OLEH:
Yuyun Anggraini
1701203010028
Latar Belakang
Tujuan perusahaan jika hanya untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya sudah
tidak relevan lagi di masa sekarang karena tanggung jawab perusahaan tidak hanya pada pemilik
saja. Tanggung jawab pada semua stakeholder menjadi sangat penting sehingga hal ini menjadi
tuntutan bagi perusahaan agar dapat menimbang semua strategi yang diambil dan dampaknya
pada stakeholder tersebut. Menurut Trischler (1996), ia mengatakan bahwa Stakeholder adalah
“a person or group who has an interest in or benefits from outputs of a business”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa stakeholder pada suatu perusahaan terdiri dari para pelanggan dan pemasok,
manajer perusahaan, para pegawai dan pekerja, kreditor, masyarakat luas dan pemerintah. Untuk
dapat menetapkan tujuan yang mencakup semua stakeholder, maka tujuan yang awalnya profit
oriented berubah menjadi value oriented. Dengan berpedoman pada pencapaian nilai yang
maksimal maka perusahaan harus dapat mengolah sumber daya yang terbatas untuk dapat
menghasilkan nilai yang maksimal kepada para pemakai barang yang dihasilkan.
Pada kasus perusahaan publik yaitu pada PT. Ultrajaya Milk Industri and Trading
Company, Tbk. Nilai perusahaan tersebut dikaitkan dengan nilai saham yang beredar di pasar.
Tujuan perusahaan publik tersebut yaitu memperdagangkan sahamnya di bursa efek Indonesia
yaitu untuk dapat memaksimalkan nilai saham karena nilai saham yang ada merupakan kekayaan
bagi para pemegang sahamnya. Keinginan pemilik untuk dapat memaksimalkan nilai ekuitas
seringkali bertentangan dengan keinginan manajemen yang sehari-harinya menjalankan
operasional perusahaan. Hal tersebut dapat disadari karena adanya separation of ownership and
control antara pemilik dan manajemen perusahaan. Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan
menjadi kurang memiliki kontrol atas manajemennya yang menjalankan operasional perusahaan.
Tujuan yang diinginkan oleh manajemen dapat berbeda dengan tujuan yang diinginkan
oleh pemilik perusahaan. Penelitian yang diteliti oleh Donaldson, ia berkesimpulan bahwa
manajer dipengaruhi oleh dua motivasi dasar yaitu Survival (Organizational survival dapat
diartikan bahwa manajemen akan selalu mencoba untuk memerintahkan sumber daya yang
cukup untuk dapat menghindari perusahaan keluar dari bisnis) dan Independence and self-
sufficiency (ini adalah kebebasan untuk membuat keputusan tanpa menghadapi pihak eksternal
atau tergantung pada pasar keuangan luar). Dapat disimpulkan bahwa tujuan dasar dari seorang
manajer yaitu the maximization of corporate wealth. Corporate wealth merupakan kekayaan
perusahaan dimana menejemen memiliki kontrol dan jarang diasosiasikan dengan ukuran (size)
dan pertumbuhan (growth) pada perusahaan. Dengan berpedoman ukuran (size) perusahaan,
maka banyak manajer yang bersaing dan berlomba-lomba untuk berinvestasi besar-besaran tanpa
mempertimbangkan nilai tambah yang dihasilkan dari investasi tersebut. Tentunya pemilik
perusahaan dirugikan dengan adanya empire building ini, sehingga sangat diperlukan suatu alat
untuk dapat mengukur kinerja manajemen yang berdasarkan nilai atau value building
measurement dan bukan berdasarkan laba ataupun ukuran.
Penetapan tujuan yang benar akan berpengaruh pada proses pencapaian tujuan dan
pengukuran kinerja. Kesalahan pengukuran kinerja dapat mengakibatkan kesalahan dalam
memberi imbalan atas prestasi yang ada. Kinerja dan prestasi manajemen yang diukur dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan tidak dapat dipertanggung jawabkan karena rasio keuangan
yang diperoleh sangat bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan.
