Anda di halaman 1dari 19

TUGAS FINAL

Diajukan untuk melengkapi tugas final


Mata Kuliah Akuntansi Keperilakuan
Kelas Akuntansi Syariah (Sabtu, 16.00-18.00)

OLEH:
Yuyun Anggraini
1701203010028

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
TAHUN 2019
Soal
1. Mengapa manajemen cenderung memiliki tujuan jangka pendek? Buatlah sebuah case study
yang mengambarkan situasi ini, berikan latar belakang dan motivasi tindakan dari setiap
karakter yang ada dalam narasi anda.
2. Dalam beberapa minggu terakhir, materi kuliah akuntansi keprilakuan telah membahas
sejumlah aspek dan behavioral accounting, baik isu pada tingkat nasional maupun pada
tingkat global khususnya yang menyangkut CSR atau “doing good”. Jelaskan apa saja alasan
atau motivasi perusahaan dalam menarapkan CSR?
3. Di amerika serikat, dilaporkan rasio kenaikan renumerasi para CEO dibandingkan pekerja
lainnya meningkat 5% di tahun 70an dan peningkatan ini menjadi 30% di akhir abad
tersebut. Tren yang sama terjadi di belahan dunia lainnya, misalnya sebuah tulisan
melaporkan bahwa “CEO pay harus grown 90 times faster than typical worker pay since
1978”. Apakah trend ini mencerminkan peningkatan kwalitas managerial atau semakin
rendahnya kontrol terhadap corporate governance sehingga para manajer dapat memutuskan
untuk memberikan bonus yang besar kepada mereka sendiri? Berikan analisis yang
mendalam dari sudut pandan akuntansi keperilakuan.
4. Sebuah studi dibidang akuntansi keprilakuan melaporkan: “dewan komisaris memegang
peranan penting dalam menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam
prakteknya, di indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris sama sekali tidak
menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi, Dewan
Komisaris sering kali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta
bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat
menunjukkan independensinya. Dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk
mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham
mayoritas”. Buatlah sebuah essay singkat (lengkap dengan bahagian pembuka, isi dan
penutup) menyangkut dengan pernyataan diatas.
1. Mengapa manajemen cenderung memiliki tujuan jangka pendek? Buatlah sebuah case study
yang mengambarkan situasi ini, berikan latar belakang dan motivasi tindakan dari setiap
karakter yang ada dalam narasi anda.

