Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki letak yang strategis yaitu berada diantara dua benua dan dua
samudera serta beriklim tropis, membuat sebagian besar wilayahnya memiliki
keanekaragaman hayati, khususnya sumberdaya hayati pesisir dalam sektor perikanan
tangkap. Kekayaan sumberdaya perikanan Indonesia sangat berpotensi tinggi dalam
pembangunan perekonomian baik dalam negeri maupun di luar negeri (Dahuri 2003).
Namun, sumberdaya yang melimpah di laut Indonesia belum dapat mengurangi tingkat
kemiskinan di wilayah pesisir (Satria 2015; Sudarmo et al 2015; Sukmawati 2008;
Dahuri 2003). Alat tangkap yang digunakan nelayan memengaruhi tingkat kesejahteraan
nelayan (Yapanani et al. 2013). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa alat
tangkap yang digunakan nelayan memengaruhi tingkat kesejahteraan nelayan tersebut
(Satria 2015; Sukmawati 2008; Yapanani et al. 2013; Kalita et al. 2015; Zamron 2015;
Ermawati dan Zuliyati 2015; Aji et al. 2013).
Sejak Permen KP No.2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia diterbitkan, peraturan tersebut
menuai pro-kontra di kalangan masyarakat nelayan, khususnya nelayan yang
menggunakan alat tangkap pukat untuk penangkapan ikan. Peraturan tersebut dianggap
menurunkan penghasilan nelayan, dimana alat tangkap tersebut menjadi andalan bagi
nelayan dan kesejahteraan nelayan yang notabene bergantung kepada hasil tangkapan
ikan sehari-hari menjadi menurun (Ermawati dan Zuliyati 2015; Satria 2015; Kalita et
al 2015). Namun, sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan penghapusan
jaring Trawl pada tahun 1980 yaitu Keppres No.39 tahun 1980. Peraturan tersebut
menjelaskan bahwa penghapusan jaring trawl dilakukan secara bertahap dengan
mengurangi jumlah penggunaan jaring trawl terhitung mulai tanggal 1 Juli 1980. Upaya
tersebut dilakukan untuk membatasi jumlah keseluruhan kapal trawl yang beroperasi di
perairan Indonesia. Saat keputusan dikeluarkan sampai akhir September 1980, secara
bertahap dilakukan penghapusan seluruh kapal trawl yang berasal dan beroperasi di
sekitar jawa dan bali. Semua kegiatan yang menggunakan jaring trawl mulai dilarang
pada tanggal 1 Oktober 1980. Para pemilik kapal diberikan hak memilih untuk
mengganti alat tangkap selain jaring trawl untuk mengatur jumlah kapal.
Pengaturan tersebut diatur oleh Menteri Pertanian dan menteri-menteri yang
bersangkutan yang mengatur pengalihan kapal trawl dan penyerahan kepada kelompok
nelayan. Hal itu menunjukkan belum adanya kementerian yang berfokus pada persoalan
perikanan dan kelautan masa kepemerintahan saat itu. Selain itu, dalam keputusan tidak
disertakan sanksi yang jelas bagi para pemilik kapal jaring trawl yang masih tetap
menggunakan jaring trawl di perairan yang telah dilarang sehingga bertambahnya
jumlah kapal trawl tidak bisa dihindari. Jumlah kapal trawl yang bertambah setiap
tahunnya membuktikan bahwa Keppres No.39 tahun 1980 belum terlaksana dengan
baik dalam mengurangi kapal trawl yang beroperasi di perairan Indonesia khususnya
sekitar jawa dan Bali. Kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dengan para pemilik kapal dan kelompok nelayan sangat diperlukan untuk
memperlancar pelaksanaannya (Nurhayati 2012). Penetapan sanksi yang tegas bagi para
pemilik kapal dan perizinan yang diberikan harus sesuai dengan poin-pon pasal yang
telah diputuskan. Hal tersebut untuk mengurangi konflik yang terjadi antar nelayan.
2

Penetapan Permen KP No.2 tahun 2015 didasarkan oleh kesepakatan bersama antara
pemerintah dengan kelompok nelayan yang dilakukan sejak tahun 2009 untuk
menindaklanjuti kebijakan sebelumnya.
Penetapan kebijakan pelarangan alat tangkap tersebut juga didasarkan oleh
kondisi perikanan Indonesia yang mulai menurun setiap tahun. Turunnya hasil produksi
perikanan diakibatkan adanya kerusakan ekosistem laut seperti padang lamun maupun
terumbu karang. Kerusakan ekologi yang terjadi disebabkan oleh penggunaan alat
tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan. Sisi lain, penetapan kebijakan tersebut
memengaruhi struktur kehidupan sosial-ekonomi nelayan. Hasil tangkapan ikan nelayan
dapat menurun akibat alat tangkap yang kurang memadai. Nelayan yang terbiasa
menggunakan alat tangkap pukat, salah satunya cantrang,, harus beralih ke alat tangkap
lain yang lebih ramah lingkungan namun dapat menghasilkan ikan yang sama
banyaknya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Dikeluarkannya kebijakan larangan
penggunaan alat tangkap, khususnya cantrang berpengaruh terhadap kehidupan sosial-
ekonomi nelayan. Implementasi kebijakan yang menuai pro dan kontra, membuat hal
tersebut perlu dilakukan penelitian tentang Dampak Implementasi Permen KP No.2
tahun 2015 tentang Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Di Kabupaten Lamongan
Provinsi Jawa Timur.

1.2. Perumusan Masalah


Pemerintah Indonesia resmi memberlakukan larangan alat penangkapan ikan
(API) tidak ramah lingkungan per tanggal 1 Januari 2018. Pelarangan tersebut sesuai
dengan aturan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2 tahun 2015
tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Salah satu API yang ikut
dilarang adalah cantrang. Alat tangkap tersebut selama ini banyak digunakan oleh
nelayan dan pemilik kapal yang beroperasi di wilayah pesisir pantai Utara Pulau Jawa
termasuk di Kabupaten Lamongan. Cantrang dilarang, dikarenakan alat tangkap tersebut
dinilai tidak ramah lingkungan dan merusak ekosistem laut. Kelestarian ekosistem dan
sumberdaya ikan disatu sisi adalah hal yang mutlak, sementara penghidupan nelayan
disisi lain juga adalah sebuah keniscayaan. Kedua hal tersebut merupakan hal yang
sangat penting dan tidak bisa saling dinafikan. Untuk itu, prinsip-prinsip pengelolaan
berkelanjutan menjadi sangat penting untuk menjawab permasalahan tersebut.
Pembangunan (economic growth) dan kelestarian sumberdaya alam dan ekoistem
adalah hal yang harus senantiasa seiring sejalan.
Permasalahan utama yang muncul dari penerapan Permen KP No.2 tahun 2015
tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, termasuk alat tangkap
cantrang adalah dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, dimana terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat, akibat penurunan pendapatan atau berkurangnya produksi
tangkapan (hilangnya produksi cantrang). Berbagai permasalahan lain juga muncul,
seperti; penurunan PAD (pendapatan asli daerah), peningkatan angka pengangguran dari
ABK kapal cantrang, penurunan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional, hingga
ketegangan-ketegangan sosial di masyarakat sebagai dampak turunan dari pelarangan
tersebut. Selain berbagai permasalahan yang muncul dari penerapan Permen KP No.2
tahun 2015 tersebut, berbagai pertanyaan penelitian sebagai berikut:
3

1. Bagaimana dampak implementasi kebijakan Permen KP No.2 tahun 2015


tentang penggunaan alat tangkap cantrang di Kabupaten Lamongan Propinsi
Jawa Timur khususnya dari aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan?
2. Bagaimana tingkat kesejahteraan (pendapatan) masyarakat nelayan cantrang
sebelum dan setelah implementasi kebijakan Permen KP No.2 tahun 2015
tersebut?
3. Bagaimana kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan,
terkait implementasi Permen KP No.2 tahun 2015 tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis dampak impelementasi
kebijakan Permen KP No.2 tahun 2015 terhadap pelarangan cantrang di Kabupaten
Lamongan, serta menyusun strategi pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di
Kabupaten Lamongan. Tujuan spesifik dirinci sebagai berikut:
1. Menganalisis dampak penerapan Permen KP No./2015 terhadap aspek ekologi
(stok ikan), dan aspek ekonomi (produksi)
2. Mengetahui dampak penerapan Permen KP No./2015 terhadap aspek sosial
ekonomi (pendapatan dan kesejahteraan nelayanan sebelum dan setelah
implementasi)
3. Menganalisisi kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap cantrang di
Kabupaten Lamongan, terkait dampak implementasi Permen KP No./2015.
4. Menganalisisi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap cantrang di Kabupaten
Lamongan, terkait dampak implementasi Permen KP No./2015.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji dampak yang ditimbulkan dari
implementasi kebijakan Permen KP No.2 tahun 2015 terhadap pelarangan cantrang di
Kabupaten Lamongan terkait aspek sosial ekonomi dan kelembagaan serta merumuskan
kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Lamongan, terkait dampak
implementasi Permen KP No./2015.

1.5. Manfaat Penelitian


Pentingnya penelitian ini dapat tergambarkan dari manfaat yang diperoleh dari
penelitian, antara lain:
1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah menambah khazanah keilmuan,
khususnya bidang sosial ekonomi masyarakat (nelayan) khususnya nelayan
perikanan dan pengelolaan perikanan tangkap secara umum.
2. Manfaat bagi stakeholder (pemerintah, masyarakat dan swasta), adalah sebagai
informasi serta dasar dalam pengambilan kebijakan terkait implementasi Permen
KP No.2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls)
dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia.
3. Manfaat bagi peneliti adalah meningkatkan kualifikasi keilmuan khususnya
bidang sosial ekonomi perikanan dan secara umum adalah pengelolaan
perikanan tangkap serta sebagai pemenuhan persyaratan dalam memperoleh
gelar doktor pada program studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika,
Institut Pertanian Bogor (IPB).

Anda mungkin juga menyukai