Beberapa rasio keuangan yang digunakan sebagai alat ukur kinerja manajemen yaitu laba per
saham (earning per share), tingkat pertumbuhan laba (earnings growth) dan tingkat
pengembalian (rate of return).
Kata “earnings” sering digunakan untuk mengacu pada laba (income). Dalam akuntansi,
laba dapat mengukur keberhasilan operasi pada suatu perusahaan selama periode tertentu.
Laporan laba rugi menyediakan berbagai informasi yang dapat membantu para investor dan
kreditor dalam memperkirakan jumlah, waktu dan ketidakpastian suatu penerimaan untuk yang
akan datang. Dalam menyusun laporan laba rugi, metode akuntansi yang digunakan dapat
mempengaruhi besar kecilnya laba yang dihasilkan. Perbedaan metode pada penilaian persediaan
dan penyusutan aktiva tetap antar periode dapat menghasilkan hasil laba yang berbeda. Pemilik
perusahaan sering sekali tidak mempertimbangkan hal ini dalam mengukur suatu keberhasilan
operasi perusahaannya. Para pemilik perusahaan cenderung untuk membandingkan laporan laba
rugi antar periode untuk menentukan seberapa baik kinerja manajemennya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa earnings ataupun laba bukanlah alat ukur yang tepat digunakan secara
independen untuk mengevaluasi kinerja suatu manajemen.
Earnings growth (pertumbuhan laba) merupakan indikator kinerja yang menyesatkan
karena pertumbuhan laba tidak mempertimbangkan besar atau kecilnya nilai tambah yang
Sebagai contohnya ada dua perusahaan yang berbeda, misalkan study kasus pada perusahaan PT.
Indofood Sukses Makmur, Tbk dan PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk.
Kedua perusahaan tersebut menghasilkan laba yang sama dan memiliki pertumbuhan laba yang
sama juga. Pada perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk harus investasi lebih banyak
modal daripada perusahaan PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk untuk dapat
menjaga tingkat pertumbuhan labanya. Dalam hal ini, perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur,
Tbk lebih cenderung untuk berinvestasi dalam segala bentuk asalkan pertumbuhan laba yang
dihasilkan tetap. Tetapi sebenarnya perusahaan PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading
Company, Tbk lebih unggul karena ditinjau dari penggunaan modalnya untuk kegiatan
operasional sehingga lebih efisien jika dibandingkan dengan perusahaan PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk. Jadi pertumbuhan tanpa komitmen terhadap perencanaan modal yang baik
merupakan awal dari jatuhnya suatu perusahaan (Muktiadji, 2012).
Return on investment (ROI) merupakan alat ukur yang sangat umum digunakan untuk
dapat mengukur kinerja sebuah pusat investasi. Bierman and Dyckman (1976) menjelaskan
bahwa ROI measures how effectively the company’s assets are used to generate profits. Rumus
untuk menghitung ROI adalah laba operasi yang dibagi dengan investasi rata-rata selama satu
periode. ROI lebih baik jika dibandingkan dengan earnings karena laba dari kegiatan operasi
perusahaan saja yang dipertimbangkan. Secara umum ROI digunakan sebagai pedoman
manajemen dalam menerima sebuah project baru. Hanya project dengan rate of return lebih
besar daripada ROI suatu divisi atau perusahaan yang dapat diterima. Dengan adanya hal ini,
maka manajemen didorong agar dapat mengambil investasi-investasi yang dapat meningkatkan
rate of return perusahaan. Manajemen juga lebih memperhatikan cost efficiency dalam suatu
perencanaan dan strateginya.