Latar Belakang
Tujuan perusahaan jika hanya untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya sudah
tidak relevan lagi di masa sekarang karena tanggung jawab perusahaan tidak hanya pada pemilik
saja. Tanggung jawab pada semua stakeholder menjadi sangat penting sehingga hal ini menjadi
tuntutan bagi perusahaan agar dapat menimbang semua strategi yang diambil dan dampaknya
pada stakeholder tersebut. Menurut Trischler (1996), ia mengatakan bahwa Stakeholder adalah
“a person or group who has an interest in or benefits from outputs of a business”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa stakeholder pada suatu perusahaan terdiri dari para pelanggan dan pemasok,
manajer perusahaan, para pegawai dan pekerja, kreditor, masyarakat luas dan pemerintah. Untuk
dapat menetapkan tujuan yang mencakup semua stakeholder, maka tujuan yang awalnya profit
oriented berubah menjadi value oriented. Dengan berpedoman pada pencapaian nilai yang
maksimal maka perusahaan harus dapat mengolah sumber daya yang terbatas untuk dapat
menghasilkan nilai yang maksimal kepada para pemakai barang yang dihasilkan.
Pada kasus perusahaan publik yaitu pada PT. Ultrajaya Milk Industri and Trading
Company, Tbk. Nilai perusahaan tersebut dikaitkan dengan nilai saham yang beredar di pasar.
Tujuan perusahaan publik tersebut yaitu memperdagangkan sahamnya di bursa efek Indonesia
yaitu untuk dapat memaksimalkan nilai saham karena nilai saham yang ada merupakan kekayaan
bagi para pemegang sahamnya. Keinginan pemilik untuk dapat memaksimalkan nilai ekuitas
seringkali bertentangan dengan keinginan manajemen yang sehari-harinya menjalankan
operasional perusahaan. Hal tersebut dapat disadari karena adanya separation of ownership and
control antara pemilik dan manajemen perusahaan. Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan
menjadi kurang memiliki kontrol atas manajemennya yang menjalankan operasional perusahaan.
Tujuan yang diinginkan oleh manajemen dapat berbeda dengan tujuan yang diinginkan
oleh pemilik perusahaan. Penelitian yang diteliti oleh Donaldson, ia berkesimpulan bahwa
manajer dipengaruhi oleh dua motivasi dasar yaitu Survival (Organizational survival dapat
diartikan bahwa manajemen akan selalu mencoba untuk memerintahkan sumber daya yang
cukup untuk dapat menghindari perusahaan keluar dari bisnis) dan Independence and self-
sufficiency (ini adalah kebebasan untuk membuat keputusan tanpa menghadapi pihak eksternal
atau tergantung pada pasar keuangan luar). Dapat disimpulkan bahwa tujuan dasar dari seorang
manajer yaitu the maximization of corporate wealth. Corporate wealth merupakan kekayaan
perusahaan dimana menejemen memiliki kontrol dan jarang diasosiasikan dengan ukuran (size)
dan pertumbuhan (growth) pada perusahaan. Dengan berpedoman ukuran (size) perusahaan,
maka banyak manajer yang bersaing dan berlomba-lomba untuk berinvestasi besar-besaran tanpa
mempertimbangkan nilai tambah yang dihasilkan dari investasi tersebut. Tentunya pemilik
perusahaan dirugikan dengan adanya empire building ini, sehingga sangat diperlukan suatu alat
untuk dapat mengukur kinerja manajemen yang berdasarkan nilai atau value building
measurement dan bukan berdasarkan laba ataupun ukuran.
Penetapan tujuan yang benar akan berpengaruh pada proses pencapaian tujuan dan
pengukuran kinerja. Kesalahan pengukuran kinerja dapat mengakibatkan kesalahan dalam
memberi imbalan atas prestasi yang ada. Kinerja dan prestasi manajemen yang diukur dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan tidak dapat dipertanggung jawabkan karena rasio keuangan
yang diperoleh sangat bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan.
Beberapa rasio keuangan yang digunakan sebagai alat ukur kinerja manajemen yaitu laba per
saham (earning per share), tingkat pertumbuhan laba (earnings growth) dan tingkat
pengembalian (rate of return).
Kata “earnings” sering digunakan untuk mengacu pada laba (income). Dalam akuntansi,
laba dapat mengukur keberhasilan operasi pada suatu perusahaan selama periode tertentu.
Laporan laba rugi menyediakan berbagai informasi yang dapat membantu para investor dan
kreditor dalam memperkirakan jumlah, waktu dan ketidakpastian suatu penerimaan untuk yang
akan datang. Dalam menyusun laporan laba rugi, metode akuntansi yang digunakan dapat
mempengaruhi besar kecilnya laba yang dihasilkan. Perbedaan metode pada penilaian persediaan
dan penyusutan aktiva tetap antar periode dapat menghasilkan hasil laba yang berbeda. Pemilik
