Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara
negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun.
Mereka dapat menjadi tegang, denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan
hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali
menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun
menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Berbagai permasalahan di dalam pembinaan olahraga merupakan tantangan besar
yang harus dihadapi oleh para pembina olahraga di Indonesia. Sentral permasalahan
pembinaan olahraganya sendiri di Indone sia menjadi rancu. Sebagian orang berpendapat
bahwa atlet kurang termotivasi untuk berprestasi. Sehingga, berbagai upaya diarahkan
untuk meningkatkan motivasi atlet ter masuk di dalamnya memberdayakan motivator
dengan harapan agar atlet lebih termotivasi untuk berprestasi. Hanya sayangnya sampai
saat ini dampak pemberdayaan motivator belum juga dirasakan. Hal ini perlu menjadi
perhatian para pembina olahraga di Indonesia. Atlet serta pelatih yang telah mengakhiri
tugasnya di dalam biding keolahragaan harus tetap dapat hidup di tengah masyarakat.
Bahkan jika mungkin, mereka yang telah memiliki jasa membawa nama bangsa dan
negara di berbagai gelanggang olahraga perlu memperoleh penghargaan khusus yang
dapat memberikan jaminan hidup bagi mereka. Tanpa ada nya arah hidup yang jelas
seusai karirnya sebagai atlet atau pelatih, seorang olahragawan atau pelatih akan
senantiasa dihantui rasa tidak aman untuk menghadapi masa depannya. Dan rasa tidak
amannya ini berdampak signifikan terhadap perilakunya dalam mengikuti kegiatan
pembinaan olahraga. Karena sesungguhnya, olahraga juga merupakan sebuah karir yang
ditempuh oleh seseorang untuk memperoleh tempat hidup yang layak di masyarakat, baik
pada saat kini maupun di masa depan
Dari berbagai kondisi yang ada yang memiliki dampak signifikan di dalam usaha
seorang atlet mencapai prestasi puncak, jelaslah bahwa paradigma motivasi tidak bisa
diterapkan secara sepihak, searah dan pada konteks yang sempit karenanya, paradigma ini
harus diubah dengan cara pandang yang berbeda, dan melalui cara pandang yang berbeda
inilah diharapkan akan lebih tampak aspek-aspek tertentu yang perlu mendapat perhatian
dari pihak pembina olahraga dalam menerapkan program peningkatan motivasi atlet
dalam upaya meningkatkan prestasi mereka di arena kejuaraan nasional maupun
1
internasional. Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya dorong yang dia
miliki. Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki, maka penampilan akan
semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan kemampuan teknis dan kemampuan
fisik yang memadai. Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau
tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut
merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan
di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu.
Dari permasalahan diatas, maka penulis mengambil judul makalah Motivasi Dalam
Olahraga.

B. Rumusan Masalah
Karena begitu luasnya pembahasan mengenaistrategi dan motivasi dalam olahraga,
maka pembahasan pun dibatasi dengan rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian motivasi?
2. Apa saja fungsi motivasi?
3. Apa yang menjadi sumber motivasi?
4. Apa faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi olahraga?
5. Bagaimana cara meningkatkan motivasi olahraga?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian motivasi
2. Mengetahui fungsi motivasi
3. Mengetahui sumber motivasi
4. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi olahraga
5. Mengetahui cara meningkatkan motivasi olahraga

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Motivasi
1. David Krech (1962)
Menyatakan bahwa motivasi adalah kesatuan keingian dan tujuan yang menjadi
pendorong untuk bertingkah laku dinyatakan bahwa studi tentang motivasi adalah
studi yang mempelajari dua pertanyaan yang berbeda atas tingkahlaku individu yakni,
mengapa individu memilih tingkahlaku tertentu dan menolak tingkah laku yang
lainnya.
2. Barelson dan Steiner dalam O. Koontz (1980)
Motivasi adalah kekuatan dari dalam yang menggerakkan dan mengarahkan atau
membawa tinkah laku ke tujuan. Pada hakikatnya, rumusan ini, bila diteliti dengan
cermat, merupakan terminologi umum yang mencakup arti daya dorong, keinginan,
kebutuhan dan kemauan. Hubungan antara kebutuhan,keinginan dan kepuasan
digambarkan sebagai mata rantai yang disebut Need – want – satisfaction chain.
3. E.J Muray (1964 )
Motivasi adalah kecenderungan yang mengarahkan dan memilih tingkah laku yang
terkendali sesuai kondisi, dan kecenderungan mempertahankannya sampai tujuan
tercapai.
4. Robert.N. Singer (1986)
Motivasi adalah sebagai dorongan untuk mencapai tujuan, dorongan dari dalam
terhadap aktifitas yang bertujuan. Menurut singer motivasi itu terbagi antara dua yaitu,
dorongan (drive) fisik, dan motif sosial. Dorongan fisik adalah kecenderungan
bertingkah laku kearah pemuasan kebutuhan biologis. Motif sosial itu kompleks,
muncul dan berkembang dari sumber – sumber sosia, seperti hubungan antar manusia.
Dorongan fisik tidak dapat dipelajari, sedangkan motif sosial dapat.
5. W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo (1985), Kamlesh (1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk, yakni motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi
ekstrinsik itu bentuk motivasi yang di timbulkan oleh berbagai sumber dari luar seperti
pemberian hadiah, penghargaan, sertfikat dan sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah
dorongan alamiah yang mendorong seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena
situasi buatan.

3
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa : ”Motivasi Olahraga” adalah
keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri individu yang menimbulkan
kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan
latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Olahraga digemari anak – anak, pemuda dan para orang tua karena memiliki daya
tarik untuk mengembangkan berbagain kemampuan, menumbuhkan harapan – harapan,
memberikan pengalaman yang membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari – hari dan
sebagainya.
Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk
mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan
teman – teman baru serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan
kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua
memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan
gerakan.
Kompetisi menimbulkan keadaan penuh stres dan dapat menimbulkan kecemasan
atau anxiety, serta tantangan untuk mengatasi berbagai perasaan, dengan berolahraga
timbul bermacam – macam dorongan untuk bertindak sebaik – baiknya yang merupakan
sebagian dorongan untuk mengembangkan diri sendiri atau ”self – improvement.
B. Fungsi Motivasi
Pengalaman nyata di negara-negara berkembang pada umumnya, seperti juga di
Indonesia, adalah bila atletnya mengalami kegagalan pada suatu turnamen, maka
kelemahan teknik dan taktik dituding sebagai sebab utama. Di negara-negara yang sudah
maju prestasi olahraganya, kurangnya motivasi dituding sebagai penyebab utama.
Anggapan yang berbeda ini sebenarnya disebabkan kelemahan teknik masih menonjol di
negara-negara berkembang, sedangkan kempuan teknik dan fisik bukan masalah di
negara-negara maju, sehingga motivasi merupakan kunci yang mentukan keberhasilan
penampilannya yang prima.
Peranan motivasi terhadap prestasi olahraga banyak dibicarakan dan diperhatikan
oleh ahli-ahli psikologi olahraga. Menurut Singgih Gunarsa, prestasi seseorang dihasilkan
dari motivasi ditambah latihan. Straub menyatakan bahwa prestasi seseorang adalah
motivasi ditambah ketrampilan. Sedangkan menurut R.N Singer, prestasi dalam olahraga
itu sama dengan keterampilan yang diperoleh melalui motivasi yang menyebabkan atlet
bertahan dalam latihan, ditambah dengan motivasi yang menyebabkan atlet bergairah

4
berlatih keras. Memang tidak dapat disangkal bahwa motivasi tidak dapat dipisahkan
dengan keberhasilan atlet dalam aktifitas olahraga.
C. Sumber Motivasi
Motivasi olahraga dapat dibagi atas motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas
motivasi biologis dan sosial. Namun banyak ahli membagikannya atas dua jenis, intrinsik
dan ekstrinsik.
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam yang menyebabkan individu
berpartisipasi. Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat
dipelajari. Atlet yang punya motivasi intrinsik akan mengikuti latihan peningkatan
kemampuan atau ketrampilan, atau mengikuti pertandingan, bukan karena situasi
buatan (dorongan dari luar), melainkan karena kepuasan dalam dirinya. Bagi atlit
tersebut, kepuasan diri diperoleh lewat prestasi yang tinggi bukan lewat pemberian
hadiah, pujian atau penghargaan lainnya. Atlit ini biasanya tekun, bekerja keras,
teratur dan disiplin dalam menjalani latihan serta tidak menggantungkan dirinya pada
orang lain.
Pada umumnya kemenangan yang diperoleh dalam kompetisi merupakan
kepuasan dan selalu dievaluasi guna lebih ditingkatkan, dan kekalahan akan diterima
tanpa kekecewaan melainkan akan menjadi sumber analisa terhadap kekuatan lawan
dan kelemahan diri sendiri guna diperbaiki melalui latihan-latihan yang keras.
Biasanya atlit ini mempunyai kepribadian yang matang, sportif, tekun, percaya diri,
disiplin dan kreatif.
Motivasi intrinsik memiliki faktor-faktor dari dalam doro manusia itu sendiri.
Seperti yang di ungkapkan oleh Abraham H. Maslow pada teori kebutuhan. Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual
c. Kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan

5
e. Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan)
kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan
manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu
yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang
unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin
dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi”
tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan
oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi
berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga
tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula
seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia
makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan
tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan
manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan
ini, perlu ditekankan bahwa :

6
 Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di
waktu yang akan dating
 Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya
 Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya
suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-
teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu yang
menyebabkan individu beradaptasi dalam olahraga. Dorongan ini barasal dari pelatih,
guru, orngtua, bangsa atau berupa hadiah, sertifikat, penghargaan atau uang. Motivasi
ekstrinsik itu dapat dipelajari dan tergantung pada besarnya nilai penguat itu dari
waktu ke waktu. Ini dapat karena mempertaruhkan nama bangsa dan negara, karena
hadiah besar, karena publikasi lewat media massa. Dorongan yang demikian ini
biasanya tidak bertahan lama. Perubahan nilai hadiah, tiadanya hadiah akan
menurunkan semangat dan gairah berlatih. Kurangnya kompetisi menyebabkan latihan
kurang tekun, sehingga prestasinya merosot.
Motivasi ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga motivasi kompetitif, karena
motif untuk bersaing memegang peranan yang lebih besar daripada kepuasan karena
telah berprestasi baik. Kemenangan merupakan satu-satunya tujuan, sehingga dapat
timbul kecenderungan untuk berbuat kurang sportif atau kurang jujur seperti licik dan
curang. Atlet-atlet yang bermotifasi ektrinsik, sering tidak menghargai orang lain,
lawannya, atau peraturan pertandingan. Agar dapat menang, maka ia cenderung
berbuat hal-hal yang merugikan, seperti memakai obat perangsang, mudah dibeli atau
disuap.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa dalam aktifitas olahraga, motivasi intrinsik
maupun ekstrisik tidak akan berdiri sendiri, melainkan bersama-sama menuntun
tingkah laku individu. Mereka berdasarkan pandangannya bahwa tingkahlaku motivasi
intrinsik itu didrong oleh kebutuhan kompetisi dan keputusan sendiri dalam kaitannya
dengan lingkungan.
7
Manusia hidup dengan lingkungannya dan bertingkah laku dengan lingkunganya.
Itulah sebabnya pengaruh lingkungan tidak akan terlepas dari kehidupan manusia.
Motivasi ekstrisik (pengaruh lingkungan) selalu menuntun tingkah laku manusia.
Dengan demikian tingkah laku individu dalam olahraga dipengaruhi oleh motivasi
intrinsik maupun motivasi ekstrinsik.
Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam
pertandingan atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton
yang banyak. Sebelum dan selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-
petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi maupun dorongan semangat, agar mereka
dapat bermain sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan. Situasi penonton,
lapangan yang baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam
kendali lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri
atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya
sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
Weine Halliwell (1978) menyatakan bahwa sebenarnya motivasi dasar
tingkahlaku individu dalam olahraga adalah motivasi intrinsik, namun selalu ditambah
dengan motivasi ekstrinsik. Dorongan ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi
intrinsik, kalau dorongan itu menambah kompetisi dan keputusan individu, dan dapat
menurunkan motivasi intrinsik, kalau dorongan itu mengurangi kompetisi dan
keputusan diri individu. Dengan kata lain, kalau kontrol (aspek lingkungan) lebih
menonjol, maka penguatan yang diberikan akan menurunkan motivasi intrinsik. Tetapi
jika informasi lebih menonjol dan positif terhadap kompotensi dan keputusan sendiri
individu, maka motivasi intrinsik akan meningkat.
D. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Olahraga
Ada banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi.
Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi dari motivasi. Dimensi-dimensi
tersebut adalah:
1. Atlet sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari munculnya motivasi. Atlet sendiri yang
mengatur dirinya untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu. Jika atlet sudah merasa
puas dengan pencapaian yang ada, maka tidak ada lagi usaha keras untuk
mendapatkan sesuatu yang baru.

8
2. Hasil penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet selanjutnya.
Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan berdampak negatif terhadap motivasi
atlet berikutnya. Atlet akan diliputi perasaan tidak berdaya dan seolah-olah tidak
mampu lagi untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami kekalahan dari pemain yang
dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika mendapatkan kemenangan, maka
hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk mengulang keberhasilan yang berhasil
dia raih. Sebagai contoh, permainan tim nasional sepakbola Indonesia dalam Piala
Asia tahun 2007 yang lalu. Kemenangan pertandingan pertama melawan Bahrain
membuat para pemain tim nasional begitu bersemangat untuk mendapatkan hasil
serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi pada pertandingan setelahnya.
3. Suasana pertandingan
Suasana pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet. Sebagai contoh,
Taufik Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-gara merasa dicurangi oleh
wasit. Kondisi tersebut tentu saja tidak menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu
oleh kondisi pertandingan yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi
atlet dalam menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas atau penampilan
Motivasi juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang dilakukan. Jika tugas
berhasil dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet akan meningkat. Dengan
keyakinan diri yang tinggi, motivasi juga akan mengalami kenaikan. Tugas yang
berhasil dilaksanakan akan memberi tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih
giat.
E. Cara Meningkatkan Motivasi Olahraga
Motivasi memegang peranan yang penting dalam olahraga prestasi. Seorang atlet
harus mampu menjaga motivasinya agar tetap dalam level yang tinggi baik dalam proses
latihan maupun pada saat menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah kondisi
yang tidak bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami perubahan, sehingga
diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada level yang optimal. Ada
beberapa cara untuk meningkatkan motivasi atlet, diantara adalah:
1. Menetapkan sasaran (goal setting)
Konsep dasar dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi atlet untuk
dilewati. Secara sederhana, goal setting merangsang atlet untuk mencapai sesuatu baik

9
dalam proses latihan maupun dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan tentang
metode goal setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang perlu diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar atlet
mempunyai ukuran atas pencapaiannya. Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan
sasaran. Tingkat kesulitan ini akan mempengaruhi persepsi atlet tentang
kemampuannya. Sasaran yang terlalu sulit akan membuat atlet ragu untuk bisa
mencapainya. Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet.
Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa dibuat terlalu mudah karena tidak akan memberi
rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin menantang sasaran yang harus dicapai,
upaya dari seorang atlet untuk meraihnya juga akan semakin besar (Wann, 1997).
Sasaran juga harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran jangka pendek
dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk
meraih sasaran yang lebih tinggi. Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka
panjangnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai level
Sea Games atau Asian Games terlebih dahulu.
Mengikuti kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu bentuk
menentukan sasaran yang efektif. Dengan banyak mengikuti kompetisi, seorang
pelatih akan lebih mudah menentukan prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya
kompetisi dijadikan sebagai ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik,
sehingga targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
Berikutnya, atlet harus selalu diberi feedback atas setiap pencapaian yang dia
selesaikan. Dengan feedback yang spesifik ini, atlet akan mengetahui kekurangan dan
kekuatan dirinya, sehingga atlet akan mempunyai informasi untuk meningkatkan
dirinya. Dengan menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet akan selalu
terpacu untuk tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi.
2. Persuasi verbal
Persuasi Verbal adalah metode yang paling mudah untuk dilakukan. Pelatih,
ofisial, atau keluarga adalah orang-orang yang sering memberikan persuasi secara
verbal ini. Persuasi verbal adalah membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan
yang memotivasi.
Selain itu, Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering
disebut dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode persuasi verbal untuk atlet
sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah membantu atlet untuk
mendapatkan gambaran yang positif baik tentang kemampuannya atau mengenai

10
suasana pertandingan. Self talk ini diyakini mampu menumbuhkan keyakinan diri atlet
baik sebelum bertanding atau pada saat menjalani pertandingan. Dengan mengucapkan
kalimat-kalimat yang membakar semangat maka gambaran pesimisme atlet akan
hilang dari persepsinya.
3. Imagery training
Metode berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para atlet adalah
dengan melakukan imagery training atau latihan pembayangan. Dalam latihan
pembayangan ini atlet diajak untuk memvisualisasikan situasi pertandingan yang akan
dijalani. Secara detil, atlet harus menggambarkan keseluruhan pertandingan, mulai
dari situasi lapangan, penontong, lawan dan segala macam yang terlibat dalam
pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran yang riil, maka atlet diajak untuk
mencari solusi atas persoalan yang mungkin muncul dalam pertandingan.
Sebagian pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi
lawan yang berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang
muncul akibat ketegangan sebelum pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai
kemampuan diri sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan situasi
pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet sebelum
bertanding. Metode Imagery training mengajak para pemain untuk mencari atas
kemungkinan persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan kekuatan diri,
pukulan andalan atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi objektif pada persepsi
seorang atlet.
4. Motivasi supertisi
Adalah suatu bentuk kepercanyaan kepada susuatu yang menrupakan suatu simbul
dan yang di anggap mempunyai daya kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini
dapat mengubah tngkah laku menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar
kemauanya untk sukses.
5. Motivasi dengan gambar
Terutama gambar atau poster yang ada berhubungnya dengan cabang olahraga
yang di geluti misalnya, gambar Ben Johnson yang sedang lari,gambar adegan yang
menarik dalam pertandingan sepak bola, ganbar Mike Tyson dan lain-lain.
6. Meningkatkan kemampuan atlet
Kemampuan atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang bagus, akan
mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Skill yang prima
dapat dilihat dan dievaluasi melalui pertandingan yang diikuti oleh atlet. Untuk itu

11
diperlukan metode kepelatihan yang modern dan efektif untuk meningkatkan
keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan pencapaian teknik dan
fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
7. Motivasi insentif (reward)
Reward ini adalah metode yang paling banyak digunakan untuk memacu motivasi
atlet. Bonus, hadiah atau jabatan tertentu digunakan untuk memotivasi atlet. Reward
ini ditujukan untuk menggugah motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming
bonus yang besar, diharapkan atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan
lawannya.
Salah satu kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan menciptakan
ketergantungan dari para atlet. Banyak atlet hanya termotivasi hanya untuk
mendapatkan bonus tersebut daripada alasan lain, Sehingga tidak jarang atlet
melakukan upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang. Penggunaan doping adalah
salah satu cara yang paling sering ditempuh oleh seorang atlet demi tampil maksimal
dan mendapatkan hadiah atas kemenangannya. Untuk itulah, reward ini harus
diberikan sebagai pelengkap dari metode lain dan harus diberikan secara bijaksana.
8. Motivasi karena takut
Ketakutan atau takut terhadap sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi
seseorang.:
 Perasaan yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan pertandingan tersebut
(sportif)
 Kekuatan atlit dalam porsi latihan yang diberikan
 Perasaan takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team (diskors)
 Perasaan takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan atau sasaran
yang di tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan beruasaha sekuat tenaga dalam
batas sportitifitas

12
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik simpulan yaitu
1. ”Motivasi Olahraga” adalah keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri
individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan
dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk
mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan
teman – teman baru serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan
kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua
memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan
gerakan.
2. Peran motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam
pertandingan atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton
yang banyak. Sebelum dan selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-
petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi maupun dorongan semangat, agar mereka
dapat bermain sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan. Situasi penonton,
lapangan yang baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam
kendali lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam
diri atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya
sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
B. Saran
Dari uraian simpulan diatas, maka kami memberikan saran semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi setiap pembaca dalam proses pembelajaran ataupun
penambahan wawasan dalam ilmu pengetahuan. Umumnya dibidang psikologi olahraga
dan khususnya dalam materi motivasi dalam olahraga.

13
DAFTAR PUSTAKA

Monly P. Satiadarma (2000), Dasar-dasar Psikologi Olahraga, Jakarta; Pustaka Sinar


Harapan

Mudjito, M.A., (1984) Motivasi dan Penerapannya, Dep.P dan K

Ngalim Purwanto, MP. (2002), Psikologi Pendidikan. Jakarta;Penerbit Remaja Rosdakarya

Singgih D. GUnarsa (2004), Psikologi Olahraga Prestasi, Jakarta; BPK Gunung Mulia

Yunus Mahmud dan Uray Johannes (1991/1992), Psikologi Olahraga, Malang; Institut
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang

http://www.indoskripsi.com

14

Anda mungkin juga menyukai