Return on investment (ROI) juga memiliki kelemahan yaitu kecenderungan manajer
divisi tersebut melewatkan project-project yang dapat menurunkan divisional ROI, walaupun
sebenarnya project-project tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara
keseluruhan. Menurut Hansen and Mowen (1994), Manajemen juga lebih cenderung untuk
berfokus pada tujuan jangka pendek saja dan tidak pada tujuan jangka panjang. Mungkin project
dapat meningkatkan laba dan ROI dalam jangka pendek, tetapi project tersebut memiliki
konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Konsekuensi negatif yaitu berupa pemutusan
hubungan kerja beberapa tenaga penjualan, pengurangan budget pemasaran, dan penggunaan
bahan baku yang relatif murah sehingga menurunkan kwalitas produk di jangka panjang.
Study kasus pada PT. Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk yang diteliti
pada tahun 2013 oleh Sukmawardhani, untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan tersebut
jika diukur dengan ROI. Jika dilihat dari perbandingan ROI dan WACC PT. Ultrajaya Milk
Industri and Trading Company, Tbk. Periode 2007-2011 dapat diketahui bahwa kinerja keuangan
PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk memiliki kondisi yang tidak stabil dan
pada periode tersebut perusahaan juga memiliki nilai biaya modal yang tidak efektif sehingga
tidak dapat memenuhi harapan para investor dalam memberikan tingkat pengembalian investasi.
Jadi perusahaan perlu memperhatikan kembali keputusan-keputusan investasi yang sudah
diambil agar dapat menciptakan nilai positif bagi investor.
Tahun ROI (%) WACC (%)
2007 2,23 5,26
2008 17,39 24,11
2009 3,52 5,81
2010 5,36 7,64
2011 4,65 6,45
Perbandingan ROI dan WACC PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company,
Tbk periode 2007-2011
Dengan adanya distorsi akuntansi tersebut, maka pengukuran kinerja berdasarkan laba
per saham (earning per share), tingkat pertumbuhan laba (earnings growth) dan tingkat
pengembalian (rate of return) tidak akan efektif lagi karena pengukuran yang berdasarkan rasio
ini tidak dapat diandalkan dalam mengukur nilai tambah yang tercipta dalam periode tertentu,
maka kritik yang diajukan mengenai seberapa valid pengukuran kinerja berdasarkan rasio
keuangan dapat menunjukkan kinerja sebenarnya dari manajemen perusahaan tersebut.
Adanya Economic Value Added (EVA) menjadi relevan dan menjadi motivasi bagi
perusahaan untuk dapat mengukur suatu kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena
merupakan ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari
aktivitas ataupun strategi manajemen. Economic Value Added dapat membantu manajemen
dalam hal menetapkan tujuan internal (internal goal setting) perusahaan supaya tujuan
berpedoman pada implikasi jangka panjang dan bukan jangka pendek saja. Dalam hal
mengevaluasi kinerja rutin (performance assessment), Economic Value Added menjadi kriteria
yang sangat penting untuk menilai suatu kinerja manajemen. Penetapan kriteria penilaian yang
benar akan berpengaruh pada motivasi dan cara kerja suatu manajemen, yang keseluruhannya
mempengaruhi sistem penggajian ataupun insentif dalam suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Dyckman, Thomas R. dan Jr, Harold Bierman. 1976. Managerial Cost Accounting, Second
Edition. New York: Macmillan.
Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 1994. Management Accounting, Third Edition,
incinnati. Ohio: South-Western.
Muktiadji, Nusa. 2012. Analisis Pertumbuhan berkesinambungan terhadap Nilai Pasar
Perusahaan (study kasus pada PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk dan PT. Ultrajaya Milk
Industry, Tbk), hlm.1-13.
Sukmawardhani, Anindya. 2013. Analisis Return On investment income dengan pendekatan Du
Pont System untuk Menilai kinerja Keuangan Perusahaan (Study kasus pada
PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk yang terdaftar BEI periode 2007-
2011), Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.1 No.2. hlm.45-56
Trischler, William E. 1996. Understanding and Applying Value-Added Assessment, Eliminating
Business Process Waste, Milwaukee. Wisconsin: ASQC Press Quality.