perusahaan sering sekali tidak mempertimbangkan hal ini dalam mengukur suatu keberhasilan
operasi perusahaannya. Para pemilik perusahaan cenderung untuk membandingkan laporan laba
rugi antar periode untuk menentukan seberapa baik kinerja manajemennya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa earnings ataupun laba bukanlah alat ukur yang tepat digunakan secara
independen untuk mengevaluasi kinerja suatu manajemen.
Earnings growth (pertumbuhan laba) merupakan indikator kinerja yang menyesatkan
karena pertumbuhan laba tidak mempertimbangkan besar atau kecilnya nilai tambah yang
Sebagai contohnya ada dua perusahaan yang berbeda, misalkan study kasus pada perusahaan PT.
Indofood Sukses Makmur, Tbk dan PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk.
Kedua perusahaan tersebut menghasilkan laba yang sama dan memiliki pertumbuhan laba yang
sama juga. Pada perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk harus investasi lebih banyak
modal daripada perusahaan PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk untuk dapat
menjaga tingkat pertumbuhan labanya. Dalam hal ini, perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur,
Tbk lebih cenderung untuk berinvestasi dalam segala bentuk asalkan pertumbuhan laba yang
dihasilkan tetap. Tetapi sebenarnya perusahaan PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading
Company, Tbk lebih unggul karena ditinjau dari penggunaan modalnya untuk kegiatan
operasional sehingga lebih efisien jika dibandingkan dengan perusahaan PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk. Jadi pertumbuhan tanpa komitmen terhadap perencanaan modal yang baik
merupakan awal dari jatuhnya suatu perusahaan (Muktiadji, 2012).
Return on investment (ROI) merupakan alat ukur yang sangat umum digunakan untuk
dapat mengukur kinerja sebuah pusat investasi. Bierman and Dyckman (1976) menjelaskan
bahwa ROI measures how effectively the company’s assets are used to generate profits. Rumus
untuk menghitung ROI adalah laba operasi yang dibagi dengan investasi rata-rata selama satu
periode. ROI lebih baik jika dibandingkan dengan earnings karena laba dari kegiatan operasi
perusahaan saja yang dipertimbangkan. Secara umum ROI digunakan sebagai pedoman
manajemen dalam menerima sebuah project baru. Hanya project dengan rate of return lebih
besar daripada ROI suatu divisi atau perusahaan yang dapat diterima. Dengan adanya hal ini,
maka manajemen didorong agar dapat mengambil investasi-investasi yang dapat meningkatkan
rate of return perusahaan. Manajemen juga lebih memperhatikan cost efficiency dalam suatu
perencanaan dan strateginya.
Return on investment (ROI) juga memiliki kelemahan yaitu kecenderungan manajer
divisi tersebut melewatkan project-project yang dapat menurunkan divisional ROI, walaupun
sebenarnya project-project tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara
keseluruhan. Menurut Hansen and Mowen (1994), Manajemen juga lebih cenderung untuk
berfokus pada tujuan jangka pendek saja dan tidak pada tujuan jangka panjang. Mungkin project
dapat meningkatkan laba dan ROI dalam jangka pendek, tetapi project tersebut memiliki
konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Konsekuensi negatif yaitu berupa pemutusan
hubungan kerja beberapa tenaga penjualan, pengurangan budget pemasaran, dan penggunaan
bahan baku yang relatif murah sehingga menurunkan kwalitas produk di jangka panjang.
Study kasus pada PT. Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk yang diteliti
pada tahun 2013 oleh Sukmawardhani, untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan tersebut
jika diukur dengan ROI. Jika dilihat dari perbandingan ROI dan WACC PT. Ultrajaya Milk
Industri and Trading Company, Tbk. Periode 2007-2011 dapat diketahui bahwa kinerja keuangan
PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk memiliki kondisi yang tidak stabil dan
pada periode tersebut perusahaan juga memiliki nilai biaya modal yang tidak efektif sehingga
tidak dapat memenuhi harapan para investor dalam memberikan tingkat pengembalian investasi.
Jadi perusahaan perlu memperhatikan kembali keputusan-keputusan investasi yang sudah
diambil agar dapat menciptakan nilai positif bagi investor.
Tahun ROI (%) WACC (%)
2007 2,23 5,26
2008 17,39 24,11
2009 3,52 5,81
2010 5,36 7,64
2011 4,65 6,45
Perbandingan ROI dan WACC PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company,
Tbk periode 2007-2011

