandingkan dengan kelompok wanita mioma subserosa dengan wanita tanpa
mioma.17
Sebaliknya, pada wanita dengan mioma intramural selalu memberikan
hasil signifikan dengan angka kehamilan yang lebih rendah, implatasi dan angka
kelahiran hidup dengan angka abotus spontan yang lebih tinggi. Beberapa
14
penelitian melaporkan penurunan angka kehamilan pada pasien dengan distorsi
rongga uterus dibandingkan dengan subjek tanpa distorsi dan mioma. Studi lain
menunjukkan mioma submukosa intramural mempengaruhi implantasi dan angka
kehamilan dibandingkan dengan wanita tanpa fibroid, dimana fibroid subserosa
tidak mempengaruhi kehamilan.17
Penelitian Cassini et al menunjukkan bahwa fibroid submukosa bukan
penyebab utama infertilitas. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa angka
kehamilan dan keguguran dapat dipengaruhi oleh fibroid uteri. Walaupun hasilnya
secara statistik tidak signifikan pada kelompok wanita dengan fibroid intramural
dan intramural-subserosa, ada kecenderungan tingkat kehamilan yang lebih tinggi
dan angka keguguran yang lebih rendah di antara semua kelompok perlakuan.
Penelitian ini menyatakan peran penting letak fibroid uterus pada infertilitas dan
pentingnya pengangkatan fibroid sebelum kehamilan, untuk meningkatkan
kesempatan pembuahan dan pemeliharaan pada kehamilan.18
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Nn. D
Umur : 40 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Paritas : P0A0
ANAMNESA
Nn. D, usia 40 tahun, suku jawa, agama Islam, tamat SLTA, pekerjaan Ibu rumah
tangga, sudah menikah, datang ke poli kandungan RSUP HAM dengan:
Telaah : Keluhan ini telah dirasakan pasien sejak 2 bulan yang dirasa
menyebar seperti disayat-sayat, terasa panas. Nyeri dirasa
selama haid 2 bulan ini. Riwayat keluar darah diluar siklus
haid ada pada bulan 10 tahun 2018 selama 4 hari. Riwayat
campur berdarah tidak ada. Riwayat nyeri saat campur tidak
16
ada. Riwayat penurunan BB ada, lebih kurang 8 kg dlam 1
tshun. Riwayat penurunan BB tidak ada. Riwayat BAK nyer
tidak ada , riwayat BAB normal. Riwayat endometriosis
pada tahun 2015 konsumsi visanne 3 bulan.
RPT : Limfadenitis TB
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari
Volume : ± 2-3 doek/hari
Nyeri : (+)
Haid Terakhir : 25 Oktober 2018
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
TB : 158 cm
BB : 55 kg
STATUS GENERALISATA
17
Kepala : Dalam batas normal
Thorax
Auskultasi
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-), oedem
pretibial (-/-)
STATUS LOKALISATA
STATUS GINEKOLOGIS
Genitalia eksterna :
18
keputihan tidak dijumpai
Vaginal Toucher : Teraba masa padat sebesar kepalan tangan orang dewasa
Rectal Toucher : Sphincter ani ketat, mukosa anus licin, ampula berisi
sedikit feces, kavum douglass tidak menonjol
USG-TAS
19
Kandung kemih tidak terisi
Hematokrit 42 % 36.0-42.0
20
Creatinin 0.56 mg/dl 0.6-1.2
DIAGNOSA KERJA
Mioma Uteri
RENCANA
21
22
BAB 4
FOLLOW UP
25 Desember 2018
S Persiapan operasi
O Sens: CM
Temperatur: 36.7°C
Status Lokalisata
Abdomen: Teraba massa padat sebessr kepalan tangan orang dewasa pada
daerah di bawah umbilicus
A Mioma Uteri
P Persiapan Operasi
- Klisma
- Puasa 8 jam
23
- Inj. Ceftriaxone 2 gr (profilaksis, 30 menit sebelum insisi)
26 Desember 2018
O Sens: CM
Temperatur: 36.2°C
Status Lokalisata
P - IVFD RL 20 gtt/i
24
LABORATORIUM POST OP(26 Desember 2018)
Hematokrit 33 % 36.0-42.0
27 Desember 2018
O Sens: CM
Temperatur: 36.6°C
Status Lokalisata
P - IVFD RL 20 gtt/i
25
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
28 Desember 2018
O Sens: CM
Temperatur: 36.5°C
Status Lokalisata
P - IVFD RL 20 gtt/i
26
- Inj. Ranitidin 80 mg/12jam
29 Desember 2018
O Sens: CM
Temperatur: 36.5°C
Status Lokalisata
P - Cefadroxil 2 x 500mg
- Vit B. Comp 2 x 1
27
BAB 5
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Faktor Predisposisi
c. Perdarahan abnormal
d. Rasa nyeri
e. Gejala dan tanda penekanan
Anamnesis
28
Menentukan keluhan utama (benjolan Pada pasien ini dikeluhkan benjolan
pada perut, perdarahan uterus abnormal, pada perut bawah yang telah dirasakan
nyeri pelvik, penekanan pada pelvik, pasien sudah 1 tahun.Pasien telah
gangguan berkemih). Anamnesis obstetri berobat ke Sp.OG 6 bulan yang lalu
dan ginekologi juga membantu menepis dan didiagnosa dengan mioma uteri
diagnosis banding. lalu dianjurkan untuk dilakukan
operasi, namun Os belum bersedia.
Pemeriksaan Fisik
Pada mioma uteri, pembesaran uterus Pemeriksaan abdomen pada pasien ini:
dengan mobillitas mobile sekitar 300 gram
Teraba massa padat, immobile,
atau seperti kehamilan 12 minggu dengan
permukaan rata, pole atas 2 jari diatas
permukaan irregular dan konsistensi
pusat, pole bawah setentang simfisis,
kenyal mengarahkan pada mioma ureri.
nyeri tekan (+).
Genitalia eksterna:
29
Pemeriksaan Penunjang USG-TAS pada pasien:
Ukuran 1: 5 x 6 cm
Ukuran 2: 3 x 3 cm
Tatalaksana
1. Pada tahap awal, mioma uteri bersifat Pada pasien ini telah dilakukan
asimptomatis dan tidak membutuhkan miomektomi pertimbangan
tatalaksana. histerektomi
2. Pada pasien dengan gejala perdarahan
ueterus abnormal dapat diberikan
analog GnRH, selektif progesterone
reseptor modulator, kontrasepsi oral,
progestin, dan danazol. Hal ini penting
karena pasien dengan perdarahan
uterus abnormal dapat mengalami
anemia.
3. Miomektomi adalah terapi operatif
alternatif selain histerektomi pada
wanita yang masih ingin
mempertahankankan uterusnya, atau
30
menginginkan kehamilan kedepannya.
BAB 6
KESIMPULAN
Pasien Nn. D, 30 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada perut bawah. Dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, awalnya pasien
didiagnosis dengan mioma uteri subserosa + kista ovarium duplex. Pasien ini
rencana miomektomi pertimbangan histerektomi pada tanggal 14 desember 2018.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Ulfah, Mariah. Pengaruh Indeks Masa Tubuh, usia menarche dan status
menstruasi, terhadap mioma uteri. Bidan Prada: Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol.
8 No. 2 Edisi Desember 2017, hlm. 22-31
2. Finurina I, Salim IA. Karakteristik Mioma Uteri di RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO Banyumas. MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Kesehatan, Vol 13 No 3, DESEMBER 2015
3. Sumarni S, Apriyani Y. Analisa Fak ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RSUD dr.
ADHYATMA SEMARANG. JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 5
Oktober 2013
4. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2014.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM,
et al. Williams Obstetrics. 25th edition. New York: McGraw Hill, 2014. 5.
32
6. Kenneth S. S. Human Anatomy. 2nded. The McGraw-Hill; 2008. p749-758.
Colin H.Wheatley Kent M. Van De Graff. Human anatomy. 6 thed. The
McGraw-Hill; 2001 July 28. p726-751
7. Kenneth S. S. Human Anatomy. 2nded. The McGraw-Hill; 2008. p749-758.
Colin H.Wheatley
8. Fozia Ui, Ahmed W.Y. Distribution of cause of abnormal uterine bleeding
using the new FIGO classification system. JPMA 2013 August; 63:973-975
9. Miika M, Eevi K, Netta M, Riku K, Kati K, Esa P et al. Characterization of
uterine leiomyomas by whole-genome sequencing, Helsinki: The NEJM 2013
July 4. (17)
10. The management of uterine leiomyoma. J Obstet Gynaecol Can
2015;37(2):157–178. (18)
11. Manuaba, I.B.G.I.A. Chandranita M, dan I.B.G. Fajar M. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2007
12. Malcolm G. Munro, Hilary O.D. Critchley, Michael S. Broder, Ian S. Fraser.
FIGO classification system (PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine
bleeding in nongravid women of reproductive age. International Journal of
Gynecology and Obstetrics 2011;113:3-13
13. Schorge, John O et al. Abnormal Uterine bleeding. In: Schorge, John O et al.
Williams gynecology 22th edition. China: McGraw-Hill companies, Inc,
2008.p367-380
14. AAGL practice report: practice guideline for the diagnosis and management
of endometrial polyps. AAGL Advancing Minimally Invasive Gynecology
Worldwide Elsevier. 2012
15. William M. B, James O, Mario L, Emery S, Paola G, Alexander B. O et
al.Endometrial cancer: a review and current management strategies: part i.
USA: Elsevier Inc 2014. Available
from:URL:dx.doi.org/10.1016/j.ygyno.2014.05.018
16. Konsensus Penanganan Infertilitas, 2013, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia
17. Pritts et al., 2009, Fibroids and infertility: an updated systematic review of the
evidence, ASRM
18. Casini et al., 2006, Effects of the position of fibroids on fertility,
Gynecological Endocrinology
33
34