2. Dalam beberapa minggu terakhir, materi kuliah akuntansi keprilakuan telah membahas
sejumlah aspek dan behavioral accounting, baik isu pada tingkat nasional maupun pada
tingkat global khususnya yang menyangkut CSR atau “doing good”. Jelaskan apa saja alasan
atau motivasi perusahaan dalam menarapkan CSR?
Jawaban:
Menurut Kiroyan yang dikutip dari Sayekti dan Wondabio (2007), perusahaan berharap jika
dengan menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial
perusahaan dapat memperoleh legitimasi sosial dan dapat memaksimalkan ukuran keuangan
untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) berharap akan direspon positif oleh para
pelaku pasar seperti investor dan kreditur yang nantinya dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
Selain itu menurut Deegan (dalam Chariri dan Ghozali, 2007) alasan yang mendorong
praktik pengungkapan tanggungjawab sosial (CSR) dan lingkungan antara lain:
a. Mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-undang
b. Pertimbangan rasionalitas ekonomi
c. Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas
d. Mematuhi persyaratan peminjaman
e. Mematuhi harapan masyarakat
f. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan
g. Mengelola kelompok stakeholder tertentu
h. Menarik dana investasi
i. Mematuhi persyaratan industri
j. Memenangkan penghargaan pelaporan
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam dan Chairiri, Anis. 2007. Teori Akuntansi. Edisi 3. Universitas Diponegoro,
Semarang
Kiroyan, Noke. 2007. Corporate Social Responsibility now the law in Indonesia. Jakarta
3. Di Amerika serikat, dilaporkan rasio kenaikan renumerasi para CEO dibandingkan pekerja
lainnya meningkat 5% di tahun 70an dan peningkatan ini menjadi 30% di akhir abad
tersebut. Tren yang sama terjadi di belahan dunia lainnya, misalnya sebuah tulisan
melaporkan bahwa “CEO pay harus grown 90 times faster than typical worker pay since
1978”. Apakah trend ini mencerminkan peningkatan kwalitas managerial atau semakin
rendahnya kontrol terhadap corporate governance sehingga para manajer dapat memutuskan
untuk memberikan bonus yang besar kepada mereka sendiri? Berikan analisis yang
mendalam dari sudut pandang akuntansi keperilakuan.
Jawaban:
DAFTAR PUSTAKA
Murphy, Kevin. 2004. Ceo Pay And Appointments: A Market-Based Explanation For Recent
Trends. Hlm. 1-9
Harris, Jared and Philip Bromiley. 2007. Incentives to Cheat: The Influence of Executive
Compensation and Firm Performance on Financial Misrepresentation. Vol.18, No. 3.
Hlm.350-367
4. Sebuah studi dibidang akuntansi keprilakuan melaporkan: “dewan komisaris memegang
peranan penting dalam menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam
prakteknya, di indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris sama sekali tidak
menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi, Dewan
Komisaris sering kali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta
bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat
menunjukkan independensinya. Dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk
mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham
mayoritas”. Buatlah sebuah essay singkat (lengkap dengan bahagian pembuka, isi dan
penutup) menyangkut dengan pernyataan diatas.
A. Dewan Komisaris
1. Pengertian
Dewan komisaris yaitu sebuah dewan yang memiliki tugas untuk dapat melakukan
pengawasan secara umum atau khusus yang sesuai dengan anggaran dasar serta dapat
memberikan nasihat pada Direksi. Di Indonesia, Dewan Komisaris dipilih oleh RUPS.
Dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dijabarkan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris.
DAFTAR PUSTAKA
Forum for Corporate Governance in Indonesia. “Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit
dalam Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”. http://www.google.com.
Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006. “Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia.” http://www.google.com.
Linoputri, Ferima Purmateti. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini
Audit Going Concern. Semarang.
Sawyer, Lawrence B, Morimer A Dittenhofer, James H Scheiner. 2005. Edisi Lima. Internal
Auditing. Jakarta: Salemba Empat.