Dengan adanya distorsi akuntansi tersebut, maka pengukuran kinerja berdasarkan laba
per saham (earning per share), tingkat pertumbuhan laba (earnings growth) dan tingkat
pengembalian (rate of return) tidak akan efektif lagi karena pengukuran yang berdasarkan rasio
ini tidak dapat diandalkan dalam mengukur nilai tambah yang tercipta dalam periode tertentu,
maka kritik yang diajukan mengenai seberapa valid pengukuran kinerja berdasarkan rasio
keuangan dapat menunjukkan kinerja sebenarnya dari manajemen perusahaan tersebut.
Adanya Economic Value Added (EVA) menjadi relevan dan menjadi motivasi bagi
perusahaan untuk dapat mengukur suatu kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena
merupakan ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari
aktivitas ataupun strategi manajemen. Economic Value Added dapat membantu manajemen
dalam hal menetapkan tujuan internal (internal goal setting) perusahaan supaya tujuan
berpedoman pada implikasi jangka panjang dan bukan jangka pendek saja. Dalam hal
mengevaluasi kinerja rutin (performance assessment), Economic Value Added menjadi kriteria
yang sangat penting untuk menilai suatu kinerja manajemen. Penetapan kriteria penilaian yang
benar akan berpengaruh pada motivasi dan cara kerja suatu manajemen, yang keseluruhannya
mempengaruhi sistem penggajian ataupun insentif dalam suatu perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Dyckman, Thomas R. dan Jr, Harold Bierman. 1976. Managerial Cost Accounting, Second
Edition. New York: Macmillan.
Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 1994. Management Accounting, Third Edition,
incinnati. Ohio: South-Western.
Muktiadji, Nusa. 2012. Analisis Pertumbuhan berkesinambungan terhadap Nilai Pasar
Perusahaan (study kasus pada PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk dan PT. Ultrajaya Milk
Industry, Tbk), hlm.1-13.
Sukmawardhani, Anindya. 2013. Analisis Return On investment income dengan pendekatan Du
Pont System untuk Menilai kinerja Keuangan Perusahaan (Study kasus pada
PT.Ultrajaya Milk Industri and Trading Company, Tbk yang terdaftar BEI periode 2007-
2011), Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.1 No.2. hlm.45-56
Trischler, William E. 1996. Understanding and Applying Value-Added Assessment, Eliminating
Business Process Waste, Milwaukee. Wisconsin: ASQC Press Quality.
2. Dalam beberapa minggu terakhir, materi kuliah akuntansi keprilakuan telah membahas
sejumlah aspek dan behavioral accounting, baik isu pada tingkat nasional maupun pada
tingkat global khususnya yang menyangkut CSR atau “doing good”. Jelaskan apa saja alasan
atau motivasi perusahaan dalam menarapkan CSR?

