Cover S.D Bab I

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENCEPHALITIS

DI

OLEH :

LIZA BELLA AZIZ


1814201002

STIKES HARAPAN BANDA ACEH


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Encephalitis ”.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai Sindrom Down. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang


kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan dating

Banda Aceh, 13 Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................................

A. Latar Belakang Masalah.....................................................


B. Tujuan Penulisan.................................................................
1. Tujuan Umum.................................................................
2. Tujuan Khusus................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS.......................................................
A. Definisi .................................................................................
B. Etiologi...................................................................................
C. Gejala Klinis.........................................................................
D. Komplikasi ...........................................................................
E. Patofisiologi...........................................................................
F. Pathway................................................................................
G. Penatalaksanaan.................................................................
H. Pemeriksaan Diagnostik ....................................................
I. Asuhan Keperawatan…………………………………….

BAB III PENUTUP.............................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................
B. Saran ......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan


kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita, selain
menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga menyebabkan penurunan kinerja dan
produktifitas, yang pada gilirannya akan mengakibatkan kerugian materil yang
berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan
menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara umum, sedangkan dilain pihak
juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan dengan upaya
pengobatannya (Ariffin, 2016).

Sebagaimana diketahui, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun


jamur, dan dapat terjadi di masyarakat (community acquired) maupun di rumah sakit
(hospital acquired). Pasien yang sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki
resiko tertular infeksi lebih besar dari pada di luar rumah sakit. Lingkaran infeksi
dapat terjadi antara pasien, lingkungan/vektor, dan mikroba. (Darwati dalam Guntur
2015 ).

Ensefalitis merupakan radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Ada banyak tipe-
tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit
yang menyebabkan peradangan dari otak.

Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes


Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama
pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk
dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan.
Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala
sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk,
demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau
sembuh sengan gejala sisa yang berat.

Berdasarkan masalah dan fenomena diatas penulis tertarik untuk membuat


makalah asuhan keperawatan mengenai Enchephalitis pada pasien yang dirawat
diruangan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai ensefalitis serta mampu


menerapkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada masalah ensefalitis.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari ensefalitis.

b. Mahasiswa mampu mengetahui faktor penyebab, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya ensefalitis.

c. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien


dengan masalah ensefalitis.

d. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang bisa dilakukan


terhadap pasien dengan masalah ensefalitis.

e. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari legal dan etis dalam


keperawatan serta mengetahui prinsip-prinsip yang harus dipegang sebagai
seorang perawat profesional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Encephalitis adalah
suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan
darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan
oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak.
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary
amoebic meningoencephalitis juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong
terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.

B. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,
2000). Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
1. Infeksi virus yang bersifat endemik
a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b.Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,
Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring
summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain
yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela,
pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit.
Hassan, 1997).

C. Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk kedalam tubuh klien melalui kulit, saluran nafas dan saluran
cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara:
1. Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar
ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

D. Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis adalah :
1. Panas badan meningkat.
2. Sakit kepala.
3. Muntah-muntah lethargi.
4. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
5. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
6. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.

E. Klasifikasi
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi :
1. Ensefalitis Supurativa
a. Patogenesis
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru,
bronkiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang
menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
b. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang timbul dapat berupa trias ensefalitis seperti :
1) Demam.
2) Kejang.
3) Kesadaran menurun.
4) Bila ensefalitis berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-
gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial
yaitu nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan
kabur, kejang, dan kesadaran menurun.
5) Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
6) Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas abses.
c. Terapi pada ensefalitis supurativa adalah dengan pemberian:
1) Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2) Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
2. Ensefalitis Siphylis
1. Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui
permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi
melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui
kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-
bagian lain susunan saraf pusat.
2. Manifestasi Klinis
Adapun gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian yaitu :
a. Gejala-gejala neurologis
1) Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan.
2) Afasia.
3) Apraksia.
4) Hemianopsia.
5) Penurunan kesadaran
6) Pupil Agryll- Robertson.
7) Nervus opticus dapat mengalami atrofi.
8) Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang
bersifat progresif.
b. Gejala-gejala mental
1) Timbulnya proses dimensia yang progresif.
2) Intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak
pada kurang efektifnya kerja.
3) Daya konsentrasi mundur.
4) Daya ingat berkurang.
5) Daya pengkajian terganggu.
c. Terapi pada ensefalitis siphylis
1) Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari.
2) Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskular + probenesid
4x500mg oral 14 hari.
3) Bila alergi pada penisilin, maka bisa diberikan :
a) Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
b) Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.
c) Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu.
d) Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
3. Ensefalitis Virus
Adapun virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia adalah
sebagai berikut :
a. Virus RNA
1) Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili.
2) Rabdovirus : virus rabies.
3) Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue).
4) Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A, B, echovirus).
5) Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoria.
b. Virus DNA
1) Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
2) Retrovirus: AIDS.
c. Manifestai Klinis
1) Demam.
2) Nyeri kepala
3) Vertigo.
4) Nyeri badan.
5) Nausea.
6) Kesadaran menurun.
7) Kejang-kejang.
8) Kaku kuduk.
9) Hemiparesis dan paralysis bulbaris.
d. Terapi pada ensefalitis karena virus
1) Pengobatan simtomatis
a) Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg.
b) Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
2) Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab
herpes zoster-varicella.
3) Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg
peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
4. Ensefalitis Karena Parasit
a. Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah
yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya
sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia
dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak
dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul adalah demam tinggi, kesadaran menurun
hingga koma. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-
kerusakan yang terjadi.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut.Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,
muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan.
Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel
dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula
disekitarnya. Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi
kerusakan yang terjadi.
e. Terapi pada ensefalitis karena parasit
1) Malaria serebral : Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8
jam hingga tampak perbaikan.
2) Toxoplasmosi
a) Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
b) Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan.
c) Spiramisin 3 x 500 mg/hari.
3) Amebiasis : Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
5. Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistem saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi
adalah daya imunitas yang menurun.
a. Terapi pada ensefalitis karena fungus
1) Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6
minggu.
2) Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
6. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang
terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh
darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi
trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang
tersebar.
a. Terapi pada riketsiosis serebri
1) Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari.
2) Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Biakan :
a. Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
b. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
c. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif .
d. Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi
tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.
(Smeltzer, 2002).
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal (Victor, 2001).

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
1. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB
per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan
(Victor, 2001).
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama.
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik.
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara
intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral (Hassan, 1997).

H. Asuhan Keperawatan Masalah Ensefalitis


1. Pengkajian
a. Identitas : Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
b. Keluhan Utama, berupa panas badan meningkat, kejang, dan kesadaran
menurun.
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah,
panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang
lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada
hidung, telinga dan tenggorokan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga ada yang menderita penyakit yang
disebabkan oleh virus contoh : Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh :
Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dan lain-lain.
f. Imunisasi : Kapan terakhir diberi imunisasi DTP, karena ensefalitis dapat
terjadi pada post imunisasi pertusis.

a. Pola-pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
a) Kebiasaan : sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur,
kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesaan
(daerah kumuh).
b) Status Ekonomi: Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi
rendah.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
a) Menyepelekan anak yang sakit, tanpa pengobatan yang semestinya.
b) Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makanan dan cairan dalam
jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.
c) Pada klien dengan Ensefalitis biasanya ditandai dengan adanya mual,
muntah, kepala pusing, dan kelelahan.
d) Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh. Postur tubuh
biasanya kurus, rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat
badan kurang dari normal.
3) Pola eliminasi
a) Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada klien Ensefalitis karena
klien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi.
b) Kebiasaan BAK sehari-hari. Biasanya pada klien Ensefalitis kebiasaan
miksi normal frekuensi normal.
c) Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi urine akan
menurun, konsentrasi urine pekat.
4) Pola tidur dan istirahat. Biasanya pola tidur dan istirahat pada klien
Ensefalitis biasanya tidak dapat dikaji karena klien sering mengalami apatis
sampai koma.
5) Pola Aktivitas
a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena klien
Ensefalitis mengalami kelemahan penurunan kesadaran.
b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan
gerak dilakukan latihan positif.
c) Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada klien gizi buruk
maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM.
d) Kekuatan otot berkurang karena klien Ensefalitis dengan gizi buruk
e) Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal
,mudah terkena infeksi, anemia berat, aktifitas fagosit turun, Hb turun,
punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
6) Pola hubungan dengan peran. Interaksi dengan keluarga atau orang lain
biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien
menurun mulai dari apatis sampai koma.
7) Pola persepsi dan pola diri. Pada klien Ensenfalitis umur > 4, pada
persepsi dan konsep diri yang meliputi Body Image, self Esteem, identitas
deffusion deper sonalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
8) Pola sensori dan kuanitif. Daya penciuman, rasa, raba, penglihatan,
pendengaran tidak dapat dievaluasi.
9) Pola reproduksi seksual. Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun,
fimosis ada/tidak.
10) Pola penanggulangan stres. Pada klien Ensefalitis karena terjadi
gangguan kesadaran :
a) Stress fisiologi ( anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja , tidak
bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
b) Stress Psikologi tidak di evaluasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan. Anak umur 18 bulan belum bisa dikaji.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono,
1994). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah ensefalitis
adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
b. Hipertemi b/d reaksi inflamasi.
c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d
kerusakan susunan saraf pusat.
d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994). Intervensi keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis
adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
2) Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Berikan tindakan nyaman. Tindakan non analgetik dapat
menghilangkan ketidaknyamanan
dan memeperbesar efek terapi
analgetik.
Berikan lingkungan yang Menurunkan reaksi terhadap
tenang, ruangan agak gelap stimulasi dari luar atau sensitivitas
sesuai indikasi. terhadap cahaya dan
meningkatkan istirahat/relaksasi.
Kaji intensitas nyeri. Untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan kemudian.
Tingkatkan tirah baring, Menurunkan gerakan yang dapat
bantu kebutuhan perawatan meningkatkan nyeri.
diri pasien.
Berikan latihan rentang gerak Dapat membantu merelaksasikan
aktif/pasif secara tepat dan ketegangan otot yang
masase otot daerah meningkatkan reduksi nyeri atau
leher/bahu. rasa tidak nyaman tersebut.
Kolaborasi :
Berikanan algesik sesuai Obat ini dapat digunakan untuk
indikasi. meningkatkan kenyamanan
/istirahat umum.

b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi.


Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari
kedinginan.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri : 1
Pantau suhu pasien, Suhu 38,9-41,1 C menunjukkan
perhatikan menggigil/ proses penyakit infeksius akut.
diaforesis.
Pantau suhu lingkungan, Suhu ruangan/jumlah selimut
batasi / tambahkan harus diubah untuk
linen tempat tidur sesuai mempertahankan suhu mendekati
indikasi. normal.
Berikan kompres mandi Dapat membantu mengurangi
hangat, hindari penggunaan demam.
alkohol.
Kolaborasi :
Berikan antipiretik sesuai Digunakan untuk mengurangi
indikasi. demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.

c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d


kerusakan susunan saraf pusat.
Tujuan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria hasil : Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual.
Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI RASIONAL
Kesadaran akan tipe/daerah yang
Mandiri :
terkena membantu. dalam
Lihat kembali proses patologis
mengkaji/ mengantisipasi defisit
kondisi individual.
spesifik dan keperawatan
Munculnya gangguan
penglihatan dapat berdampak
Evaluasi adanya gangguan
negatif terhadap kemampuan
penglihatan
pasien untuk menerima
lingkungan.
Menurunkan/ membatasi jumlah
Ciptakan lingkungan yang
stimuli yang mungkin dapat
sederhana, pindahkan perabot
menimbulkan kebingungan bagi
yang membahayakan.
pasien.

d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.


Tujuan : Tidak terjadi kontraktur.
Ktiteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi.
Dapat menggerakkan anggota tubuh.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri: Berikan Dengan diberi penjelasan
penjelasan pada keluarga klien diharapkan keluarga mengerti
tentang penyebab terjadinya spastik dan mau membantu program
dan terjadi kekacauan sendi. perawatan.
Lakukan latihan pasif mulai ujung Melatih melemaskan otot-otot,
ruas jari secara bertahap. mencegah kontraktor.
Dengan melakukan perubahan
Lakukan perubahan posisi setiap 2 posisi diharapkan perfusi ke
jam. Jaringan lancar, meningkatkan
daya pertahanan tubuh.
Kolaborasi untuk pemberian
Diberi dilantin / valium , kejang
pengobatan spastik dilantin / valium
/ spastik hilang.
sesuai Indikasi.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Implementasi
keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis meliputi :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
NO IMPLEMENTASI
1 Memberikan tindakan nyaman.
Memberikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap
2
sesuai indikasi.
3 Mengkaji intensitas nyeri.
Meningkatkan tirah baring, bantu kebutuhan perawatan diri
4
pasien.
Memberikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat
5
dan masase otot daerah leher/bahu.
6 Berkolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi.

b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi


NO IMPLEMENTASI
1 Memantau suhu pasien, perhatikan menggigil/ diaforesis.
Memantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan
2
linen tempat tidur sesuai indikasi.
Memberikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
3
alkohol.
4 Berkolaborasi untuk pemberian antipiretik sesuai indikasi.

c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d


kerusakan susunan saraf pusat.
NO IMPLEMENTASI
1 Melihat kembali proses patologis kondisi individual.
2 Mengevaluasi adanya gangguan penglihatan
Menciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan
3
perabot yang membahayakan.

d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.


NO IMPLEMENTASI
Memberikan penjelasan pada keluarga klien tentang
1
penyebab terjadinya spastik dan terjadi kekacauan sendi.
Melakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara
2
bertahap.
3 melakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
Berkolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin
4
/ valium sesuai Indikasi.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien dengan masalah
ensefalitis adalah :
a. Pemenuhan nutrisi pasien adekuat.
b. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
c. Tidak mengalami kejang atau cedera lainnya.

Anda mungkin juga menyukai