Jawaban:
 Menurut Kiroyan yang dikutip dari Sayekti dan Wondabio (2007), perusahaan berharap jika
dengan menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial
perusahaan dapat memperoleh legitimasi sosial dan dapat memaksimalkan ukuran keuangan
untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) berharap akan direspon positif oleh para
pelaku pasar seperti investor dan kreditur yang nantinya dapat meningkatkan nilai
perusahaan.

 Selain itu menurut Deegan (dalam Chariri dan Ghozali, 2007) alasan yang mendorong
praktik pengungkapan tanggungjawab sosial (CSR) dan lingkungan antara lain:
a. Mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-undang
b. Pertimbangan rasionalitas ekonomi
c. Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas
d. Mematuhi persyaratan peminjaman
e. Mematuhi harapan masyarakat
f. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan
g. Mengelola kelompok stakeholder tertentu
h. Menarik dana investasi
i. Mematuhi persyaratan industri
j. Memenangkan penghargaan pelaporan

 Beberapa alasan lain perusahaan menerapkan CSR yaitu:


a. Mengharapkan social licence to operate. Masyarakat sekitar perusahaan merupakan
komunitas utama bagi perusahaan. Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan
perusahaan maka dengan sendirinya mereka ikut merasa seakan-akan memiliki
perusahaan dan mempunyai hak pada perusahaan tersebut. Sebagai imbalan yang
diberikan ke perusahaan paling tidak adalah keleluasaan perusahaan dalam menjalankan
roda bisnisnya di wilayah tersebut. Jadi program CSR diharapkan agar menjadi bagian
dari asuransi sosial (social insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi
positif dari masyarakat terhadap eksistensi perusahaan.
b. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. Implementasi program Corporate
Social Responsibility (CSR) tentunya akan menambah frekuensi komunikasi dengan
stakeholders. Nuansa seperti ini dapat membentangkan karpet merah terbentuknya
kepercayaan pada perusahaan.
c. Mereduksi risiko bisnis perusahaan. Perusahaan harus menyadari bahwa kegagalan
untuk memenuhi ekspektasi stakeholders akan menjadi bom waktu yang dapat memicu
risiko yang tidak diharapkan. Apabila itu terjadi maka perusahaan menanggung
opportunity loss. Selain itu, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya yang lebih besar
dibandingkan mengimplementasikan CSR.
d. Memperbaiki hubungan dengan regulator. Perusahaan yang menerapkan program
Corporate Social Responsibility (CSR) maka pada dasarnya merupakan upaya untuk
meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi
penanggungjawab utama dalam mensejahterakan masyarakat dan melestarikan
lingkungan. Dan tanpa bantuan dari perusahaan maka terlalu berat pemerintah untuk
menanggung sendiri beban tersebut.
e. Mempertahankan, membangun reputasi dan brand image perusahaan. Perbuatan
destruktif dapat menurunkan reputasi perusahaan. Begitu pun sebaliknya, konstribusi
positif akan mendongkrak reputasi perusahaan. Inilah yang menjadi modal non-financial
utama bagi perusahaan dan stakeholdes yang menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk
tumbuh secara berkelanjutan.
f. Mereduksi biaya. Banyak contoh yang menggambarkan profit suatu perusahaan yang
didapat dari penghematan biaya yang merupakan buah dari implementasi dari penerapan
program tanggung jawab sosialnya. Contohnya yaitu upaya untuk mereduksi limbah
melalui proses recycle ataupun daur ulang kedalam siklus produksi.
g. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang diberikan
oleh para pelaku CSR umumnya sudah jauh melebihi standar normatif kewajiban yang
dibebankan pada perusahaan. Oleh sebab itu, wajar apabila karyawan menjadi terpacu
untuk meningkatkan kinerjanya.
h. Melebarkan akses sumber daya. Track record yang baik dalam pengelolaan Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat
membantu untuk memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.
i. Membentangkan akses menuju market. Investasi yang ditanamkan untuk program
Corporate Social Responsibility (CSR) dapat menjadi tiket bagi perusahaan untuk
menuju peluang pasar yang terbuka lebar. Termasuk memupuk loyalitas konsumen dan
menembus pangsa pasar baru.

DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Imam dan Chairiri, Anis. 2007. Teori Akuntansi. Edisi 3. Universitas Diponegoro,
Semarang
Kiroyan, Noke. 2007. Corporate Social Responsibility now the law in Indonesia. Jakarta
3. Di Amerika serikat, dilaporkan rasio kenaikan renumerasi para CEO dibandingkan pekerja
lainnya meningkat 5% di tahun 70an dan peningkatan ini menjadi 30% di akhir abad
tersebut. Tren yang sama terjadi di belahan dunia lainnya, misalnya sebuah tulisan
melaporkan bahwa “CEO pay harus grown 90 times faster than typical worker pay since
1978”. Apakah trend ini mencerminkan peningkatan kwalitas managerial atau semakin
rendahnya kontrol terhadap corporate governance sehingga para manajer dapat memutuskan
untuk memberikan bonus yang besar kepada mereka sendiri? Berikan analisis yang
mendalam dari sudut pandang akuntansi keperilakuan.

Jawaban:

Analisis dari sudut pandang akuntansi keperilakuan


Dilaporkan rasio kenaikan renumerasi para CEO dibandingkan dengan pekerja lainnya
meningkat 5% di tahun 70an dan peningkatan ini menjadi 30% di akhir abad tersebut. Menurut
pendapat saya, rasio kenaikan numerasi CEO dipengaruhi oleh peningkatan kwalitas managerial
atau semakin rendahnya kontrol terhadap corporate governance. CEO yang menerima
kompensasi bonus yang lebih signifikan ketika kesepakatan yang diterima lebih besar, CEO juga
dapat menerima bonus lebih tinggi ketika mereka melaksanakan kinerja lebih banyak dan
membentuk kesepakatan tang telah dibuat oleh perusahaan. Kinerja manajerial mempengaruhi
remunirasi para CEO. Kekuatan dari manajerial berdambak pada variasi dalam bonus jika
dibandingkan usaha ataupun kinerja. Remunirasi yang diberikan sangat bergantung pada
maksimalisasi ukuran perusahaan jika dibandingkan pada nilai perusahaan dan jika CEO yang
memutuskan sendiri untuk memberikan bonus yang besar kepada mereka sendiri maka itu
merupakan pelanggaran perilaku atau kecurangan yang terjadi di perusahaan, karena CEO juga
harus mempertimbangkan kepuasan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Karena
bisa saja dengan CEO memberikan bonus terhadap diri mereka sendiri, maka akan mengurangi
jatah upah tenaga kerja dan CEO seharusnya mengambil keputusan tersebut harus
mempertimbangkan kesenangan yang diperoleh tenaga kerja. (Murphy, 2004)
Kasus di Amerika Serikat pada tahun 2009, Bernard L. Madoff, Mantan CEO NASDAG
(Bursa Saham untuk bidang Teknologi Informasi terbesar di dunia), ia melakukan manipulasi
informasi yang merugikan investor sejumlah US 150 M. hal ini menunjukkan bahwa umat
manusia sedang mengalami krisis moral. Keserakahan manusia terhadap harta kekayaan dan
keuntungan material membuat manusia lupa terhadap aturan dan etika sehingga akan merugikan
dirinya sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa etika sangat diperlukan dalam akuntansi, terutama
kesadaran dari diri sendiri untuk dapat bersifat etis. Dengan adanya penerapan perilaku etis pada
perusahaan maka akan mewujudkan good corporate governance. CEO harus mempertimbangkan
kepentingan stakeholder sehingga perusahaan tersebut mendapat kepercayaan dari kreditur,
pemegang saham, tenaga kerja dan stakeholder lainnya. Penerapan perilaku etis akan
mewujudkan integritas dan GCG secara berkesinambungan. (Harris dan Bromiley, 2007)
Pelanggaran perilaku seperti yang terjadi di Amerika Serikat itu dapat merugikan
perusahaan dan pemangku kepentingan mereka. Sehingga trend tersebut mencerminkan
peningkatan kwalitas managerial atau semakin rendahnya kontrol terhadap good corporate
governance dan dapat merugikan pihak stakeholder apabila lebih mementingkan pribadi dan
tidak mempertimbangkan kepuasan tenaga kerja, sehingga dapat menimbulkan hilangnya
kepercayaan dari kreditur, pemegang saham, tenaga kerja dan stakeholder lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Murphy, Kevin. 2004. Ceo Pay And Appointments: A Market-Based Explanation For Recent
Trends. Hlm. 1-9
Harris, Jared and Philip Bromiley. 2007. Incentives to Cheat: The Influence of Executive
Compensation and Firm Performance on Financial Misrepresentation. Vol.18, No. 3.
Hlm.350-367
4. Sebuah studi dibidang akuntansi keprilakuan melaporkan: “dewan komisaris memegang
peranan penting dalam menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam
prakteknya, di indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris sama sekali tidak
menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi, Dewan
Komisaris sering kali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta
bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat
menunjukkan independensinya. Dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk
mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham
mayoritas”. Buatlah sebuah essay singkat (lengkap dengan bahagian pembuka, isi dan
penutup) menyangkut dengan pernyataan diatas.

Jawaban dihalaman selanjutnya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada sistem two tier dalam susunan dewan terdapat Dewan Direksi (Board of Director)
dan Dewan Komisaris (Board of Commissioner). Dewan Direksi dan Dewan Komisaris
memegang peranan yang sangat penting dalam kerangka tata kelola perusahaan, sebab Dewan
Direksi sebagai pihak eksekutif yang bertanggung jawab untuk mengelola perusahaan, sementara
Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi kinerja Dewan Direksi dan kebijakan
yang dibuatnya. Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris tidak
melaksanakan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi. Dewan
Komisaris dianggap tidak memiliki manfaat, hal tersebut dilihat dalam fakta bahwa banyak
anggota Dewan Komisaris tidak mempunyai kemampuan dan tidak menunjukkan
independensinya. Dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga telah gagal untuk mewakili
kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas.
Oleh karena itu, dibutuhkan anggota Dewan Komisaris yang memiliki integritas,
kemampuan, tidak cacat hukum, independen dan tidak memiliki hubungan bisnis dengan
pemegang saham mayoritas (pemegang saham pengendali) dan Dewan Direksi (manajemen)
baik secara langsung ataupun tidak langsung. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh
pemegang saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam RUPS. Komisaris
independen diharapkan mampu menempatkan keadilan (fairness) sebagai prinsip utama dalam
memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang sering terabaikan, misalnya pemegang saham
minoritas serta para stakeholder lainnya, sebab komisaris independen harus bebas dari
kepentingan pribadi dan urusan bisnis apapun yang dapat dianggap sebagai campur tangan untuk
bertindak demi kepentingan yang dapat menguntungkan perusahaan (Forum for Corporate
Governance in Indonesia, 2000).
Komite audit bertugas untuk membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.
Komite audit berfungsi untuk dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan meningkatkan
fungsi audit internal dan eksternal. Perusahaan yang mempunyai komite audit biasanya
mempunyai manajemen perusahaan yang sangat transparan dan akuntabel, sehingga prinsip good
corporate governance dapat diterapkan dengan baik dan benar.
Dalam penelitian Kurniawan dan Indriantoro (2000), ia menyatakan bahwa faktanya di
Indonesia peran Dewan Direksi dan komisaris sering tidak jelas. Ini disebabkan banyaknya
perusahaan Indonesia yang dikendalikan oleh keluarga dan beberapa pihak yang berpengaruh
serta pemisahan antara manajemen dan kepemilikan relatif kecil. Studi yang dilakukan oleh
Asian Development Bank dalam Kurniawan dan Indriantoro (2000), ia menemukan bahwa di
Indonesia, rata-rata lima besar pemegang saham mengendalikan antara 57% hingga melebihi
65% dari saham perusahaan. Adanya kepemilikan terpusat berhubungan negatif dengan
perlindungan investor, sebab makin terkonsentrasinya suatu kepemilikan, kepentingan investor
semakin berpotensi dimanipulasi (Prasetyantoko, 2004).
Kurniawan dan Indriantoro (2000), ia menunjukkan bahwa persentase kepemilikan terpusat
di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah sebesar 93,4%. Perusahaan-perusahaan yag berada di
Indonesia juga dikarakteristikkan dengan banyaknya perusahaan yang dimiliki oleh keluarga. Ini
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Claessens et al. (2000) dalam Febrianto
(2004), yang mengatakan bahwa lebih dari dua pertiga perusahaan publik yang berada di
Indonesia dimiliki oleh sejumlah anggota keluarga.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian secara umum tentang Dewan Komisaris?
2. Apa pengertian secara umum tentang Komite Audit?
3. Bagaimana hubungan antara Direktur Audit dengan Dewan Komisaris?
4. Bagaimana hubungan dengan Komite Audit?
5. Bagaimana hubungan pelaporan dan pengawasan dari Komite Audit?
BAB II
HUBUNGAN DENGAN DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT

A. Dewan Komisaris
1. Pengertian
Dewan komisaris yaitu sebuah dewan yang memiliki tugas untuk dapat melakukan
pengawasan secara umum atau khusus yang sesuai dengan anggaran dasar serta dapat
memberikan nasihat pada Direksi. Di Indonesia, Dewan Komisaris dipilih oleh RUPS.
Dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dijabarkan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris.

2. Tugas Dewan Komisaris


Tugas utama Dewan Komisaris yaitu Komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap
kebijakan Direksi dalam melaksanakan perseroan serta memberi nasihat keapada Direksi.
Pelaksanaan tugas Dewan Komisaris yaitu:
 Pelaksanaan rapat secara berkala satu bulan sekali.
 Pemberian nasihat, tanggapan dan persetujuan secara tepat waktu dan berdasarkan
pertimbangan yang memadai.
 Pemberdayaan komite-komite yang dimiliki Komisaris. Contohnya Komite Audit,
Komite Nominasi, dan lain-lain.
 Mendorong terlaksananya implementasi Good Corporate Governance.

3. Kewajiban Dewan Komisaris


Kewajiban Komisaris antara lain:
1. Dewan Komisaris berkewajiban untuk mengawasi kebijakan Direksi dalam
menjalankan Perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi.
2. Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab dalam
melaksanakan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan.
3. Komisaris wajib melapor pada Perseroan tentang kepemilikan sahamnya
4. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinan yang diikuti dalam
rapat.
5. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilaksanakan dan
dijalankan.
B. Komite Audit
Konsep komite audit pertama kali dikenalkan pada tahun 1939 oleh New York Stock
Exchange (NYSE). Pada awal tahun 1970-an, Komisi Sekuritas di Amerika Serikat
merekomendasi perusahaan yang listing di bursa efek dengan menyusun komite audit meliputi
non-executive directors dan pada tahun 1979 NYSE menentukan persyaratan bahwa setiap
anggota komite audit haruslah dari kalangan independen.
Dalam keputusan Bapepam nomor Kep-29/PM/2004 disebutkan bahwa komite audit terdiri
dari sekurang-kurangnya satu komisaris independen yang dapat bertindak sebagai ketua komite
audit dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lain yang bersal dari luar emiten atau dari
perusahaan publik. Menurut Vafes dalam penelitian Nugroho (2014) menyatakan bahwwa rata-
rata jumlah dari komite audit adalah sekitar tiga sampai empat orang.
Menurut Komite Nasional kebijakan Governance (2006), Komite Audit bertugas dalam
membantu Dewan Komisaris untuk dapat memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal
perusahaan dijalankan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilakukan
sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dijalankan oleh
manajemen
Dalam pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional
Kebijakan Corporate Governance (KNKCG), Komite audit memproses calon auditor eksternal
dan termasuk imbalan jasanya untuk dapat disampaikan kepada Dewan Komisaris. Jumlah
anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap
memperhatikan efektifitas dalam mengambil suatu keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya
telah tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang
menghimpun dan mengelola dana masyarakat dan perusahaan yang produk atau jasanya yang
digunakan oleh masyarakat serta perusahaan yang memiliki dampak luas terhadap terhadap
kelestarian lingkungan, minimalnya harus membentuk Komite Audit. Komite Audit diketuai oleh
komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari luar perusahaan tersebut. Salah seorang
dari anggota harus mempunyai latar belakang dan kemampuan akuntansi dan keuangan.
C. Direktur Audit dan Dewan Komisaris (Pelaporan kepada Dewan dan Manajemen
Senior), merekomendasikan:
 Direktur Audit hendaknya mengirimkan laporan-laporan aktivitas tahunan kepada
manajemen senior dan dewan komisaris
 Laporan-laporan aktivitas hendaknya menyoroti observasi dan rekomendasi dari
penugasan secara signifikan
 Menyampaikan informasi pada manajemen senior dan dewan komisaris tentang setiap
penyimpangan signifikan dari kerangka kerja penugasan yang sudah disetujui, rencana
penempatan staf, dan anggaran keuangan.

D. Hubungan dengan Komite Audit


Terdapat kemungkinan bahwa adanya kelompok pengawasan lain di dalam organisasi yang
melaksanakan fungsi-fungsi yang biasa dimiliki oleh komite audit tetapi memiliki nama yang
berbeda. Kelompok-kelompok tersebut seharusnya dipertimbangkan sebagai entitas pengawasan
audit yang mana direktur audit sebaiknya:
1. Dapat memberikan bantuannya untuk memastikan bahwa akta, aktivitas, dan proses yang
telah mereka lakukan berjalan dengan benar
2. Dapat memastikan bahwa akta, peranan, dan aktivitas dari audit internal telah jelas
dimengerti dan responsive terhadap kebutuhan-kebutuhan dari komite audit dan dewan
3. Dapat memelihara komunikasi yang terbuka dan efektif dengan komite audit dan ketuanya

E. Hubungan Pelaporan dan Pengawasan dari Komite Audit


a. Hubungan pelaporan. Pembebanan tanggung jawab secara efektif dari audit internal
dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaporan keuangan,
penyelenggaraan perusahaan dan kontrol perusahaan yang akan membutuhkan sebuah
hubungan pelaporan dengan komite audit dari dewan.
b. Hubungan pengawasan. Komite audit seharusnya melaksanakan sebuah peran
pengawasan yang aktif sehubungan dengan aktivitas audit internal. Untuk memastikan
bahwa fungsi audit internal telah seimbang, maka komite seharusnya dapat
mempertimbangkan filosofi audit dari perusahaan, independens audit perusahaan dan
masalah-masalah logistic seperti jumlah dan lokasi staf.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Komite Audit dibentuk untuk membantu Dewan Komisaris
untuk dapat mengawasi kinerja kegiatan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan
eksternal di dalam perusahaan agar dapat mempertahankan independensinya Komite Audit
beranggotakan Komisaris Independen dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan
memiliki tanggung jawab utama yaitu untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan
tanggung jawabnya terutama dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijakan
akuntansi perusahaan, pengawasan internal dan sistem pelaporan keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Forum for Corporate Governance in Indonesia. “Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit
dalam Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”. http://www.google.com.

Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006. “Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia.” http://www.google.com.

Linoputri, Ferima Purmateti. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini
Audit Going Concern. Semarang.

Sawyer, Lawrence B, Morimer A Dittenhofer, James H Scheiner. 2005. Edisi Lima. Internal
Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai