Anda di halaman 1dari 290

Ibr 4:12 Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata

dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh,
sendi–sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan

Surat Paulus kepada


jumahat di Roma

Roma .1:17 Orang benar akan hidup oleh iman

GEREJA REFORMED INJILI INDONESIA S


SYYD
DNNE
EYY

Baca surat Roma


‘Double click’ di sini:
Penjelasan surat Paulus ke jumahat di Roma adalah
penerbitan dari Gereja Reformed Injili Indonesia SYDNEY

Bentuk penerbitan Penjelasan surat Roma diusahakan oleh Pieter Kuiper (the Netherlands) info@imansejati.net

Copyright transkrip ada di pihak Gereja Reformed Injili Indonesia SYDNEY www.imansejati.net
Kembali ke halaman muka: CTRL-HOME

Daftar Isi

Surat Paulus kepada jumahat di Roma – 1

Baca renungan
klik pada nomor pasal Judul Kitab Pasal Ayat

1 Keadaan manusia yang berdosa Roma 1 16 - 23

2 Mengenal Allah melalui alam semesta Roma 1 16 - 23

3 Kebutaan dosa melihat a fine-tuned universe Roma 1 18 - 32

4 Kesombongan sebagai hakekat dosa Roma 1 18 - 32

5 Rasa diri rendah sebagai hakekat dosa? Roma 2 1 - 16


Adilkah Allah menghakimi orang yang tidak pernah
6 mendengar Injil? Roma 2 1 - 16

7 Semua Manusia di bawah penghakiman Roma 2 1 - 16

8 Reaksi manusia terhadap kebenaran Roma 3 21 - 25

9 Kebenaran keadilan Allah di dalam Yesus Kristus Roma 3 20 - 26

10 Kasih dan keadilan di atas Kayu Salib Roma 3 20 - 26

11 Hanya oleh darah Yesus Roma 3 20 - 26

12 Meneropong iman Abraham Roma 3/4

13 Buah-buah kesengsaraan Roma 5 1- 4

14 Pengharapan yang tidak mengecewakan Roma 5 5 - 11

15 Kristus - representasi yang membenarkan kita Roma 5 12 - 21

16 Pengudusan orang percaya Roma 6 1 - 14

17 Penyucian yang progresif Roma 6 14 - 23

18 Peperangan antara daging dan roh Roma 6 14 - 26

19 Spiritual konflik dalam kehidupan orang Kristen Roma 7/8 23-26/ 1-17

20 Makna di balik penderitaan Roma 8 17 - 27

21 Keluhan orang percaya Roma 8 18 - 30

22 Aman di dalam tangan Allah Roma 8 28 - 32

23 Kebaikan-Nya yang tersembunyi Roma 8 28

24 Rencana Allah tak pernah gagal Roma 9 1 - 33

25 Sentralitas Allah yang berdaulat Roma 10 1 - 15

26 Persembahan: Sukarela atau sesuka hati? Roma 12 1


27 Mempersembahkan totalitas hidup Roma 12 1
Kembali ke halaman muka: CTRL-HOME

Daftar Isi

Surat Paulus kepada jumahat di Roma – 2

Baca renungan
klik pada nomor pasal Judul Kitab Pasal Ayat

28 Hidup di dunia namun tidak duniawi Roma 12 1- 2

29 Hidup di dalam kehendak Allah Roma 12 1- 2


Mengambil keputusan yang sesuai kehendak
30 Allah Roma 12 1- 2

31 Diri dan penerimaan Allah Roma 12 1- 3

32 Bersyukur dan murah hati Roma 12 4- 8

33 Masihkah karunia nubuat berlanjut hingga kini? Roma 12 4- 8

34 Ciri-ciri kasih yang Jujur Roma 12 9 - 21

35 Prinsip berelasi dengan sesama dan musuh Roma 12 9 - 21

36 Panggilan menjadi Juru Damai Roma 12 17 - 21

37 Sikap terhadap musuh Roma 12 17 - 21

38 Pengampunan dan pemeliharaan Allah Roma 12 17 - 21


Sikap dan tanggung jawab orang Kristen
39 terhadap pemerintah Roma 13 1-7

40 Ketika orang Kristen berbeda Roma 14 1 - 14

41 Keputusan di tengah dilema Roma 14/15 13/7

42 Allah memelihara iman yang lemah Roma 14 4

43 Ciri Iman yang otentik Roma 14 4,12; 17-19

44 Prinsip membangun relasi yang harmonis Roma 15 1- 6


Jauh lebih banyak hal yang bisa engkau berikan
45 bagi orang lain Roma 15 14 - 29

46 Esensi Reformasi: Kembali kepada Injil yang sejati Roma 15 14 - 21


30- 33/1-
47 Ikatan saudara-saudara seiman (1) Roma 15/16 16
30- 33/1-
48 Ikatan saudara-saudara seiman (2) Roma 15/16 16

Roma 16 17 - 27
49 Ikatan saudara-saudara seiman (3) Kissah 20 17 - 38
1

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 12/7/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 1

Keadaan manusia yang berdosa

Nats: Roma 1:16-23

16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah
yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama–tama orang Yahudi, tetapi juga
orang Yunani.
17 Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada
iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.”
18 Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang
menindas kebenaran dengan kelaliman.
19 Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah
menyatakannya kepada mereka.
20 Sebab apa yang tidak nampak dari pada–Nya, yaitu kekuatan–Nya yang kekal dan keilahian–
Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya–Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka
tidak dapat berdalih.
21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau
mengucap syukur kepada–Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia–sia dan hati mereka
yang bodoh menjadi gelap.
22 Mereka berbuat seolah–olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.
23 Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan
manusia yang fana, burung–burung, binatang–binatang yang berkaki empat atau binatang–
binatang yang menjalar.

Ada satu pengalaman yang sangat lucu dengan anak saya yang kedua beberapa minggu yang lalu. Dia
baru saja pulang les, hari itu dapat hasil ujiannya. Waktu saya bertanya kepada dia, bagaimana hasil
ujiannya, dia tidak mau memberitahu dan hanya menjawab, “Papa jangan marah sama saya sebab
saya sudah marah kepada diri saya sendiri…” Dengan sendirinya saudara bisa tahu kira-kira dia dapat
angka berapa, bukan? Dia tahu dapat angka jelek berarti layak dimarahi, tetapi saya tidak boleh
marah karena dia sudah lebih dulu memarahi dirinya sendiri, tidak boleh ditambah lagi.
Bolehkah seperti itu? Tentu tidak boleh. Kenapa? Sebab persoalannya kehadiran diri anak saya tidak
bisa terlepas dari saya sebagai papanya. Tanpa saya, anak saya tidak ada. Kalau dia muncul dengan
sendirinya maka dia bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Tetapi relasi saya dengan dia adalah
relasi papa dan anak, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya mau tidak mau tetap
ada kaitannya dengan saya. “Papa berhak marah kepadamu sebab papa sudah memberi tanggung
jawab minta kamu belajar baik-baik tetapi kamu tidak belajar. Kamu boleh marah kepada diri sendiri
2

sebab seharusnya kamu mengerjakan sesuatu dengan baik tetapi ternyata tidak. Papa juga harus
menegur sebab papa sudah kasih kesempatan les tetapi Kamu main-main.”
Ilustrasi ini hanya ingin memberitahukan kepada kita untuk mengkaitkannya dengan bagaimana
relasi Tuhan dengan manusia. Manusia mengatakan, “Hidup saya urusan saya sendiri, saya tidak mau
mempedulikan dengan Tuhan…” Hal seperti itu tidak bisa terjadi sebab walaupun manusia tidak mau
mengakui Tuhan yang menciptakannya, kehadiran dia bukan datang dengan sendirinya. Paling tidak
ada hubungan relasional dengan orang tua. Kalau ada seorang tertangkap basah mencuri, lalu dia
bilang kepada polisi, “Pak polisi jangan hukum saya karena saya sudah menghukum diri saya sendiri.”
Tidak bisa, bukan? Dia merasa bersalah, itu adalah satu aspek. Tetapi mengambil barang orang lain
sehingga merugikannya ada satu hubungan relasional. Itu sebab dia bersalah bukan saja ‘rasa salah’
tetapi dia juga bersalah di dalam masyarakat. Suka tidak suka, akui atau tidak, kita mengaku harus
bertanggung jawab kepada orang lain dan bertanggung jawab kepada Tuhan.
Orang menerima pendapat yang pertama yaitu dia bertanggung jawab kepada orang karena orang
bisa dilihat, tetapi menolak pendapat yang kedua –bertanggung jawab kepada Tuhan- karena
mempertanyakan eksisitensi Tuhan. Maka pertanyaan ini harus mendapat jawabannya dulu:
Bagaimana saya tahu Tuhan itu ada? Apa buktinya Dia ada? Namun tidak melihat Tuhan ada tidak
berarti kita tidak punya relasi bertanggung jawab kepada Dia.
Saya pakai contoh sederhana lagi. Kita tidak melihat hukum gravitasi, kita boleh bilang kita tidak
percaya adanya hukum gravitasi, tetapi saudara dan saya harus akui ada satu hukum relasi kita
dengan gravitasi yang tetap berlaku sampai kapanpun. Sehebat-hebatnya ilmu bela diri seseorang,
dia tidak bisa jatuh ke atas. Semua jatuh ke bawah. Kita tidak melihatnya tetapi kita memiliki
hubungan relasional dengan hukum gravitasi. Hubungan relasional itu menyebabkan kalau saya
melanggarnya maka akan ada konsekuensinya. Di dalam relasi kita dengan Tuhan juga seperti itu.
Saya tidak memulai eksposisi ini dari ayat 1-15 sebab itu adalah pendahuluan penjelasan Paulus
mengapa dia menulis surat kepada mereka. Namun saya akan secara khusus mengeksposisi surat
Roma mulai dari ayat 16 dan 17 sebab kedua ayat ini merupakan ayat-ayat yang sangat penting
Paulus taruh di depan apa tujuannya menulis surat Roma ini. Paulus berkata, “Sebab aku
mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya” (Roma 1:16) .
Surat Roma merupakan satu surat yang sangat penting khususnya bagi Gerakan Reformasi. Martin
Luther akhirnya mengalami satu perubahan dan pencerahan pikiran ketika dia membaca Roma 1:17.
Inilah kebenaran Allah, kebenaran Allah nyata kepadaku bukan dengan saya mendapatkan
kebenaran, bukan karena saya melakukan hal yang benar, tetapi ayat ini mengatakan kebenaran
Allah hanya bisa kita dapat terima melalui iman. Bukan melalui apa yang engkau peroleh, bukan
melalui apa yang engkau kerjakan dan lakukan, tetapi melalui apa yang engkau terima dengan hanya
beriman kepada Tuhan. Kehidupan Gereja pada waktu itu adalah satu kehidupan Gereja yang telah
kehilangan konsep anugerah, yang ada ialah kalau engkau mau selamat, bayar dengan uangmu atau
lakukan berbagai disiplin rohani. Luther adalah seorang yang ingin punya hubungan yang benar
dengan Tuhan. Setiap kali bangun pagi dia rasa hidupnya masih belum beres di hadapan Tuhan.
Setiap kali mengaku dosa, dia hanya disuruh berdoa “Bapa Kami” dan berpuasa. Luther merasa
semua itu masih belum cukup maka dia melakukannya dengan menaiki tangga gereja yang begitu
keras dengan lututnya, dengan berusaha menyiksa diri agar Tuhan merasa kasihan melihat usaha dia
3

seperti itu. Namun sesudah melakukan semua itu tetap dia tidak merasa punya hubungan yang benar
dengan Tuhan. Sampai akhirnya dia membaca Roma 1:17 itu, matanya menjadi terbuka dan celik.
Kebenaran Tuhan sudah tersedia baginya, tidak perlu melakukan apa-apa. Yang perlu dilakukan
hanya satu yaitu menerimanya dengan iman.

Tahun 2009 menjadi tahun yang khusus membahas keindahan dan pentingnya Reformed Teologi.
Tanggal 10 Juli 1509 adalah hari kelahiran John Calvin, tepat 500 tahun yang lalu. Martin Luther, John
Calvin dan Ulrich Zwingli merupakan tiga tokoh yang sangat penting di dalam Gerakan Reformasi.
Reformasi adalah satu keinginan untuk kembali kepada kemurnian ajaran Alkitab dan salah satu
kemurnian ajaran Alkitab adalah konsep mengenai sola fide, kita diselamatkan dan dibenarkan oleh
Tuhan hanya melalui iman. Sola gratia, bukan melalui apa yang kita lakukan tetapi melalui apa yang
Tuhan Yesus sudah lakukan di atas kayu salib dan kita terima itu sebagai anugerah dari Tuhan.
Surat Roma , terutama pasal 1:16-17 memulai dengan inti Injil itu. Saudara perhatikan, ini adalah
konsep yang begitu God-sentral. Ada tiga kata penting di situ yang semuanya berkaitan dengan
Tuhan.
Pertama, “the power of God,” Injil itu berkaitan dengan kekuatan Allah.
Kedua, Injil itu berkaitan dengan “the righteousness of God.” Injil bukan human-sentral. Kekristenan
bukan usaha manusia yang mencari Tuhan, bukan the holiness of men di hadapan Tuhan, melainkan
sejak awal Paulus sudah memakai dua kata yang agung ini, artinya kamu bisa selamat atau tidak
bukan soal berapa kuatnya iman kita kepada Tuhan tetapi berkaitan dengan the power of God and
the righteousness of God.

Setelah itu Paulus pindah topik, yang hari ini akan saya bahas, yaitu mulai dari ayat 18 . Di sini Paulus
berbicara mengenai satu topik yang negatif. Orang suka ‘kekuatan Allah,’ orang suka ‘kebajikan
Allah,’ tetapi orang tidak suka dengan ‘kegusaran Allah,’ murka Allah. Maka saudara perhatikan,
mulai ayat 18 Paulus tidak lagi bicara tentang anugerah Tuhan, tidak lagi bicara mengenai kebenaran
Tuhan, tetapi dia bicara tentang satu konsekuensi negatif pada waktu kita melihat kebenaran Tuhan
itu. Intinya adalah kita tidak mungkin akan bisa menghargai betapa indahnya kebenaran Tuhan tanpa
sungguh-sungguh kita memahami betapa dahsyatnya murka Tuhan.
Cara penulisan Paulus di dalam surat Roma adalah langsung mulai dengan kesimpulan bagaimana
kita bisa memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan, starting point keselamatan bukan dari
manusia tetapi dari ‘kekuatan Allah.’ Kesimpulan kedua, keselamatan itu adalah berkaitan dengan
soal ‘kebajikan Tuhan,’ yaitu bagaimana hubungan kita benar dengan Tuhan. Tidak ada hal yang bisa
manusia kerjakan. Sesudah itu baru Paulus memulai dengan argumentasinya untuk menunjang
bahwa keselamatan itu semata-mata kebajikan Tuhan. Roma 3:9 merupakan kesimpulan dari Roma
1:18 hingga pasal 3 dimana Paulus berargumentasi mengenai dosa untuk membuktikan kalimatnya

yaitu semua manusia –baik Yahudi maupun non Yahudi- di hadapan Tuhan semua berdosa. All men,
Jews and non Jews are sinners. Pasti orang tidak suka kalau kesimpulan muncul dulu tanpa ada
dukungan bukti. Orang menuntut praduga itu harus ada bukti-buktinya. Di sinilah kita melihat
keindahan bagaimana Paulus menyusun satu argumentasi di sini. Paulus mulai dengan kalimat ini,
Tuhan murka dengan orang yang berdosa tetapi tetap tidak pernah mau mengaku dia berdosa.
Banyak orang sudah sakit tetapi tidak mau mengaku sakit dan tidak mau diobati. Bagi saya itu lebih
bahaya. Tidak mau mengaku sakit tetap tidak bisa menghilangkan fakta dan realita sakit.
4

Maka Paulus memulai dengan kalimat ini dan kalimat ini memang tidak enak, “Tuhan murka.”
Selanjutnya dia berkata, apakah ada pembenarannya Tuhan itu murka? Maka Roma 1:18 Paulus
memberikan argumentasi Kekristenan bukanlah agama yang selalu mempersalahkan orang, seolah-
olah menuduh orang tanpa dasar. Tuhan itu murka and His wrath is justified. Layaklah Tuhan marah
kepada kita. Ada dua hal yang penting muncul di sini.
Pertama, orang-orang non Yahudi tidak bisa mempunyai alasan untuk mengatakan bahwa mereka
tidak mengenal Tuhan. Tuhan layak marah sebab Tuhan sudah memperlihatkan kemungkinan
menyadari ada Tuhan tetapi manusia tidak mau mengakui-Nya.
Kedua, ketidak-inginan manusia mengakui adanya Tuhan bukan sebab pengenalan akan Tuhan tidak
ada tetapi karena manusia menindas kebenaran dan menolak keberadaan Tuhan. Itu sebab Tuhan
layak murka, sebab ada hubungan relasional antara Allah dengan manusia.
Kita meninjau dari beberapa sisi apa akibat dari kejatuhan manusia di dalam dosa di dalam realita
kehidupan manusia. Ada beberapa akibat yang terjadi. Manusia akan binasa. Manusia dicengkeram
oleh setan, di bawah kontrol dan penguasaan kerajaan kegelapan. Akibat dosa maka kita terbelenggu
oleh our sinful nature. Tetapi ada aspek lain yang bagi saya sangat menarik sekali terutama waktu
kita melihat Kej.3 , ada empat point muncul di situ.

Pertama, terjadi kerusakan relasional antara manusia kepada Tuhan, manusia kepada sesama dan
diri, manusia kepada alam. Sebelum jatuh di dalam dosa, manusia mempunyai hubungan relasional
yang harmonis. Waktu Tuhan membawa Hawa kepada Adam, Adam mengeluarkan satu kalimat yang
sangat roma ntis, “Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Kalimat itu mengungkapkan
isi hati Adam, “Eve, you are part of my life, my soul mate.” Begitu jatuh di dalam dosa, relasi itu
menjadi berubah. Adam mempersalahkan Hawa, demikian seterusnya.

Kedua, terjadi kebingungan Epistemologi. Setan tidak usah menipu dan mengajarkan seribu satu
macam dosa. Dia hanya memberikan kekacauan epistemologi sehingga manusia sendiri yang
menciptakan derivative dosa yang begitu banyak.

Apa itu Epistemologi? Dalam ilmu filsafat secara singkat Epistemologi adalah “how do we know we
know?” Saudara bilang bunga itu berwarna merah, maka Epistemologi akan bertanya, bagaimana
kamu tahu bunga itu merah? Sebab mataku melihat bunga itu merah. Tetapi kalau bunga itu ditaruh
di ruangan yang gelap, bukankah warnanya tidak lagi merah?
Pengetahuan saudara datangnya dari mana? Di dalam Epistemologi, pengetahuan itu datang dari
empat jalur. Pertama, saya tahu sebab ada otak saya yang berpikir. Maka sesuatu menjadi benar
kalau tidak bertentangan dengan logika rasional otak saya yang berpikir. Tetapi tidak semua
kebenaran itu kita terima dengan otak saja. Bagaimana saudara tahu api itu panas? Dengan pikiran,
sampai kapanpun saudara tidak dapat. Kita tahu api itu panas dengan menggunakan indera perasa.
Inilah jalur kedua, yaitu pengetahuan itu kita dapat lewat jalur Empiris. Saya tahu sebab saya melihat,
saya tahu sebab saya mengecap, saya tahu sebab saya mengalami. Ilmu science adalah ilmu yang
dengan sangat ketat menerapkan dua epistemologi ini, rational dan empiris. Dari situ mereka
menyusun hukum dan dalil yang berlaku dimanapun saudara berada. Science akan menerima sesuatu
sebagai kebenaran kalau hal itu masuk akal dan bisa dibuktikan secara empiris. Tetapi kebenaran itu
bukan hanya melewati dua jalur epistemologi ini sebab ada begitu banyak hal di dalam dunia ini yang
kita ketahui tidak melewati dua jalur ini.
5

Salah satu yang paling sederhana adalah epistemologi apa yang dipakai untuk mengetahui
bagaimana saya tahu saya jatuh cinta? Kalau saudara menuntut penjelasan yang rasional dan
empiris, saudara tidak akan ketemu jawabannya. Seseorang jatuh cinta bukan karena faktor-faktor
itu. Kita di sini bertemu dengan jalur epistemologi yang ketiga yaitu Subyektifisme. Manusia punya
ratio, manusia punya perasaan, manusia emosi, tetapi ada satu hal yang membedakan manusia
dengan binatang, sebab kita adalah satu person yang memiliki ‘keiningnan bebas’ yang bertang-
gungjawab. Itulah subyek di dalam diri yang bisa mengenali sesuatu yang melampaui apa yang kita
buktikan dan apa yang kita pikirkan. Itulah subyektifisme. Saudara kadang-kadang memakai
subyektifisme di dalam memilih dan memutuskan sesuatu. Jalur keempat adalah autoritarianisme,
yaitu ada satu subyek di atas saudara yang memberikan segala sesuatu dan saudara terima itu
sebagai kebenaran tanpa saudara pertanyakan. Antara lain, saudara percaya apa yang orang tua
saudara katakan itu benar adanya, saudara percaya apa yang hamba Tuhan katakan karena percaya
otoritas dia, saudara percaya apa yang guru ajarkan, dsb. Hampir kebanyakan dari seluruh kebenaran
yang saudara terima itu adalah dari jalur autoritarianisme dan saudara pasti tidak akan lulus sekolah
kalau di kelas terus “ngeyel” waktu guru sedang mengajar, selalu bertanya, “Masa sih? Yang bener?”

Waktu Tuhan bilang kepada manusia, “Jangan makan buah pohon pengetahuan itu karena engkau
akan mati nanti.” Apa yang Tuhan katakan adalah kebenaran sepenuhnya dan Dia tidak pernah
menjadi sumber ketidakbenaran. Namun Iblis menimbulkan kekacauan epistemologi. Tuhan hanya
minta Adam memegang satu epistemologi yang benar yaitu percaya, tetapi akhirnya Iblis
mengacaukan sehingga manusia mencari kebenaran dengan epistemologi empiris. Semua yang
Tuhan katakan baru terbukti benar atau tidak kalau sudah dicoba dulu. Benarkah engkau akan mati
kalau makan buah itu? Jangan percaya dulu, coba dulu. Seluruh pengalaman kegagalan kita di dalam
hidup yang berdosa ini berangkat dari kekacauan epistemologi ini, bukan? Kita tidak lagi
menggunakan epistemologi ‘Lord, I trust and depend on You.’ Kita selalu minta lihat dan bukti di
hadapan Tuhan untuk bisa percaya apa yang Tuhan katakan benar.
Ketiga, akibat kejatuhan manusia di dalam dosa, manusia kehilangan the truth of paradox. Paradox
bukanlah hal yang bertentangan, melainkan suatu kebenaran yang tidak bersifat logis sebab akibat
seperti cara berpikir kita. Banyak kebenaran paradox yang muncul di dalam Alkitab, misalnya Yesus
berkata, “Siapa yang ingin menjadi yang terbesar di dalam Kerajaan Surga haruslah menjadi yang
terkecil,” “Siapa yang terus mempertahankan hidupnya, dia akan kehilangannya,” “Siapa yang tidak
menyayangkan hidupnya akan mendapatkannya kembali.” Itu semua adalah kebenaran paradox.
Kalau kita ikut Tuhan terus menuntut kebenaran logis sebab akibat saja, kita akan menjadi sempit.
Orang yang berpikir dia akan disayang Tuhan, diberkati, kalau sehat berarti imanmu beres, kalau
engkau sakit berarti ada sesuatu yang salah. Itu semua adalah pikiran sebab akibat.
Keempat, akibat dosa terjadi hal yang disebut sebagai penipuan diri. Inilah kebahayaan dosa yang
paling besar. Setelah manusia jatuh di dalam dosa, Tuhan mengajukan tiga pertanyaan kepada Adam,
tetapi Adam tidak menjawab apa yang Tuhan tanyakan kepadanya. Pertanyaan pertama, “Di
manakah engkau?” Adam menjawab, “Setelah mendengar suara-Mu aku menjadi takut sehingga aku
bersembunyi.” Tuhan selanjutnya bertanya, “Siapa yang memberitahu engkau telanjang? Apakah
engkau makan buah itu?” Adam tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya Adam mempersalahkan
Tuhan. Bagi saya ini merupakan point yang penting, di sini saya menafsirnya sebagai penipuan diri
6

terhadap dosa. Adam tidak menjawab tidak berarti Adam tidak tahu jawabannya. Adam tidak
menjawab, itu merupakan salah satu cara manusia berdosa untuk menghindari persoalan dan
mencari alasan bahwa dia tidak tahu jawabannya. Tidak memberi jawaban tidak berarti manusia
tidak tahu. Maka saudara akan mengerti kenapa Paulus di awal surat Roma ini bicara mengenai dosa
dengan mengkaitkannya antara murka Tuhan kepada orang berdosa. Kenapa Tuhan marah kepada
orang berdosa? Kenapa Tuhan murka? Apa pembenarannya Tuhan marah kepada manusia berdosa?
Maka Paulus memberi jawabannya. Pertama, apa yang perlu manusia ketahui tentang Allah itu sudah
Tuhan kasih tahu. Manusia tidak menerima itu bukan karena informasinya tidak jelas tetapi manusia
menindas kebenaran Tuhan dengan kelaliman. Maka tidak heran waktu kita memberitakan Injil orang
bilang “Saya tidak perlu Tuhan. Saya orang yang cukup baik, dsb” Kalimat-kalimat seperti itu adalah
kalimat yang bersifat penipuan diri. Kenapa saya mengatakan seperti itu?
Hari ini saya ingin mengajak saudara memperhatikan apa yang Paulus katakan di dalam bagian ini,
orang yang berdosa menindas kebenaran dan tidak akan mau mengaku dirinya berdosa. Itulah tipuan
diri.
Penipuan diri ini akan selalu muncul di dalam kehidupan dan itu membuktikan kita tidak bisa
melepaskan relasi kita dengan Tuhan. Tidak heran waktu St. Agustinus bertobat, dia mengeluarkan
kalimat ini, “Jiwaku baru bisa tenang pada waktu kembali kepada Tuhan yang menciptakannya.”
7

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 19/7/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 2

Mengenal allah melalui alam semesta

Nats: Roma 1:16-23

16 Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah
yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama–tama orang Yahudi, tetapi juga
orang Yunani.
17 Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada
iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.”
18 Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang
menindas kebenaran dengan kelaliman.
19 Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah
menyatakannya kepada mereka.
20 Sebab apa yang tidak nampak dari pada–Nya, yaitu kekuatan–Nya yang kekal dan keilahian–
Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya–Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka
tidak dapat berdalih.
21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau
mengucap syukur kepada–Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia–sia dan hati mereka
yang bodoh menjadi gelap.
22 Mereka berbuat seolah–olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.
23 Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan
manusia yang fana, burung–burung, binatang–binatang yang berkaki empat atau binatang–
binatang yang menjalar.

”...mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh” (Roma
1:22). Ayat 22 menjadi ayat yang indah sekali. Firman Tuhan berkata manusia pikir mereka pintar

tetapi mereka sudah menjadi bodoh. Dengan kalimat seperti ini kita bisa memahami rahasia
keindahan firman Tuhan, apa yang dianggap pintar oleh manusia mungkin dianggap bodoh di mata
Allah. Apa yang dianggap bodoh oleh manusia justru adalah hikmat di hadapan Allah.
“Buku Tanpa Kata” –buku yang hanya berisi lembaran berwarna tanpa ada satu huruf di dalamnya-
dibuat untuk mereka yang sama sekali buta huruf dan tidak pernah belajar membaca. Mungkinkah
orang yang tidak pernah belajar, bisa mengenal keselamatan di dalam Yesus Kristus? Jawabnya
adalah ya. Orang yang paling sederhana, bahkan anak-anak yang masih kecil bisa mengenal dan
mengerti isi Alkitab ini karena Tuhan luar biasa ajaib, memberikan firman Tuhan yang orang
sederhana bisa mengerti namun orang pintar juga menghargai kitab suci. Tetapi orang-orang yang
pintar mungkin dalam segala kepintaran mereka membaca kitab suci, mereka gagal untuk bisa
8

mengenal keselamatan di dalam Yesus Kristus. Kenapa? Karena Alkitab dengan sederhana bicara, ada
perbedaan definisi antara yang Tuhan beri dengan apa yang manusia beri. Bagi manusia, apa itu
pintar? Pintar berarti juara kelas. Pintar berarti engkau mendapat gelar yang banyak. Pintar berarti
engkau lulus dari sekolah yang paling baik. Apa itu bodoh? Menurut orang, bodoh berarti tidak
sekolah. Bodoh berarti tidak lulus sekolah dasar. Bodoh berarti tidak mendapat pendidikan. Itu yang
diajarkan oleh dunia ini. Namun Alkitab mengatakan yang sebaliknya. Orang yang tidak ber-
pendidikan tetapi bisa mengenal kebenaran firman Tuhan, Alkitab bilang dia adalah orang yang
berhikmat. Bagian firman Tuhan yang kita baca hari ini berbicara mengenai apa yang menjadi
halangan mengapa manusia tidak bisa mengenal dan percaya Tuhan. Setelah mereka tidak mengenal
dan tidak mau percaya Tuhan, mereka menganggap diri mereka sudah pintar. Tetapi firman Tuhan
berkata, mereka adalah orang-orang yang bodoh.

Ada seorang Ateis –yang tidak mau percaya dan mengaku Tuhan- bukan kita yang mengatakan hal itu
tetapi mereka sendiri yang bilang, kami adalah orang Ateis, kami tidak mau percaya ada Tuhan. Suatu
kali seseorang bertanya kepada salah seorang Ateis bernama Bertrand Russell, kalau suatu hari
terbukti Tuhan itu ada, dan engkau berdiri di hadapan Tuhan, apa yang akan engkau katakan kepada
Dia? Bertrand Russell bilang, kalau betul-betul Tuhan itu ada dan saya berdiri di hadapan Dia, saya
akan mengatakan ‘I’m sorry God, there is not enough evidence to believe in God.’ Kalaupun akhirnya
terbukti Tuhan itu ada, saya tetap punya satu alasan, there is not enough evidence to believe in God.
Itu posisi dia. Kenapa dia menjadi Ateis? Menurut dia, karena saya tidak punya cukup bukti untuk
membuktikan Tuhan itu ada.

Kalau saudara bertemu dengan orang yang bertanya kepadamu, apakah kamu percaya Tuhan itu
ada? Apa buktinya Dia ada? Saudara mungkin akan mengalami kesulitan untuk menjawab karena
kelihatannya pertanyaan dia cerdas dan susah untuk dijawab. Aku tidak bisa melihat Allahmu,
bagaimana kamu bisa membuktikan Dia benar-benar ada? Apa yang harus kamu katakan? Jawab
kepada dia, apakah kamu tahu apa yang sedang ada di pikiran saya? Pasti dia tidak tahu sebab dia
tidak bisa melihat pikiranmu. Tetapi mau tidak mau dia harus mengakui bahwa pikiran itu ada,
bukan? Meskipun tidak bisa dilihat, banyak hal di dalam dunia ini kita semua harus mengaku itu ada.
Sekarang, walaupun kamu tidak bisa lihat, kenapa kamu tetap tidak percaya bahwa Tuhan itu ada?

Di dunia ini ada dua pandangan besar. Yang pertama adalah pandangan agama yang mengatakan
segala sesuatu ada sebab ada yang namanya Allah Pencipta yang menciptakan segala sesuatu.
Namun pandangan yang kedua berkontra dengan pandangan yang pertama yaitu Evolusi. Evolusi
mengatakan Tuhan tidak ada sebab segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini adalah hasil Evolusi.
Sidney Fox, seorang Evolutionist mengatakan “In the beginning life assembled itself.”

Evolusi percaya bahwa segala sesuatu bermula dari sel kecil yang berkembang menjadi banyak dan
akhirnya menjadi segala sesuatu yang ada di atas muka bumi secara random, maka tidak perlu
jawaban dari Creationist yaitu ada suatu oknum yang pintar, bijaksana dan maha kuasa yang
menciptakan segala sesuatu. Segala sesuatu datang dengan sendirinya. Itu sebab semua film
dokumentari Evolutionist memulai dengan kalimat, “In the beginning…” persis dengan frase pertama
kitab Kejadian. Maka Evolusi merupakan jawaban dari manusia yang dipakai sampai saat ini untuk
menentang konsep kepercayaan kepada Tuhan. Dunia ini dengan sendirinya, tidak ada tujuan, tidak
9

ada arti, tidak ada arah dan tidak ada nilai. Kalau orang mau konsisten dengan konsep ini, maka
hidup ini tidak punya tujuan dan arti. Tetapi tidak semua orang Ateis hidup seperti itu. Sampai hari ini
jujur kalau mau dikatakan argumentasi yang dipakai untuk mengatakan Tuhan itu tidak ada, bagi saya
hanya bermuara kepada dua persoalan besar: pertama, manusia pikir sudah mendapat semua
jawaban sehingga tidak perlu Tuhan. Jawabannya buat mereka adalah Evolusi tsb. Kalau di tempat
kerja saudara ketemu dengan orang Agnostik –berbeda dengan Ateis yang dengan terbuka
mengatakan tidak percaya ada Tuhan, orang Agnostik mengatakan Tuhan ada atau tidak ada, aku
tidak tahu. Saudara kalau ketemu orang seperti ini saudara harus mengatakan dia seharusnya hidup
konsisten dengan prinsip Agnostik yang dia pegang. Kalau dia bilang Tuhan ada atau tidak dia tidak
tahu, maka paling tidak dalam sebulan dia harus dua kali ke gereja dan dua kali tidak ke gereja.
Kenapa? Sebab mungkin Tuhan ada, sehingga pergi ke gereja dua kali sebulan, dua kali hari Minggu
tidak ke gereja sebab Tuhan tidak ada. Sehingga nanti kalau ternyata Tuhan ada, dia tidak terlalu rugi.
Kalau ternyata Tuhan tidak ada, paling tidak ada dua kali hari Minggu dia bisa senang-senang, bukan?

Yang kedua, hambatan orang untuk sulit menerima Tuhan Pencipta adalah the problem of suffering.
Jadi hanya dua hal ini yang mereka pakai, yaitu mereka mendapat jawaban dari Evolusi sehingga
tidak perlu Tuhan. Yang kedua, kalaupun Tuhan ada maka terjadi persoalan filosofis manusia bisa
percaya ada Tuhan yang maha kuasa dan maha baik tetapi kenapa ada penderitaan di atas muka
bumi ini. Ini adalah pertanyaan klasik yang muncul dari dulu hingga sekarang, persoalan penderitaan
dipakai oleh manusia untuk menolak Tuhan yang maha kuasa dan maha baik. Kalau Tuhan itu maha
baik, mengapa Dia membiarkan kita berada di dalam penderitaan. Mungkin Dia maha baik tetapi
tidak maha kuasa, sehingga tidak sanggup untuk menghapus penderitaan di atas muka bumi ini. Atau
dia maha kuasa dan sanggup bisa menghapus semua kesulitan dan penderitaan di atas muka bumi
tetapi Dia tidak mau, berarti Dia adalah Allah yang maha kuasa tetapi tidak maha baik. Maka bisa
percaya Tuhan itu maha kuasa sekaligus maha baik akan mengalami kesulitan menjawab kenapa ada
penderitaan, kenapa ada penganiayaan, kenapa ada bencana alam, kenapa ada orang yang tidak
bersalah mengalami penderitaan, kenapa ada orang yang baik bisa ditimpa bencana, dsb? Kalau
benar ada Tuhan, kenapa Dia tidak menjaga dan melindungi?
Firman Tuhan di dalam Roma 1 minggu lalu saya membahas ayat 18 bicara soal ketidak-mauan
manusia untuk percaya adanya Allah berangkat dari hati manusia menindas kebenaran dengan
kelaliman. Itu adalah satu bahasa yang memberitahukan kepada kita manusia sebenarnya tahu Allah
itu ada tetapi tidak mau mengakui Dia ada. Itu yang saya sebut sebagai tipuan diri. Manusia tidak
mau mengaku adanya Tuhan, manusia tidak mau percaya adanya Tuhan, bukan karena Tuhan tidak
memberi cukup bukti kepada kita bahwa Dia ada, tetapi persoalannya karena manusia tidak mau
mengaku adanya Tuhan. Tidak mau mengakui adanya Tuhan tidak berarti Tuhan itu tidak ada.
Darimana datangnya sikap manusia yang menindas kebenaran itu dengan kelaliman? Itu adalah salah
satu akar dosa yang sangat berbahaya sekali. Dosa itu bukan hanya tindakan perbuatan dosa, tetapi
salah satu aspek dosa adalah penipuan diri. Ini berangkat dari dialog antara Tuhan dengan Adam
waktu Adam sudah jatuh di dalam dosa. Tuhan mengeluarkan tiga pertanyaan kepada Adam, dan
dari tiga pertanyaan itu hanya satu yang Adam jawab. “Adam, di manakah engkau?” tanya Tuhan.
Adam menjawab, “Ketika aku mendengar langkah kaki-Mu aku menjadi takut sehingga aku
bersembunyi karena aku telanjang.” Lalu muncul pertanyaan kedua dan ketiga, “Siapa yang
memberitahumu bahwa engkau telanjang? Kau makankah buah itu?” Adam tidak menjawab dua
pertanyaan ini. Yang Adam lakukan justru mempersalahkan Tuhan mengapa memberi Hawa
10

kepadanya. Mengapa Adam tidak menjawab? Apakah dia tidak tahu jawabannya? Dia tahu
jawabannya tetapi dia tidak mau menjawab sebab dengan demikian dia masih mempunyai
kemungkinan untuk menyimpang. Kalau dia tidak menjawabannya, tidak berarti dia tidak tahu
jawabannya. Itu bagi saya adalah penipuan diri.

Paulus mengangkat hal itu. Apa yang ingin manusia tahu tentang Tuhan sudah kasih tahu, melalui
alam semesta yang Tuhan cipta, manusia tidak mungkin bisa berdalih. Cornelius Van Til, seorang
teolog Reformed, mengatakan di dalam hati manusia yang sedalam-dalamnya sebenarnya tidak ada
manusia yang sungguh-sungguh Ateis sejati. Pada waktu seorang Ateis berkata, “Saya tidak percaya
Tuhan,” di dalam hatinya sesungguhnya dia menyadari Tuhan itu ada, itulah penipuan diri. Mulut
mengatakan Tuhan tidak ada dan tidak mau percaya kepada Dia, tidak berarti Tuhan tidak ada dan
tidak berarti dia jujur mengatakan kalimat itu karena di dalam hati engkau tahu Tuhan itu ada. Itu
sebab Van Til mengatakan tidak ada orang yang Ateis sejati.
Minggu lalu saya mengangkat analisa yang menarik dari Paul Tillich, perasaan kecemasan muncul di
dalam hati manusia membuktikan ada sesuatu di dalam hati manusia yang harus mengaku Tuhan
ada. Kalau memang Tuhan tidak ada mengapa di dalam hampir semua kebudayaan manusia ada
perasaan takut satu kali kelak setelah mati dia akan dihukum? Dari mana datangnya kecemasan itu?
Maka tidak heran begitu seseorang mengalami kesulitan atau bencana penyakit, langsung dia
berpikir itu adalah satu hukuman. Maka muncul konsep sesajen di dalam kebudayaan manusia. Yang
kedua, ada rasa salah diri. Dari mana datangnya perasaan itu? Bagi saya jawabannya ada di Roma 1:19
Tuhan sudah memberi satu jawaban, suatu hari waktu ketemu Tuhan Bertrand Russell akan bilang
‘There is not enough evidence to believe in You,’ Tuhan bilang, itu adalah penipuan diri. Kenapa?
Tidak perlu menemukan teleskop, tidak perlu menemukan mikroskop, begitu melihat alam semesta
ini bahkan anak kecilpun bisa melihat semua itu tidak mungkin datang kebetulan, tidak mungkin
tanpa maksud dan tidak mungkin datang karena acak. Di dalam hidupmu, segala sesuatu yang ada
pasti punya tujuan dan manfaat dan pasti ada penciptanya.

Mama di rumah bikin nasi goreng kita tidak bisa bilang “In the beginning nasi goreng is assembled by
itself.” Pasti kamu dikeplak mama. Atau kita juga tidak bisa bilang kalau ada nasi, ada kecap, ada
telur, ada ayam, lalu biarkan dengan sendirinya akan menjadi nasi goreng. Mesti ada yang
memasaknya, bukan?
Alkitab mengatakan, melihat alam semesta manusia tidak mungkin bisa berdalih adanya Tuhan.
Manusia ingin lebih mengenal hidup, itu sebab manusia menciptakan perkakas yang canggih untuk
melihat apa yang ada di balik kehidupan ini. Sampai kepada sel yang paling kecilpun begitu dilihat
dengan mikroskop elektron untuk berubah menjadi sesuatu itu merupakan satu lompatan
pengetahuan yang tidak mungkin terjadi. Ilmu Pengetahuan memperlihatkan kepada kita, walaupun
seorang ayah ingin mentransplantasi ginjal kepada anak sendiri belum tentu tubuhnya mau terima.
Dari situ kita bisa melihat bagaimana sel itu begitu unik kepada dirinya sendiri. Melihat dengan
teleskop kita baru tahu betapa luasnya alam semesta ini, dan tidak ada seorangpun hingga saat ini
bisa tahu berapa luasnya. Makin manusia menemukan makin manusia harus kagum. Namun alam
semesta tidak bisa protes terhadap pandangan itu semua. Setelah melihat alam semesta manusia
bisa saja berpikir itu semua terjadi begitu saja dengan proses Evolusi dan menganggap sudah
menemukan jawabannya dan rasa diri pintar.
11

Hari ini kita belajar beberapa hal:

Pertama, tidak mungkin manusia bisa menolak bukti adanya Tuhan. Pada suatu hari kita akan
mempertanggungjawabkan hal itu.
Kedua, hidup manusia berdosa memberitahukan kepada kita, Tuhan sudah murka. Mengapa Tuhan
murka? Sebab manusia sudah menekan kebenaran Allah dengan kelaliman. Tuhan murka sebab
manusia pikir manusia sudah memiliki jawaban sendiri.
Ketiga, di ayat 21 sangat mengerikan sekali di sini dikatakan ciri dari manusia yang berdosa terdiri dari
dua sikap ini: manusia tidak memuliakan Tuhan dan manusia tidak bersyukur. Hidup orang yang tidak
beriman akan ditandai oleh dua sikap ini, tidak pernah memuliakan Allah dan tidak pernah bersyukur.
Minggu depan saya akan membahas ayat 24 yang lebih mengerikan lagi. Murka Tuhan datang dengan
cara Tuhan membiarkan. Semakin manusia berdosa tidak menganggap tidak perlu Tuhan, semakin
Tuhan membiarkan. Dengan demikian, pada suatu hari waktu manusia ketemu Tuhan, tidak mungkin
manusia bisa memiliki alasan maaf.
12

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 26/7/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 3

Kebutaan dosa melihat a fine-tuned universe

Nats: Roma 1:18-32

18 Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang
menindas kebenaran dengan kelaliman.
19 Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah
menyatakannya kepada mereka.
20 Sebab apa yang tidak nampak dari pada–Nya, yaitu kekuatan–Nya yang kekal dan keilahian–
Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya–Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka
tidak dapat berdalih.
21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau
mengucap syukur kepada–Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia–sia dan hati mereka
yang bodoh menjadi gelap.
22 Mereka berbuat seolah–olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.
23 Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan
manusia yang fana, burung–burung, binatang–binatang yang berkaki empat atau binatang–
binatang yang menjalar.
24 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran,
sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.
25 Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah
makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama–lamanya, amin.
26 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri–isteri
mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.
27 Demikian juga suami–suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan
menyala–nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan
kemesuman, laki–laki dengan laki–laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka
balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.
28 Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan
mereka kepada pikiran–pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak
pantas:
29 penuh dengan rupa–rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan
dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.
30 Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai
dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua,
31 tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.
13

32 Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan–tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap
orang yang melakukan hal–hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja
melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.

Dalam acara televisi ‘Sunrise,’ David Koch mengajukan satu pertanyaan yang sangat menarik kepada
Dr. Carl yang seorang scientist, ‘Apakah ada kemungkinan kehidupan selain di atas muka bumi ini?’
Jawaban juga menarik, yaitu ‘Probability yes but it is impossible to prove.’ Maksudnya, secara
scientific kemungkinan itu ada tetapi mustahil untuk dibuktikan. Kenapa dia katakan kemungkinan itu
ada? Sebab begitu kita melihat seluruh alam semesta ini dengan teleskop kita menemukan ada
miliaran galaksi. Terlalu besar alam semesta ini sehingga menimbulkan asumsi masakah di atas alam
semesta ini tidak mungkin ketemu kondisi keadaan galaksi seperti yang kita tinggali sekarang ini? Itu
sebab jawabannya ‘probability yes but impossible to prove’ sebab sampai saat ini belum pernah
ketemu ada kemungkinan kehidupan selain di atas muka bumi ini. Para scientist yang mempelajari
alam semesta menemukan paling tidak minimal ada tiga kondisi yang paling penting yang diperlukan
untuk menjadikan kehidupan di atas satu planet.

Pertama, posisinya harus persis sama dengan planet bumi ini. Kedua, harus ada energi sehingga
kehidupan bisa possible ada. Ketiga, komposis gas dan cairan yang persis sama dengan planet bumi
ini.

Pengetahuan manusia makin bertambah dan makin banyak ketika manusia menemukan dua alat
yaitu teleskop dan mikroskop. Teleskop bisa membuat manusia melihat apa yang terlalu jauh untuk
dijangkau oleh mata, mikroskop bisa membuat manusia melihat apa yang terlalu kecil untuk dilihat
mata. Di dalam satu bagian mengenai Cosmology, ilmu mengenai alam semesta, seorang scientist
menyebut istilah “Anthropic Phenomenon.” Kosmologi sekarang mau tidak mau bersifat “Anthropic
Phenomenon” ini. Maksudnya adalah kita tidak bisa pungkiri kalau betul dari awal – 14 milyar tahun
yang lalu- alam semesta ini terjadi melalui satu proses “Big Bang theory” yaitu dari satu massa yang
kecil sekali yang kepadatannya begitu tangguh kemudian meledak sehingga membuat alam semesta
ini meledak. Tetapi Anthropic Phenomenon mengatakan sesuatu yang saudara dan saya tidak bisa
pungkiri, nampaknya alam semesta memiliki pikirannya sendiri, tujuan semua ini terjadi adalah
supaya manusia dapat hidup di atas muka bumi. Maksudnya, semua benda-benda langit yang terjadi
karena Big Bang itu menuju kepada sesuatu yang seolah-olah “sadar” suatu hari manusia akan ada di
atas muka bumi ini dan mereka berjalan kepada satu persiapan, akan ada planet, ada bulan, ada
matahari, ada galaksi-galaksi yang berotasi dengan teratur dan akhirnya melalui semua itu kehidupan
bisa ada di atas muka bumi. Itu Cosmology yang dihadapi sekarang.

Makin teliti dan makin melihat, mereka makin mengaku –walaupun tidak mengaku ada Tuhan yang
menciptakan karena mereka tidak bisa membuktikan ada Tuhan yang menciptakan- tetapi sampai
kepada titik segala yang ada di alam semesta ini semuanya bersifat “a fine-tuned.” Istilah ini saya
ambil dari buku Alister McGrath – seorang PhD. di dalam Natural Science yang menjadi hamba
Tuhan- menulis satu buku berjudul “A Fine-Tuned Universe.” Dia adalah seorang yang benar-benar
belajar dan sangat mengerti apa yang dia tulis.

Saya akan mengutip satu artikel yang ditulis oleh seorang scientist bernama Martin Rees yang
mengatakan ada enam angka yang –kalau tidak ada di dalam alam semesta ini- maka alam semesta
ini tidak akan ada. Angka itu disebut sebagai “the constant of Universe.” Kalau angka itu lebih rendah
14

atau lebih tinggi sedikit saja, alam semesta tidak pernah ada. Itu membuktikan alam semesta ini
adalah satu fine-tuned. Semuanya begitu teliti terjadi tujuannya cuma satu yaitu supaya hidup adalah
mungkin terjadi di atas muka bumi ini. Beberapa pembuktian itu akan saya kutip untuk membawa
kita kepada kekaguman akan Tuhan kita yang luar biasa. Begitu melihat alam semesta, kita akan
menemukan betapa agungnya Tuhan itu, begitu dahsyat dan begitu luar biasa menciptakan alam
semesta ini dengan segala bijaksana yang hebat dan Dia adalah Allah yang ilahi, yang bukan bagian
dari dunia ciptaan-Nya. Ayat 20 , melihat alam semesta engkau akan mengetahui kekuatan Tuhan
yang kekal dan keilahian-Nya. His eternal greatness and His divinity. Jadi waktu orang melihat alam
semesta, muncul dua respons di dalam pikirannya, yaitu alam semesta ini pasti ada yang mencipta
dan pencipta ini begitu hebat bijaksananya dan kedua, Pencipta ini pasti tidak sama dengan yang
dicipta.
Martin Rees di dalam artikel Science Cosmology-nya mengatakan hanya enam angka konstan ini
membawa para ilmuwan kagum, namun ironisnya mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka
makin belajar makin mengaku betapa luar biasa Pencipta alam semesta ini. Melihat melalui
mikroskop elektron dan proton ada dua kekuatan di dalamnya. Satu, kekuatan yang bersifat
elektroma gnetik dan satu lagi kekuatan gravitasi. Ratio perbandingan antara kekuatan gravitasi dan
kekuatan proton dan elektron begitu tepat sehingga daya tarik dan daya lepasnya pas. Kalau daya
tarik proton dan elektronnya terlalu kuat maka semua sel yang terbentuk tidak mungkin bisa lebih
besar daripada kecoa. Proton dan elektron yang ada di dalam sel tubuh kita memiliki ratio hubungan
gravitasi dan kekuatan elektro magnetiknya memiliki angka yang konstan. Luar biasa! Kalau angkanya
naik sedikit, mahluk hidup yang ada di atas muka bumi ini ukurannya paling besar hanya sebesar
kecoa, tidak bisa seukuran kita.

Kedua, di dalam inti satu atom, atom itu akan pecah berantakan atau lumer kalau tidak diikat oleh
satu angka yang membuat atom itu ada dan angka itu tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang
karena tidak ada kehidupan di atas bumi ini. Angkanya adalah 0.007. Kekuatan yang mengikat nuklir
dari satu atom itu begitu sempurna dan konstan. Tuhan itu luar biasa. Saya percaya scientist yang
menemukan fakta inipun menyadari ‘a fine-tuned universe’ ini.
Ketiga, satu konstan angka yang diberi simbol ‘omega,’ sudah diteliti oleh para ahli Cosmology dan
tidak bisa dipungkiri bahwa di alam semesta ini ada dua ‘bahan’ yaitu bahan-bahan yang kelihatan
dan ada yang namanya ‘bahan-bahan gelap.’ Yang berupa ‘bahan-bahan gelap’ ini tidak sanggup
memancarkan cahaya karena daya gravitasinya terlalu tinggi dan segala sesuatu di-absorb olehnya.
Saudara bisa melihat bintang sebab bintang itu memancarkan radiasi cahaya. Saudara bisa melihat
matahari sebab matahari memancarkan sinarnya. Sinar yang keluar dari matahari itu pasti lebih kuat
daripada energi gravitasi yang menarik dia masuk, itu sebab sinarnya keluar. Tetapi ada semacam
massa di dalam dunia ini yang disebut ‘dark matters’ yang memiliki densitas gravitasi yang terlalu
kuat sehingga sinar yang mau keluar darinya ditarik lagi masuk ke dalam sehingga dia menjadi
‘bahan-bahan gelap.’ Perbandingan antara matters yang kelihatan dan bahan-bahan gelap ini me-
miliki satu angka konstan yang disebut omega, perbandingannya begitu konstan dan seimbang. Kalau
bahan-bahan gelap terlalu kuat, semua akan ditarik kepadanya sehingga saudara dan saya tidak akan
ada. Kalau terlalu sedikit maka daya tarik antara gravitasi menjadi lumer sehingga mungkin jarak
matahari dari bumi berbeda sedikit saja, kita semua tidak akan hidup karena suhu di bumi akan
terlalu dingin. Inilah angka konstan yang ketiga yang tidak boleh tidak ada.
15

Keempat, ratio perbandingan antara kekuatan gravitasi dan anti gravitasi yang mengikat energi
memiliki angka yang konstan. Waktu satu barang pecah, partikelnya baru bisa diukur setelah partikel
itu berhenti bergerak, bukan? Kita tidak bisa mengukur dan memprediksi jarak sebelum semua
partikel itu tersebar. Tetapi sampai sekarang alam semesta ini masih berkembang, tetapi waktu
semua itu bergerak, kekuatan ikatnya tetap membuat satu sama lain tidak cepat-cepat pisah. Apakah
itu? Kenapa bisa begitu? Itu semua hanya membawa kita sampai kepada satu kekaguman, alam
semesta yang saudara lihat seolah biasa, tetapi orang yang makin belajar memang akan sampai
kepada satu titik, alam semesta ini begitu ajaib. Hanya menunggu respons mereka, apakah hanya
sampai di situ lalu selesai, ataukah mereka sampai kepada satu langkah lebih lanjut yaitu mengakui
tidak mungkin tidak ada satu pencipta yang begitu agung luar biasa di belakang semua ini. Saya
memperlihatkan satu buku lagi berjudul “The Cells Design” yang melihat dengan mikroskop kepada
sel-sel yang paling kecil. Apa yang menjadi komponen dari satu sel hidup? Penemuan DNA
merupakan satu perkembangan yang luar biasa.
Minggu lalu saya mengutip kalimat seorang Ateis bernama Sidney Fox yang mengatakan, “In the
beginning life assembled itself.” Kita kagum dengan kalimat seperti itu, tetapi pada kenyataannya
begitu sampai kepada penelitian yang mendalam, banyak aspek yang tidak seperti apa yang dia
katakan. Apa itu hidup? Hidup adalah kalau satu sel itu memiliki kemampuan metabolisme men-
dukung hidupnya sendiri, itu adalah hidup. Lebih dalam lagi, di dalam hidup itu memiliki komponen
yang membuat dia menjadi mahluk hidup. Komponen yang paling mendasar adalah komponen DNA.
Para scientist yang meneliti DNA bisa menemukan komponen-komponen yang ada di dalamnya
setelah DNA itu diekstrak, ada amino acid, fat acid, sugar, dan beberapa komponen lain.

Lynn Margulis – seorang scientist ahli DNA- mengatakan, “To go from a bacterium to people is less of
step than to go from a mixture of amino acid to a bacterium.” Maksud dia, bakteri berevolusi menjadi
orang step-nya lebih pendek daripada lompatan merubah asam amino menjadi bakteri. Walaupun
tidak ada di antara kita yang mau mengaku nenek moyang kita adalah bakteri, tetapi di dalam bahasa
ilmiah ucapan dia begitu menarik, bakteri berubah menjadi orang masih lebih gampang daripada
asam amino menjadi bakteri. Kenapa? Karena bakteri kepada manusia, dua-dua adalah dari hidup
kepada hidup sedangkan asam amino kepada bakteri adalah dari mati kepada hidup. Manusia bisa
membuat asam amino sintetis dan asam lemak sintetis, tetapi campur sampai bagaimanapun tidak
bisa membuat satu bakteri. Apa itu hidup? Masuk kepada mikroskop yang paling detail, satu sel yang
Tuhan cipta itu begitu kompleks dan begitu ‘fine-tuned.’
Artinya, saudara mau belajar Cosmology mendalami alam semesta ataukah menjadi seorang scientist
yang belajar sampai sedetil mungkin mempelajari DNA, saudara masuk kepada satu ilmu
pengetahuan yang berkata semua itu terjadi dan ada begitu indah, begitu teratur, begitu kompleks,
yang hanya bisa membawa kita kepada satu pengakuan tidak mungkin tidak ada seorang pencipta
yang begitu agung membuat semuanya ini.

Itu sebab firman Tuhan di dalam surat Roma yang kita baca, Paulus langsung memberitahukan
kepada kita, Allah yang kita sembah bisa dikenal oleh semua orang dan tidak ada seorangpun yang
bisa berdalih Tuhan itu tidak ada, sebab melalui alam semesta yang Tuhan ciptakan ini saudara bisa
melihat kedahsyatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya. Di dalam teologi kita menyebutnya sebagai
16

wahyu umum (General Revelation). Yang menjadi persoalan, wahyu umum tidak bisa berkata-kata, dia
hanya menjadi ‘saksi diam’.
Berbeda dengan Alkitab yang bisa mengatakan dengan jelas Tuhan berbicara dan berkata-kata.
Bintang tidak bisa berteriak, “Tuhan yang ciptakan saya!” Yang ada ialah, ada dua orang berdiri
melihat alam semesta, lalu yang satu bilang ‘pasti ada Tuhan yang mencipta,’ sedangkan yang satu
bisa bilang, ‘semua terjadi dengan sendirinya, Tuhan tidak ada.’ Jadi persoalannya ada di dalam
interpretasi orang kepada wahyu umum itu. Wahyu umum juga memiliki satu keterbatasan karena
mungkinkah manusia bisa mengenal Allah yang sejati melalui wahyu umum? Secara teologis kita
mengatakan manusia tidak bisa mengenal Allah yang sejati melalui wahyu umum. Kenapa? Firman
Tuhan mengatakan kita tidak bisa mengenal Allah Tritunggal, Allah yang menebus melalui wahyu
umum. Di dalam wahyu umum, manusia hanya bisa sampai kepada satu kesadaran akan Tuhan itu
dengan dua sifat karakter-Nya yaitu Allah itu pasti mencipta dengan keagungan yang dahsyat dan Dia
tidak sama seperti ciptaan-Nya. Hanya sampai di situ. Manusia tidak bisa mengenal Allah Bapa, Allah
Anak dan Allah Roh Kudus di dalam wahyu umum. Manusia tidak bisa mengetahui Yesus mati
baginya di dalam wahyu umum. Kalau begitu, apa fungsi dari wahyu umum?
Roma 1:20 memperlihatkan fungsi wahyu umum yang penting sekali. “Sebab apa yang tidak nampak
daripada-Nya yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya dapat nampak kepada pikiran dari
karya-Nya sejak dunia dijadikan sehingga mereka tidak dapat berdalih.” Bagi orang-orang yang tidak
pernah mendengar Injil atau Injil belum sampai kepada mereka, mungkinkah mereka bisa berdalih
bahwa mereka tidak mengenal Tuhan atau mereka tidak mengetahui ada yang namanya Pencipta
alam semesta ini? Ayat ini langsung memberikan jawaban, tidak mungkin mereka bisa memaafkan
seperti itu.

Maka wahyu umum diberi sebagai suatu keadilan Tuhan tidak ada orang di atas muka bumi ini boleh
berkata mereka tidak tahu ada yang nama-Nya Tuhan yang menciptakan alam semesta ini sekalipun
nanti di dalam kebudayaan mereka, mereka bisa memiliki konsep allah yang berbeda-beda. Manusia
tidak sanggup bisa melihat dan mereka tidak bisa berdalih sebab meskipun mereka tidak bisa
menyadari adanya Tuhan dan mencari Tuhan yang sejati karena adanya dosa yang ada di dalam hati
mereka membuat mereka melakukan segala yang dikatakan di ayat 18 , kebenaran itu telah mereka
tekan sedalam-dalamnya. Manusia tidak mau memiliki konsep tentang adanya Tuhan dan mereka
tekan. Waktu mereka menekan kebenaran itu, tidak otomatis mereka menjadi ateis. Maka sekarang
kita melihat bagaimana konsep mengenai Allah yang benar itu mengalami perubahan di dalam diri
manusia yang berdosa.
Roma 1:18-32 ini merupakan satu rangkaian perikop yang utuh dari argumentasi rasul Paulus
mengenai kehidupan orang-orang non Yahudi di hadapan Tuhan. Jelas sekali di dalam kepala Paulus
ada kehidupan masyarakat non Yahudi dimana dia hadir dan pergi. Kehidupan itu memberikan fakta
kepada kita betapa manusia telah memberontak dan melawan Tuhan, bukan saja dengan pemujaan
berhala tetapi juga dengan kecabulan. Di dalam perikop ini Paulus tiga kali menggunakan kata
“exchanged.” Di ayat 23 , exchanged berarti kesadaran akan Allah yang sejati telah manusia ganti dan
ubah. The understanding about the true God exchanged by men with idolatry. Manusia yang berdosa
menekan kebenaran Tuhan, tidak otomatis membuat dia menjadi seorang yang tidak percaya Tuhan
atau seorang ateis tetapi dia menciptakan allah bagi dirinya sendiri. Ayat 25 , they exchanged the True
God with lie. Kemudian di ayat 26 , they ecxhanged what is natural to be unnatural.
17

Inilah yang manusia lakukan, ini yang terjadi menjadi fakta realita hidup manusia berdosa. Kita
menemukan gambar Allah yang sejati manusia ganti dengan pemujaan berhala; gambar Allah yang
sejati manusia ganti dengan kebohongan; gambar Allah yang sejati manusia ganti dengan cara hidup
yang bertentangan dengan semua yang natural yang Tuhan kasih. Sehingga terjadi tiga degradasi
yang besar akibat dosa, yaitu pemujaan berhala, kecabulan, dan tamak. Dan ketiga hal ini
membuktikan dosa itu ada di dalam kehidupan manusia dan ketiga hal ini terjadi membuktikan
manusia tidak mungkin bisa berdalih di hadapan Tuhan.
Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambar yang mirip dengan manusia
yang fana, burung-burung, binatang yang berkaki empat atau binatang yang menjalar (ayat 23) .
Kemudian ayat 26 terjadi percabulan. Istri mengganti persetubuhan yang wajar dengan suaminya
menjadi persetubuhan yang tidak wajar. Suami mengganti persetubuhan yang wajar dengan isterinya
menjadi persetubuhan yang tidak wajar. Baru kemudian di ayat 28-31 Paulus bicara mengenai
kerakusan. Dari situ saudara lihat Paulus bicara mengenai hal-hal yang ada dan terjadi di dalam dunia
oleh karena dua nafsu yang sulit dikontrol manusia yaitu nafsu seks dan nafsu makan/kerakusan yang
tidak pernah puas dan tidak bisa dikuasai. Semua problem hidup manusia disebabkan oleh dua nafsu
ini, nafsu seksual dan kerakusan dari manusia. Minggu depan saya akan menjelaskan lebih dalam
mengenai ketiga kerusakan ini.
Kiranya kita membawa pikiran, hati dan seluruh hidup kita di hadapan Tuhan. Ada orang-orang yang
tidak percaya Tuhan tetapi dengan jujur mencoba menganalisa alam semesta ini dan mereka
memberi kita kesimpulan betapa ajaibnya alam semesta ini. Kita percaya semua ini memperlihatkan
betapa Tuhan adalah Pencipta yang begitu ajaib dan begitu indah mendesain segala sesuatu.
18

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 2/8/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 4

Kesombongan sebagai hakekat dosa

Nats: Roma 1:18-32

18 Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang
menindas kebenaran dengan kelaliman.
19 Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah
menyatakannya kepada mereka.
20 Sebab apa yang tidak nampak dari pada–Nya, yaitu kekuatan–Nya yang kekal dan keilahian–
Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya–Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka
tidak dapat berdalih.
21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau
mengucap syukur kepada–Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia–sia dan hati mereka
yang bodoh menjadi gelap.
22 Mereka berbuat seolah–olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.
23 Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan
manusia yang fana, burung–burung, binatang–binatang yang berkaki empat atau binatang–
binatang yang menjalar.
24 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran,
sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.
25 Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah
makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama–lamanya, amin.
26 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri–isteri
mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.
27 Demikian juga suami–suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan
menyala–nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan
kemesuman, laki–laki dengan laki–laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka
balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.
28 Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan
mereka kepada pikiran–pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak
pantas:
29 penuh dengan rupa–rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan
dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.
30 Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai
dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua,
31 tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.
19

32 Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan–tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap
orang yang melakukan hal–hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja
melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.

Di dalam Roma 1-3 Paulus secara garis besar membedakan umat manusia yaitu kelompok orang
Yahudi, yang dalam pengertian orang yang beragama, dengan kelompok non-Yahudi sebagai orang
yang tidak menerima wahyu Tuhan. Bagi Paulus dua-dua kelompok ini hidup di dalam dosa. Di dalam
bagian ini, Roma 1:18-32 Paulus memberitahukan kepada kita fakta yang tidak bisa kita pungkiri,
realita dosa begitu nyata di dalam seluruh kehidupan manusia dan di sini dia lebih utama
memfokuskan realita dosa di dalam kebudayaan atau masyarakat yang tidak menerima wahyu
Tuhan. Dan sangat menarik sekali di dalam bagian ini Paulus bicara mengenai tiga hal yang dilakukan
orang berdosa melawan Tuhan dan Paulus menyebutkan tiga reaksi Tuhan terhadap apa yang
manusia lakukan. Ayat 23 ”...mereka mengganti Allah yang sejati dengan allah yang palsu.” Itu adalah
tindakan manusia.

Apakah berarti Allah bersifat pasif? Tidak. Di ayat 24 Allah membiarkan mereka. Allah menyerahkan
mereka. Kalimat ini bagi saya penting sekali. Pembiaran Allah menjadi bukti bahwa semakin manusia
berdosa, semakin Tuhan membiarkan mereka. Kalau Tuhan masih menegur hati kita, kalau Tuhan
masih membikin kita ingat akan Dia, dan ada hal-hal yang terjadi di dalam hidup kita sebagai jeweran
Tuhan, itu justru bukti Allah sayang kita. Tetapi di dalam keberdosaan manusia terus-menerus
melakukan dosa dan mereka merasa hebat, Alkitab bilang Tuhan membiarkan mereka memuaskan
dosa mereka.
Ayat 25 ”...mereka mengganti kebenaran dengan kebohongan.” Itu yang dilakukan manusia dan di
ayat 26 Allah membiarkan mereka hidup di dalam hawa nafsu yang memalukan. Kedua, ayat 26 bagian

terakhir ”...mereka mengganti hubungan yang natural dengan hubungan yang tidak natural.” Bukan
saja dengan Tuhan, tetapi relasi antar manusia yang seharusnya normal antara pria dan wanita,
sekarang mereka ganti. Ayat 28 Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran mereka yang
terkutuk itu.
Lalu ketiga, Paulus tutup di ayat 32 yang sangat unik sekali, “Sebab walaupun mereka mengetahui
tuntutan hukum Allah yaitu setiap orang yang melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati,
mereka bukan saja melakukannya sendiri tetapi juga mereka setuju dengan orang yang
melakukannya.” Ayat ini sangat menakutkan sebab ayat ini memberitahukan kita manusia berdosa
bukan tidak tahu konsekuensi yang paling menakutkan dari perbuatan dosa yaitu hukuman mati.
Ketika orang hendak mengalami hukuman mati kita tidak tahu bagaimana perasaan hati mereka,
tetapi saya percaya malam terakhir sebelum eksekusi itu adalah malam yang panjang untuk dilewati
karena mereka tahu ini adalah malam yang terakhir dalam hidup mereka. Saya sangat terkejut
dengan ayat ini karena bukankah dosa itu adalah hal yang memalukan, bukankah melakukan dosa itu
merupakan sesuatu perbuatan yang kita tidak ingin orang mengetahuinya? Tetapi ayat ini justru
memberitahukan kepada kita bukan saja dosa tidak lagi menjadi hal yang memalukan, tetapi manusia
melakukannya dan manusia merasa bangga akan keberdosaan itu. Dan bukan saja manusia bangga
akan keberdosaan itu, manusia malah “merayakan” dengan orang lain yang melakukannya. Dengan
singkat ayat ini menemukan degradasi dari keberdosaan manusia, sadar akibat perbuatan dosa ada
hukuman yang begitu keras, yaitu hukuman mati tetap manusia tidak takut. Kedua, dalam hati kita
20

berbuat dosa sebenarnya kita tahu itu perbuatan yang tidak baik, tercela, keji dan mempermalukan,
manusia justru melakukannya dengan bangga. Ketiga, bukan saja dia lakukan sendiri, tetapi ayat ini
menyatakan satu persetujuan dengan orang lain yang melakukan dosa seperti ini. Kadang-kadang
hidup di dalam budaya masyarakat seperti ini akhirnya kita sendiri bingung, yang aneh dan yang
seharusnya malu itu orang yang berbuat baik ataukah orang yang berbuat jahat? Kalau saudara pergi
ke pantai dimana semua orang pakai baju lalu saudara sendiri yang telanjang, siapa yang malu?
Tetapi kalau saudara pergi ke pantai yang semuanya telanjang, saudara sendiri yang pakai baju, siapa
yang malu? Jadi kalau begitu, yang telanjang atau yang tidak telanjang yang mestinya malu?
Ayat ini memberitahukan manusia di dalam keberdosaan itu justru merayakan dan merasa bangga
akan dosa itu. Karena inilah saya mengajak saudara meneliti lebih dalam pikiran dari seorang teolog
bernama Reinhold Niebuhr. Memang secara teologinya orang ini tidak terlalu bagus dan sedikit
bersifat liberal, tetapi pembahasan dia mengenai dosa manusia luar biasa dalam. Sampai sekarang
bukunya yang berjudul “The Nature and Destiny of Men” tetap menjadi buku yang klasik. Dia ingin
membawa pembacanya berpikir, apakah dosa itu bersifat hina diri ataukah suatu kesombongan?
Orang berdosa memiliki perasaan diri yang tidak berhargakah sehingga dia melakukan kejahatan,
ataukah karena kecongkakan dan kesombongannya membuat manusia melakukan dosa dan
kejahatan? Di dalam bukunya ini Niebuhr mengambil kesimpulan hal yang paling dalam dari dosa
manusia itu berangkat dari perasaan kesombongan, tetapi dia ingin menganalisa mengapa hal seperti
ini muncul. Mengapa setelah seseorang berbuat dosa, bukan justru mendatangkan rasa salah dan
cerca tetapi justru perasaan kesombongan?
Niebuhr membahas tentang manusia, bagaimana kita mengetahui tentang manusia, apa manusia itu,
bagaimana mendefinisikan manusia? Maka hal yang paling penting untuk kita bisa mengerti siapa itu
manusia Niebuhr memberikan definisi yang singkat, manusia adalah percampuran antara natur dan
roh. Mau mengerti siapakah manusia, kita bukan mengerti apa yang dia pikirkan, apa yang dia rasa,
apa yang dia butuhkan. Itu semua adalah hal-hal yang kelihatan, tetapi di dasar yang paling dalam,
manusia itu adalah satu percampuran atara natur dan roh. Kita adalah bagian dari alam, sehingga
semua manusia takluk di bawah kesementaraan, semua manusia takluk di bawah limitasi dan
keterbatasan. Kita hadir di sini, kita tidak ada di tempat lain. Maka bagian natur berarti tidak ada
satupun manusia yang bisa mengatakan bahwa hidupnya tidak bergantung kepada apa yang ada di
dalam alam semesta ini. Itu sebab kita perlu makan, kita perlu tidur, kita perlu apa yang ada di dalam
dunia ini karena kita bagian dari alam. Tetapi pada saat yang sama kita bukan saja bagian dari alam,
karena kita juga adalah roh. Kita adalah satu-satunya mahluk yang bisa berpikir secara melampaui
diri. Melampaui diri adalah satu kemampuan untuk bisa keluar dari diri sendiri dan bertanya kepada
diri sendiri. Kesanggupan untuk keluar dari diri dan bertanya kepada diri sendiri terhadap apa yang
saudara lakukan dan bisa menegur diri sendiri, itu semua adalah melampaui diri. Itu membuktikan
manusia adalah roh yang tidak mau diikat dengan limitasi keterbatasan ruang dan waktu. Ada bagian
dari hidup kita yang tidak mau dibawa terus oleh proses waktu.

Kapan saudara mulai merasa rambut rontok dan mulai terganggu oleh rambut rontok? Kapan
saudara mulai merasa sudah mulai keriput dan bertambah tua? Sepanjang jaman tidak pernah
berkurang keinginan manusia untuk mempercantik diri dan ingin tetap lebih muda daripada usianya.
Itu hanya satu gejala kecil dari reaksi roh yang tidak ingin berada di bawah limitasi proses waktu yang
ujungnya nanti adalah kematian. Karena manusia adalah percampuran antara natur dan roh maka
21

manusia adalah satu-satunya mahluk di atas muka bumi ini yang menciptakan perasaan anxiety di
dalam hidupnya. Kita selalu kuatir, kita selalu gelisah. Saudara tidak akan pernah menemukan rasa
gelisah dan kuatir itu pada diri burung. Tidak ada burung yang hari ini keluar jam enam pagi untuk
cari makan, dan karena tidak mendapat lalu bilang sama isterinya, ‘makanan sudah diambil sama
burung yang lain, besok saya akan bangun jam lima biar tidak keduluan.’ Kuatir itu bukan dosa. Kita
boleh kuatir karena itu adalah hal yang normal. Kita boleh merasa ragu kepada Tuhan karena itu
adalah reaksi yang normal. Tetapi setelah kita kuatir dan ragu, solusi apa yang kita lakukan untuk
menyelesaikan kekuatiran itu yang penting. Manusia hanya punya dua solusi untuk menyelesaikan
kuatir itu yaitu trust in God or trust himself.
Dari situ, Niebuhr masuk kepada kitab Kejadian, waktu Adam dan Hawa digoda Iblis untuk makan
buah pohon yang dilarang Tuhan, Iblis tahu tegangan kekuatiran itu muncul, maka dia mencobai
Hawa dengan mengatakan, “Kalau engkau makan buah itu, engkau akan seperti Allah…” Pencobaan
itu artinya apa? Pencobaan itu artinya anda sekarang boleh menjadi tuhan atas dirimu sendiri, tidak
usah lagi menghubungi diri dengan Tuhan, tidak usah lagi bergantung kepada dia, tidak perlu lagi
hidupmu dibatasi dan dilimit sebagai mahluk yang dicipta oleh Tuhan. Maka dosa itu apa? Dosa itu
adalah kesombongan manusia yang tidak mau menerima ‘human creatureliness.’ Dosa adalah reaksi
ketidakpatuhan di dalam diri manusia yang menyatakan kesombongan di hadapan Tuhan, ‘aku hanya
bersandar kepada diriku sendiri dan tidak mau menerima keterbatasan sebagai ciptaan. Maka dosa
lebih dimengerti sebagai kesombongan.

Manusia mengganti Allah yang sejati dengan berhala itu bukan berarti manusia itu lebih mistis, tetapi
di belakangnya orang menyembah berhala, ujung-ujung terakhirnya sebenarnya adalah karena dia
senang bisa punya allah yang bisa diperalat dan diatur seperti maunya dia. Manusia ingin punya allah
sendiri yang bisa dia atur semaunya. Maka ujung-ujungnya di balik penyembahan berhala adalah
kesombongan manusia. Manusia membuat allah dan segala peraturan dan hukum yang dibikin
sendiri, yang kalau dia taati membikin hatinya jadi tenang dan taat dengan agamanya. Bagi orang-
orang modern mungkin bilang, saya tidak punya berhala dan patung-patung untuk disembah di
rumah. Tetapi Paulus memberikan satu definisi yang luar biasa yang hanya ada di dalam Alkitab kita
yaitu “keserakahan itu sama dengan penyembahan berhala.” Hati manusia yang rakus, terus
menginginkan lebih banyak dan lebih banyak untuk dirinya sendiri, itu adalah penyembahan berhala.
Berarti inti dasar penyembahan berhala adalah saya tuanku sendiri. Saya menentukan hidup saya
sendiri, saya atur hidup saya sendiri dan saya mau apa yang saya mau untuk diri sendiri, itu adalah
berhala. Maka tepatlah Niebuhr mengatakan, waktu engkau merasa kuatir, waktu engkau merasa
hidupmu terbatas tetapi mau melampaui keterbatasan itu, manusia hanya punya dua pilihan:
kembali kepada Tuhan dan percaya kepada Dia atau percaya kepada diri sendiri, menciptakan allah
dan menciptakan kesombongan di dalam hidup mereka.

Kesombongan manusia memiliki dua dimensi.

Dimensi pertama adalah dimensi vertikal dan dimensi kedua adalah dimensi horisontal. Dimensi
vertikal adalah kesombongan manusia memberontak kepada Tuhan. Dimensi horisontal adalah
dimensi manusia yang sombong itu berubah menjadi ‘the will to power’ keinginan manusia untuk
memiliki kuasa supaya bisa menindas sesama manusia demi untuk mencapai semua yang dia
butuhkan dan perlukan.
22

Orang sering berkata, “Bukankah manusia bisa baik? Bukankah ada orang bukan Kristen yang jauh
lebih baik daripada orang Kristen?” Seorang hamba Tuhan mengatakan, kalau seseorang memberimu
uang, orang itu baik atau tidak? Kita pasti bilang, dia orang baik. Kalau dia memberimu uang, lalu lima
tahun kemudian dia pakai kebaikannya untuk memperalat kamu, orang itu baik atau tidak? Kita akan
bilang, orang itu tidak baik. Orang memberimu uang, itu tindakan yang bisa kelihatan. Tetapi melalui
uang dia lalu memperalatmu, itu motivasi yang tidak bisa kelihatan. Di situlah sulitnya manusia
mengerti mengenai konsep kebaikan. Kita hanya melihat dia kasih uang berarti dia orang baik. Tetapi
ditinjau dari sudut Allah, kamu tidak tahu hati dan motovasi orang itu. Maka dosa sombong ke atas,
dosa sombong kepada sesama untuk memperalat dan menindas, itu semua adalah dimensi dari
kesombongan manusia.

Dari itu Niebuhr mengatakan ada 4 kesombongan manusia.

Pertama, disebut sebagai the pride of power, kesombongan kuasa. Kita ingin punya kekuatan dan
kuasa. Kenapa? Sebab manusia ingin menunjukkan dia adalah tuan atas dirinya sendiri dan bukan
saja demikian dia merasa diri independen dan tidak mau butuh siapa-siapa. Di dalam hati kecil kita
sedalam-dalamnya ada perasaan seperti itu, bukan? Kita tidak ingin terlalu bersandar kepada
bantuan orang. Kita tidak butuh siapa-siapa. Self sufficient is not our nature as human. Hanya Tuhan
yang independen. Independen pada diri manusia menunjukkan manusia ingin menjadi tuan atas diri
sendiri. Manusia ingin lepas dari limitasinya sebagai yang dicipta oleh Tuhan.
“Greed is in short, the expression of man’s in ordinate ambition to hide his insecurity in nature.”
Kesombongan merupakan satu ekspresi dari ambisi manusia yang berkelebihan untuk sebenarnya
menyembunyikan perasaan insekuritasnya di dalam alam semesta. Kenapa manusia perlu power
lebih banyak? Bukan karena dia bisa lebih hebat kepada dirinya sendiri tetapi itu hanya untuk
menyembunyikan perasaan insekuritas yang ada di dalam dirinya. Artinya, sesungguhnya apa yang
manusia pegang dan raih adalah hal-hal yang dia sendiri sadar dia tidak bisa pegang dan genggam
selama-lamanya.
Akibat dosa dilihat sebagai kesombongan will to power, tidak heran manusia berusaha setiap saat
untuk mengalahkan keterbatasan dirinya. Segala sesuatu yang ada di depan yang menghambat kita
untuk menjadi lebih besar dan lebih hebat, itu kita pandang sebagai ancaman di dalam hidup kita.
Maka kesombongan manusia di dalam hubungan horisontal adalah kesombongan bagaimana saya
mendominasi orang lain. Aman itu apa? In Biblical term, saya aman dan nyaman karena sekuritas
saya kepada Tuhan.
Dalam Radix terbaru saya menulis satu artikel pendek berjudul “Unemployment.” Di dalam resesi
ekonomi yang berkepanjangan, semua orang mengaku betapa makin sedikit dan makin berkurangnya
kesempatan kerja. Saya menulis artikel ini tujuannya bukan saya bisa mencarikan pekerjaan baru bagi
saudara, tetapi kalau saudara berada di dalam kondisi itu, saya ingin membantu saudara bagaimana
make the most from your unemployment situation. Bagi saya di dalam situasi pengangguran jangan
melihat dirimu sia-sia, jangan melihat Tuhan tidak sayang kepadamu, jangan anggap bahwa engkau
tidak produktif akhirnya jadi malu dan tidak mau ke gereja. Saudara pakai prinsip Providensi Tuhan,
di dalam segala hal Tuhan bekerja mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia.
Di situlah kita sadar akan limitasi kita. Kita ingin setiap hari lancar dan enak. Tetapi di dalam
pembentukan Tuhan prosesnya mungkin melewati waktu yang panjang, namun pada waktu kita
23

berada di dalam situasi itu, hal yang sangat indah adalah kita mungkin perlu meneliti ke dalam hati
sedalam-dalamnya siapa yang menjadi sumber sekuritas hidup kita. Itu adalah the most you can do in
your unemployment situation. Itu boleh menjadi jendela melihat ke dalam hati kita yang bertahta di
situ. Sekuritas di dalam dunia yang berdosa berarti eliminating the competition. Itu adalah sekuritas
manusia yang percaya kepada dirinya sendiri, itu adalah sekuritas the pride of sin. Tetapi sekuritas
bagi anak-anak Tuhan bukan seperti itu. Sekuritas kita adalah duduk tenang bersandar kepada
pemeliharaan Tuhan yang baik di dalam hidup kita. Itu yang pertama. Kesombongan dosa kelihatan
dari kesombongan manusia ingin memiliki kekuatan.
Kedua, ada the intellectual pride di dalam diri orang berdosa. Semua pikiran di dalam dunia ini selalu
akan berubah menjadi ideologi dimana manusia selalu berpikir apa yang dia percaya itu yang paling
benar dan paling baik. Itulah intellectual pride. Paulus mengatakan mereka bertindak seolah-olah
berhikmat padahal mereka adalah orang bodoh. Maka manusia kadang-kadang sulit mau menerima
anugerah keselamatan Tuhan sebab kita memiliki intellectual pride. Apa yang saya pikir dan apa yang
saya percaya hari ini itulah yang paling benar.
Ketiga, dosa adalah kesombongan yang terlihat di dalam pride of virtue, pride of immorality and pride
of self righteousness. Manusia berdosa itu sombong dengan bijaksananya, sombong dengan
moralitasnya, sombong dengan rasa benar pada diri sendiri.
Keempat, akibat dosa manusia memiliki kesombongan spiritual. Sampai di sini, Sigmund Freud,
seorang psikoanalis yang bukan Kristen, seorang yang sangat sepi dalam hidupnya, begitu banyak
mengkonseling orang yang datang dengan segala problemnya, akhirnya sampai kepada satu
kesadaran dia tidak bisa menolong mereka karena di balik orang datang konseling minta pertolongan
kepadanya, semua sebenarnya datang dengan penipuan diri. Sigmund Freud mengatakan akar dari
semua persoalan manusia yang paling dasar adalah self deception, penipuan diri sendiri. Sehingga
mereka selalu datang bukan untuk mendapatkan pertolongan bagi persoalan hidupnya tetapi ingin
hanya mencari pembenaran terhadap apa yang sudah ada di dalam dirinya. Orang yang datang
konseling selalu merasa dia benar dan sebenarnya isteri atau suaminya yang perlu dikonseling. Orang
itu tidak pernah mau mencari penyelesaian. Penipuan diri adalah sifat manusia yang bersandar
kepada diri sendiri. I am the master and the lord of myself. Kenapa manusia seperti itu? Karena ada
insekuritas dan kekuatiran di dalam dirinya, karena manusia sadar dia terbatas dan sebentar akan
mati, tetapi tidak mau ditelan oleh waktu karena ada spirit kekekalan. St. Augustine mengeluarkan
kalimat yang agung ini, “Jiwaku tidak akan pernah tenang sebelum kembali kepada Tuhan.”
24

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 9/8/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 5

Rasa diri rendah sebagai hakekat dosa?

Nats: Roma 2:1-16

1 Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri
tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu
sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal–hal yang sama.
2 Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat
demikian.
3 Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan
engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari
hukuman Allah?
4 Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan–Nya, kesabaran–Nya dan kelapangan
hati–Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau
kepada pertobatan?
5 Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu
sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.
6 Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya,
7 yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan,
kehormatan dan ketidakbinasaan,
8 tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat
kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.
9 Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat,
pertama–tama orang Yahudi dan juga orang Yunani,
10 tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat
baik, pertama–tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
11 Sebab Allah tidak memandang bulu.
12 Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan
semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.
13 Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi
orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
14 Apabila bangsa–bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri
melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum
Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
25

15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati
mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling
membela.
16 Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan
menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.

Di dalam Roma 1 yang kita bahas minggu kita menemukan akar dari dosa yang mendasar sifatnya
yaitu kesombongan manusia yang ingin menyingkirkan Tuhan dari tahta-Nya, lalu manusia ingin
menjadi allah. Tetapi selanjutnya yang terjadi ialah mereka mengalami degradasi yang tajam,
pertama mereka mengganti Allah yang sejati dengan allah palsu, itu namanya idolatry. Lalu sesudah
itu manusia mengganti hubungan seksual yang wajar dengan yang tidak wajar di dalam immorality.
Lalu manusia mengganti kebenaran Tuhan dengan kepalsuan. Ini adalah satu tangga degradasi yang
amat jelas, karena dosa pemujaan berhala maka pasti akan terjadi dosa di dalam seksualitas dan
imoralitas, lalu kemudian akan merusak kehidupan kita secara sosial. Kerakusan, ketamakan,
kelicikan, kurang ajar, sombong, pandai di dalam kejahatan, tidak menghormati orang tua, tidak
penyayang, tidak ada belas kasihan. Akar dari semua ini adalah kesombongan. Manusia ingin menjadi
tuhan bagi dirinya sendiri. Dosa ini adalah dosa yang bersifat sosial dan bersifat tindakan kepada
orang lain. Sombong, iri hati, merebut hak orang lain dengan kekuasaan, mendominasi orang lain,
dsb. Itu adalah dosa yang dikategorikan dan diwakili oleh kelompok orang-orang yang ingin merusak
hidup orang lain, yang tidak senang orang lain mendapatkan kesuksesan.
Minggu lalu saya menutup khotbah saya dengan satu pertanyaan, bagaimana sebaliknya justru ada
orang yang merasa hidupnya tidak ada arti, ada orang yang seumur hidup tidak pernah merugikan
orang lain, tetapi yang dia lakukan adalah rasa mengasihani diri, rasa benci diri, rasa diri hina. Apakah
rasa diri hina merupakan hakekat dosa yang berbeda dengan kesombongan? Bagi saya sesung-
guhnya ini adalah bagian dari kesombongan yang juga ingin mengontrol orang lain tetapi dengan
dimensi ingin minta dikasihani.
Saya mengutip beberapa pandangan dari orang-orang yang bukan Kristen untuk memperlihatkan
kepada saudara, orang terus melakukan riset, tidak setuju dengan Alkitab, terus bikin riset namun
sampai terakhir mau tidak mau baru setuju kepada apa yang Alkitab katakan. Maka belakangan
akibat pengaruh dari Humanistic Psychology muncul pertanyaan ini, terjadinya persoalan-persoalan
di dalam kehidupan manusia secara sosial itu apakah karena manusia itu sombong, over valued about
self, ataukah sebenarnya manusia itu under valued self? Pertanyaan ini dilontarkan oleh seorang
psikolog yang ‘menyimpang’ dari apa yang menjadi analisa psikoanalis Sigmund Freud, yang bernama
Carl Rogers. Bagaimana membereskan persoalan manusia? Sigmund Freud berangkat dari posisi
waktu seorang pasien datang kepada konselor, konselor berasumsi manusia itu sudah rusak lebih
dulu, rusak karena pengalaman masa kecil, rusak karena hal-hal yang lampau yang pahit dan tidak
pernah diungkapkan di permukaan. Maka konselor dari psikoanalisis berusaha membimbing orang
itu untuk berani mengeluarkan segala kerusakan di masa lalu itu.
Tetapi bagi Carl Rogers, kita tidak boleh melakukan hal seperti itu. Makin kita menuduh seseorang
berdosa, kita sudah menghukum orang itu, itu membuat orang makin tidak bisa bertumbuh. Buat dia
orang itu rusak bukan karena dia rusak, tetapi karena dia tidak pernah mendapatkan kesempatan
untuk bertumbuh. Manusia itu seperti benih, semua benih itu mempunyai potensi tumbuh menjadi
26

pohon yang tinggi, besar, lebat dan berbuah banyak. Tetapi benih itu tidak bisa seperti itu sebab
lingkungannya salah. Menurut Carl Rogers, mengatakan seseorang bersalah dan menghukum dia
tidak bisa membereskan orang itu. Cara yang benar adalah dari kecil orang itu harus dipupuk harga
dirinya. Untuk membuat seseorang menjadi indah, bukan ditegur salahnya tetapi diberi pujian untuk
hal-hal positif yang dimilikinya, akhirnya dengan sendirinya kebaikan dari orang itu akan bertumbuh
dengan baik tanpa ada halangan. Carl Rogers mengatakan kenapa banyak terjadi problema di dalam
hidup kita sekarang ini?

Bukan karena kesombongan atau self over valued melainkan kita sudah hidup di dalam dunia dimana
kita diri sudah di under-valued. Kita hidup dengan rasa mengasihani diri , benci diri, rendah diri dan
secara konstan mengalami sindiran dan teguran, itu semua harus disingkirkan. Pengaruh Carl Rogers
ini membuat banyak pendeta dan orang Kristen kemudian ramai-ramai membuat khotbah dengan
tema ‘memikirkan positif’, khotbah-khotbah yang tidak mau menyebutkan dosa sebagai dosa, tetapi
lebih menekankan hal-hal yang positif. Akhirnya orang-orang seperti Joyce Meyer, Joel Osteen
menjual buku-buku yang laku keras dan best seller dengan tema-tema seperti itu. Joel Osteen waktu
diwawancara oleh Larry King mengatakan, “Saya dipanggil menjadi hamba Tuhan bukan untuk
menghakimi orang tetapi saya dipanggil untuk memberikan hal-hal yang positif kepada orang.”
Banyak orang suka dan merasa itu adalah jalan keluarnya, dengan mengangkat harga diri seseorang,
dengan memuji-muji orang tsb, mengira dengan sendirinya orang itu akan menjadi lebih baik.
Ada fakta memperlihatkan orang yang merasa bersalah tidak seperti yang Paulus katakan, menjadi
arrogan dan pride atas dosanya. Paulus bilang, orang itu bukan saja tidak takut berbuat dosa, tetapi
dia bangga dengan perbuatan dosanya, dan bukan saja dia bangga atas dosanya dia juga setuju
dengan orang lain yang berbuat hal yang sama. Itu kesimpulan yang dirangkum di dalam Roma 1

Tetapi ada sebagian orang yang tidak seperti itu. Pada waktu dia berbuat salah atau melakukan
kesalahan, dia akan merasa diri salah luar biasa dan merasa tidak mampu dan tidak baik, seorang
yang tidak ada gunanya di dalam masyarakat. Akhirnya dia tidak punya pengharapan sehingga bunuh
diri. Ada yang jatuh kepada obat bius dan di dalam segala hal yang merugikan diri sendiri.
Dalam Roma 2 kita akan melihat satu terobosan konsep Alkitab yang luar biasa bicara mengenai
conscience, hati nurani. Roma 2:15 “Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat
ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling
menuduh atau saling membela.” Hati nurani yang dalam bahasa Inggrisnya “conscience” berasal dari
dua kata “co” (bersama) dan “science” (pengetahuan) maka hati nurani berarti ada sesuatu di dalam diri
kita yang sama-sama mengetahui dengan kita dan juga sama-sama melawan kita. Itu adalah
conscience. Saudara dan saya mengalami hal itu di dalam hidup kita sehari-hari. Waktu kita
melakukan sesuatu ada suara yang bisa mendukung kita melakukan sesuatu, tetapi ada suara di
dalam diri kita yang sekaligus menegur, memarahi dan memberi penghakiman terhadap apa yang
kita lakukan. Apakah itu? Bukankah saya yang melakukan? Bukankah mestinya segala sesuatu yang
ada pada diri saya sendiri mendukung apa yang saya lakukan? Tetapi ada sesuatu yang walaupun ada
di dalam diri saudara, dia tidak mendukung saudara melakukan sesuatu. Paulus menuliskan
conscience is both accuse and excuse. Hati nurani sekaligus menuduh dan mencari alasan untukmu.
Tuhan taruh hal itu dan tidak ada orang yang bisa menolaknya. Dia sudah menjadi fungsi yang Tuhan
taruh di dalam diri manusia. Maka kembali kepada argumentasi Paulus di dalam Roma 1-2 , Paulus
mengatakan kelak kita akan berdiri di hadapan Tuhan, baik mereka yang mendengar Injil dan
27

mendapat wahyu Tuhan maupun yang primitif di pedalaman sekalipun yang tidak pernah mendengar
nama Yesus Kristus, semua akan berdiri di hadapan pengadilan Tuhan dan tidak ada satu orangpun
bisa berdalih di situ. Kenapa? Argumentasi Paulus yang pertama, sebab ada general revelation di
alam semesta. Alam semesta ini merupakan satu saksi diam yang berteriak tetapi tidak ada suara,
untuk memberitahukan kepada kita waktu melihat keindahan alam semesta dan segala sesuatu yang
ada di dunia ini, tidak mungkin kita tidak mengaku ada satu kuasa atau oknum yang begitu indah,
begitu bijaksana, begitu arif yang menciptakannya. Saya sudah memberikan bukti beberapa minggu
yang lalu bahwa Cosmology sekarang terkagum dan heran menemukan bahwa seolah-olah seluruh
perjalanan alam semesta ini memiliki satu tujuan yaitu mempersiapkan kehadiran manusia di atas
muka bumi ini.

Burung, kucing, kuda, sapi, saya percaya semua juga menikmati alam semesta ini seperti kita, tetapi
tidak ada yang menikmati alam semesta ini lebih indah daripada saudara dan saya. Memang kucing
boleh makan makanan kucing yang berbeda-beda, tetapi yang membuat makanan kucing yang
berbeda-beda itu adalah manusia, bukan kucing sendiri yang memikirkannya. Kucing hanya terima
jadi, apa yang dikasih tuannya dia makan. Hanya tuannya yang kemudian bilang kucingnya punya
kepribadian. Jadi itu adalah kenikmatan orang yang ditaruh ke dalam binatang. Tanpa itu, binatang
tidak pernah mengeluh. Hanya saudara dan saya yang bisa menikmati alam semesta ini begitu indah
dan begitu maksimal. Alam semesta ini seperti mengerti manusia suka bosan, maka kalau hanya ada
apel saja manusia akan bosan sehingga alam menciptakan buah-buahan begitu bervariasi. Hari ini
kita bisa makan apel, besok makan pisang, besoknya lagi makan arbei. Kalau semua pemandangan
sama, bayangkan betapa bosannya kita. Maka Cosmology mengatakan seolah-olah alam semesta ini
sadar bahwa manusia akan ada sehingga semuanya dipersiapkan menuju ke situ. Itu sebab Paulus
bilang manusia tidak bisa berdalih, alam semesta memberitahukan kepada kita ada Allah yang
bijaksana dan adil dan begitu ajaib menciptakan semua ini.
Yang kedua, pada waktu kita berdiri di hadapan Tuhan manusia tidak bisa berdalih bilang dia tidak
kenal Tuhan. John Calvin mengatakan itulah ‘sensus divinitas’ yaitu ada benih ilahi di dalam diri
manusia yang membuat adanya perasaan di dalam dirinya yang ditanamkan yaitu hati nurani. Maka
Paulus bilang ada hati nurani yang menjadi saksi Tuhan yang membuat kita tidak bisa berdalih. Pada
waktu kita berdiri di hadapan Tuhan, kita tidak bisa bilang kita tidak kenal Dia karena hati nurani akan
mengingatkan kita. Sampai kapanpun saudara dan saya tidak bisa membohongi diri, kadang-kadang
dia menjadi pengacara kita yang membela dan mencari alasan, namun kadang-kadang dia akan
menjadi jaksa yang menuntut kita. Perbandingan suara yang muncul antara menuduh dan
memaafkan ini yang bagi saya menciptakan dimensi tujuan dosa yang berbeda. Paulus bilang,
mengapa manusia menjadi berani melawan Tuhan, berani terang-terangan berbuat dosa? Karena
manusia menindas kebenaran Tuhan dengan ketidakbenaran. Kalau suara yang bersifat menuduh itu
ditekan kuat-kuat oleh manusia sehingga yang muncul lebih besar adalah suara memaafkan, maka
manusia merasa semua hal yang dia lakukan mendapat pembenaran oleh hati nuraninya sehingga
manusia melakukan apapun dia merasa bisa dan mampu menjadi tuhan atas dirinya sendiri, itu
menjadi dosa kesombongan. Tetapi pada saat suara hati yang begitu dominan menuduh hidupmu,
mengatakan kamu sudah tidak punya jalan keluar, hidupmu sudah tidak bisa diperbaiki, kamu sia-sia,
tidak dapat ditolong, kamu bukan siapapun, maka dua hal bisa muncul.
Pertama, suara itu akan membawa kita mencari pertolongan di luar diri kita, kita ketemu Tuhan.
28

Kedua, suara itu membuat kita keluar dari diri kita, kita tidak menemukan pertolongan dan kita rasa
diri rendah, benci diri dan kita rasa hidup kita tidak ada arti di dalam dunia ini lalu kita bunuh diri.
Maka mengapa kita bisa melihat dosa itu merupakan kesombongan tetapi di pihak lain dosa itu
merupakan rasa diri rendah. Dia bukan saja menjadi hati nurani yang menuduh tetapi kadang-kadang
menjadi hati nurani yang memberi maaf, sehingga kita yang terus dibuai oleh suara memaafkan itu
merasa tidak perlu mencari pertolongan di dalam Tuhan. Tetapi pada waktu kita terus dibawa
kepada hati nurani yang menekan di dalam hidup kita sehingga kita merasa tidak punya apa-apa lagi,
itu kemudian membawa kita kepada jurang yang dalam ataukah kita kembali kepada Tuhan dan
berteriak minta pertolongan kepada Dia.

Karen Horney, seorang Neo-Freudian yang mengikuti ajaran Sigmund Freud mengatakan tidak ada
satupun manusia yang hidup di atas muka bumi ini yang tidak dilanda oleh kekuatiran. Ini fakta. Kalau
saudara balik kepada Alkitab, Alkitab memberi jawab bahwa kekuatiran manusia itu muncul sejak
manusia berbuat dosa. Manusia takut dan lari bersembunyi. Karen Horney mengatakan seluruh umat
manusia berada di bawah kontrol kekuatiran ini. Manusia mencoba mencari jawab bagaimana
membereskan perasaan kuatir ini. Menurut risetnya, ada tiga solusi manusia untuk menyelesaikan
kekuatiran itu.
Yang pertama, dia katakan itu sebagai “self expansive solution” dimana manusia moving against
others. Kekuatiran itu menyebabkan ada sesuatu yang membuat manusia itu tidak puas akan dirinya
sehingga dia akan moving against others. Segala sesuatu yang bisa merefleksikan ketidakbaikan saya
akan saya geser jauh-jauh. Itu yang dibilang “buruk muka, cermin dibelah.” Manusia akan cenderung
untuk mendominasi orang lain, manusia akan cenderung untuk menghancurkan orang lain, manusia
cenderung untuk menyingkirkan kesuksesan orang lain, karena melihat kesuksesan orang lain akan
mencerminkan ketidaksuksesan dia, padahal belum tentu begitu. Itulah dosa kesombongan, tidak
ingin ada orang lain di atas dia. Maka tiap hari kekuatiran itu dibereskan dengan cara moving against
others. Dosa serakah muncul, keinginan untuk merebut milik orang lain muncul, tidak pernah merasa
puas di dalam hidupnya.
Yang kedua adalah moving towards others, yang Horney sebut sebagai “self evasing solution.” Orang
kuatir terhadap diri dan tidak ingin menjadi tersendiri sehingga seumur hidup dia menjadi orang yang
selalu menyenangkan orang lain karena takut untuk ditolak. Kita tidak suka kalau tidak disukai orang.
Kita tidak suka kalau tidak menjadi bagian dari orang lain, tidak populer dan tidak dipedulikan. Kita
tidak ingin ditolak dan makin ditolak kita makin kuatir. Maka ada sebagian orang mencari solusi
dengan cara tidak mau bikin konflik dengan orang lain, mengakomodasi orang lain, terus
menynangkan orang lain supaya bisa menjadi orang yang diterima oleh orang lain. Dengan cara itu
dia bisa menerima dirinya sendiri. Yang ketiga, moving away from others. Orang seperti ini terus
mengasingkan dirinya konstan dari orang lain, rendah diri, benci diri. Orang baru mulai ngomong, dia
pikir sedang ngomongin dia. Orang diam, dia pikir sedang ngomongin dia juga. Orang senyum
dibilang menghina dia. Orang tidak senyum dibilang marah sama dia. Sehingga kita bingung mau
bawa muka apa kepada dia. Kita takut melukai hati dia akhirnya kita berusaha tidak lihat dia. Makin
kita berusaha tidak melihat dia, makin sakit hati dia. Tetapi itulah problem dari kekuatiran. Orang
yang seperti ini punya potensi yang besar untuk bunuh diri, potensi yang besar untuk merusakan diri,
yang merasa apapun pencapaian di dalam hidupnya tetap merupakan kegagalan. Akhirnya cara yang
29

diambil adalah menjauh dari orang lain. Dengan analisa ini Horney ingin mengatakan dasar hidup
manusia itu sebenarnya adalah kekuatiran. Kekuatiran itu muncul karena apa? Sebab di dalam diri
manusia terjadi peperangan antara mementingkan diri dan realita diri. Mementingkan diri adalah diri
yang menjadi ideal kita yang selalu akan berbenturan dengan realita diri kita. Antara memenuhi yang
ideal dan realita, itulah kekuatiran manusia yang tidak ada habis-habisnya. Saudara mungkin
menaruh konsep ideal itu di dalam kesuksesan, kekayaan, punya kekuatan, dsb dan menganggap itu
semua yang membuktikan saudara adalah manusia yang berguna di dalam dunia ini. Dengan
demikian kita mau terus sampai ke situ. Akhirnya itu akan membikin saudara tamak dan serakah.
Niebuhr mengatakan manusia adalah percampuran antara natur dan roh. Natur memberi limitasi
tetapi roh adalah sesuatu yang tidak bisa dilimitasi. Natur dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu, roh
tidak. Karena ada unsur natur tetapi juga ada unsur roh maka ada sesuatu yang kekal di dalam diri
manusia yang tidak ingin ditelan oleh perjalanan waktu, itu yang menyebabkan kekuatiran muncul.
Manusia selalu kuatir akan hal-hal yang membatasi dia, hal-hal yang membikin dia menuju kepada
apa yang tidak bisa dielakkan. Tetapi tetap manusia tidak bisa lepas daripada keterbatasan natur
yaitu kematian. Kita sukses, kita kaya, kita cukup segala sesuatu materi, dsb tetap itu semua tidak
sanggup memuaskan hidup kita karena ada bagian di dalam hidup kita yang tidak bisa dipuaskan oleh
dimensi natur saja. Di satu pihak manusia sadar dia adalah mahluk yang dicipta tetapi di pihak lain
ada bagian di dalam hidup manusia itu Tuhan beri nuansa kekekalan yang membuat manusia harus
kembali kepada Allah. Hanya di situlah hidup manusia baru berarti dan bermakna.

Maka di dalam Roma 2 Paulus hanya ingin memberitahukan kepada kita mengapa kita harus berelasi,
harus bertanggung jawab, harus berespons kepada Tuhan, karena kita tidak bisa lepas. Di luar diri
kita terlalu banyak bukti di dalam alam semesta. Kita mau sembunyi di dalam, hati nurani sendiripun
tidak mungkin bisa dimaafkan akan Tuhan karena suatu hari dia akan menuduh kita. Di dalam hatimu
sudah ada hukum Taurat Tuhan. Semua ini merupakan kebenaran firman Tuhan yang dalam luar
biasa. Saya hanya ingin mengajak saudara kembali melihat dimensi dosa yang begitu integratif.
Merasa diri sombong, rasa diri rendah dan ketiga, selanjutnya Paulus ingin menegur satu sisi dosa
yang lain yaitu self righteous dari orang Yahudi. Mengerti sampai di situ, baru kemudian kita bisa
menghargai keselamatan di dalam Yesus Kristus. Orang Yahudi tetap tidak bisa selamat sekalipun dia
sudah mendapat Taurat dan mengenal firman Tuhan. Kalau dia tetap melakukan kesalahan dan dosa
yang sama dengan orang yang tidak percaya Tuhan, dia juga terhitung di dalamnya. Namun orang
Yahudi hidup di dalam dosa yang paling berbahaya yaitu self righteous. Orang yang hidup
membenarkan diri, merasa diri paling baik dan paling benar. Semua kelompok orang ini, yang rasa
diri sombong, yang rasa diri rendah, yang self righteous, semuanya tunduk di bawah penghakiman
Tuhan.

Maka selangkah demi selangkah Paulus membawa hati kita kepada keunggulan keselamatan yang
diberikan oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib. Di situ Dia dipaku dan dihina supaya orang yang
menghina diri mendapatkan penghargaan di dalam Yesus Kristus.

Jangan menghina diri, sebab Tuhan menghargaimu dengan darah yang mahal. Yang sombong dan
congkak, melihat salib Yesus , di situ dia merendahkan diri. Yang self righteous melihat salib Tuhan
dia sadar Yesus yang tidak berdosa dipaku. Semua ini menjadi keindahan yang membawa solusi
manusia kepada salib Yesus Kristus.
30

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 16/8/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 6

Adilkah Allah menghakimi orang


yang tidak pernah mendengar Injil?

Nats: Roma 2:1-16

1 Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri
tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu
sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal–hal yang sama.
2 Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat
demikian.
3 Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan
engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari
hukuman Allah?
4 Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan–Nya, kesabaran–Nya dan kelapangan
hati–Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau
kepada pertobatan?
5 Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu
sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.
6 Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya,
7 yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan,
kehormatan dan ketidakbinasaan,
8 tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat
kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.
9 Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat,
pertama–tama orang Yahudi dan juga orang Yunani,
10 tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat
baik, pertama–tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
11 Sebab Allah tidak memandang bulu.
12 Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan
semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.
13 Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi
orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
14 Apabila bangsa–bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri
melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum
Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
31

15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati
mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling
membela.
16 Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan
menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.

Ada bagian dari argumentasi rasul Paulus di sini yang sedikit berbeda dengan seluruh konsep teologi
yang Paulus katakan di dalam surat-suratnya. Paulus mengatakan tidak mungkin seseorang bisa
dibenarkan dengan melakukan perbuatan baik, melainkan keselamatan terjadi hanya oleh anugerah
di dalam Yesus Kristus yang menebus dosa-dosa kita. Tetapi di bagian ini kita menemukan kalimat
Paulus yang berkata ”...hidup kekal diberikan kepada mereka yang tekun berbuat baik” (ayat 6) dan
”...kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik” (ayat
10). Bagian ini harus kita bahas baik-baik karena di sini Paulus bilang hidup kekal diberikan kepada
mereka yang tekun berbuat baik. Lalu timbul pertanyaan ini di benak kita, mungkinkah orang yang
seumur hidup tekun berbuat baik bisa memperoleh keselamatan di luar Yesus Kristus? Kalau hanya di
dalam nama Yesus saja orang memperoleh keselamatan apakah berarti Allah itu tidak adil? Lalu
bagaimana dengan mereka yang seumur hidup belum pernah mendengar nama Yesus, apakah ada
kemungkinan keselamatan terjadi kepada mereka jikalau mereka tekun berbuat baik?

Kita semua setuju terhadap orang-orang yang jahat tidak ada kesempatan bagi mereka mendapat
keselamatan. Tetapi bagaimana dengan orang-orang yang baik ini? Roma 2:14 mengatakan “Apabila
bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang
dituntut oleh hukum Taurat,” apakah mereka akan selamat? Maka bagian ini menjadi hal yang amat
penting dimana Paulus bicara mengenai hidup kekal bisa diperoleh dengan berbuat baik. Kalau
seseorang dengan taat tanpa cacat cela melakukan hukum Taurat, hidup dengan suci dan tanpa
berbuat dosa, mungkinkah dia mendapatkan keselamatan walaupun dia tidak percaya Yesus? Paulus
mengangkat klausal ini dan kita akan coba melihatnya dengan teliti.
Pertama, di dalam konteks argumentasi Paulus mulai dari pasal 1:18 – 3:20 adalah satu bagian yang
utuh dimana kita tidak boleh berhenti di tengah jalan lalu mencabut satu bagian tanpa melihat
seluruh bagian ini seutuhnya. Maka di dalam bagian Roma 2:6-16 ini Paulus mengutarakan
argumentasinya sampai nanti kepada konklusi keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus.
Pernyataan Paulus di dalam Roma 3:20 seolah berkontradiksi dengan Roma 2:10 tadi, dimana Paulus
mengatakan “sebab tidak seorangpun dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan
hukum Taurat karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” Inilah kesimpulan Paulus
yang menutup segala kemungkinan ada orang di luar dari Injil bisa dibenarkan karena berbuat baik.
Di dalam Roma 1:18 Paulus berangkat dengan pendapat ini “Allah murka terhadap segala kelaliman
manusia…” Lalu dia kemudian mengutarakan kenapa Allah murka dan di pasal 2 Paulus memper-
lihatkan kemurkaan Allah itu bersifat adil adanya. Tuhan tidak pandang bulu. Jangan pikir engkau
adalah orang Yahudi, sudah mendapat hukum Taurat tetapi engkau tidak melakukannya, tetap
engkau tidak akan mungkin dibenarkan Allah. Itu adalah point Paulus. Allah bukan Allah yang
berkolusi. Hukum yang sama Allah terapkan kepada bangsa Yahudi dan juga terhadap orang-orang
yang bukan Yahudi karena Allah tidak pandang bulu. Nanti di belakang kita akan melihat hukum yang
Allah berikan “Upah dosa adalah maut,” Dia sendiri tidak melanggar hukum itu. Di situ saudara
32

melihat keadilan Tuhan. Kita tidak mati bukan karena Allah menghapus hukum itu tetapi Yesus
Kristus mati mengganti kita. Jadi inilah konsistensi yang kita lihat di dalam argumentasi Paulus. Lalu
kenapa di dalam Roma 2:6 ini Paulus mengatakan hidup kekal diberikan kepada orang yang tekun
berbuat baik? Karena di sinilah Paulus ingin menunjukkan Allah kita adalah Allah yang adil. Allah
menghukum orang non Yahudi yang berbuat dosa, Allah menghukum orang Yahudi yang berbuat
dosa. Tidak ada perbedaan di dalam keadilan Allah.
Kembali kepada Roma 1:18, Allah murka. Kenapa Allah murka? Karena semua orang sudah mendapat
wahyu umum sehingga tidak ada yang bisa berdalih di hadapan Tuhan bahwa kita tidak mengenal
Dia. Waktu orang bertanya, apakah Allah adil menghukum orang hingga binasa padahal orang itu
baik dan tidak melakukan kejahatan? Sebelum menjawab pertanyaannya, kita harus balik bertanya,
apa yang dia maksudkan ‘orang itu baik dan tidak melakukan kejahatan,’ apa definisi ‘baik’ menurut
dia? Tidak ada orang yang bisa mengatakan dia tidak bersalah apapun, yang benar-benar tidak
bercacat melakukan kebaikan di dalam hidupnya. Apakah orang yang hidup baik, hidup suci,
melakukan hal-hal yang baik, mungkinkah dia memperoleh hidup yang kekal? Paulus tidak merubah
konsep: orang yang berbuat baik memperoleh hidup yang kekal. Namun Paulus membongkar konsep
manusia mengenai apa itu berbuat baik, apa definisimu mengenai hidup suci, apa menurutmu
standar kamu sudah cukup melakukan perbuatan baik, itu yang Paulus bongkar di sini. Jadi bukan
tidak ada kemungkinan orang yang berbuat baik mendapat hidup kekal, tetapi kebaikanmu
standarnya apa, kesucianmu standarnya apa?

Kedua, Paulus mengatakan tidak ada orang yang bisa berdalih tidak mengenal Tuhan karena ada
wahyu umum bagi semua orang. Sampai di sini saya bertanya, apakah orang yang mendengar Injil
otomatis bisa selamat? Jawabannya, tidak. Bukan dengar Injil yang menyelamatkan orang, tetapi
setelah mendengar Injil bagaimana orang itu berespons kepada Tuhan, itu yang terpenting. Memang
wahyu umum tidak membawa orang kepada keselamatan karena wahyu umum tidak cukup
membawa kita kepada pengenalan akan Tuhan. Roma 1 hanya mengatakan melalui alam semesta dan
hati nurani kita hanya tahu dua hal, pertama ada standar benar dan baik di dalam hati kita. Seprimitif
apapun seseorang, hati nurani mempunyai standar kebaikan dan kebenaran.
Ketiga, melalui alam semesta kita mengenal dua sifat Tuhan, yaitu Allah itu kekal dan Allah itu punya
pekerjaan yang dahsyat luar biasa. Sekali lagi wahyu umum tidak sanggup membawa kita mengenal
Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus. Wahyu umum tidak bisa membuat kita mengenal
Allah yang Tritunggal, Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, yang hanya bisa kita ketahui lewat
wahyu khusus Allah berfirman. Tetapi ada orang bilang, kalau seseorang tidak pernah mendengar
nama Yesus, adalah tidak adil Tuhan menghukum orang itu? Bagaimana kalau orang itu sebenarnya
mau percaya Tuhan tetapi karena wahyu umum tidak sanggup bisa membawa dia kepada Tuhan
yang benar, berarti Tuhan tidak adil terhadap dia? Sampai di sini, saya ajak saudara berpikir kenapa
Paulus mengatakan tidak seorangpun bisa dimaafkan dia tidak kenal Tuhan? Sebab dengan wahyu
umum Tuhan memberitahukan Dia ada, dan menyadari hidup kita memiliki hubungan dengan Tuhan
itu adalah bagian benih agama yang tidak bisa kita tolak.
Mari kita kembali kepada kitab Kejadian. Setelah Adam dan Hawa jatuh di dalam dosa, hubungan
dengan Allah menjadi rusak, pengenalan akan alam semesta menjadi rusak. Maka pada waktu Tuhan
datang, mereka tidak datang menghampiri-Nya tetapi mereka bersembunyi. Alkitab mengatakan
manusia melakukan satu tindakan untuk menutupi dosanya dengan cara menutupi ketelanjangan
33

mereka dengan daun-daun kering. Perbuatan ini tidak dibenarkan dan tidak disetujui Tuhan, maka
Tuhan melakukan satu cara untuk menutupi ketelanjangan manusia dengan mengganti daun-daun
dengan kulit binatang. Darimana Tuhan mendapatkan kulit binatang itu? Pada hari manusia jatuh di
dalam dosa, hari yang sama Tuhan memberi janji keselamatan dan janji itu ditandai dengan satu
upacara pengorbanan binatang dan kulitnya diambil untuk menutupi ketelanjangan manusia. Hanya
dengan cara ada binatang yang mati baru ada kemungkinan terjadi penutupan atas ketelanjangan
manusia yang sudah jatuh di dalam dosa. Kenapa? Karena selanjutnya di dalam Kejadian 4, darimana
muncul di antara anak-anak Adam yaitu Kain dan Habel mengenai konsep persembahan kalau bukan
diturunkan dari orang tuanya? Kejadian 4 sering orang salah tafsir, kenapa persembahan Kain Allah
tolak dan persembahan Habel Allah terima?

Guru-guru Sekolah Minggu sering salah mengajar anak-anak dengan mengatakan Tuhan menolak
persembahan Kain karena Kain memberi sayuran dan buah-buah yang busuk sedangkan
persembahan Habel Tuhan terima karena dia memberikan anak domba yang gemuk. Kain dan Habel
saya percaya mendapatkan konsep dari orang tuanya untuk datang kepada Tuhan, bagaimana datang
berbakti di hadapan Tuhan, memiliki hubungan yang beres dengan Tuhan datang dengan satu cara
yaitu membawa persembahan binatang yang disembelih. Dengan cara itulah manusia bisa menutupi
hidupnya yang sudah berdosa. Cerita mengenai Kain dan Habel diangkat karena ini merupakan cerita
yang sangat penting. Dua hal terjadi di sini, pertama, inilah cerita yang memperlihatkan kepada kita
pertama kali manusia menolak cara dari Tuhan di dalam memberi persembahan. Cara Tuhan adalah
manusia datang dengan membawa korban binatang, tetapi Kain tidak menuruti cara ini tetapi
membawa caranya sendiri. Kedua, cerita ini memperlihatkan akibat pemberontakan kepada Tuhan
maka terjadi dosa pembunuhan. Jadi anak-anak Adam dan Hawa waktu itu sudah banyak, tetapi
Alkitab memfokuskan kepada dua orang ini, Kain dan Habel, menjadi satu cerita yang penting sekali
karena ini momen manusia mendistorsi cara Tuhan.
Selama ini manusia terus taat, mereka sadar diri sudah berdosa, bagaimana membereskan hubungan
dengan Tuhan, perlu darah binatang dikorbankan. Itu sebab persembahan Kain tidak diterima oleh
Tuhan sebab itu saatnya dia memakai caranya sendiri. Dari situ saudara melihat distorsi terjadi di
dalam sejarah manusia. Kain tetap berbakti kepada Tuhan, tetapi ada yang dia tidak taati yaitu
caranya Tuhan. Sehingga dari situ terjadi dua arus, yaitu arus yang setia untuk taat datang
menghampiri Tuhan dengan cara Tuhan, ada darah yang dicurahkan untuk menebus dosa kita. Lalu
ada arus yang satu lagi yang merupakan pemberontakan dari manusia di dalam berbakti kepada
Tuhan yaitu menurut cara sendiri. Nanti belakangan Allahnya berubah, cara ibadahnya berubah,
persembahannya berubah, semau manusia. Berarti sejak dari awal sekali sesungguhnya tidak ada
manusia yang ateis sejati, tidak ada manusia yang tidak mempunyai percikan pengenalan akan Allah.
Tradisi berjalan terus, manusia makin lama makin berkembang, konsep itu makin berkembang. Di
dalam perkembangan itu terjadi dua arus besar, yaitu arus anak-anak Tuhan yang sudah berdosa
tetapi mau setia dengan cara Tuhan. Arus yang kedua, arus yang mengikuti cara Kain. Sepanjang
sejarah orang yang mempelajari Misiologi melihat seluruh kebudayaan manusia ada agama, dan dulu
mereka mengira konsep agama dimulai dari Polyteisme yaitu percaya ada banyak allah, lalu
belakangan manusia makin canggih hingga sampai kepada konsep agama yang lebih tertinggi yaitu
percaya Allah itu satu. Jadi dari Polyteisme lalu berkembang menjadi Monoteisme. Belakangan
konsep ini sudah tidak diterima lagi karena di dalam Antropologi Agama dibuktikan bahwa
sebenarnya konsep manusia pertama-tama adalah Monoteisme, lama-lama berubah menjadi
34

Polyteisme. Sehingga bagi orang yang belum pernah mendengar nama Yesus Kristus kalau terus
ditarik sampai ke Adam, apakah mereka memiliki pengenalan akan Allah yang sejati? Ya. Tetapi
pengenalan akan Allah itu kemudian akan terbagi dua, yaitu setia kepada arus Habel atau mengikuti
arus Kain. Itulah sejarah kehidupan manusia beragama.

Baru kemudian Paulus masuk ke dalam Roma 2 ini, mungkinkah dengan berbuat baik orang bisa
mendapat keselamatan? Mungkinkah tanpa melalui Kristus manusia bisa diselamatkan? Jawabannya,
tidak. Tetapi Paulus hanya menekankan satu hal: keadilan Tuhan di dalam mengadili manusia yaitu
berdasarkan ketaatan kepada seluruh hukum Tuhan. Tuhan adalah Allah yang suci dan Dia akan
memberikan hukum yang suci. Allah yang adil akan memberikan hukum yang adil. Kalau manusia taat
kepada hukum itu manusia berarti taat kepada Allah. Dengan menaruh klausal ini saudara akan
melihat terus sampai ke belakang semua orang tidak mungkin bisa berbuat baik. Maka cara manusia
bisa selamat hanya satu yaitu dengan beriman kepada Yesus. Tetapi apa yang Yesus lakukan sama
sekali tidak menganulir apa yang Tuhan katakan.

Gal.4:4menyatakan kehadiran Yesus di atas muka bumi ini melakukan dua hal. Pertama, menebus
kita dengan nyawa-Nya. Upah dosa adalah maut. Supaya kita yang berdosa tidak mengalami
hukumat maut itu, Tuhan Yesus mengambil maut itu menjadi bagian Dia. Itu namanya menebus.
Artinya membayar hutang kita. Tetapi bukan itu saja yang Dia lakukan. Yang kedua, selama hidup di
atas muka bumi ini Dia hidup seperti Adam dan Hawa sebelum jatuh di dalam dosa yaitu hidup
dengan taat tidak berbuat dosa, tidak melanggar satupun hukum Tuhan yang suci dan adil itu.
Sehingga berlakulah Roma 2:6 tadi, barangsiapa yang taat melakukan hukum Taurat ia akan
memperoleh hidup yang kekal. Kita tidak sanggup melakukan hal itu. Yang sanggup melakukannya
adalah Yesus Kristus. Kemudian Paulus akan menjelaskan kenapa di dalam Yesus Kristus kita bisa
memperoleh hidup itu?
Pertama, karena Dia sudah menebus dosamu dengan kematian-Nya. Kedua, karena Dia hidup taat
melakukan hukum Allah untuk saudara dan saya. Alkitab begitu indah, begitu ajaib, begitu konsisten,
begitu teratur, begitu tepat berbicara mengenai cara Tuhan bagaimana menyelamatkan kita. Kalau
Tuhan adil, Tuhan akan menghakimi semua orang, faktanya ada orang yang belum pernah
mendengar nama Yesus, dimana letak keadilan Tuhan di dalam mengadili dia? Maka Roma 2
memberikan kita prinsipnya. Roma 2:14 “sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan
binasa tanpa hukum Taurat. Semua yang pernah mendengar hukum Taurat akan dihakimi menurut
hukum Taurat.” Itu sebab tidak heran pada waktu Yesus sudah melayani di Kapernaum dan
penduduk Kapernaum menolak Dia, Yesus berkata, “Pada hari penghakiman, kota Sodom akan lebih
ringan hukumannya daripada Kapernaum.” Kenapa? Sebab Sodom belum pernah mendengar nama
Yesus, tetapi kepada Kapernaum Yesus datang memberikan Injil keselamatan dan mereka menolak
Dia, sehingga mereka akan mendapatkan hukuman yang lebih berat. Kalimat Tuhan Yesus ini
memberikan indikasi ini. Kalau mereka belum pernah mendengar Injil, hukuman yang Tuhan lakukan
menjadi keadilan Dia yaitu seturut dengan terang yang mereka dapatkan. Dan terang itu sendiri
sudah cukup, karena tidak ada orang yang mungkin bisa dimaafkan. Itu yang Paulus katakan, bukan
wahyu Tuhan tidak ada, bukan anugerah Tuhan tidak ada, tetapi sejarah hidup manusia
membuktikan kepada kita manusia terus-menerus menindas, merubah, merusak dan melawan apa
yang Tuhan mau.
35

Jadi sejarah Kain menjadi titik poin yang penting sekali. Itulah pertama kalinya manusia membangun
hubungan dengan Tuhan menurut keinginannya dan tidak menuruti cara Tuhan. Setelah melawan
cara Tuhan maka Kain membunuh Habel. Inilah struktur dosa yang tidak berubah. Dari dosa melawan
Tuhan kemudian berkembang menjadi dosa sosial, Kain membunuh Habel. Roma 1 memperlihatkan
struktur yang sama, akibat kesalahan di dalam pemujaan berhala maka terjadi kesalahan di dalam
kecabulan dan selanjutnya berkembang kepada dosa sosial. Akibat merubah hubungan dengan
Tuhan maka terjadi dosa iri di dalam hati kain lalu sesudah itu terjadi dosa pembunuhan. Kalau
seseorang belum pernah mendengar Injil, Tuhan akan mengadili dia tanpa Injil melainkan seturut
dengan terang yang dia terima. Bagaimana nantinya di hadapan Tuhan, hati nurani orang akan
menghakiminya. Manusia tidak akan bisa membohongi hati nurani atau meminta hati nuraninya
terus memaafkan dia karena saatnya nanti dia akan menjadi jaksa penuntut dan menjadi suara Tuhan
memberikan pengadilan. Bagi mereka yang sudah mendengar hukum Taurat dan sudah mendengar
Injil, Alkitab memberikan peringatan yang luar biasa yaitu mereka akan diadili lebih berat. Maka
Paulus menutup dengan satu kesimpulan: tidak ada satu orangpun yang bisa benar di hadapan
Tuhan.
Kalau dia adalah anak kecil yang meninggal, atau dia adalah seorang yang mental terbelakang,
dimanakah keadilan Tuhan bagi keselamatan mereka? Ada beberapa Confessions of Faith dari
Reformed yang penting, di antaranya: Synod of Dort, Heidelberg Confession dan Westminster
Confession of Faith dimana kita mendasari pengakuan iman kita. Di dalam Westminster Confession
ada jawaban mengenai hal ini, yaitu bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan
untuk berespons kepada panggilan Injil. Mereka adalah orang-orang pilihan Tuhan yang dilahir-
barukan dan diselamatkan Kristus meskipun mereka secara lahiriah tidak mampu berespons kepada
pelayanan Injil. Itu adalah kedaulatan Tuhan dan hati Tuhan yang adil adanya. Waktu seseorang tidak
bisa berespons kepada Tuhan bukan karena tidak mau tetapi karena tidak mampu, kita percaya
Tuhan tetap adil, ada kedaulatan Tuhan dan kasih dan anugerah Tuhan bagi mereka.

Seluruh rangkaian firman Tuhan pada hari ini mengajak kita melihat bagaimana Paulus membawa
hati kita kagum dan hormat kepada Tuhan karena Dia menghakimi dengan adil. Kita sekaligus gentar
dan takut karena penghakiman itu tidak ada yang bisa lulus dan lepas darinya, Tuhan tidak pernah
menurunkan standar penghakiman dan penghukuman-Nya. Nanti pada waktu kita masuk kepada
pembahasan mengenai salib Yesus Kristus, kita bisa menemukan Tuhan kita adil luar biasa. Itu sebab
mengapa sesudah semua terjadi, firman Tuhan memberikan satu kesimpulan, tidak ada nama lain di
atas muka bumi ini yang manusia bisa diselamatkan kecuali di dalam nama Yesus Kristus. Bukan saja
nama itu tetapi dari seluruh catatan Alkitab kita bisa melihat karya Yesus Kristus yang begitu agung
dan indah. Tidak ada satu orangpun yang sanggup dan bisa melakukannya kecuali Dia. Itu sebab di
dalam nama Yesus kita beroleh keselamatan.
36

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 23/8/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 7

Semua manusia di bawah penghakiman

Nats: Roma 2:1-16

1 Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri
tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu
sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal–hal yang sama.
2 Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat
demikian.
3 Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan
engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari
hukuman Allah?
4 Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan–Nya, kesabaran–Nya dan kelapangan
hati–Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau
kepada pertobatan?
5 Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu
sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.
6 Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya,
7 yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan,
kehormatan dan ketidakbinasaan,
8 tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat
kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.
9 Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat,
pertama–tama orang Yahudi dan juga orang Yunani,
10 tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat
baik, pertama–tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
11 Sebab Allah tidak memandang bulu.
12 Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan
semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.
13 Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi
orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
14 Apabila bangsa–bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri
melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum
Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
37

15 Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati
mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling
membela.
16 Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan
menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.

Kalau saudara mempunyai anak kecil lebih dari satu dan mereka duduk berdekatan, tidak berapa
lama akan terjadi kontak fisik di antara mereka yang akhirnya berkembang menjadi perkelahian.
Mulanya mungkin tidak disengaja yang satu menyenggol yang lain, lalu dibalas oleh dia lebih keras.
Anak pertama merasa tidak adil karena balasannya dia rasa lebih keras daripada yang dia lakukan,
lalu dia membalas lagi. Akhirnya dua-dua saling memukul dan tidak ada yang merasa bersalah.
Menghadapi hal seperti ini, saya pikir dalam-dalam, masalahnya dimana? Masalahnya adalah waktu
yang satu disenggol dia tidak terima, maka dia senggol balik. Lalu yang satu merasa bahwa
balasannya lebih daripada yang seharusnya sehingga membalas lagi. Pembalasan yang tidak habis-
habis terjadi karena masing-masing pihak merasa diri mendapat perlakuan yang tidak seimbang
daripada yang seharusnya.
Itu sebab saya membawa saudara kepada pernyataan Paulus setelah dia bicara mengenai murka
Allah dan keadilan Allah praktisnya di dalam hidup orang Kristen, dia bicara mengenai pengampuan
di bagian belakang suratnya, Paulus bilang jangan membalas karena pembalasan adalah hak Tuhan.
Jangan membalas di sini bukan seperti cara therapeutic yang menyuruh orang melupakan semuanya.
Jangan membalas orang yang bersalah kepadamu tetapi serahkan pembalasan itu kepada Tuhan.

Dalam artikel yang saya tulis di Radix berjudul “Kepahitan,” saya mengatakan kepahitan terjadi di
dalam hidup kita semata-mata berangkat dengan satu anggapan bahwa apa yang terjadi di dalam
hidup kita itu tidak adil. Mzm. 73 menyatakan pergumulan Asaf melihat orang fasik seolah hidup lebih
baik daripada orang yang cinta Tuhan. Dia yang sudah mencintai Tuhan dan berusaha melakukan
semua hal yang baik dalam hidupnya tetapi justru banyak hal yang tidak baik terjadi daripada orang
yang tidak percaya Tuhan. Karena itulah apa yang terjadi, dia merasa pahit dan tidak bisa terima
keadaan ini. Dia merasa diperlakukan tidak adil dan makin dia pikirkan, makin sakit hati. Kepahitan
itu makin lama makin mendalam. Akar dari kepahitan itu mulai berangkat ketika seseorang merasa
diperlakukan tidak adil. Bagaimana Asaf akhirnya bisa keluar dari lingkaran setan ini? Di ayat 16-18
menunjukkan dia tidak bisa mengerti hal ini tetapi ketika dia sampai ke depan tahta Tuhan barulah
dia mengerti jalan orang fasik berakhir dimana.
Mengapa Paulus meminta orang Kristen pada waktu mengalami hal-hal yang tidak baik dan ketidak-
adilan dalam hidupnya untuk tidak membalas? Bukan berarti orang Kristen boleh diperlakukan
dengan semena-mena tetapi di tengah-tengah pembalasan itu pasti selalu terjadi ketidakadilan.
Orang pukul sekali, kita mau balas lebih, akhirnya tidak mungkin terjadi seimbang. Keseimbangan itu
terjadi waktu di tengah-tengah perasaan ketidakadilan itu saudara menaruh Tuhan di sana. Pada
waktu kita menaruh Tuhan di tengahnya bagaimana relasi Tuhan dengan orang-orang seperti itu,
Paulus bilang ada saatnya keadilan Tuhan akan terjadi. Yang kedua, bagaimana relasi saya dengan
Tuhan berkaitan dengan ketidakadilan itu, itulah yang kita sebut sebagai relasi providensia (sudah
ditakdirkan Tuhan) Tuhan. Baru di situ kepahitan hati kita terhadap segala ketidakadilan itu hilang. Jadi
pengampunan kita bukan satu therapeutic yang mengatakan kita harus mengampuni orang sebab
38

kalau kepahitan itu terus disimpan di dalam hati akan rugi sendiri. Konsep ini tidak salah tapi tidak
sesuai dengan konsep pengampunan dari Alkitab. Kaitan Tuhan dengan saya atas segala
ketidakadilan yang saya alami adalah perlindungan Tuhan. Saya percaya Tuhan turut bekerja di
dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi-Nya. Yusuf sudah
diperlakukan dengan tidak adil oleh saudara-saudaranya, menjadi budak, hidup di dalam kesulitan
yang begitu panjang, namun ketika bertemu dengan mereka, kepahitan itu hilang karena dia percaya
akan perlindungan Tuhan, semua ini terjadi mendatangkan kebaikan. Itu hubungan saya dengan
Tuhan. Tetapi kalau orang yang bersangkutan tidak merasa bersalah dan tidak mau minta maaf, saya
tidak punya kaitan dengan dia. Itu urusan dia dengan Tuhan.
Mengerti konsep inilah maka kenapa Paulus sekarang bicara mengenai keadilan Tuhan di dalam
bagian ini. Dalam Roma 1:18-3:20 memiliki format seperti seorang bicara di pengadilan. Paulus lebih
dahulu menuduh orang-orang non Yahudi sebagai orang-orang yang melawan Tuhan dan menghina
keadilan Tuhan. Di sini Paulus seolah berada di pihak orang Yahudi yang menuduh orang Yunani.
Sehingga orang Yahudi mengira mereka adalah pihak yang benar. Namun di pasal 2 kemudian Paulus
berbalik menuduh orang Yahudi yang punya self righteousness dan kesombongan karena memiliki
hukum Taurat. Paulus mengatakan, engkau yang menghakimi mereka yang tidak punya hukum
Taurat, tetapi engkau sendiri tidak pernah memakai standar yang sama untuk menghakimi dirimu.
Engkau mengajar orang jangan mencuri, engkau sendiri mencuri. Engkau mengajar orang jangan
berzinah, engkau sendiri berzinah. Engkau menjadi penuntun bagi bangsa yang buta, engkau sendiri
buta. Saya percaya orang Yahudi pasti jengkel dengan pernyataan Paulus ini, namun Paulus bilang dia
menyatakan hal ini bukan karena dia benci dengan orang Yahudi melainkan dia menaruh keadilan
Tuhan atas semua orang, Tuhan tidak pandang bulu. Di sinilah Paulus menegakkan hal itu.

Itu sebab di dalam Roma 2 Paulus jelas menyatakan keadilan Tuhan yang tidak pandang bulu. Orang
yang tadinya menghakimi orang non Yahudi sebagai bangsa yang hidupnya tidak beres, mereka juga
akan dihakimi Tuhan. Namun persoalannya fenomena yang terjadi adalah seringkali kita pikir
datangnya penghakiman Tuhan itu berbeda-beda. Dalam Roma 1 penghakiman Tuhan bersifat
pembiaran atas mereka. Ini adalah suatu hal yang sangat mengerikan dan menakutkan. Pada waktu
manusia makin berdosa, makin tidak takut kepada Tuhan, makin merasa diri hebat di dalam dosa lalu
pikir dia sudah mengalahkan Tuhan, justru di situ Tuhan membiarkan dia. Engkau mau hidup di dalam
dosa seperti itu, silahkan. Makin lama makin buta, makin lama akhirnya tidak bisa melihat kebenaran
Tuhan di situ. Puji Tuhan kalau di dalam hidup kita kadang-kadang datang jeweran Tuhan dan
teguran Tuhan kepada kita. Itu membuktikan Tuhan tidak mau kita terlalu lama berjalan dengan
serong dan salah.
Tetapi pasal 2 sangat menarik, waktu bicara dalam kaitannya dengan orang Yahudi di ayat 4 murka
Tuhan tidak langsung turun, tetapi jangan itu kemudian menjadi satu maaf dan pembenaran bahwa
hidup mereka lancar dan tidak ada apa-apanya. Paulus mengingatkan orang Yahudi bahwa itu semua
adalah satu tanda kemurahan kesabaran Tuhan kepada mereka dengan tujuan mereka mendapat
kesempatan mendengar firman dan firman itu membawa mereka kembali kepada pertobatan. Jadi
hal yang pertama Paulus lakukan adalah menegakkan keadilan Tuhan kepada manusia yang tidak
sanggup melihat kebenaran Tuhan, yang merasa diri benar dan merasa hidupnya lebih baik daripada
orang lain, sehingga tidak menggunakan standar yang sama untuk menilai diri. Maka Paulus
mengatakan semua orang jatuh ke dalam hukuman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani.
39

Orang Yunani yang tidak punya hukum Taurat, maupun orang Yahudi yang punya hukum Taurat,
semua sama-sama berdosa. Paulus memakai kalimat retorika di sini, meskipun orang non Yahudi
tidak punya hukum Taurat, mereka bisa melakukan hal yang baik lebih daripada orang yang punya
hukum Taurat. Sekali lagi ini adalah kalimat retorika, tidak berarti ada keselamatan bagi orang non
Yahudi kalau mereka berbuat baik. Maksudnya adalah orang Yahudi tidak perlu bangga dengan
hukum Taurat, karena orang non Yahudi juga punya suatu standar kebaikan. Kedua, orang Yahudi
bangga karena sunat lalu merasa dengan sunat mereka otomatis bisa masuk surga. Bukan itu. Tetapi
ada orang non Yahudi yang tidak disunat tetapi melakukan kebaikan dengan standar begitu tinggi
seperti hukum Taurat. Maka juga pikir engkau lebih hebat daripada mereka. Itu semua adalah
kalimat-kalimat retorika. Tidak berarti mereka bisa mendapatkan keselamatan di luar Kristus.

Sampai di sini maka sekarang Paulus bicara kepada orang Yahudi, apa keunggulan mereka sebagai
orang Yahudi. Orang Yahudi dipilih Tuhan untuk menjadi umat-Nya dan menerima wahyu khusus.
Orang Yahudi dipilih Tuhan untuk menjadi umat Tuhan tujuannya supaya mereka menjadi terang dan
membawa terang kepada bangsa-bangsa lain karena mereka dipercayakan Tuhan menerima firman
supaya dengan demikian bangsa-bangsa lain juga bisa mengenal Tuhan yang sejati. Jadi Paulus tidak
menghina orang Yahudi. Dia sendiripun orang Yahudi. Itu adalah keistimewaan dan keindahan dari
orang Yahudi, tetapi jangan karena itu mereka tidak melihat aspek dan konsep keselamatan dengan
benar. Bagi orang Yahudi sudah terjadi asumsi yang membuat mereka bangga sebagai bangsa pilihan
yaitu mereka pasti selamat. Maka di dalam tradisi orang Yahudi mereka percaya yang menjaga pintu
surga adalah bapa Abraham yang bisa mengenal dan membimbing orang Yahudi tidak tersesat.
Dari sinilah kita bisa melihat kenapa Paulus di dalam Roma 2 titik dua argumentasi ini dengan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat memojokkan dan mendesak mereka sampai kepada satu
kesadaran jangan pikir karena punya hukum Taurat anda otomatis masuk surga. Yang benar ialah:
siapa yang bisa melakukan hukum Taurat tanpa cacat cela, dia yang bisa masuk surga. Bukan berarti
dengan perbuatan baik seseorang bisa masuk surga tetapi kalau anda sanggup bisa melakukan
hukum Taurat tanpa cacat cela, anda bisa masuk surga. Kedua, bicara mengenai sunat di sini
bukanlah sunat lahirian melainkan sunat di dalam hati. Artinya membuang kedagingan, membuang
hal-hal yang najis dan yang tidak benar di dalam hidupmu, itulah sunat yang bersifat batiniah. Maka
dengan berbicara mengenai dua hal ini Paulus sebenarnya mengkikis habis konsep umat Tuhan di PB
tidak lagi didasarkan kepada suku dan ras.
Saya bingung banyak orang Kristen masih merasa orang Yahudi itu superior sehingga punya konsep
pergi ke Yerusalem, dibaptis di sungai Yordan, dsb. Umat Tuhan bukan lagi eksklusif orang Yahudi.
Umat Tuhan ada orang Yahudi, ada orang Hong Kong, ada orang Indonesia, ada orang Cina, ada
orang Jawa, ada orang bule. Maka tanam hal ini dalam-dalam di pikiranmu, karena banyak sekarang
orang ngawur khususnya bicara mengenai Eskatologi yang tidak bertanggung jawab dan selalu
mengkaitkannya dengan orang Yahudi. Sedikit-sedikit, langsung dihubungkan dengan Yahudi. Di
Semarang ketemu lembu merah, lalu rame-rame bilang ini adalah lembu yang nanti akan
dipersembahkan oleh Yesus di Bait Allah waktu Dia datang sebagai imam besar. Lalu banyak yang
“latah” segala-gala ber-Yahudian. Ini hal yang merepotkan sehingga orang Kristen jatuh ke dalam
jebakan melihat aspek yang bersifat lahiriah. Paulus di sini menegur orang Yahudi yang menekankan
hal-hal lahiriah seperti ini. Orang Yahudi yang sejati bukan karena punya hukum Taurat. Orang Yahudi
sejati adalah orang yang taat melakukan hukum Taurat tanpa cacat cela. Orang Yahudi sejati
40

bukanlah ditandai dengan sunat secara lahiriah tetapi di dalam hatimu melakukan hukum Taurat
tanpa cacat cela, itu adalah sunat yang bersifat batiniah.
Sekarang kita akan lihat di mana letak keadilan Tuhan di dalam penghakiman-Nya. Roma 2:16 menjadi
ayat yang penting dimana Paulus bilang bukan terletak pada apa yang kelihatan, bukan kepada hal
yang lahiriah itu membuatmu otomatis menjadi umat Tuhan. Keadilan Tuhan tidak pandang bulu,
engkau orang Yahudi maupun engkau yang bukan Yahudi sama-sama akan diadili Tuhan. Kedua, ada
hal yang sampai sekarang engkau tidak sadari bahwa Tuhan sungguh-sungguh adil sebab Dia akan
mengadili bukan saja hal-hal yang kelihatan tetapi juga yang tidak kelihatan. Sampai di sini Paulus
secara teliti menyebut tiga dosa yang dilakukan oleh orang Yahudi. Kenapa Paulus bicara mengenai
tiga dosa ini secara spesifik? Dosa mencuri, dosa berzinah dan dosa penyembahan berhala. Ini adalah
hal yang sangat unik sekali. Di dalam sejarah bangsa Israel sekembali dari pembuangan, di situ
keagamaan orang Yahudi betul-betul dimurnikan. Tidak ada lagi penyembahan berhala seperti waktu
dulu mereka mencampur-adukkan penyembahan kepada Allah dan kepada berhala. Sampai kepada
masa Tuhan Yesus di dalam kitab Injil jelas kita melihat tidak ada penyembahan berhala seperti itu.
Maka waktu Paulus menegur orang Yahudi menyembah berhala, bagi saya teguran itu seperti satu
tuduhan yang berbahaya sekali. Karena orang Yahudi pasti tidak akan terima tuduhan seperti itu.
Jangankan punya berhala, menyebut nama Allah saja mereka takut. Paulus mengatakan mereka
bersalah di hadapan Tuhan karena hidup orang Yahudi yang beragama pun melanggar Taurat.
Penghakiman Tuhan yang adil akan menghakimi hal-hal yang tersembunyi di dalam hidupmu. Kedua,
engkau melarang orang jangan mencuri, engkau sendiri mencuri. Engkau yang melarang orang
berzinah, engkau sendiri berzinah. Tuhan Yesus mengatakan berzinah bukan pada waktu engkau
tidur dengan perempuan yang bukan isterimu, tetapi waktu keinginan itu muncul, itu sendiri sudah
menjadi perzinahan di dalam hatimu. Maka dua hal ini bisa terjadi tanpa perlu dilakukan secara fisik.
Kemudian Paulus melanjutkan dengan teguran yang sangat keras, ”...mengapa engkau sendiri
merampok rumah berhala?” dalam terjemahan Indonesia memakai kata ‘merampok’ tetapi
terjemahan di belakang agak sedikit kurang akurat sebab dari bahasa aslinya lebih baik
diterjemahkan ‘rob the temple’ yang tidak berarti mengacu kepada kuil berhala, tetapi bisa mengacu
kepada Bait Allah.

Sehingga di sini ada dua macam penafsiran terhadap perkataan Paulus ini. Penafsiran pertama,
merampok rumah berhala, artinya engkau bilang jangan menyembah berhala tetapi engkau waktu
pergi menyerang bangsa lain yang punya berhala, engkau juga akhirnya tergiur mengambil emas
yang ada di rumah berhala itu. Penafsiran kedua, di sini bukan bicara tentang rumah berhala tetapi
Bait Allah. Ini sangat menarik. Kalau ditafsir bahwa ini mengacu kepada Bait Allah, maka Paulus bilang
engkau datang berbakti ke rumah Tuhan, tapi terlalu banyak hal engkau mencuri miliknya Tuhan. Jadi
ini merupakan suatu hal yang penting sekali, walaupun engkau datang membawa persembahan
kepada Tuhan di Bait-Nya tetapi sesungguhnya banyak kali engkau mengambil apa yang menjadi hak
Tuhan. Sampai di sini, jujur ayat ini bagi saya sangat mengejutkan dan sekaligus menakutkan buat
kita, siapapun di antara kita tidak ada yang tidak pernah melanggar ayat ini. Banyak hal di dalam
hidup kita, kita tidak mencuri secara kelihatan tetapi kita mengingini barang orang lain. Banyak hal di
dalam hidup kita mungkin tidak berzinah dengan perempuan lain, tetapi di dalam hati dan pikiran
kita sudah melanggar akan hal itu. Banyak hal di dalam hidup kita yang seharusnya menjadi milik
Tuhan yang harus kita kembalikan kepada Dia, tetapi kita beri kepada Tuhan yang sedikit dan sepele
41

lalu merasa bangga bahwa kita sudah memberi kepada Tuhan. Paulus menegur kita sudah merampok
rumah Allah. Di hadapan orang lain kita bisa sembunyikan hal itu tetapi kelak di hadapan Tuhan hal-
hal ini kalau dibeberkan dan dibuka, kita semua sudah melanggar.
Yang ketiga, argumentasi Paulus, engkau pikir sudah beragama kepada Tuhan, engkau pikir sedang
cari Tuhan di dalam agamamu, tetapi di pasal 3:10 Paulus mengutip dari firman Tuhan sendiri yang
mengatakan ‘tidak ada seorangpun yang benar’ yang dikutipnya dari Mzm.143:2b . Mengapa orang
Yahudi begitu buta, seolah-olah berpikir sudah punya hukum Taurat, melakukan hal-hal yang bersifat
lahiriah, lalu otomatis sudah selamat? Sampai ke belakang, penulis Ibrani mengajak mereka berpikir
baik-baik, kalau betul mereka merasa bersalah lalu bawa kambing domba untuk dipersembahkan
kepada Tuhan minta pengampunan, kenapa harus dilakukan berulang kali? Ibrani langsung memberi
jawabannya, itu membuktikan sesungguhnya darah kambing domba itu tidak mungkin bisa menebus
dosa manusia. Kalau engkau bilang dengan hukum Taurat engkau bisa dibenarkan oleh Tuhan,
kenapa hukum Tauratmu sendiri bilang tidak ada orang yang benar di hadapan Tuhan? Sampai di
situ, Paulus hanya tutup dengan satu kalimat di dalam Roma 3:20 “tidak ada orang yang bisa benar di
hadapan Tuhan. “Seluruh dunia jatuh di bawah penghukuman Tuhan, baik orang yang merasa
beragama maupun orang yang tidak beragama, jalan keluarnya hanya satu: menyadari diri berdosa,
menyadari kita ini lemah, menyadari kita tidak punya jalan keluar untuk bisa mendapatkan
pembenaran, kecuali pembenaran itu datang melalui iman kepada karya yang Tuhan Yesus sudah
lakukan di atas kayu salib. Minggu ini kita menghadiri KKR “Mengapa Beriman kepada Kristus?” biar
semua khotbah ini mempersiapkan kita untuk mengerti mengapa Kristus menjadi keunggulan,
mengapa Dia menjadi satu-satunya jalan, dan mengapa hanya di dalam Kristus kita memperoleh
anugerah keselamatan itu.

Paulus sampai pasal 3 sudah menyatakan dengan tegas tidak ada kemungkinan. Pada waktu kita
mengatakan diri kita benar, kita baik, kita bisa melakukan segala hukum Taurat dengan tanpa cacat,
sebenarnya itu hanya yang lahiriah dan kelihatan saja. Pada suatu hari Tuhan akan menghakimi apa
yang tidak kelihatan. Di depan orang kita bisa memperlihatkan apa yang berbeda dengan yang di
dalam hati kita, tetapi di dalam pengadilan Tuhan, semuanya akan kelihatan. Yang kedua, Paulus
bilang tidak usah tunggu sampai di sana, engkau bilang dengan sunat dan hukum Taurat anda
otomatis masuk surga? Tauratmu sendiri bilang tidak ada orang yang benar di hadapan Allah. Lalu
dengan cara bagaimana engkau bisa benar? Yang ketiga, Paulus bilang engkau melakukan hukum
Taurat? Banyak hal yang tidak kelihatan sesungguhnya engkau sudah melanggar Tauratmu. Mencuri,
berzinah dan penyembahan berhala. Dengan ketiga argumentasi ini, minggu-minggu yang akan
datang kita akan masuk ke dalam satu pengertian akan Injil yang sejati di dalam Yesus Kristus,
membawa kita mengerti dan menghargai penebusan yang Dia lakukan bagi kita.
42

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 6/9/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 8

Reaksi manusia terhadap kebenaran

Nats: Roma 3:21-25

21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang
disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab–kitab para nabi,
22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab
tidak ada perbedaan.
23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam Kristus
Yesus.
25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah–Nya.
Hal ini dibuat–Nya untuk menunjukkan keadilan–Nya, karena Ia telah membiarkan dosa–dosa
yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran–Nya.

Roma 3:20 merupakan kesimpulan yang menutup semua argumentasi Paulus dengan kalimat ini,
“Sebab tidak ada seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum
Taurat karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” Paulus menutup segala kemungkinan
the righteousness come from below, dari usaha manusia, dari keinginan manusia mengenal Tuhan.
Tidak ada kemungkinan kebenaran itu datang dari bawah. Maka di ayat 21 ia mengatakan “the
righteousness come from above.” This is the righteousness from God. Namun tidak berarti manusia
bisa berdalih di hadapan Tuhan: karena saya tidak tahu kebenaran, maka jangan hukum saya dan
jangan menghakimi saya.
Film “contact” yang dibintangi oleh Jodie Foster berkisah tentang ilmuwan NASA yang berusaha ingin
mencari tahu misteri dari alam semesta. Kedua, film itu ingin mengetahui apakah ada mahluk
inteligen di luar manusia. Tetapi yang terpenting, film itu sedang mempertanyakan adakah eksistensi
Tuhan. Bagaimanakah mengetahui eksistensi Tuhan itu? Dengan percayakah atau dengan
pembuktian? Pada waktu mereka berusaha mencari, entah dapat entah tidak, maka Jodie Foster
yang berperan sebagai Dr. Ellie mengatakan “For as long as I can remember, I’ve been searching for
some reasons: why we are here? What are we doing here? Who we are? If there is a chance to find
out even just a little part of that answers I think it’s worth a human life, don’t you?” Kalau saja ada
sedikit kemungkinan untuk memperoleh jawaban, itu lebih dari cukup baginya. Sebelum sampai
kepada jawabannya, kita harus bertanya dulu, kenapa manusia bisa mengajukan pertanyaan-
pertanyaan seperti itu? Ini menjadi pertanyaan yang sangat penting. John Calvin mengatakan karena
di dalam diri manusia ada yang namanya “Sensus Divinitas” yaitu getaran-getaran keilahian yang ada
di dalam diri manusia. Getaran-getaran itulah yang menyebabkan manusia ingin mengetahui Allah,
43

sebab Alkitab mencatat dengan jelas manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Gambar dan
rupa Allah itu sudah rusak oleh dosa tetapi tidak hilang di dalam diri manusia sehingga getaran-
getaran yang kabur itu tetap ingin mencari kembali jawaban yang sejati kepada ‘yang asli’ dari copy
gambar itu.

Pdt. Stephen Tong memberikan konsep mengapa manusia ingin mencari kebenaran, mengapa
manusia ingin mencari Logos yaitu Allah sendiri, sebab di dalam diri manusia ada “logikos.” Logikos
merupakan percikan-percikan kecil di dalam diri manusia yang baru menjadi benar kalau dia ketemu
dengan sumber Logosnya. Roma 1 bicara tentang hal itu. Manusia boleh bilang Allah tidak ada tetapi
semua manusia tidak mungkin bisa lepas dalam hatinya ada suara yang mengatakan Allah ada.
Kebenaran itu manusia ingin tekan tetapi suatu hari manusia tidak mungkin bisa berdalih bilang dia
tidak kenal Tuhan. Roma 1-3 Paulus juga mengatakan adanya keinginan manusia untuk mengenal
Allah itu adalah satu harapan, satu keinginan. Pertanyaannya: mungkinkah keinginan itu membuat
manusia dapat mengenal Tuhan yang sejati? Paulus bilang: tidak bisa. Keinginan mengenal Allah yang
sejati ada di dalam diri manusia, tetapi realita menemukan Allah yang sejati itu tidak mungkin, sebab
manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Kedua, tetapi tidak bisa mengenal realita Allah yang sejati tidak
berarti membuat manusia bisa mengatakan ‘saya tidak bisa kenal Dia.’ Saudara bisa menangkap
perbedaannya? Jadi, ada keinginan tetapi keinginan itu tidak mungkin sampai kepada mengenal Allah
yang sejati. Tetapi sebaliknya, tidak sanggup mengenal Allah yang sejati tidak berarti manusia boleh
mengatakan dia tidak tahu.

Alkitab memberitahukan kepada kita, pada waktu kita sampai mengenal kebenaran, kebenaran itu
akan mendatangkan sukacita kepada kita sebab seperti kalimat Tuhan Yesus, “the truth will set you
free.” Jadi ada keinginan dan kesukaan. Itu sebab keberdosaan manusia berbeda dengan kejatuhan
setan berdosa kepada Tuhan. Kejatuhan setan berdosa kepada Tuhan adalah kejatuhan di dalam
kesadaran yang sungguh-sungguh memberontak kepada Tuhan, sedangkan kejatuhan manusia di-
sebabkan karena ditipu dan dibohongi oleh setan. Kejatuhan setan adalah kejatuhan dimana setan
sama sekali tidak suka akan kebenaran itu. Tetapi kejatuhan manusia adalah kejatuhan karena
dibohongi, itu sebab masih ada keinginan seperti itu. Itu sebab kita katakan walaupun di dalam
Teologi Reformed manusia berdosa itu dinamakan ‘total depravity’ manusia berdosa menjadi rusak
total, tetapi tidak berarti manusia melakukan dosa sejahat-jahatnya.
Saudara bisa ketemu hal yang sangat paradoks, seorang penjahat yang luar biasa bisa dengan darah
dingin membunuh orang, tetapi pulang sampai di rumah menjadi ayah yang baik. Tetapi manusia
berbeda dengan setan. Setan itu jahat sejahat-jahatnya, tetapi manusia masih ada sesuatu di dalam
dirinya yang membuat dia tidak sejahat-jahatnya. Tetapi tidak berarti yang menahan manusia untuk
tidak jahat sejahat-jahatnya itu adalah kebaikan yang bisa membikin manusia masuk surga. Jadi
waktu kita bilang manusia berdosa, tidak berarti orang itu semuanya jahat dan tidak ada kebaikan
relatif yang dibuatnya. Manusia masih bisa memberi sumbangan, manusia masih bisa membantu
orang lain, orang yang jatuh di pinggir jalan masih diangkat. Bahkan mungkin kalau di bus lihat ada
nenek-nenek berdiri, dia langsung kasih tempat duduknya sedangkan orang Kristen kadang-kadang
duduk saja dengan alasan cape. Itu yang dikatakan oleh Calvin, yang dikatakan ada samar-samar
gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia. Itu adalah satu keinginan logikos yang ingin mengenal
dan mengerti Logos dan kebenaran itu. Ingin mengenal dan mengerti tidak berarti dia sudah sampai
kepada realita. Tidak sampai kepada realita tidak berarti tidak ada keinginan. Di satu pihak manusia
44

ingin mengenal kebenaran Allah tetapi dosa seringkali membuat manusia sulit untuk bisa mengenal
kebenaran Tuhan. Maka Paulus memberitahu kebenaran Tuhan dengan satu-satunya cara,
kebenaran itu hanya datang dari Allah kepada manusia. Sebelum sampai kepada bagian itu, saya
ingin mengajak saudara melihat paling sedikit ada enam sikap manusia menghadapi kebenaran.

1. Manusia masa bodoh dengan kebenaran.

Dalam Yoh.18:38a kita melihat contoh yang paling konkrit ketika manusia bertemu dengan Sang
Kebenaran itu, sikap reaksi dia adalah masa bodoh terhadap-Nya, diwakili oleh Pilatus waktu
berjumpa dengan Tuhan Yesus. Pilatus begitu dekat kebenaran sebab Kebenaran itu ada di hadapan-
nya, tetapi dia berbalik memberikan pantatnya kepada kebenaran itu. “Apakah kebenaran itu?” kata
Pilatus. Alkitab mencatat statemen dari Pilatus itu tetapi Alkitab tidak mencatat the way Pilatus
mengatakannya. Maka kita perlu menafsir kira-kira bagaimana sikap dia pada waktu mengatakannya.
Kalau saja dia berhenti sejenak setelah melempar pertanyaan itu dan menanti jawaban Tuhan Yesus,
maka sejarah hidup dia akan berubah. Tetapi dia berpaling dan meninggalkan Tuhan Yesus. Inilah
sikap pertama manusia bertemu dengan kebenaran yaitu manusia masa bodoh dengan kebenaran.
Sikap masa bodoh ini boleh dikatakan menjadi sikap yang mewarnai kehidupan manusia sekarang ini.
Bagi Pilatus kebenaran itu bukan sesuatu yang objektif tetapi kebenaran adalah sesuatu yang
menemukan. Jadi bukan soal benar atau tidak benar tetapi ditemukan di orang yang punya daya.
Saudara menemukan di dalam dunia ini, yang mempengaruhi opini masyarakat adalah dia yang
menguasai surat kabar dan televisi. Bagaimana bisa menang di dunia politik? Kuasai media dulu.
Melalui media, I can invent the truth yang anda mesti dengar. Itu yang dikatakan oleh Pilatus. Tidak
ada yang namanya kebenaran obyektif. Anda salah atau benar, ditentukan oleh saya. Biarpun semua
orang bilang kamu salah, kalau aku bilang benar maka engkau jadi benar. Ketika bertemu dengan
orang seperti itu maka bagi dia kebenaran bukan soal obyektif, kebenaran itu soal persepsi. Konsep
seperti ini ada di dalam dunia Post Modern.
Kenapa orang Post Modern tidak suka kepada Gereja? Sebab Post Modern sudah salah menganggap
Gereja yang bilang benar dengan sendiri Gereja menjadi kekuatan yang memengapkan. Kenapa
orang Post Modern tidak suka ke gereja? Sebab Gereja dianggap sebagai pihak yang mencetuskan
kebenaran yang bersifat memengapkan. Itu sama sekali berlawanan dengan apa yang Yesus katakan,
“When you know the truth, it shall set you free.” kalau kita bilang sesuatu kebenaran, orang Post
Modern mengatakan ‘itu benarnya kamu, ini benarnya saya. Benarmu juga benar, benarku juga
benar. Orang yang bilang kita tidak benar juga benar.’ maka kebenaran itu soal selera, kebenaran
soal persepsi. Pada waktu kita bicara mengenai hidup manusia, Alkitab mengatakan hidup kita
memiliki tujuan, Post Modern bilang, tidak. Hidup itu bagi mereka bukan tujuan tetapi hidup itu
adalah ‘play.’ Yang kedua, kita bilang hidup itu memiliki pola, tetapi Post Modern bilang hidup itu ‘by
chance.’ Yang ketiga, kita bilang segala sesuatu memiliki urutan hirarki, Post Modern bilang itu bukan
hirarki tetapi ‘anarki.’ Yang keempat, kita percaya there is an objective truth, Post Modern bilang
kebenaran hanyalah persepsi. Dalam salah satu edisi kartun “The Simpsons” ada satu kalimat yang
mewakili semangat Post Modern ini. Leonard Nimoy mengatakan, “The following tale of alien
encounter is true and by true I mean false. It’s all lies but they are entertaining lies. And in the end, it
is not the real truth, it doesn’t matter, it is entertaining.” Tidak peduli benar atau salah, tetapi asal itu
menyenangkan saya dan bagus untuk saya, itulah kebenaran. Yesus berkata kepada Pilatus, enkau
45

bisa menemukan kebenaran. Tetapi reaksi manusia berdosa adalah masa bodoh terhadap
kebenaran. Apa yang entertain saya, apa yang saya suka dan mau, itu menjadi kebenaran bagiku.

2. Manusia menekan kebenaran.

Dalam Roma 1:18 Paulus memperlihatkan murka Allah turun dari surga terhadap manusia yang
menindas kebenaran dengan kelaliman. Menindas berbeda dengan sikap masa bodoh. Menindas
berarti dia sampai kepada kesadaran bahwa itu benar, tahu ada benar tetapi tidak mau suara
kebenaran itu keluar. Maka manusia berusaha terus menindas kebenaran. Salah satu Anger
Management yang paling berbahaya adalah menekan kemarahan. Sabar itu tidak sama dengan
menekan kemarahan, itu adalah dua hal yang berbeda. Sabar adalah pasrah, sabar itu melihat
kesulitan itu nanti menjadi hal yang indah. Menekan kemarahan artinya menutup segala ekspresi
emosi yang suatu saat akan meledak seperti gempa bumi yang begitu dahsyat. Ahli gempa bilang
lebih baik ada gempa yang sedikit-sedikit muncul daripada daerah gempa yang 100 tahun tidak
pernah gempa. Kemarahan yang disimpan, suatu kali akan meledak dengan merusak. Marah itu
bukan soal bagaimana diri kita menahan tetapi berkaitan dengan Tuhan. Nanti kita akan sampai
kepada bagian itu dalam Roma 12 di belakang.

3. Manusia merasa diri adalah kebenaran.

Khotbah saya beberapa minggu yang lalu sudah membahas akan hal ini. Bedanya orang Yahudi dan
orang non Yahudi dimana? Orang non Yahudi menekan kebenaran dan bukan itu saja, mereka juga
bangga melakukan ketidak-benaran. Dengan terbuka menyatakan pemberontakan kepada Tuhan.
Tetapi berbeda dengan orang Yahudi, mereka menuduh orang-orang non Yahudi sebagai orang kafir
yang hidup penuh dengan dosa, tetapi dia sendiri merasa diri benar. Paulus menegur mereka, engkau
bilang ‘jangan mencuri,’ tetapi engkau sendiri mencuri; engkau bilang ‘jangan berzinah,’ tetapi
engkau sendiri berzinah. Hal ini sangat menyedihkan sekali, kadang-kadang kita harus hati-hati. Salah
satu yang sangat menyedihkan adalah kejatuhan Ted Haggard, yang diklaim oleh majalah TIME
sebagai 1 dari 25 pemimpin yang paling berpengaruh di USA, kira-kira tiga tahun yang lalu. Di atas
mimbar dia dengan terbuka menyerang homoseksual sebagai dosa dan berkampanye melalui
gerejanya agar state Colorado tidak menyetujui pernikahan sesama jenis. Tetapi di bawah
permukaan hidupnya dia sendiri melakukan homoseks.
Seringkali di dalam hidup kita terlalu banyak menguasai firman, tetapi sekali lagi kita perlu balik:
apakah firman menguasai hidup kita? Bahaya yang paling besar di dalam hidup hamba-hamba Tuhan
yang membawa kejatuhan adalah kita tahu semua, kita menguasai firman, tetapi belum tentu
seumur hidup firman Tuhan menguasai hidup kita. Merasa diri benar sehingga tidak merasa apapun
yang dikerjakan itu patut dikoreksi dan berinteraksi dengan kebenaran firman Tuhan. Dimana letak
keindahan satu kemajuan rohani? Ada tiga ayat dari rasul Paulus yang memberitahukan kepada kita
makin dekat kita kepada kebenaran bukan membuat kita melihat diri makin suci tetapi makin melihat
hidup kita tidak layak di hadapan Tuhan. Dalam 1 Kor.15:9 , salah satu suratnya yang paling awal
Paulus bilang, “Aku adalah yang paling hina dari semua rasul…” kemudian dalam Ef.3:8, surat yang
ditulis di tengah pelayanannya Paulus bilang, “Aku adalah yang paling hina di antara segala orang
kudus…” dan paling akhir di dalam 1 Tim.1:15 Paulus bilang, “Aku adalah yang paling berdosa di
antara orang-orang berdosa…” Saudara akan melihat pengakuan ini semakin dia mengenal Kristus,
semakin dekat Tuhan, semakin mengenal kebenaran Tuhan makin dia merasa tidak layak di hadapan
46

Tuhan. Itu yang namanya kerohanian benar. Bedanya dengan orang Farisi, makin baca Alkitab makin
rasa semua yang lain salah dan dia yang paling benar dan paling tidak berdosa, itu yang paling
berbahaya. Jauh dari sinar terang Tuhan, kita rasa diri cukup bersih. Makin dekat dengan sinar
kekudusan Tuhan, baru tahu betapa kotornya kita di hadapan Tuhan.

4. Manusia memusuhi kebenaran.

Gal.4:1 Paulus berkata, “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi
musuhmu?” Paulus sedang menyampaikan kebenaran, dan seharusnya kebenaran itu diterima
dengan rendah hati, tetapi kita menemukan reaksi ini bisa terjadi bukan saja pada diri orang yang
tidak percaya Tuhan namun juga kepada orang percaya. Mengapa waktu kita berjumpa dengan
kebenaran dan dikoreksi oleh kebenaran, kita justru memusuhi kebenaran? Reaksi jemaat Galatia ini
bukanlah reaksi yang secara langsung dan spontan berdasarkan keinginan sendiri, sebab kalau kita
baca terus hingga pasal 5:7 , Paulus bongkar penyebabnya, “Dahulu kamu punya berlomba-lomba
ingin mengenal kebenaran, tetapi sekarang keinginan itu tidak ada lagi. Siapakah yang telah
menghalang-halangi kamu mengenal kebenaran?” Di sinilah kebahayaannya, yaitu ada orang yang
secara aktif menghalangi mereka mengenal kebenaran. Ketidak-inginan untuk mengenal kebenaran
itu terjadi karena jemaat Galatia telah ditipu oleh sebagian orang yang membuat mereka tidak lagi
ingin mengenal kebenaran.

Maka Yesus pernah mengatakan kepada orang yang menyesatkan lebih baik ikat batu kilangan ke
lehernya supaya dia tenggelam di laut. Paulus membuka kebenaran, Paulus memimpin orang kepada
kebenaran, Paulus mengoreksi hidup mereka, tetapi mengapa dia malah dimusuhi? Kedua, Paulus
tahu dahulu mereka giat mengejar kebenaran, suka akan kebenaran, mau menjadi orang baik, tetapi
kenapa sekarang tidak lagi? Siapa yang telah menghalang-halangi engkau mengenal kebenaran? Mari
kita belajar bagaimana reaksi kita kepada kebenaran Tuhan. Setiap kali kita bertemu dengan
kebenaran yang mengoreksi diri kita yang salah, kita harus terima dengan rendah hati. Itu namanya
kita mencintai kebenaran. Pada waktu kita bertemu dengan kebenaran, biar kebenaran itu seperti
mutiara yang indah dan begitu berharga. Yesus bilang orang yang berjumpa dengan kebenaran akan
menjual seluruh hartanya untuk memperoleh mutiara yang berharga itu. Kalimat itu
memberitahukan kepada kita tidak ada yang lebih bernilai dan lebih indah daripada menemukan
kebenaran Tuhan. Mari hidup sebagai anak Tuhan belajar menjadi orang yang mencintai kebenaran,
bukan menjadi musuh kebenaran atau menjadi orang yang justru menghalang-halangi orang lain
mengenal kebenaran.

5. Manusia bisa membedakan kebenaran dari ketidak-benaran.


Orang Kristen yang bisa mengenali kebenaran dari kepalsuan, itu ciri dan tanda orang itu adalah
orang yang sudah dewasa imannya. Bagaimana reaksimu terhadap kebenaran? Sudahkah engkau
dewasa? Penulis Ibrani mengatakan seorang Kristen yang dewasa bisa peka dan sanggup
membedakan kebenaran dari yang salah, kebenaran dari yang palsu, kebenaran dari kejahatan,
Ibr.5:14 . Orang yang dewasa bisa makan makanan yang keras, tidak lagi makan bubur dan susu

seperti bayi karena dia bertumbuh. Dan ciri dari dewasa rohani adalah dia bisa membedakan
kebenaran.
47

6. Manusia mencintai kebenaran dan hidup bagi kebenaran.

Tidak berhenti sampai tahap membedakan kebenaran dari ketidak-benaran, terlebih lagi, inilah
reaksi yang keenam yang harus menjadi reaksi kita terhadap kebenaran. Dalam 2 Kor.13:8 Paulus
berkata, ”...karena kita tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran. Yang dapat kita perbuat
adalah untuk kebenaran.” Inilah ciri orang yang hidup dilingkupi kebenaran. Tidak ada hal lain yang
bisa kita lakukan melawan kebenaran Tuhan. Tidak ada kekuatan yang sanggup untuk bisa masa
bodoh kepada kebenaran dan menindas kebenaran. Dengan otoritas sendiri kita tidak sanggup
merasa diri benar dan memusuhi kebenaran. Yang hanya bisa kita lakukan adalah kita takluk kepada
kebenaran dan sesudah itu kita hidup bagi kebenaran. Seumur hidup mengejar kebenaran. Seumur
hidup dikejar oleh kebenaran. Seumur hidup menguasai kebenaran. Seumur hidup dikuasai oleh
kebenaran. Seumur hidup, hidup untuk kebenaran. Seumur hidup, mati untuk kebenaran.
Paulus bilang tidak ada yang bisa kita lakukan di dalam dunia ini melawan kebenaran Tuhan. Satu-
satunya yang bisa ialah kita hidup untuk kebenaran. Mari kita bereaksi seperti itu kepada kebenaran
Tuhan.
48

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 13/9/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 9

Kebenaran keadilan Allah di dalam Yesus Kristus

Nats: Roma 3:20-26

20 Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan
hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang
disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab–kitab para nabi,
22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab
tidak ada perbedaan.
23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam Kristus
Yesus.
25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah–Nya.
Hal ini dibuat–Nya untuk menunjukkan keadilan–Nya, karena Ia telah membiarkan dosa–dosa
yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran–Nya.
26 Maksud–Nya ialah untuk menunjukkan keadilan–Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia
benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

Paulus di dalam bagian ini menyatakan, “This is the time that the righteousness from God revealed!”
Bagi Martin Luther, inti dari seluruh surat Roma , bahkan inti dari seluruh Injil, bahkan inti dari
seluruh Alkitab adalah perikop ini, ‘this is the focus of the Gospel, this is the focus of this epistle, and
this is the focus of the whole Bible.’ Ini adalah bagian yang sangat penting dari Alkitab kita karena
dengan singkat dan sederhana saudara bisa melihat semua pengertian mengenai Injil ada di ayat-
ayat ini.
Sedari kecil kita menjalani hidup, saya rasa satu hal yang paling mengganggu kita dan bikin kita kesal
dan marah, bukan soal hal baik atau bahagia, tetapi kita diperlakukan tidak adil. Waktu kecil kita rasa
tidak senang kalau kakak atau adik kita mendapat sesuatu lebih banyak daripada kita. Itu tidak adil.
Maka saya pikir-pikir apa sebenarnya yang bikin kita paling marah dan paling bergejolak di dalam
hidup ini? Rasa adil. Dan kita semua bergumul dengan soal adil itu sebab kita hidup di dalam
masyarakat, di dalam situasi seperti ini, kadang-kadang kita marah dan kecewa karena kita
menyaksikan di dalam realita masyarakat kita bukan tidak ada orang yang benar dsb, tetapi yang kita
persoalkan adalah soal adil. Kemana saja kita pergi, kita menemukan ketidakadilan muncul. Apalagi
tempat dimana kita menginginkan keadilan terjadi, justru tidak ada keadilan di situ.Dimana? Di
kantor polisi. Kita mau perkara kita dibela, tetapi dimana kita mendapat keadilan itu? Kita pergi ke
49

kantor polisi, kita pergi ke pengadilan, di situ justru kita menemukan ketidakadilan. Kita cari jaksa,
ternyata yang kita temukan adalah orang yang tukang paksa. Kita cari pengacara, ternyata yang kita
temukan adalah orang yang tidak ada acara maka bikin-bikin perkara. Tetapi adanya rasa adil di
dalam hati kita itu membuktikan kita rindu adanya ‘adil yang benar-benar adil.’ Itu sebab kita hidup
di dalam dunia ini, satu hal yang sangat mengecewakan dan mebuat kita frustrasi adalah kita tidak
menemukan dimana perkara keadilan itu bisa kita dapatkan. Itu sebab puji Tuhan, bagian yang kita
baca ini sangat menarik sekali sebab muncul kalimat ini, “This is the time that the righteousness from
God revealed.” Inilah saatnya, inilah momen dimana keadilan kebenaran Allah dinyatakan. Keadilan
kebenaran Allah dinyatakan kepada kita khususnya bicara mengenai keselamatan di dalam Yesus
Kristus. Dengan kalimat ini Paulus ingin berkata, keadilan kebenaran dari bawah tidak mungkin bisa
didapatkan oleh manusia.
Tetapi yang sangat menarik di ayat 20-21 kita menemukan dua paradoks muncul. Paradoks pertama di
ayat 20 , hukum Taurat diberi tujuannya supaya orang tidak berbuat dosa. Musa memberi hukum

Taurat supaya keadilan terjadi di dalam masyarakat, tetapi justru melalui hukum Taurat kita
menemukan ketidakadilan dan orang makin berbuat dosa. Semua hukum mempunyai tujuan supaya
tidak dilanggar. Semua hukum diberi supaya orang tidak berbuat salah. Tetapi di sini adanya hukum
Taurat justru membuktikan orang mengenal dosa. Ini paradoks pertama. Paradoks kedua di ayat 21,
Paulus bilang tidak ada kebenaran melalui hukum Taurat tetapi yang bilang itu adalah hukum Taurat
itu sendiri. Di sinilah paradoksnya. Yang bilang orang tidak bisa dibenarkan di dalam hukum Taurat
adalah hukum Taurat itu sendiri. Dengan dua kalimat ini Paulus langsung membongkar betapa
ngerinya dan betapa dahsyatnya dosa itu di dalam hidup kita, sekaligus langsung membabat habis
segala kesombongan rohani dari orang Yahudi yang bilang mereka percaya hukum Taurat dan melalui
hukum Taurat mereka bisa dibenarkan. Tetapi hukum Taurat mereka sendiri bilang tidak ada
kebenaran di dalam hukum Taurat. Kita akan gali baik-baik, apakah betul di dalam PL kita mene-
mukan Tuhan sudah memberikan petunjuk kepada kita bahwa hukum Taurat adalah hukum yang
mewakili kesucian dan keadilan Tuhan tetapi sekaligus membuktikan kepada kita bahwa hukum
Taurat bukan membikin orang makin lebih baik tetapi memberitahukan kepada kita betapa dosa dan
jahatnya hidup manusia. Tidak peduli bagaimana hidup orang yang tidak percaya Tuhan, tetapi kita
bisa menemukan dan menyaksikan bagaimana dosa menggerogoti hidup kita.
Nanti sore saya akan membahas satu tema mengenai kesucian hidup, bagaimana kita
mempersiapkan ‘baju besi’ rohani kita. Salah satu kebahayaan di dalam peperangan rohani bukan
kita tidak punya perlengkapan rohani yang cukup. Salah satu kejatuhan di dalam peperangan rohani
adalah perlengkapannya sudah kita pakai lalu kita pikir kok tidak perang, lalu perlengkapan itu kita
lepaskan lalu tiba-tiba tertembak panah. Sebagi hamba Tuhan kita harus hati-hati di situ. Bukan
saudara tidak punya perlengkapan. Semua itu sudah cukup. Saudara punya perisai iman, saudara
punya firman, saudara ‘pelajaran Alkitab’ setiap minggu. Ada orang yang rajin ‘pelajaran Alkitab’
tetapi akhirnya Alkitab benar dia kuasai tetapi dia tidak pernah membiarkan firman Tuhan menguasai
dia. Ini kebahayaan besar.
Dosa pertama orang Israel mengembara di padang belantara bukan tidak ada berkat Tuhan. Dosa
pertama mereka adalah hidup terlalu monoton dengan berkat Tuhan. Apa yang bikin mereka
menggerutu? Makan manna tiap hari. Selama hidup saya 41 tahun ini, saya pikir saya tidak pernah
mengeluh dan bosan makan nasi. Adakah di antara saudara bilang, “Ah, bosan, nasi lagi… nasi lagi…”
50

Adakah di antara saudara yang bilang, “Ah, bosan, air lagi… air lagi…”? Orang Israel berdosa justru
bukan karena tidak ada makanan tetapi karena terus mendapatkan manna. Akhirnya Tuhan kasih
mereka burung puyuh. Sudah dapat puyuh, masih mengeluh, puyuh lagi… puyuh lagi. Kenapa tidak
sekali-kali Peking Duck, atau yang lainnya? Orang Israel berdosa bukan karena kemiskinan atau
kelaparan yang bikin mereka jatuh, tetapi menjalani hidup yang monoton itu bahayanya.
Tetapi kita tidak lepas dari hidup yang monoton, bukan? Bagaimana di dalam perjalanan hidup yang
monoton kita tahan konsistensi peka, tidak boleh lengah, itu yang penting. Maka dosa datang
mungkin di dalam kesulitan dan tantangan di dalam hidup saudara. Tetapi dosa juga bisa datang di
dalam hal yang biasa, kita rasa kuat di situ, kita rasa tidak ada pencobaan di situ, tidak ada kesulitan
di situ, itu momen yang paling bahaya sekali. Punya hukum Taurat, belajar hukum Taurat, tetapi
paradoks ini terjadi: akhirnya makin kenal dosa dan makin hidup di dalamnya. Kita sedih mendengar
ada priest yang ditangkap karena chatting seks di internet dengan anak di bawah umur. Kita sedih
mendengar hamba Tuhan yang kita kenal akhirnya jatuh di dalam dosa selingkuh. Hidup kita semua
berada di dalam kebahayaan seperti itu. Maka dari situ kita tahu apa artinya kedahsyatan dosa.
Anselmus, seorang bapa Gereja di abad 12 pernah ditanya orang, “Kenapa sih Tuhan menebus dosa
manusia dengan sangat dipersulit? Mengapa perlu Yesus mati menjadi korban menebus dosa?
Bukankah itu terlalu dipersulitkan? Saya sendiri, kalau ada orang yang bersalah kepada saya, tinggal
bilang ‘saya memaafkan kamu,’ selesai. Kenapa Tuhan harus seperti itu?” Nampaknya pengampunan
Tuhan itu dipersulit dan primitif. Mengapa Tuhan tidak mengampuni kita begitu saja? Kenapa perlu
melalui salib Yesus? Anselmus menjawab pertanyaan ini di dalam bukunya “Cur Deus Homo”
Mengapa Allah menjadi manusia? Kalau ada orang bertanya seperti itu, kata Anselmus, artinya orang
itu tidak mengerti dua hal. Pertama, dia tidak mengerti dengan jelas apa arti kedalaman kejatuhan
kita di dalam dosa. Kedua, dia tidak mengerti dengan jelas apa yang namanya suci sesuci-sucinya
menurut kesucian Tuhan.
Kalau ada kabel listrik yang terbuka tempel di colokan, lalu saudara taruh air setetes di situ atau
siram dengan air seember, efeknya sama atau tidak? Sama. Kenapa? Sebab di situ kita menemukan
reaksi yang tidak bisa tidak pasti akan ditolak karena itu benda asing. Sama saja dengan mata kita,
begitu kena satu butir pasir ataupun sepotong batu, langsung kita akan tutup mata kita rapat-rapat.
Itu reaksi kita. Maka sewaktu kesucian Allah yang begitu suci bertemu dengan dosa manusia,
walaupun hanya satu titik, kita akan mengerti reaksi inilah yang terjadi. Menurut kita, standarnya
kita, kita rasa diri baik. Tetapi itu standar darimana? Hukum memiliki sifat seperti itu, bukan? Dia
hanya stay pada satu posisi. Tetapi the power to obey tidak berada di dalam diri hukum itu. Hukum
Taurat boleh mengatakan “Jangan membunuh, jangan berzinah,” tetapi di dalam larangan itu tidak
ada kekuatan untuk mencegah orang tidak melanggarnya. Artinya orang boleh saja memiliki hukum
lebih banyak daripada orang yang primitif tetapi tidak berarti hidup mereka lebih baik daripada
mereka. Itu sebab Paulus bilang orang Yahudi maupun orang Yunani di hadapan Tuhan tidak
berbeda. Bedanya cuma satu, hukum yang kau miliki lebih rumit daripada mereka, lebih canggih
daripada orang Barbar, tetapi tidak berarti hidupmu lebih benar daripada mereka. Lebih celaka, kita
bisa menggunakan hukum untuk membenarkan dosa kita.
Paradoks pertama, hukum Taurat seharusnya membenarkan kita tetapi justru dengan hukum Taurat
orang makin berbuat dosa. Lebih berbahaya, sebab di belakang hukum Taurat manusia
menyembunyikan pelanggarannya. Paradoks kedua, hukum Taurat sendiri bilang tidak ada
51

kebenaran di dalam melakukan hukum Taurat. Itu sebab perlu kebenaran keadilan dari Allah sendiri
melalui pengorbanan Kristus, tidak ada cara lain. Dalam PL kita menemukan beberapa hal yang
sangat menarik. Pertama, kita ingin coba menganalisa konsep mengorbankan anak di dalam upacara
agama. Di dalam Alkitab kita ada dua indikasi, yang pertama Tuhan sendiri yang mengindikasi
menyuruh Abraham mengorbankan anaknya yaitu Ishak. Namun perhatikan baik-baik, tidak ada
indikasi bahwa Tuhan menginginkan korban manusia di sini. Bagian ini sering diserang orang
mengatakan bahwa Tuhan itu primitif dan Kekristenan sebenarnya tidak beda dengan agama-agama
primitif yang lain. Di dalam kebudayaan dunia ini kita menemukan ada tempat-tempat tertentu yang
memiliki budaya memberi korban anak kepada dewa, seperti suku Inca dan Aztec punya konsep
seperti itu. Jadi untuk memuaskan dewa-dewa dari kemarahannya, maka orang mempersembahkan
anak.
Yang kedua, ada kasus di dalam Alkitab seorang hakim bernama Yefta mempersembahkan anak
gadisnya. Tetapi di situ tidak ada penjelasan apakah sungguh-sungguh anak itu dikorbankan atau
tidak, maka terjadi perdebatan. Karena ada yang mengatakan bagaimanapun pasti itu tidak terjadi.
Jefta mengeluarkan ikrar, tetapi kalau ikrarnya salah, engkau berhak menentangnya karena itu
bertentangan dengan hukum Tuhan yang mengatakan jangan membunuh. Tuhan sendiri bilang
mempersembahkan orang adalah kekejian di mata Tuhan, tetapi mengapa Tuhan meminta Abraham
mempersembahkan anaknya? Bagi saya di sinilah Abraham layak disebut sebagai Bapa orang
beriman karena luar biasa apa yang dia lakukan. Ishak adalah anak yang Tuhan janjikan dan sekarang
Tuhan minta. Di dalam hatinya pasti dia bingung dan tidak menemukan jawaban. Dia tahu Tuhan
adalah Allah yang hidup dan Dia tidak seperti itu. Tuhan sudah berjanji bahwa anak yang Dia berikan
akan memberi keturunan sebanyak pasir di laut dan bintang di langit, tetapi sekarang Dia minta.

Dimana sinkronnya? Tidak ketemu, bukan? Banyak hal di dalam hidup kita menghadapi situasi seperti
itu. Persoalannya kita tidak memahami banyak hal, maka di tengah perjalanan kita bertanya-tanya.
Demikian Abraham di tengah perjalanan, anaknya sendiri bertanya, “Mana dombanya?” Abaraham
bilang, “Tuhan akan menyediakan.” Saya hanya taat. Perjalanan iman kita seperti itu. Kita tahu Allah
seperti ini tetapi realita kenyataan begitu berbeda. Kadang-kadang kita tidak bisa mengerti dan tidak
bisa menjawab mengapa. Tetapi yang kita lakukan hanya satu yaitu kita taat. Dalam ketaatan dia
mengatakan, “Saya percaya Tuhan pasti menyediakan.”
Ada budaya tertentu memiliki konsep memberikan sesajen. Maka ada dua macam analisa dari
sosiologi agama. Yang pertama bilang bahwa Kekristenan adalah tidak berbeda dengan agama
primitif yang mengatakan kalau dewa marah maka berikan sesajen. Itu adalah agama yang rendah.
Dan Kekristenan masuk di situ karena konsep pengampunan dari Kekristenan adalah Tuhan
mengampuni manusia dengan cara harus melalui pengorbanan Yesus. Itu adalah konsep agama yang
primitif. Tetapi sosiologi agama yang lain memberitahukan kepada kita sebenarnya di dalam konsep
budaya-budaya tertentu dimanapun mereka berada sudah ada bekas samar-samar konsep ini yang
justru berangkat dari nenek moyang kita di dalam kitab Kejadian. Manusia jatuh di dalam dosa maka
pemberesannya melalui Tuhan memberikan kulit binatang yang harus mati untuk menutupi
ketelanjangan mereka. Makin lama manusia makin berontak, maka ada budaya agama yang
mengganti kambing dengan anak sendiri. Kesalahan Kain adalah kesalahan mengganti konsep darah
sebagai pengorbanan dengan buah-buahan.
52

Justru dengan adanya konsep di seluruh budaya yaitu untuk menyelesaikan persoalan salah perlu
melalui korban, perlu melalui sesajen. Di situ kita bisa melihat ada konsep awal pertama yang benar
lalu karena dosa manusia konsep itu menjadi terdistorsi. Maka sosiologi agama yang kedua
mengatakan pada awalnya agama di dunia ini bersifat Monoteisme lalu distorsi terjadi sehingga
menjadi Polyteisme. Sosiologi agama yang lain mengatakan sebenarnya agama itu mulanya
Polyteisme lalu menjadi Monoteisme. Tetapi adanya konsep di seluruh budaya yang mempunyai
konsep sesajen, konsep korban dsb memberitahukan kepada kita ini bisa menjadi bukti samar-samar
di dalam hati manusia tradisi itu ada sebab nenek moyang kita yang pertama kali menerima konsep
membereskan dosa diberikan oleh Tuhan melalui ada binatang yang dikorbankan. Maka konsep ini
terus berlanjut di dalam PL. Korban bakaran semuanya berupa binatang yang dikorbankan dan
dibawa ke mezbah Tuhan, kecuali korban ucapan syukur membawa hasil panen tidak dibawa sebagai
korban untuk pengampunan dosa.
Jadi setiap kali orang datang membereskan hubungan dengan Tuhan, konsep korban itu di dalam PL
bersifat pengorbanan binatang yang dikorbankan. Lalu hal yang paling penting dari konsep korban
adalah satu konsep yang disebut sebagai korban Paskah (Passover) dimulai pada waktu Tuhan
membawa bangsa Israel keluar dari Mesir lalu itu menjadi tradisi setahun sekali orang Yahudi
membawa korban Paskah sebagai pendamaian di hadapan Tuhan. Bawa kambing jantan berumur
satu tahun yang tidak ada cacat cela. Orang Israel sudah diingatkan untuk mengoleskan darah
binatang itu di depan pintu supaya tulah ke sepuluh yaitu kematian anak sulung tidak terjadi kepada
mereka. Konsep mengenai penebusan dosa menjadi satu aturan yang indah di dalam Imamat 16, di
situ muncul dua konsep binatang. Kita menemukan di dalam PL, di dalam hukum Taurat sendiri
memberikan kepada kita konsep penebusan pengampunan dosa kita bukan dengan cara kita bisa
menggenapkan seluruh hukum tanpa cacat, tetapi setelah lewat satu tahun Tuhan memberikan
anugerah dan anugerah itu bersifat pengorbanan yaitu engkau bisa memulai hidup yang baru lagi
ketika Tuhan menghapus semua dosamu.

Imamat 16 memberikan konsep penebusan itu lebih dalam lagi. Umat Israel yang datang meminta
pengampunan dosa dengan membawa dua ekor kambing. Yang satu dikorbankan di atas mezbah dan
yang satu lagi dibiarkan mengembara di padang gurun. Sebelum melepaskan kambing itu, imam
menanggungkan dosa-dosa yang telah dilakukan orang Israel di atas kepala kambing itu dan
kemudian melepaskannya di padang gurun. Maka kambing itu mengangkut segala kesalahan orang
Israel ke tanah yang tandus di padang gurun. Kenapa perlu dua binatang ini baru seder sungguh-
sungguh bisa memenuhi makna pengampunan Tuhan itu lebih tuntas. Kambing pertama bersifat
membayar hutang kita. Upah dosa adalah maut. Maka kambing itu dipotong dan darahnya
dicurahkan sebagai hukuman. Yang kedua adalah konsep substitusi. Dia harus menanggung semua
dosa kita, ditanggung di atas yang hidup. Itu sebab perlu di atas kambing yang satu. Jadi kematian
Yesus di atas kayu salib sekaligus menggenapkan dua konsep itu. Dia menebus dosamu, dan yang
kedua Dia menghapus dosa kita. Dengan cara terhina, terkutuk, dibuang dan dihina pergi ke padang
gurun. Kalau engkau mengorbankan dirimu bagi orang lain, saudara akan jadi pahlawan atau orang
jahat? Orang akan memuji pengorbananmu dan menyebutmu sebagai pahlawan. Tetapi satu-satunya
di dunia yang mengorbankan hidup bagi orang lain tetapi tidak dianggap pahlawan adalah Yesus
Kristus. Kenapa? Di sinilah muncul konsep yang ditulis di Imamat 16 ini, Dia menjadi kambing yang
kedua yang menerima kutuk dan kutukan dan mengembara sampai mati kehausan di situ, tidak ada
yang boleh menolongnya. Konsep pengampunan di Imamat ini kemudian ditulis menjadi puisi yang
53

indah di dalam Yesaya 53 tujuh ratus tahun sebelum Yesus datang ke dunia, bicara mengenai “Hamba
Tuhan yang Menderita.” Dia menanggung dosa kita, tetapi kita memandang Dia dengan rendah dan
menganggap Dia dikutuk oleh Tuhan.
Maka satu demi satu mata kita terbuka melihat dan mengerti mengapa tidak ada keselamatan di
dalam agama, karena hukum Taurat sendiri memberitahukan kepada kita semua catatan di dalam
hukum Taurat membawa kita kepada korban Yesus Kristus. Itulah sebabnya He is the righteousness
from God.

Ketika Yesus mati di kayu salib, di situ kita sadar betapa sucinya Tuhan kita. Di situ juga kita mengaku
betapa bobroknya keberdosaan kita. Biar kita peka, kita mawas diri, kita hati-hati, kita disegarkan
oleh kebenaran firman Tuhan ini supaya kita menjaga hidup kita hari demi hari dari jerat dosa yang
menipu kita. Mari sekali lagi kita menghargai betapa agungnya kematian Kristus di kayu salib bagi
engkau dan saya.
54

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 25/10/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 10

Kasih dan keadilan di atas kayu salib

Nats: Roma 3:20-26

20 Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan
hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang
disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab–kitab para nabi,
22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab
tidak ada perbedaan.
23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam Kristus
Yesus.
25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah–Nya.
Hal ini dibuat–Nya untuk menunjukkan keadilan–Nya, karena Ia telah membiarkan dosa–dosa
yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran–Nya.
26 Maksud–Nya ialah untuk menunjukkan keadilan–Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia
benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting sekali di dalam surat Roma bicara mengenai apa
itu arti Injil Yesus Kristus. Ada dua paradoks yang sangat unik muncul di sini. Paradoks pertama ada di
ayat 20 , di situ Paulus mengatakan tidak ada seorangpun yang bisa dibenarkan di hadapan Allah

karena melakukan hukum Taurat, justru dengan hukum Taurat orang mengenal dosa.

Tidak ada hukum yang dibuat dengan maksud dan tujuan supaya orang berbuat dosa, bukan? Semua
hukum, termasuk hukum Allah, dibuat dengan tujuan supaya bagaimana orang hidup benar dan tidak
melanggar hukum. Tetapi ayat ini memberikan satu paradoks. Pada waktu Tuhan memberi hukum
Taurat, tidak ada salahnya dari hukum Taurat itu. Hukum Taurat itu benar, hukum Taurat itu adil,
hukum Taurat itu suci. Tetapi paradoksnya, justru dengan adanya hukum Taurat, justru semakin
orang hidup di bawah hukum Taurat, orang makin berbuat dosa. Maksudnya, ayat ini hanya ingin
mengunci satu hal: tidak ada kemungkinan manusia bisa selamat dengan melakukan hukum Taurat.
Paradoks ke dua di ayat 21 , Paulus berkata, kebenaran tidak mungkin didapatkan oleh hukum Taurat.
Kalau itu dikatakan oleh rasul Paulus mungkin orang akan menentangnya habis-habisan. Bagaimana
mungkin tidak ada kebenaran di dalam hukum Taurat? Tetapi di sini yang mengatakannya bukanlah
Paulus melainkan hukum Taurat itu sendiri.
55

Jadi dua ayat ini sekaligus menutup seluruh rangkaian apa yang Paulus bicarakan dari pasal 1-3 di sini
bagi dua kolompok masyarakat, yang diwakili oleh orang kafir dan orang Yahudi. Orang kafir tidak
memiliki hukum Taurat, orang Yahudi memiliki hukum Taurat. Orang kafir hidup menindas
kebenaran, orang Yahudi merasa diri adalah kebenaran. Dua-dua kelompok masyarakat ini menjadi
wakil hidup manusia di atas muka bumi ini. Boleh dikatakan orang kafir mewakili orang-orang yang
tidak beragama, kelompok Ateis. Orang Yahudi mewakili kelompok orang beragama, yang di dalam
agama mencari Tuhan. Namun Paulus katakan dua-dua kelompok masyarakat dengan cara manusia
tidak ada kemungkinan untuk benar di hadapan Tuhan. Maka mulai ayat 22-26 menjadi bagian yang
penting bicara mengenai apa itu artinya Injil Yesus Kristus, bagaimana kebenaran itu datang melalui
iman di dalam Yesus Kristus. Saya sengaja memakai kata “melalui iman” dan bukan “karena iman”
seperti terjemahan Indonesia, karena kata ‘karena’ di situ bisa memberi indikasi iman itu sebagai
jasa. Itu sebab lebih baik diterjemahkan “melalui” karena di sini iman bukan jasa manusia melainkan
instrumen. Karena yang menebus dan menyelamatkan kita adalah karya Yesus Kristus di atas kayu
salib. Iman hanya menerima, iman bukan sebagai penyebab keselamatan. Sumber keselamatan
karena penebusan Kristus di atas kayu salib.
Maka bagaimana kebenaran Allah datang? Kebenaran Allah datang melalui iman di dalam Yesus
Kristus kepada orang yang percaya. Tidak ada perbedaan. Kenapa tidak ada perbedaan? Sebab
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Sampai kepada bagian ini
saya harus jujur memberitahukan kepada saudara kesulitan manusia untuk menerima penebusan
dan keselamatan di dalam Yesus Kristus bukan karena mereka tidak menyadari di dalam hati bahwa
mereka adalah orang berdosa tetapi karena ketidak-mampuan mereka untuk rela menerima apa
yang menjadi jalan dan tawaran yang Tuhan berikan kepada mereka. Itu sudah dibuktikan sejak
manusia jatuh pertama kali ke dalam dosa, manusia berusaha sendiri untuk menutupi
keberdosaannya. Sebab ketika Adam tahu bahwa dia telanjang, apa yang dilakukannya? Dia
menyemat daun-daun untuk menutupinya (Kej.3:7) . Tetapi sebelum dia keluar dari taman Eden,
Tuhan melakukan satu hal yaitu membuang daun-daun itu dan menganggapnya bukan cara yang
manusia boleh lakukan, dan Tuhan membuat baju dari kulit binatang untuknya (Kej.3:21) . Jadi Kej.3 ini
dengan singkat bicara mengenai seluruh rangkaian perjalanan manusia berdosa, cara keselamatan
yang manusia lakukan, cara keselamatan yang Allah tawarkan dan bagaimana Allah menolak cara
yang dipakai manusia.
Tetapi saya sangat tertarik dengan ucapan dari seorang pendeta Hindu bernama Swami Vivakananda
yang dia ucapkan 100 tahun yang lalu di depan Parlemen Agama di Chicago tahun 1893. Bagi saya
konsep Hinduisme yang muncul belakangan ini di dalam New Age Movement menjadi satu konsep
yang besar bicara mengenai apa itu keselamatan buat mereka. Kalimat dia terus dikutip oleh mereka,
dia mengatakan begini, “The Hindu refused to call you sinners. You are the children of God, the
shearer of immortal bliss, holy and perfect beings. Ye divinities on earth. Sinners? It is a sin to call a
man a sinner. It is a standing label on human nature. Besides, if it has to be conceit that human
beings do sin then Hinduism say that they can save themselves.” Agama Hindu menolak menyebut
engkau orang berdosa. Engkau adalah anak-anak Allah dan di dalam dirimu ada percikan ilahi. Engkau
adalah mahluk yang suci dan sempurna. Engkau adalah ilah-ilah kecil yang ada di atas muka bumi ini.
Adalah berdosa menyebut orang sebagai orang berdosa. Itu bertentangan dengan natur manusia.
Namun seandainya jika kita terpaksa harus mengakui bahwa memang manusia itu berdosa, maka
saya katakan kamu tidak perlu tolong orang Hindu karena mereka dapat menyelamatkan diri mereka
56

sendiri. Banyak filsafat yang ada di belakang New Age Movement yang muncul dewasa ini adalah
pengaruh dari filsafat Timur khususnya dari Hinduisme. Sehingga saudara akan menemukan dua
konsep ini selalu muncul menjadi konsep yang berseberangan dengan Kekristenan. Pertama, pada
waktu kita katakan kita ini ciptaan Tuhan, maka New Age Movement mengatakan, ‘Tidak. Engkau
adalah allah-allah kecil.’ Yang lebih celaka kalau konsep ini masuk ke dalam Gereja dan tanpa sadar
pendetanya mengatakan orang Kristen adalah anak-anak Allah. Anak Allah itu setara dengan anak
konglomerat. Kalau anak konglomerat pakai mercedes, anak Allah juga harus pakai mercedes.
Konsep yang kedua, pada waktu kita bicara bahwa kita perlu diselamatkan karena kita adalah orang
berdosa, saudara pasti akan menghadapi tantangan yang berat karena New Age Movement masuk
dengan konsep: berdosa menyebut seseorang berdosa. It is a sin to call a man a sinner. Konsep
Hinduisme ini begitu kental di dalam pikiran filsafat New Age Movement. Saya menganalisa beberapa
hal dari ucapan Swami Vivakananda ini. Walaupun ini adalah pikiran filsafat di dalam diri dia, tetapi di
dalam praktek kehidupan orang-orang Hindu, tidak bisa tidak, mereka mengakui ada sesuatu salah
dengan hidup mereka. Kalau tidak, maka mereka tidak akan berbuat baik dan berusaha jangan
sampai siklus reinkarnasi nanti jatuh kepada tahap yang lebih rendah, bukan? Lalu adanya konsep
sesajen di dalam Hinduisme itu menjadi satu pertanda apa yang ada di belakangnya. Tetapi bagi saya,
pikiran dari Vivakananda ini menjadi cetusan perlawanan terhadap konsep Kekristenan. Ini adalah hal
yang wajar dan lumrah di dalam diri manusia yang berdosa sebab itu juga reaksi Adam ketika
pertama kali manusia jatuh di dalam dosa yaitu manusia tidak mau mengaku mereka berdosa.
Manusia akan selalu berusaha mencari jalan untuk menutupi keberdosaannya dengan cara mereka
sendiri.
Paulus mengatakan manusia, siapapun dia tanpa kecuali, memerlukan keselamatan dan kebenaran di
dalam Yesus Kristus sebab kita semua berdosa dan kita sudah kehilangan kemuliaan Allah. Kata
Inggrisnya, ‘fall short of the glory of God.’ Mengapa Paulus langsung menaruh standar untuk menilai
benar salah bukan dengan standar manusia tetapi dengan standar kemuliaan Allah.

Saya tanya dulu, mana yang lebih baik, jadi orang baik atau jadi orang benar? Kita semua lebih suka
jadi orang baik, bukan? Dalam Roma 5:7 Paulus bilang untuk orang baik ada yang rela mati bagi dia. Di
dalam Roma 3 ini saudara akan menemukan berkali-kali Paulus bicara soal keselamatan, kita tidak
bicara soal baik, tetapi kita bicara soal kebenaran. Perdebatan waktu bicara dengan orang yang
berbeda agama seringkali orang terjebak berpikir bahwa dia cukup beragama, tidak ada yang salah
dengan agamanya, toh semua agama mengajarkan hal yang baik. Pada waktu kita bicara hal yang
baik, di situ stadarnya mau tidak mau kita melihat standar kebaikan di antara kita. Tetapi pada waktu
kita bicara soal ‘benar’ standarnya apa? Standar siapa yang harus diikuti? Maka itu sebab di sini
Paulus mengatakan tidak ada satupun manusia yang bisa dibenarkan dan lepas daripada dosa sebab
standarnya adalah kita semua ‘fall short of God’s glory.’ Standarnya adalah kesucian Tuhan.
Standarnya adalah kebenaran dan keadilan Tuhan. Harus kita akui hal benar dan baik selalu menjadi
bingung dalam hidup kita sehari-hari.

Mana yang saudara pilih: kebenaran atau dusta? Tentu saudara pilih: kebenaran. Selanjutnya, kalau
saudara harus pilih: boring kebenaran atau menikmati dusta, pilih mana? Itulah yang sekarang
konsep yang diperhadapkan oleh Gereja di jaman Post Modern ini. Jelas semua akan pilih kebenaran,
tetapi sekarang konsep kebenaran sudah ‘diperkosa’ dengan label-label adjective negatif, salah
satunya boring kebenaran. Sebaliknya kepada dusta, adjective yang dipakai adalah menikmati dusta,
57

bohong fantastis, bohong perdalam, bohong kekuasaan, dsb. Maka pada waktu kita bicara hal
‘benar,’ itu sudah dianggap pembicaraan yang kurang gairah dan kurang menarik. “Tidak apa-apa
bicara bohong asal itu menarik dan menyenangkan orang…” itu kata mereka. Waktu berbicara
mengenai hal benar, kita masuk kepada aspek mana yang benar, mana yang salah. Sampai di sini
Paulus bilang tidak ada satupun yang benar sebab kita semua berada di bawah kejatuhan dari semua
standar kemuliaan Tuhan.
Itu tidak terlihat di dalam Kej.3 , dimana kita bisa menyaksikan reaksi manusia terhadap dosa.
Pertama, Adam sendiri tidak mengakui walaupun nanti di belakang kita melihat Adam menerima cara
Tuhan mengganti cawat daun yang dia buat dengan pakaian dari kulit binatang sebagai tanda
penebusan dari Tuhan. Yang kedua, konsep tentang persembahan korban binatang diteruskan oleh
Adam kepada generasi selanjutnya yaitu Kain dan Habel. Kenapa Tuhan menerima persembahan
Habel? Karena ada persembahan darah di situ. Darimana Habel tahu konsep ini? Saya percaya Adam
menurunkan konsep itu kepada anak-anaknya. Berarti Adam mengerti jalan kesatunya untuk
menyelesaikan persoalan keberdosaan dia bukan dengan membuat cawat sendiri tetapi dengan
menerima korban darah dari Tuhan.
Tetapi di dalam Kej.3 ada indikasi Adam tidak mengaku bersalah. Pertama, Adam mencari usaha
sendiri dengan membuat cawat dari daun. Kedua, Adam menyalahkan Hawa atas tindakan makan
buah itu. Ketiga, ada tanya jawab antara Tuhan dan Adam. Adam tidak menjawab dua pertanyaan
Allah, siapa yang memberitahukanmu bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan buah pohon
yang Kularang itu? Inilah yang saya katakan sebagai penipuan diri. Dosa selalu bersifat menipu diri
sendiri, dengan tidak mau menjawab pertanyaan Tuhan dan tidak berarti Adam tidak tahu
jawabannya. Dia tahu tetapi tidak mau jawab. Seharusnya dia jawab, ya, saya sudah makan buah itu.
Inilah reaksi yang terjadi setelah manusia jatuh di dalam dosa. Itu sebab kenapa perlu iman, kenapa
tidak ada jasa manusia yang bisa ada pada waktu kita menerima kebenaran dari Tuhan? Sebab yang
dituntut di dalam kita menerima keselamatan dari Tuhan cuma satu, yaitu dengan rendah hati
menerima apa yang Tuhan lakukan.
Pada waktu kita teliti Alkitab baik-baik, kita harus mengakui bahwa tidak ada kemungkinan dari cara
manusia bisa memperoleh keselamatan kecuali kalau bukan Tuhan yang kerjakan sepenuhnya untuk
kita. Kita lihat beberapa penggunaan kata yang dipakai oleh Paulus di dalam bagian ini bicara
mengenai apa yang Kristus telah lakukan untuk saudara dan saya. Kita hanya menerima dengan iman
yang rendah hati, tidak ada yang bisa kita bawa di hadapan Tuhan. Tetapi sebelum menerimanya,
saudara dan saya harus betul-betul yakin dan tahu betulkah yang Yesus kerjakan di kayu salib itu
sempurna, sudah cukup dan lengkap dan hanya dengan cara itulah yang dilakukan untuk menebus
dan menyelamatkan kita. Maka kebenaran Allah itu kita terima dengan iman di dalam Yesus Kristus
(ayat 22) , mengapa? Yang Yesus lakukan di dalam penebusan-Nya Dia telah ditentukan Allah menjadi

jalan pendamaian oleh darahnya (ayat 24) . Di ayat 25 dan 26 kata ‘keadilan’ muncul dua kali. Yesus
mati di kayu salib itu menunjukkan keadilan Tuhan. Tetapi kalau saudara membaca Yoh.3:16 , Yesus
mati di kayu salib menunjukkan kasih Allah. Rasul Yohanes menekankan aspek kasih Allah, rasul
Paulus menekankan aspek keadilan Allah. Yesus mati di kayu salib oleh darah-Nya menjadi jalan
pendamaian bagi kita, itu menunjukkan keadilan Allah. Dua-dua ayat ini harus digabung menjadi satu
dasar mengapa Yesus mati di kayu salib seperti satu koin dengan dua sisi. Sisi yang satu adalah kasih
Allah, sisi yang satu lagi adalah keadilan Allah. Jadi kematian Yesus di kayu salib to show God’s love
58

and to show His justice. Dua-duanya tidak boleh dipisahkan. Dengan kasih Dia tidak mau engkau dan
saya binasa, tetapi dengan keadilan Allah sendiri tidak bisa menyangkal diri-Nya sendiri yang adalah
suci adanya. Roma 1:18 memulai perjalanan Injil keselamatan bukan dengan kata ‘kasih dan keadilan’
tetapi dengan kata ‘murka.’ Allah murka. Murka Allah tidak boleh disamakan dengan murka kita. Kita
murka karena hak kita terganggu. Dan kalau kita murka kita jadi garang. Jadi pada waktu memikirkan
tentang murka Allah, jangan dengan konsep Allah itu seperti seorang yang darah tinggi yang
pemarah. Allah murka bukan sebagai satu reaksi emosi yang berkelebihan untuk menyatakan
penghukuman. Murka Allah adalah Allah tidak mungkin bisa menyangkal diri-Nya sendiri. Allah harus
penuh kebenaran dengan diri-Nya sendiri. Maka murka itu adalah satu reaksi normal dari keadilan-
Nya yang tidak bisa diganggu.

Saya mencoba memakai gambaran itu dengan ilustrasi kalau saudara punya kabel yang terbuka
positif negatif lalu kena percik air, pasti kabel itu akan korslet. Artinya, dia tidak mungkin bereaksi
yang lain selain dari korslet tsb. Atau misalnya mata saudara kemasukan debu reaksinya adalah
langsung menolak kehadiran debu itu, sebab mata itu tidak bisa tahan menerimanya. Pada diri-Nya
Allah itu suci, tidak bisa kena dosa sedikitpun sehingga reaksinya adalah murka. Murka itu bukan
reaksi emosi yang berkelebihan tanpa kontrol tetapi adalah reaksi Allah yang setia kepada diri-Nya
sendiri. Maka Allah yang suci dan adil tidak mungkin tidak, Dia harus menjaga kesucian-Nya.
Memahami penebusan Kristus harus melihat dari aspek ini, Dia adalah kasih dan Dia tidak ingin
engkau binasa, tetapi Dia juga adil dan Dia tidak bisa menyangkal kesucian dan keadilan-Nya.
Bagaimana membereskan kedua aspek ini?
Im.16:1ffAllah memberitahu Musa bagaimana Imam Besar Harun boleh masuk ke dalam tempat
maha kudus yaitu dengan memercikkan darah binatang ke atas tutup tabut pendamaian. Hanya
dengan cara itu dia tidak akan binasa. Sebelumnya sudah ada kejadian dua anak Harun dengan
kurang ajar melongok ke dalam tabut itu sehingga Allah membuat mereka mati. Kata ‘tutup
pendamaian’ (mercy seed) di ayat ini dalam terjemahan LXX memakai kata ‘hilasterion.’ Ini adalah kata
yang sama yang Paulus pakai di dalam bagian ini (Roma 3:25) “Kristus Yesus telah ditentukan Allah
menjadi hilasterion.” Maka para penafsir bertanya mengapa Paulus memakai kata ini ditujukan
secara khusus kepada Yesus Kristus? Apa yang dibereskan di situ? Dua hal yang dibereskan. Kesatu,
dengan cara itu, menurut Im.16 dosa umat Allah dihapus. Dengan cara itu engkau baru berhak datang
menghampiri tempat yang maha kudus sebab di situ murka Allah ditiadakan. Mengapa perlu hal itu?
Sebab sebelumnya Tuhan murka kepada dua anak Harun yang dengan sembarang melakukan
upacara dengan tidak benar. Itu sebab dengan memahami penebusan Kristus mengandung dua unsur
yang tidak boleh lepas. Kesatu, Yesus Kristus menebus dosa kita, tetapi unsur kedua yang lebih
penting adalah memahami penebusan Kristus membereskan murka Allah. Itu arti kata “jalan
pendamaian.”
Kalau ada orang mengambil uang saya secara paksa $500 lalu kemudian dia merasa tindakan itu salah
dan kemudian datang kepada saya mengembalikan uang $500, apakah masalahnya sudah beres?
Bolehkah saya tetap membawa dia ke pengadilan dan menuntut dia dipenjarakan? Bukankah dia
sudah mengembalikan uang saya yang tadi dia ambil dengan paksa? Keberdosaan kita kepada Allah
juga memiliki aspek seperti itu. Aspek yang pertama, kita merebut hak Tuhan dengan berbuat dosa.
Pada waktu kita melakukan hal itu muncul reaksi Allah murka karena kesucian-Nya dirampas. Siapa
yang bisa menyelesaikan murka itu? Itu sebab secara khusus Paulus memakai kata ini, Yesus mati di
59

kayu salib. Mat.20:28 Yesus mengatakan Dia memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang. Yesus mati di kayu salib menjadi jalan pendamaian dan menjadi tebusan (ransom). Kata ini
berarti membayar apa yang kurang, apa yang sudah kita lakukan dengan bersalah. Jadi kita berbuat
dosa, maka Tuhan membayar itu, menjadikan posisi kita yang tadinya berdosa menjadi tidak
berdosa. Itulah karya Yesus Kristus menebus dosa. Dengan itu Dia mengumumkan kita menjadi orang
benar. Tetapi bagaimana hubungan kita dengan Tuhan dibereskan dengan kata ‘hilasterion’ ini. Dia
menjadi jalan pendamaian kita oleh penebusan darah-Nya. Darah itu begitu berharga dan boleh
menjadi penebusan bagi engkau dan saya. Kita bersyukur pada waktu Kristus mati di kayu salib,
kematian itu bukan saja menebus dosa kita tetapi juga menyelesaikan segala murka Allah yang
membenci dosa.

Itu sebab kita boleh menyebut Allah sebagai Bapa kita sebab hubungan kita dibereskan oleh Kristus.
Melalui penebusan itu kita boleh hidup penuh kemenangan sebagai anak-anak Tuhan di atas muka
bumi ini.
60

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 1/11/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 11

Hanya oleh darah Yesus

Nats: Roma 3:20-26

20 Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan
hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang
disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab–kitab para nabi,
22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab
tidak ada perbedaan.
23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam Kristus
Yesus.
25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah–Nya.
Hal ini dibuat–Nya untuk menunjukkan keadilan–Nya, karena Ia telah membiarkan dosa–dosa
yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran–Nya.
26 Maksud–Nya ialah untuk menunjukkan keadilan–Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia
benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

Hari ini kita akan menerima sakramen Perjamuan Kudus. Bagaimana memahami arti dan makna
Perjamuan Kudus merupakan hal yang sangat penting di dalam Gereja Protestan. Ini merupakan
perdebatan sengit di dalam Gereja yang akhirnya menimbulkan salah satu alasan mengapa Gerakan
Reformasi dari Luther, Calvin dan Zwingli melakukan perlawanan terhadap konsep yang ada di dalam
gereja Katolik bicara mengenai perjamuan kudus. Gereja Katolik memegang konsep perjamuan kudus
sebagai transubstansiasi, maksudnya adalah roti dan anggur yang kita makan dan minum di dalam
perjamuan kudus berubah menjadi tubuh dan darah Yesus. Itu adalah ajaran di dalam gereja Katolik
yang muncul di dalam perjalanan Gereja.
Gerakan Reformasi oleh Luther, Calvin dan Zwingli menentang akan hal ini, walaupun konsep mereka
sendiri masing-masing agak sedikit berbeda, nanti selanjutnya gereja Protestan lebih mengikuti
konsep Zwingli bicara mengenai perjamuan kudus. Bagi gereja Protestan, Perjamuan Kudus adalah
satu sakramen yang kita adakan sebagai peringatan akan kematian Kristus yang sudah terjadi 2000
tahun yang lalu. Roti yang kita makan dan anggur yang kita minum hanya menjadi lambang dari
tubuh dan darah Kristus yang sudah dikorbankan sebagai penebusan yang sudah terjadi satu kali dan
tidak perlu diulang-ulang karena khasiatnya berlaku kepada orang-orang sebelum Dia dan khasiatnya
berlaku kepada kita yang ada sesudahnya. Reformasi mengatakan konsep transubstansiasi dari
perjamuan kudus Katolik mengandung satu kebahayaan karena pada waktu setiap minggu
61

perjamuan kudus diadakan mereka percaya betul-betul tubuh Kristus yang dipecahkan dan betul-
betul itu darah-Nya kembali dicurahkan. Berarti setiap hari Minggu Kristus disalib dan dikorbankan
lagi. Ini bertentangan dengan satu ayat yang penting di dalam Ibr.7:26-27 ”...hal itu sudah dilakukan
satu kali untuk selama-lamanya ketika Dia mempersembahkan diri-Nya sebagai korban di atas kayu
salib.” Penulis Ibrani mengatakan Yesus Kristus mati di kayu salib sebagai korban yang terjadi satu
kali saja dan efek dari penebusan Kristus itu bersifat selama-lamanya.
Dengan demikian saudara bisa memahami Roma 3:25b dimana Paulus bilang ‘Allah menunjukkan
keadilannya sekarang dengan cara Yesus mati di kayu salib dan bukan dahulu. Tetapi dulu Allah sabar
membiarkan dosa-dosa itu berjalan terus, dan sekarang barulah keadilan Allah menghukum dosa itu
nyata.’ Maksudnya adalah bukan Allah tidak menghukum dosa sebelumnya. Kita melihat di PL
bangsa-bangsa yang melakukan dosa telah dihukum Allah. Tetapi maksud Paulus mengatakan’ Allah
membiarkan dosa yang terjadi dahulu itu’ berarti sebenarnya korban di dalam PL sama sekali tidak
bisa menghapuskan dan memuaskan keadilan Tuhan. Itu sebab nanti sampai di surat Ibrani terjadi
argumentasi, kalau betul darah kambing yang disembelih itu bisa mengampuni dosa mengapa harus
dilakukan berulang-ulang, tahun demi tahun? Itu membuktikan darah binatang yang dicurahkan
sebagai penebusan dosa di atas mezbah itu tidak bisa menebus.

Tetapi apakah dosa dari orang-orang di PL yang datang membawa kambing yang disembelih itu
diampuni? Jawabnya: Ya. Sebagai apa? Penulis Ibrani mengatakan pengorbanan itu sebagai bayang-
bayang. Di dalam PL darah binatang tidak bisa mengganti dosa manusia, karena prinsipnya orang
berdosa satu-satunya cara untuk membereskan dosanya berlaku kalimat ini: upah dosa adalah maut.
Jadi satu-satunya cara manusia beres dari dosanya, Alkitab bilang, adalah dengan kematian. Tuhan
konsisten dengan prinsip ini pada waktu Dia melakukan perjanjian dengan Adam. Tuhan melarang
Adam makan buah pengetahuan baik dan jahat karena pada waktu dia memakannya dia akan mati.
Jadi maksud Paulus mengatakan di masa lalu Allah dengan sabar membiarkan dosa-dosa berlaku
dalam pengertian bukan Dia tidak menghukum dosa tetapi pengampunan dosa dengan darah
binatang di dalam PL sebenarnya tidak bisa memuaskan sifat keadilan Tuhan yang harus menghukum
dosa.
Waktu seseorang mempersembahkan seekor binatang, menyembelih dan mencurahkan darahnya di
atas mezbah sebagai korban penghapus dosa dan memohon Tuhan mengampuni dosanya, Tuhan
pada saat itu mengampuni dosanya dengan melihat “ke depan” (looking forward) kepada salib Kristus.
Darah binatang yang dicurahkan di dalam PL menjadi perlambangan kepada darah Kristus, karena
hanya darah Kristus satu-satunya yang sanggup membereskan relasi keberdosaan manusia kepada
Allah yang mengasihi dia. Tindakan pengorbanan binatang ini dilakukan berulang-ulang untuk
menjadi bayang-bayang kegenapannya nanti di dalam pengorbanan Kristus, sama seperti kita
sekarang memohon ampun kepada Tuhan tidak perlu lagi datang membawa kambing ke atas
mezbah. Di dalam Perjamuan Kudus ketika kita menerima roti dan anggur, ini adalah satu pengakuan
kita bahwa Tuhan sudah mati dan menebus dosa kita. Maka kita diselamatkan oleh Tuhan bersifat
“looking back” kepada salib Kristus. Di dalam PL orang belum kenal Tuhan Yesus, apakah mereka
diselamatkan dengan cara lain? Jawabannya, tidak. Mereka diselamatkan dengan cara yang sama
seperti kita yaitu hanya melalui penebusan di dalam Yesus Kristus. Mereka dengan taat melakukan
cara yang diperintahkan Tuhan, menyembelih binatang dan membawanya ke atas mezbah dengan
mengerti bahwa suatu hari Tuhan akan menebus dosa mereka. Dalam Ibr.11:13 dikatakan orang-
62

orang di PL dari jauh melihat melambai-lambai kepada salib Kristus. Jadi Abraham beriman kepada
siapa? Kepada janji Yesus Kristus. Musa beriman kepada siapa? Kepada Yesus Kristus. Bagaimana
mungkin mereka beriman kepada Yesus Kristus padahal Yesus belum datang? Pada waktu mereka
menyembelih binatang, itu seperti mereka melihat ke depan, kepada janji Tuhan yang melambai dari
jauh dan mereka mengakuinya. Maka Paulus bilang ‘Tuhan sabar’ maksudnya adalah semua cara di
dalam PL hanyalah bayang-bayang, tunggu sampai kematian Kristus tergenapi barulah penebusan itu
final.

Mengapa penebusan dengan darah Kristus merupakan satu-satunya cara yang menjadi jalan
perdamaian antara Allah dan manusia? Saudara dan saya sekarang memiliki kebenaran Tuhan: hanya
melalui iman kita datang kepada Kristus, tanpa melakukan apa-apa lagi dari pihak manusia.
Keselamatan itu kita terima dengan cuma-cuma karena penebusan Kristus sudah menyelesaikan
semua persyaratan itu melalui pencurahan darah Kristus di atas kayu salib.
Minggu lalu saya sudah mengajak saudara melihat dua kata yang penting mencakup keselamatan
yang diberikan oleh Yesus Kristus, yaitu kata “jalan pendamaian” dan “oleh darah-Nya.” Kata ‘darah’
di dalam PL menjadi simbolisasi kehidupan. Itu sebab mengapa orang-orang di PL dilarang makan
darah karena di dalam darah ada hidup (Im.17) . Dengan demikian kata “di dalam darah-Nya”
maksudnya darah menjadi lambang kematian. Waktu Yesus mati di kayu salib ada dua kebenaran
keselamatan yang penting terjadi. Yang pertama, Yesus mati di atas kayu salib membayar hutang
dosa kita yang adalah kematian. Maka di sini Roma 3:25 Paulus mengatakan, “Kristus Yesus telah
ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian oleh darah-Nya…” Yesus membayar hutang dosa kita
dengan kematian-Nya sehingga engkau dan saya tidak perlu mati dan tidak membayar hutang dosa
dengan kematian kita. Kristus sudah mati di kayu salib mengganti engkau dan saya. Ini yang Alkitab
sebut sebagai tebusan Yesus berkata, “Aku datang untuk menjadi tebusan bagi banyak orang.” Yang
kedua, kita bukan saja berhutang hidup kepada Tuhan, tetapi kita berdosa berarti kita melanggar
kesucian dan keadilan Tuhan. Bagaimana kita bisa meredakan murka Allah dan memuaskan sifat
keadilan Allah? Siapa yang bisa menggantikan saya menghadapi murka Allah? Itu sebab mengapa
bukan manusia biasa yang boleh menggantikan kita di atas kayu salib. Dia harus sekaligus manusia,
sekaligus Allah.

Penulis Ibrani mengatakan di dalam Ibr.7:16 bahwa hidup Yesus Kristus adalah ”...hidup yang tidak
dapat binasa” atau dalam bahasa matematis itu adalah “hidup yang tidak terhingga.” Angka “tak
terhingga” dikurang dengan 100 milyar tetap hasilnya “tak terhingga,” bukan? Maka mengapa Yesus
Kristus bisa menebus engkau dan saya? Sebab Dia datang menjadi manusia, Dia berhak
menggantikan engkau dan saya melalui kematian-Nya. Tetapi bagaimana bisa kematian satu orang
bisa menjadikan penebusan itu mampu mengganti sebanyak-banyaknya manusia? Karena Dia
memiliki hidup yang tak terhingga. Kematian Yesus Kristus membereskan dua hal yang penting.
Pertama, mengampuni dosamu dan dosaku. Yang kedua, murka Allah yang suci dan adil tidak
mungkin bisa diganti dengan sesuatu yang bersifat terbatas sebab Allah itu adalah Allah yang tidak
terbatas, yang di dalam keadilan dan murka-Nya tidak ada manusia yang bisa mengganti pas. Yang
tidak terbatas hanya bisa diselesaikan oleh yang tidak terbatas juga.

Hari ini saya memberikan beberapa point yang penting di dalam keselamatan Yesus Kristus. Pertama,
di dalam bahasa teologi ada dua hal yang Dia lakukan yaitu “Propitiation” dan “Redemption.”
63

Propitiation berarti kematian Kristus telah memuaskan sifat keadilan dan murka Allah. Redemption
berarti Yesus Kristus mengganti kita dengan harga yang lunas menebus kita. Ini dua hal yang penting
yang kemudian menghasilkan “Justification” (bebas dari kesalahan) dan “Reconciliation” (perdamaian).
Di dalam Justification (bebas dari kesalahan), orang yang datang menerima keselamatan di dalam
Kristus dibenarkan di hadapan Allah. Gambarannya seperti seseorang yang berada di pengadilan dan
dituduh telah melakukan kesalahan dan hutang yang tidak bisa kita bayar. Karena itu kita harus
menerima hukuman atas kesalahan dan hutang itu. Tetapi kemudian Kristus maju dan mengganti
semua hutang dan kesalahan kita dengan lunas. Maka kita kemudian dibenarkan dan tidak lagi harus
dihukum. Status kita menjadi ‘benar.’ Tetapi ini tidak berarti hidup kita menjadi benar. Saudara lihat
perbedaannya? Secara status di hadapan Allah kita sekarang adalah orang benar, tetapi hidup kita di
dalam dunia ini masih penuh dengan cacat cela. Setelah menerima “Justification” melalui Kristus,
engkau dan saya hidup di dalam dunia mengalami persucian yaitu hidup kita dikuduskan. Proses kita
melawan dosa hari demi hari itulah proses pengudusan. Sehingga kepada jemaat di Korintus yang
hidup begitu brengsek dan amoral, Paulus tetap menyebut mereka “orang-orang kudus di Korintus”
mengacu kepada status mereka yang telah dibenarkan di hadapan Allah sebagai orang percaya
kepada Kristus.

Reconciliation (perdamaian) yaitu hubungan kita dengan Allah adalah hubungan yang telah
diperdamaikan. Pada waktu Yesus di atas kayu salib berteriak “Sudah selesai,” maka pada saat yang
sama tirai di Bait Allah yang memisahkan ruang suci dan maha suci terbelah dua, tidak ada lagi
penghalang antara Allah dan manusia. Maka engkau dan saya bisa memanggil Allah Pencipta dengan
sebutan “Bapa.” Engkau dan saya kapan saja bisa datang berdoa dengan keberanian sebab Allah yang
suci itu bisa menerima kita melalui Kristus yang sudah membereskan hubungan kita dengan Allah.

Itu semua menjadi keindahan dari penebusan Kristus.


Kata “Kristus Yesus telah ditentukan Allah…” berarti dua belah pihak berinisiatif dan sama-sama ingin
melakukan penebusan bagi manusia. Maka jangan berpikir bahwa tindakan penebusan itu hanya
keinginan Kristus dan bukan keinginan Allah Bapa juga. Tidak ada indikasi Allah Bapa tidak ingin kita
tidak selamat. Di dalam surat Ibrani dikatakan Yesus berinisiatif menjadikan diri-Nya sebagai korban
penebusan bagi engkau dan saya. Tetapi di bagian Alkitab yang lain saudara bisa melihat Allah Bapa
juga berinisiatif menjadikan Kristus sebagai korban bagi engkau dan saya.
Paulus dalam Roma 3:24-25 memakai dua kata yang penting yang kemudian menjadi lambang dari
Reformasi yaitu “sola fide” dan “sola gratia.” Paulus ingin menekankan terutama bagi orang Yahudi
yang mengira dengan berbuat baik dia bisa masuk ke surga. Tidak ada satu orangpun yang bisa
selamat dengan melakukan perbuatan baik, kecuali hanya melalui penebusan Yesus Kristus yang kita
terima dengan cuma-cuma, dengan gratis. Kita hanya datang kepada Dia dengan beriman, dengan
percaya, dengan rendah hati terima. Orang Yahudi mengalami kesulitan menerima konsep
keselamatan itu dengan cuma-cuma, hanya melalui iman. Buat orang non Yahudi, orang kafir, yang
hidupnya begitu jahat dan tidak bermoral, ketika ditawarkan keselamatan yang cuma-cuma dari
Tuhan, dia akan dengan rendah hati menerimanya. Tetapi bagi orang Yahudi yang merasa diri orang
baik lalu semua kebaikannya tidak dianggap layak mungkin hati mereka lebih sulit menerima hal ini.
Maka di pasal 4 nanti Paulus akan secara spesifik menegur kesulitan orang Yahudi menerima konsep
keselamatan ini.
64

Dietrich Bonhoeffer menulis buku “The Cost of Discipleship” menulis satu kalimat di awal bukunya “A
cheap grace is a grace without cross.” Anugerah yang murah adalah anugerah yang dimengerti tanpa
salib. Anugerah penebusan Kristus adalah kita peroleh dengan cuma-cuma tetapi tidak boleh
dimengerti sebagai barang murahan. Heran sekali, ada orang punya anjing herder ras murni
melahirkan lima anak, lalu taruh iklan di depan rumahnya “Silakan ambil, anak anjing herder, gratis.”
Tidak ada yang mau ambil. Tetapi kalau masukkan iklan di koran “Anak anjing herder $100/each”
langsung orang berebutan untuk beli. Ada orang di dunia ini kalau ditawarin barang gratis langsung
ambil padahal belum tentu dipakai atau tidak. Ada orang kalau ditawarin barang gratis malah curiga.
Itu sebab tidak gampang bagi manusia menerima konsep keselamatan yang Tuhan berikan secara
cuma-cuma karena manusia bertendensi mau melakukan sesuatu sebagai jasa di hadapan Tuhan
ketimbang mereka menerima dengan rendah hati apa yang Tuhan lakukan kepada mereka. Yesus
pernah memberikan ilustrasi tentang seorang yang mencari orang untuk bekerja di ladang
anggurnya. Orang-orang ini sedang menanti pekerjaan untuk memberi makan anak isterinya. Ketika
pada jam 6 pagi pemilik ladang memilih beberapa orang dari mereka untuk bekerja di ladangnya
dengan upah satu dinar, saudara bisa bayangkan betapa senangnya mereka karena berarti sudah
secure mereka bisa pulang memberi makan keluarga. Kemudian jam 9, jam 12, jam 3 satu demi satu
pemilik ladang memanggil orang-orang yang menganggur untuk bekerja di ladangnya. Saya percaya
orang-orang itu sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk bekerja. Ketika jam 5 sore pemilik
ladang melihat masih ada yang belum bekerja, pasti orang itu sudah lemas tidak ada harapan ada
orang mau sewa tenaga mereka. Bayangkan betapa senangnya mereka waktu dipanggil pemilik
ladang untuk bekerja di ladang anggurnya. Jam 6 sore, pemilik ladang membayar upah orang yang
bekerja dari jam 5, satu dinar. Kemudian yang bekerja jam 3, jam 12 dan jam 9, semua mendapat
upah satu dinar. Tetapi waktu yang bekerja sejak jam 6 menerima upah yang sama, mereka
bersungut-sungut. Kenapa? Karena merasa mereka diperlakukan tidak adil oleh pemilik ladang ini.
Sekarang mari saya ajak saudara melihat dari sisi lain. Ada dua hal yang diperlihatkan dari cerita ini.
Yang pertama, semua orang itu bisa bekerja di ladang anggur karena ada pemilik ladang yang
berbelas kasihan kepada mereka. Tetapi yang menjadi persoalan, yang bekerja sejak jam 6 merasa
telah bekerja lebih berat, membawa bakul lebih banyak, lebih berkeringat dibanding dengan orang-
orang lain yang datang belakangan. Mungkin mereka bersungut-sungut, ‘Kalau tahu begitu, lebih
enak kerja jam lima.’ Tunggu dulu, belum tentu dia mendapat pekerjaan itu. Yang kedua, mari kita
bayangkan yang bekerja mulai jam 6 pagi dibanding dengan yang mulai kerja jam 5 sore, siapa dapat
hasil lebih banyak? Yang bekerja sejak pagi, bukan? Kalau dia bisa melihat hal itu bukan sebagai
pahalanya tetapi sebagai kesempatan dia bisa bekerja lebih banyak buat Tuhan, bukankah dia lebih
bahagia daripada mereka yang dipanggil lebih belakangan? Tetapi dia akhirnya bersungut-sungut
karena melihat apa yang dia kerjakan sebagai jasanya.
Tuhan memberi keselamatan itu dengan cuma-cuma. Waktu kita menerimanya dan ambil bagian
melayani Tuhan, lihatlah itu sebagai anugerah dan kesempatan yang Tuhan beri, kita tidak akan
kehilangan sukacita pelayanan setiap kali kita ingat segala sesuatu di dalam hidup kita semata-mata
karena anugerah Tuhan.

Hari ini mari kita menerima perjamuan kudus, mengingat apa yang sudah Tuhan Yesus kerjakan di
atas kayu salib, terima dengan sukacita, terima dengan iman. Tidak ada kebaikan yang bisa kita bawa
65

di hadapan Tuhan, kecuali kita menerima Dia mengampuni segala dosa kita melalui kayu salib dan di
situ kita boleh dibenarkan dan hidup bagi Dia.
Semua hutang dosa kita telah dibayar dengan lunas dan selesai oleh Tuhan Yesus Kristus. Dia
menebus dosa kita sehingga kita tidak lagi binasa. Dengan roti dan anggur yang kita terima, kita
mengingat dengan gentar ini sebagai lambang kematian Tuhan yang menggantikan kita. Biar sampai
akhir hidup kita jalani dengan sukacita, sebagai orang yang sudah ditebus dan dibenarkan oleh
Tuhan.

Jangan sampai ada dosa menyelinap di dalam hidup kita, yang menimbulkan rasa bersalah kepada
Tuhan. Kita akui segala kelemahan dan dosa kita kepada-Nya sehingga dengan sukacita kita tidak lagi
terhalang untuk datang kepada Tuhan karena kita menerima segala pengampunan yang Tuhan beri
dengan murah hati kepada setiap orang yang memintanya.
66

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 8/11/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 12

Meneropong iman Abraham

Nats: Roma 3:24, 4:1-5, 10, 16-25

Roma 3
24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam Kristus
Yesus.

Roma 4
1 Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita?
2 Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk
bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah.
3 Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan
memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”
4 Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai
haknya.
5 Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan
orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.

10 Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan
sesudah disunat, tetapi sebelumnya.

16 Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu
berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum
Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa
kita semua, ––
17 seperti ada tertulis: “Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa” ––di hadapan
Allah yang kepada–Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang
menjadikan dengan firman–Nya apa yang tidak ada menjadi ada.
18 Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya,
bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah
banyaknya nanti keturunanmu.”
19 Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah,
karena usianya telah kira–kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat
dalam imannya dan ia memuliakan Allah,
67

21 dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia
janjikan.
22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
23 Kata–kata ini, yaitu “hal ini diperhitungkan kepadanya,” tidak ditulis untuk Abraham saja,
24 tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita
percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati,
25 yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena
pembenaran kita.

Roma 4 merupakan satu pembelaan Paulus yang terakhir atas keberatan orang Yahudi terhadap
konsep anugerah keselamatan. Bentuk penulisan Paulus di dalam bagian ini seperti seorang
pengacara sedang berdiri di depan pengadilan dan melakukan dialog dengan orang yang menentang
dia. Ini adalah gaya penulisan literatur yang disebut diatribe (kritik yang tajam). Jadi Paulus seperti
sedang berimajinasi bahwa ada orang yang sedang tidak setuju dan dia menjawab ketidaksetujuan
itu dengan argumentasi yang kokoh. Itu sebab pasal ini tidak bisa dipotong melainkan harus kita baca
secara keseluruhan dengan tanya jawab seolah-olah ada orang Yahudi di situ yang sangat tidak bisa
terima bahwa kita dibenarkan di hadapan Tuhan bukan berdasarkan perbuatan baik sama sekali.
Perlawanan seperti ini bukan hanya terjadi pada waktu itu saja. Saudara masih ingat pada waktu
Tuhan Yesus masih melayani, betapa sulitnya Yesus menghadapi tantangan orang Farisi dan ahli
Taurat, bukan? Maka Tuhan Yesus pernah berkata, “Siapa yang butuh dokter, orang sehat ataukah
orang sakit?” (Mat.9:12-13) . Orang-orang Yahudi yang sudah melakukan hukum Taurat dengan teliti,
dia pikir dia punya rohani yang sehat. Saudara pernah ketemu kasus ada orang yang badannya begitu
rentan tetapi sampai tua tidak meninggal, tetapi ada orang yang kelihatannya berbadan sehat tetapi
tiba-tiba meninggal dunia. Itu sebab ada orang takut pergi ke dokter untuk memeriksa kesehatannya
karena takut di balik tubuh yang besar itu tersimpan penyakit berat. Maka orang sering bilang,
“Daripada tahu ada penyakit jadi susah, lebih baik mau ‘jalan’ ya ‘jalan’ saja…”
Orang Farisi dan ahli Taurat merasa diri sehat sehingga tidak merasa perlu Tuhan dan tidak
memerlukan anugerah Tuhan. Sebaliknya orang yang tidak kenal Tuhan, orang yang disebut kafir
akhirnya sadar di hadapan Tuhan bahwa dia orang berdosa, itulah orang yang mendapatkan
keselamatan. Yesus memberikan perumpamaan tentang dua orang yang datang ke Bait Allah, yang
satu orang Farisi dan yang satu lagi seorang pemungut cukai yang dianggap orang berdosa. Orang
Farisi berdoa membanggakan segala perbuatannya di hadapan Tuhan. Artinya dia membawa jasa dia
di hadapan Tuhan sebagai orang yang baik dan beragama. Lalu pemungut cukai tidak berani berdiri di
hadapan Tuhan, dia hanya memukul dada diri dan berkata, “Tuhan, kasihani aku orang berdosa ini.”
Lalu Yesus bertanya, dari kedua orang ini, siapa yang dibenarkan oleh Tuhan? Jawabannya,
pemungut cukai itu (Luk.18:9-14) .
Dalam Roma 3:27 muncul satu pertanyaan refleksi dari Paulus, “Kalau begitu, bolehkah kita bermegah
dan sombong, sebagai orang yang beragama lalu menghina ada orang yang tidak percaya Tuhan dan
merasa diri lebih baik daripada mereka? Tidak.” Kita tidak bisa bermegah berdasarkan perbuatan,
melainkan berdasarkan iman.
68

Keberatan muncul dari orang Yahudi di ayat 31 , kalau hanya berdasarkan iman kita diselamatkan, lalu
untuk apa hukum Taurat itu? Untuk apa Tuhan meminta kita dengan teliti menaati segala perintah
dan larangan-Nya? Orang Yahudi merasa sudah berbuat baik, mengumpulkan jasa dan merasa
selayaknya masuk surga sehingga mereka sangat tidak terima ada orang kafir yang penuh dengan
perbuatan dosa bisa sama-sama masuk surga, sama-sama masuk surga bukan berdasarkan
perbuatan melainkan berdasarkan kasih karunia Tuhan. Mereka tidak bisa terima hal ini. Orang yang
hidup sembarangan dan penuh dengan perbuatan yang amoral dan brengsek, bandingkan dengan
diri mereka yang hidup selalu berbuat baik, lalu di hadapan Tuhan ternyata tidak sesuai dengan
standar kesucian Tuhan. Paulus bilang, dengan perbuatan baik dan ketaatan di dalam agamamu,
engkau juga penuh dengan dosa.

Maka bagaimana kita diselamatkan? Kita hanya terima. Itu namanya iman, percaya kepada Tuhan.
Karena apa yang sudah Yesus lakukan di kayu salib, mati mengganti engkau dan saya, itu menjadikan
penebusan bagimu. Itu adalah cara Tuhan menyelamatkan kita dari kematian. Kita tidak perlu mati
lagi karena Kristus sudah mati menggantikan engkau. Hanya terima dengan iman, keselamatan di
dalam Kristus, maka kita semua dibenarkan di hadapan Tuhan. Kemudian muncul pertanyaan ini,
bukankah hukum Taurat diberikan supaya kita menaatinya? Bukankah ini berarti kebenaran datang
karena melakukan hukum Taurat? Bagaimana Paulus menjawab keberatan itu? Paulus langsung
masuk kepada point yang paling penting yaitu asal usul orang Yahudi itu dari mana? Jawabannya
adalah Abraham. Mari kita mulai dengan hidup dia.

Paulus mengatakan Abraham dibenarkan di hadapan Tuhan Allah bukan karena perbuatannya tetapi
karena dia percaya kepada Tuhan. Kita tidak berargumentasi akan hal ini, kata Paulus, tetapi mari kita
lihat apa yang Alkitab sendiri katakan, “Maka Abraham percaya, dan hal itu diperhitungkan sebagai
kebenaran di hadapan Allah” (ayat 4) . Kalau Tuhan memperhitungkan perbuatan baik Abraham
sebagai kebenaran, itu tidak bisa diperhitungkan sebagai anugerah karena itu ada sepatutnya. Sama
seperti kalau orang bekerja lalu diberi uang, itu bukan hadiah, itu adalah gaji, itu hak dia. Namun
kalau orang tidak bekerja lalu engkau memberi dia uang, itu bukan gaji melainkan hadiah. Ini adalah
argumentasi pertama dari Paulus.
Abraham dipanggil Tuhan keluar dari Ur-Kasdim pergi ke tanah yang Tuhan janjikan dimana dia akan
menjadi satu bangsa yang besar. Itu baru janji, belum nyata dan belum terlihat, tetapi Abraham taat.
Ada tiga perjanjian yang Tuhan lakukan kepada Abraham. Tuhan berjanji untuk memberikan tanah
perjanjian kepada dia. Janji kedua, Tuhan berjanji untuk memberikan begitu banyak keturunan bagi
Abraham. Janji ketiga, oleh Abraham semua bangsa di atas muka bumi ini akan mendapat berkat.
Semua ini belum terjadi. Namun sesudah Tuhan memberikan janji ini, muncul kalimat ini di dalam
Kej.15:6 “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya

sebagai kebenaran.” Ini titik yang penting. Abraham terima semua janji Tuhan walaupun itu belum
ada, dia terima dengan iman. Maka sekarang posisi Abraham sudah berbeda dengan dahulu karena
dia beriman kepada Tuhan, maka sekarang statusnya adalah menjadi umat pilihan Tuhan yang masuk
melalui percaya kepada Tuhan.
Namun mulut yang mengaku percaya dan realita yang dijalani memerlukan proses waktu yang tidak
pendek. Kadang-kadang disitulah jatuh bangun iman kita. Periode dari Tuhan memanggil Abraham di
Kej.12 hingga Kej.17 itu melewati jenjang waktu 24 tahun. Abraham sudah percaya Tuhan dan

menjadi umat-Nya tetapi janji itu belum ternyata juga. Iman Abraham kuat tetapi dia punya isteri
69

yang realistis. Dia bilang mana mungkin bisa punya anak karena dia sudah tua. Setelah bertahun-
tahun menanti akhirnya dia memberikan Hagar, budaknya buat Abraham. Maka Kej.16 bagi saya
adalah suatu pergumulan iman bagi Abraham. Tuhan sudah berjanji dan dia percaya janji Tuhan itu,
tetapi perjalanan hidup kita kadang-kadang tidak melihat apa yang dijanjikan. Kebimbangan mungkin
muncul. Realita hidup Abraham juga memperlihatkan hal ini, maka muncul peristiwa ini, dia ambil
budaknya Hagar dan punya anak bernama Ismael. Tuhan mengatakan bukan itu penggenapan janji
Tuhan kepada dia. Maka sekali lagi Tuhan meneguhkan perjanjian-Nya dengan Abraham di dalam
Kej.17 . Argumentasi yang kedua, Paulus bertanya, Abraham waktu dibenarkan oleh Tuhan, itu

sesudah disunat atau sebelumnya? Ayat 10 Paulus bilang, kalau kita baca kitab Kejadian baik-baik, kita
akan menemukan bahwa Tuhan membenarkan Abraham sebelum dia disunat. Berarti sunat bukan
menjadi penyebab engkau menjadi anak Tuhan dan memperoleh keselamatan. Inilah point yang
paling penting di dalam Roma 4 yaitu kenapa sampai iman Abraham itu begitu bernilai dan mengapa
dia menjadi contoh bagi setiap kita yang beriman kepada Allah, karena kalau kita baca di dalam
Alkitab, imannya adalah satu iman yang begitu indah sekali. Kita manusia yang terbatas, kita ingin
janji itu ada materai yang konkrit. Maka kenapa di Kej.17 setelah Tuhan meneguhkan janjinya, perlu
materai untuk janji itu dengan sunat.

Paulus mengatakan kalimat yang indah sekali mengenai iman Abraham, “He has hope to believe
against all hope” itu adalah kalimat yang indah sekali. Kej.22 penting karena sebenarnya persis
dengan Kej.15 dimana Tuhan berjanji memberikan keturunan, tetapi sekarang Tuhan menyuruh dia
mengorbankan Ishak. Saudara bisa bayangkan Tuhan sudah janji akan memberi Abraham keturunan
yang banyak melalui anak ini, tetapi sekarang Tuhan sendiri menyuruh mengorbankan dia. Tuhan
mau lihat apakah dia sungguh-sungguh taat dan beriman kepada Tuhan dengan mempersembahkan
anak itu. Kalau dia mempersembahkan anak itu, lalu bagaimana darimana datangnya keturunan yang
lain? Saudara perhatikan, Alkitab mengatakan Abraham langsung menjalani perintah itu. Dari sudut
pandang manusia, dia tidak punya solusi. Dia tahu Tuhan sudah berjanji memberikan banyak
keturunan kepadanya tetapi di pihak lain muncul kenyataan yang lain, anak yang akan mendatangkan
keturunan yang banyak itu kali ini harus dikorbankan bagi Tuhan. Ini dua hal yang tidak bisa ketemu
di kepala Abraham.

Itu adalah kesulitan dan keterbatasan kita. Kita beriman padahal fakta hidup yang kita hadapi kita
tidak tahu bagaimana. Itu sebab sambil berjalan, Ishak bertanya, “Mana domba yang akan
dipersembahkan?” Abraham menjawab, “Tuhan yang akan menyediakan.” Melalui peristiwa ini saya
mengajak saudara melihat kepada Roma 4 mengapa Abraham disebut sebagai bapa orang beriman.
Ayat 18 , “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham percaya bahwa ia akan

menjadi bapa banyak bangsa menurut apa yang telah difirmankan…” Ayat 20 “in hope he believes
against all hope…” tidak ada kemungkinan untuk berharap tetapi dia berharap dan imannya semakin
kuat. Abraham disebut bapa orang beriman. Maka sekarang saudara menemukan konsep ini muncul
dalam Alkitab kita, kita tidak lagi terima keunikan orang Yahudi secara jasmani karena yang disebut
sebagai umat Allah sekarang ini bukan lagi berdasarkan kelahiran fisik tetapi yang memiliki iman
seperti Abraham. Apa dasarnya Abraham bisa menjadi bapa setiap kita walaupun kita secara fisik
bukan orang Yahudi, sebab Abraham menjadi bapa orang beriman sebelum dia disunat. Ini adalah
konsep yang tidak gampang untuk diterima orang Yahudi, karena bagi orang Yahudi sunat itu adalah
satu hal yang penting sekali. Kalau kita membaca Alkitab kita menemukan orang Yahudi yang sudah
menjadi Kristenpun tetap menuntut orang-orang non Yahudi yang percaya Tuhan tetap disunat
70

karena sunat buat mereka merupakan tanda yang luar biasa. Kenapa Paulus perlu membahas dua hal
ini: pertama, Abraham dibenarkan Tuhan bukan karena perbuatannya melainkan karena dia taat dan
percaya dan kedua, pembenaran itu terjadi sebelum dia disunat. Implikasinya apa? Paulus bilang,
Abraham sekarang menjadi bapa semua orang beriman. Kita disebut sebagai orang beriman,
bagaimana engkau dan saya menjalani iman kita? Begitu kita membaca Roma 4:17 kita akan terkejut
oleh satu hal yang sangat luar biasa. Inilah isi dari iman Abraham, dia percaya Allah yang meng-
hidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Dia
percaya Allah sebagai penyelamat dan dia percaya Allah sebagai pencipta. Secara kronologis, mana
yang Allah lakukan lebih dulu: mencipta atau menyelamatkan? Allah mencipta lebih dulu. Tetapi
urutan iman Abraham terbalik. Dia percaya Allah yang dia sembah adalah Allah yang membangkitkan
orang mati. Ini menjawab Kej.22 , kalaupun sampai Ishak mati di atas mezbah persembahan, tetap dia
percaya janji Allah pasti akan terlaksana, keturunannya akan banyak entah dengan cara bagaimana.
Tetapi di balik tindakannya mempersembahkan Ishak, dia memiliki kepercayaan bukan saja Allah bisa
membuat rahim Sara yang sudah mati melahirkan anak, Dia juga bisa membuat Ishak yang mati
menjadi hidup kembali. Ini dasar iman dia.
Percaya kepada Allah yang menciptakan alam semesta bukan merupakan kepercayaan yang cukup,
sebab di sinilah perbedaannya antara kepercayaan orang Yahudi dengan apa yang Yesus katakan.
Orang Yahudi percaya Allah menciptakan segala sesuatu. Yesus mengatakan kepada mereka, kalau
engkau percaya Allah seperti itu tetapi engkau tidak percaya bahwa Allah yang sama telah mengutus
Aku mati di kayu salib menebus dosamu, maka engkau bukan memiliki Allah Yahweh sebagai
Allahmu. Ini dua hal yang penting di dalam iman Abraham. Dia percaya Allah bisa membangkitkan
orang mati menjadi hidup kembali dan Dia adalah Allah yang menciptakan dari yang tidak ada
menjadi ada. Maka iman Abraham adalah iman kepada Allah penebus dan Allah pencipta. Paulus
mengatakan, Allah memperhitungkan iman Abraham sebagai kebenaran bukan saja kepada dia tetapi
iman itu juga menjadi milik kita sekarang (Roma 4:23) karena kita percaya kepada Allah yang sama,
yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari kematian, yaitu Yesus yang telah diserahkan karena
pelanggaran kita dan telah dibangkitkan karena pembenaran kita.
Yang kedua, kenapa iman Abraham menjadi contoh bagi iman kita semua? Cerita Yesus mengenai
Lazarus si pengemis dan orang kaya memperlihatkan setelah keduanya meninggal, Lazarus duduk di
pangkuan Abraham sedangkan orang kaya ini berada di dalam api neraka yang sangat menyakitkan.
Orang kaya ini minta kepada Abraham supaya Lazarus memberikan setetes air kepadanya. Tetapi
Abraham mengatakan itu tidak bisa karena ada jarak terlalu jauh antara mereka yang tidak bisa
terseberangi. Lalu terjadi penyesalan pada diri orang kaya ini dan keinginan supaya hal yang dia alami
tidak terjadi kepada saudara-saudaranya, maka dia minta Lazarus kembali ke dunia untuk
mengingatkan saudara-saudaranya. Tetapi Abraham menolak permintaan itu dan mengatakan, “Pada
mereka ada kesaksian kitab suci. Kalau mereka tidak mau percaya kepada apa yang disaksikan
Alkitab, mereka tetap tidak akan percaya sekalipun ada orang yang bangkit dari kematian.”

Dalam Yoh.6 sesudah Yesus memberi makan 5000 orang dengan lima roti dan dua ikan, besoknya
orang berbondong-bondong ikut Dia. Maka Yesus memberikan pengajaran yang sangat keras,
“Engkau datang bukan karena percaya kepada-Ku tetapi karena engkau telah melihat mujizat dan
ingin makan.” Mereka sangat tersinggung dan meninggalkan Yesus. Yesus mengatakan kepada kedua
belas murid-Nya, “Kalian tidak mau pergi juga?” Maka Petrus menjawab Dia, “Tuhan, kemanakah
71

kami harus pergi? Firman-Mu adalah kebenaran dan hidup.” Petrus tidak bilang Yesus telah
melakukan banyak mujizat yang luar biasa, tetapi firman-Nya itu hidup, itu sebab dia mengikut Yesus.
Kadang-kadang Kekristenan perlu malu sedikit kalau mengundang orang untuk datang mengikuti
acara pemberitaan Injil dengan embel-embel yang lain supaya orang itu datang, yaitu dengan acara
kesembuhan dan mujizat terjadi. Iman yang sejati bukan muncul karena kita melihat mujizat. Tidak
berarti melihat segala sesuatu bisa membuat kita percaya, sebaliknya juga beriman kepada Tuhan
tidak berarti kita selalu melihat apa yang kita imani itu terjadi.

Tahun 1961 Yuri Gagarin menjadi orang pertama yang pergi ke angkasa luar. Sudah sampai di situ
apa kalimat yang keluar dari mulut dia? “Saya sudah sampai di sini, saya tidak lihat Tuhan.” Karena
tidak melihat, dia tidak percaya Tuhan itu ada. Katanya Tuhan ada di langit, sampai di sini tidak
ketemu apa-apa. Tuhan sabar saja sama dia. Kalimat dia itu banyak kesalahannya. Kamu tidak lihat
tidak berarti hal itu tidak ada. Banyak hal di dalam dunia ini yang kita tahu ada tetapi tidak bisa
dilihat dengan mata kita. Contohnya, jatuh cinta. Kita tahu cinta itu ada tetapi siapa yang pernah bisa
lihat keberadaannya?
Kenapa iman Abraham begitu mulia dan begitu agung? Karena Alkitab menyaksikan imannya makin
hari makin kuat. Di dalam realita hidup yang saudara perhatikan puluhan tahun lamanya mengikut
Tuhan, dia pegang janji Tuhan. Dia menjalani hidup sebagai anak Tuhan, dia percaya Allah yang baik
itu menggembalakan dia dan yang berjanji memberikan segala hal yang indah baginya, meski itu
tidak dia lihat terbukti dan ternyata namun itu tidak pernah membuatnya bimbang mengikut Tuhan.
Ini point yang penting. Setiap kita beriman kepada Tuhan, ujung terakhirnya semua harus
memuliakan Tuhan. Artinya, waktu seorang Kristen sakit, di dalam sakitnya dia beriman dan melalui
itu dia memuliakan Tuhan. Iman Abraham tidak menjadi lemah. Bahkan imannya makin lama
semakin kuat dan dia memuliakan Allah. Tujuan hidup kita sebagai anak-anak Tuhan yang beriman
kepada Tuhan bukan supaya melalui iman itu kita melihat apa yang kita imani. Mungkin itu tidak
pernah kita lihat tetapi tidak berarti Tuhan kita itu bohong dan tidak menepati janji-Nya kepada kita.

Apakah janji Tuhan kepada Abraham bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit dan pasir
di laut? Jawabannya ya dan tidak. Ya, karena kita melihat begitu banyak orang di atas muka bumi ini
percaya kepada Kristus. Abraham tidak lihat itu, tetapi dia beriman kepada janji itu. Iman orang
Kristen kiranya juga seperti ini. Di dalam kelancaran hidup, dan sebaliknya di dalam mengikut Tuhan
penuh tantangan dan hambatan apapun, tetap ujung yang terakhir harus memuliakan Allah. Di
situlah keindahan iman setiap kita.

Kekristenan kita bukanlah satu Kekristenan yang murah. Kekristenan kita tidak menyuruh orang ikut
Tuhan maka seluruh problem dia hilang dan dapat hidup lancar. Itu bukan Kekristenan yang sejati.
Menjadi orang Kristen seperti perjalanan hidup Abraham. Kadang-kadang kita tidak melihat apa yang
kita imani. Namun Abraham beriman kepada Tuhan sampai akhir membuktikan dua hal: hari demi
hari iman dia semakin kuat adanya. Dia menjadi kuat bukan karena menyaksikan sesuatu terjadi di
dalam hidupnya. Dia menjadi kuat sebab dia percaya Tuhan yang berjanji itu tidak pernah bersalah
dan mengecewakan dia. Saya ingin bertanya kepada saudara, apakah semakin hari berjalan ikut
Tuhan, imanmu semakin kuat dan kokoh? Setiap kali kita beriman kepada Tuhan, kita tidak ingin
menjadi orang Kristen yang mempermalukan nama Tuhan. Biar kita beriman, kita memuliakan Allah.
72

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 15/11/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 13

Buah-buah kesengsaraan

Nats: Roma 5:1-4

1 Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah
oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.
2 Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih
karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.
3 Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita
tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,
4 dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.

Saudara masih ingat cerita yang menarik di Alkitab tentang nabi Yunus yang diutus Tuhan pergi ke
Niniwe? Di pasal yang terakhir dari kitab Yunus kita menemukan bagaimana Tuhan mengajar Yunus
apa artinya cinta Tuhan kepada manusia yang sudah Dia ciptakan sekalipun mereka tidak percaya
kepada Tuhan. Tuhan sedikit humoris mengajar Yunus dengan menumbuhkan sebuah pohon jarak.
Saya percaya kita tidak pernah ketemu satu pohon yang cepat sekali tumbuhnya, maka jelas ini
pekerjaan Tuhan dan mujizat Tuhan yang luar biasa. Yunus sedang duduk marah, lalu Tuhan ingin
menenangkan kemarahannya dengan kasih dia “payung natural.” Paling tidak, hati yang panas jadi
sedikit lebih reda. Begitu pohon ini tumbuh dan menaungi Yunus, Alkitab bilang, maka senanglah hati
Yunus atas peristiwa itu. Lalu sehari kemudian Tuhan mendatangkan panas terik lagi sehingga pohon
jarak itu layu dan mati. Alkitab mencatat reaksi Yunus lalu menjadi marah lagi kepada Tuhan.
Ini merupakan satu kisah yang menarik. Waktu membaca kisah ini saya senyum sendiri karena Tuhan
mengatakan, “Lho, bukan kamu yang tanam apa kaitannya kamu dengan pohon jarak itu?” Artinya,
seharusnya kamu senang dong bisa menikmati sesuatu yang kamu tidak tanam dan tidak usahakan.
Tetapi yang menarik, Tuhan melanjutkan, “Kamu tidak tanam dan tidak usahakan pohon itu tetapi
engkau peduli akan dia karena berkaitan dengan untung rugimu, masakah Aku yang menciptakan
manusia tidak peduli dan memperhatikan mereka?” Ini satu bagian yang indah sekali. Waktu saya
baca, saya ingin coba melihat reaksi emosi dari Yunus. Dari senang, tiba-tiba menjadi marah, hanya di
dalam beberapa saat saja. Kenapa hal itu bisa terjadi? Saya melihat ada tiga hal muncul di situ
melihat reaksi Yunus seperti melihat reaksi kita juga kepada Tuhan. Pertama, betapa sering ketika
banyak berkat Tuhan datang kepada kita dengan mudahnya bereaksi secara ‘take it for granted.’
Kedua, terlalu mudah emosi kita itu bereaksi secara sesaat dalam waktu yang singkat sekali. Waktu
situasi menyenangkan kita sesaat, kita langsung bereaksi. Kita tidak melihat semua itu sebagai
73

rangkaian dalam waktu yang panjang tetapi sebagai momen-momen yang lepas. Ketiga, terlalu
mudah emosi kita terjadi suasana hati mengayun-ayun, berdasarkan faktor eksternal yang terjadi di
sekitar kita. Sukacita kita bukan dari dalam tetapi dari luar. Bagaimana situasi kita berubah, demikian
juga hati kita berubah. Yunus marah, Yunus senang, Yunus ketawa, Yunus sukacita, dsb semata-mata
terjadi oleh sebab faktor eksternal memberi pengaruh kepada dia.
Kalau pertanyaan ini kita tanyakan kepada diri kita hari ini, what do you expect from your life? Saya
percaya orang umumnya menjawab, “Saya ingin bahagia. Saya ingin hidup damai. Saya ingin lebih
sukses.” Kita akan menjalani hidup ini lebih mudah kalau kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi
di depan. Paling tidak jika kita bisa memprediksi, kita bisa mengatur rencana supaya hidup kita
berjalan lancar. Tetapi pada waktu kita menjalani hidup dengan mengikuti apa yang terjadi di luar,
baru kita sadar situasi di luar selalu mengalami perubahan dan kadang-kadang situasi itu, hal-hal
yang saudara sudah atur dan rencanakan dan prediksi baik-baik tetap bisa meleset. Pada waktu itu
terjadi, bagaimana reaksi emosi kita?

Dalam Roma 5 ini kita bertemu dengan satu bagian firman Tuhan yang unik luar biasa karena terjadi
perubahan dahsyat dalam nada emosi Paulus. Waktu Martin Luther menafsir bagian ini, dia
mengatakan di sini Paulus berbicara dengan nada yang sungguh-sungguh senang dan penuh dengan
sukacita. Dalam satu perikop ayat 1-11 saudara bisa menemukan tiga kali kata ‘bermegah’ muncul.
Kata ini menunjukkan hati dan emosi Paulus luar biasa penuh dengan sukacita. Ini sangat berbeda
dengan pasal 1-4 . Di situ dia sangat serius dan memperlihatkan intens atas ketidak-sukaan orang
Yahudi kepada konsep kita dibenarkan oleh anugerah Tuhan semata-mata. Mereka merasa Allah itu
tidak adil. Mana mungkin semua orang, mereka yang berdosa disamakan dengan kita yang
melakukan hukum Taurat, bisa dibenarkan hanya oleh anugerah dan menerimanya dengan cuma-
cuma? Tetapi masuk ke dalam pasal 5 , Paulus membawa kita semua yang sudah dibenarkan Tuhan,
biar kita menjalani hidup dengan damai sejahtera dan penuh dengan kemegahan. Hidup damai
dengan Allah, hidup dengan sukacita dan kemegahan di hadapan Tuhan. Bermegah bukan karena
menemukan jalan hidup lancar. Bermegah bukan karena perjalanan hidup kita lebih mudah daripada
orang yang lain. Tetapi kita bermegah sekalipun dengan situasi yang tidak gampang adanya.
Engkau dan saya sudah dibenarkan oleh Tuhan. Kita sudah menjadi anak Tuhan. Hidup kita sudah
ditebus. Ada dua hal yang menjadi keindahan muncul. Pertama, we live in peace with God. Kita hidup
dalam damai sejahtera dengan Allah. Kedua, akibat kita hidup dalam damai sejahtera ini, biar kita
menjalani hidup sekarang dengan ‘boasting in our hope,’ kita bermegah di dalam pengharapan akan
mendapatkan kemuliaan Tuhan. Dengan dua hal ini, maka apa implikasi dan akibat yang terjadi kalau
hidup kita sudah ditebus Tuhan? Apa implikasinya untuk masa sekarang dan apa implikasinya untuk
hidup kita di masa yang akan datang? Roma 5:1-14 Paulus bagi menjadi dua bagian. Ayat 5-11 itu
menjadi implikasi atas kita yang sudah dibenarkan Allah di dalam masa yang akan datang. Dia
mengatakan, mengapa kita bermegah? Oleh sebab kita pasti akan mendapatkan segala kemuliaan
yang ada di sana. Tetapi bukan saja pengharapan ke depan itu yang menjadi implikasi dari penebusan
Kristus, tetapi bagaimana engkau dan saya yang sudah dibenarkan oleh Tuhan boleh menjalani hidup
sekarang ini.
Kata yang dipakai di ayat 2 ‘kita beroleh jalan masuk’ bisa kita mengerti kalau kita tahu bagaimana
sistem aturan protokol orang yang hendak menghadap raja. Saudara tahu kisah Ester di dalam
Alkitab? Ester tidak bisa semaunya datang bertemu raja, kecuali kalau raja memanggil dia. Waktu
74

Ester datang tanpa dipanggil, kalau raja waktu itu tidak senang, Ester akan dihukum mati. Maka
aturan protokol ini harus kita taruh di dalam pikiran kita. Kalau raja tidak panggil seseorang,
seseorang itu tidak boleh sembarangan datang menghadap raja. Ini bukan saja berlaku kepada rakyat
biasa tetapi termasuk permaisuri raja. Kalau saudara sempat pergi ke Forbidden City, saudara bisa
menemukan istana raja yang besar sekali. Siapa yang bertemu raja sampai di mana, itu ditentukan
oleh derajat dan statusnya. Itu semua ada aturannya. Baik di Barat maupun di Timur, konsep
menghadap raja penuh dengan aturan ketat seperti itu.

Maka membaca ayat 2 ini menjadi menarik sekali. Kristus telah menyebabkan kita mempunyai akses
masuk kepada Allah. Bahasa Yunani memakai kata ‘jalan masuk’ ini adalah ‘prosagoge’ yang
kemudian di dalam bahasa Inggris dikembangkan menjadi kata ‘prosesi.’ Artinya, orang baru bisa
masuk dengan aturan dan cara yang sudah ditentukan raja. Saudara dan saya sekarang bisa datang
menghadap Tuhan setiap saat dan kapan saja karena dengan Kristus engkau dan saya sudah memiliki
satu hubungan yang begitu intim dan dalam kepada Allah yang tidak pernah dimungkinkan oleh
siapapun, termasuk mereka yang hidup di dalam era PL Imam Besar menghadap Tuhan masuk ke
dalam tempat maha suci hanya diperbolehkan satu kali setahun.
Apa artinya menjadi orang Kristen? Artinya menjadi orang Kristen adalah saudara dan saya akan
menjalani satu hidup yang berbeda dengan orang lain sebab engkau dan saya sudah terlebih dahulu
mendapatkan hubungan yang beres dan dalam damai sejahtera dengan Tuhan. Banyak orang ingin
mencari damai, banyak orang ingin mendapat hidup berdamai, itu merupakan kebutuhan yang
sangat besar di dalam hidup manusia. Tetapi Kekristenan memberitahukan engkau dan saya, damai
yang sejati dengan orang, damai yang sejati di dalam dunia ini hanya dimungkinkan kalau damai itu
datang melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Damai itu berarti setiap saat kita mempunyai kesulitan dan
problema, kita boleh datang menghampiri Tuhan dan kita bisa menyatakan seluruh isi hati kita
kepada-Nya dan Dia tidak lagi menjadi musuh engkau dan saya. Engkau dan saya sudah dibenarkan,
kata Paulus, jalani hidup dengan damai sejahtera bersama Tuhan.

Roma 8:1 Paulus menyatakan konsep yang sama. Saya mengerti ayat 1 dalam Roma 8 ini berkait
dengan ayat 16 . Waktu anak yang hilang itu pergi, di dalam perumpamaan Tuhan Yesus, dia menjual
seluruh harta warisan dan hidup berpesta pora dan menjalani hidup yang amoral. Dia membuang
dan menyia-nyiakan hidup dia sampai akhirnya dia jatuh kepada kehidupan yang paling hina dengan
satu simbolisasi yang sangat dimengerti oleh orang Yahudi yaitu menjadi penjaga babi. Artinya,
setiap hari tidak ada hidupnya yang tidak najis. Tetapi waktu dia sampai pada titik itu, dia teringat
kepada rumah bapanya dimana dia tidak akan dihina olehnya, itu sebab dia pulang. Dalam Roma 8:16
ini kenapa Roh Kudus harus selalu memberi kesaksian dalam hatimu bahwa engkau adalah anak
Allah? Sebab di dalam perjalanan hidup kita seringkali ada dua suara muncul. Suara yang satu adalah
suara setan yang selalu menuduh kita, mungkin Tuhan sudah tidak menganggap kita sebagai anak-
Nya. Tiap minggu kita berbakti kepada Tuhan, minta ampun, selesai kebaktian, baru sampai di luar
sudah marah-marah dengan isteri hanya karena masalah simple, mau makan dimana. Akhirnya tidak
jadi makan. Mau datang kebaktian minggu depan akhirnya sungkan. Apa Tuhanmu tidak bosan kamu
minta ampun sama Dia? Itu suara setan yang menuduhmu.
Yang kedua, suara hati nurani yang suka menurunkan derajat dan standar hidup kita. Kompromis dan
bilang ‘semua orang juga melakukan hal yang sama.’ Itu dua suara yang muncul kenapa Paulus
sampai bilang suara Roh Kudus selalu bersaksi dalam hatimu engkau adalah anak-anak Allah sebab
75

ada suara-suara yang mungkin selalu menghukum dan menuduh kita. Itu sebab Roma 8:1 Paulus
mengatakan tidak ada lagi penghukuman di dalam Yesus Kristus. Ini tidak berarti menjadi anak-anak
Allah tidak ada lagi pengadilan bagi kita. Itu dua hal yang berbeda. Semua orang akan menghadap
tahta pengadilan Tuhan. Di hadapan tahta Kristus apa yang telah kita lakukan di dalam hidup ini
harus kita pertanggung-jawabkan. Tetapi di dalam ayat ini menyatakan tidak ada penghukuman lagi
karena Kristus sudah menanggungnya. Apalagi yang harus mengganjal damai sejahtera dan sukacita
di dalam hidupmu sehari-hari padahal di dalam hati kita yang sedalam-dalamnya persoalan yang
paling dalam yang perlu dibereskan adalah hubungan kita dengan dosa. Itu sebab biarkan damai ada
di dalam hidupmu sekarang. Dosa kita sudah diampuni oleh-Nya. Datang setiap saat, mengaku
dengan rendah hati dan biar hati kita hari demi hari penuh dengan damai sejahtera.

Kedua, saya hidup sekarang dengan bermegah memiliki pengharapan akan kemuliaan Tuhan. Dimana
kemegahannya? Ayat 3, bukan hanya itu saja, kita juga bermegah di dalam kesengsaraan kita.
Sukacita di dalam sengsara tidak melunturkan dua hal: yaitu damai kita di dalam Tuhan dan kedua, di
dalam sengsara kita menemukan buah yang beranak-pinak. Kesengsaraan menghasilkan ketekunan.
Ketekunan menghasilkan tahan uji. Tahan uji menghasilkan pengharapan. Kenapa kita bersukacita di
dalam sengsara? Sebab di dalam sengsara kita menemukan buah yang beranak-pinak. Engkau sudah
dibenarkan oleh Tuhan. Jalanilah hidupmu sekarang dengan bermegah di dalam kesengsaraanmu.
Alkitab bicara mengenai hal ini di tiga tempat, yaitu Roma 5 ini, lalu di dalam 2 Petr.1 dan dalam surat
Ibr.12 . Namun Ibr.12:11 memberikan satu perspektif bahwa tidak selamanya otomatis penderitaan

akan menghasilkan sesuatu. Itu tergantung bagaimana kita bereaksi terhadapnya. Penderitaan akan
menghasilkan buah, tetapi tidak berarti buah itu datang membawa sukacita kepada kita. Realita dan
fakta memperlihatkan penderitaan itu mendatangkan dukacita. Tetapi kemudian dia akan
menghasilkan buah di dalam hidup orang yang rela dilatih olehnya atau tidak. Bagi saya ayat ini
penting. Tidak selamanya buah itu muncul secara otomatis tetapi berkaitan dengan bagaimana kita
bereaksi dan berespons kepadanya. Dalam Ibr.12 ada lima kata “jangan” muncul yang memberikan
indikasi jangan kita sampai melakukan reaksi seperti ini. Ayat 5 , pada waktu kesengsaraan itu datang
ke dalam hidupmu, jangan anggap enteng. Yang kedua, jangan putus asa. Yang ketiga, jangan
menjauhkan diri dari Tuhan (ayat 15) . Yang keempat, jangan tumbuh akar pahit.

Yang kelima, jangan menjual hakmu sebagai orang Kristen. Percuma jadi orang Kristen sehingga
menjual hak kesulunganmu seperti Esau. Itu sebab melalui ayat-ayat ini kita kembali kepada
perkataan Paulus, kita hidup sekarang sebagai anak-anak Tuhan menghadapi berbagai macam
periode sengsara tetapi itu jangan sampai melunturkan pengharapan kita. Kenapa? Sebab sukacita di
dalam pengharapan bukanlah sesuatu yang useless dan tidak menghasilkan sesuatu karena dia akan
berbuah melimpah-limpah. Dia akan melahirkan ketekunan dan tahan uji.

Saya mencatat ada lima reaksi negatif yang bisa mengganggu damai sejahtera dan sukacita hidup
kita. Yang pertama, reaksi dunia selebritis. Dunia selebritis adalah satu dunia yang sudah memberi
asosiasi bahwa semua yang namanya selebritis itu hidup dalam sukacita dan senang selamanya.
Maka tidak heran drugs fantasi beredar di dalam hidup mereka karena mereka ingin hidup mereka
selalu dilihat senang di depan orang lain. Kenapa? Oleh sebab reaksinya adalah mereka tidak pernah
berpikir kesulitan dan sengsara bisa datang menimpa mereka. Kita terpengaruh oleh dunia seperti
itu. Maka reaksi pertama, kita mencoba menolak dan menghindar dan menutup mata, seolah-olah
tidak ada yang namanya kesulitan dan penderitaan. Itu sebab penulis Ibrani mengatakan, jangan
76

anggap enteng. Jangan menghindari penderitaan dari hidupmu. Jangan menyangkal dan menghindar
darinya. Yang kedua, reaksi pada waktu kesulitan dan kesengsaraan datang, orang itu membesar-
besarkan kesulitan. Hujan dibilang badai. Gerimis dibilang tsunami. Kesenggol sedikit dibilang gempa.
Digigit nyamuk dibilang dipatuk kobra. Itu terlihat pada diri anak kecil, bukan? Tidak mungkin muncul
sukacita di dalam sengsara kalau kita bereaksi dengan salah. Kita merasa bahwa kita mendapat hal
yang lebih berat, lebih besar dan lebih sulit daripada orang lain. Yang ketiga, orang yang
‘hypersensitive.” Orang baru sedikit bilang apa, kamu sudah simpan di dalam hati padahal dia tidak
punya maksud apa-apa. Orang baru pandang sedikit, kamu sudah curiga. Orang yang hypersensitive
terhadap semua persoalan dan hal-hal yang datang kepadanya. Kita tidak akan mungkin bisa melihat
sukacita di dalam sengsara itu. Yang keempat, kita dilumpuhkan oleh penderitaan. Penderitaan
menyebabkan kita tidak berani maju dan tidak berani melangkah. Betapa sering kita bereaksi seperti
itu. Banyak orang mengalami susah dan derita akhirnya menutup pintu. Kita menutup pintu untuk
bertemu dengan orang lain. Kita menutup pintu untuk bertemu dengan Tuhan. Kita menutup pintu
untuk bersekutu bersama Tuhan dan berbakti kepada-Nya. Kita menghindar dari dunia sekitar kita.
Luar biasa apa yang dikatakan dalam Ibr.12 ini memperlihatkan reaksi yang tidak akan menghasilkan
buah-buah yang indah ini. Yang kelima, reaksi orang yang terus membela diri, tidak merasa bahwa itu
menjadi kesulitan akhirnya tidak bisa menyaksikan keindahan tantangan dan pergumulan karena dia
terus membawa persoalan itu seperti Adam dan Hawa, mempersalahkan satu sama lain.
Isteri datang kepada konselor dan mengeluh, “Saya tidak tahan diskusi dengan suami. Baru mulai
bicara, sudah marah dia.” Konselor lalu bertanya kepada suaminya, “Kenapa kamu marah?” Suami
jawab, “Saya bukannya marah, tapi saya cape karena dia ngomong terus, mengejar terus, tanya
terus, bukannya diskusi.” Konselor balik bertanya kepada isterinya, “Kenapa kamu tanya-tanya
terus?” Isteri bilang, “Sebab kalau saya tidak kejar, dia tidak ngomong.” Konselor balik ke suami,
“Kenapa kamu tidak mau ngomong sama isterimu?” Suami jawab, “Sebab kalau saya ngomong, dia
pasti akan kontrol hidup saya.” Konselor tanya, “Kenapa kamu mau kontrol dia?” Akhirnya tidak
habis-habis berputar-putar. Tetapi point saya ialah, persoalan itu tidak pernah mendidik dan melatih
kita selama kita tidak pernah berani ‘take ownership.’ Kalau kita pikir persoalan itu datang karena
orang lain maka kita mempersalahkan orang, kita menganggap itu bukan dari kita, kita tidak akan
pernah bisa mengalami pertumbuhan di situ.
Kenapa sukacita karena sengsara itu bisa terjadi di dalam diri Paulus dan itu menghasilkan
ketekunan? Paulus begitu bicara bagian ini, saya percaya dia sangat teringat kepada iman Abraham
yang dia sebutkan sebelumnya, ”...iman Abraham semakin hari semakin kuat dan memuliakan Allah.”
Sengsara dan kesulitan menjadi indah karena dia menghasilkan ketekunan. Ketekunan dan
ketabahan bukan sikap pasif menerima dengan pasrah apa yang terjadi di dalam hidup kita.
Ketekunan dan ketabahan itu berarti kemampuan untuk maju sekalipun ada hambatan yang
menekan kita ke belakang. Salah besar kita mendefinisikan belajar sabar dan tekun itu berarti dia
pasrah dan nerimo (pasif). Dengan demikian hidup orang Kristen di dalam dunia ini bukan tujuan
akhirnya suci, tak bernoda dan sempurna. Tetapi sukses hidup kita adalah bagaimana kita
bertumbuh. Bertumbuh hanya bisa terjadi pada waktu menghadapi kesulitan dan tantangan, kita
tekun dan sabar. Bukan Abraham hidupnya suci. Dia punya kelemahan dan kegagalan. Tetapi Paulus
melihat aspek yang lain darinya. Iman Abraham dari hari ke hari terus menjadi kuat. Sudah berapa
lama saudara dan saya ikut Tuhan? Apakah kesulitan dan kekecewaan di dalam hidup kita justru
membuat iman kita makin hari makin kuat?
77

Sukacita sengsara menghasilkan ketekunan. Ketekunan menghasilkan karakter orang itu tahan uji.
Karakter yang tahan uji, hidup yang konsisten didapatkan karena kita melewati semua proses ini.
Mari kita pulang berpikir kembali. Kalau kita mau menjalani hidup ini penuh dengan damai sejahtera
dan sukacita pada waktu kita melewati segala proses pengujian ini, apakah kita bertumbuh di
dalamnya?
Biar kita tekun bersabar dan di situ kita akan memperoleh karakter yang begitu indah di dalam hidup
kita.
78

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 22/11/2009


Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 14

Pengharapan yang tidak mengecewakan

Nats: Roma 5: 5-11

5 Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita
oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.
6 Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang–orang durhaka pada waktu
yang ditentukan oleh Allah.
7 Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar—tetapi mungkin untuk orang
yang baik ada orang yang berani mati––.
8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih–Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk
kita, ketika kita masih berdosa.
9 Lebih–lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah–Nya, kita pasti akan
diselamatkan dari murka Allah.
10 Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak–Nya,
lebih–lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup–Nya!
11 Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita,
sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.

“Dan pengharapan itu tidak mengecewakan karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita
oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5) . Apa reaksi kita pada waktu kita
mengalami satu peristiwa di dalam hidup kita yang tidak kita harapkan? Bagaimana perasaan hati
kita pada waktu mengalami hal-hal yang tidak kita rencanakan di dalam hidup ini? Bagaimana sikap
kita pada waktu mengalami kejadian yang tidak terduga terjadi di dalam hidup kita? Saya percaya
pada waktu kita menghadapi hal-hal seperti ini, ada dua perasaan yang paling mudah muncul di
dalam hati kita kalau hal-hal yang tidak terduga terjadi, kalau hal-hal yang di luar dari yang kita
rencanakan itu yang terlaksana atau hal-hal yang tidak bisa kita kontrol di dalam hidup kita, yang
pertama perasaan menyesal dan yang kedua perasaan kesal. Dua perasaan ini muncul sebagai reaksi
dari situasi yang datang kepada kita. Kita menyesal dan kita kesal. Kita menyesal sebab di dalam
perasaan ini kita mengharapkan dan menginginkan kalau bisa kita mengulang kembali dan menarik
kembali sejarah supaya peristiwa itu tidak terjadi di dalam hidup kita dan kita bisa memperbaikinya.
Kalau bisa kita ingin merubah masa depan kita dengan kembali kepada masa sebelumnya. Yang
kedua, kita kesal dengan satu perasaan mestinya saya tidak mengalami atau diperlakukan seperti itu.
Kita kesal karena kita merasa hal itu tidak adil terjadi di dalam hidup kita.
79

Bulan lalu saya menulis satu artikel di Radix dengan judul “Kecewa,” saya mengatakan dari semua
perasaan hati kita hari lepas hari saya percaya yang menjadi menu kita sehari-hari adalah perasaan
kecewa. Senang sampa jingkrak-jingkrak mungkin seumur hidup hanya beberapa kali. Pertama,
mungkin waktu masih kecil kita mendapat hadiah Natal yang kita impi-impikan. Kedua, waktu
menyatakan cinta dan diterima. Ketiga, mungkin waktu papa mendapat bayi pertama. Keempat,
mungkin waktu naik gaji. Saya percaya senang yang seperti ini tidak banyak kita alami. Menangis
sampai sesedih-sedihnya kira-kira berapa kali dalam hidup kita? Saya kira juga tidak banyak. Mungkin
kita sedih dan menangis waktu orang yang kita cintai meninggal, atau waktu putus cinta, dsb. Tetapi
untuk hal-hal yang lain, kita mungkin tidak sampai bereaksi sampai seperti itu. Maka itu sebab saya
mengatakan kecewa adalah perasaan hati yang paling sering muncul di dalam hidup kita. Gampang
sekali kita dipengaruhinya. Kita kecewa waktu diperlakukan tidak adil, kita kecewa karena apa yang
kita rencanakan dan cita-citakan tidak terjadi, kita kecewa karena orang tidak ikut kecewa bersama
kita.

Itu sebab mengapa Roma 5:5 Paulus bicara mengenai pengharapan kita ke depan itu berharap
menantikan sesuatu, pengharapan itu begitu indah. Memang memegang pengharapan itu tidak
gampang karena sering perasaan kita bercampur aduk. Kadang-kadang perharapan itu bisa menim-
bulkan perasaan hati yang sudah lama menanti tetapi hal itu tidak kunjung terealisir di dalam hidup
kita, maka muncullah perasaan kecewa. Dalam ayat ini Paulus menyatakan suatu hal yang begitu
indah, pengharapan kita kepada Tuhan tidak mengecewakan. Saya percaya saudara dan saya juga
memiliki perasaan yang campur mengenai cinta. Semua orang mengaku tidak bisa hidup jika tidak
ada cinta. Tetapi orang juga sering berkata kalau bisa jangan ada cinta di dunia ini sebab cinta selalu
menimbulkan perasaan sakit hati dalam hidupnya. Di dunia ini ada dua macam lagu cinta, yang satu
bilang kita tidak bisa hidup tanpa cinta, cinta itu begitu indah, cinta itu memberi sukacita dan
pengharapan. Tetapi di satu pihak lagi bilang cinta itu bikin orang jadi gila. Inilah perasaan campur
yang bercampur aduk mengenai cinta. Dengan konsep cinta yang sama kita cinta Tuhan. Begitu kita
mengalami hal-hal yang baik kita rasa cinta Tuhan, begitu hal-hal yang tidak baik terjadi kita rasa kita
tidak cinta Tuhan.
Pengharapan juga seperti itu. Apakah pengharapan mendorong orang untuk hidup maju? Atau justru
pengharapan itu menghambat orang maju? Friedrich Nietzsche dengan sinis mengatakan hope in
reality is the worst of all evils because it prolongs the torment s of man. Jangan beri orang peng-
harapan sebab pengharapan itu memperpanjang penyiksaan kepada orang. Pengharapan yang
ditawarkan oleh Kekristenan itu adalah hal yang tidak bikin orang maju sebab pengharapan di dalam
Kekristenan hanya menawarkan sesuatu yang bersifat mimpi dan tidak pernah terjadi. Lebih baik kita
hidup tidak ada pengharapan, hidup secara realistis. Pengharapan justru mematikan hidup
seseorang. Benarkah apa yang dia katakan itu?
Kemarin saya melihat satu documentary yang sangat menyedihkan. Ada satu keluarga di Cina
anaknya sudah delapan tahun diculik, tiap hari mereka keluar untuk menempelkan pamflet anaknya.
Dia bilang, saya berharap anakku pasti masih hidup. Itu yang memberi saya kekuatan hidup, bangun
pagi keluar untuk menempelkan pamflet ini. Maka di sisi ini kita menyaksikan kalau tidak ada lagi
pengharapan dan berpikir suatu hari saya pasti akan bertemu dan berjumpa dengan anakku, saya
percaya orang itu tidak akan bangun pagi dan tidak akan lagi mau menjalani hari yang baru. Maka
pengharapan memberikan gairah kita untuk menjalani hidup. Bukan soal bagaimana, tetapi yang
80

menjadi persoalan adalah kalau kita memberikan pengharapan yang palsu maka mau tidak mau
pengharapan itu suatu hari akan menjadi hal yang mengecewakan. Itu sebab kita bilang jangan beri
pengharapan, karena pengharapan yang palsu bukanlah pengharapan.
Maka setelah Paulus bicara tentang semua keindahan berhubungan dengan Tuhan di dalam per-
jalanan hidup kita di dunia ini, ketika kita berharap tidak berarti yang kita harap itu kita lihat dan
terjadi di dalam hidup kita. Tetapi justru walaupun berada di dalam keadaan sengsara Paulus bilang
dia tetap bersukacita dan bermegah di dalam kesengsaraan dan kesulitan hidup. Itu bisa berarti dan
bernilai kalau saudara tahu pengharapan itu tidak palsu dan tidak mengecewakan saudara.
Itu sebab dalam Roma 5:5 Paulus berkata, saudara yang berharap kepada Tuhan bukanlah peng-
harapan yang akan mengecewakan hidup engkau dan saya. Kecewa itu gampang sekali terjadi di
dalam hidup ini. Kecewa memberikan indikasi apa yang sudah kita lakukan dengan gairah ternyata
tidak mendapatkan penghargaan yang sepadan dengan apa yang kita sudah kerjakan dan lakukan. Itu
sebab kita kadang-kadang kecewa. Kita kecewa karena kita ingin membenarkan apa yang sudah kita
kerjakan di dalam hidup ini supaya orang paling tidak meresponi dan mengapresiasinya. Tetapi
kadang-kadang kita tidak mendapatkan apresiasi yang setimpal dengan apa yang kita lakukan
sehingga kita menjadi kecewa. Kenapa? Karena kita ingin melihat apa yang kita kerjakan itu sesegera
mungkin bisa berada di dalam genggaman kita.
Sebagai ibu, setiap hari mempersiapkan makanan yang seenak mungkin untuk anak dan suami tetapi
mereka tidak pernah makan makanan itu, apakah kita tidak kecewa? Apakah saudara tetap akan
masak makanan buat mereka? Kalau saudara mengerjakan sesuatu tetapi yang menikmati hasilnya
adalah orang lain, apakah saudara tidak kecewa? Apakah saudara masih mau terus mengerjakannya?
Waktu saya membaca kisah bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan, saya kemudian terhenyak pada
peristiwa kehidupan Musa. Jangan pikir Musa tidak kepingin masuk ke tanah Kanaan. Dia kepingin
sekali. Saking kepinginnya, Tuhan kasih dia sedikit ‘foretaste’ untuk naik ke atas gunung, lihat dari
jauh. Dia hanya boleh lihat tetapi tidak boleh masuk. Jiwa Musa sebagai seorang pemimpin dan
sebagai seorang anak Tuhan seperti itu, bagaimana kira-kira perasaannya? Dia harus mempersiapkan
baik-baik bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan, tetapi dia sendiri tidak bisa masuk. Dia memper-
siapkan segala sesuatu, aturan-aturan dan prasarana untuk bangsa Israel nantinya hidup di tanah
perjanjian itu semua dengan sangat teliti tetapi dia sendiri akhirnya tidak menikmati dan
mengalaminya. Pertanyaan ini muncul di dalam hati saya, kalau engkau berada di posisi yang sama
seperti Musa apakah engkau dan saya tetap melakukan dan menjalankan hal itu?

Kecewa itu muncul di dalam hati kita karena kita tidak sanggup bisa menyatukan dua hal di dalam
hati kita, di satu sisi memelihara ketekunan yang merupakan satu disiplin kita. Itu sebab mengapa
Paulus bilang pengharapan orang Kristen itu bukan hanya di dalam keadaan yang lancar dan aman.
Tetapi kita juga bermegah di dalam pengharapan kita walaupun kita berada di dalam kesengsaraan
sebab kita tahu kesengsaraan itu mendatangkan ketekunan dan karakter, dan pengharapan itu tidak
mengecewakan.

Di dalam 2 Kor.1:3-7 Paulus menyatakan satu reaksi yang sebaliknya terjadi ketika hal-hal yang tidak
diharapkan, hal-hal yang di luar kontrol terjadi, bukan perasaan kesal dan menyesal muncul tetapi
sebaliknya dia terhibur karena dia tahu apa arti dan tujuan dari semua peristiwa itu. Dia melihat di
balik semua itu ada arti dan makna. Dia terhibur bukan karena dia tidak mengalami semua hal yang
81

tidak enak itu. Dia terhibur bukan karena dia tidak menghadapi semua kesulitan dan penderitaan.
Tetapi di dalam semua itu hatinya tidak kesal dan tidak menyesal kenapa semua itu terjadi. Paulus
tidak kecewa kenapa hal-hal yang tidak baik itu terjadi atas dia. Menghadapi itu dia terhibur. Bagi
saya itu respons yang sangat indah dari hidup orang Kristen yang mengerti di situ tangan kasih setia
Tuhan beserta dengannya.
Maka Paulus bilang pengharapanmu kepada Tuhan tidak akan pernah mengecewakan engkau.
Mengapa? Karena pengharapan kita ada di dalam kasih Allah yang dicurahkan dalam hati kita oleh
Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Bagaimana saya tahu pengharapan itu riil dan tidak
palsu? Paulus menyebut dua hal. Pertama, secara objektif Allah mengasihi kita. Apa bukti dari kasih
itu? Lihatlah pada kayu salib, kata Paulus. Ada buktinya di dalam sejarah hidup manusia yaitu Kristus
sudah mati bagi engkau dan saya. Itu bukti kasih Allah yang pasti membawa pengharapan di
dalamnya tidak akan kecewa. Yang kedua, secara subyektif, kasih itu bisa engkau nikmati dan rasakan
yaitu kasih itu dicurahkan di dalam hati kita oleh kehadiran Roh Kudus. Kehadiran Roh Kudus di
dalam hatimu tidak kelihatan tetapi engkau bisa menikmati kasih Allah, engkau bisa merasakan
pengharapan yang tidak mengecewakan itu di dalam hatimu sebab Roh Kudus memberikan kita
kesadaran dan membuat kita mengalami kasih Tuhan dengan melimpah dalam hati engkau dan saya.

Di dalam Roma 5:6-7 selanjutnya Paulus bicara mengenai ada orang mau mati untuk orang baik tetapi
jarang ada orang mau mati untuk orang benar. Ayat ini bagi saya sangat menarik, sebab dengan
membuat kalimat ‘biar pengharapan kita tidak kecewa kepada Allah’ Paulus kemudian
membandingkan kasih Allah itu dengan kasih manusia. Kita gampang kecewa sebab kita mengukur
kasih Allah seturut dengan pemahaman kasih kita. Kasih manusia itu walaupun standarnya paling
tinggi, tetap kasih itu tidak sanggup bisa menjadi standar perbandingan kasih Allah. Kasih manusia
yang standarnya paling terbaik itu diperlihatkan dengan ada orang yang mungkin mau mati untuk
orang baik. Kita terngiang dengan kalimat Tuhan Yesus,’ jika engkau berbuat baik kepada orang yang
berbuat baik kepadamu, apakah jasamu? Karena orang yang tidak percaya Tuhan juga mengasihi
orang seperti itu’ (Luk.6:32-33) . Kalau kita hanya mengasihi keluargamu, suamimu, isterimu, anak-
anakmu, kerabatmu, apa jasamu? Orang yang jahatpun tahu mengasihi isteri dan anak-anaknya.
Tetapi biar kemurahan hati kita sama seperti kemurahan hati Allah. Manusia sekuat-kuatnya
mengasihi orang lain, tetap ada motivasi yang tersembunyi yang tidak kelihatan yaitu hati kita normal
lebih cenderung memang membalas kepada orang yang baik kepada kita. Orang itu rela mati untuk
orang baik, artinya orang itu sudah membikin jasa dulu kepada dia maka dia rela untuk membela dia
habis-habisan.
Lebih bagus mana, jadi orang baik atau jadi orang benar? Orang benar mungkin tidak baik di mata
orang, tetapi orang baik selalu dilihat benar oleh orang. Kebenaran orang itu mungkin menusuk hati
kita. Saudara pergi ke dokter yang sungguh-sungguh menyatakan semua sakit kita sampai kita jadi
marah sama dia, atau saudara lebih suka ke dokter yang bilang ‘tidak ada apa-apa, semua bagus’
tetapi seminggu kemudian kita mati, mana yang saudara suka? Itu yang dialami oleh papa saya.
Kurang lebih 14 dokter THT bilang tidak apa-apa, cuma satu dokter yang bilang ‘ada apa-apa.’ Papa
saya paling kesal sama dia dan menuduh dia ada motif yang tidak baik. Kalau kita lihat
perbandingannya 1:14 memang seolah dia yang tidak benar, tetapi akhirnya terbukti justru yang satu
itu yang benar, yang 14 lain yang salah. Suara papa saya sengau enam bulan lamanya. Saya masih
ingat ada satu dokter yang bilang, ‘bindeng itu karena pita suaranya sudah loncer.’ Akhirnya papa
82

saya sakit dan tidak bisa tertolong. Orang-orang dunia yang terbaik mencintai tetap ada motivasi
yang tidak kelihatan dan yang tersembunyi. Dia rela mati untuk orang yang memang melakukan
sesuatu yang baik dan berjasa atau dikenali memang layak dibela. Itu sebab kadang-kadang kita
kecewa. Kita kecewa sebab kita sudah berbuat baik kepada orang itu dan dibalas tidak setimpal
dengan apa yang kita lakukan kepadanya. Itu sebab kita gampang kecewa karena kita mengharapkan
balas kembali dari hal yang baik dan pengorbanan yang kita beri kepada orang lain tetapi kita tidak
mendapatkannya, itu sebab kita kecewa. Dengan membandingkan hal itu maka Paulus memberikan
kontras yang dalam di sini, kenapa kasih Allah kepadamu pasti membuat engkau tidak akan kecewa
kepada Tuhan. Dia memberikan tiga kata yang memperlihatkan derajat bagaimana cinta kasih Tuhan.
Ayat 6 ,kapankah Tuhan mengasihi engkau dan saya? Pada waktu kita masih lemah. Ayat 8, kapankah
Allah mengasihi kita? Bukan saja pada waktu kita masih lemah, tetapi masih berdosa memberontak
kepada Dia. Ayat 10 , kapankah Dia mengasihi kita? Waktu kita masih menjadi musuh Tuhan. Manusia
mengasihi manusia lain sebab manusia itu baik kepada dia. Tetapi Allah kita tidak seperti itu.
Sebelum engkau bisa mengasihi Tuhan, Dia sudah mengasihi engkau terlebih dahulu. Lemah berarti
tidak punya kekuatan untuk berbuat baik. Ada orang yang hidupnya masih bagus, paling tidak hidup
dia tidak merusak hidup orang lain. Tetapi kondisi hidup kita tidak seperti itu, kata Paulus. Bukan saja
kita masih lemah, waktu kita berdosa melawan Tuhan dan menjadi musuh Tuhan, Kristus sudah mati
untuk kita, Allah sudah menebus kita terlebih dahulu. Itu sebab kasih Allah tidak akan pernah
mengecewakan kita.

Kalau Allah sedemikian mengasihi kita, mari kita melihat ini di dalam aplikasi praktisnya. Seperti
Kristus berkata, biar hati kita penuh dengan kemurahan sama seperti Bapa kita yang di surga murah
hati adanya. Kalau hati kita hari ini diliputi oleh kekecewaan, coba pikir baik-baik, mungkin kita
kurang mengerti cinta kasih Tuhan sehingga kita tidak belajar bermurah hati mengasihi orang lain
tanpa mengharapkan balas jasa ataupun perlakuan yang tidak baik darinya tetap tidak menutup hati
kita terus bermurah hati kepadanya. Kalau kita kesal dan kecewa terhadap hal-hal yang tidak terduga
terjadi di dalam hidup kita, mungkin kita tidak mengerti bahwa di balik peristiwa itu ada tangan
Tuhan yang akan menenunnya menjadi keindahan bagi kita.
Maka ubah reaksi hati kita. Waktu berada di dalam keadaan susah dan sengsara, Paulus bilang,
hatiku bermegah. Kita tidak sanggup bermegah mungkin karena itu terlalu berat, tetapi keluar kata
ini, hatiku dihibur. Hibur berarti ada kesedihan tetapi Tuhan membuat hati kita menjadi tenang dan
lapang. Melalui situasi itu kita terhibur karena kita tahu ada maksud dan rencana Tuhan di situ. Itulah
respons kita yang hari ini saya minta kepada saudara yang sudah mengenal kasih Tuhan. Kasih itu
tidak mengecewakan engkau yang sudah pernah menikmati kasih-Nya. Pulang dan jadikan hidupmu
lebih aktif bermurah hati mencintai orang lain. Jangan berespons dengan kecewa kalau kita
mendapat perlakuan yang menurut kita tidak sesuai dengan apa yang sudah kita kerjakan. Toh
Allahpun tidak berlaku seperti itu kepada engkau dan saya, bukan? Waktu engkau masih musuh
Tuhan, Dia sayang kepadamu. Waktu engkau tidak sayang kepada Dia, Dia sudah terlebih dahulu
sayang kepadamu. Biar ini memberi hati kita penuh dengan kemurahan.
83

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 6/12/2009

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 15

Kristus - representasi yang membenarkan kita

Nats: Roma 5: 12-21

12 Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu
juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa.
13 Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak
diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat.
14 Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga
atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh
Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang.
15 Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran
satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia
Allah dan karunia–Nya, yang dilimpahkan–Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu
Yesus Kristus.
16 Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu
pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas
banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran.
17 Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar
lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan
hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.
18 Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian
pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup.
19 Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa,
demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.
20 Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana
dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah–limpah,
21 supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa
oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

“Sebab itu sama seperti oleh satu pelanggaran demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua
orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Roma 5:18) . Baik di dalam teologi, baik di dalam agama,
baik di dalam dunia filsafat maupun di dalam dunia pendidikan pertanyaan soal ‘darimana
sumbernya dan munculnya ada tendensi manusia berbuat jahat dan darimana datangnya kejahatan
84

itu?’ sudah menjadi satu perdebatan yang panjang dan rumit adanya. Sekalipun mungkin dunia
edukasi dan psikologi tidak mau menerima kata ‘dosa,’ dan menggantinya dengan kata ‘kejahatan’
atau kata ‘transgressions,’ mereka mengaku dengan sama ini adalah fakta hidup dari manusia bahwa
kejahatan itu ada. Tinggal pertanyaannya, darimana hal seperti itu muncul di dalam hidup manusia?
Kira-kira tahun 1960-an dunia pendidikan dipengaruhi oleh pikiran filsafat yang berkata sebenarnya
bayi atau anak itu lahir seperti sehelai kertas putih yang bersih adanya. Yang menyebabkan
seseorang itu bertendensi jahat, melakukan transgression dan kejahatan di dalam dunia ini secara
melanggar hukum dan asusila itu disebabkan oleh faktor di atas kertas putih itu engkau mau menulis
dengan tinta apa. Engkau menuliskan dengan tinta emas, maka dia akan menjalani satu hidup yang
sukses, tetapi kalau engkau menuliskan dengan tinta yang hitam dan pekat maka jadilah
kehidupannya penuh dengan segala kegelapan.
Itu sebab tidak heran dunia sekarang berangkat dengan optimisme seperti ini. Dunia ini bisa menjadi
lebih baik. Kejahatan bisa dihapus dan dihilangkan dari dunia karena mereka tahu darimana asal
kejahatan itu muncul. Kejahatan timbul akibat manusia hidup di dalam kemiskinan dan kebodohan.
Maka menurut mereka, dunia akan menjadi lebih baik jika dua hal ini diperbaiki, yaitu faktor
pendidikan dan faktor kesejahteraan hidup diperbaiki. Jika faktor pendidikan diperbaiki, jika orang
lebih tinggi edukasinya, jika orang diajarkan hal-hal yang baik di dalam kehidupannya, maka dengan
sendirinya meminimalkan segala pelanggaran dan evil di dalam dunia ini. Optimisme kedua adalah
kalau orang itu mendapatkan makanan dan kesejahteraan hidup semakin dipelihara baik,
kesenjangan antara kaya dan miskin tidak ada lagi, maka dengan sendirinya dunia akan lebih baik,
kita akan hidup seperti saudara satu sama lain, dan lama-lama dunia ini tidak lagi memiliki faktor
kejahatan. Tetapi optimisme seperti ini sudah berjalan lima puluh tahun, mereka tidak menemukan
apa yang dicita-citakan ini bisa berjalan dengan baik. Justru makin tingginya pendidikan seseorang,
makin kayanya seseorang, makin mudah bagi mereka melakukan kejahatan di dalam dunia ini. Cuma
bedanya, yang bodoh gampang ketahuan dan ketangkap, yang pintar bukan saja tidak mengaku dia
melakukan kesalahan, yang menangkapnya malah dipersalahkan. Yang pintar bisa merubah angka
nol menjadi banyak, yang bodoh paling-paling hanya menjadi tukang copet yang ambil dompet orang
yang isinya hanya $10. Itu sebab tidak mungkin manusia bisa mendapatkan perbaikan dari akar evil
dan dosa melalui edukasi dan kesejahteraan yang diperbaiki.

Betulkah manusia lahir sebagai kertas putih? Mungkin secara pikiran filosofis itu masuk akal, tetapi
secara fakta dan pengalaman sehari-hari engkau dan saya akan setuju, sudah berusaha mendidik
anak baik-baik, sudah berusaha menanamkan pikiran yang baik kepada anak, aneh sekali, jangankan
sampai tunggu anak itu besar, belum berumur setahun saja biarpun lucu sudah ketahuan ‘jahat’-nya.
Dapat darimana hal seperti itu? Ini adalah pengalaman yang memberitahukan kepada kita bagaimana
bisa ada tendensi hal seperti itu di dalam diri seseorang biarpun dia masih sangat muda. Agama
mencoba memberikan jawaban akan hal ini. Buddhism mengatakan segala hal yang jahat dan salah di
dalam hidup manusia di dunia ini muncul karena manusia memiliki keinginan atau desire. Kesusahan,
kesulitan hidup dan samsara terjadi disebabkan karena ada desire di dalam hidupmu, itu sebab
Buddhism mengambil sikap bagaimana bisa mencapai nirwana yaitu a state of condition dimana
desire tidak ada lagi yaitu dengan membuang segala keinginan dari dalam dirimu. Jadi konsep
tentang nirwana di sini berbeda dengan surga di dalam konsep Kekristenan. Bagi Buddhism nirwana
adalah satu tempat dimana kita tidak lagi memiliki keinginan sebab keinginan menjadi akar dan dasar
85

timbulnya kesusahan dan kesengsaraan di dalam hidup manusia. Roh jiwa manusia begitu gampang
berubah. Grafik saham naik turun, roh orang yang punya uang ikut fluktuasi juga. Waktu saham naik,
yang uangnya banyak jadi senang. Waktu saham turun, yang punya uang yang paling susah. Naik
turunnya saham tidak akan berpengaruh kepada orang yang tidak punya uang. Yang lucunya, kalau
sudah tidak punya uang tetapi masih kuatir dengan pergerakan saham, bodohlah kita. Maka kata
Buddhism, kenapa hidupmu susah? Karena kamu punya keinginan. Coba kalau itu tidak ada, maka
kamu pasti akan menjalani satu hidup yang indah adanya. Keinginan adalah sumber kejahatan,
demikian kata mereka. Namun kembali lagi, buat saya keinginan untuk tidak punya keinginan, juga
keinginan. Tidak mungkin kita hidup tanpa ada keinginan sebab keinginan itulah yang menjadikan
kita ingin meraih sesuatu yang lebih tinggi, lebih baik, lebih suci di dalam hidup ini.

Maka darimana datangnya kejahatan itu? Kalau itu pembawaan sejak lahir ada di dalam natur
manusia sehingga bisa keluar kalimat ini, “saya manusia, saya bukan sempurna” apakah berarti lahir
sebagai manusia itu ketidaksempurnaan sudah ada di dalam diri kita? Kalau sudah ada di dalam diri
kita itu berarti lumrah kita berbuat salah, dsb. Maka kalau ditarik ke belakang selanjutnya kita tidak
perlu lagi memberi pertanggungan jawab kepada siapapun karena kita sudah lahir seperti itu adanya.
Kalau ditarik selanjutnya Tuhanpun tidak boleh memperkarakan kesalahan yang kita buat karena
memang kita sudah terlahir ketidaksempurnaan seperti itu. Kalau kejahatan itu adalah faktor
eksternal dari luar, atau itu adalah faktor internal karena ada desire di dalam diri manusia, kembali
kepada pertanyaan ini: darimana datangnya kejahatan itu? Apakah kejahatan sudah ada dari awal
manusia ada? Kalau kejahatan itu sama-sama ada dari awal, apakah Tuhan menciptakan kita seperti
itu? Kalau Tuhan menciptakan kita seperti itu, apakah berarti kita harus bertanggung jawab kepada
Tuhan karena faktor penciptaan yang tidak sempurna seperti itu?

Kita bersyukur Roma 5 merupakan jawaban dari Alkitab yang indah luar biasa mengenai pertanyaan
ini yang tidak ada dimana-mana. Di dalam Roma 5 ini Paulus mengatakan awalnya Tuhan cipta
manusia sempurna, tidak ada dosa. Tetapi kenapa kita semua sama-sama akhirnya berdosa? Di sini
muncul konsep yang sangat menarik. Banyak orang sulit menangkap dan menerima kalau Adam yang
berdosa, kenapa aku yang kena getahnya? Tetapi bagi saya ini merupakan jawaban yang penting
sekali. Pertama, berarti Tuhan bukan sumber dari kejahatan. Tuhan tidak pernah menciptakan
manusia dengan unsur jahat di dalamnya. Tuhan menciptakan manusia dengan the true
righteousness di dalamnya. Karena Adam berdosa, kenapa kita akhirnya terlahir juga berdosa? Roma
5 memberikan jawaban sebab Adam dijadikan Tuhan sebagai representatif kita. Saudara rasa itu

tidak adiil? Tidak apa-apa. Saudara juga boleh jadi representatif kalau mau, tapi maaf, secara urutan
Adam sudah duluan diciptakan Tuhan maka itu menjadi hak dia.
Kalaupun kita yang menjadi representatif, kita juga akan melakukan dosa seperti Adam. Adam
sebagai manusia pertama, maka di dalam diri Adam seluruh umat manusia berada. Dia menerima
perjanjian yang disebut di dalam teologi sebagai ‘perjanjian kerja’ waktu Tuhan mengatakan “Jangan
makan buah pohon ini, pada waktu engkau makan engkau akan mati.” Darimana datangnya dosa dan
kejahatan itu? Di dalam teologi ada satu kata yang dipakai yaitu “original sin.” Ini adalah satu istilah
yang banyak orang tidak suka dengar. Ada orang yang menyebutnya dosa asal atau dosa turunan.
Kita berdosa karena kita semua sudah berada di dalam Adam dan Adam menjadi wakil kita. Sehingga
pada waktu Adam bersalah, kita semua dikenakan kesalahan yang sama dengan Adam. Dosa turunan
tidak boleh dimengerti bahwa karena Adam bersalah sesudah dia mati maka seluruh dosanya
86

diturunkan kepada keturunan yang selanjutnya. Kalau begitu celakalah yang lahir paling belakangan
karena akan mewariskan dosa paling banyak. Dosa turunan bukan dalam pengertian seperti itu. Dosa
turunan berarti Adam pertama menjadi wakil manusia. Di situ pertama kali terjadi perjanjian antara
Tuhan dengan manusia. Saudara dan saya tidak bisa memprotes bahwa hal itu tidak adil dan tidak
mau Adam menjadi wakil kita karena Tuhan menciptakan dia menjadi manusia pertama dan Tuhan
mengadakan perjanjian ini. Adilkah hal ini? Bagi saya adil sekali. Itu sebab Paulus memberikan satu
komparasi di dalam Roma 5 dimana Adam pertama sebagai wakil seluruh manusia, dan “Adam yang
terakhir” yaitu Kristus menjadi wakil orang percaya. Satu orang telah berdosa maka semua kita
menjadi berdosa karena dia mewakili kita di hadapan Tuhan Allah. Tetapi Kristus menjadi wakil kita,
karena ketaatan-Nya di hadapan Tuhan maka semua orang yang berada di dalam Kristus menjadi
dibenarkan.
Maka ini menjawab pertanyaan darimana datangnya kejahatan di dalam dunia ini, yaitu karena
Tuhan menjadikan Adam sebagai wakil representatif kita. Karena Adam sebagai wakil kita tidak taat
maka semua yang ada di bawah dia juga hidup di dalam ketidaktaatan. Hal yang kedua yang terjadi
adalah bukan saja kesalahan Adam membawa kita semua berdosa, tetapi semua keturunan Adam
memiliki natur berdosa. Dalam Mzm.51 Daud menyatakan keluhan itu, “Di dalam dosa aku dikandung
ibuku…” ini bukan di dalam pengertian masih janin sudah berbuat dosa. Kalimat ini berarti semua
kita lahir di dalam nature penuh dosa karena kita semua berada di dalam Adam. Dengan konsep ini
Saudara yang belajar science dan biologi mungkin mendapat konsep bahwa manusia berawal dari
benua Afrika dan ada sumber lain yang menurunkan jenis manusia. Bagi saya konsep ini berbahaya
sekali karena kalau demikian berarti ada ras dari umat manusia yang tidak berasal dari satu ras yaitu
Adam, dimana ras itu tidak mengalami dosanya Adam. Mengapa kita mengatakan manusia pertama
itu pasti Adam dan harus Adam? Karena dengan demikian Adam bersalah membuat semua umat
manusia yang berada di atas muka bumi ini mengalami dosa dan kesalahan Adam. Tetapi yang ingin
diangkat oleh Paulus di dalam Roma 5 ini adalah dengan memberikan perbandingan ini Paulus hanya
ingin mengatakan betapa dahsyat hasil penebusan yang diberikan oleh Tuhan kita Yesus Kristus.
“How much more…” dua kali dipakai oleh Paulus di bagian ini. Di ayat 10 ”...jika kita masih seteru
sudah diperdamaikan dengan Allah di dalam kematian-Nya, ‘lebih-lebih lagi’ kita pasti akan
diselamatkan oleh hidup-Nya!” Di ayat 17 ”...by the trespass of the one man, death reigned through
that one man, how much more will those who receive God’s abundant provision of grace and of the
gift of righteousness reign in life through the One man, Jesus Christ.”

Maka Roma 3-5 Paulus menutup bagian yang berbicara mengenai penebusan dari Tuhan Yesus
Kristus. Di pasal 4 dia bicara bahwa keselamatan itu semata-mata adalah anugerah dan tidak ada jasa
dan kebaikan dari diri kita yang bisa kita bawa di hadapan Tuhan. Tetapi pasal 5 dia bicara lebih
dahsyat lagi, bukan apa yang ada di dalam diri kita tetapi sepenuhnya anugerah dari diri Tuhan, maka
ini menjadi anugerah yang luar biasa bagi kita. Kenapa? Karena sebelum kita bisa berespons, Tuhan
sudah mati bagi kita. Kalau kematian-Nya sudah menebus kita dari dosa, Paulus memberi pengertian
yang lebih dalam lagi, sekarang di dalam kebangkitan dan hidup Yesus, ‘how much more’ yang Dia
berikan bagi kita. Bukan saja kita diselamatkan tanpa jasa dari kita, tetapi juga keselamatan itu begitu
aman, begitu indah di dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Mengapa pengharapan kita kepada Allah di
dalam Yesus Kristus itu tidak akan mengecewakan kita? Karena Paulus ingin mengatakan janji Tuhan
itu tidak kosong, sebab Tuhan yang berjanji itu bukan saja sudah pernah mati menebus dosamu,
87

dengan hidup-Nya Dia sekarang jaminan keselamatan itu tidak akan hilang dan lenyap untuk selama-
lamanya. Hidup Kristus sungguh-sungguh menjadi jaminan yang indah bagi engkau dan saya. Di
dalam ketaatan-Nya sampai mati di kayu salib, kematian-Nya menebus dan mengganti kita. Jaminan
keselamatan itu menjadi jaminan yang kekal selama-lamanya sebab Tuhan yang kita sembah adalah
Tuhan yang hidup selama-lamanya.
Pada waktu dunia mengecewakan kita, pada waktu segala yang ada di sekitar kita tidak memberi
pengharapan, Tuhan yang hidup itu menggembalakan hidup kita dengan kesetiaan dan kedaulatan-
Nya.
Dia memberi penghiburan dan kekuatan. Apa yang Dia janjikan pasti akan Dia laksanakan dan berikan
kepada kita.
88

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 10/1/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 16

Pengudusan orang percaya

Nats: Roma 6: 1-14

1 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya
semakin bertambah kasih karunia itu?
2 Sekali–kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di
dalamnya?
3 Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis
dalam kematian–Nya?
4 Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama–sama dengan Dia oleh baptisan dalam
kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh
kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
5 Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian–Nya, kita juga akan
menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan–Nya.
6 Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita
hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.
7 Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.
8 Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.
9 Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi:
maut tidak berkuasa lagi atas Dia.
10 Sebab kematian–Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama–lamanya,
dan kehidupan–Nya adalah kehidupan bagi Allah.
11 Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu
hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.
12 Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu
jangan lagi menuruti keinginannya.
13 Dan janganlah kamu menyerahkan anggota–anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai
sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang–orang, yang
dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota–anggota tubuhmu kepada
Allah untuk menjadi senjata–senjata kebenaran.
14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum
Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.
89

Kita sekarang masuk ke dalam bagian kedua dari surat Roma yaitu pasal 6-8 dimana Paulus khusus
bicara mengenai sesudah kita dibenarkan Tuhan, bagaimana hidup Kristen kita selanjutnya. Maka
pasal 6-8 bicara mengenai persucian atau pengudusan. Secara garis besar, di pasal 6 Paulus bicara

mengenai dasar dari pengudusan, di pasal 7 dia bicara mengenai peperangan rohani kita di dalam
pengudusan dimana dia bicara mengenai pengalaman kehidupan dia sendiri, ‘apa yang aku mau,
yang baik dan yang seharusnya kulakukan, justru ada hukum yang lain yaitu hukum dosa yang ada di
dalam diriku yang terus menarik aku untuk melakukan apa yang aku tidak kehendaki.’ Kemudian di
pasal 8 Paulus bicara mengenai hidup pengudusan kita tidak lepas dari karya Roh Kudus yang sudah

ada di dalam hidup kita. Bicara mengenai konsep pengudusan, mari kita taruh kesimpulan yang ada
di pasal 8:37 dimana kita menyaksikan bahwa hidup kita di atas muka bumi ini adalah satu hidup yang
harus dijalani dengan prinsip ini: hiduplah sebagai orang Kristen yang lebih dari orang-orang yang
menang. Dalam bahasa Inggrisnya “more than conqueror.” Walaupun kadang-kadang di dalam
peperangan rohani kita kalah di dalam satu peperangan, tetapi kita percaya kita pasti akan menang
di dalam pertempuran yang terakhir. Itu sebab Paulus memakai kalimat ini, “we are more than
conqueror.”
Mengawali pembicaraan mengenai pengudusan ini Paulus memberikan satu prinsip penting:
pembenaran atas hidup kita terjadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan bagaimana cara kita
hidup. Tidak ada kaitannya dengan kamu berbuat baik kepada Tuhan lalu Tuhan merasa
berkewajiban harus menyelamatkan kita. Sama sekali itu tidak ada. Justru Paulus kemudian
berargumentasi kepada orang Yahudi, jangan pikir karena kamu memiliki hukum Taurat, jangan
membunuh, jangan mencuri, dsb maka hidupmu lebih bersih, lebih suci, lebih bermoral daripada
orang lain. Justru dengan adanya hukum Taurat malah membuktikan kita tidak sanggup untuk
memenuhi dan melakukan hal itu. Maka Paulus berani mengambil kesimpulan di pasal 5:20b
”...dimana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah…” maksudnya
makin banyaknya kelimpahan orang berdosa tidak sanggup bisa mengalahkan makin berlimpahnya
anugerah penebusan di dalam Yesus Kristus. Artinya, jangan pikir orang yang lebih jahat daripadamu
itu lebih membutuhkan Yesus Kristus. Itu sebab Yesus pernah mengeluarkan kalimat, “Orang sehat
tidak perlu dokter, tetapi orang sakit…” maksudnya tidak berarti orang Farisi itu sehat maka tidak
perlu Yesus, tetapi maksudnya kalau mereka merasa tidak perlu Tuhan, betapa kasihannya mereka.
Itu maksud perkataan Yesus.
Tetapi banyak orang berpikir, kalau apa yang kita lakukan itu tidak ada kaitan dengan pembenaran di
hadapan Tuhan, maka melahirkan kemungkinan sisi efek yang berbahaya. Sisi efek-nya adalah kalau
saya bisa masuk surga dan dibenarkan di hadapan Tuhan semata-mata oleh karena karya Yesus
Kristus dan tidak ada kaitannya dengan perbuatan saya, kalau begitu saya bisa berbuat apa saja di
dalam hidup ini. Hidup saja sejahat-jahatnya sampai nanti tinggal lima menit sebelum mati baru
percaya Yesus, toh masuk surga juga. Orang yang berpikir seperti itu lupa satu hal yaitu masalahnya
bukan kita yang mengontrol panjang pendeknya hidup kita. Paulus mengatakan kita tidak boleh
berkata kita boleh sembarangan hidup menjadi orang Kristen. Justru sesudah dibenarkan, mari kita
hidup menyerahkan anggota-anggota tubuh kita dipakai menjadi senjata kebenaran Allah. Paulus
bilang, bolehkah saya bertekun terus di dalam berbuat dosa supaya anugerah Tuhan semakin
banyak? Sekali-kali tidak. Maka setelah Tuhan membenarkan kita tidak berarti hidup kita tidak
mengalami perubahan. Tetapi pengudusan dan hidup yang berubah harus dimengerti dengan jelas,
dia bukan sudah dibenarkan lalu plus berbuat baik baru masuk surga. Tetapi bagaimana kita
90

memahami konsep pengudusan orang percaya? Paling tidak ada enam point yang penting untuk kita
memahami konsep persucian orang Kristen.
Pertama, pengudusan berarti telah terjadi suatu penggabungan yang sangat mistis antara orang
percaya bergabung dengan seluruh aktifitas hidup Tuhan Yesus. Paulus mengatakan, tidak tahukah
engkau waktu Kristus mati kita juga mati di situ dan waktu Kristus bangkit kita juga bangkit bersama-
sama Dia? Kalau kita sudah mati bersama Kristus dan sudah bangkit bersama Kristus, siapakah kita
yang bisa mengatakan bahwa hidup kita ini tidak ada kaitannya dengan Kristus? Di dalam teologi hal
ini disebut sebagai “mystical union with Christ,” dimana terjadi suatu penggabungan secara mistis
antara orang percaya dengan Kristus. Kenapa disebut mistis? Sebab itu bukan penggabungan secara
fisik. Yesus datang secara fisik 2000 tahun yang lalu, tetapi kita belum ada pada waktu itu. Maka
teologi memakai kata ‘mystical union’ ini, sesuatu yang misteri terjadi. Itu sebab mengapa hidup kita
sesudah diselamatkan oleh Kristus kita tidak disebut “we believe to Christ” tetapi Alkitab mengatakan
“we believe into Christ.” Kepercayaan kita kepada Kristus berarti saya bergabung bersama Kristus. Itu
istilah yang dipakai oleh Paulus. Maka waktu kita percaya Yesus, kita bukan lagi diri kita tetapi sudah
menjadi milik Kristus. Kita mati bersama Kristus, kita bangkit bersama Kristus. Dalam Roma 6:9-11 kita
sudah bangkit bersama Kristus tetapi sesudah kita percaya Kristus secara fakta fisik kita suatu hari
akan mati, tetapi hidup perjalanan kita menuju kematian tidak boleh dikalahkan oleh kematian. Itu
sebab kita harus memandang kematian itu hanya pintu sementara, sesudah itu kita akan bangkit,
memiliki tubuh kemuliaan dan tidak akan mati lagi selama-lamanya.

Konsep mystical union with Christ ini penting sekali, karena banyak penafsir setuju ini adalah konsep
teologi yang sangat unik dari rasul Paulus. Kenapa Paulus sangat menekankan konsep kita sudah
bersatu dengan Kristus? Banyak penafsir setuju, itu karena Paulus pernah mengalami kegoncangan
teologis ketika dia bertemu dengan Tuhan Yesus di tengah perjalanan menuju Damaskus (Kis.9:3-5) .
Di situ Paulus bilang, “Siapakah Engkau, Tuhan?” Lalu Tuhan berkata, “Akulah Yesus yang kamu
aniaya.” Kalimat ini memberikan perubahan di dalam konsep teologis Paulus sebab Paulus tidak
pernah menganiaya Yesus secara fisik. Paulus memang menganiaya, memenjarakan dan menyiksa
orang Kristen, tetapi sekarang Yesus mengatakan waktu Paulus menganiaya orang Kristen itu dia
sedang menganiaya Yesus. Maka di situ Paulus sadar orang Kristen berada di dalam diri Kristus
sehingga pada waktu orang Kristen menderita tekanan, penderitaan dan aniaya, Kristus juga
mengalami hal yang sama.
Dengan demikian, Paulus menarik aspek yang lebih dalam lagi, dalam 1 Kor.6:15 karena kita sudah
bergabung dengan Kristus, artinya segala manfaat yang milik Kristus menjadi milik kita. Dia mati,
berarti di situ kita mati terhadap dosa. Dia bangkit, berarti kita memiliki kebangkitan kemenangan
terhadap dosa. Waktu engkau dan saya dianiaya, jangan pikir engkau tersendiri karena Kristus juga
mengalaminya. Namun sebaliknya juga waktu engkau membawa tubuhmu pergi ke percabulan,
engkau membawa Kristus ke situ. Itu arti ayat ini. Waktu engkau pergi berbuat dosa, akankah kau
bawa Kristus juga ke sana? Terjadi konsep mystical union di situ. Itu sebab Paulus mengatakan,
sekali-kali tidak. Ini membuat kita mengerti, mawas diri dan menyadari keagungan ini betapa luar
biasa. Itu sebab mengapa di Ef.1:11 Paulus mengatakan suatu hari kita akan mendapatkan bagian
yang telah dijanjikan sebab kita mendapatkannya bersama-sama dengan Kristus. Kita sudah mati
bersama Kristus terhadap dosa dan kita sudah bangkit bersama Kristus, kita sudah memiliki
kemenangan terhadap dosa. Maka mengapa kita harus hidup lagi di dalam dosa?
91

Kedua, pengudusan berarti sudah ada satu kepastian Roh Kudus tinggal di dalam diri orang percaya.
Roma 8:9b ”...jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Roh Kudus sudah tinggal di

dalam diri orang waktu dia menjadi percaya. Maka tidak perlu lagi kita meminta Roh Kudus masuk ke
dalam hidup kita karena Dia sudah di dalam. Dan tidak pula kita berdoa bilang Roh Kudus jangan
pergi dariku. Itu adalah konsep dari PL ketika Roh Kudus belum turun dalam peristiwa Pentakosta.
Jadi Roh Kudus bekerja di dalam PL berbeda dengan Roh Kudus bekerja di dalam PB. Saudara bisa
menemukan ketika Simson berdoa kepada Tuhan maka Roh Tuhan turun ke atasnya dan menjadikan
dia kuat. Kemudian waktu Simson berbuat dosa, dia tidak sadar bahwa Roh Tuhan sudah
meninggalkan dia. Demikian juga dengan Daud. Maka di dalam Mzm.51:13b Daud berdoa agar Tuhan
tidak menarik Roh-Nya yang kudus dari Daud. Di dalam PL Roh Kudus tidak tinggal secara permanen
di dalam diri orang karena belum terjadi secara konsep teologis peristiwa Pentakosta dimana Roh
Kudus diutus dan turun ke dalam kehidupan orang percaya.

Sesudah kita percaya maka Roh Kudus tidak keluar masuk lagi melainkan Dia tinggal di dalam diri
orang percaya. Maka kepada orang yang sudah lahir baru dan sudah percaya saya selalu katakan
tidak ada konsep di dalam Alkitab orang itu bisa menghujat Roh Kudus. Yang ada ialah orang yang
sudah lahir baru mungkin mendukakan Roh Kudus (band. Ef.4:30) . Dia ada di dalam diri kita, Dia
tinggal di dalam diri kita, Dia sudah menjadi materai yang tidak akan pergi lagi. Tetapi pada waktu
kita berjalan hidup mungkin kita bisa mendukakan hati-Nya pada waktu kita tidak berjalan seturut
apa yang Tuhan inginkan. Pengudusan berarti Roh Kudus sudah ada di dalam diri orang itu ketika dia
percaya kepada Kristus. Tidak ada konsep orang itu sudah percaya tetapi Roh Kudus belum datang
kepada dia. Karena Roh Kuduslah yang bisa membuat kita berseru kepada Yesus ‘aku percaya’ dan
diselamatkan.
Ketiga, pengudusan berarti kita sudah hidup bebas dari relasi perbudakan dengan dosa tetapi tidak
dalam pengertian dosa itu dihilangkan dari hidup kita. Ketika kita menjadi percaya relasi kita dengan
dosa itu yang hilang, tetapi kuasa dosa, ‘the power of sin’ is still remains di dalam hidup kita. Ini dua
hal yang penting. Waktu kita bilang ‘Tuhan, ampuni dosaku’ bukan dosa itu dicabut dari diri kita. Dia
tetap tinggal di dalam diri kita. Waktu kita minta ampun kepada Tuhan dan mengaku kita sudah
bersalah kepada Dia, dosa itu tetap tinggal di dalam diri kita. Waktu kita berbuat dosa, itu berarti kita
kembali menyerahkan diri kita di bawah perbudakan dosa. Itu sebab Paulus bilang serahkanlah
anggota tubuhmu menjadi senjata kebenaran dan jangan lagi menjadikan dirimu di bawah
perbudakan dosa. Dosa itu tetap ada. Cuma bedanya, sebelum percaya Tuhan dosa adalah tuan kita,
sesudah kita percaya Tuhan dosa bukan lagi menjadi tuan kita.

Jadi pengudusan berarti hubungan saya dengan dosa sebagai budak dan tuan itu putus. Tetapi dia
tetap memiliki kekuatan dan kuasa yang tinggal di dalam diri kita. Bedanya, dia tidak lagi bisa
memerintah dan mengontrol saya. Roma 6:6 Paulus sangat teliti mengatakan “karena kita tahu bahwa
manusia lama kita telah turut disalibkan supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya maka jangan
memperhambakan diri lagi kepada dosa…” Kenapa Paulus mengatakan ‘tubuh dosa’ dan bukan
hanya menyebutnya ‘dosa’? Sebab dosa tidak hilang kuasanya. Kuasa dosa tetap sama jahatnya di
dalam hidup kita, sebelum kita percaya ataupun sesudah kita percaya. Cuma perbedaannya, kuasa
itu tidak lagi memasuki teritori hidup engkau dan saya. Maka jangan beri tubuhmu diperhambakan
lagi kepada dosa.
92

Keempat, pengudusan berbeda dengan lahir baru. Lahir baru tidak bisa kelihatan secara fisik, tetapi
pengudusan adalah hal yang bisa terlihat secara eksternal di dalam diri seseorang. Pembenaran
merupakan karya Tuhan di dalam membenarkan kita yang tidak bisa nampak dari luar, sehingga kita
tidak bisa melihat mana orang yang sudah dibenarkan dan mana yang belum. Tetapi pengudusan
bisa memiliki ciri-ciri secara eksternal antara lain seperti kalimat Tuhan Yesus di dalam Luk.6:44 , kita
tahu pohon itu baik dari buahnya. Jadi bisa kelihatan secara eksternal. Itu sebab di dalam 2 Kor.13:5
Paulus mengatakan, ujilah dirimu sendiri apakah Kristus tinggal di dalam dirimu atau tidak. Kalau
tidak, suatu hari kita tidak tahan uji. Beriman, memiliki Kristus di dalam diri kita, yang tahu hanya kita
dengan Tuhan. Tetapi pengudusan tidak bisa kita sembunyikan. Paling tidak, kata Tuhan Yesus, kita
bisa melihat buahnya. Walaupun secara attitude perbuatan keagamaan juga mungkin bisa
menghasilkan buah yang sama, yaitu orang itu bisa rendah hati, bisa rajin, bisa cinta Tuhan, dsb.
Mungkin bisa terlihat mirip dan sama, tetapi buah dari pengudusan adalah satu buah yang bisa kita
lihat secara permanen dihasilkan tidak secara munafik oleh kita. Maka Paulus bilang, orang yang
memiliki Roh Kudus di dalam hatinya pasti akan menghasilkan buah Roh Kudus (Gal.5:22-23) .
Kelima, pengudusan merupakan hal yang dikerjakan oleh Roh Kudus tetapi sekaligus juga merupakan
hal yang menjadi tanggung jawab dari semua orang percaya. Berbeda dengan pembenaran yang
100% semata-mata Tuhan yang mengerjakan di dalam hidup kita, pengudusan 100% Tuhan
mengerjakan di dalam hidup kita tetapi 100% juga kita bertanggung jawab sebagai orang percaya juga
menghasilkan hidup yang kudus. Fil.2:12-13 mengatakan kemauan kita untuk suci, kemauan kita
untuk berbuat baik, kemauan kita untuk hidup mencintai mengasihi Tuhan, siapa yang mengerjakan
kemauan itu dan siapa yang menghasilkan kemauan itu di dalam diri kita? Ayat 13 bilang Tuhanlah
yang mengerjakan segala kemauan kita, segala hal yang keluar dari hidup kita. Tetapi ayat 12 Paulus
ingatkan kita untuk mengerjakan keselamatan itu dengan takut dan gentar. Dua hal harus sama-sama
digabung. Maka pengudusan merupakan hak dan tanggung jawab kita sebab di situ ada unsur kita
sudah dimerdekakan dari dosa kita harus terus-menerus berjuang untuk tidak menyerahkan hidup
kita yang sudah ditebus Tuhan kembali di bawah perbudakan dosa. Terus-menerus menjaga
memelihara hidup kita, itu merupakan peperangan rohani yang tidak ada habis-habisnya.
Keenam, pengudusan sekaligus bukan merupakan hal yang final yang mungkin kita kerjakan tanpa
dosa di atas muka bumi ini tetapi tidak berarti pengudusan itu tidak mengalami progress terus-
menerus dari hari ke hari sampai kita bertemu dengan Tuhan. Waktu kita bertemu Tuhan, Alkitab
jelas katakan kita tidak mungkin bisa tanpa dosa dan sempurna. Itu sebab kita memiliki “Doa Bapa
Kami,” yang mengakui dosa kita di hadapan Tuhan. Dalam 1 Yoh.1:8 rasul Yohanes mengatakan
barangsiapa berkata bahwa dia tidak berdosa, dia menipu dirinya sendiri. Tetapi karena
kesempurnaan itu sesuatu yang tidak mungkin, lalu apakah berarti tidak ada maju? Sama sekali tidak.
Pengudusan meskipun tidak membuat kita mencapai satu status yang tanpa dosa, tidak berarti bukan
merupakan satu proses yang mengalami pertumbuhan di hadapan Tuhan. Itu sebab mari kita sama-
sama sesudah menjadi Kristen belajar proses mengalami terus-menerus bertumbuh di hadapan
Tuhan di dalam proses pengudusan hidup kita.
Saya melihat proses pengudusan hidup Paulus yang memperlihatkan progress seperti ini. Dalam 1
Kor.15:9 Paulus mengatakan “Di antara semua rasul, akulah yang paling hina…” Dalam Ef.3:8 Paulus

mengatakan “Di antara semua orang kudus, akulah yang paling hina…” Dan di dalam 1 Tim.1:15
Paulus mengatakan “Di antara semua orang berdosa, akulah yang paling berdosa…” Perlu saudara
93

lihat, surat Korintus ditulis Paulus paling awal, kemudian baru surat Efesus ditulis beberapa waktu
kemudian dan surat Timotius merupakan surat-surat paling terakhir yang dia tulis sebelum mati.
Berarti semakin tua, Paulus semakin peka menyadari betapa dia paling hina bukan saja dari antara
para rasul dan orang Kristen lain, tetapi di dalam perjalanan hidupnya mengikut Tuhan makin lama
makin dekat Tuhan makin merasa di antara orang yang berdosa dia paling berdosa. Makin lihat
anugerah Tuhan begitu besar di dalam hidupnya, makin melihat keindahan cahaya kesucian Tuhan
yang begitu terang, dia melihat dirinya begitu hina dan berdosa. Di sini terjadi paradoks, semakin
pertumbuhan kerohanian seseorang makin maju, proses pengudusannya makin progresif, semakin
dia sadar dia tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.
Maka kita menemukan beberapa point yang penting mengapa Paulus bicara hidup orang Kristen
harus betul-betul memahami konsep pengudusan dengan benar. Pengudusan adalah satu
peperangan rohani. Roma 7 mengingatkan kita, kita tidak boleh lengah sebagai orang Kristen. Tetapi
sebelum sampai di situ, kita diingatkan sebagai orang Kristen mungkin kita bisa kalah dua langkah
tetapi harus maju tiga langkah. Apa kekuatan dan fondasinya supaya kita tidak kalah? Hendaklah
semua kita harus memandang diri “more than conqueror.” Kenapa?
Pertama, karena kita sudah bersatu dengan Kristus. Kematian Dia membuat kita mati terhadap dosa.
Kebangkitan Dia menghidupkan kita dari dosa. Yang kedua, kita memiliki Roh Kudus di dalam hidup
kita. Yang ketiga, ingat baik-baik, kita sudah bebas dan bukan budak dosa lagi. Jangan biarkan kita
menyerahkan diri kita kepada perbudakan dosa lagi. Yang keempat, hendaklah pengudusan itu
memiliki bukti dan buah yang keluar dari hidup kita. Yang kelima, pengudusan itu merupakan
tanggung jawab setiap orang percaya bagaimana kita hidup suci dan kudus di hadapan Tuhan. Yang
keenam, pengudusan itu tidak akan bersifat statis. Dia akan terus maju dan progresif di dalam hidup
kita. Ini semua menjadi kekuatan dan dasar teologis yang penting.
Jadilah orang Kristen yang bertumbuh di tahun ini, mungkin kita bisa kalah di dalam satu peperangan
tetapi kita tidak boleh kalah di dalam pertempuran besar kita. Kita bisa lemah dan mungkin bisa
menanggalkan senjata peperangan kita, dan pada saat itu justru kita gampang diserang oleh senjata
si Jahat.
Biar kita serahkan tubuh kita menjadi senjata kebenaran karena hidup kita sudah menjadi milik
Tuhan yang sudah memerdekakan kita dari dosa. Biar kita boleh berjalan di dalam pimpinan Tuhan.
Kiranya Tuhan memberkati kita.
94

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 17/1/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 17

Penyucian yang progresif

Nats: Roma 6: 14-23

14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum
Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.
15 Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum
Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali–kali tidak!
16 Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai
hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam
dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu
kepada kebenaran?
17 Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu
dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu.
18 Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.
19 Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu
telah menyerahkan anggota–anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan
yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan
anggota–anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada
pengudusan.
20 Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.
21 Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa
malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian.
22 Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba
Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai
kesudahannya ialah hidup yang kekal.
23 Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus,
Tuhan kita.

Roma 6-8 merupakan kelanjutan tema dari pembenaran kita di dalam Yesus Kristus. Pembenaran
tidak terjadi sebab kita berbuat baik maka Allah membenarkan hidup kita. Pembenaran terjadi
semata-mata karena Kristus sudah mati menggantikan dosa kita. Itu sebab pasal 6-8 bicara mengenai
pengudusan orang Kristen. Kita menjalani hidup kudus sebab terlebih dahulu kita sudah dibenarkan.
Bagaimana kita menjalani hidup Kristen kita, khususnya bagaimana saya hidup di dalam pengudusan
hari demi hari? Pertanyaan ini harus dijawab dengan jelas terlebih dahulu. Salah konsep mengenai
95

pengudusan bisa mendatangkan cara hidup orang Kristen yang salah. Pernyataan Paulus, ‘tidakkah
kamu tahu?’ itu menjadi penting untuk mengajar how do you know the aspects of sanctification. Bagi
saya, salah satu kesalahan terbesar yang muncul di dalam Kekristenan adalah konsep pelepasan. Ada
orang mengatakan kalau engkau sesudah menjadi orang Kristen masih melakukan dosa tertentu,
maka dosa itu masih ada di dalam dirimu dan engkau perlu mengalami pelepasan. Ada orang yang
selalu jatuh di dalam dosa perzinahan, hamba Tuhan tertentu mengatakan itu karena masih ada ‘roh
zinah’ di dalam dirinya maka perlu pelepasan. Ada orang waktu kecil dikasih minum air abu hio dari
temple, lalu hamba Tuhan mengatakan itu berarti setan masih ada di dalam dirimu dan harus
dimuntahkan. Ada orang lain bertanya kenapa kalau kebaktian mendengar khotbah selalu
mengantuk? Hamba Tuhan mengatakan itu karena ada ‘roh ngantuk’ di dalam dirimu maka perlu
pelepasan. Setelah menjalani pelepasan maka hidupmu akan bebas dan suci dan terbebas dari dosa-
dosa seperti ini. Kemudian terjadi, tiga bulan selanjutnya orang itu berzinah lagi, orang itu
mengantuk lagi, maka pendeta itu mengatakan roh zinah dan roh ngantuk itu masuk lagi. Pelepasan
adalah konsep yang keliru karena dosa tidak bisa diusir dari hidup orang dan dia memiliki kuasa yang
tetap ada.
Yang kedua, konsep pelepasan menjadi berbahaya karena membuat orang Kristen bisa memaafkan
diri dan mempersalahkan pihak lain yang membuat dia berbuat dosa dan tidak merasa bertanggung
jawab atas dosa yang diperbuatnya. Di sisi lain kita melihat ada kelompok kaum Holiness Movement
yang ada di dalam gereja Metodis yang mengatakan orang Kristen bisa mencapai hidup yang sinless,
suci tanpa dosa di atas muka bumi ini. Akibatnya dengan konsep seperti ini bisa mendatangkan
perasaan salah yang berkelebihan di dalam diri orang Kristen. Saya ingin menerangkan hari ini
konsep mengenai pengudusan yaitu Paulus membahas dua hal yang penting, kita berada di bawah
kasih karunia, maka kita bukan lagi berada di bawah dosa dan tidak berada di bawah hukum Taurat.
Waktu hidup kita ditebus oleh Kristus bukan kuasa dosa itu hilang dari hidup kita, yang ada ialah
wilayahnya berpindah. Tadinya kita berada di dalam wilayah dosa, kita hamba dosa, kita dikuasai
oleh dosa, dosa itu tuan dan kita budaknya. Maka penebusan Kristus membawa kita keluar dari
wilayah dosa dan masuk kepada wilayahnya Tuhan.

Di sini berarti orang Kristen yang sudah ditebus oleh Kristus pada saat yang sama memiliki manusia
baru, nature yang baru, maka attitude kita, sikap kita, keinginan kita sama sekali baru yaitu mau
melakukan apa yang Tuhan mau, meskipun pada saat yang sama dosa itu tetap tinggal di dalam
hidup kita. Cuma bedanya, dulu dosa adalah tuan kita, sekarang meskipun dosa tetap ada di dalam
kita, dia bukan lagi tuan kita. Dulu sebelum kita percaya Kristus, dosa memiliki kuasa dan power yang
betul-betul ganas, dahsyat dan menipu dan sepenuhnya mengontrol kita sehingga tidak bisa tidak
kita pasti menaatinya. Sekarang sesudah kita percaya Kristus, kuasa dan sifat dosa tetap sama namun
dosa tidak lagi bisa mengontrol kita. Kita bisa mengatakan tidak terhadap dosa. Itu sebab Tuhan
Yesus mengatakan jangan lagi memperhambakan hidupmu di bawah kuasa dosa. Artinya, kuasa dosa
tetap ada tetapi kita bisa untuk tidak memperhambakan diri kepadanya.
Seorang hamba Tuhan bernama J.C. Ryle mengatakan, “True Christianity is a fight.” Kekristenan yang
sejati adalah satu hidup peperangan. Dengan konsep itu maka kita menyadari arti pengudusan bukan
dosa itu dilepas begitu saja dari kita, dia tetap tinggal di dalam kita dan kita hidup berjuang hari demi
hari bagaimana berperang mengatakan tidak, never surrender lagi di bawah kuasa dosa. Dengan
demikian, mungkinkah hidup orang Kristen bisa hidup sempurna tanpa berbuat dosa lagi di dalam
96

dunia ini? Jawabannya, tidak. Di dalam “Doa Bapa Kami” Tuhan Yesus mengajar kita untuk meminta
pengampunan akan dosa kita kepada Bapa. Dalam 1 Yoh.1:8 tertulis barangsiapa mengatakan dia
tidak lagi berdosa maka dia adalah penipu dan kebenaran tidak ada di dalam dia. 1 Yoh.3:9
mengatakan “Setiap orang yang lahir dari Allah tidak berbuat dosa lagi sebab benih ilahi tetap ada di
dalam dia…” Orang Kristen memiliki ciri pertumbuhan di dalam kesucian, yaitu kalau dia sudah lahir
dari Allah orang itu tidak lagi berbuat dosa. Kalimat ini mungkin kurang terlalu tepat diterjemahkan
karena berdasarkan tenses-nya kalimat itu lebih tepat dikatakan ‘will not continuously to sin’. Artinya
orang sudah mengalami lahir baru tidak akan terus-menerus berbuat dosa. Maka mungkinkah kita
bisa jatuh dan khilaf? Mungkin saja. Tetapi tidak pernah menjadikan itu sebagai sesuatu kekhilafan
yang terus-menerus.

Kalau ada orang bilang ‘orang itu sudah mengaku sebagai orang Kristen, sudah dibaptis, sudah ikut ke
gereja, tetapi kenapa hidupnya tidak mengalami perubahan?’ Kita tidak bisa melihat ciri eksternal
bahwa seseorang itu sudah lahir baru. Kita tidak bisa melihat ciri eksternal bagaimana pembenaran
itu sudah terjadi atas diri seseorang. Yesus berkata, lahir baru itu seperti angin yang bertiup. Kita
cuma bisa rasakan kehadirannya tetapi tidak bisa melihat angin itu darimana dan kemana berlalunya,
demikian halnya dengan lahir baru. Maka anehlah kalau hamba Tuhan perlu menumpangkan tangan
kepada orang sampai orang itu muntah-muntah dan itu dianggap menjadi ciri lahir baru dan Roh
Kudus sudah tinggal di dalam dirinya. Itu sebab bicara bagaimana iman seseorang kepada Tuhan,
bagaimana hidup relasi seseorang kepada Tuhan hanya dia dan Tuhan yang tahu. Dalam 2 Kor.13:5
Paulus meminta orang Kristen untuk menguji dan menyelidiki diri sendiri apakah dia yakin Kristus ada
di dalam hatinya atau tidak.
Bagaimana mengetahui tanda eksternal dari kelahiran baru? Rasul Paulus sendiripun tidak bisa tahu.
Itu sebab dia bilang, ujilah dirimu sendiri. Kelahiran baru dan pembenaran Tuhan tidak ada ciri
eksternal sebagai tandanya, tetapi yang ada ialah dua hal yang penting bagi saya yaitu pada orang itu
terlihat persucian progresif yang disertai dengan keinginan dan usaha orang itu memperlihatkan
buah-buah dari pertobatannya. Buah-buah pertobatan itu disebutkan oleh Paulus di dalam 2 Kor.7:11
yaitu kesungguhan yang besar, pemberesan diri, kejengkelan terhadap diri yang tadinya hidup di
dalam dosa, ketakutan, kerinduan, kegiatan dan readiness to see justice done. Yang kedua, persucian
progresif menjadi ciri eksternal yang kelihatan dari orang yang sungguh-sungguh sudah mengalami
kelahiran baru. Kita memang tidak akan menjadi orang Kristen yang bisa hidup bersih dari dosa,
tetapi kita akan mengalami proses pertumbuhan dan pengudusan. Di sini Paulus kemudian
memberikan prinsip bagaimana mengalami penyucian yang progresif itu.
Pertama, dahulu kita serahkan diri kepada dosa, kita menjadi senjata dari dosa, dipakai menjadi alat
dosa. Sekarang kita menjadikan diri kita sebagai senjata kebenaran. Lalu muncul argumentasi, lho
bukankah katanya kita sudah bebas dari dosa, kalau sudah bebas lalu kemudian menjadi hamba
kebenaran, bukankah itu namanya status tidak bebas? Dibebaskan dari hamba dosa lalu menjadi
hamba kebenaran, jadi tetap hamba dong. Ini salah pengertian. Waktu Paulus bilang kita tidak lagi
menjadi hamba dosa tidak berarti dosa sudah pergi dari dirimu, tetapi maksudnya kita tidak lagi
menjadi budak dosa.
Kedua, waktu Paulus mengatakan kita tidak lagi di bawah hukum Taurat bukan berarti kita tidak lagi
melakukan segala aturan yang ada di dalam hukum Taurat. Maksud Paulus kita tidak lagi berada di
bawah hukum Taurat artinya ‘the covenant of work’ Tuhan kepada Adam di taman Eden yaitu
97

manusia bisa mendapat hidup kekal dengan cara taat tanpa cacat cela melakukan semua hukum yang
diperintahkan oleh Tuhan sebagai cara satu-satunya itu tidak lagi berlaku atas kita. Kita tidak lagi di
bawah hukum Taurat artinya kita tidak lagi dengan cara melakukan hukum Taurat baru kita bisa
menerima hidup yang kekal, sebab prinsipnya cuma sederhana, jika sedikit saja kita tidak taat kepada
satu perintah hukum Taurat maka kita sudah melanggar semua perintah hukum Taurat. Kita tidak lagi
di bawah hukum Taurat bukan berarti kita tidak melakukan apa yang diperintahkan hukum Taurat
melainkan cara itu tidak lagi menjadi cara Tuhan membenarkan kita. Namun setelah kita dibenarkan,
kita melakukan setiap yang diperintahkan Tuhan, kita tidak lagi mencuri, kita tidak lagi berdusta, kita
taat menghormati orang tua, dsb bukan sebagai cara untuk masuk surga tetapi sebagai bukti kita
sudah jadi orang Kristen.

Proses pengudusan orang Kristen adalah proses pengudusan yang tidak boleh netral, kata Paulus.
Kalau kita sudah ditebus dari dosa, kita yang tadinya budak dosa sekarang harus menjadi budak
kebenaran. Di situlah baru kita menemukan hidup kita sungguh-sungguh merdeka dan dibenarkan
oleh Tuhan. Ini adalah hal yang sangat paradoks. Yesus berkata, “My truth will set you free.” Kita
melakukan hukum Tuhan, kita taat kepada perintah Tuhan, kepada kebenaran firman Tuhan, justru
di situ kita menemukan kemerdekaan dan kebebasan yang sejati. Maka prinsip pertama dari
pengudusan di dalam Roma 6:17 sangat unik, dengan segenap hati kita menaati hukum Tuhan karena
kita dibawa masuk kepada hukumnya Tuhan. Dengan kalimat ini Paulus ingin mengatakan kepada
kita hukum Tuhan itu adalah sesuatu yang sudah patent, kita tidak boleh melakukan ketaatan kita
kepada Tuhan berdasarakan preferensi kita sendiri, mana hukum yang kita suka itu yang kita taati. Itu
yang Paulus katakan ketaatan kita adalah ketaatan dimana kita dibawa masuk kepada hukum Tuhan.
Kadang selesai kebaktian ada orang bilang, “Pak Effendi terima kasih, hari ini khotbahnya bagus
sekali.” Tetapi yang bahaya kalau ditambah dengan kalimat ini, ”...khotbahnya bagus sekali untuk
suami saya, atau untuk isteri saya, atau untuk anak saya, atau untuk orang itu…” Maksudnya khotbah
ini kena sekali, memang cocok untuk dia, biar dia yang diubah karena problemnya di dia. Kalimat ini
menarik, Paulus bilang, engkau taat dengan segenap hati kepada firman Tuhan, bukan engkau yang
suka-suka pilih mana firman Tuhan tetapi engkau dimasukkan kepada kebenaran firman Tuhan. Dulu
engkau adalah hamba dosa, sekarang dengan segenap hati engkau taat kepada kebenaran firman
Tuhan. Apa ciri dari persucian progresif? Yaitu hati yang setia dan taat total bagaimana kita takut dan
hormat terus menjalankan firman Tuhan. Itu ciri yang pertama.
Itu sebab Yakobus selalu mengingatkan kita, jangan menjadi orang Kristen yang hanya mendengar
firman tetapi menjadi pelaku firman (Yak.1:22) . Ada satu hal yang sangat menyedihkan di dalam
Yeh.33:30-33 yang bagi saya menjadi peringatan Tuhan yang seringkali menjadi hal yang terus terjadi

di dalam kehidupan kita bergereja dimana-mana. Di dalam Yehezkiel ini, hal yang luar biasa terjadi.
Orang menyukai khotbah nabi Yehezkiel, di mana-mana mereka memper-cakapkannya dan
mengundang orang lain untuk mendengar khotbahnya, tetapi Tuhan bilang, mereka suka mendengar
firman tetapi tidak melakukannya. Mulut mereka penuh dengan kata-kata cinta kasih tetapi hati
mereka mengejar keuntungan yang haram. Sangat menyedihkan, bukan? Berbeda dengan nabi
Yeremia yang ditolak dan tidak didengar orang, nabi Yehezkiel sangat disukai orang tetapi bagi
mereka Yehzkiel adalah entertainer firman Tuhan karena mereka hanya suka mendengar tetapi tidak
pernah mau melakukannya.
98

Proses penyucian dimulai dengan sikap kita tidak mau lagi menjadi hamba dosa tetapi sekarang
dengan wholeheartedly committed to obey Him, put ourselves into the truth of His word
wholeheartedly. Persucian hanya bisa terjadi dengan satu sikap tunduk kepada kebenaran firman
Tuhan, dia menjadi otoritas yang tertinggi di dalam hidupku, tidak ada yang lain. Waktu saya tunduk,
saya menghargai, saya mencintai, saya menghormati dan saya menjalankan firman Tuhan. Maka
proses pengudusan bagi Calvin tidak pernah terlepas dari konsep ini: kalau Roh Kudus bekerja, itu
pasti di dalam firman Tuhan. Kalau firman Tuhan yang sejati disampaikan, Roh Kudus pasti bekerja.
Kalau ada orang berusaha memisahkan, mereka mengagung-agungkan karya fenomena Roh Kudus
tetapi tidak pernah membawa orang mencintai dan menjalankan firman Tuhan, itu bukan cara
Tuhan. Paulus menetapkan prinsip ini: tidakkah engkau tahu ketika engkau sudah ditebus oleh
Kristus, engkau berada di dalam Kristus? Sekarang hidupmu bagaimana? Hidupmu taat segenap hati
kepada-Nya.
Kedua, hidup di dalam proses pengudusan adalah satu peperangan yang tidak pernah ada habis-
habisnya. Di dalam peperangan itu mungkin kita kalah satu dua kali, tetapi kita tidak boleh lupa janji
Tuhan, pada akhirnya nanti kita akan mengalami kemenangan di dalam pertempuran yang terakhir.
Dengan janji itu, jangan ada orang yang menjalani hidup Kekristenannya dengan roh kalah dan
berhenti untuk berjuang di dalam peperangan rohani kita. Ini adalah hal yang tidak gampang sebab
musuh kita itu luar biasa dahsyatnya. Maka di sini Paulus memberikan indikasi ‘senjata’ untuk
menggambarkan peperangan rohani kita. Dahulu engkau memakai seluruh hidupmu menjadi senjata
yang dipakai untuk melakukan dosa. Sekarang pakai seluruh hidupmu untuk menjadi senjata
kebenaran. Waktu kita pakai hidup kita menjadi senjata dosa, buah apa yang kita dapat? Ini kalimat
yang luar biasa, dulu waktu belum bertobat kita berbuat dosa dan bangga akan hal itu. Sesudah kita
bertobat, sekarang kita menjadi malu akan perbuatan dosa kita. Dan yang lebih dahsyat adalah
konsekuensi selanjutnya, hasil apa yang terjadi dari hal itu yaitu kita memetik kematian yang kekal.
Roma 6:22 , Paulus mengontraskan selanjutnya, kita menjadi senjata kebenaran supaya kita bisa
memetik buah-buah yang membawa kita kepada pengudusan yang membawa kita kepada hidup
kekal. Menjadi hamba dosa kita serahkan hidup menjadi hamba dosa. Menjadi hamba dosa, tidak
ada hal yang kita petik daripadanya selain rasa malu dan yang lebih bahaya adalah kematian yang
kekal. Tetapi sekarang kita bukan lagi hamba dosa melainkan hamba Kristus, kita serahkan hidup kita
menjadi senjata kebenaran, supaya di dalamnya kita memetik buah-buah yang mendatangkan
pengudusan dan hasilnya adalah hidup yang kekal.

Secara elaborasi (keberhasilan) di pasal 7 nanti Paulus akan memperlihatkan betapa peperangan
rohani itu tidak gampang. Itu sebab tidak bisa tidak kita harus waspada dan berjaga-jaga di dalam
hidup kita hari demi hari. Saudara akan menemukan juga kalimat Tuhan Yesus yang mengingatkan
betapa seriusnya peperangan rohani dan betapa berbahayanya jika kita tidak berjaga-jaga dalam
Mark.14:38 “Roh memang ingin tetapi daging terlalu lemah.” Your spirit is willing to serve God but

your flesh is so weak. Yesus menyadarkan kita akan hal itu. Dalam 1 Kor.9:27 Paulus mengatakan “Aku
melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya…” Ini menggambarkan hypotetis perasaan dan
ketakutan Paulus jangan sampai kita yang pergi memberitakan Injil tetapi hidup kita adalah hidup
yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Maka Paulus mengatakan hari demi hari aku terus melatih
diri. Roh ingin tetapi tubuh ini lemah. Itu sebab tubuh ini perlu didisiplin, didisiplin, didisiplin.
Keinginan kita perlu dijaga dan dikontrol. Belajar besyukur dan belajar menikmati apa yang Tuhan
99

kasih dengan segala kelimpahan syukur dan bukan untuk diri sendiri. Di situlah hari demi hari kita
mendisiplin diri.
Roma 7:23-24 menyatakan mengapa kita perlu disiplin? Sebab peperangan itu tidak bersifat netral.
Artinya, pada waktu kita berhenti kita mungkin bisa kalah. Ada dua hukum yang terus berjuang di
dalam diri kita. Yang satu adalah hukum yang ingin cinta Tuhan, tetapi di pihak lain ada hukum lain
yang terus menarik aku untuk tidak melakukan apa yang Tuhan perintahkan.
Dalam Gal.5:24 Paulus mengatakan barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan
daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Ini adalah proses yang painful sebab diri sendiri
yang menyalibkan diri sendiri. Itu sebab melalui ayat-ayat ini sekaligus kita melihat bagaimana kita
bisa bertumbuh. Pertumbuhan itu mari kita lihat dengan satu janji dari Tuhan, kita sudah
dimerdekakan dari dosa, kita sudah memiliki hidup yang kekal, mari kita belajar taat kepada Tuhan.
Hari ini saya mengajak saudara untuk menjalani proses bertumbuh menjadi orang Kristen. Satu,
serahkan diri kita menjadi senjata kebenaran. Tidak ada jalan lain. Kita tidak mungkin bisa menjadi
orang Kristen yang netral. Kita hanya pakai hidup kita menjadi senjata bagi dosa atau kita pakai hidup
kita menjadi senjata bagi kebenaran. Taat sepenuhnya kepada kebenaran firman Tuhan.
Kedua, berjuang hari demi hari di dalam peperangan rohani. Kiranya Tuhan memimpin kita hari demi
hari berjuang hidup membuktikan kepada orang lain dan kepada dunia ini bahwa kita adalah anak-
anak Tuhan dengan menyatakan pertumbuhan di dalam anugerah Tuhan dengan segala kerendahan
hati menjadi orang Kristen yang taat kepada Tuhan. Bukan kita lebih suci daripada orang lain, tetapi
biar kita menjadi orang-orang Kristen yang mengetahui betapa Tuhan adalah suci dan kudus adanya
sehingga kita hidup sebagaimana seharusnya menjadi anak-anak Tuhan.
100

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 24/1/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 18

Peperangan antara daging dan roh

Nats: Roma 7: 14-26

14 Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di
bawah kuasa dosa.
15 Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku
perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.
16 Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu
baik.
17 Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku.
18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu
yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.
19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang
tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.
20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang
memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.
21 Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu
ada padaku.
22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah,
23 tetapi di dalam anggota–anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan
hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam
anggota–anggota tubuhku.
24 Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?
25 Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (7–26) Jadi dengan akal budiku aku
melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.

Hidup sebagai orang percaya bukan satu hidup yang pasif. Waktu kita menjadi anak Tuhan, Tuhan
menyelamatkan dan membenarkan kita, memberikan hidup yang kekal nanti di surga. Namun Tuhan
tidak memanggil kita untuk tinggal diam menantikan penggenapan dari janji itu. Sebaliknya, Dia ingin
kita menjalani satu hidup yang secara aktif berjuang dan berperang melawan segala sifat kedagingan
dan hidup menyatakan segala sifat kekudusan yang menjadi ciri dari seorang anak Tuhan. Dalam
bagian ini Paulus mengatakan yang membuat kita bisa berjuang dan berperang melawan segala sifat
kedagingan adalah karena yang pertama kita sudah ditebus oleh Yesus Kristus dan yang kedua ada
Roh Kudus di dalam hidup kita yang memampukan kita untuk memiliki keinginan untuk hidup suci di
101

hadapan Tuhan. Itu hidup peperangan rohani kita. Pasal 7 dari surat Roma ini Paulus bicara
mengenai perjuangan kita hidup di satu pihak ingin hidup menaati segala hal yang baik yang Tuhan
berikan di dalam hukum-Nya, tetapi di pihak lain ada satu kuasa yang berjuang untuk selalu
membawa kita melanggar akan hukum Allah. Keadaan ini membuat kita menjadi frustrasi dan kadang
menjadi lemah. Namun Paulus juga menjelaskan apa sebenarnya makna dan fungsi hukum Taurat
bagi kita sebagai anak-anak Tuhan.

Hukum Taurat muncul memiliki fungsi ini:


1.Menyadarkan kita bahwa dosa itu konkrit. Sebelum hukum Taurat ada, orang punya keinginan
untuk mengambil milik orang lain tetapi tidak melihat hal itu sebagai pelanggaran kepada hukum.
Tetapi setelah hukum Taurat ada, pelanggaran dan dosa menjadi sesuatu yang konkrit menyatakan
pelanggaran kita. Paulus mengatakan, ”...justru oleh hukum Taurat aku mengenal dosa” (Roma 7:7) .
2.Hukum Taurat itu ada memberitahukan kepada kita bahwa pelanggaran dosa kita bukan bersifat
horisontal tetapi bersifat vertikal. Waktu kita melakukan sesuatu pelanggaran, hal itu bukan saja
berkaitan dengan orang lain kita rugikan, tetapi berkaitan dengan Allah yang membuat hukum itu.
Melakukan pelanggaran berarti tidak menaati Allah yang membuatnya.

3. Hukum Taurat itu ada hanya untuk memberitahukan kepada kita bahwa dia tidak sanggup untuk
membuat engkau bisa lebih baik. Hukum Taurat tidak sanggup melepaskan engkau dari kuasa dosa.
Hanya kematian Kristus di atas kayu salib menebus kita dari dosa, melepaskan kita dari belenggu
kuasa dosa. Itu yang menjadi kekuatan kita untuk memiliki hidup yang baru. Kedua, adanya Roh
Kudus yang diberikan di dalam hatimu yang secara naturnya memiliki keinginan yang selalu
bertentangan dengan keinginan roh, di situlah peperangan rohani engkau dan saya bagaimana kita
bisa hidup terus menerus berjuang menghadapi keinginan daging yang melawan keinginan roh.
Menghadapi itulah maka Paulus kemudian berbicara mengenai peperangan rohani di dalam Roma 7
ini. Mari kita lihat beberapa hal yang penting untuk memberitahukan kepada kita bahwa ini adalah
peperangan rohani yang dihadapi setiap orang Kristen. Paling tidak ada dua hal yang penting di sini
muncul. Yang pertama, di dalam terjemahan bahasa Indonesia mungkin kurang terlalu jelas tetapi di
dalam terjemahan bahasa Inggris kita menemukan perbedaan di dalam penggunaan tenses-nya.
Roma 7:7-13 Paulus memakai bentuk Past Tense, lalu Roma 7:14-26 Paulus memakai bentuk Present

Tense. Pembedaan tenses ini membuat kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ayat 7-13 Paulus
bicara mengenai hidup manusia yang belum mengenal Tuhan, belum mengalami penebusan dan
pengampunan dan pembenaran dari Kristus. Sedangkan ayat 14-26 Paulus bicara mengenai hidup kita
sekarang, hidup orang percaya. Ini adalah satu bagian yang begitu riil dan nyata dari pergumulan
yang dihadapi oleh seorang rasul Tuhan, memberitahukan kepada kita di dalam peperangan rohani
itu engkau dan saya tidak bisa bermain-main dan tidak bisa lengah sedikitpun. Paulus mengatakan, di
dalam hidup kita mengalami peperangan itu dan di dalam peperangan itu kadang-kadang kita kalah
karena keinginan daging kita membuat kita hanya melakukan apa yang kita tidak ingin dan sebaliknya
tidak melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.
Yang kedua, pergumulan yang digambarkan Paulus di dalam Roma 7:14-26 ini pasti bukan pergumulan
dari orang yang belum lahir baru. Mengapa saya mengambil kesimpulan itu? Sebab kalau kita bilang
ini adalah pergumulan orang yang masih belum lahir baru, itu bertentangan dengan konsep teologi
Paulus di ayat 22 ”... di dalam batinku aku suka akan hukum Taurat.” Mari kita bandingkan dengan
102

Ef.2:1“Dahulu kamu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosamu.” Di sini Paulus bicara
mengenai realita dan kondisi orang yang belum ditebus. Bagi Paulus orang yang belum lahir baru,
yang masih hidup di dalam dosa, yang belum ditebus oleh Kristus, mereka berada di dalam kondisi
rohani seperti ini, mati di dalam dosa dan pelanggaran. Artinya mereka yang hidup di dalam dosa dan
berada di dalam dosa tidak memiliki keinginan untuk melakukan apapun yang Tuhan perintahkan.
Sedangkan di dalam Roma 7:22 Paulus mengatakan di dalam hatinya dia suka akan hukum Allah.
Bagaimana mungkin itu adalah kesukaan orang yang belum lahir baru? Maka ayat ini memberikan
indikasi bahwa ini adalah satu kesaksian Paulus bicara mengenai peperangan rohani yang ada di
dalam dirinya, sekaligus juga bicara mengenai peperangan rohani yang ada di dalam hidup setiap
kita.

Kenapa Paulus memberitahukan hal ini kepada kita dengan seolah-olah bernada betapa beratnya
peperangan rohani ini? Jawabannya singkat dan sederhana, dari sini Paulus ingin memberitahukan
kepada kita setiap kali kita menang di dalam dosa, itu pasti bukan datangnya dari kekuatan diri kita
sendiri. Setiap kali kita bisa menang terhadap dosa, itu sebab karena Yesus Kristus sudah mati
menebus dosa engkau dan saya, final. Tidak ada yang bisa kita tambahkan lagi kepada kematian
Kristus. Sehingga walaupun kita berada di dalam peperangan rohani dan kadang kala tidak
melakukan apa yang Tuhan mau, Paulus dengan jujur memberitahukan hal itu dengan jujur dan
terbuka. Itu adalah fakta dan realita yang sering kita alami. Tetapi bukan karena kita sanggup bisa
menang, itu menjadi bukti bahwa kita menambahkan sesuatu kepada penebusan yang dilakukan
Kristus. Itu sebab Paulus dengan jujur bicara mengenai peperangan rohani yang kita kadang kala
tidak bisa menang di dalamnya oleh karena adanya belenggu dosa yang membawa kita terseret lagi
ke situ. Sampai di sini kita akan melihat beberapa hal yang penting.

Yang pertama, mari kita buka 2 Kor.5:6-10 . Ini adalah keluhan Paulus hidup di dalam tubuh yang
lemah ini betapa sulit dan susahnya. Maka kalau boleh pilih, dia lebih senang hidup bersama Tuhan
di surga karena dengan demikian berarti sampai ketemu dengan Tuhan itulah momen dimana kita
tidak lagi hidup di dalam kelemahan tubuh ini, maka kita berhenti berjuang dan berperang di dalam
tubuh yang berdosa ini. Kalau disuruh memilih, aku lebih suka pergi ke sana, kata Paulus. Kita
bandingkan dengan Roma 7:24 Paulus berseru, “Aku manusia celaka! Siapa yang dapat melepaskan
aku dari tubuh maut ini?” Bagaimana menafsir kalimat ‘siapa yang dapat melepaskan aku dari tubuh
maut ini’? Apa yang dimaksud Paulus di sini? Kebanyakan penafsir setuju kenapa dilema peperangan
rohani itu muncul, karena Paulus mengatakan bahwa kita hidup di dalam dunia ini kita masih
memiliki tubuh yang begitu lemah. Itu sebab keluhan ini muncul. ‘Aku manusia celaka!’ Aku ingin
sekali kalau bisa lepas dari tubuh yang binasa seperti ini.
Tetapi kita tidak perlu takut. Pertama, kita percaya pada suatu hari kita akan bertemu dengan
Kristus, memiliki tubuh kemuliaan. Di situlah kita berhenti berdosa. Di dalam tubuh yang masih
lemah ini kita mungkin sekali masih gampang berbuat dosa. Maka baik di dalam surat kepada jemaat
Korintus maupun kepada Filipi, Paulus mengatakan hal yang sama. Aku ingin kalau bisa cepat-cepat
ketemu Kristus. Tetapi kalau aku masih diberi kesempatan untuk hidup, melalui hidupku ini aku
memberitakan Injil. Selama kita masih diam di dalam tubuh yang fana ini kita masih jauh dari Tuhan,
tetapi aku ingin sekali pada suatu hari ketemu dengan Dia.
103

Yang kedua, secara elaborasi di pasal 7 ini Paulus memperlihatkan betapa peperangan rohani itu
tidak gampang. Itu sebab tidak bisa tidak kita harus waspada dan berjaga-jaga di dalam hidup kita
hari demi hari. Tuhan Yesus juga mengingatkan betapa seriusnya peperangan rohani dan betapa
berbahayanya jika kita tidak berjaga-jaga dalam Mark.14:38 “Roh memang ingin tetapi daging terlalu
lemah.” Your spirit is willing to serve God but your flesh is so weak.
Di dalam teologi St. Agustinus dari Hippo menyebutkan beberapa posisi orang berkaitan dengan
dosa. Yang pertama, Adam sebelum jatuh di dalam dosa berada di dalam posisi yang dia sebut ‘posse
peccare, posse non peccare,’ satu status tanpa dosa yaitu able to sin, able not to sin – bisa berdosa,
bisa tidak berdosa. Sesudah Adam jatuh di dalam dosa hingga sebelum Kristus datang menebus dosa,
itu adalah status ‘non posse non peccare,’ not able not to sin, tidak dapat tidak berdosa. Sesudah kita
ditebus oleh Kristus hingga kita bertemu dengan-Nya, kita berada di dalam status ‘posse non
peccare,’ able not to sin, bisa tidak berdosa. Nanti sesudah kita bertemu dengan Kristus, itu adalah
periode yang Agustinus sebut ‘non posse peccare,’ kita tidak berdosa lagi. Di situlah segala keindahan
kemuliaan Kristus boleh kita nikmati sepenuhnya. Maka inilah keluhan Paulus, selama aku masih
hidup di dalam tubuh yang sudah dicemari dosa ini aku terus berjuang dan berperang untuk supaya
tidak berdosa. Itu adalah peperangan yang berat karena aku berjuang untuk tidak melakukan apa
yang diingini oleh tubuh yang berdosa ini. Bicara mengenai hal ini, mari kita melihat beberapa contoh
praktis yang diberikan oleh rasul Yakobus di dalam Yak.1:12, bagaimana langkah kejatuhan yang bisa
membawa kita ke dalam dosa. Datangnya pencobaan di dalam hidup kita itu belum menjadi dosa.

Yang bisa menang dan bertahan terhadap pencobaan itu Yakobus sebut berbahagia. Yak.1:15,
pencobaan itu datang munculnya dari keinginan dan apabila keinginan itu telah dibuahi, dia
melahirkan dosa dan apabila dosa itu sudah matang, dia melahirkan maut. Apakah adanya keinginan
itu salah bagi orang Kristen? Tidak. Hidup kita tidak lepas daripada keinginan. Tubuh kita memiliki
keinginan. Tetapi Yakobus mengingatkan jangan sampai keinginan itu berubah menjadi dosa di dalam
hidup engkau dan saya.

Yang ketiga, dalam 1 Kor.9:27 Paulus mengatakan “Aku melatih tubuhku dan menguasainya
seluruhnya…” Ini menggambarkan hypotetis perasaan dan ketakutan Paulus jangan sampai kita yang
pergi memberitakan Injil tetapi hidup kita adalah hidup yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Maka
Paulus mengatakan hari demi hari aku terus melatih diri. Roh ingin tetapi tubuh ini lemah. Itu sebab
tubuh ini perlu didisiplin. Keinginan kita perlu dijaga dan dikontrol. Belajar bersyukur dan belajar
menikmati apa yang Tuhan kasih dengan segala kelimpahan syukur dan bukan untuk diri sendiri. Di
situlah hari demi hari kita mendisiplin diri. Roma 7:23-24 menyatakan mengapa kita perlu disiplin?
Sebab peperangan itu tidak bersifat netral. Artinya, pada waktu kita berhenti kita mungkin bisa kalah.
Ada dua hukum yang terus berjuang di dalam diri kita. Yang satu adalah hukum yang ingin cinta
Tuhan, tetapi di pihak lain ada hukum lain yang terus menarik aku untuk tidak melakukan apa yang
Tuhan perintahkan. Paulus menyadari hal itu. Itu sebab belajar hidup berjuang bagaimana menang
terhadap segala keinginan daging yang bisa datang membuahkan dosa di dalam hidup kita. Masih
ingat bagaimana Paulus mendorong kita untuk mendisiplin hidup, belajar terus mengontrol
bagaimana bisa bertahan menghadapi segala kelemahan daging ini.
Di dalam kisah Sodom dan Gomora, saya menemukan degradasi kelemahan dan kejatuhan yang
muncul di dalam hidup Lot. Satu kata yang unik sekali dicatat di dalam Kej.19:16 “ketika Lot
berlambat-lambat…” Ini bukan dalam pengertian Lot jalannya lambat dan pelan, melainkan memiliki
104

arti betapa sayangnya dia melepaskan semua yang indah dan baik yang ada di kota Sodom dan
Gomora. Masih untung Lot tidak menengok ke belakang seperti isterinya. Dalam Luk.17:32 Yesus
mengeluarkan kalimat pendek, “Remember Lot’s wife!” Kata ini menarik, ‘berlambat-lambat.’ Betapa
mudahnya dan betapa gampangnya keinginan yang ada di dalam dunia ini membuat kita berjalan
lambat dan pelan di dalam pertumbuhan rohani kita.
Nanti di dalam Roma 8 Paulus memberikan kepada kita bagaimana kita bisa hidup menang di dalam
peperangan rohani ini. Namun sebelum sampai ke bagian itu, melalui khotbah saya hari ini biar kita
sekali lagi mengoreksi diri kita di hadapan Tuhan. Akui di hadapan-Nya, Tuhan, saya punya keinginan,
saya punya kebutuhan, tetapi biar segala keinginan dan kebutuhan itu tidak menjadi penghalang
bagiku mengutamakan Tuhan dan mencintai Tuhan di dalam hidupku hari lepas hari. Jangan biarkan
begitu banyak keinginan kita di dalam dunia ini membuat kita dijerat dan tidak sanggup untuk bisa
maju terus melihat panggilan surgawi kita lebih utama dan lebih mulia di dalam hidup kita.
Biar kita belajar melalui firman Tuhan supaya di dalam peperangan-peperangan rohani yang ada di
dalam hidup kita membuat kita sadar ada musuh di dalam hati kita yang tinggal di sana, yang kadang
mengecoh dan menipu kita. Biar setiap hari kita berjalan mengikut Tuhan, kita selalu ingat harta kami
yang terindah adalah menjalani panggilan hidup bersama Tuhan.

Minta Tuhan selalu memimpin di dalam perjalanan hidup kita, melengkapi kita dengan segala hal
yang kita butuhkan untuk menang di dalam peperangan itu.
105

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 31/1/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 19

Spiritual konflik dalam kehidupan


orang Kristen

Nats: Roma 7: 24-26; Roma 8:1-17

Roma 8
1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.
2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan

hukum maut.
3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah
dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak–Nya sendiri dalam daging, yang serupa
dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di
dalam daging,
4 supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi

menurut Roh.
5 Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal–hal yang dari daging; mereka yang
hidup menurut Roh, memikirkan hal–hal yang dari Roh.
6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.
7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada
hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.
8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.
9 Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di
dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.
10 Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh
adalah kehidupan oleh karena kebenaran.
11 Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam

kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan
menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh–Nya, yang diam di dalam kamu.
12 Jadi, saudara–saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup

menurut daging.
13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu
mematikan perbuatan–perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.
14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.
106

15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi
kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya
Abba, ya Bapa!”
16 Roh itu bersaksi bersama–sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak–anak Allah.
17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang–orang yang
berhak menerima janji–janji Allah, yang akan menerimanya bersama–sama dengan Kristus,
yaitu jika kita menderita bersama–sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama–
sama dengan Dia.

Bapa Reformator Martin Luther memberikan ilustrasi yang sederhana tetapi bagi saya sangat akurat
menjelaskan apa yang Paulus ajarkan di dalam Roma 6-7 . Ilustrasi ini menceritakan ada satu orang
sakit pergi kepada dokternya dan berkata kepadanya, “Dokter, saya kira-kira sudah dapat cara yang
tepat untuk bisa menyembuhkan penyakit saya. Saya pikir saya pasti akan sehat kalau saya makan
vitamin dan berolahraga rutin setiap hari, pasti penyakit saya akan segera sembuh.” Dokternya
menjawab, “Vitamin dan olahraga itu bukan membuatmu sembuh tetapi akan membuatmu makin
sakit.” Pasien itu menyanggah, “Jadi, maksud dokter vitamin itu tidak sehat dan olahraga itu berarti
tidak sehat?” Dokter menjawab, “Oh, bukan seperti itu. Vitamin itu sehat, olah raga itu sehat, tetapi
metode ini tidak akan bisa membuat kamu lebih sehat karena itu bukan cara untuk menyembuhkan
penyakitmu.” Orang sakit itu menggambarkan manusia berdosa yang berpikir bagaimana bisa
menyelesaikan problem dosanya. Namun manusia yang berdosa memiliki keterbatasan sehingga
tidak sanggup bisa melihat apa sebenarnya problem yang menyebabkan dia terus hidup di dalam
kematian rohani. Lalu kemudian dia mengambil diagnosa yang salah, dia berpikir kalau dia
melakukan semua yang diperintahkan oleh hukum Taurat dan hidup suci maka dia akan masuk surga.
Namun dalam Roma 6-7 Paulus memberikan argumentasi bahwa hukum Taurat diberi bukan
membuatmu makin benar tetapi justru membuatmu makin mengerti apa itu dosa. Tidak berarti
hukum Taurat itu tidak baik. Hukum Taurat itu suci, hukum Taurat itu adil, hukum Taurat itu benar,
tetapi bukan itu yang membuatmu makin sehat. Itu sebab Roma 8:1-4 merupakan langsung
kesimpulan Paulus, kita hanya punya dua pilihan: hidup di bawah hukum Tauratkah atau hidup di
bawah hukum Roh Kudus. Apa yang perlu dan harus manusia lakukan di bawah hukum Taurat untuk
memperoleh hidup yang kekal sudah terbukti tidak mungkin terjadi. Itu sebab supaya kutuk dari
hukum Taurat tidak tertimpa kepada kita, Allah mengutus Yesus Kristus di dalam daging menjadi
manusia seperti kita, tunduk di bawah hukum Taurat supaya menggenapi seluruh tuntutan hukum
Taurat.
Allah mengutus Anak-Nya di dalam daging supaya menggenapkan semua apa yang dituntut oleh
hukum Taurat bagi kita. Itu berarti kita manusia yang sudah salah diagnosanya mengenai dosa harus
benar-benar tahu betapa seriusnya problem dosa itu, tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara anda
sedikit berbuat baik untuk bisa selamat. Tuhan melakukan “operasi yang besar” menyembuhkan kita
terlebih dahulu baru kita bisa hidup dengan setia berjalan di dalam kehendak Tuhan dan
menjalankan firman Tuhan dengan rajin dan sukacita. Maksudnya adalah kita baru bisa sehat kalau
terlebih dahulu menerima anugerah keselamatan yang Allah lakukan di dalam Kristus. Sesudah itu,
sebagaimana orang sakit menjadi sehat makan vitamin dan berolahraga, tentu dia akan semakin
sehat. Dengan demikian apakah hukum Taurat tetap kita jalankan sesudah kita mendapat
keselamatan di dalam Kristus? Ya. Perintah Tuhan harus kita taati? Ya. Firman Tuhan harus kita ikuti?
107

Ya. Itu semua makin menyehatkan kita, makin membuat kita menjadi orang Kristen yang bertumbuh
di dalam kesucian kita.

Di pasal 7 nada Paulus bersifat keluhan, ‘siapa yang bisa melepaskan aku dari tubuh maut ini?’
Mengenai ayat ini saya ingin menjelaskan dan memperbandingkan, baik di dalam filsafat Yunani
mulai dari Plato dan Aristotle, mereka sudah melihat bahwa tubuh ini menjadi penjara bagi jiwa.
Konsep samsara di dalam Buddhism juga memiliki konsep seperti ini, karena Siddharta Gautama
melihat bagaimana melepaskan hidup ini dari kesusahan dan penderitaan yang tidak habis-habisnya
dari dunia ini. Dua-dua filsafat dari Barat maupun Timur ini memiliki kesamaan yaitu tubuh ini jahat,
tubuh inilah yang meracuni dan merusak jiwa kita yang baik. Akibatnya cara yang diambil buat
Siddharta Gautama adalah meninggalkan istana, mengganti baju kebesarannya dengan baju yang
sederhana, lalu masuk ke hutan untuk bertapa. Hidup di dalam dunia ini meninggalkan semua yang
bisa mengotori rohaniku, maka saya mau tinggalkan hidup seperti ini.

Berbeda dengan konsep Paulus. Dalam Fil.1:23 Paulus menyatakan isi hatinya, meskipun hidup ini
penuh dengan pergumulan melawan dosa, Paulus tidak bersikap ‘lepas’ dari dunia ini, menganggap
dunia ini terlalu jahat, saya tidak ingin hidup di sini dan saya ingin lari dari dunia ini. Tidak demikian
buat Paulus. Tetapi ayat ini penting untuk kita lihat betapa Paulus mengerang dan betul-betul
bergumul. Di dalam surat Korintus Paulus juga mengerang dan mengeluh betapa selama hidup di
dalam dunia ini kita masih hidup jauh dari Tuhan. Kalau ditanyakan kepadaku, aku lebih suka ke sana,
bertemu dengan Tuhan. Tetapi kalau Tuhan masih memberi nafas hidup kepadaku sampai hari ini,
saya akan tetap hidup di dalam dunia ini mengerjakan hal yang paling indah dan yang paling baik bagi
Tuhan. Pergumulan ini lumrah terjadi kepada orang-orang yang sudah memiliki Roh Tuhan, yang
memiliki arahan hidup yang tahu dengan serius apa artinya kita menjadi orang Kristen. Kalau kita
tidak punya keluhan betapa rindunya ingin bersama Tuhan dan kita lebih suka dan merasa hidup
nikmat di dalam dunia ini lebih menarik, ada sesuatu yang slah dengan kerohanian kita.

Saya ajak saudara melihat beberapa ayat penting bicara mengenai apa yang menjadi tujuan dari
panggilan Tuhan dalam hidup kita. Tuhan menebus kita, Tuhan menjadikan kita anak-anak-Nya, apa
yang menjadi tujuan akhirnya? Tujuan akhirnya adalah persucianmu dan kekudusanmu,. Ef.1:4 dan 2
Kor.7:1 mengatakan tujuannya supaya kita hidup kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya. Namun

hidup kita di atas muka bumi ini akan mendatangkan keluhan rohani yang lebih dalam seperti kalimat
Paulus kalau kita memiliki pengertian konsep yang sangat sensitif bagaimana kita hidup di tengah
kesucian. Adanya konsep kesucian Tuhan membuat kita punya keinginan kalau bisa aku ingin hidup
suci tanpa dosa, kalau bisa seperti ada di surga, itu yang paling indah.
Tetapi kita masih hidup di dalam dunia yang berdosa, itu yang Paulus katakan di dalam Roma 7:26
dengan akal budiku aku melayani hukum Allah tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum
dosa. Maksudnya tidak berarti bahwa sebenarnya saya sebagai orang Kristen sih kepingin mencintai
Tuhan tetapi setiap hari saya bikin dosa, tidak apa-apa toh pada suatu hari saya akan ketemu Tuhan.
Itu adalah penafsiran yang salah terhadap ayat ini. Kalimat ini harus kita mengerti sebagai cetusan
dari keluhan Paulus, secara pikiran, hati, mental dan kehendaknya aku sungguh-sungguh ingin taat
kepada Tuhan tetapi secara praktisnya dalam hidup sehari-hari aku selalu gagal di dalam mencapai
hal itu. Keluhan ini muncul karena adanya standar kesucian yang Tuhan taruh di dalam hati kita,
adanya Roh yang Suci yang ingin memimpin hidup kita untuk selalu menyenangkan Tuhan
108

sesempurna mungkin tetapi karena hidup di dalam dunia yang berdosa dan karena ada dosa di dalam
hati kita yang selalu melemparkan panah api keraguan, yang selalu melemparkan panah api
pencobaan, yang selalu melemparkan panah api pengacauan di dalam hidup kita setiap hari, itu
semua membuat kita rindu sekali ketemu dengan Tuhan, hidup bersama Tuhan menjadi hal yang
paling indah karena di situ kita bisa mencetuskan ketaatan sempurna kita. I can please You perfectly,
o God. John Wesley mengatakan suatu hari nanti kita hidup di surga kita akan hidup di dalam
“ketaatan malaikat,” ketaatan yang penuh dan sempurna.

Maka Roma 7 ini adalah keluhan dari anak Tuhan yang sudah lahir baru, keluhan orang Kristen yang
ingin seluruh hidupnya dipakai menjadi senjata kebenaran Allah tetapi di dalam prakteknya kita
kadang-kadang jatuh dan gagal. Semakin kita mengerti konsep kesucian Tuhan, semakin kita memiliki
perasaan rintih seperti ini. Namun masuk Roma 8 ada nada lain. Saudara perhatikan hidup orang
Kristen berada di dalam jajar emosi yang sangat unik ini. Roma 8:6 “karena keinginan daging adalah
maut tetapi keinginan roh adalah hidup dan damai sejahtera.” Kehidupan dan damai. Roh yang
dibawa oleh kedagingan menuju kepada kematian, tetapi Roh Kudus yang tinggal di dalam hati kita
adalah Roh kehidupan dan Roh damai.
Tetapi kita perhatikan, kita adalah manusia berdosa yang kecenderungannya melawan Tuhan. Roh
Kudus bekerja pertama kali melalui kelahiran baru. Lahir baru berarti mengubah arah dari keinginan
kita yang terus-menerus melawan Tuhan menuju kepada arah sekarang saya mau hidup dan saya
mau menyenangkan Tuhan. Proses perubahan itu hanya bisa terjadi melalui pekerjaan Roh Kudus
yang kita sebut sebagai ‘melahirbarukan’ kita. Kalau demikian, apakah berarti dengan kekuatan saya
sendiri dan kemampuan saya sendiri sanggupkah saya bisa menjalani hidup suci semata karena hati
kita sudah mau taat dan mau cinta Tuhan? Sudah ditebus Tuhan itu adalah anugerah yang pertama,
lalu sesudah itu selanjutnya hidup saya adalah bagaimana saya dengan kekuatan sendiri bisa hidup
taat, setia dan tidak berbuat dosa? Itu konsep yang keliru. Alkitab tidak bicara soal bantuan diri
setelah engkau ditebus oleh Tuhan. Maka sampai di sini muncul satu kebenaran: kita bisa hidup suci
dan kudus tidak terlepas dengan bagaimana kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Kita bisa hidup self
control karena semata-mata ada Roh Kudus yang memimpin hati kita.
Bapa Gereja St. Agustinus menyebutkan dua istilah “Prevenient grace” dan “Cooperative grace.”
Prevenient grace artinya anugerah datang kepada kita tanpa ada kekuatan dari kita, anugerah itu
semata-mata diberi oleh Tuhan kepada kita. Di sini berkaitan dengan lahir baru, kita tidak punya
keinginan untuk mencintai Tuhan waktu kita masih berdosa. Keinginan itu hanya datang melalui
anugerah Tuhan yang terlebih dahulu merubah kita. Itu yang disebut sebagai Prevenient grace.
Cooperative grace Roma 8:13 Paulus mengatakan, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati.
Konsekuensi logisnya, kalimat selanjutnya ialah ‘tetapi jika kamu hidup menurut Roh, kamu akan
hidup.’ Tetapi kalau memang begitu, berarti semata-mata Roh Kudus yang bekerja. Maka
berdasarkan ayat ini kita melihat “cooperative grace” di sini: tetapi jika kamu hidup menurut Roh,
maka kamu akan mematikan kedaginganmu, baru kamu akan hidup. Maka proses persucian kita itu
bersifat cooperative grace. Bukan bantuan diri.
Karena ada Roh Kudus yang suci dan benar, yang pasti akan melakukan proses persucian di dalam
hidup saudara, tetapi proses itu tidak melepaskan perjuangan orang Kristen di dalam konflik
peperangan rohaninya mematikan kedagingan. Engkau akan hidup jika engkau mematikan
kedagingan itu. Sampai di sini kita menemukan tidak pernah ada konsep jalan hidup orang Kristen itu
109

adalah jalan hidup yang gampang dan mudah di dalam peperangan rohani. Saudara dan saya harus
pegang baik-baik, selalu akan terjadi spiritual konflik di dalam hidup kita. Di tengah spiritual konflik
itu kita kadang-kadang mengeluh kepada Tuhan, karena hati ingin, pikiran suka akan hukum Tuhan,
tetapi mengapa secara praktis kadang-kadang kita gagal. Tetapi di sini sekaligus kita tidak boleh
melepaskan satu fondasi pikiran yang kuat akan janji Tuhan. Maka Roma 8:1 ini perlu kita tanam di
dalam hati kita, the assurance of your faith. Di dalam Yesus Kristus tidak ada lagi penghukuman bagi
orang percaya. Maka walaupun kadang-kadang kita ditipu oleh dosa, walaupun kadang-kadang kita
ditembak dengan panah api akhirnya kita gagal dan menyerah kepada pencobaan yang diberikan
oleh dosa, itu tidak boleh melepaskan perasaan damai dan jaminan kita ikut Tuhan selama-lamanya.
Bagaimana secara praktisnya Paulus memperlihatkan cara Roh Kudus memimpin kita, memberikan
kekuatan kepada kita di tengah-tengah kita menghadapi peperangan rohani ini. Roma 8:9b ”...tetapi
jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Setiap orang yang sudah percaya Yesus
pasti memiliki Roh Kudus, tetapi kita tidak boleh baik: orang itu bisa memiliki Roh Kudus tanpa
percaya kepada Kristus. Saya pernah membaca satu kejadian gejala-gejala yang terjadi di Toronto
Blessing beberapa tahun yang lalu, menceritakan ada seorang wartawan atau cameraman yang hadir
di dalam peristiwa itu lalu terjatuh dan tertawa juga kurang lebih dua tiga jam. Orang-orang
mengatakan, ‘kamu juga mendapatkan the blessing of Holy Spirit’ tetapi wartawan itu mengatakan
‘but I still don’t believe in Jesus Christ.’ Bagi saya Alkitab tidak memiliki konsep seperti itu. Alkitab
mengatakan siapa milik Kristus, dia pasti memiliki Roh Kudus. Kalau begitu apakah fenomena itu
menyatakan kehadiran Roh Kudus? Tidak. Sebab begitu Roh Kudus bekerja, orang itu pasti menerima
Kristus. Barangsiapa menerima Kristus di dalam hatinya, maka Roh Kudus tinggal di dalam dia.
Roma 8:14 “semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah.” Ayat seperti ini muncul dua kali,
yaitu di dalam Gal.5:16 yang mendorong kita untuk berjalan di dalam Roh Kudus, walk in Spirit.
Bagaimana cara Roh Kudus di tengah pergumulan kita ingin berjalan mengikut Tuhan tetapi seringkali
gagal, kemudian memberikan perasaan damai dan jaminan, jaminan selalu dalam hati kita muncul.
Ada beberapa point di sini. Pertama, mari kita sebagai orang Kristen bersikap kooperatif kepada Allah
Roh Kudus, menyerahkan hidup kita di bawah penyertaan dan pimpinan Dia. Pada waktu mendengar
firman Tuhan mari kita dengan rendah hati belajar taat menjalankan segala prinsip firman Tuhan.
Kalau kita dipimpin Roh Kudus, perasaan damai dan jaminan muncul karena adanya pimpinan ini
menjadi bukti kita adalah anak-anak Allah.
Roma 8:16 “Roh itu bersama-sama kita bersaksi bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Kenapa ayat
seperti ini muncul? Karena saudara akan bertemu rsuara intih kedua muncul di sini, Paulus
mencetuskan kembali perasaan keluh kesah orang Kristen, oleh Roh itu kita berseru, “Ya Abba, ya
Bapa.” Kata ‘berseru’ di sini terjemahan bahasa Inggrisnya adalah ‘cry out.’ Kata ini tiga kali muncul di
dalam PB, yang satu adalah di tempat ini, kemudian yang kedua pada waktu Yesus berseru di atas
kayu salib “Eli, Eli, lama sabakhtani?” dan yang ketiga waktu perempuan di dalam kitab Wahyu 12 sakit
bersalin dan berteriak kesakitan. Kalau diperbandingkan dengan serua Yesus di atas kayu salib dan
seruan perempuan yang sakit bersalin, kira-kira bagaimana seruan yang dimaksud dalam Roma 8:15
ini? Roh Kudus di dalam hati kita cry out “Ya Abba, ya Bapa.” Ini adalah pergumulan yang dahsyat,
namun disampaikan kepada Abba, yang memperlihatkan relasi yang begitu dekat dan intim dengan
Bapa kita di surga. Maka di sini Paulus mengerti konsep pergumulan orang Kristen. Pergumulan itu
begitu dahsyat, tetapi jangan pernah melupakan pergumulan itu kita jalani bersama Roh Kudus yang
110

menyertai hidup orang Kristen. That’s why groaning, damai dan jaminan harus selalu bersatu. Kita
memang tidak pernah melihat Roh Kudus secara kasat mata. Namun puji Tuhan, kenapa Roh Kudus
diberikan kepada kita supaya ini menjadi kekuatan yang memberikan penghiburan kepada kita waktu
kita menjadi anak Tuhan, berjalan di dalam dunia yang penuh dengan tantangan kesulitan dan air
mata kita mengerang, kita mengerang sebab kita rindu taat kepada Tuhan secara sempurna tetapi
kita gagal dan gagal lagi. Di situ seringkali muncul suara yang mengajak saudara lari jauh dan pergi
dari Tuhan. Maka kita perlu suara Roh Kudus yang selalu mengingatkan kita dengan jaminan dan
damai, “Engkau adalah anak Allah.”
Ibr.12:4mengingatkan bahwa hidup sebagai hidup sebagai anak Tuhan tidak akan lepas dari konflik
rohani. Dalam surat ini penulis Ibrani menegur jemaat dengan kalimat, “Dalam pergumulan kamu
melawan dosa ini engkau belum sampai mencucurkan darah.” Menjadi anak Tuhan kita ada konflik
rohani. Tetapi kalau konflik rohani itu belum sampai membuat kita mencucurkan darah menghadapi
pergumulan dosa. Namun realita yang terjadi di situ jemaat menjadi kecewa dan undur. Itu sebab
muncul peringatan di dalam Ibr.10:25 ”...janganlah menjauhkan diri dari pertemuan ibadah kita
seperti yang dibiasakan beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasehati…” Ayat ini
memberikan kepada kita satu indikasi bisa jadi anak-anak Tuhan menjadi kecewa kepada Tuhan dan
meninggalkan Tuhan. Mereka bergumul, mereka kecewa, mereka menghindarkan diri dari
persekutuan orang percaya. Kita memang bergumul dan berkeluh kesah, tetapi kita tidak boleh
melupakan bahwa orang Kristen menghadapi segala kesulitan, tantangan dan air mata, kita memiliki
apa yang tidak bisa direbut oleh dunia ini yaitu damai dan jaminan. Itu muncul sebab adanya Roh
Kudus di dalam hati kita yang selalu mengingatkan kepada kita bahwa kita adalah anak-anak Allah
sebab Roh yang ada di dalam kita bukan saja Roh yang memberikan hidup tetapi juga adalah Roh
yang memberikan damai sejahtera.
Biar kita memperoleh kemenangan rohani di tengah-tengah perjalanan hidup kita mengikut Tuhan.
Satu kali kelak kita akan berjumpa dengan Tuhan, di situ kita akan mencetuskan sukacita kita yang
sempurna dan ketaatan kita yang paling sempurna di hadapan Tuhan.
111

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 7/2/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 20

Makna di balik penderitaan

Nats: Roma 8:17-27

17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang–orang yang
berhak menerima janji–janji Allah, yang akan menerimanya bersama–sama dengan Kristus,
yaitu jika kita menderita bersama–sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama–
sama dengan Dia.
18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.
19 Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak–anak Allah dinyatakan.
20 Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia–siaan, bukan oleh kehendaknya
sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,
21 tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari
perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak–anak Allah.
22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama–sama mengeluh dan sama–
sama merasa sakit bersalin.
23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga
mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan
tubuh kita.
24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan
pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?
25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.
26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana
sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan–
keluhan yang tidak terucapkan.
27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai
dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang–orang kudus.

Di dalam hidup kita, kita harus memiliki dua ‘sekolah’. Yang satu adalah sekolah kesuksesan, yang
satu lagi sekolah kegagalan. Di dunia ini seringkali kita hanya diajar bagaimana untuk berhasil, sukses
dan sukses di dalam hidup ini. Tetapi pada waktu kita terbentur dengan segala kesulitan dan
kegagalan, tidak ada orang yang pernah melatih dan mengajar kita bagaimana bisa melewati segala
kesulitan dan kegagalan itu. Kita menemukan begitu banyak orang hidup dengan asumsi-asumsi yang
salah: saya hidup di dalam dunia ini saya seharusnya, sepatutnya, dan itu adalah hak saya untuk bisa
112

menikmati segala yang baik. Itu adalah hak saya untuk mendapatkan segala kesuksesan di dalam
hidup. Kalau kita hidup dengan asumsi bahwa tidak semestinya saya mengalami kesulitan dalam
hidup, jujur saya harus mengatakan kepada saudara, bahwa orang seperti ini akan mengalami
kesulitan hidup jauh lebih susah di dalam dunia ini. Tetapi kalau kita sudah mempersiapkan hati kita
selalu siap sedia bahwa ada hal-hal yang tidak terduga di luar dari rencana kita dan bukan hal yang
kita inginkan bisa terjadi di dalam hidup kita, saya percaya kita akan menjalani hidup ini jauh lebih
indah dan jauh lebih baik.

Roma 8:17 merupakan ayat yang penting, Paulus mengatakan kita pasti akan mendapatkan segala
warisan sebab kita adalah anak-anak Allah. Itu bukan janji kosong sebab Kristus Yesus sudah datang
di atas muka bumi ini dan Dia yang sekarang ada di surga menjadi ‘Saudara Sulung’ kita, maksudnya
lihat contoh Kristus, lihat bukti itu, engkau dan saya adalah anak-anak Allah. Jikalau Dia sudah
menikmati segala keindahan sukacita surgawi, engkau dan saya akan mendapatkannya juga karena
kita sudah menerima penebusan Kristus. Tetapi sekaligus langsung Paulus mengatakan kalau kita
menerima segala kemuliaan, segala berkat, segala hal yang indah di dalam Kristus, jangan lupa
kitapun juga harus mengikuti dan melewati proses perjalanan hidup yang sama seperti Kristus. Tidak
ada kemuliaan tanpa penderitaan, tidak ada mahkota singgasana tanpa mahkota duri di atas kayu
salib. Maka bagi Paulus penderitaan yang ada pada diri anak-anak Tuhan itu justru menjadi bukti
bahwa kita adalah anak-anak yang sah di hadapan Tuhan.
Sampai di situ, Paulus kemudian mengelaborasi konsep mengenai penderitaan ini. Dari ayat 18-27 dia
sedikit meluas bicara mengenai penderitaan bukan saja kepada anak-anak Tuhan, tetapi sekaligus
bicara mengenai ‘the cosmic suffering,’ penderitaan yang berada secara universal. Paulus tidak saja
bicara tentang orang Kristen yang menderita tetapi semua mahluk mengalami penderitaan. Jadi
terjadi perubahan mulai dari ayat 17 bicara mengenai penderitaan kita, lalu ayat 18 dia melebar dan
menjelaskan konsep mengenai penderitaan secara umum. Dia bicara mengenai penderitaan di sini
dengan memakai istilah ‘keluhan.’ Kita menemukan tiga macam keluhan di dalam perikop ini. Yang
pertama adalah keluhan seluruh mahluk. Ini adalah keluhan yang muncul akibat dunia jatuh di dalam
dosa. Yang kedua adalah keluhan orang percaya. Ini adalah keluhan akibat proses pengkudusan di
dalam hidup orang percaya dan merupakan satu keluhan yang paradoks. Anak Tuhan hidup di dalam
rentang emosi yang seperti ini, di satu sisi kita mengeluh karena kita berada di dalam proses
pengkudusan, kita mau melakukan apa yang Tuhan sudah berikan tetapi mengapa hal yang tidak baik
yang justru kita lakukan. Tetapi hidup kita tidak terus berada di dalam sisi itu. Ada satu dimensi lain di
dalam hidup orang Kristen yang tidak ada di dalam diri orang lain yaitu Roh Kudus adalah Roh yang
memberi hidup dan damai sejahtera. Jadi hidup orang Kristen berada di dalam rentang emosi seperti
itu. Keluhan, perasaan frustrasi, perasan mengapa Tuhan terlalu jauh di dalam hidupku, namun
sekaligus perasaan damai oleh karena kita memiliki Roh Kudus yang memberikan damai sejahtera
sebab kita tidak lagi berada di bawah penghukuman Allah. Yang ketiga di ayat 26b adalah keluhan dari
Roh Kudus, the groaning of the Holy Spirit. Roh Kuduspun berkeluh kesah di dalam hati kita.

Maka pada waktu kita berada di dalam penderitaan, ayat 17 Paulus bilang tidak ada satupun dari kita
yang akan luput darinya karena itu menjadi contoh dan bukti engkau adalah anak-anak Allah. Anak
Allah yaitu Yesus Kristus, Saudara Sulung kitapun selama hidup di atas muka bumi ini tidak diluputkan
dari proses penderitaan dan kesulitan itu. Itu sebab pada waktu kita mengalaminya, kita harus
memiliki suatu pengharapan dan keyakinan bahwa ini adalah bagian di dalam hidup kita karena
113

Kristuspun mengalami hal itu. Yang kedua, di ayat 20 Paulus lebih melebarkan karena itu merupakan
realita dan fakta dari hidup kita sehari-hari. Kita jadi anak Tuhan ataupun bukan anak Tuhan, kita
hidup di bawah hukuman akibat dosa, bahkan seluruh mahluk berada di bawah keluhan karena dunia
ini sudah ditaklukkan di bawah penghukuman dosa. Mari kita tidak tertipu oleh pembuaian ajaran
bahwa orang Kristen tidak akan mengalami penderitaan, bahwa kita akan hidup di dalam kesuksesan,
segala hal yang kita doakan dan usahakan pasti Tuhan akan sertai dan berkati dengan segala
kelancaran.

Tidak heran banyak orang Kristen sudah salah guna memakai doa Yabez, ‘Tuhan, berkatilah apa yang
aku kerjakan. Buatlah itu menjadi berlipat ganda dsb.’ Bagi saya itu adalah ajaran yang keliru luar
biasa. Keliru, sebab doa Yabez adalah hanya salah satu contoh doa yang dicatat di Alkitab. Contoh
doa tidak boleh menjadi prinsip doa. Itu kesalahan besar. Karena ada banyak contoh doa di dalam
Alkitab yang tidak seperti itu. Salah satunya adalah doa Paulus meminta Tuhan mencabut duri dari
tubuhnya. Sampai tiga kali dia meminta, tetapi Tuhan mengatakan ‘Cukuplah kasih karuniaku.’ Stop
jangan doa lagi. Sekalipun di dalam sakit yang terus-menerus muncul di dalam hidupmu, sakit itu
begitu berat, tetapi ditopang oleh anugerah Tuhan engkau sanggup bisa mengatasi dan melewati
akan hal itu. Itu contoh doa. Ada contoh doa Yabez. Yabez mengalami penderitaan dan kesulitan di
dalam hidupnya dan dia berdoa kepada Tuhan lalu Tuhan menjawab doa Yabez. Di sini Paulus ingin
mengatakan kepada kita, pada waktu kita mengalami segala kesulitan dan penderitaan di dalam
dunia ini, kita tidak terlepas dan tidak terluput, kita sama seperti orang yang lain sebab kita hidup di
dalam dunia ini, berada di atas muka bumi ini, satupun di antara kita tidak bisa terlepas dari hal-hal
seperti ini.
Gempa terjadi di Haiti dan terjadi kontroversi ketika sebagian orang Kristen mengatakan itu pasti
karena Tuhan menghukum Haiti yang penuh dengan segala sinkretisme. Haiti jago santet orang
dengan ilmu voodoo-nya. Tetapi jangan lupa bahwa pada waktu gempa itu terjadi, bukan saja orang
yang tidak percaya yang meninggal, tetapi di situ ada juga gereja, hamba-hamba Tuhan, anak-anak
Tuhan, ada misionari, ada orang-orang yang mau membantu Haiti juga mati ditimpa dan hilang
lenyap oleh karena bencana itu. Pada waktu murid-murid Yesus melihat seorang buta di tepi jalan,
mereka lalu berpikir dia buta karena dosa dia atau karena dosa orang tuanya. Tetapi Yesus
mengatakan jangan mengambil kesimpulan sebab-akibat seperti itu (Yoh.9) . Pada waktu ada kasus
menara di dekat Siloam roboh dan menimpa orang hingga mati, Yesus mengatakan jangan kira itu
adalah karena dosa mereka (Luk.13) . Dengan kalimat seperti ini Yesus hanya ingin mengajak kita
supaya melihat dan jangan terlalu cepat menarik sebab-akibat seperti itu supaya kita tidak jatuh
dengan menghakimi orang dengan cara seperti itu. Pasti Tuhan yang adil akan menghakimi setiap
orang. Kita tidak tahu misteri di balik hal-hal itu tetapi semua peristiwa yang sakit, menyedihkan dan
memilukan hati itu tidak akan menjadi keterkejutan tiba-tiba ketika dia datang ke dalam hidupmu
sebab karena kita sudah siap sedia seperti yang firman Tuhan katakan satupun di antara kita tidak
akan terluput dari hal itu, siapapun dia. Ada pendeta yang pulang berkhotbah, di tengah jalan
mengalami tabrakan dan besi yang tajam menembus tubuhnya hingga dia meninggal. Ada orang yang
sudah melakukan begitu banyak hal yang baik, tiba-tiba meninggal di usia yang muda. Kita tidak bisa
mengerti akan hal itu. Ada orang yang mencintai dan melayani Tuhan tetapi tiba-tiba mengalami
segala sakit penyakit dan kebangkrutan yang mendadak di dalam hidupnya. Kita bisa terkejut dan
kaget jikalau kita berasumsi bahwa orang yang mencintai Tuhan tidak akan mengalami hal-hal seperti
itu. Kita tidak berbeda dengan orang yang tidak percaya Tuhan.
114

Paulus mengkomparasi akibat kejatuhan manusia di dalam dosa di Roma 8 ini dengan Kej.3 . Di sini
Paulus mengatakan akibat dosa kita semua mengeluarkan keluhan yang sama, keluhan yang keluar
dari mulut anak Tuhan karena akibat dosa yang mengutuk dunia ini keluhan yang juga bisa keluar
dari mulut orang-orang lain dan juga merupakan keluhan yang muncul dari semua mahluk. Seluruh
ciptaan mengeluh. Dosa menghasilkan tiga aspek di sini dan kita semua takluk di bawahnya. Satu,
tidak ada satupun di antara kita yang tidak takluk kepada kesia-siaan (ayat 20), the futility of life.
Semua kita takluk di bawah kesia-siaan hidup. Maksudnya di sini, semua kita karena akibat dosa
takluk di bawah the unfairness of life. Ini adalah kutukan Tuhan secara spesifik kepada Adam, dengan
susah payah engkau akan bekerja dan semak dan onak duri akan dihasilkan tanahmu (Kej.3:18) .
Dengan kata lain tidak ada orang yang hidup di atas muka bumi ini tidak pernah mengeluarkan
keluhan harus berjuang untuk supaya bisa mendapatkan sesuap nasi bagi dirinya. Kita bekerja
dengan susah payah, justru mendapatkan onak duri sebagai hasilnya. Ada orang lain yang tidak
bekerja dengan susah payah setiap hari makan dari hasil kerja keras orang lain.

Melihat kesulitan dan penderitaan terjadi di sekitar kita, hati kita sedih dan berkeluh kesah. Kenapa
hidup di muka bumi seperti ini? Ada orang mempunyai kualitas hidup yang baik, dengan integritas
dan kejujuran tetapi selama-lamanya menjalani hidup yang susah dan diperlakukan dengan tidak adil
oleh orang lain. Ada orang sudah bekerja setengah mati di kantor dengan baik-baik, ingin hidup jadi
orang Kristen yang jujur, tetapi teman-teman yang setiap kali kerjanya cuma mengobrol naik terus
jabatannya. Itu namanya kesia-siaan hidup, the unfairness of life. Ayat 19-21 Paulus sedikit
menyinggung mengenai aspek eskatologis, ketika Tuhan Yesus datang kembali ke dua kalinya, di
situlah finalitas penderitaan selesai dan tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi sakit, tidak ada lagi
proses penuaan, tidak ada lagi kematian. Itulah keindahannya. Itu sebab pada waktu sampai di situ
Paulus mengatakan satu kalimat kemenangan, “Sebab aku yakin bahwa penderitaan sekarang ini
tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan datang” (Roma 8:18) . Ada beberapa kalimat
kemenangan yang Paulus teriakkan di dalam Roma 8 ini. Yang pertama adalah Roma 8:1, “Demikianlah
sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus!” Yang kedua, ayat 18
di atas. Yang ketiga, “Apakah yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus?” (Roma 8:35) . Kematian,
penderitaan, penganiayaan, kelaparan atau ketelanjangan? Ini semua menjadi puncak keindahan dari
surat Roma
Ayat 20 ,yang Paulus maksud dengan ‘semua mahluk’ itu siapa? Ada yang mengatakan itu adalah
orang-orang lain yang belum percaya Tuhan. Tetapi saya lebih setuju mengatakan semua mahluk di
sini mengacu kepada semua penciptaan, semua ciptaan Tuhan. Semua ciptaan Tuhan menantikan
kapankah hal itu akan terjadi? Paulus memakai ayat ini untuk dikomparasi dengan Kej.3 pada waktu
Adam berdosa bukan saja Adam menerima akibat dosa, bukan saja Hawa menerima akibat dosa,
tetapi dunia ciptaan yang baik ini juga berada di bawah kutukan dosa. Bukan mereka yang mau,
tetapi Tuhan yang menaklukkan dunia yang dicipta-Nya kini berada di bawah kutukan dosa. Manusia
tidak sanggup bisa melihat keindahan alam semesta dengan baik. Manusia tidak bisa mengeksplorasi
dunia demi untuk kesejahteraan orang banyak, manusia hanya sanggup bisa mengeksploitasi alam
demi untuk kekayaan diri sendiri. Itulah yang terjadi. Melihat keindahan dunia, ada jejak kaki
manusia yang merusak di situ. Keindahan dari dunia yang baik ini tetapi ada kutukan dosa di situ, kita
mengeluh. Maka Paulus memakai bahasa personifikasi ini, di dalam diri seluruh mahluk. Mereka juga
mengeluh kapankah dunia ini ditransformasi semua menjadi indah, sempurna dan begitu lengkap?
Sekarang hidup di dalam dunia yang terkutuk seperti ini semua kita takluk di bawah sia-sia hidup.
115

Ayat 21 ,ini yang kita sebut sebagai “the cosmic redemption (penebusan).” Maka sampai pada akhir
Alkitab mencatat akan ada langit yang baru dan bumi yang baru. Bumi yang dicipta ini pada waktu
Yesus datang kembali akan dikuduskan dari dosa dan bumi ini tidak akan dihilangkan dan
dilenyapkan melainkan akan ditransformasi oleh Tuhan. Itu sebab Yes.65:25 mengatakan pada waktu
itu serigala dan anak domba akan makan rumput bersama-sama. Singa akan makan jerami bersama
lembu. Itu bicara mengenai ‘the cosmic redemption (penebusan).’ Tidak akan ada lagi permusuhan,
tidak akan ada lagi hal-hal yang merusak alam semesta ini sebab semua yang Tuhan ciptakan itu
menjadi indah dan ditransformasi. Maka penebusan Tuhan yang terakhir bukan bicara nanti di surga
kita akan terus melayang di awan-awan kepada satu dunia yang lain, tetapi engkau dan saya akan
tinggal dan hidup di dalam langit dan bumi baru dimana Tuhan dan manusia tidak lagi dipisahkan
oleh dosa tetapi berada di dalam satu kebersamaan. Bukan saja kita orang percaya, tetapi semua
ciptaan yang indah dan baik berada di situ.
Yang kedua, semua kita berada di bawah perbudakan kebinasaan, “the bondage of decay.” Tuhan
berkata kepada Adam, ”...engkau akan kembali kepada tanah sebab dari situlah engkau diambil”
(Kej.3:19) . Akibat dosa maka maut datang ke dalam hidup manusia. Tidak ada satupun yang lepas di

atas muka bumi ini, ketika satu kehidupan muncul berarti kehidupan itu cepat atau lambat berada di
dalam proses the bondage of decay, kita semua akan menuju ke situ. Engkau dan saya yang sudah
ditebus oleh Tuhan, kita tidak akan takut menghadapi kematian karena kita percaya satu kali kelak
Tuhan akan memberikan tubuh kemuliaan kepada setiap kita. Tetapi di dalam dunia yang begitu
terbatas, kadang-kadang roh kita, roh yang ada di dalam kita memang bereaksi tidak menginginkan
limitasi itu. Kita tidak ingin menjadi tua. Tetapi kita tidak bisa lepas darinya, semua kita satu kali kelak
akan menghadapi kematian.

Yang ketiga, semua kita yang hidup di atas muka bumi ini ditaklukkan kepada “sakit bersalin” (ayat
22) . Sekali lagi, Paulus mengacu kepada Kej.3 Tuhan bicara kepada Hawa “dengan sakit bersalin

engkau akan melahirkan.” Bagaimana menafsir ayat ini? Apakah berarti kalau Hawa tidak jatuh di
dalam dosa dia waktu melahirkan tidak melewati proses sakit bersalin? Sakit yang diakibatkan dosa
kepada Hawa bukan dalam pengertian fisik bahwa Tuhan akan menambah kesakitannya tetapi lebih
di dalam pengertian bahwa setelah melahirkan, perasaan sakit itu akan menjadi penuh kesakitan.
Yang kita lahirkan itu adalah satu kehidupan. Yang kita lahirkan dengan susah payah itu adalah anak-
anak kita yang dengan susah kita besarkan tetapi seringkali akibat dosa, yang seharusnya anak itu
berterimakasih, anak itu berbakti dan berguna di dalam masyarakat, anak itu menjadi baik dan
bertanggung jawab kepada orang tua, tetapi justru menjadi anak yang lari dan liar dan
mengecewakan hati kita. Itu arti dari ayat ini. Dengan melahirkan engkau akan mendapatkan sakit
dan susah yang lebih banyak. Memperoleh anak itu adalah satu berkat tetapi sekaligus di situ bisa
menjadi kesakitan yang besar dan berat di dalam hidup kita.
Tetapi ada ‘blessing in disguise’ dengan Paulus mengatakan kata “sakit bersalin” ini sebagai metafora
dari penderitaan orang Kristen. Kita bandingkan ini dengan kalimat Tuhan Yesus di dalam Yoh.16:21
seorang wanita mengalami proses kesakitan yang luar biasa waktu bayinya akan keluar tetapi begitu
dia melihat bayinya, segala kesakitan itu hilang lenyap. Penderitaanmu di atas muka bumi ini,
sakitmu di atas muka bumi ini seperti sakit seorang wanita bersalin. Berarti dua hal bagi saya,
pertama penderitaan dan sakit yang ada di dalam hidup saudara adalah suatu hal yang harus kita
alami dan kita jalani, melewati satu proses perjuangan supaya kita bisa menghasilkan satu hasil di
116

belakang. Maka tidak usah takut menghadapi kesulitan dan penderitaan sebab memang tidak ada hal
di atas muka bumi ini yang datang secara gampang di dalam hidup kita. Semua perlu proses, seperti
seorang perempuan yang melahirkan, perlu perjuangan menghasilkan sesuatu. Yang kedua, dengan
memakai istilah ‘giving birth’ untuk mencetuskan suffering berarti di belakang dari suffering itu ada
joy. Itu bukan sesuatu yang tidak punya arti dan nilai. Maka mengapa Paulus memakai satu metafora
yang indah ini. Semua kita takluk di bawah sakit, semua kita berada di bawah penderitaan, semua
kita mengalami painful life. Tetapi mari kita lihat perbedaannya. Kesakitan kita bukan seperti
penderitaan yang datang seperti ketiban tangga. Kesakitan kita bukan seperti sedang jalan-jalan
tahu-tahu ada batu nyasar menimpa kepala kita. Kesakitan kita adalah satu kesakitan yang
memperjuangkan sesuatu yang indah lahir dari hidup kita. Di balik dari semua sakit itu lebih indah
akan muncul darinya. Itu yang memberikan sukacita bagi kita.
Jadi anak Tuhan, jangan biarkan kita merasa hidup kita itu lebih jelek, lebih buruk dan lebih gelap
daripada orang lain. Jadi anak Tuhan jangan juga memiliki asumsi yang salah bahwa kita akan
terlepas dan terluput dari hal-hal yang dialami oleh orang-orang yang lain yang tidak percaya dan
kiranya tidak timpa kepada kita. Apa yang memberikan perbedaan? Kita punya pengharapan, yaitu
pengharapan yang diberikan oleh Tuhan. Pengharapan itu disebut pengharapan karena kita tidak
melihat realitanya sekarang. Kita hidup berpengharapan sebab kita tahu di belakang dari proses
giving birth ada satu kehidupan yang indah.
Kedua, keluar kalimat kemenangan ini, penderitaan yang aku alami sekarang ini tidak ada apa-apanya
dibanding dengan kemuliaan yang Tuhan akan berikan nanti. Ini yang membedakan engkau dengan
orang yang tidak punya pengharapan. Ini yang membedakan kita dengan orang-orang yang tidak
memiliki Kristus. Maka melewati hal yang sama, kita bereaksi dengan cara yang berbeda.
117

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 14/2/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 21

Keluhan orang percaya

Nats: Roma 8:18-30

18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.
19 Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak–anak Allah dinyatakan.
20 Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia–siaan, bukan oleh kehendaknya
sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya,
21 tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari
perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak–anak Allah.
22 Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama–sama mengeluh dan sama–
sama merasa sakit bersalin.
23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga
mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan
tubuh kita.
24 Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan
pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?
25 Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.
26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana
sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan–
keluhan yang tidak terucapkan.
27 Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai
dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang–orang kudus.
28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.
29 Sebab semua orang yang dipilih–Nya dari semula, mereka juga ditentukan–Nya dari semula
untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak–Nya, supaya Ia, Anak–Nya itu, menjadi yang
sulung di antara banyak saudara.
30 Dan mereka yang ditentukan–Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil–Nya. Dan mereka
yang dipanggil–Nya, mereka itu juga dibenarkan–Nya. Dan mereka yang dibenarkan–Nya,
mereka itu juga dimuliakan–Nya.
118

Boleh kita katakan Roma 8 merupakan ‘pinacle’ atau puncak yang paling tertinggi dari seluruh
rangkaian 16 pasal dari surat Roma Paling tidak kita menemukan ada tiga proklamasi kemenangan
orang Kristen yang bagi saya merupakan kalimat yang begitu indah yang dicetuskan oleh rasul Paulus
terhadap apa yang Tuhan sudah kerjakan dan lakukan di dalam hidup kita. Yang pertama, Roma 8:1
Paulus mendeklarasikan, di dalam Kristus tidak ada lagi penghukuman bagi orang percaya sebab
penghukuman itu sudah ditanggung oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Itu adalah satu deklarasi
kemenangan orang Kristen. Yang kedua, Roma 8:18 segala penderitaan yang kita alami di atas muka
bumi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemuliaan yang ada di sana. Biar kalimat ini
boleh menjadi kekuatan bagi kita. Sebesar-besarnya kesulitan kita di dalam dunia ini merupakan hal
yang kecil pada waktu kita melihat kemuliaan yang Tuhan beri kepada kita di sana. Yang ketiga, Roma
8:31-35 merupakan rangkaian pertanyaan retorika yang tidak perlu jawabannya, ‘Siapa yang bisa

memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasankah, kesesakankah, penganiayaankah, kelaparankah?’


Yang kemudian Paulus tutup dengan satu jawaban, biar kita menjalani hidup ini ‘more than
conqueror.’ Biar kita menjadi orang Kristen yang memiliki sikap sebagai seorang pemenang
menghadapi hidup ini. Mungkin di dalam peperangan menghadapi dosa kita mungkin kalah di dalam
satu medan perang tetapi pertempuran itu pasti kita akan menangkan di hari yang terakhir. Itu
menjadi kekuatan bagi kita.
Saya mau membandingkan tiga deklarasi ini dengan tiga aspek keluhan yang ada di dalam hidup
orang Kristen. Ada tiga keluhan yang muncul dan masing-masing berbeda ada di dalam hidup kita
sebagai orang Kristen. Minggu lalu saya sudah membahas keluhan yang pertama di ayat 22 , satu
keluhan yang universal, keluhan yang ada di dalam setiap mahluk. Jadi bukan saja orang Kristen yang
mengeluh, orang yang tidak percaya Tuhan juga mengeluh, bahkan seluruh mahluk mengeluh. Ini
adalah keluhan karena dunia sudah takluk dan berada di bawah kutukan dosa. Kita tidak lebih
daripada orang lain. Orang yang percaya Tuhan juga tidak selalu lancar hidupnya, tidak selalu lebih
sukses hidupnya daripada orang lain yang tidak percaya Tuhan. Kita tidak boleh ditipu dengan janji
bahwa kita akan menjalani hidup yang jauh lebih baik dibanding dengan orang yang tidak percaya.
Secara fenomena, Paulus mengatakan kita semua takluk di bawah kebinasaan, pada suatu hari kita
semua akan mati. Kita semua takluk di bawah kesakitan, penderitaan dan sakit. Kita semua takluk di
bawah unfairness life. Ini tiga hal yang menyebabkan kita berkeluh kesah. Keluh kesah karena akibat
dosa, seperti yang Tuhan katakan kepada Adam, ‘dengan susah payah engkau bekerja dan onak duri
menjadi hasilnya.’ Saudara perhatikan, kerja itu bukanlah dosa. Karena sebelum manusia jatuh di
dalam dosa, Tuhan sudah menyuruh Adam bekerja di taman Eden. Tetapi akibat kejatuhan itu kita
menemukan di sini kerja manusia memiliki aspek the unfairness of life terjadi. Apa yang kita lakukan
dengan susah payah, dengan sungguh-sungguh, dengan keringat dan air mata, tetapi hasilnya
mungkin dimakan oleh orang lain. Keluhan yang pertama itu sama-sama diteriakkan semua mahluk
karena beratnya tekanan hidup. Ada hal-hal yang kadang terjadi dengan tidak terduga, kita
menderita sakit secara mendadak. Ada hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan terjadi di dalam hidup
keluarga dan ekonomi kita.
Keluhan yang kedua adalah keluhan yang hanya ada di dalam diri orang Kristen, orang yang percaya
Tuhan. Di ayat 23 , “kita mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak
Allah yaitu pembebasan tubuh kita.” Ini keluhan yang dihasilkan sebagai the first fruit of Holy Spirit
yang ada di dalam hati kita. Kita mengeluh sebab Roh sebagai materai Tuhan yang ada di dalam hati
119

kita, itu sebab kita mengeluarkan keluhan ini di dalam hidup kita. Keluhan ini berbeda dengan
keluhan yang pertama. Keluhan ini keluar dari orang yang sudah memiliki Roh Kudus, berada di
dalam satu time frame ‘already and not yet.’ Kita sudah menerima segala janji berkat Tuhan, tetapi
kita juga belum menerima dan melihat hal itu terealisir. Dengan time frame inilah kita berkeluh-
kesah sebab kita berada di dalam proses pengkudusan hidup kita.
Itu sebab beberapa minggu yang lalu saya mengatakan barangsiapa tidak mengeluarkan keluhan
proses pengkudusan ini, kita mungkin bisa bertanya-tanya betulkah kita memiliki satu kehidupan
Kristen yang sejati dan serius adanya? Karena Paulus mengatakan ini adalah keluhan seorang yang
sudah ada Roh Kudus di dalam hatinya. Keluhan ini muncul sebab kita sudah disucikan oleh Tuhan.
Hidup kita di dalam proses pengkudusan. Tetapi di tengah proses pengkudusan itu kita harus
mengaku dengan jujur betapa sering kita kalah dan gagal di dalam menjalankan apa yang Tuhan
inginkan dan Tuhan kehendaki. Kita mau hidup mencintai dan mengasihi Tuhan tetapi mengapa kita
kadang-kadang sulit menjalankan hal itu? Kita tahu kita harus melakukan yang terindah dan terbaik
seturut dengan firman Tuhan, tetapi mengapa justru ada pikiran-pikiran yang lain yang membawa
saya lari jauh dari Tuhan? Di dalam realita itulah maka kita menemukan hal keluhan seperti ini. Kita
mengeluh karena Tuhan sudah memberikan Roh-Nya yang kudus di dalam hati kita yang
mengingatkan ada sesuatu yang kekal di dalam hidup kita yang jauh lebih bernilai dan berharga yang
harus kita kejar.
Sinclair Ferguson membedakan bagaimana prinsip kehadiran dosa di dalam diri orang sebelum dia
mengenal Tuhan dan sesudah dia mengenal Tuhan. Waktu kita belum mengenal Tuhan, di situ dosa
bersifat ‘the reigning sin.’ Dosa itu bertahta. Dia menjadi tuan di dalam hidup engkau dan saya. Maka
tidak bisa tidak, kita pasti akan melakukan dosa, sebab kita budaknya dan dia menjadi tuan kita.
Sesudah kita menjadi anak Tuhan maka dosa menjadi ‘the remaining sin,’ dosa itu tetap tinggal di
dalam diri kita tetapi dia tidak lagi bertahta. Itu sebab engkau dan saya tetap mengalami peperangan
rohani yang tidak ada habis-habisnya, tetapi di dalam peperangan itu kita memiliki kunci, kita boleh
berkata ‘tidak!’ kepada dosa sebab dia sudah tidak bertahta lagi di dalam hidup kita.
Dalam Gal.4 Paulus bilang di dalam hidup orang Kristen ‘Kristus hidup di didalam kamu,’ tetapi di
dalam Roma 7:17 Paulus bilang ‘sin lives in you.’ Ini dua fakta yang ada di dalam hatiku Kristus hidup,
namun di situ dosa tetap tinggal di dalamnya. Cuma bedanya sekarang Kristus yang bertahta dan
bukan lagi dosa. Namun karena dosa itu tetap ada maka peperangan rohani kita menjadi peperangan
rohani yang tidak ada habis-habisnya. Yang kedua, dalam 2 Kor.5:2 “selama di dalam kemah ini kita
mengeluh karena kita rindu mengenakan tempat kediaman surgawi di atas tempat kediaman kita
yang sekarang ini.” Keluhan ini adalah keluhan yang bersifat eskatologis.
Kita tahu suatu hari kita akan bangkit, di situ dosa tidak akan ada lagi, di situ air mata kita akan
dihapuskan, di situ kita akan memperoleh tubuh kebangkitan kita yang begitu indah dan agung
adanya. Tetapi hidup di dalam dunia sekarang di dalam tubuh kita yang fana ini kita mengalami
proses natural yang sama. Hidup dalam dunia ini semua ada masanya hidup dengan segala vitalitas,
ada waktunya semua vitalitas itu memudar dan kita cape dan lemah. Tetapi mungkin sulit kita
bayangkan suatu kali kelak tubuh kita bukan makin menua tetapi makin muda. Itulah tubuh
kebangkitan kita, tubuh yang tidak akan berkurang vitalitasnya. Segala yang kita kerjakan dengan
antusias, dengan penuh sukacita kita menikmatinya. Inilah yang menyebabkan kita mengeluh selama
masih tinggal di dalam tubuh yang fana ini karena kita mau mendapatkan tubuh yang baru itu.
120

Kapankah air mataku dihapus? Kapankah aku bisa menikmati tubuh kebangkitan yang begitu agung
dan indah itu, di situ saya bisa mencintai Tuhan tanpa ada cacat cela. Di situ saya bisa memuji dan
memuliakan Tuhan dengan seindah dan sesempurna mungkin. Di situ saya bisa menjalankan
kehendak Tuhan tanpa ada cacat cela sedikitpun. Itu adalah sukacita keindahan yang begitu kita
rindukan. Pada suatu hari kita akan bangkit, kita memperoleh tubuh kebangkitan yang sempurna dan
tidak akan binasa lagi, tubuh yang paling indah dan paling cantik yang engkau akan miliki. Dunia ini
menjadi dunia yang indah dan sempurna, tidak ada lagi eksploitasi.

Keluhan yang ketiga, 2 Kor.5:4 ”...kita mengeluh oleh beratnya tekanan karena kita mau mengenakan
pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama.” Berbeda dengan ayat yang di atas, kita rindu
mengenakan pakaian yang baru di atas yang lama, di sini kita mengeluh sebab kita mau memakai
pakaian yang baru tanpa menanggalkan pakaian yang lama. Kalau ketemu orang seperti itu kita
geleng-geleng kepala, bukan? Adakah orang yang pulang kerja, tubuh bau keringat, lalu tetap pakai
kaus dalam yang kotor lalu pakai baju luar yang bersih? Mungkin kita jarang menemukan orang
seperti ini, tetapi inilah yang terjadi di dalam hidup rohani. Why do we groan? Karena kita mau
mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan pakaian yang lama. Realita hidup kita sebagai
anak Tuhan terjadi ketegangan itu, kita sudah memiliki manusia baru, memiliki sikap yang baru,
memiliki harapan dan arah yang sudah disucikan oleh Tuhan, kita ingin mencintai dan mengasihi
Tuhan, tetapi kadang-kadang di tengah dunia yang berdosa ini kita masih memegang segala
kekuatiran terhadap segala hal di dalam dunia yang sebenarnya pada suatu hari akan berlalu dan
hilang lenyap.
Aesop menceritakan seorang anak yang memasukkan seluruh tangannya ke dalam lolly jar, dia mau
ambil permen sebanyak-banyaknya sehingga tangannya tidak bisa keluar. Satu-satunya cara supaya
tangannya bisa keluar adalah ambil hanya satu permen, tetapi dia tidak rela melakukan hal itu. Hidup
kita bisa seperti itu. Kenapa kita mengeluh? Sebab kita menjadi orang Kristen, kita sudah memiliki
segala anugerah dan kenikmatan dari Tuhan yang begitu indah yang tidak akan pernah musnah,
tetapi kita masih mau memegang nikmat dan kesenangan yang sementara yang akhirnya menjadi
penghambat bagi kepenuhan sukacita kita sebagai anak Tuhan. Kita mau hidup dengan pakaian yang
baru tanpa melepaskan yang lama. Firman Tuhan mengatakan selama kita masih hidup di atas muka
bumi ini kita masih memerlukan segala hal untuk bisa hidup. Tetapi kita tidak boleh menjadikan
semua hal itu menghambat keindahan sukacita kita melihat semua hal yang indah dan agung yang
akan Tuhan sediakan bagi engkau dan saya.

Di dalam Ef.1:14 Paulus memakai istilah “down payment” atau uang muka atau persekot mengenai
Roh Kudus bagi orang percaya. Persekot memiliki unsur yang legal dan sah, tetapi anda belum lihat
semua finalitas dan maksimal sebab memang masih berupa persekot. Wajar kita kadang-kadang
menjalani keluhan seperti itu. Tuhan memberi janji dan semua berkat itu menjadi kepastian di dalam
hidupmu tetapi di dalam hidup kita menantikannya kita mengeluh. Namun kita memiliki Roh Kudus
yang menjadi persekot, yang menciptakan hidup kita memiliki kekuatan dan pengharapan. Kekuatan
bertahan di dalam hidup orang Kristen bukan melihat dan mendapatkan apa yang sudah Tuhan
janjikan tetapi pengharapan itu menjadi kekuatan kita menjalani hidup ini (Roma 8:23-25). Dan disebut
‘pengharapan’ sebab ini belum menjadi fakta realita yang kita dapat. Waktu kita berkata, ‘kita
berharap,’ itu berarti belum dapat. Sebab kalau anda sudah lihat dan sudah pegang, itu bukan lagi
disebut sebagai pengharapan. Pengharapan disebut sebagai pengharapan sebab itu merupakan
121

sesuatu yang ada di sana. Maka hidup orang Kristen memiliki pengharapan ini, membuat kita
berbeda dengan orang yang lain.
Ada orang mengatakan, “Manusia bisa tetap hidup tanpa makan selama 40 hari, tanpa minum selama
8 hari, bahkan tanpa bernapas selama 10 menit. Tetapi manusia tidak mungin bisa hidup kalau dia
tidak lagi punya pengharapan 2 detik saja.” Jangan anggap enteng perharapan. Pengharapan itu
menjadi kekuatan yang besar dan dahsyat di dalam hidup kita. Dan pengharapan kita bukan
pengharapan yang kosong. Bagaimana menghadapi hidup di tengah keluhan proses pengkudusan,
Tuhan sudah berjanji tetapi kita belum mendapatkannya tetapi itu tidak mengecewakan hidup.
Pengharapan orang Kristen memberikan pembedaan dengan orang yang tidak percaya. Kita pergi
bekerja di kantor dan dimanapun, apa yang membedakan kita sebagai orang Kristen dengan orang
lain? Orang Kristen kadang-kadang terlalu naif mengatakan yang membedakan adalah kita dapat
berkat lebih banyak, lebih berhasil, dsb. Itu adalah perbandingan yang naif dan terlalu sederhana.
Tetapi yang membedakan adalah bagaimana ketekunan kita, kesetiaan kita, ketekunan di dalam
menghadapi segala kesulitan dan tantangan, selalu memiliki respons positif dan tidak pernah tawar
hati. Itu yang membedakan kita.
Paulus mengatakan, kita berharap, dan selanjutnya, kita menantikan dengan tekun. Tetapi itu semua
bukan semata-mata kekuatan kita bisa menjalani hidup seperti itu. Ada Roh Kudus yang menyertai
kita di tengah perjalanan itu. Maka muncul keluhan yang ketiga dan yang hanya satu-satunya dicatat
di dalam Alkitab yang begitu unik, yaitu keluhan Roh Kudus. Ayat 26-27 menjadi dasar teologinya,
tidak ada siapapun yang bisa 100% mengenal dan mengerti pikiran Allah selain Roh Allah sendiri.
Tidak ada yang tahu pikiran Tuhan, jalan Tuhan, maksud dan rencana Tuhan kecuali Roh Allah sendiri.
Kalimat ini Paulus ulang di dalam surat Korintus. Roh itu tinggal di dalam kita. Ketika kita menjalani
hidup dengan segala kekurangan dan kelemahan kita, kita memiliki penghiburan yang luar biasa
karena ada suara yang misteri yang engkau dan saya tidak dengar yang dinyatakan oleh Roh Kudus
untuk didengar oleh Allah Bapa di surga. Ada Roh yang berdoa di dalam diri saudara. Sampai di sini
saya ingin mengingatkan, jangan pakai ayat ini untuk mengatakan, puji Tuhan, saya tidak perlu
berdoa lagi karena Roh Kudus sudah berdoa untuk saya. Kita tidak tahu apa yang kita minta di dalam
doa kita, kalimat ini tidak berarti semua doa kita salah. Tetapi kalimat ini memberikan indikasi waktu
kita minta kepada Tuhan, waktu kita berdoa kepada Tuhan, doa itu masih memiliki satu limitasi.
Limitasinya adalah kita tidak sanggup bisa mengenal maksud dan rencana Tuhan yang sempurna itu
dalam hidup kita. Itu sebab ada satu suara misteri di dalam hidup kita yang berkeluh-kesah dengan
tidak terucapkan, keluhan Roh Kudus. Doa kita yang tidak sempurna itu “diedit” dengan baik oleh
Roh Kudus. Sebab hanya Dia yang tahu dengan sempurna segala rencana, kehendak dan maksud
Tuhan di dalam hidup kita. Roh Kudus berdoa dengan keluhan yang tidak terucapkan. Ayat ini sering
dikutip dan dicopot dari konteksnya dengan mengatakan bahwa ini adalah doa Roh Kudus, berarti ini
adalah bahasa Roh Kudus, kalau ini adalah bahasa Roh Kudus, ini adalah bahasa yang tidak
terucapkan, maka ini mirip dengan bahasa lidah. Saya katakan ini interpretasi ini ada kelemahannya.
Kelemahannya adalah kalau saudara baca mengenai karunia glosolalia di dalam surat Korintus, jelas
ini adalah karunia yang tidak dimiliki oleh semua orang Kristen. Tetapi di sini adalah pekerjaan Roh
Kudus bagi semua orang percaya. Maka ayat ini tidak bisa diinterpretasi seperti demikian. Maksud
kalimat “Roh Kudus berdoa dengan kalimat yang tidak terucapkan” adalah kita manusia yang
122

terbatas tidak tahu apa yang Roh Kudus doakan. Tetapi mengapa Roh Kudus bekerja seperti itu?
Prinsipnya di ayat 27: tidak ada yang tahu hati Allah kecuali Roh Kudus sendiri.
Saya ajak saudara bandingkan Roma 8:28 dengan Pkh.3:11 “Ia membuat segala sesuatu indah pada
waktunya, bahkan Ia memberi kekekalan di dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat
menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir…” Paulus mengatakan di dalam
Roma 8:28 “Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan

kebaikan…” Dalam Pengkhotbah dikatakan kita tidak sanggup menyelami pekerjaan Allah dari awal
hingga akhir. Namun Roma 8:28 mengatakan kita tahu. Dua ayat ini tidak bertentangan. Dua ayat ini
justru saling melengkapi. Paulus dalam Roma 8:28 tidak mengatakan ‘kita membuktikan sekarang,
atau kita lihat sekarang Allah bekerja…’ tetapi Paulus bilang ‘kita tahu…’ Bukan lihat, bukan bukti,
tetapi secara pengakuan hati dan iman kita mengaku Allah itu setia dan Allah itu baik adanya, bukan
saja demikian, ada Roh Kudus yang meredaksi secara indah segala hal yang menjadi kelemahan dan
kekurangan kita menjadi seturut dengan kehendak Tuhan. Kita tahu Allah akan melakukan hal yang
indah dan baik. Tetapi jujur kita tidak bisa menyelami dan mengerti semua itu, seperti kata
Pengkhotbah.
Pengkhotbah bilang, kita tidak bisa menyelami pekerjaan Allah dari awal sampai akhir. Di dalam
melihat dan membuktikannya, kita selalu terlambat menyelami semua itu. Tetapi Paulus bilang,
memang engkau tidak perlu selalu harus tunggu di depan mata baru kita bisa menyelami tetapi kita
tahu Allah menjadikan semua itu pada akhirnya menjadi rangkaian keindahan bagi setiap orang yang
mengasihi Dia. Kiranya ini boleh menjadi firman yang indah dan menguatkan engkau dan saya. Kita
mengeluh akan beratnya hidup di atas muka bumi ini sebab memang ada Roh yang mengkuduskan
engkau dan saya. Keluhan itu muncul sebab kita mau cinta Tuhan tetapi kadang-kadang kita gagal.
Kita seringkali meminta sesuatu tanpa seturut dengan kehendak Tuhan. Namun puji Tuhan, di tengah
kelemahan dan kegagalan kita ada Roh Kudus yang di dalam hati kita selalu berdoa untuk engkau dan
saya. Di dalam surat Ibrani dikatakan Yesus Kristus berdoa syafaat bagi keselamatan kita. Surat Roma
bilang Roh Kudus berdoa syafaat untuk menyempurnakan doa kita. Itu sebab kalau hanya bersandar
kepada kekuatan kita ikut Tuhan, kita bisa lemah dan berjalan salah. Tetapi ketika Roh Kudus
memimpin dengan misteri dan keindahan, kita bisa berkata seperti Paulus, kita tahu Allah akan
menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya.
123

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 21/2/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 22

Aman di dalam tangan Allah

Nats: Roma 8:28-32

28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.
29 Sebab semua orang yang dipilih–Nya dari semula, mereka juga ditentukan–Nya dari semula
untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak–Nya, supaya Ia, Anak–Nya itu, menjadi yang
sulung di antara banyak saudara.
30 Dan mereka yang ditentukan–Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil–Nya. Dan mereka
yang dipanggil–Nya, mereka itu juga dibenarkan–Nya. Dan mereka yang dibenarkan–Nya,
mereka itu juga dimuliakan–Nya.
31 Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita,
siapakah yang akan melawan kita?
32 Ia, yang tidak menyayangkan Anak–Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan–Nya bagi kita
semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama–
sama dengan Dia?

Bagian Alkitab yang kita baca ini memperlihatkan betapa exciting-nya Paulus menceritakan kasih
Tuhan. Ada semacam rantai yang begitu ditarik, di belakangnya ada rantai yang tidak habis-habis
muncul. Kasih Allah kepada kita telah memilih kita dari semula, kita dipanggil-Nya, kita dibenarkan-
Nya, kita dimuliakan-Nya. Itu sebab tidak mungkin ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus,
baik itu penganiayan, penderitaan, segala kesulitan dan kesesakan, bukan saja hal yang bersifat fisik,
tetapi kuasa yang di atas dan di bawah, segala kuasa apapun tidak ada yang sanggup bisa
memisahkan kita dari kasih Kristus. Mengerti akan hal ini biar kita menjadi orang Kristen yang
menjalani hidup sebagai pemenang, the winner, the conqueror. Itu merupakan kalimat-kalimat
Paulus yang luar biasa.
Saudara yang suka memancing ikan, bayangkan begitu ada ikan menyangkut di kailmu lalu waktu kau
tarik, di belakangnya ikut sepuluh ikan lain. Yang paling membuat saya senang adalah beli satu coral
yang kecil dan murah, waktu ditaruh ke dalam aquarium baru tahu di balik coral itu keluar anak
udang yang lebih mahal daripada coral-nya. Saudara beli satu barang, setelah beli baru tahu ternyata
ada rentetan bonus gratis yang jauh lebih mahal harganya daripada barang itu. Itu merupakan satu
kegembiraan yang saya coba ajak saudara membaca bagian ini. Paulus mengekspresikan sukacitanya
seperti itu. Apa yang kita peroleh dari Tuhan, di belakangnya memiliki rentetan rantai anugerah yang
124

tidak ada habis-habisnya. Itu sebab bagi saya Roma 8 harus menjadi bagian firman Tuhan yang selalu
memberikan kekuatan bagi kita di tengah awan gelap hidup ini, memberikan sukacita untuk kita
boleh terus maju menjadi orang Kristen yang mencintai dan mengasihi Tuhan sebab kasih yang
Tuhan beri kepada engkau dan saya sulit untuk bisa kita ekspresikan dengan kata-kata, itu sebab kita
menemukan reaksi demi reaksi keluar terus dari kalimat Paulus menjadi rantai yang tidak ada habis-
habisnya.
Roma 8 ini bicara mengenai beberapa hal yang penting, tetapi Paulus tidak mau bicara mengenai hal
itu hanya sebagai sepotong kalimat saja melainkan dia bahas itu semua secara tuntas. Inti sampai
Roma 8 sebenarnya Paulus ingin menekankan betapa dahsyatnya benefit dan keuntungan yang kita

dapat sebagai hasil dari karya Tuhan Yesus dua ribu tahun yang lalu mati bagi kita di atas kayu salib
sebagia penebusan Tuhan yang final bagi engkau dan saya. Kita selamat bukan karena perbuatan
baik, kita selamat oleh sebab penebusan Yesus Kristus melalui kematian-Nya di atas kayu salib.
Paulus tidak berhenti sampai di situ karena Paulus kemudian mengajak kita dengan tuntas melihat
lebih dalam. Hal yang dia angkat adalah apakah karya keselamatan Tuhan Yesus di atas kayu salib itu
merupakan rencana Allah yang “mendadak” ataukah merupakan rencana yang Allah buat sejak
kekekalan? Pertanyaan selanjutnya, kalau Yesus sudah menebus kita di atas kayu salib, apakah
keselamatan itu bersifat permanen dan tidak akan berubah ataukah mungkin keselamatan itu akan
hilang di tengah jalan? Paulus membahas dua aspek itu.
Kekristenan bukan hanya bicara ikut Yesus kita masuk surga. Tetapi Paulus lebih dalam ingin
memberikan keyakinan kepada kita karena kadang-kadang kita melewati perjalanan hidup yang kita
tidak tahu apa yang akan terjadi di depan bisa membuat kita ragu, bimbang dan gelisah. Hari ini
Paulus dengan rantai kalimat ini ingin memberitahukan kita efek dari keselamatan penebusan Tuhan
Yesus di atas kayu salib bersifat permanen, tidak berubah dan aman selama-lamanya di dalam hidup
kita. Itu yang menjadi kekuatan pada waktu ada ancaman aniaya datang kepada kita, pada waktu
hidup kita tersendiri kehilangan segala-galanya, tetap kasih Tuhan tidak pernah berubah.

Sampai di sini, tidak berarti di dalam Kekristenan tidak ada suara yang menolak konsep ‘keamanan
abadi’ ini. Khususnya di dalam arus kelompok Arminianism yang dimulai oleh seorang teolog Belanda
bernama Jacobus Arminius yang mengatakan memang betul Tuhan menyelamatkan kita tetapi
keselamatan itu bisa menjadi tidak permanen di dalam hidup engkau dan saya tergantung apakah
kita tetap setia tahan dan tidak menolak Tuhan sampai akhir.
Saya melihat ada hal yang tidak logis di dalam pemikiran dia. Paulus jelas mengatakan, adakah yang
bisa memisahkan kita dari kasih Kristus? Tidak ada. Dari kesulitan hidup, penganiayaan, penderitaan,
tantangan, hingga kematian, tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus. Selanjutnya,
kuasa yang ada di bawah, kuasa yang ada di atas, artinya termasuk kuasa si Jahat yang berusaha
menarik engkau keluar dari keselamatan Kristus, mungkinkah kuasa-kuasa itu bisa menyebabkan
keselamatanmu hilang? Tidak bisa. Kalau begitu, kata Paulus, bisakah Tuhan sendiri yang ‘menyesal’
sudah menyelamatkanmu baru tahu engkau bukan anak Tuhan yang baik, lalu membatalkan
keselamatan itu? Paulus bilang, tidak. Bahkan Kristus sendiri tidak bisa menggugat kita, sebaliknya
Dia adalah Pembela kita di hadapan Allah selama-lamanya. Mungkinkah Allah sendiri yang kemudian
membatalkan sekuritas keselamatanmu? Jawabannya, tidak mungkin.
125

Maka sekarang tanya kepada kelompok Arminian, kalau begitu masuk akalkah kalau Allah sendiri
tidak membatalkan, kuasa kegelapanpun tidak bisa membatalkan, segala realita hidup kita tidak
sanggup bisa mencopot kita dari keselamatan itu, pertanyaannya apakah kita sendiri bisa
melakukannya dan Tuhan hanya berdiam diri? Satu tanda tanya besar buat saya. Sayangnya
pengajaran dari kelompok Arminian ini telah mempengaruhi beberapa teolog di dalam gerakan
Metodis dan belakangan mengembangkan holiness movement yang menjadi cikal bakal bagi
munculnya gerakan Pentakosta dan Karismatik yang tidak menerima konsep keselamatan Allah yang
bersifat ketentuan selama-lamanya. Buat mereka ada kemungkinan keselamatan itu bisa hilang,
sehingga keselamatan itu tergantung kepada kita berapa kuat kita bisa setia kepada Tuhan.
Jujur, berdasarkan interpretasi atas data-data di Alkitab, pengajaran bahwa keselamatan kita bisa
hilang itu terlalu sedikit dan begitu terbatas adanya. Paling tidak mereka berangkat dari dua dasar
argumentasi. Yang pertama, berdasarkan pengalaman yang mereka lihat di dalam hidup sehari-hari,
ada orang yang sudah dibaptis, sudah ikut melayani, tahu-tahu meninggalkan imannya. Tidak usah
cari jauh-jauh, dari dua belas murid Yesus saja ada satu yang seperti itu, yaitu Yudas Iskariot. Dia
bukan saja ikut Tuhan, sudah melayani, bahkan bisa mengusir setan, dsb tetapi pada akhirnya dia
menjadi murtad dan binasa, berarti ini membuktikan tidak menjadi jaminan orang yang sudah
mengakui Yesus, sudah menjadi Kristen, bisa selamat sampai akhir. Pengalaman di dalam dunia
modern juga kita bertemu bukan saja orang Kristen biasa, bukan saja orang yang sudah melayani
Tuhan, tetapi bahkan ada orang yang sudah menjadi pendeta, sudah naik mimbar, sudah melayani,
tetapi akhirnya meninggalkan Tuhan. Pengalaman sehari-hari kita menemukan ada orang-orang yang
seperti itu.
Yang kedua, Ibr.6:4-6 sering menjadi argumentasi dari kelompok ini. Ayat 6 bicara mengenai fakta
realita yang dilakukan oleh sebagian orang yang pernah mengaku sebagai orang Kristen yaitu di
depan umum kemudian menyangkal Tuhan dan tidak lagi menjadi orang Kristen. Pertanyaan yang
lebih dalam adalah: benarkah mereka dari awalnya sungguh-sungguh orang Kristen, atau orang yang
sudah mengalami kelahiran baru yang sejati? Nampaknya, penulis Ibrani sendiri memberikan
‘question mark,’ indikasinya karena dia menggunakan beberapa kata yang agak sedikit memberikan
kesan ini. Dua kali dia menyebut kata “mengecap” dalam bagian ini. Kata “mengecap” adalah kata
yang penting untuk menyatakan seseorang melakukan sesuatu tetapi tidak berarti menerimanya
dengan sungguh-sungguh. Contoh, pada waktu di atas kayu salib seseorang memberikan anggur
asam ke mulut Yesus, maka Yesus hanya “mengecap”-nya tetapi kemudian menolaknya. Jadi
“mengecap” berarti tindakan yang seolah-olah kelihatan menerima tetapi tidak menerima dengan
sungguh-sungguh.
Penulis Ibrani dua kali menyebut orang-orang ini “mengecap” firman Tuhan yang baik, “mengecap”
karunia Allah, namun kemudian mereka murtad. Ini indikasi dari penulis Ibrani, secara yang kelihatan
mereka melakukan semua itu menunjukkan memang mereka adalah orang Kristen tetapi apakah
mereka sungguh-sungguh orang Kristen sejati, dia meragukannya. Yang kedua, penulis Ibrani
langsung memberikan perbedaan bicara mengenai orang-orang ini sebagai “mereka” dengan kata
ganti orang ketiga jamak dalam bagian ini. Berarti dia memisahkan diri tidak termasuk kepada
mereka, dan dia memisahkan penerima suratnya juga tidak termasuk kepada mereka. Pada ayat-ayat
selanjutnya baru penulis Ibrani termasuk penerima suratnya sebagai kelompok yang dia sebut “kita”
126

Pengharapan kita kepada Tuhan itu kuat dan aman seperti jangkar kapal yang dilabuhkan
(ayat 19)
kepada batu karang yang kokoh yaitu Yesus Kristus sendiri.
Maka selebih dari itu kita akan menemukan keindahan demi keindahan firman Tuhan selalu
memberikan kemenangan, sukacita, janji dan penghiburan kepada engkau dan saya bicara begitu
terang di sini, cinta kasih Tuhan begitu indah. Keselamatan itu bersifat aman dan kokoh adanya.
Bagaimana kita tahu, bagaimana kita membuktikan bahwa keselamatan itu kokoh? Semua orang
yang lahir baru sejati pasti akan terpelihara imannya sampai akhir. Sebaliknya, orang yang terpelihara
imannya sampai akhir membuktikan dia adalah orang lahir baru sejati. Iman kita bisa terpelihara
sampai akhir bukan tergantung berapa kuatnya iman itu, berapa teguhnya, karena sesungguhnya
iman kita mudah sekali goyah terkena goncangan gelombang, ketakutan dan keraguan. Tetapi
sekuritas iman kita berada di tangan Tuhan yang kuat dan perkasa.
Beberapa ayat, Yoh.10:28-29 ”...mereka tidak akan binasa selama-lamanya dan seorangpun tidak
dapat merebut mereka dari tangan Bapa.” Keselamatan kita kekal karena keselamatan itu ada di
dalam tangan Bapa yang besar dan perkasa, lebih besar daripada siapapun. Tidak ada siapapun yang
bisa merebutnya dari tangan Bapa. Saudara juga bisa membaca satu ayat lagi dari Yoh.6:39-40 . Dua
ayat ini saja sudah jelas memberikan kepada kita kekuatan yang dahsyat bagaimana hasil dari
penebusan Kristus di atas kayu salib bersifat kekal dan bersifat permanen di dalam hidup engkau dan
saya. Tetapi orang yang terpelihara imannya sampai akhir itu memberikan indikasi kepada kita
memang betul ia seorang Kristen benar yang dilahar baru. Jangan heran, waktu Paulus menulis
suratnya sudah ada indikasi di dalam gereja yang kelihatan sebagai kumpulan orang yang berbakti di
dalam satu komunitas tidak berarti semua adalah saudara sejati, tidak berarti semua adalah a true
born again Christian. Ada beberapa ayat penting di antaranya 1 Yoh.2:19 “memang mereka berasal
dari antara kita tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk kepada kita sebab jika mereka
sungguh-sungguh termasuk kita niscaya mereka tetap bersama-sama kita…” Apa buktinya seseorang
adalah orang lahir baru sejati? Buktinya adalah dia akan tetap setia. Maka Tuhan Yesus pernah
berkata engkau adalah murid-murid-Ku jika engkau tetap tinggal di dalam firman-Ku. Namun bukan
karena kita takut kehilangan keselamatan itu maka kita terus berusaha tinggal di dalam firman Tuhan
tetapi karena orang yang lahir baru sejati memang memiliki sikap hatinya memperlihatkan kerinduan
untuk terus-menerus bertumbuh menjadi orang Kristen yang sampai akhir setia kepada Tuhan. Kita
tidak perlu heran secara kelihatan jelas di tengah-tengah gereja Tuhan yang kelihatan ada orang-
orang yang pergi berbakti namun tidak semua sesungguhnya belong to us, kata rasul Yohanes.

Sampai di sini kita menemukan ada garis yang sangat tipis sekali menunjukkan seseorang itu betul-
betul orang Kristen yang sejati yaitu dia setia sampai akhir. Hanya itu bukti yang bisa kita lihat. Tetapi
Alkitab memberikan satu hal yang penting bagaimana orang itu bereaksi jujur kepada Tuhan
mengenai imannya, hanya orang itu dan Tuhan saja yang tahu. Dalam 2 Kor.13:5 Paulus menyuruh
kita untuk menguji diri sendiri pribadi lepas pribadi apakah kita benar seorang Kristen dilahirkan
baru, karena kita tidak punya tanda eksternal yang memperlihatkannya. Tetapi kita bisa menyelidiki
diri kita sendiri dan bisa memiliki pengetahuan itu, apakah kita beriman sejati kepada Kristus,
pernahkah mengundang Yesus tinggal di dalam hati kita. Kalau tida, sehebat-hebatnya orang itu
memperlihatkan hal-hal eksternal seolah-olah dia adalah milik Tuhan, pada suatu hari semua itu akan
roboh. Maka kembali lagi kepada prinsip ini, sampai akhir hidup seseorang dengan tekun setia
127

mengikut Tuhan sampai akhir, itu yang menjadi bukti bahwa dia adalah sungguh-sungguh milik
Tuhan.
Dia yang sungguh-sungguh beriman dan percaya Kristus mendapatkan satu jaminan sukacita Tuhan
pelihara, Tuhan jaga, Tuhan akan terus sertai bagaimana keselamatan itu menjadi keselamatan yang
permanen tidak pernah berubah di dalam hidup kita. Mengapa selain faktor kesulitan, penganiayaan,
tantangan bisa menyebabkan kita seperti ‘domba sembelihan’ menurut istilah Paulus, karena
percaya Tuhan menyebabkan hal itu, artinya saya ingatkan jaman itu seseorang menjadi Kristen tidak
semudah resiko kita skearang mengikut Tuhan. Kalimat Paulus, ‘barangsiapa mengaku Yesus sebagai
Tuhan maka dia akan diselamatkan’ bukan hanya dalam konteks kita mengatakan hal itu di dalam
doa pertobatan kita tetapi sebagai satu pengakuan yang dengan berani mengaku di dalam kerajaan
Roma wi yang menjadikan caesar sebagai satu-satunya tuhan mereka. Sehingga pengakuan itu
memiliki resiko yang berat sekali konsekuensinya seperti domba yang siap dan rela dibawa ke
pembantaian mati demi iman kepada Yesus Kristus.
Mungkin kesulitan hidup, tantangan di dalam ekonomi menyebabkan orang lari meninggalkan Tuhan.
Banyak yang lari mungkin karena waktu menjadi orang Kristen dia diiming-imingi dengan asumsi
salah menjadi orang Kristen. Tawaran-tawaran bahwa menjadi orang Kristen akan diberkati, diberi
kelancaran, kesuksesan, kekayaan, kesembuhan, semua itu kita pikir akan menjadi iklan mujarab
membuat orang mau percaya Tuhan, tetapi justru akhirnya dengan konsepsi itu orang menjadi
kecewa waktu hal-hal itu tidak terjadi di dalam hidupnya. Iman yang didasarkan oleh konsep yang
keliru adalah iman yang berbahaya.
Yang kedua, kenapa kita perlu memegang konsep eternal aman itu kuat-kuat di dalam hidup kita?
Sekarang Paulus bicara soal pada waktu di atas tahta Allah ada Kristus yang menjadi Pembela kita,
membela iman kita, Dia yang terus berdoa di hadapan Allah. Saya percaya Paulus mengingatkan akan
hal ini karena setan selalu berusaha melakukan rongrongan di dalam hati kita dengan memaafkan
kita sebagai orang berdosa yang tidak layak di hadapan Tuhan. Saya sudah pernah menjelaskan
mengapa Roh Kudus selalu bersaksi bersama-sama kita bahwa kita adalah anak-anak Allah (Roma
8:16) yaitu karena saya percaya di dalam hati seorang yang ikut Tuhan ada dua suara lain yang selalu

muncul selain suara Roh Kudus yang selalu mengkonfirmasikan bahwa engkau adalah anak Allah,
sekalipun engkau mengecewakan Tuhan dengan hidup tidak setia dan kurang taat kepada-Nya.
Tetapi ada suara lain yaitu suara hati nurani yang salah dan kemudian kompromi dengan kelemahan
kita sehingga tidak maju-maju menolak dosa, tidak berani hidup lebih suci dengan konsekuensi
pengorbanan yang lebih besar dan selalu menakuti kita untuk tidak menjadi orang Kristen yang
dengan segenap hati ikut Tuhan. Jadi orang Kristen yang “sedang-sedang” saja, tidak perlu terlalu
suci. Suara yang satu lagi adalah suara setan yang selalu menuduh, selalu membesar-besarkan dosa
dan kesalahan kita seolah-olah kita sudah tidak punya pengharapan akan pengampunan Tuhan lagi.
Suara itu menyuruh kita keluar dari gereja, meninggalkan Tuhan karena kita dituduhnya sebagai
orang yang munafik. Suara itu menyuruh kita untuk melarikan diri dari Tuhan. Tuhan sudah tidak
sayang kepada kita, itu suara setan yang menuduh kita. Paulus mengingatkan kita, tidak ada yang
bisa memisahkan kita dari kasih Kristus, bahkan Kristus sekalipun karena Dia adalah Pembela kita
yang senantiasa membela kita dari segala tuduhan dari si setan. Betapa indah kalimat ini, fakta
penebusan Kristus menjadi penebusan kekal bagi kita dan hari demi hari Dia terus menjadi Pembela
128

kita. Mengapa? Sebab kita sering lari menjauh dari Dia karena merasa tidak layak. Tuhan bilang,
jangan lari. Balik kembali kepada-Ku. Suara Roh Kudus selalu berkata, engkau adalah anak Allah.
Saya begitu terharu, Roma 8 ini ditulis ditutup oleh seorang hamba Tuhan yang menjalani
pelayanannya penuh dengan tantangan, kesulitan dan air mata. Dia sudah pernah didera tiga kali
dengan deraan yang sangat menyakitkan, dia pernah dirajam dilempari batu sampai hampir mati.
Kapalnya pernah karam. Penderitaan fisik yang dia alami begitu berat dan luar biasa. Tetapi semua
itu tidak pernah menyurutkan hatinya mengasihi Tuhan sebab dia tahu kasih Tuhan teruji dan
terbukti begitu limpah sampai selama-lamanya.
Dia tahu ada si jahat yang selalu berusaha menyeret, menipu dan menuduh kita untuk menjauh dari
Tuhan, tetapi Paulus mengingatkan kita , kita memiliki Kristus yang terus menjadi Pembela kita
selama-lamanya. Maka kalimat-kalimat ini ditulis Paulus menjadi satu rangkaian kemenangan orang
Kristen, jalani hidupmu more than conqueror. Hidup maju terus, hidup bertumbuh terus, hidup
berjuang terus menjadi orang Kristen karena di situ membuktikan you are a true born again
Christian. Saya harap ini boleh menjadi kekuatan yang mendorong kita, memberikan kekuatan untuk
setiap hari ikut Tuhan terus-menerus maju dan bertumbuh.
Rasakan sukacita Paulus ini dengan hati yang sama, nikmati perasaan penuh sukacita itu. Mari kita
mencintai dan melayani Tuhan juga dengan hati yang seperti itu. Semakin kita melakukannya kita
akan menemukan keindahan demi keindahan muncul darinya.
Biar kemenangan ini menjadi nyata di dalam perjalanan iman kita, biar kita setia dan tekun dan sabar
menjalani hidup Kristen kita.
129

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 7/3/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 23

Kebaikan-Nya yang tersembunyi

Nats: Roma 8:28

28 Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.

Saudara yang suka mempelajari cara mesin bekerja di dalam jam otomatik akan menemukan
bagaimana mesin itu bekerja dengan unik sekali. Jam itu berputar karena ada per di dalam yang terus
berputar. Tetapi ada satu hal yang sangat unik sekali, jam itu pasti akan jalan dengan baik karena
selain ada mesin yang berputar secara ‘clockwise’ pasti ada bagian roda gigi yang berputar ‘anti-
clockwise.’ Tidak ada mesin yang dibuat semuanya berputar maju searah jarum jam karena kalau
dibuat semua seperti itu, mesin itu pasti tidak jalan. Saudara yang belajar mekanik pasti tahu akan
hal ini, yaitu satu mesin akan berjalan karena ada satu roda yang berputar melawan arah barulah
mesin itu akan berjalan indah dan harmonis.

Hidup Kekristenan kita saya percaya boleh diilustrasikan seperti jam. Ada roda-roda gigi yang Tuhan
putar menuju ke depan, membuat hidup kita maju, membuat hidup kita bertumbuh. Tetapi unik
sekali, kadang-kadang Tuhan harus memberi kepada kita satu mesin yang berputar mundur ke
belakang, yang mungkin menciptakan kesulitan, kegagalan kepada kita. Tetapi pada waktu kita lihat
semua itu dari jauh, baru kita lihat betapa indahnya hidup itu berjalan dengan harmonis karena
memerlukan dua pergerakan itu di dalamnya. Roma 8:28 berbicara mengenai bagaimana Tuhan
menenun mengatur secara harmonis bukan saja hal-hal yang indah dan baik yang menyukakan kita
datang menciptakan kebaikan, tetapi di dalam segala sesuatu Tuhan bekerja mendatangkan kebaikan
bagi orang-orang yang mengasihi Dia.

Saya tidak pernah melupakan pengalaman memori bertemu dengan seorang ibu beberapa tahun
yang lalu. Waktu itu saya pulang ke kampung halaman saya dalam rangka memperingati 100 hari
kematian papa saya. Di dalam kebaktian itu hadir seorang ibu yang sudah saya kenal sejak waktu
saya masih kecil. Saya senang sekali mengetahui bahwa ibu itu sudah menjadi Kristen dan percaya
Tuhan. Saya tahu dia mempunyai seorang anak perempuan yang kira-kira usianya sama dengan saya.
Yang menyedihkan adalah anak perempuan itu lahir cacat mental sehingga sampai usia dewasa dia
tetap harus dirawat seperti bayi oleh ibunya. Anak ini tidak bisa dilepas untuk independen karena dia
tidak mampu merawat dirinya sendiri, bahkan mengganti baju, mandi, apapun, harus terus ditolong
oleh ibunya. Kita mungkin bisa bertanya kepada Tuhan, dimana kita bisa menemukan keindahan dan
kebaikan melalui apa yang dialami oleh dia. Kalau kita sakit sementara, kalau kita gagal sementara,
130

kegagalan itu mungkin tidak bersifat permanen di dalam hidup kita. Tetapi jikalau kesulitan dan
kegagalan itu terus menjadi sesuatu yang bersifat permanen, kita akan bertanya dimana kebaikan
Tuhan di situ. Namun saya sangat terkejut sebab bukan itu pertanyaan yang ibu ini ajukan kepada
Tuhan. Dia tidak mengeluhkan betapa susah dan sulitnya apa yang selama ini dia alami. Saya tidak
menemukan setitikpun kekecewaan pada dirinya. Saya tidak menemukan pertanyaan “mengapa
Tuhan?” muncul dari mulutnya. Tetapi dia hanya menyatakan kekuatiran nanti kalau dia meninggal,
siapa yang akan merawat anak dia.

Itu sebab mari kita lihat beberapa hal yang sangat unik dari Roma 8:28 ini. Yang pertama, Paulus mulai
dengan kalimat, “kita tahu.” Paulus bukan bilang “kita buktikan Allah itu baik di dalam hidup kita,”
melainkan kata ini yang dia pakai, “kita tahu.” Banyak orang tidak mau percaya Tuhan sebab mereka
berangkat dengan epistemologi ini, melalui eksperimen dan melalui ratio. Kalau hal itu bisa masuk
akal saya, baru saya terima itu menjadi kebenaran. Kalau saya bisa lihat dan buktikan, eksperimen
dengan mata dan telingaku, baru saya terima itu sebagai kebenaran. Maka pada waktu kita masuk ke
dalam realita Tuhan menyertai, memimpin dan membentuk hidup kita, kita mungkin akan kecewa
menggunakan cara itu sebab memang bukan cara itu yang kita pakai. Bagi Paulus mungkin kita tidak
lihat, mungkin kita tidak buktikan, tetapi kita tahu Tuhan bekerja di dalam segala sesuatu.

Di dalam buku “The Problem of Pain,” C.S. Lewis mengatakan kalau saya tidak melihat kebaikan
Tuhan di dalam pengalaman hidupku yang begitu pahit hingga sampai mati, saya tetap tidak punya
hak untuk mengatakan Tuhan itu tidak baik. Saya tidak punya hak mengukur kebaikan Tuhan
berdasarkan hidupku yang hanya 70 tahun. Sebelum saya lahir saya tidak punya pengetahuan akan
kebaikan Tuhan, sesudah saya matipun saya tidak tahu kebaikan Tuhan. Bagaimana dengan umurku
yang hanya 70 tahun saya boleh punya hak menilai kebaikan Tuhan? Itu sebab bila sampai matipun
saya tidak menemukan kebaikan dalam hidupku tetap saya tidak boleh mengatakan Tuhan itu tidak
baik. Itu sebab Paulus memulai ayat ini dengan kalimat “kita tahu…” itu adalah satu conviction of
faith.

Aspek yang kedua saya angkat dari Roma 8:28 ini adalah Tuhan bekerja untuk kebaikan siapa? Ayat ini
bilang Tuhan bekerja untuk kebaikan mereka yang mengasihi Dia. Berarti ini untuk kebaikan engkau
dan saya. Tetapi standar kebaikan siapa? Jawabannya, bukan standar kebaikan kita yang menjadi
ukuran di sini. Ini yang sering menjadi gap di dalam pemahaman kita bagaimana melihat kebaikan itu.
Di situlah maka bisa terjadi perselisihan antara Tuhan bilang ini adalah kebaikan tetapi kita bilang ini
bukan kebaikan. Maka bukan tidak ada kebaikan. Ayat ini jelas bilang: for your goodness. Tetapi yang
menjadi problem kita adalah bagaimana kita menaruh standar apa itu yang namanya kebaikan. Maka
kita harus belajar dengan rendah hati untuk menilai sebab kelemahan kita menilai adalah karena kita
selalu berpikir kalau hidup kita lancar, sukses dan baik, tidak ada sakit-penyakit, dsb itu yang kita
namakan kebaikan. Kalau setiap hari kita jalani Tuhan terus memimpin, menyertai dan memberkati
itu yang kita namakan kebaikan. Tetapi kalau kita mengalami hal-hal yang menurut kita tidak
sepatutnya terjadi di dalam hidupku maka kita bilang itu bukan kebaikan. Itu adalah kebaikan
menurut standar manusia. Ayat ini bilang Tuhan mendatangkan kebaikan di dalam segala sesuatu.
Apakah dosa juga termasuk di dalamnya? Apakah keputusan yang salah yang kita buat juga termasuk
di dalamnya? Apakah ketidak-hadiran Tuhan di dalam hidup kita juga termasuk di dalamnya? Apa arti
kata “segala sesuatu” itu? Segala sesuatu berarti semuanya, bukan? Maka ada tiga hal yang mungkin
harus kita tanyakan baik-baik: bagaimana standar kebaikan Tuhan itu? Di dalam segala sesuatu,
131

termasuk di dalam kesulitan yang terjadi di dalam hidup sehari-hari kita, Tuhan bekerja
mendatangkan kebaikan bagi kita. Yang kedua, di dalam yang saya sebut sebagai pergumulan rohani
yang luar biasa terjadi yaitu ketika Tuhan ‘diam’ dari hidup kita, when God is silent in your life, itupun
termasuk di dalam segala sesuatu. Yang ketiga, di dalam keputusan yang salah, di dalam langkah kita
yang tidak taat kepada Tuhan, di dalam kitapun berbuat dosa, tidak berarti Tuhan setuju akan hal itu
tetapi tidak berarti Tuhan di luar kontrol dan tidak bisa merubahnya menjadi kebaikan bagi kita.
Alkitab memberikan beberapa ayat-ayat penting memperlihatkan bagaimana segala kesulitan dan
tantangan yang ada di dalam hidup kita bekerja mendatangkan kebaikan bagi kita. Yang pertama,
Ul.8:2 Tuhan “sengaja” membuat bangsa Israel melewati segala kesulitan selama 40 tahun berada di

padang gurun mendatangkan kebaikan pada akhirnya mereka menengok ke belakang, yaitu Tuhan
mendidik mereka untuk rendah hati. Dimana kebaikan dari semua kejadian itu? Semua itu Tuhan
lakukan untuk mendatangkan a humble heart di dalam hati kita. Hati yang rendah di hadapan Tuhan
karena kita sadar dan kita tahu betapa kita bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Kadang-kadang di
tengah hidup yang kita bisa kontrol, kita bisa atur, kita bisa merencanakan, kita kadang-kadang lupa,
seolah-olah kitalah yang menjadi pemilik tunggal seluruh hidup kita. Tetapi pada saat Tuhan
memberikan ijin ada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, hal-hal di luar rencana kita, bersentuhan
dengan kehidupan kita, bagaimana kita bereaksi di situ? Tuhan hanya minta kita bereaksi dengan
satu hal: belajar rendah hati. Belajar rendah hati berarti tahu posisiku di hadapan-Nya, aku dicipta
oleh Dia, Dia adalah Pencipta hidupku.

Belajar rendah hati berarti tahu dimana letak saya di dalam relasi yang benar dengan Tuhan. Kadang-
kadang di tengah kesuksesan kita akan berjalan datar. Tetapi saudara dan saya harus mengakui
kadang-kadang pada waktu kita mengalami kesulitan dan setelah melewatinya kita bersyukur kepada
Tuhan karena di situ Tuhan justru memberikan hal yang luar biasa indah kepada kita. Mari kita lihat
perjalanan bangsa Israel selama 40 tahun ini dengan satu kalimat yang bagus yang Tuhan pakai di
dalam Kel.13:17-18, “Allah menuntun bangsa itu jalan berputar di padang gurun…” Jalan yang satu
lebih pintas, lebih cepat, cuma ada kesulitanya yaitu mereka akan menghadapi peperangan yang
dahsyat. Tetapi tidak berarti jalan di padang gurun tidak ada tantangan kesulitan. Namun Tuhan tidak
mau menuntun di jalan yang cepat karena mungkin beban tantangan yang dialami tidak sanggup
dihadapi oleh bangsa Israel. Maka jalan berputar adalah jalan yang lebih baik. Tetapi jalan berputar
tidak sama dengan jalan berputar-putar. Yang berputar-putar adalah orang yang tidak ‘ngeh, sudah
dikasih tahu, sudah diajar dan diberi pendidikan, terus mengulang kesalahan yang sama. Orang yang
hidupnya tidak pernah maju, itu namanya berputar-putar. Tidak tahu kemana arah dan tujuan
hidupnya, itu namanya berputar-putar.
Berputar adalah suatu momen sementara dalam hidupmu yang terjadi tujuannya bukan supaya
kamu kehilangan arah, tetapi mungkin ditarik lebih jauh sedikit, diarahkan kepada sesuatu yang tidak
mudah, tetapi setelah saudara lihat ke belakang saudara bisa bersyukur Tuhan memberimu
kemungkinan seperti itu. Berputar bisa berarti anda tidak naik kelas. Berputar bisa berarti yang anda
inginkan tidak tercapai. Sudah bid rumah tidak dapat, lalu saudara kesal dan pikir hanya itu rumah
yang terindah dan terbaik. Setelah lewat baru saudara tahu rumah yang saudara beli sekarang adalah
memang anugerah dan berkat Tuhan bagimu. Banyak hal kita harus belajar tenang, belajar sabar,
kalau memang bukan waktu Tuhan kita pasrah. Kenapa? Karena di situ kita belajar, we are only God’s
servants, He is the Lord of my life. Tuhan ijinkan kadang-kadang hidupmu berputar, mengalami
132

sesuatu hingga terhambat beberapa waktu lamanya demi satu tujuan yaitu kita belajar rendah hati
kepada Dia.
Yang kedua, apa maksud dan tujuan Tuhan melalui kesulitan hidup kita? Apa goodness yang akhirnya
kita belajar daripadanya? Kita belajar mengenali ini yang namanya dosa yang tidak menyukakan hati
Tuhan. Pada waktu ada kesulitan datang kepada kita, ada tantangan datang kepada kita, kita harus
berhenti sejenak bertanya di dalam hati kita, Tuhan, saya mengalami seperti ini apa yang saya belajar
darinya? Apakah saya cepat-cepat harus mengenali apakah ini adalah dosa yang tidak menyukakan
hati Tuhan? Kadang-kadang Tuhan jewer telinga kita. Kadang-kadang Tuhan pukul kehidupan kita
dengan satu tujuan cepat-cepat kita sadar ini tidak menyukakan hati Tuhan.
Yang ketiga, Tuhan Yesus memberikan ilustrasi hidup kita ini seperti ranting di satu pohon anggur
yang harus dibersihkan sehingga lebih berbuah (Yoh.15:2) . Apa tujuan Tuhan melalui ‘pruning’ yang
muncul? Yaitu menjadi obat untuk lebih menyehatkan iman kita. Tuhan itu kadang-kadang saya
begitu kagum menciptakan dunia ini. Banyak sekali tanaman yang saudara makan pahit itu makin
sehat. Kalau saudara terus digigit nyamuk, belajar makan pare. Atau belajar makan daun pepaya yang
pahitnya minta ampun tetapi di baliknya mendatangkan keindahan kesehatan bagi kita. Ada begitu
banyak hal yang kita belajar dari wisdom nature yang Tuhan ciptakan. Tidak selamanya kebaikan itu
harus datang bersifat supranatural dalam hidup kita. Tuhan bekerja melalui hal-hal yang natural di
atas muka bumi ini, kita belajar banyak hal. Semua makanan yang enak dan manis masuk ke dalam
mulut kita tetapi enak di kantong dokter juga waktu saudara sakit. Obat itu menyehatkan iman kita
kata Amsal.
Yang keempat, dalam Mzm.119:67 , pemazmur bersyukur kepada Tuhan, before I’ve been afflicted, I
went astray. Sebelum kesulitan dan penindasan dan hal-hal yang menjepit di dalam hidupku, aku
tidak sadar hidupku itu sudah jauh dan lari dari Tuhan. Itu sebab puji Tuhan, melalui hal itu aku
kembali kepada Tuhan. Di sinilah kebaikan Tuhan terjadi melalui kesulitan yang ada. Dia membuat
kita lebih mendekat dan lebih mencari Tuhan. Kebaikan yang terselubung yang terjadi pada diri
engkau dan saya justru terjadi ketika kita sadar betapa lemah dan kecilnya hidup kita ketika kita
mengalami kesulitan kita bisa datang dan lari mendekat kepada Tuhan.
Yang kelima, apa yang kita belajar dari kesulitan yang mendatangkan kebaikan? Saudara justru akan
menemukan kesulitan rohani makin membuat kita menyadari betapa berlimpahnya penghiburan
yang sejati dari Tuhan. Itu dikatakan oleh Mzm.30:6 “Sebab sesaat saja Ia murka tetapi seumur hidup
Ia murah hati…” Pada saat kesulitan datang, itu hanya sesaat, kata pemazmur. Tetapi seumur hidup
kita melihat kemurahan Tuhan itu panjang adanya. Hanya satu malam kita mengeluarkan tangisan, di
pagi hari kita menyatakan sukacita dan sorak sorai. Ayat ini memberikan janji yang pasti kepada kita.
Tuhan kita bukan the joy-killer. Tuhan bukan seperti orang yang tidak senang kalau orang senang.
Tuhan kita bukan ‘schadenfreude’ (menikmati kemalangan orang lain) yang senang kalau orang
menderita. Tuhan hanya seketika saja murka tetapi seumur hidup kita Dia memberi sukacita. Pada
waktu kita mengalami kesulitan, kita belajar di situ melihat betapa besarnya pengharapan,
penghiburan datang kepada kita. Air mata keluar sedih pada waktu kita mengalami kesulitan,
sesudah itu datanglah kedamaian di dalam kedalaman hati sebab kita tahu betapa indahnya Tuhan
memberi kekuatan dan penghiburan kepada kita.
133

Yang terakhir, kesulitan itu mendatangkan kebaikan sebab di situ kita belajar menjalani perjalanan
hidup kita sebagai anak Tuhan berjalan dengan iman dan bukan dengan melihat. Paulus berkata, I
walk by faith, not by sight. Itu perjalanan hidup orang Kristen. Maka pada waktu orang bertanya,
kenapa kamu yang ikut Tuhan hidupnya tidak lebih baik daripada orang-orang yang lain, tanya balik
kepada dia, menurutmu apa standar kebaikan itu? Kita harus terima Roma 8:28 sepenuhnya bilang
Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita. Tetapi menjadi anak Tuhan kita belajar
memakai standar kebenaran kebaikan milik Tuhan. Hidupku sebagai orang Kristen engkau bilang
tidak lebih baik daripada orang lain? Saya mau koreksi satu hal karena di situ asumsimu tidak sama
dengan saya. Kamu sudah berasumsi hidupku tidak lebih baik sebab kamu sudah menaruh standar
kebaikan menurutmu ikut Tuhan berarti harus seperti ini dan itu, bukan? Belum tentu standarmu itu
harus menjadi cara dan standar yang benar adanya. Pakai standar bagaimana Tuhan menuntun dan
memimpin hidup kita dan hasilnya ayat ini sudah bilang yaitu bagi kebaikan engkau dan saya.
Selanjutnya, selain kesulitan kita menemukan di dalam Alkitab ada momen-momen tertentu Tuhan
itu seolah-olah silent, diam dari hidup anak-anak-Nya. Mulai dari kalimat Tuhan Yesus di atas kayu
salib, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Kita
menemukan kalimat itu muncul dengan pedihnya. Pemazmur mengatakan, siang malam aku berdoa
kepada-Mu, mengapa Engkau tidak menjawab aku? Tidak berarti Tuhan betul-betul meninggalkan
kita, tetapi ada moment-moment hidup kita kadang-kadang kita bertemu dengan aspek seperti itu.
Ayub dengan jujur berkata, Tuhan, kemanapun aku pergi mencari Engkau, aku tidak menemukan
Engkau di situ. Satu keluhan yang dalam. Bukan merupakan hal yang mengejutkan kadang-kadang
kita bisa mengalami hal seperti itu. Sekali lagi, semua hal itu Tuhan kerjakan demi untuk mengerjakan
kebaikan bagi kita.

Daud bersalah mengambil Batsyeba dengan tidak benar. Lalu akibat kesalahan dosanya dia
melakukan dosa yang lebih besar yaitu membunuh suami Batsyeba. Tidak ada kebaikan di dalam
dosa itu sendiri. Tidak ada kebaikan di dalam keputusan yang salah kita ambil. Tidak boleh juga kita
kemudian berpikir karena Tuhan bisa mendatangkan kebaikan melalui dosa, maka tidak apa-apa kita
berbuat dosa karena pasti nanti jadi baik. Jangan memiliki konsep seperti itu. Kita hanya berkata,
walaupun kadang-kadang kita mengalami kesulitan, kekeliruan, mengambil jalan yang fatal menurut
orang di dalam hidup kita, tidak berarti hidup orang Kristen itu berakhir dan habis selesai. Sesudah
Tuhan menegur dosa Daud dan menghukum Daud, anak yang lahir dari Batsyeba itu mati. Tetapi
Tuhan memberi kesempatan kepada Daud dan Batsyeba yang bertobat dengan menurunkan silsilah
keturunan melalui Batsyebalah Yesus Kristus lahir ke dalam dunia ini.
Point saya adalah Tuhan memakai anak-anak yang lahir dari Batsyeba. Ambil Batsyeba apakah
keputusan yang salah? Jelas itu salah. Perbuatan dosakah? Jelas itu perbuatan dosa. Sekali lagi, tidak
ada kebaikan di dalam perbuatan dosa. Kedua, kamu tidak boleh karena khotbah saya lalu kemudian
berbuat dosa. Tetapi saya hanya ingin mengatakan God is in control. Kadang-kadang di dalam
kegagalan yang paling dalampun yang kamu pikir tidak ada jalan keluar, di situ Tuhan bekerja dalam
segala hal. Di dalam ambil keputusan yang saudara rasa fatal sekalipun tetap Tuhan bisa bekerja
mendatangkan kebaikan. Yang dituntut dari kita hanya meminta ampun kepada Tuhan. Yang dituntut
dari kita adalah merendahkan diri berserah kepada-Nya. Yang dituntut dari kita adalah tidak lagi
mengulang hal yang sama. Selebihnya, tangan Tuhan bisa menenun benang yang hitam dan yang
134

merah, Dia jalin pelan-pelan lalu kemudian setelah lewat berapa tahun anda akan bilang terima kasih
kepada Tuhan, karena all things work together for my goodness.
Kita bersyukur karena Allah tidak pernah meninggalkan kita. Dia penuh dengan kecemburuan
menginginkan hidup kita sepenuhnya kepada Dia.

Karena itu biarlah kita membawa hati kita kepada-Nya, jangan ada keinginan dan hal-hal yang Tuhan
tidak suka masih berada di situ.
Kita akan tahu Allah turut bekerja di dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka
yang mengasihi Dia dengan sepenuh hati.
135

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 14/3/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 24

Rencana Allah tak pernah gagal

Nats: Roma 9:1-33

1 Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi
dalam Roh Kudus,
2 bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.
3 Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara–saudaraku, kaum
sebangsaku secara jasmani.
4 Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah
menerima kemuliaan, dan perjanjian–perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji–
janji.
5 Mereka adalah keturunan bapa–bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan–Nya
sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai
selama–lamanya. Amin!
6 Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel
adalah orang Israel,
7 dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: “Yang
berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu.”
8 Artinya: bukan anak–anak menurut daging adalah anak–anak Allah, tetapi anak–anak
perjanjian yang disebut keturunan yang benar.
9 Sebab firman ini mengandung janji: “Pada waktu seperti inilah Aku akan datang dan Sara akan
mempunyai seorang anak laki–laki.”
10 Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang,
yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita.
11 Sebab waktu anak–anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat,
––supaya rencana Allah tentang pemilihan–Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan,
tetapi berdasarkan panggilan–Nya—
12 dikatakan kepada Ribka: “Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,”
13 seperti ada tertulis: “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.”
14 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil!
15 Sebab Ia berfirman kepada Musa: “Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau
menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.”
16 Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan
hati Allah.
136

17 Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: “Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu
supaya Aku memperlihatkan kuasa–Ku di dalam engkau, dan supaya nama–Ku dimasyhurkan di
seluruh bumi.”
18 Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendaki–Nya dan Ia menegarkan hati
siapa yang dikehendaki–Nya.
19 Sekarang kamu akan berkata kepadaku: “Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkan–Nya?
Sebab siapa yang menentang kehendak–Nya?”
20 Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata
kepada yang membentuknya: “Mengapakah engkau membentuk aku demikian?”
21 Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal
yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk
dipakai guna tujuan yang biasa?
22 Jadi, kalau untuk menunjukkan murka–Nya dan menyatakan kuasa–Nya, Allah menaruh
kesabaran yang besar terhadap benda–benda kemurkaan–Nya, yang telah disiapkan untuk
kebinasaan—
23 justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan–Nya atas benda–benda belas kasihan–Nya yang
telah dipersiapkan–Nya untuk kemuliaan,
24 yaitu kita, yang telah dipanggil–Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari
antara bangsa–bangsa lain,
25 seperti yang difirmankan–Nya juga dalam kitab nabi Hosea: “Yang bukan umat–Ku akan
Kusebut: umat–Ku dan yang bukan kekasih: kekasih.”
26 Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: “Kamu ini bukanlah umat–Ku,” di sana
akan dikatakan kepada mereka: “Anak–anak Allah yang hidup.”
27 Dan Yesaya berseru tentang Israel: “Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun
hanya sisanya akan diselamatkan.
28 Sebab apa yang telah difirmankan–Nya, akan dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan
segera.”
29 Dan seperti yang dikatakan Yesaya sebelumnya: “Seandainya Tuhan semesta alam tidak
meninggalkan pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti
Gomora.”
30 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa–bangsa lain yang tidak
mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman.
31 Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran,
tidaklah sampai kepada hukum itu.
32 Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.
Mereka tersandung pada batu sandungan,
33 seperti ada tertulis: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah
batu sandungan, dan siapa yang percaya kepada–Nya, tidak akan dipermalukan.”

Kita akan masuk ke dalam bagian yang baru dari surat Roma yaitu dari pasal 9-11 Paulus
membicarakan satu topik yang sangat penting dan kritis bicara mengenai siapa orang Israel yang
sejati dan dia juga bicara mengenai apakah pilihan Tuhan itu berubah adanya ketika orang-orang
yang dipilih secara jasmani menjadi anak-anak Tuhan tetapi pada faktanya mereka tidak percaya
137

Tuhan. Dari pasal 9:1-6 Paulus mengeluarkan kenyataan yang bersifat retorika, ‘apakah berarti firman
Tuhan gagal? Apakah berarti rencana Tuhan gagal?’ Pertanyaan ini penting. Saudara bisa
menemukan berarti ada ketegangan teologis yang muncul di tengah jemaat yang ada di Roma ,
sebab di tengah-tengah jemaat jelas terjadi sedikit perpisahan antara jemaat yang non Yahudi dan
jemaat Yahudi. Ketegangan ini muncul, menyebabkan Paulus kemudian membereskan. Pertama, dari
sisi orang Yahudi Paulus dianggap sebagai orang Yahudi yang mungkin melakukan pengkhianatan
sebab Paulus menekankan Injil itu adalah untuk semua orang tanpa kecuali. Anak-anak Allah itu
adalah semua mereka yang percaya kepada Injil. Orang Yahudi mengatakan, bukankah di dalam PL
dikatakan yang menjadi anak-anak Allah adalah keturunan Israel atau keturunan Abraham? Dengan
demikian orang Yahudi mengatakan mau jadi anak-anak Allah tidak bisa tidak harus melalui proses
sama seperti di dalam PL, yaitu orang boleh menjadi umat Allah termasuk orang non Yahudi dengan
satu syarat yakni disunat. Maka sekalipun mereka orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen tetapi
sekalipun mereka percaya kepada Kristus tetapi sebagai orang Yahudi mereka tetap terpengaruh
dengan konsep PL, mengharapkan orang-orang bukan Yahudi menjadi anak-anak Allah melewati
proses sunat ini.
Tetapi bagi orang-orang non Yahudi menemukan fakta sejarah yang berbeda sebab jelas sekali di
dalam gereja yang ada waktu itu sangat menyedihkan hati yaitu mengapa mayoritas orang yang
percaya Tuhan justru bukan orang Yahudi. Berarti jelas sekali jemaat yang ada di Roma mungkin 80%
adalah orang non Yahudi dan hanya 20% yang orang Yahudi, atau mungkin persentasinya lebih sedikit
daripada itu. Itu sebab orang-orang non Yahudi yang sudah percaya Yesus mengatakan bahwa kita
orang-orang yang percaya Kristus adalah umat Allah, bukan karena kita orang Yahudi. Dari sini
mengandung kebahayaan implikasi, berarti terjadi discontinuity antara PL dan PB. Itu berarti ada hal-
hal yang Tuhan janji di dalam PL yang tidak digenapi. Kalau begitu, ada hal-hal yang Tuhan mau, ada
hal-hal yang Tuhan inginkan ternyata tidak terjadi. Kalau begitu bagaimana? Itu sebab Paulus
mengatakan, rencana Tuhan tidak gagal. Maka di sini Paulus sekaligus membela hati dia kepada
orang Yahudi yang menganggap Paulus itu mungkin pengkhianat, menganggap Paulus tidak
mencintai orang Yahudi.
Dari ayat 1-5 Paulus memberitahukan mereka apa isi hati dia. Tetapi di ayat 6 Paulus sekaligus
membela diri dan sekaligus memberi prinsip firman Tuhan kepada orang non Yahudi, jangan anggap
rencana Tuhan itu gagal adanya. Jelas Paulus sendiri ‘anguish’ (sedih sekali) sebab dengan mata
kepalanya sendiri ia melihat, dari fakta sejarah sendiri terlihat betapa terlalu kurangnya dan terlalu
sedikitnya orang Yahudi secara jasmani percaya Tuhan Yesus. Sampai dia bilang, kalau aku boleh
memilih lebih baik aku tidak masuk surga saja supaya mereka bisa selamat. Saya percaya hanya dua
orang yang mengeluarkan kalimat ini, yaitu Musa dan Paulus. Dari kalimat itu kita bisa melihat
perasaan hati Paulus. Paulus selama hidup menjadi rasul selalu disalah-mengerti baik oleh orang
Yahudi maupun oleh orang non Yahudi. Dia dipanggil menjadi rasul untuk memberitakan Injil kepada
orang-orang non Yahudi. Bagi orang Yahudi dia dianggap sebagai orang yang tidak mencintai orang
Yahudi. Ayat ini memperlihatkan Paulus membuka hatinya dengan jujur. Aku tidak berdusta, suara
hatiku bersaksi bersama dengan suara Roh Kudus. Engkau percaya atau tidak, engkau tanya kepada
saya maka saya akan menjawab dengan jujur dari hati sedalam-dalamnya, aku menangis, aku
berduka, aku ingin sekali orang-orang sebangsaku, orang Yahudi, juga bisa mengenal dan percaya
Yesus Kristus. Tetapi secara fakta sejarah dia sudah pergi berkeliling memberitakan Injil di mana-
mana dia melihat yang lebih banyak berespons akhirnya menjadi orang percaya Tuhan dan menerima
138

Injil Yesus Kristus adalah orang non Yahudi. Kita selalu menjadi bertanya-tanya, kenapa demikian?
Orang Yahudi itu memiliki begitu banyak keunggulan. Paulus menjelaskan apa saja yang menjadi
keunggulan orang Yahudi dalam Roma 9 ini. Mereka adalah “Israel”, anak-anak Allah. Mereka
menerima kemuliaan Tuhan, menerima janji-janji Tuhan dan menerima hukum Taurat. Tidak ada
seorangpun bisa menolak, Juruselamat yang kita percaya, Mesias yang kita sembah yaitu Yesus
Kristus secara jasmani adalah orang Yahudi. Dari ayat ini Paulus memberi satu pembelaan diri betapa
dia mencintai orang Yahudi.

Dari pasal 1-8 surat Roma saudara bisa melihat keselamatan yang Paulus bicarakan adalah
keselamatan yang bersifat universal, keselamatan yang Tuhan berikan kepada semua orang. Tidak
pernah sedikitpun Paulus menyinggung soal masalah Israel secara fisik di situ. Baik itu adalah
keturunan Abraham maupun non Yahudi, semuanya karena percaya Kristus maka kita adalah orang-
orang yang berhak menerima janji-janji Allah. Dan di pasal 8:31-38 khususnya Paulus sudah menulis
dengan klimaks, tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus. Keselamatan itu tidak akan
bisa hilang. Tetapi Paulus tidak saja bicara jadi orang Kristen akhirnya bagaimana. Roma 8:28-30
merupakan satu mata rantai yang penting sekali. Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah. Kata terakhir ini bicara mengenai
respons kita, yaitu kita yang mengasihi Allah. Sampai di situ Paulus tidak mengatakan kita bisa
mengasihi Allah itu semata-mata hanya oleh karena inisiatif jasa kita. Maka sampai di situ Paulus
telusuri kembali mengapa engkau bisa mengasihi Tuhan. Paulus tarik lebih dalam yaitu kita bisa
mengasihi Allah karena kita dipanggil seturut dengan rencana Allah. Kapankah rencana Allah itu
terjadi? Yaitu “dari semula.” Mereka yang ditentukan dari semula, mereka dipanggil-Nya. Mereka yang
dipanggil-Nya dibenarkan-Nya. Mereka yang dibenarkan, mereka dimuliakan-Nya. Perhatian empat rantai
yang tidak bisa dilepas ini. Kita bisa mengasihi Tuhan sebab Tuhan telah terlebih dahulu memilih kita.
Dan kita yang dipilih-Nya ini dipanggil oleh panggilan Injil. Kita yang dipanggil oleh panggilan Injil
pasti akan dibenarkan oleh Yesus Kristus. Dan kita yang dibenarkan pasti akan dimuliakan. Dipilih dari
semula bicara mengenai awal dari apa yang Tuhan akan kerjakan di dalam rencana kekekalan-Nya.
Dimuliakan bicara mengenai akhirnya nanti juga di dalam kekekalan-Nya kita akan dimuliakan oleh
Tuhan selama-lamanya.

Sampai di sini Paulus kemudian menjelaskan di dalam Roma 9 ini siapa yang dipilih oleh Tuhan dan
apa artinya konsep pilihan itu. Bukankah di dalam sejarah kata ‘pilihan’ itu sudah terjadi dan itu
bersifat jasmani. Di antara begitu banyak bangsa yang besar dan megah, Allah memilih Israel yang
terkecil, tetapi Tuhan Allah memilihnya menjadi umat kesayangan-Nya. Maka secara historis kata
‘pilihan’ sudah terjadi sebelumnya, yaitu ditujukan kepada orang Israel. Tetapi secara teologis
sekarang Paulus pakai kata ‘pilihan’ itu ditujukan secara pribadi kepada engkau dan saya yang
notabene bukan orang Yahudi. Engkau dan saya dipilih Tuhan di dalam kekekalan. Maka di sini terjadi
persoalan apakah berarti di dalam PL Tuhan telah memilih bangsa Israel namun sekarang tidak terjadi
lagikah? Apakah firman Tuhan gagal? Paulus kemudian memberikan penjelasan, yang disebut sebagai
orang Yahudi atau orang Israel itu bukanlah Israel secara jasmani tetapi Israel secara rohani. Dengan
demikian kalau kita tarik implikasinya, saudara dan saya apakah orang Israel? Ya. Berarti kalau begitu
janji-janji Tuhan di dalam PL mengenai berkat-Nya kepada umat Israel itu tidak gagal sebab umat
Tuhan tetap ada. Paulus memberikan pengertian ini, yang disebut sebagai orang Israel bukanlah
karena engkau lahir dari keluarga Israel secara jasmani tetapi secara rohani. Tetapi tidak gampang
mengeluarkan kalimat seperti ini tanpa didukung oleh bukti dan argumentasi.
139

Maka Paulus mulai argumentasinya yaitu dari semula Allah memilih umat-Nya dari garis keturunan
Abraham. Oleh keturunan Abraham Allah akan memulai satu bangsa yang baru. Tetapi sekaligus di
dalamnya Paulus mengingatkan ada berapa anak Abraham itu? Ada dua. Yang satu dari Sara yaitu
Ishak dan yang satu dari Hagar yaitu Ismael. Secara jasmani dua-duanyaberhak menjadi penerus
keturunan Abraham, bukan? Tetapi di situ Tuhan hanya mengatakan satu yang lahir bukan
berdasarkan keinginan natural dari Abraham tetapi berdasarkan janji. Mengapa berdasarkan janji?
Sebab Sara tidak mungkin bisa melahirkan Ishak secara natural di masa tuanya. Anak itu lahir karena
janji dan kuasa Tuhan dan dari rahim yang tidak bisa menghasilkan anak Tuhan memberi Ishak.
Kemudian Paulus selanjutnya memberi argumentasi, anak dari Ishak juga ada dua yang lahir dari
dalam kandungan yang sama yaitu Esau dan Yakub. Secara natural siapa yang lebih berhak menerima
janji itu? Esau. Tetapi Yakub juga memiliki hak yang sama seperti Esau. Maka Paulus memperlihatkan
sejak awal sudah ada indikasi kepada kita bahwa yang menjadi umat Allah bukan karena masalah
jasmani tetapi berdasarkan janji dan pilihan Allah. Maka siapa yang nantinya akan menjadi umat
Allah yang sejati? Sebelum kedua anak itu bisa melakukan perbuatan baik atau jahat maka Allah
sudah memilih Yakub. Maksudnya, bukan karena Tuhan melihat bahwa nanti Yakub akan percaya
Tuhan maka Tuhan pilih dia. Atau karena Tuhan lihat nantinya Yakub akan menjadi lebih baik
daripada Esau maka Tuhan pilih dia. Paulus bilang, Tuhan memilih bukan berdasarkan perbuatan dan
jasa mereka tetapi berdasarkan pilihan Tuhan sendiri Tuhan pilih Yakub menjadi garis keturunan.

Dari situ Paulus bilang sejak PL sudah terlihat bahwa yang namanya umat Allah yang berhak
menerima janji-janji Allah adalah Israel. Tetapi PL juga memperlihatkan kepada kita tidak semua
orang Israel yang lahir secara jasmani adalah orang Israel. Memang betul secara jasmani mereka
adalah orang Israel. Tetapi di dalamnya ada satu aspek yang penting. Pemilihan Yakub bukan semata-
mata karena dia adalah Israel secara jasmani tetapi karena janji Allah dan pilihan Allah. Itu yang
penting. Maka dari situ dia tarik someday umat Allah tetap umat yang menerima janji Allah tetapi
bukan lagi berdasarkan garis jasmani tetapi garis Injil. Engkau menjadi umat Allah bukan karena
perbuatan, bukan karena melakukan hukum Taurat tetapi karena janji Allah dan pilihan Allah atas
kita.

Roma 9:11 kita dipilih, maka kita akan menerima panggilan Injil. Bukan karena kita berbuat baik dan
kita punya jasa maka Tuhan mengambil kita menjadi anak-anak Allah. “Tuhan mengasihi Yakub tetapi
membenci Esau,” di sini Tuhan menggunakan emosi manusia untuk menjelaskan konsep pilihan-Nya,
namun kadang-kadang menjadi kesulitan pada waktu kita membahasnya. Kok bisa Tuhan mencintai
Yakub tetapi membenci Esau? Hampir semua penafsir setuju kata yang dipakai adalah
menggambarkan emosi tetapi bukan di dalam pengertian seperti kita mencintai dan membenci orang
tetapi di dalam pengertian ‘action.’ Tuhan mencintai Yakub di dalam arti kata Tuhan memberi
anugerah kepada dia, tidak ada kaitan oleh sebab Yakub melakukan sesuatu terlebih dahulu kepada
Tuhan. Jadi kata ‘mengasihi’ di situ berarti Tuhan dengan inisiatif memberi anugerah kepada Yakub.
Dan kata ‘membenci’ berarti Tuhan menahan dan tidak memberi anugerah kepada Esau. Kata ini
mendatangkan kesulitan sehingga di ayat 14-18 Paulus twisted mau tidak mau dia harus bicara
mengenai apa itu pemilihan karena betapa susah manusia mengerti apa artinya Allah memilih. Sebab
kalau kita baca selanjutnya Paulus nanti akan kembali kepada topik bicara mengenai orang Israel di
ayat 24 seterusnya. Hal itu tidak bergantung kepada kehendak manusia atau usaha orang tetapi

kepada kemurahan hati Allah. Maka orang itu menerima pilihan atau memperoleh anugerah Allah itu
140

bukan bicara soal keadilan Allah tetapi kemurahan Allah. Alkitab tidak takut menjelaskan hal-hal yang
penting bagaimana Tuhan melakukan sesuatu. Jelas Alkitab bilang sampai akhir keselamatan kita
dipegang Tuhan tidak akan hilang, itu sebab mereka yang dipilih, dibenarkan, pasti akan dimuliakan.
Tetapi Alkitab tidak hanya separuh bicara mengenai hal itu, terus ditarik ke belakang kita bisa
percaya Tuhan di dalam momen sejarah bukan karena saya mau percaya tetapi saya bisa berespons
terhadap panggilan Injil sebab Allah telah memilih saya sebelum dunia dijadikan. Kenapa Tuhan perlu
membuka kebenaran ini kepada kita? Ada beberapa hal yang penting. Yang pertama, untuk
memberitahukan kepada kita bahwa Allah itu adalah Allah yang berdaulat dan ‘in control.’ Segala
sesuatu yang terjadi di dalam dunia ciptaan-Nya tidak ada yang di luar dari kehendak dan rencana
Dia. Yang kedua, hal ini memberitahukan kita bahwa subyek utama yang melakukan semua rencana
keselamatan itu adalah Allah. Yang ketiga, kalau setelah manusia jatuh ke dalam dosa baru Tuhan
merencanakan keselamatan kita itu berarti secara implisit setan menggagalkan rencana Tuhan.
Saudara tangkap kalimat ini? Tuhan menciptakan manusia, Tuhan menempatkan manusia di taman
Eden dan pada akhirnya nanti akan memberikan kemuliaan kepada mereka, tahu-tahu manusia
makan pohon pengetahuan baik dan jahat karena ditipu oleh setan. Lalu sesudah itu akhirnya Tuhan
Allah memanggil Tuhan Yesus dan Roh Kudus mendiskusi ulang rencana untuk memberikan
kemuliaan. Maka Tuhan Yesus bilang, “Kalau itu yang menjadi rencana Bapa, Aku rela datang ke
dalam dunia untuk menjadi juruselamat menebus mereka.” Kalau skenarionya begitu, maka berarti
rencana semula Tuhan telah dirusak oleh setan maka Tuhan perlu bikin plan B. Saya hanya mengajak
saudara bicara secara logis saja, sulit untuk kita bicara secara kronologis bagaimana Tuhan memilih
kita sebelumnya, dsb karena kata ‘sebelum dunia dijadikan’, itu sulit dimengerti oleh pikiran kita
sebab kita selalu terbatas oleh ruang dan waktu. Tetapi Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan
waktu itu akan selalu bilang “Akulah Alfa dan Omega.” Namun rencana Tuhan yang alfa dan omega
itu waktu masuk ke dalam urutan waktu mau tidak mau harus melewati proses kronologis ini: Allah
mencipta, sesudah itu mengijinkan manusia jatuh ke dalam dosa, sesudah itu baru merencana mulai
memilih satu orang yang namanya orang yang namanya Abraham, lalu memilih satu bangsa yang
namanya Israel supaya nantinya melahirkan mesias.
Baru nanti kita akan menanti Yesus datang kembali menjadi titik omega dimana langit dan bumi yang
baru terjadi. Karena harus bersifat urutan seperti ini pada waktu rencana Allah berada di dalam
ruang dan waktu. Tetapi di dalam rencana Tuhan di dalam kekekalan itu semua adalah alfa dan
omega. Kita perlu mengurai rencana Tuhan secara logis supaya tidak terjadi kekacauan teologis.
Kenapa kita bilang “Dia memilih kita sebelum dunia dijadikan”? Yaitu supaya kita tahu Allah itu
berdaulat. Dia yang mengatur segala sesuatu dan tidak ada satu orangpun yang boleh menggagalkan
rencana Tuhan. Jadi kita bukan dipilih setelah kita mau percaya Tuhan, karena dengan demikian
mengandung implikasi teologis di ujung akhir yang mengatur segala sesuatu adalah setan. Ini konsep
yang penting sekali.
Tetapi kalau Tuhan memilih kita sebelum dunia dijadikan, memilih kita sebelum kita berbuat baik,
sebelum kita percaya Dia, berarti Tuhan tidak adil, kenapa pilih saya dan tidak pilih dia? Atau kalau
ada orang bilang, ‘sebenarnya saya mau pilih Tuhan, tetapi kalau Tuhan tidak pilih saya, bagaimana?’
Saudara mulai bingung bagaimana menjawabnya. Lalu ada yang bilang, kalau memang Tuhan pilih,
kita tidak usah menginjili toh nanti akhirnya dia percaya juga. Akhirnya orang Kristen jadi malas
mengabarkan Injil. Semua ini mengandung kesalahan tafsir seperti itu.
141

Soal pilihan, apakah berarti Tuhan tidak adil? Kenapa Tuhan menahan anugerah-Nya kepada Esau?
Kenapa Tuhan memberi anugerah kepada Yakub sehingga akhirnya dia bisa berespons dan percaya
dan menjadi umat Allah? Paulus bilang, soal pilihan Tuhan adalah soal belas kasihan Tuhan. Soal mau
memberi itu soal haknya Tuhan. Kalau mau bicara soal adil tidak adil, apa itu adil? Adil berarti kamu
get what you deserve. Itu namanya adil. Kemurahan berarti you do not deserve to receive it but I just
give it to you freely. Itu namanya kemurahan. Soal keselamatan tidak bisa ditaruh ke dalam soal
keadilan. Sebab kalau anda mau bicara soal keadilan di dalam keselamatan, maka memerlukan satu
aspek yang penting dulu yaitu satu aspek pemberesan hubungan kita dengan Tuhan di dalam
keadilan. Semua manusia yang berdosa, apa yang kita layak peroleh secara keadilan? Kita layak
mendapatkan hukuman. Maka Paulus bilang soal keselamatan dan dipilih menjadi umat Tuhan tidak
ada kaitannya dengan keadilan. Keadilan itu beres bersama dengan Kristus. Bukannya kita tidak
mendapat keadilan, kita mendapat keadilan itu dengan Yesus Kristus yang menyelesaikannya buat
kita. Upah dosa adalah maut dan Yesus yang terima itu. Tetapi kita bisa selamat bukan karena kita
layak memperolehnya tetapi karena kemurahan Allah. Maka sekali lagi soal orang itu mendapatkan
pilihan tidak ada kaitannya dengan soal keadilan tetapi itu soal kemurahan hati Allah.
Setelah membahas mengenai bangsa Israel, Paulus memberikan prinsip yang penting: yang disebut
sebagai orang Israel bukan karena dia lahir secara jasmani dari keturunan Israel maka otomatis dia
jadi umat Tuhan. Sekarang setelah Paulus membahas mengenai dua bapa leluhur Israel yaitu Ishak
dan Yakub, maka di ayat 25-29 dia mengutip firman Tuhan yang dinyatakan oleh dua nabi di dalam PL
yaitu Hosea dan Yesaya. Hosea mengatakan, “Yang bukan umatKu someday akan Kusebut umat-Ku.”
Yesaya kemudian bicara, yang disebut sebagai orang Israel yang sejati adalah ‘sisa’ orang Israel yang
setia, yang bukan karena otomatis lahir sebagai orang Yahudi. Ini adalah satu perspektif yang baru
mengenai apa itu arti umat Tuhan. Umat Tuhan adalah engkau dan saya. Janji-janji di dalam PL
diberikan kepada engkau dan saya. Tuhan tidak pernah gagal di dalam memberikan firman. Biar kita
teguh berdiri di dalam firman Tuhan karena firman-Nya tidak pernah bersalah.
142

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 21/3/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 25

Sentralitas Allah yang berdaulat

Nats: Roma 10:1-15

1 Saudara–saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka
diselamatkan.
2 Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh–sungguh giat
untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.
3 Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha
untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran
Allah.
4 Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap–tiap orang
yang percaya.
5 Sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat: “Orang yang melakukannya,
akan hidup karenanya.”
6 Tetapi kebenaran karena iman berkata demikian: “Jangan katakan di dalam hatimu: Siapakah
akan naik ke sorga?,” yaitu: untuk membawa Yesus turun,
7 atau: “Siapakah akan turun ke jurang maut?,” yaitu: untuk membawa Kristus naik dari antara
orang mati.
8 Tetapi apakah katanya? Ini: “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di
dalam hatimu.” Itulah firman iman, yang kami beritakan.
9 Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam
hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan
diselamatkan.
10 Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan
diselamatkan.
11 Karena Kitab Suci berkata: “Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.”
12 Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu
adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada–Nya.
13 Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.
14 Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada–Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia?
Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.
Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan–Nya?
15 Dan bagaimana mereka dapat memberitakan–Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada
tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”
143

Roma 9-11 bicara mengenai satu tema yaitu apa artinya menjadi orang Israel, kita mungkin tidak
melihat apa relevansi dari bagian ini berkaitan dengan hidup kita sehari-hari. Namun di bagian ini kita
menemukan Paulus bukan saja berbicara mengenai hal-hal historis fakta hidup dari orang Israel
tetapi di balik dari semua apa yang terjadi Paulus ingin memberikan kepada kita satu prinsip yang
penting luar biasa yaitu Allah kita adalah Allah yang bekerja, kadang-kadang Dia bekerja dengan ajaib
dan misteri di luar dari pengetahuan kita. Allah yang kita sembah adalah Allah yang setia dengan
firman-Nya. Allah yang kita sembah adalah Allah yang bekerja di belakang layar mendatangkan segala
sesuatu indah pada waktunya. Ini adalah maksud dan rencana Tuhan yang indah, khususnya secara
mata jasmani orang melihat apa yang Tuhan janjikan khususnya kepada orang Israel, umat yang
Tuhan sudah pilih di dalam PL tetapi di dalam perjalanan proses waktu dan sejarah mengapa justru
banyak orang Israel akhirnya tidak percaya kepada Kristus. Paulus sendiri merasa sedih hatinya. Dia
mengungkapkan dengan jujur dan dengan hati penuh dengan kasih, kalau bisa tukar barter, kalau
bisa orang Israel secara jasmani darah dan daging akhirnya boleh percaya Yesus dan harga yang
harus dibayar demi untuk mereka bisa percaya Yesus adalah aku tidak masuk surga, aku rela.
Apakah firman Allah gagal? Firman Tuhan tidak akan mungkin gagal (Roma 9:6) . Harus kita akui
dengan jujur hidup kita sebagai orang Kristen adalah satu hidup yang bergumul di antara realita
kehidupan yang kadang-kadang tidak sinkron dan tidak harmonis dengan apa yang kita percayai di
dalam Tuhan. Kita percaya akan kebaikan dan janji Tuhan, kita tahu bahwa janji Tuhan tidak pernah
bersalah. Tetapi di dalam keterbatasan dan limitasi mata kita, pengalaman hidup kita hari ke sehari
kadang kala kita tidak melihat harmonisnya. Maksudnya adalah yang Tuhan janjikan begitu banyak
tetapi yang kita lihat faktanya terjadi di dalam hidup kita kadang-kadang begitu sedikit bahkan
mungkin bertolak belakang daripada apa yang Tuhan janjikan. Itu realita pergumulan kita, bagaimana
menjawab akan hal itu? Kadang-kadang respons dan cara orang Kristen menjadi keliru dan salah.
Karena apa yang Tuhan janjikan tidak nyata dan tidak terealisir di dalam hidup kita, itu berarti Tuhan
tidak sanggup menggenapkan apa yang Dia janjikan. Maka yang Dia firmankan hanya sebatas Dia
hanya bisa janji tetapi tidak terjadi di dalam hidupku sehingga kita bertanya-tanya apakah firman
Tuhan bisa gagal? Akibatnya mungkin kita menjadi kecewa, mungkin kita menjadi undur dan lari dari
Tuhan.

Tapi saya senang dengan kalimat yang diucapkan oleh C.S. Lewis dalam bukunya “The Problem of
Pain,” buku yang dia tulis setelah isterinya yang sangat ia kasihi meninggal dunia karena kanker. Dia
mengatakan, sekuat-kuatnya saya hidup di atas muka bumi ini mungkin hanya 70-80 tahun, di dalam
jangka waktu yang sangat singkat itu anggap kata selama itu saya tidak pernah mengecap satupun
kebaikan Tuhan terjadi di dalam hidupku, tetap saya tidak berhak untuk mengatakan Allah itu tidak
baik. Karena sebelum aku lahir, aku tidak punya pengertian dan pengetahuan tentang kebaikan Allah.
Sesudah saya mati sayapun tidak bisa tahu lagi apakah setelah itu terjadi kebaikan Tuhan, itu sebab
walaupun mataku tidak melihat, pengalaman hidupku tidak merasakan baiknya Tuhan terjadi, tetap
saya tidak punya hak bilang Tuhan tidak baik. Itu sikap iman. Ketika kita ada di dalam pergumulan
apa yang Tuhan sudah janji, apa yang menjadi hukuman dari iman saya kepada Tuhan tidak ada di
dalam hidup saya terjadi secara harmonis.
Kaitannya dengan umat Israel adalah seperti ini. Banyak orang di dalam Gereja mula-mula yang
mempertanyakan melihat realita yang mayoritas percaya Tuhan Yesus dan ikut Tuhan itu bukan
orang Yahudi. Kalau begitu apakah Tuhan sudah membuang orang Israel sebagai umat Tuhan? Kalau
144

Tuhan sudah membuang orang Israel sebagai umat Tuhan, berarti apakah janji-janji Tuhan yang
dinyatakan di dalam PL bahwa umat Israel akan menjadi seperti bintang banyaknya di angkasa dan
seperti pasir banyaknya di pantai itu tidak terjadi dan tidak tergenapi? Apakah firman Tuhan dan janji
Tuhan itu gagal? Paulus bilang, tidak. Tetapi problemnya adalah bagaimana kita memberi definisi
mengenai apa artinya ‘the true Israel’? Bukan Tuhan itu berubah. Tetapi sebenarnya Tuhan sudah
memberikan petunjuk di dalam PL bahwa yang disebut ‘the true Israel’ itu bukan semata-mata orang
Israel yang lahir darah dan daging belaka. Tuhan mengambil keputusan yang menjadi anak perjanjian
adalah Ishak, bukan Ismael. Lalu dari Ishak kita melihat ada dua anak yaitu Esau dan Yakub, yang
sebenarnya dua-dua adalah keturunan Abrahan yang punya hak yang sama. Tetapi sebelum
keduanya bisa mengambil keputusan dan memilih, Allah telah melakukan pemilihan yaitu melalui
garis keturunan Yakublah yang menjadi umat Allah. Dari situ kita bisa melihat bukan karena
seseorang itu lahir sebagai orang Israel secara jasmani maka dia otomatis menjadi umat Tuhan.
Dalam beberapa ayat terakhir di pasal 9 ini Paulus mengutip kalimat dari nabi Hosea dan Yesaya
bahwa yang dulunya bukan umat sekarang disebut sebagai umat Tuhan. Orang-orang yang bukan
Israel sekarang boleh menjadi umat Tuhan. Maka ‘the true Israel’ bukan darah dan daging Israel
tetapi orang-orang dari bangsa lainpun dapat menjadi umat Tuhan. Sekarang, bagaimana caranya
mereka bisa menjadi umat Tuhan? Peraturan di PL mengatakan orang yang bukan dari bangsa Israel
boleh menjadi umat Tuhan secara “proselit” yaitu melakukan beberapa persyaratan tertentu yang
secara kelihatan yaitu dengan sunat dan menaati hukum Taurat.

Namun sekarang dengan cara apa orang bukan Israel menjadi umat Allah? Mereka tidak lagi
berdasarkan cara PL yaitu dengan disunat dan dengan melakukan hukum Taurat tetapi dengan
percaya dan beriman kepada Kristus. Kenapa Kristus berhak dan boleh menjadi cara dan persyaratan
orang bukan Yahudi untuk menjadi umat Allah? Roma 10:4 mengatakan “karena Kristus adalah
kegenapan hukum Taurat…” Roma 10:12 “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang
Yunani karena Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang…” Paulus mencetuskan perasaan
hati kepada orang Israel atas keunggulan mereka yang kita tidak boleh remehkan. Salah satunya
adalah orang-orang ini adalah orang-orang yang ‘zealous’ yang memiliki semangat perjuangan untuk
melakukan sesuatu yang harus kita hargai. Cuma sayangnya semangat mereka yang luar biasa itu
diarahkan kepada hal yang salah. Bahaya sekali. Agama menjadi bahaya kalau agama
memperjuangkan sesuatu dengan semangat keagamaan yang tinggi tetapi memperjuangkan apa
yang bukan kebenaran sejati. Paulus bilang, orang-orang Yahudi ingin menjadi benar,
memperjuangkan kesungguhan hidup untuk benar di hadapan Tuhan, cuma sayang sekali mereka
memperjuangkannya dengan cara yang salah. Sehingga akhirnya seumur hidup kebenaran yang
mereka cari hanyalah kebenaran diri sendiri dan tidak pernah bisa melihat kebenaran Allah. Itu
kesimpulan Paulus di Roma 10:2-3 . Mereka mendirikan kebenaran mereka sendiri sehingga mereka
tidak mau takluk kepada kebenaran Allah.
Kepercayaan manusia dan agama manusia di atas muka bumi ini kalau mau dibagi berdasarkan
darimana datangnya sumber agama dan kepercayaan itu, maka agama di atas muka bumi ini
langsung kita bagi menjadi dua saja. Yang satu, jalur yang mengatakan sumber agama mereka
muncul berdasarkan bagaimana manusia yang berusaha mendirikan agama itu. Di atas muka bumi ini
hanya ada tiga agama yang mengaku bahwa agamanya itu berasal dari luar, karena itu adalah wahyu
Tuhan yang menuntun kepada mereka . Mereka mengatakan sumber agama mereka, sumber kitab
145

suci mereka bukan dari hasil bikinan manusia tetapi diberikan oleh Allah yang mewahyukan kepada
mereka, yaitu agama Yahudi, agama Kristen dan agama Islam. Di luar daripada itu, agama-agama
yang ada ialah hasil pemikiran dan refleksi dari perasaan keagamaan yang ada di dalam hati manusia.
Maka agama ada di jalur yang satu ini, satu usaha dan keinginan manusia bagaimana untuk bisa
menjadi orang yang lebih baik. Sehingga terjadilah struktur pemikian dan aturan-aturan yang muncul
sehingga bisa menjadi filsafat dan tata keagamaan seseorang.
Tiga agama mengatakan kepercayaan mereka didasarkan kepada Allah yang memberikan wahyu,
yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Pertanyaan kedua, berdasarkan dengan cara apakah kita boleh
mendapatkan satu hidup yang lebih baik? Agama juga dibagi menjadi dua dan hanya Kekristenan
berada sendiri di sisi yang satu. Semua agama yang lain berangkat dengan asumsi kalau mereka
berbuat baik dan tidak melanggar hukum, tidak berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang diajarkan
apa yang diberikan oleh agama dengan taat dan baik, itu akan membawa mereka masuk ke surga.
Hanya Kekristenan yang mengatakan tidak demikian. Tidak mungkin dengan perbuatan baik ataupun
segala hal yang baik di dalam diri kita memungkinkan kita untuk mendapatkan anugerah dan hidup
yang kekal dari Tuhan. Hanya ada cara satu-satunya yaitu dengan beriman dan percaya akan apa
yang Tuhan sudah kerjakan bagiku.

Mengapa Kristus boleh menjadi kegenapan hukum Taurat? Roma 10:5 menjadi jawabannya “sebab
Musa menulis tentang kebenaran yaitu orang yang melakukan hukum Taurat akan hidup
karenanya…” Orang Yahudi mau mencari kebenaran? Silakan. Kebenaran apakah bisa didapatkan di
dalam hukum Taurat? Ya, kata Musa dan kata Paulus di sini. Tetapi syaratnya satu: orang itu harus
menjalankan semua dari hukum Taurat sepenuhnya dengan tanpa cacat cela baru dia boleh hidup.
Kalau sampai di situ, maka inilah hukuman dari iman Kekristenan: tidak ada orang di atas muka bumi
ini yang pernah dan yang bisa menyelesaikan semua tuntutan hukum Taurat dengan tanpa cacat cela
selain Yesus Kristus. Penulis Ibrani mengatakan Yesus Kristus juga mengalami pencobaan yang sama
seperti kita, cuma apa bedanya Yesus Kristus dengan kita? Kita dicobai, kita jatuh di dalam dosa;
Kristus dicobai dan Dia tidak berdosa. Kepada orang-orang Yahudi dan pemimpin-pemimpin agama
yang melawan Tuhan Yesus dan mempertanyakan apa dasar ajaran Yesus, Yesus balik menantang
mereka, “Siapa di antara kamu yang bisa menunjukkan kepada-Ku apa kesalahan-Ku?” Mereka sama
sekali tidak mendapatkan kesalahan apapun pada diri-Nya.
Paulus mengatakan, Yesus Kristus adalah kegenapan hukum Taurat. Prinsip hukum Taurat
sebenarnya hanya satu. Dan sebenarnya kalau saudara meneliti peraturan-peraturan yang dicatat di
dalam kitab Imamat sebenarnya semua peraturan itu bukan untuk membuat saudara lebih suci tetapi
peraturan-peraturan itu diberikan supaya saudara boleh membereskan dosa saudara di hadapan
Tuhan, bukan? Ada korban-korban untuk pengampunan dosa, ada korban penghapus dosa harian,
mingguan, tahunan dsb. Ada kerban bakaran yang hanya boleh dilakukan oleh imam. Dengan kata
lain semua peraturan di dalam hukum Taurat adalah peraturan yang dibuat karena kasihan kepada
kita manusia yang berdosa. Artinya tidak ada kemungkinan setiap hari kita tidak berbuat dosa. Tetapi
kalau Tuhan tidak memberi cara untuk membereskan dosa kita, betapa kasihannya kita. Maka hukum
Taurat diberikan kepada kita supaya bagaimana berbelas kasihan kepada kita. Seluruh peraturan
hukum Taurat hanya bicara mengenai bagaimana membereskan manusia yang berdosa. Itu sebab
hanya satu yang mengerjakan, melakukan hukum Tuaran tanpa cacat cela dengan tuntas yaitu Yesus
Kristus. Maka siapakah orang Israel yang sejati? Orang Israel yang sejati bukan berdasarkan warna
146

kulit dan darah dan daging melainkan orang-orang yang percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamat. Mengapa Yesus bisa membenarkan kita? Sebab Yesus bukan menggagalkan dan
bukan membuang hukum Taurat melainkan Dia menggenapi hukum Taurat. Maka muncul kalimat ini,
sekarang tidak peduli apakah dia orang Yahudi ataukah dia orang Yunani semua boleh menjadi ‘the
true Israel,’ semua boleh menjadi umat Tuhan asalkan dengan mulut kita mengaku Yesus Kristus
adalah Tuhan dan dengan hati kita beriman kepada-Nya maka kita akan diselamatkan.
Paulus kemudian mengangkat satu aspek yang sangat indah sekali karena dia kemudian mengutip
satu keluhan dari nabi Yesaya, Tuhan, kami terus menyampaikan dan memberitakan firman kepada
orang Israel tetapi mereka tidak mau menerima dan tidak mau percaya Tuhan. Paulus tuntas
memberitahukan di dalam Roma 10:14-15 , tetapi bagaimana mereka bisa berseru kepada-Nya jika
mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak
mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka dapat mendengar tentang Dia jika tidak ada yang
memberitakannya? Kalau engkau berseru dan percaya kepada Kristus sehingga diselamatkan. Apakah
itu berdasarkan kemauan hatimu? Paulus kemudian mengingatkan bagaimana engkau bisa berseru
kalau tidak percaya? Bagaimana engkau bisa percaya kalau tidak ada yang memberitakannya? Kalau
begitu orang bisa percaya karena jasanya siapa? Jasa pendeta dan pemberita Injilkah? Paulus tidak
berhenti sampai di situ, maka dia teruskan lagi, bagaimana mereka dapat memberitakan jikalau
mereka tidak diutus? Siapa yang utus? Bukan gereja dan bukan badan misi tetapi Tuhan yang panggil.
Maka orang itu bisa percaya Tuhan karena mereka mendengar Injil. Orang itu mendengar Injil karena
ada yang memberitakan. Dan orang itu bisa memberitakan Injil karena ada yang mengutusnya. Yang
mengutusnya adalah Tuhan sendiri. Maka semua kembali kepada prinsip ini, pada waktu Paulus
bicara mengenai iman, mengenai bagaimana orang bisa percaya Tuhan, Paulus tidak akan pernah
melepaskan prinsip yang penting ini: bagaimana Tuhan mengatur dan take control segala sesuatu.
Di dalam Roma 11 tidak heran Paulus melihat betapa keluhan dan hati begitu banyak orang di PL. Nabi
Yesaya mengeluh kepada Tuhan, dia memberitakan firman tetapi mengapa tidak banyak orang yang
mau percaya Tuhan. Firman Tuhan mengatakan bukan berdasarkan keinginan orang itu dia percaya
Tuhan atau tidak. Kalau begitu, betapa sulitnya kita. Tetapi kita percaya pada waktu kita
memberitakan Injil, pada waktu kita berkhotbah, pada waktu kita bawa seseorang kepada Tuhan,
Tuhan yang merubah hati orang. Pada waktu kita melihat betapa sedikitnya orang yang pergi ke
gereja ketimbang pergi ke bar, Tuhan bukankah bisa membuat orang percaya menjadi lebih banyak?
Kalau dasarnya dari kekuatan kita, kalau dasarnya hanya dari apa yang kita lihat, kadang-kadang kita
bisa kecewa. Ini yang kita lihat di dalam Roma 11:3 , berdasarkan kekecewaan hati dari nabi Elia pada
waktu dia mengira hanya tinggal dia seorang diri yang percaya Tuhan.
Siapa orang yang tinggal setia di jaman Elia? Dia mengira hanya dia sendiri yang tinggal dan dia
merasa apakah rencana Tuhan itu gagal adanya? Tetapi jawaban Tuhan mengejutkan dia, “Aku masih
meninggalkan tujuh ribu orang bagiku yang tidak pernah menyembah Baal.” Bagaimana saudara bisa
lihat Paulus membicarakan hal-hal yang berat dan susah mengenai teologis tetapi Paulus tidak
pernah melepaskan aspek praktis yang menguatkan iman kita. Pada waktu kita melihat rencana
Tuhan seolah-olah gagal di dalam hidup kita, Paulus memberikan kekuatan bahwa cara bekerja
Tuhan tidak seperti yang kita pikirkan. Pada waktu saya melayani, saudara melayani, dua tiga lima
tahun, kita tidak melihat progress yang ada mungkin bisa membuat hati kita menjadi lemah.
147

Adoniram Judson melayani di Burma sampai akhir hidupnya hanya satu orang yang percaya. Apakah
berarti pelayanan Tuhan gagal? Apakah berarti kuasa Tuhan tidak bekerja di situ? Tetapi sejarah
memperlihatkan bagaimana kesetiaan hamba Tuhan ini walaupun hanya satu orang yang menjadi
Kristen tetapi ada satu hal yang dia kerjakan yaitu menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Burma
yang bisa menjadi berkat dan membawa orang percaya kepada Tuhan melaluinya. Kita sering
bertanya-tanya kenapa orang yang ikut Tuhan tidak lebih banyak daripada orang yang ikut dunia?
Kita sudah melayani Tuhan bertahun-tahun lamanya mungkin kita bisa menjadi kecewa pada waktu
kita melihat realita. Kalau kita hanya berdasarkan kekuatan diri, tenaga kita, kemauan dan
kesungguhan kita, kita akan merasa lemah karena tidak melihat hasil yang kita harapkan. Pada waktu
kita taruh semua, apa yang terjadi di dalam hidup kita kembali kepada sentralitas Allah yang
berdaulat, pada waktu kita berhasil dan sukses, bisa melayani dan banyak orang bertobat, balik
kepada Tuhan dan membawa syukur kepada-Nya. Kembali kepada sentralitas Allah yang berdaulat.
Saya bisa sebab semata-mata Tuhan yang bekerja. Tetapi pada waktu kita merasa apa yang kita
kerjakan dalam hidup ini tidak mendatangkan satu progresif yang terjadi, balik lagi kepada sentralitas
Allah yang berdaulat, itu yang menopang dan memberi kekuatan kepada saudara. Hampir kecewa
dan gagal Elia, bukan? Sia-sia melayani, sudah memberitakan firman kepada orang-orang yang sudah
berbalik dari Tuhan tetapi mereka tidak mau mendengar apa yang dia katakan.
Yesaya juga mengeluh seperti itu, dia memberitakan tetapi tidak ada yang peduli. Tetapi cara Tuhan
bekerja begitu indah. Ketika Elia hampir kecewa, maka Tuhan memberitahukan dia apa yang selama
ini dia tidak pernah tahu. Elia, engkau melihat dengan matamu, engkau melihat tidak ada orang yang
percaya Tuhan, tetapi Aku berkata kepadamu, ada tujuh ribu orang di Israel yang seumur hidupnya
tidak pernah menyembah Baal. Itu memberi kekuatan dan semangat kepada kita.

Bicara mengenai Israel kita merasa seolah-olah hal ini tidak ada kaitannya dengan kita, tetapi biarlah
setelah membahas hal ini kita bisa melihat surat Roma begitu kaya dan indah memperlihatkan kita
aspek-aspek yang indah dan penting di dalam hidup kita.
148

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 18/4/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 26

Persembahan: Sukarela atau sesuka hati?

Nats: Roma 12:1

1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang ber-
kenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

Ayat ini diawali dengan kata “karena itu” membuktikan kepada kita bahwa di awal dari kalimat ini
tetap harus ada satu awal yang menjadi awal dari segala-galanya. Adalah suatu hal yang sedih jikalau
kita menyaksikan orang yang sudah berhasil melupakan akar darimana dia datang. Adalah suatu hal
yang sangat menyakitkan hati jikalau ada orang yang tidak pernah menghargai bahwa segala hal yang
dia dapat, kesuksesan yang dia raih, itu semua memiliki akar awalnya. Demikian juga dengan hidup
Kekristenan kita, mengawali bagaimana kita hidup di hadapan Tuhan, Paulus mengawali kalimat ini
dengan kata “karena itu,” berarti apa yang kita lakukan, apa yang kita kerjakan, apa yang bisa keluar
dari hidup kita pasti berangkat dan memiliki sumber terlebih dahulu. Namun ayat ini menjadi indah
adanya karena ini seolah-olah merupakan suatu konsekuensi logis dari sesuatu yang tidak mungkin
tidak merupakan rantai yang saling terikat. Tetapi kalau itu adalah rantai yang saling terikat, apakah
berarti segala hal yang kita kerjakan selanjutnya ke depan adalah karena ada ikatan di belakangnya,
haruskah kita melakukannya dengan terpaksa? Haruskah kita lakukan itu dengan hati yang merasa
didesak dan didorongkah? “Kenapa saya harus?”
Mungkin pertanyaan ini sering muncul di dalam hati orang percaya. Namun sekali lagi, bagi saya ayat
ini sangat indah, Paulus mulai dengan kata “karena itu,” tetapi di tengahnya ada satu kata”demi
kemurahan Allah,” yang sangat penting sekali untuk memberitahukan kepada kita apa yang Tuhan
sudah kerjakan di dalam hidup kita adalah sesuatu yang tidak bisa kita ganti dan balas kembali.
Tetapi apa yang Tuhan tuntut kepada kita memang merupakan sesuatu konsekuensi logis, karena
engkau terlebih dahulu sudah diberi sesuatu oleh Tuhan, maka mari kita mempersembahkan sesuatu
kepada-Nya. Tetapi bisa jadi pemberian kita membalas apa yang Tuhan telah perbuat akhirnya kita
rasa menjadi sesuatu keharusan dan keterpaksaan dari hati kita. Maka keluar satu kata yang indah
luar biasa, “Karena itu demi kemurahan Allah, aku mendesakmu…” Tuhan telah mengerjakan
keselamatan kita dengan begitu besar dan dahsyat, tetapi pada waktu Tuhan meminta kembali
kepada kita, Dia tidak memintanya sebagai suatu hal yang memaksa kita. Paulus tidak bilang “I
command you…” tetapi juga bukan bilang “I counsel you…” Kata yang dipakai oleh Paulus di sini
adalah “I urge you… aku mendesak engkau…” untuk mempersembahkan hidupmu kepada Tuhan.
149

Kata ‘urge’ berarti dia bukan sesuatu keharusan tetapi bukan juga merupakan suatu nasehat yang
boleh tidak boleh dilakukan, terserah. Dengan mengggunakan kata ‘urge’ ini Paulus tidak sekedar
menasehati sebagai pilihan kita, terserah kita mau atau tidak mau. Dengan kata ini dia mengingatkan
kita, kalau kita tidak berespons demikian kita adalah orang yang tidak tahu berterimakasih. Kenapa?
Karena semua yang ada di dalam hidup engkau dan saya, semua yang terjadi di dalam hidup kita
sekarang disebabkan karena kemurahan Allah yang tidak ada habis-habisnya, yang dibahas oleh
Paulus dengan tuntas sebelas pasal panjangnya, kenapa kita tidak sanggup bisa melihat betapa besar
the mercy of God di dalam hidup kita? Namun dia juga tidak mau memakai kata “aku memerintahkan
kamu…” karena Allahpun tidak ingin mendapatkan sesuatu dari hidup kita yang lahir dari
keterpaksaan. Maka dengan kata ‘urge,’ Allah tidak paksa namun Paulus membuka hati kepada kita
mari dengan sukacita dan sukarela kita datang membawa satu korban persembahan kepada Tuhan.
Kemudian Paulus bicara mengenai bagaimana hal yang indah yang akan kita beri dengan kaya sekali
mengenai konsep persembahan yang ada di dalam PL. Itu sebab untuk mengerti Roma 12:1 ini kita
akan melihat latar belakang bagaimana Tuhan sendiri mengajak kita melihat konsep persembahan
(sacrifice) dalam PL. Sepuluh pasal pertama dari kitab Imamat bicara mengenai peraturan yang Tuhan
berikan kepada bangsa Israel berkaitan dengan persembahan kepada Tuhan. Dengan memberikan
peraturan ini, tidak bisa tidak bangsa Israel selalu harus ingat kenapa Tuhan memberi sepuluh hukum
dan peraturan mengenai persembahan seperti ini, waktu Tuhan memberi sepuluh hukum, Ia
mengawali dengan kalimat “karena Aku, Tuhan, yang sudah membawa engkau keluar dari
perbudakan di Mesir…” Ingat di situ hidupmu tidak punya harapan, tidak ada masa depan. Dengan
tangan-Ku yang kuat dan penuh kasih, Aku bawa hidupmu keluar dari sana. Maka aturan dan hukum
ini tidak boleh dilihat menjadi suatu keterpaksaan, tidak boleh dilihat menjadi satu hal yang
memberatkan hidup perjalanan kita mengikut Tuhan.
Di situ paling tidak saudara akan menemukan ada lima macam sacrifice yang Musa atur di situ.
Korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa dan korban penebus
salah. Lima macam sacrifice ini memang diatur oleh Tuhan agar bangsa Israel bawa kepada Tuhan,
tetapi tidak semua dari lima macam sacrifice ini yang merupakan compulsory. Hanya dua sacrifice
yang compulsory sedangkan yang tiga lainnya adalah voluntarily. Dua korban yang wajib yaitu korban
keselamatan dan korban penghapus dosa, dilakukan karena berkaitan sebagai bayang-bayang dari
korban Tuhan Yesus kepada kita. Bukan Tuhan mau sesuatu dari kita, bukan Tuhan mau barang yang
mahal dari kita, tetapi itu menjadi bayang-bayang dari korban yang mahal yang Tuhan Yesus berikan
melalui penebusan-Nya kepada kita.
Tuhan menyuruh orang Israel membawa korban keselamatan berupa sapi atau kambing. Tidak
kurang daripada itu. Nanti di dalam korban yang lain, bagi orang yang sangat miskin, Tuhan
mengijinkan mereka membawa burung merpati. Sekalipun miskin, mereka tetap harus membawa
sapi atau kambing yang terindah dan terbaik karena di situ mereka menghargai arti pengorbanan
Tuhan yang mahal kepada manusia. Korban keselamatan adalah korban yang memang wajib kita
bawa kepada Tuhan satu kali setahun sebab kita tahu kita orang yang berdosa, bawa sapi atau
kambing yang terbaik, tidak boleh ada cacat cela dan tidak ada yang boleh ambil sedikitpun.
Seluruhnya harus dibakar di atas mesbah untuk Tuhan. Korban penghapus dosa adalah berkaitan
dengan kesadaran bahwa ada hal-hal yang telah kita lakukan dengan tidak sengaja. Maka waktu
seseorang datang kepada Tuhan, mungkin ada hal-hal yang tanpa disadari telah dia lakukan, maka itu
150

harus dibereskan dengan korban penghapus dosa. Inipun adalah korban yang harus dipersembahkan
seluruhnya. Namun hubungan kita dengan Tuhan bukan hanya dibereskan dengan dua korban ini.
Hubungan kita dengan Tuhan harus lebih dalam daripada itu. Tetapi Tuhan tidak mewajibkan tiga
macam persembahan yang selanjutnya. Tuhan hanya menjadikan itu sebagai sesuatu korban yang
sukarela. Kita bisa melihat pada waktu anak-anak Ayub habis berpesta, lalu Ayub berpikir mungkin
anak-anaknya berbuat salah di situ, lalu dia membawa korban bakaran kepada Tuhan. Saudara bisa
melihat di beberapa tempat di Alkitab, Abraham misalnya, juga membawa korban bakaran kepada
Tuhan. Ini korban yang bersifat sukarela. Jadi selain korban penghapus dosa dan korban
keselamatan, Tuhan mengatakan lakukan satu korban bakaran yaitu satu korban untuk kita
mencetuskan perasaan betapa dalamnya cinta kita kepada Tuhan, satu korban untuk mencetuskan
berapa taatnya kita kepada Tuhan.
Ini tidak dilakukan satu kali setahun, tetapi terserah berapa banyak kali engkau mau lakukan.
Seberapa dalam kita merasa keluarga kita sudah jauh dari Tuhan lalu kita membawa mereka kembali
dengan mengadakan korban bakaran kepada Tuhan. Korban ini bersifat sukarela, korban ini bersifat
tidak diatur berapa kali silakan lakukan berdasarkan berapa dalam cinta kita kepada Tuhan. Korban
kedua yang bersifat sukarela adalah korban sajian. Korban ini adalah korban secara khusus
membawa hasil panen, hasil pekerjaan tangan kita sebagai korban syukur karena apa yang Tuhan
sudah kerjakan di dalam hidupmu. Korban sajian ini kemudian dibawa ke hadapan Tuhan sebagai
hasil dari panen yang berlimpah, hasil gandum yang banyak, ternak sapi yang berbiak, semua kita
bawa sebagai syukur kepada Tuhan. Sebagian korban itu dibakar sebagai persembahan bagi Tuhan
dan sebagian lagi diberikan kepada keluarga imam dan orang Lewi. Saudara perhatikan korban
lainnya tidak bisa diberikan kepada keluarga imam. Maka hal yang jahat telah dilakukan oleh anak-
anak imam Eli ketika mereka mengambil korban yang bukan menjadi hak mereka.
Korban sajian ini bukan saja merupakan korban syukur kepada Tuhan tetapi juga bersyukur secara
sosial, menjadi berkat bagi keluarga imam dan orang Lewi yang melayani di rumah Tuhan. Lalu
korban yang ketiga adalah korban damai sejahtera atau peace offering. Korban ini tidak punya alasan
khusus melainkan sebagai satu acknowledge how good is God in your life. Satu korban yang kita beri
dengan sukacita dan sukarela karena Tuhan sudah terlalu baik di dalam hidupmu. Tidak memiliki
acuan sebab akibat apa-apa, melainkan hanya didorong oleh kesadaran betapa besar cinta kasih
Tuhan kepada dia.
Maka melihat konsep korban, ada dua yang wajib dan ada tiga yang sukarela ini, maka bagaimana
dengan hidup korban orang Kristen di dalam PB? Kita sudah tidak lagi hidup di dalam hukum PL maka
keluar kalimat penting dari rasul Paulus, bagaimana itu sekaligus satu keharusan kewajiban tetapi itu
adalah sukarela yang Tuhan tidak paksa. Maka dengan sukarela kita datang memberi kepada Dia,
tetapi ingat baik-baik, tidak boleh dengan sesuka hati. Memberi sesuatu kepada Dia yang sudah
melakukan hal yang begitu besar kepada kita, kita memberi dengan sukarela tetapi tidak boleh
sesuka hati. Bedanya dimana? Sesuka hati berarti waktu saya suka, saya beri hati. Kalau saya lagi
tidak suka, hati tidak ada. Itu namanya sesuka hati, terserah saya. Kita bisa memberi sebabnya bukan
dari kita, sumbernya dari Tuhan. Tetapi walaupun sumbernya dari Tuhan tidak berarti itu harus
sebagai paksaan. Ini bukan hal yang gampang. Orang selalu datang kepada saya dengan pertanyaan,
“Berapa besar sih saya harus kasih kepada Tuhan? Bagaimana mendefinisikan sepersepuluh,
pemasukan kotor atau sesudah dipotong pajak?” Pertanyaan terus muncul seperti itu. Maka saudara
151

pegang ayat Roma 12:1 ini baik-baik. ‘Karena Allah penuh dengan segala kemurahan yang tidak ada
habis-habisnya,’ kata Paulus. Kemurahan Allah itu luar biasa dahsyat dan dalam, sampai-sampai
Yesus mengatakan orang jahat sekalipun tetap memperoleh hujan dan berkat dari-Nya. Itu adalah
cinta kasih kemurahan Allah yang luar biasa. Tuhan mau kita datang kepada Dia dengan sukarela
tetapi kita tidak boleh datang sesuka hati kita kepada-Nya. Maka Paulus bilang, beri persembahan
hidup kepada Tuhan bukan dengan keterpaksaan namun dengan sukarela, tetapi bukan dengan
sesuka hati. Mempersembahkan sesuatu yang paling indah yang kita bisa beri kepada Tuhan dan
sangat menarik sekali persembahan itu cuma satu, yaitu tubuhmu sebagai persembahan yang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Puji Tuhan, keluar kalimat ini. Persembahan kita,
korban kita kepada Tuhan adalah tubuh yang Tuhan sudah tebus ini. Dengan menggunakan tubuh
sebagai korban kepada Tuhan maka tidak ada orang yang boleh minder dan bilang dia tidak punya
apa-apa untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Korban kepada Tuhan tidak berkaitan dengan berapa
banyak yang kita miliki, berapa harta kekayaan kita. Dengan memakai kata ‘persembahkan tubuhmu,’
berarti semua kita memiliki kemungkinan memberi persembahan kepada Tuhan dan semua kita tidak
boleh minder berkata kita tidak punya apa-apa untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Puji Tuhan!
Kita lahir telanjang, untuk memberitahukan kepada kita semua yang kita miliki sekarang ini cuma
atribut yang melekat kepada kita. Kita mati, kita tidak bawa apa-apa ke sana. Itu sebab Tuhan tidak
mengatakan beri apa yang ada padamu, tetapi Dia hanya mengatakan berikan tubuhmu sebagai a
living sacrifice bagi-Nya, itu yang terpenting. Dengan mengatakan persembahkan tubuh berarti
Tuhan tidak mau pemberian materi kita saja tetapi Tuhan mau hati dari orang-orang yang memberi.
Tetapi bagaimana indahnya pemberian kita kepada Tuhan dan bagaimana kita boleh melihat prinsip
penting ini? Korban adalah satu kata yang sangat indah luar biasa. Persembahan korban menjadi satu
kata yang indah. Dengan mengerti arti kata ini akan membuat kita belajar memberi dengan benar
kepada Tuhan.
Apa yang menyebabkan persembahan kita menjadi agung dan besar di hadapan Tuhan? Yang
pertama, adalah dengan mengerti perbedaan antara sacrifice and offering. Offering selalu lahir dari
perasaan karena ada sesuatu yang keluar dari diri kita, tetapi sacrifice selalu keluar dari apa yang
masih ada tersisa di dalam diri kita. Itu dua hal yang berbeda. Maka korban persembahan tubuh kita
menjadi indah dan agung pada waktu kita melihat beberapa konsep ini. Tuhan sudah memberi
banyak, tetapi Tuhan tidak memaksa kita untuk memberi balik kepada Dia sepadan dengan yang
sudah Dia berikan kepada kita. Dia hanya minta kita memberi dengan sukarela. Kalau korban itu lahir
dari orang yang menyadari bahwa relasinya dengan Tuhan adalah suatu relasi kasih persahabatan.
Maka waktu Yesus Kristus mengeluarkan kalimat yang begitu agung, memperlihatkan perbedaan
yang begitu dalam antara Kekristenan dengan agama yang lain, Yesus mengatakan, “Tidak ada kasih
yang begitu besar daripada kasih seorang sahabat yang memberikan nyawanya bagi temannya.”
Tuhan tidak memakai sebutan lain, selain engkau dan saya adalah sahabat-sahabat Tuhan Yesus.
Maka satu korban menjadi indah karena kita tahu yang disebut dengan pengorbanan yang besar
adalah satu pengorbanan yang lahir karena kita tahu kita sudah terlebih dahulu mendapatkan kasih
Tuhan yang terlalu besar itu kepada kita.
Satu ayat yang sangat menyentuh hati saya dalam 1 Kor.4:7 , memperlihatkan bagaimana Paulus
sangat mengerti konsep mengenai kasih yang berkorban/sacrifice love tetapi bagaimana dia
menyatakan kesedihan hatinya karena hal itu tidak ada di dalam diri jemaat Korintus. ”...dan apakah
152

yang engkau punyai yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang sudah terima, mengapa
kamu seolah-olah bilang belum terima?” Ini adalah dua langkah yang menyedihkan luar biasa. What
do you have that you did not receive? Semua yang kita miliki sesungguhnya adalah pemberian yang
kita terima. Tetapi jemaat Korintus tidak mau mengakui kebenaran ini. Yang lebih celaka lagi, sudah
terima bilang belum terima. Sadar diri sudah terima, itu hal yang penting. Yang kedua, apa yang kita
miliki sekarang adalah karena kita terima terlebih dahulu. Dalam Luk.7 pada waktu Yesus makan di
rumah seorang Farisi, datang seorang wanita yang mencuci kaki Yesus dengan air matanya dan
menyekanya dengan rambutnya. Orang Farisi tidak bisa terima akan hal ini, lalu Yesus mengeluarkan
kalimat yang penting, menegur secara halus tetapi merupakan satu kesadaran yang dalam pada
waktu seseorang sanggup mengeluarkan great sacrifice because he realised he already received great
gifts from God. “Siapakah yang lebih berterimakasih, orang yang dosanya diampuni lebih banyak atau
yang lebih sedikit?” Tidak berarti kita punya dosa lebih sedikit daripada orang lain karena semua kita
sama berdosa di hadapan Tuhan. Yang Tuhan Yesus maksudkan di sini adalah bagaimana seseorang
bisa menyadari berapa besar yang Tuhan sudah beri kepada kita pasti akan melahirkan berapa dalam
sukarela dan sukacita kita memberi kepada Tuhan.
Yang ketiga, satu korban itu menjadi indah dan agung sebab kita mengerti konsep ekonomi dari
Tuhan yaitu bukan berapa lebar yang bisa kita beri melainkan berapa dalam yang kita gali dari hidup
kita. Pemberian janda miskin di Bait Allah ditinjau dari kuantitas pemberiannya adalah pemberian
yang begitu sedikit dibanding dengan pemberian orang lain yang mampu memberi. Tetapi ditinjau
dari dalamnya dia menggali dan menguras sesuatu dari hidupnya, dia memberi lebih banyak daripada
yang sudah diberi oleh orang-orang yang lain yang datang ke Bait Allah. Itulah yang disebut dengan
korban besar. Itulah yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-murid dengan mata rohani yang tidak
terlihat. Mari kita belajar akan apa yang disebut dengan pengorbanan dalam pengertian itu.
Yang keempat, satu korban itu menjadi indah, besar dan agung sebab kita memahami durasi hidup
kita yang sementara ini di dalam durasi kebaikan Allah dari kekal sampai kekal adanya. Maka Paulus
mengatakan, segala penderitaan yang kita alami di dalam dunia ini tidak layak jika dibanding dengan
segala kebesaran anugerah dan janji surgawi yang akan Tuhan berikan kepada kita. Paulus
mengatakan, semua penderitaan, semua yang kita beri, semua yang ada pada kita sekarang, jikalau
dibandingkan nanti dengan yang mulia dan agung dari Tuhan itu tidak ada arti apa-apa. Maka mari
kita belajar di dalam irisan hidup kita yang sangat pendek dan singkat ini kita memberi sesuatu yang
indah dan agung kepada Tuhan. Hidup kita hanya satu kali, hidup yang terlalu cepat berlalu dan pada
waktu kematian pada akhirnya datang, apa yang tinggal di dalam hidup engkau dan saya?
Terakhir, saya ingin mengutip doa raja Daud di dalam 1 Taw.29:14 “Sebab siapakah aku ini dan siapa
bangsaku sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari-Mulah
segala-galanya dan dari tangan-Mulah sendiri persembahan yang kami berikan kepada-Mu.” Daud
menyadari mereka mampu, Daud menyadari kerelaan mereka memberi melebihi daripada apa yang
dipikirkan, betapa indah luar biasa segala persembahan itu. Tetapi dia sadar semua itu datang dari
Tuhan sesungguhnya. Karena itu saudara-saudaraku, aku mendesak hatimu, beri persembahan yang
terindah dan teragung kepada Tuhan yaitu hidupmu kepada-Nya menjadi korban yang hidup, yang
kudus dan yang berkenan kepada Tuhan. Itu adalah ibadah kita yang sejati.
153

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 25/4/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 27

Mempersembahkan totalitas hidup

Nats: Roma 12:1

1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang ber-
kenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

Semua orang yang mempelajari surat-surat rasul Paulus melihat keunikan cara Paulus menulis surat
dan hampir semua setuju selalu Paulus bicara bagian yang pertama mengenai teologi, pengajaran
dan doktrin terlebih dahulu, lalu kemudian di bagian yang terakhir Paulus baru bicara mengenai etika
kehidupan Kristen, bagaimana kita hidup. Pasal 1-11 dari surat Roma , Paulus membangun dasar
teologi yang penting kenapa kita menjadi anak Tuhan, apa arti anugerah keselamatan di dalam iman
kita ditebus secara cuma-cuma oleh Kristus Yesus. Setelah itu maka pasal 11 diakhiri dengan satu puji-
pujian yang penting sekali, bicara mengenai sentralitas alam semesta ini, sentralitas hidup kita,
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai
selama-lamanya” (Roma 11:36) . Baru dengan dasar doktrin yang benar, apa sebabnya saya hidup, apa
yang menopang hidup saya, barulah kita bisa bicara mengenai etika, bicara mengenai moralitas
orang Kristen. Maka pasal 12 adalah awal bicara mengenai bagaimana orang Kristen seharusnya
hidup di dalam dunia ini.
Menarik sekali, kita jelas tahu hukum Tuhan merupakan perintah, berarti merupakan keharusan dan
kewajiban bagi kita, namun di dalam Roma 12:1 Paulus menggabungkan dua hal ini menjadi indah.
‘Karena itu,’ karena apa yang Tuhan sudah kerjakan di dalam hidup kita maka barulah kita berespons
kepada-Nya. Karena apa yang Tuhan sudah kerjakan, berarti tidak bisa tidak, kita harus melakukan
dengan membalas kembali apa yang Tuhan sudah lakukan. Tetapi Tuhan tidak menginginkan setiap
kita melakukan sesuatu bagi Dia dengan keterpaksaan. Maka Paulus selain bicara mengenai
kewajiban, dia juga bicara mengenai desakan etika kita bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan.
Paulus mengatakan “I urge you…” ini bukan sekedar suatu nasehat, suatu ‘counsel,’ yang kalau kita
tidak turuti tidak apa-apa. Namun Paulus tidak mau memakai kata “I command you…” sebagai suatu
kata yang keras dan kuat sehingga akhirnya kita bisa menjadi terpaksa. Maka dengan kata ‘urge’
Paulus mendorong kita dengan sangat untuk melakukannya dengan melihat hal itu sebagai sesuatu
hal yang penting. Maka hidup persembahan pelayanan kita kepada Tuhan dikerjakan dengan
sukarela tetapi tidak boleh kita kerjakan dengan sesuka hati. Sebab semua yang kita miliki itu bukan
punya kita, yang ada di dalam hidup kita bukan karena kekuatan kemampuan kita tetapi karena kita
mendapatkannya dari Allah yang terlebih dahulu sudah memberi. Pada waktu kita memberi balik
154

kepada-Nya, Tuhan ingin kita melakukannya sebagai ‘a cheerful Christian,’ mempersembahkan hidup
dengan sukacita di hadapan Tuhan. Lalu point kedua yang sangat unik di dalam Roma 12:1 ini adalah
terobosan konsep mengenai memuja ibadah orang Kristen. “Inilah ibadahmu yang sejati,” dalam
terjemahan yang lebih akurat adalah “sesuatu pujaan dengan layak,” karena Paulus memakai kata
‘logikon’ yang sama akar katanya dengan logos dan logika. Ibadah orang Kristen di sini merupakan
satu terobosan yang luar biasa karena Paulus memberikan pengertian yang lebih dalam daripada
konsep ibadah orang Yunani dan sekaligus memberhentikan konsep korban di dalam ibadah orang
Yahudi di dalam PL. Apakah itu ibadah orang Kristen? Apa yang harus kita beri sesudah Tuhan
memberi kepada kita? Bawalah tubuhmu, persembahkanlah itu sebagai persembahan yang hidup,
yang kudus, dan yang berkenan kepada Tuhan. Inilah pujaan kita yang layak. Membawa tubuh,
berarti tidak ada satupun orang Kristen yang boleh minder di hadapan Tuhan dan di hadapan orang
Kristen lainnya. Tidak ada satupun orang Kristen yang boleh mengatakan, “Saya tidak punya apa-apa
untuk dipersembahkan kepada Tuhan.”

Tuhan tidak bicara mengenai atribut hidup kita, tetapi Dia bicara mengenai esensi yang paling
penting: bring your body. Menggunakan kata ‘tubuh,’ berarti Paulus menerobos konsep religius dan
ibadah orang Yunani karena bagi sebagian besar filsafat orang Yunani yang disebut spiritual tidak
pernah melibatkan tubuh. Justru bagi orang Yunani tubuh ini adalah penjara jiwa. Tubuh inilah yang
membuat kita tidak memiliki spiritual life. Kalau bisa, tubuh ini disiksa, tubuh ini disingkirkan. Maka di
dalam konsep Roma Katolik di abad pertengahan dan masih tetap berpengaruh hingga kini adalah
menceraikan spiritual dengan badan. Sehingga kalau saudara membaca sejarah Gereja, saudara bisa
menemukan banyak monastery (biara) yang ingin memiliki hidup rohani dengan cara menyiksa diri
dan tubuh ini. Ada biara yang memberi kamar untuk seorang imam hanya berukuran 1mx1m dan
hanya memperbolehkan mereka minum air putih dan roti, karena menganggap tubuh ini tidak bisa
berbagian di dalam ibadah kepada Tuhan dan tubuh ini justru menjadi penghalang. The true worship
is to bring and to sacrifice your body, kata Paulus. Tubuh tidak menjadi penghinaan karena kita
diciptakan Tuhan dengan totalitas.
Paulus di sini juga sekaligus menerobos konsep ibadah korban orang Yahudi karena di dalam ibadah
orang Yahudi mereka datang membawa korban kambing, domba dan sapi. Tetapi ibadah orang
Kristen tidak lagi membawa semua itu melainkan kita membawa tubuh kita. Memang Kekristenan
tidak bisa lepas dari PL karena itu adalah cara Tuhan bekerja memperlihatkan kepada kita bahwa
melalui korban di dalam PL nantinya kita melihat korban Yesus di PB. Tetapi setelah Yesus Kristus
memberikan diri-Nya menjadi korban di PB, kita tidak lagi melakukan apa yang dituntut di dalam PL.
Maka orang Kristen sudah berbeda dengan orang Yahudi. Kekristenan bukanlah sempalan dari
Yudaisme. Kekristenan berbeda dengan Yudaisme. Konsep Kekristenan tidak lagi membawa korban
binatang itu tercatat dengan jelas sekali di dalam Ibr.9:26 dalam terjemahan bahasa Inggris
”...through the sacrifice of Jesus Christ, He put the end of this age…” Ini kata yang penting ‘put the
end of this age,’ berarti ada jaman yang berakhir, ada era yang sudah selesai. Roma 12:1 adalah etika
orang Kristen yang nanti merinci hingga pasal 12-15 yang intinya secara singkat bisa dikatakan inilah
hidup etika orang Kristen yang saya buat dengan kata-kata sendiri: be a sacrificing-full Christian, be a
worship-full Christian, dan be a mercy-full Christian. Nanti tiga point ini akan berulang muncul hingga
pasal 15 . Kadang-kadang kita tidak berani memberi segala sesuatu, mengkorbankan sesuatu melebihi

daripada apa yang Tuhan sudah beri kepada kita. Kenapa kita takut? Kenapa kita masih menyimpan
sesuatu untuk diri kita sendiri? Seringkali karena kita terikat oleh satu konsep: kalau saya memberi
155

nanti saya tidak bisa mendapatkan balik. Kita tidak boleh memiliki konsep seperti itu di hadapan
Tuhan sebab kita akan kecewa dan malu sendiri waktu kita memberi sesuatu kepada Tuhan jangan
lupa prinsip Tuhan Yeus di dalam Injil Yohanes: engkau akan menjadi mata air yang tidak akan pernah
habis melimpah mengalir keluar. Kalau kita terlalu takut menjadikan hidup kita penuh dengan
mengorbankan bagi Tuhan, itu seperti memberi dengan mangkuk takaran kecil, dan nanti pada
waktu kita ketemu Tuhan, Tuhan akan memberi kepada kita seturut dengan mangkuk yang engkau
pakai buat Tuhan. Baru nanti kita sadar, mestinya dari dulu kita pakai karung beras.

Itu yang dimaksud oleh Tuhan Yesus dengan kalimat, “Ukuran yang engkau pakai akan diukurkan
kepadamu” (Luk.6:38) . Pada waktu kita memberi sesuatu kepada Tuhan, maka hidup kita akan
menjadi mata air yang tidak akan pernah habis-habisnya mengalir di hadapan Tuhan. Tuhan tidak
pernah memaksa tetapi kita juga tidak boleh dengan sesuka hati di dalam hidup menjadi orang
Kristen yang memberi persembahan kepada Tuhan. Ibadah kita adalah logikon worship. Mengapa
Paulus memakai kata itu? It is a reasonable worship, satu ibadah yang memiliki unsur rasio di
dalamnya. Ibadah yang ada kata ‘akal budi’ di dalamnya. Paulus memakai kata ini saya percaya ini
berarti orang Kristen waktu berbakti tidak lagi bertanya mengapa hidupku harus berbakti kepada
Dia? Sebab kita sendiri sudah tahu secara penuh kita sendiri tahu dengan sungguh-sungguh mengapa
kita berbakti dan beribadah kepada Tuhan. Di dalam ibadah yang sejati Tuhan tidak menuntut
banyak, hanya yang sederhana dan layak, Dia hanya menuntut engkau membawa apa yang ada
padamu, yaitu tubuhmu dan hidupmu sebagai persembahan yang hidup. Dengan memberikan tubuh,
ini menjadi hal yang unik karena dengan demikian berarti Paulus tidak ingin orang mengerti konsep
rohani itu bersifat abstrak. Memberikan tubuh kepada Tuhan adalah suatu hal yang konkrit, jelas.
Yang ketiga, memberi persembahan tubuh sebagai ibadah, maka Kekristenan menerobos konsep
ibadah itu tidak lagi pergi ke satu ‘tempat kudus.’ There is no sacred hours, there is no sacred place.
Kita tidak lagi beribadah pergi ke Bait Allah baru kita anggap itu sebagai ibadah. Ibadah yang sejati
adalah di dalam batinmu. Dari situ nanti Paulus kembangkan konsep ini di dalam surat 1 Korintus,
tubuhmu adalah bait Allah. Bukan tempat tertentu, hari raya tertentu, baru itu disebut sebagai
ibadah. Ibadah yang sejati adalah bagaimana totalitas hidup orang Kristen itu dipersembahkan
kepada Tuhan menjadikan kehadiran Tuhan di dalam hidupmu. Itulah ibadah kita. Sekarang hidupmu
adalah bait Allah maka serahkanlah tubuhmu menjadi persembahan to be a logikon worship.
Jadikanlah tubuh ini menjadi persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.
Dalam pembukaan dari buku The Shorter Catechism muncul pertanyaan ini, “What is the chief end of
men?” Apa yang menjadi tujuan yang terutama dari hidup manusia? Jawabannya adalah “The chief
end of men is to glorify God and to enjoy Him forever.” Ini dua kata yang bagus sekali karena
mengingatkan kita, to glorify God adalah satu aspek Teosentris, itu berkaitan dengan relasi kita
kepada Tuhan. Dalam 1 Kor.10:31 Paulus mengatakan apapun yang kita kerjakan dan lakukan semua
adalah untuk kemuliaan Tuhan. Memuliakan Tuhan lebih daripada sekedar bersyukur kepada-Nya.
Bersyukur atas berkat-Nya itu adalah salah satu bagian dari memuliakan Tuhan Allah karena kita
mengakui semua datangnya dari Dia. Intinya hanya satu: lakukan segala sesuatu dengan satu
kesadaran bahwa sekarang hidup kita menjadi ibadah bagi-Mu. Yang dikerjakan oleh tanganku, apa
saja yang dilakukan oleh tubuhku, saya mau semua itu memuliakan Engkau. To glorify God. Itu
merupakan tujuan hidup kita.
156

Yang kedua, The Shorter Catechism mengingatkan bahwa kita juga memiliki kebutuhan yang lain di
dalam tubuh kita selain makan dan minum. Maka bagian ini bicara mengenai aspek Antroposentris,
to enjoy. Tuhan menciptakan segala sesuatu di dalam dunia ini untuk kita nikmati. Dalam 1 Tim.4:3-5
kita diingatkan Tuhan memberikan segala sesuatu untuk kita nikmati. Tidak ada sesuatupun yang
haram, semua itu indah dan baik asal kita tahu darimana datangnya dan untuk apa itu diberikan
kepada kita. Bawa ucapan syukur kepada-Nya atas apa yang kita terima, apa yang kita makan, apa
yang kita nikmati. Maka apa yang menjadi tujuan hidup kita, yaitu to glorify Him tetapi sekaligus juga
to enjoy Him forever. Tetapi kesenangan itu bukan menjadi the chief end, happiness itu bukan
menjadi the chief end dari hidup kita. Tujuan hidup orang dunia ini adalah supaya hidup mereka
bahagia dan memiliki damai. Maka the chief end di sana adalah kebahagiaan itu sendiri, kesenangan
itu sendiri. Tetapi sebagai anak Tuhan kita harus belajar mengerti Tuhan tidak melarang kita memiliki
nikmat, Tuhan tidak melarang kita memiliki kebahagiaan, tetapi itu bukan menjadi tujuan akhir kita.
Melalui apa yang Tuhan beri kepada kita mari kita memuliakan Tuhan di situ.

Seorang teolog Reformed John M. Frame mencoba mengkonkritkan dua hal ini, hidup orang Kristen
yang mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan ibadah di hadapan Tuhan, seperti yang
Tuhan Yesus katakan, “Cari dahulu kerajaan Allah maka semua akan ditambahkan kepada kita.” Apa
itu kerajaan Allah? Kerajaan Allah itu berarti kita merindukan Allah bertahta dan memerintah di
dalam seluruh aspek di dalam dunia ini, dimanapun kita berada, di situ kita melihat Allah menjadi
Raja memerintah alam semesta ini. Melalui dua hal yang kita kerjakan, yaitu melalui mandat budaya
seperti yang Tuhan katakan di dalam Kej.1:28 “Penuhi bumi ini dan kelola dan usahakanlah alam
semesta ini.” Kita dipanggil oleh Tuhan menjadi seorang yang bekerja dengan baik di dalam profesi
apapun. Saudara menjadi karyawan, kerja di satu kantor, dsb, di situ saudara memuliakan Tuhan,
saudara aktif sebagai orang Kristen bekerja di situ dengan hati yang tulus dan dengan satu kesadaran
apa yang bisa saudara kerjakan bagi keuntungan pekerjaan Tuhan. Itulah yang membedakan the chief
end kita di atas muka bumi ini.

Yang kedua, selain mandat budaya, Tuhan memanggil kita untuk menggenapkan mandat Injil, “Pergi
danjadikan semua bangsa murid-Ku.” Baru kita mengerti apa arti dan indahnya hidup kita di hadapan
Tuhan. Mengapa? Kita balik kepada Ibr.9:26 tadi, “Through the sacrifice of Jesus Christ, He put the end
of this age…”Bandingkan kalimat ini dengan Ef.1:21 dimana Yesus Kristus akan menjadi Raja di atas
segala raja dan lebih besar kuasa-Nya daripada siapapun juga ‘in this age and the age to come.’
Melalui dua kata ini Gerhardus Voss seorang hamba Tuhan Reformed di dalam buku Eskatologinya
mengatakan engkau dan saya sekarang hidup di dalam satu era yang dia sebut dengan istilah ‘Semi-
Eskatology.’ Ada satu hal yang unik di dalam kitab Injil, Yesus datang maka jaman akhir itu akan tiba
in the future, tetapi sekaligus dalam Injil saudara juga menemukan kalau Yesus mengusir setan dan
menyembuhkan orang sakit, itu berarti jaman akhir itu sudah tiba. Antara ‘akan datang’ dan ‘sudah
datang,’ dua-duanya benar adanya. Maka Gerhardus Voss mengatakan ‘this age’ itu bicara mengenai
satu era sejak Allah menciptakan langit dan bumi di awal sampai kepada datangnya Yesus Kristus kali
kedua. Tetapi datangnya Yesus Kristus pertama kali, pelayanan-Nya di atas muka bumi dua ribu
tahun yang lalu adalah ‘the age to come’ sudah datang hingga nanti Yesus datang kali kedua. Berarti
ada masa dimana dua era ini saling bersentuhan yaitu dari kedatangan Yesus Kristus yang pertama
dan kedatangan Yesus Kristus kali yang kedua. Di situ saudara dan saya hidup di dalam dunia ini, dan
di situ kita sadar bukan ‘this age’ kita akan tinggal selama-lamanya tetapi pada ‘the age to come.’
Jangan salah konsep, jangan pikir setelah kita mati dan ketemu Tuhan Yesus lalu kita akan melayang-
157

layang di awan yang empuk di sana. Hidup orang Kristen, kita mengerjakan apapun di dalam dunia ini
fokus kita bukan kepada dunia ini melainkan kepada dunia yang akan datang. Di situlah indahnya
etika orang Kristen. Di situlah kemudian Paulus mengatakan di dalam 1 Kor.15:58, karena kebangkitan
Kristus maka apapun yang kita kerjakan, apapun yang kita lakukan, apapun yang kita layani bagi
Tuhan tidak akan pernah menjadi sia-sia. Setelah Tuhan tebus hidup kita, setelah Tuhan beri makna
dan arti dalam hidup kita, bawa hidup itu menjadi persembahan yang indah kepada Tuhan. Kita
bicara mengenai ibadah, kita bicara mengenai etika, itu adalah berarti seluruh totalitas hidup kita.
Bukan apa yang kita lakukan di dalam tempat suci, bukan apa yang kita lakukan dalam hal-hal rohani
saja, tetapi semua yang berkaitan dengan seluruh sendi-sendi kehidupan kita, itulah arti
mempersembahkan tubuh. Rohani tidak hanya berkaitan dengan soal apa yang kita doakan atau apa
yang kita lakukan sebagai satu ritual tetapi semua termasuk apa yang kita kerjakan dengan tangan
kita. Ini merupakan terobosan konsep yang luar biasa. Sehingga tidak peduli dimanapun kita berada,
apapun yang kita kerjakan, apa status hidup kita, kita tetap mengerjakannya bagi Tuhan. Dalam surat
Kolose Paulus berbicara kepada para budak, “Apa saja yang engkau kerjakan di dalam dunia ini,
perbuatlah itu dengan segenap hati seperti bagi Tuhan, semuanya tidak akan sia-sia…” (Kol.3:23) .
Saudara tahu pada waktu itu budak mengerjakan segala pekerjaan yang terhina apapun juga,
termasuk membersihkan kandang kuda tuannya dan mengerjakan semua hal yang kotor. Apa
rohaninya, apa aspek spiritualnya, apa ibadahnya di dalam seluruh aspek pekerjaan seperti itu? Kita
melihat apapun juga yang kita kerjakan tidak lagi bersifat duniawi. Apapun yang dilakukan oleh
tubuhmu bukan lagi merupakan ‘unspiritual things’ jika semua itu engkau lakukan sebagai sesuatu
untuk memuliakan dan melayani Tuhan. Ini arti konsep ibadah yang Paulus katakan sebagai
persembahan tubuh sebagai a true worship. Dengan demikian kita bukan beribadah jam 9.30-11 lalu
selesai. Kita ibadah bukan dalam pengertian kita sedang menyisihkan sedikit waktu bagi Tuhan pada
hari Minggu. Ibadah berarti seluruh hidup kita, apa yang kita kerjakan dan lakukan.
Yang ketiga, Alkitab selalu mengingatkan kita kesetiaan kita, pengobanan kita di atas muka bumi ini
bukan saja tidak akan sia-sia tetapi Tuhan akan membalas itu berkali-kali lipat menjadi imbalan yang
akan. Tetapi bedanya, kita tidak melakukan hal-hal yang baik supaya kita mendapat imbalan. Namun
Alkitab tidak mengatakan bahwa tidak ada imbalan nantinya sebagai sesuatu hal yang mengingatkan
kita mari kita kerjakan sesuatu hari ini karena kita tahu apa yang kita lakukan ini untuk sesuatu yang
indah di hidup yang akan datang. Dalam 1 Tim.6:17-19 yang mengingatkan orang-orang yang kaya ‘in
this age’ agar jangan tinggi hati dan ingatkan mereka untuk menjadi kaya di dalam hal lain yaitu kaya
di dalam kebajikan, kaya di dalam memberi, kaya di dalam membagi dan dengan demikian
mengumpulkan baginya satu harta yang baik untuk hidup yang akan datang. Mengapa kita harus
berbuat baik, mengapa kita harus menjadi orang Kristen yang memancarkan kemuliaan Allah,
mengapa kita harus hidup mengasihi orang, dsb tidak di dalam ‘short term concept’: saya baik
sekarang supaya orang nanti membalas kepada saya. Konsep ini penting mengajak kita melihat
supaya dari sekarang kita ingat kita hidup di dalam dunia ini tetapi fokus kita bukan di sini. Kita tahu
apa yang kita kerjakan sekarang tidak pernah sia-sia, kita mau kejar terus supaya someday ‘in the age
to come’ kita sungguh-sungguh bisa melihat apa yang kita lakukan dan kerjakan di dalam hidupku
sekarang ini menjadi sesuatu hal yang tidak bisa diambil dan direbut siapapun. Kiranya Tuhan pimpin
dan sertai hidup kita.
158

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 16/5/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 28

Hidup di dunia namun tidak duniawi

Nats: Roma 12:1-2

1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang ber-
kenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budi-
mu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Dalam Roma 12:1 Paulus sedang bicara mengenai worship, ibadah, hubungan vertikal kita dengan
Tuhan. Lalu Roma 12:2 dia bicara mengenai mengubah pikiranmu, bicara mengenai relasi diri kepada
diri kita sendiri, apa yang patut kita perbaiki, apa yang harus diubah sebagai seorang anak Tuhan.
Lalu Roma 12:3 selanjutnya baru kemudian Paulus bicara mengenai relasi secara horisontal, hendaklah
tiap-tiap kita bertumbuh dalam komunitas pelayanan dan gereja, kita akan bahas di dalam minggu-
minggu yang akan datang. Roma 12: 1 ada tiga point yang penting di situ, Tuhan panggil kita untuk
menjadi orang Kristen yang penuh mengabdi, beribadah kepada Tuhan. Dari ibadah itu melahirkan
dua sifat penting orang Kristen yang harus ada yaitu penuh kemurahan hati seperti Allah yang penuh
dengan kemurahan, belajar jadi orang Kristen yang murah hati.
Lalu yang kedua seperti Allah yang menyatakan pengorbanan yang tanpa pamrih kepada kita, biar
kita juga menjadi orang Kristen yang mempersembahkan kepada Tuhan dengan pengorbanan, hidup
yang penuh korban. Persembahan yang terindah bukanlah berapa banyak yang bisa beri. Tetapi
seperti yang Paulus katakan di sini, berilah tubuhmu sebagai persembahan yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah. Dengan memakai kata “tubuh,” itu berarti Paulus mengatakan tidak ada satu
orang Kristenpun yang boleh minder berkata dia tidak punya apa-apa untuk bisa dibawa kepada
Tuhan. Maka seluruh hidup kita, dengan status apapun, dengan bakat berapa banyakpun, itu
merupakan persembahan yang kalau kita beri sepenuhnya kepada Tuhan menjadi persembahan yang
Tuhan terima dan berkenan atasnya.
Lalu dari ibadah, Paulus kemudian mengatakan bagaimana kita belajar hidup dengan diri kita sendiri,
berjalan supaya seluruh proses pikiran kita, arah tujuan hidup kita, target yang ingin kita capai, tidak
bisa tidak terfokus kepada tujuan yang satu ini, kata Paulus, yaitu kita sanggup bisa mengenali
kehendak Allah di dalam hidup setiap kita. Dan kehendak Allah itu pasti bukanlah kehendak yang
tidak baik kepada kita. Paulus memberikan tiga kata yang penting menunjukkan sifat dari kehendak
Allah itu yakni kehendak Allah itu pasti baik, pasti berkenan kepada Allah dan sempurna adanya.
159

Saya akan membahas kalimat pertama dari Paulus di ayat 2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan
dunia ini…” Seringkali tanpa sadar kita mengeluarkan kalimat yang seperti ini, “Kok orang itu cara
berpikirnya ‘duniawi’ yah?” Saya hanya mengajak kita berpikir lebih dalam apa yang kita maksudkan,
bagaimana kita memahami kata ‘duniawi.’ Paulus berkata, janganlah kamu menjadi serupa dengan
dunia ini, saya percaya maksud dari ayat ini adalah bersifat duniawi karena ini merupakan panggilan
dari rasul Paulus kepada kita untuk mengingat kembali doa Tuhan Yesus dalam Yoh.17 “Bapa, mereka
memang bukan dari dunia ini, namun mereka masih tinggal di dalam dunia ini. Itu sebab kuduskanlah
mereka di dalam kebenaran…” Orang Kristen memiliki status kita masih hidup di dalam dunia tetapi
kita bukan dari dunia ini, dengan kata lain kita masih ada di dalam dunia ini namun kita tidak boleh
hidup secara duniawi. Jadi yang Paulus maksudkan jangan kita menjadi serupa dengan dunia ini
berarti janganlah kita hidup dipolakan dengan sifat-sifat yang ada di dalam dunia ini, sifat yang
keduniawian.

Apa artinya waktu kita katakan seseorang itu hidupnya duniawi? Saya percaya, seringkali orang
Kristen mungkin memiliki konsep rohani yang tidak secara Alkitabiah, melainkan justru lebih
dipengaruhi oleh konsep dualisme dari Plato yang menaruh hidup fisik dan hidup rohani ke dalam
dua kutub yang sangat berseberangan. Sehingga orang itu dikatakan duniawi pada waktu mungkin
dia berpikir lebih banyak mengenai kebutuhan hidup dia ketimbang hal-hal yang bersifat rohani. Jadi
kalau terus bilang ‘kangtao-kangtao’ itu namanya duniawi, harusnya bilang ‘haleluya, shalom,’ itu
lebih rohani. Plato mengatakan yang paling penting adalah roh dan roh itu tidak terkontaminasi. Yang
menyebabkan hidup kita itu penuh dengan berbagai macam persoalan pergumulan sebab roh itu
dipenjara di dalam tubuh fisik. Keinginan dan berbagai hal-hal yang tidak baik itu datangnya dari fisik.
Dan Kekristenan di dalam perjalanan sejarah seringkali tanpa sadar dipengaruhi oleh konsep dari
Plato ini.
Contoh paling sederhana adalah kehidupan monastery (biara) di dalam Gereja pada abad 8-13-an
dimana hidup yang disebut rohani adalah kita menanggalkan dan meninggalkan semua yang ada
kaitannya dengan keperluan kebutuhan sehari-hari. Orang yang masuk biara hanya makan roti dan
minum air putih sepanjang hidupnya karena dianggap makan lebih daripada itu sudah duniawi.
Namun sebenarnya akar permasalahan teologis akan hal ini sudah mulai sejak awal Gereja Mula-
mula. Dalam 1 Tim.4 Paulus menghadapi sekelompok orang Kristen yang super rohani yang melarang
orang makan dan menikah. Kalau mau hidup rohani, makan harus yang ala kadarnya. Paulus dengan
tegas melawan orang-orang seperti ini dan mengatakan, tidak, semua makanan diciptakan oleh
Tuhan itu baik adanya. Terima dengan syukur kepada Allah dan di dalam doa kita menikmati
makanan itu semua halal. Orang-orang yang super rohani itu juga melarang pernikahan dan aktifitas
seksual di dalam pernikahan. Bertarak, selibat dan bujangan, tidak bersentuhan dengan hal-hal
seksual menyebabkan hidup rohani kita lebih suci di hadapan Tuhan. Paulus menolak konsep itu.
Sekali lagi saya mengingatkan, pernikah merupakan satu institusi yang diteguhkan oleh Tuhan sendiri
sebelum manusia jatuh di dalam dosa. Maka orang Kristen tidak boleh menganggap seks dan
pernikahan itu adalah akibat jatuh di dalam dosa. Seksualitas merupakan bagian dari pernikahan
yang diciptakan Tuhan. Orang yang super rohani menganggap hal itu sebagai wilayah duniawi dan
Paulus menentang konsep mereka. Hal yang sama juga ada di dalam konsep Buddhism yang
mengatakan penyebab dan sumber segala samsara adalah keinginan. Maka Buddhism mengambil
160

sikap supaya hidup kita lebih masuk ke dalam wilayah rohani, tinggalkan segala sesuatu. Keinginan
itu datangnya dari mana? Keinginan itu datang dari aspek fisik manusia dan bukan dari aspek rohani
manusia. Dengan demikian waktu mulai muncul kalimat, “Orang itu hidupnya duniawi,” seringkali
karena kita sudah salah mengerti konsep itu. Kita mungkin berpikir dengan kata ‘duniawi’ itu orang
itu lebih banyak menaruh perhatiannya kepada hal-hal kehidupan sehari-hari daripada menaruh
perhatiannya kepada hal-hal hidup gerejawi. Tetapi dengan konsep seperti itu akhirnya orang Kristen
salah dan terjebak memisahkan hidup kita, menganggap semua aktifitas yang hanya kita lakukan di
hari Minggu di gereja saja yang bersifat rohani sedangkan dari Senin sampai Sabtu kita mengerjakan
hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan spiritual. Bagi saya, kita harus kembali memperbaiki seluruh
pemahaman konsep kita mengenai hal-hal itu.

Waktu Paulus mengatakan, “Janganlah kamu serupa dengan dunia ini…” apa yang Paulus maksudkan
di sini? Saya memikirkan ayat ini dalam-dalam, bagaimana kita memahami dengan jelas sampai
dimana orang Kristen itu sudah hidup duniawi, apa yang Alkitab katakan mengenai serupa dunia itu,
mana yang merupakan sifat dari keduniawian yang tidak boleh ada di dalam hidup orang Kristen.
Sampai di sini, ada dua hal yang saya ingin ajak saudara pikirkan.
Yang pertama, saya ingin mengajak saudara memikirkan “the Eschatological concept of work.” Orang
Kristen sering berpikir dunia ini bukan tempat kita dan kita merindukan rumah kita yang di surga sana
yang kita anggap sebagai rumah kita yang asli. Akhirnya dengan konsep seperti itu orang Kristen
berpikir kerja di dalam dunia ini tidak ada gunanya karena ini bersifat duniawi. Semua soal makan,
soal minum, semuanya adalah duniawi, maka mari kita kejar hal-hal yang bersifat rohani saja.
Sebelum kita memakai kalimat seperti itu, mari kita coba mengerti dengan jelas apa maksud Alkitab
mengenai hidup yang bersifat rohani suatu hari nanti bagaimana. Why.21:1-4 menulis mengenai
penglihatan rasul Yohanes mengenai “langit dan bumi yang baru.”Alkitab bilang new heavens and
new earth akan bersatu, tetapi ada beberapa hal yang menghentikan dan tidak ada lagi di sana.
Pertama, tidak ada lagi laut. Maksudnya apakah nanti dunia yang baru tidak ada pantai lagikah?
Kasihan sekali orang yang suka selancar dan memancing. Laut di dalam metafora orang Yahudi
melambangkan tempat kekacauan dan sumber kejahatan. Jadi tidak ada lagi laut maksudnya tidak
ada lagi hal-hal yang bersifat kekacauan dan kejahatan. Kedua, tidak ada lagi air mata. Ketiga, tidak
ada lagi perkabungan. Keempat, tidak ada lagi dosa. Kelima, tidak ada lagi sakit penyakit. Keenam,
tidak ada lagi kejahatan dan setan di situ. Ketujuh, tidak ada lagi kawin mengawinkan.
Salah satu ayat yang mungkin menyebabkan kelirunya pemikiran konsep orang Kristen bahwa yang
bersifat fisik ini pada suatu hari akan lenyap habis dan tidak ada lagi adalah 2 Pet.3:10 yang seolah-
olah nanti akan ada api yang dahsyat membakar habis sehingga bumi ini akan habis lenyap dengan
segala isinya. Tetapi kata ‘hilang lenyap’ dalam terjemahan bahasa Inggris ada beberapa penafsiran.
Terjemahan yang lama masih tetap memakai kata “it will laid bare” bumi akan dibiarkan menjadi
tandus dan kering. Tetapi di dalam terjemahan English Standard Version menemukan kata yang
dipakai di dalam bahasa Yunaninya lebih baik diterjemahkan “it will be exposed.” Maka mengandung
perbedaan pengertian karena memang kata ini sulit untuk diterjemahkan. Sehingga terjemahan yang
awal berpikir api itu membakar habis, tetapi penelusuran terbaru di dalam pengertian kata lebih baik
api itu membakar menjadikan yang tidak tahan api akan hilang lenyap tetapi yang tidak musnah
dibakar api akan tetap tinggal permanen. Ini mengacu kepada apa yang Paulus katakan di dalam 1
Kor.3:12-15 bahwa setiap kita kelak akan menghadap pengadilan Allah dan setiap pekerjaan kita akan
161

diuji oleh api. Yang membangun hidupnya dengan rumput, jerami dan kayu kering akan lenyap
terbakar, yang membangunnya dengan emas, permata dan batu mulia akan semakin indah
diekspose. Maka keliru mengerti ayat ini menyebabkan kita berpikir semua yang kita kerjakan
sekarang ini kelak akan habis lenyap karena ini hal-hal yang sementara yang bersifat duniawi karena
toh nantinya dunia ini akan hilang lenyap. Mari kita melihat konsep spiritual, apa yang kita sebut
dengan hal-hal yang rohani dengan perspektif yang lebih tepat dan lebih benar.
Allah menciptakan dunia fisik, semua yang indah di sekitar kita dirusak oleh setan karena dosa, tetapi
tidak akan dihancur-leburkan oleh Tuhan, melainkan akan diperbaharui oleh Tuhan. Sebab kalau
Tuhan menghancurkan semua yang sudah Dia ciptakan lalu membikin yang baru karena dunia yang
pertama sudah dirusak oleh setan, berarti kuasa-Nya terbatas. Tetapi Tuhan bisa memperbaharui apa
yang sudah dirusak oleh setan dan dosa dari yang sudah rusak ini menjadi indah dan mulia kembali.
Yang kedua, waktu Tuhan mencipta di awal yang ada ialah taman, yaitu taman Eden. Nanti di Why.21
yang turun bukan lagi taman tetapi kota Yerusalem. Di Kej.2:11 ada raw material emas, nanti waktu
kota Yerusalem turun, jalan-jalannya terbuat dari aspal emas. Yang merubah emas dari raw material
menjadi aspal adalah kebudayaan manusia. Tuhan ciptakan buah anggur, manusia menjadikannya
anggur. Tuhan ciptakan gandum, manusia menjadikannya roti. Pada waktu langit dan bumi yang baru
datang, Tuhan Yesus akan mengadakan perjamuan yang terakhir. Di situ kita akan minum anggur dan
makan roti, bukan buah anggur dan gandum. Kebun menjadi kota berarti Tuhan menerima
perkembangan dari kemajuan manusia.

Yes.65:17-21 ,apa yang terjadi nanti di langit dan bumi yang baru? Kita sekarang hidup di dalam dunia
yang berdosa, yang kita usahakan dengan kerja keras hasilnya dirampas orang. Di dalam dunia yang
berdosa yang terjadi adalah hidup ketidakadilan. Di dalam langit dan bumi yang baru kita akan
menikmati hasil kerjamu. Jadi nanti di dalam langit dan bumi yang baru apakah kita tetap bekerja?
Kita tetap bekerja. Sekarang di dunia ini kita bekerja supaya pada suatu hari kita bisa menikmatinya.
Kita kerja Senin sampai Jumat, I work and later I enjoy. Kita tidak bisa menikmati the enjoyment of
work. Nanti di dalam langit dan bumi yang baru kita akan menikmati the enjoyment of work. Kita
melakukan dan kita menikmati dari hasil tangan kita sendiri. Kita membangun dan kita akan
mendiaminya. Yesaya dengan luar biasa menggambarkan the harmony of creation di dalam langit
dan bumi yang baru, ayat 25 serigala dan anak domba akan makan bersama. Tidak ada yang berbuat
dosa dan kejahatan lagi di situ. Dari konsep ini saya mengajak saudara melihat dengan demikian
berarti yang dimaksud dengan hidup yang bersifat rohani tidak berarti hanya sekedar seluruh
aktifitas yang kita lakukan di dalam gereja. Rohani berarti seluruh yang kita kerjakan di dalam hidup
kita dari kerja dan usaha apapun yang kita lakukan seolah-olah hanya bersifat sementara dan hanya
memenuhi kebutuhan kita di atas muka bumi ini tetap tidak bisa kita katakan duniawi.

Kita bukan memilah dan membedakan mana aktifitas rohani dan mana aktifitas duniawi. Seluruh
yang kita kerjakan itu bersifat rohani adanya. Yang perlu kita hindarkan adalah pola dari sifat duniawi
yang tidak boleh ada, yang disebutkan dengan sangat jelas dalam 1 Yoh.2:17 yaitu keinginan daging,
keinginan mata dan keangkuhan hidup. Hidup secara duniawi semua nanti akan lenyap. The craving
of your heart, the lusting of your eyes, the centrality of yourself, itu semua sifat-sifat duniawi yang
disebutkan oleh Yohanes. John Calvin mengatakan bukannya Tuhan melarang kita untuk punya
keinginan, tetapi berapa sering keinginan yang timbul di dalam hati kita menjadi keinginan yang
berkelebihan sehingga kita tidak lagi memiliki rasa cukup dan melihat semua yang ada di dalam hidup
162

kita itu adalah anugerah dan pemberian dari Tuhan. The craving of your heart, mau dan mau semua.
Dan ujung-ujungnya nanti setelah mencapai segala sesuatu lalu kita pikir semua itu bagi diriku sendiri
dan karena diriku sendiri, maka itulah keduniawian. Maka Yohanes mengkontraskan, barangsiapa
melakukan segala sesuatu demi untuk menjalankan kehendak Allah, dia pasti akan hidup selama-
lamanya. Dunia ini akan diperbaharui oleh Tuhan. Semua aktifitas yang kita kerjakan, suatu kali kelak
semua yang kita kerjakan akan kita nikmati dan kita lihat hasilnya dan akan menjadi satu keindahan
sukacita di dalam langit dan bumi yang baru, asal semua itu kita lakukan dengan sungguh-sungguh
dan berfokus mencari kehendak Tuhan dalam hidupku.
Tuhan tidak akan abaikan kemajuan yang manusia capai. Tetapi kalau kita belajar apa yang saya
sebut sebagai “the theology of city” saudara akan melihat siapa yang pertama kali membangun kota?
Kain. Kota sebagai tempat perlindungan, sekaligus mempunyai dua sifat yaitu daya kreatifitas
manusia dimana manusia bisa mencetuskan budaya yang tinggi di dalam kota tetapi sekaligus kota
juga menjadi tempat dimana manusia mau lari dan independent lepas dari Tuhan. Waktu Tuhan
mencerai-beraikan manusia waktu membangun menara Babel, itu bukan karena Tuhan tidak
menghargai dan takut kepada kemajuan manusia. Babel merupakan puncak pembangunan kota yang
paling agung dan paling puncak dari manusia yang dicatat Alkitab. Tetapi setelah membangun kota
Babel, ada satu kalimat yang manusia keluarkan yang membuat Tuhan menghukum mereka, yaitu
”...marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit
dan marilah kita cari nama…” (Kej.11:4) .

Kota menjadi tanda manusia kreatif, kota menjadi tanda manusia yang jaya, kota menjadi tanda
manusia melakukan segala sesuatu mengelola karunia yang Tuhan beri. Tetapi sekarang tema
menjadi berubah. Ingatkan, setelah Allah mencipta manusia, Allah memberi nama kepada mereka.
Kemudian Adam memberi nama kepada binatang. Bapak memberi nama kepada anak. Saya memberi
nama kepada sesuatu berarti saya adalah sumber dari dia. Tetapi di sini manusia mau cari nama
sendiri, mau melawan yang memberi nama kepada saya pertama kali yaitu Allah. Maka Allah
mencerai-beraikan mereka karena kalimat itu. Jadi kota dibangun sebagai tanda manusia
memperkembangkan apa yang Tuhan kasih dan Tuhan tidak pernah buang itu. Pada suatu hari yang
turun bukan taman Eden lagi tetapi kota Yerusalem. Segala jerih payahmu, hasil usahamu, yang
engkau kerjakan dengan sungguh-sungguh karena cinta Tuhan, buang semua yang bersifat
keduniawian di belakangnya.
Saya percaya kita berjalan di dalam kehendak Tuhan maka apa yang kita kerjakan menjadi sesuatu
keindahan bagi nama Tuhan. Kalau saudara mengerjakan semua itu menganggapnya sebagai hal yang
duniawi yang tidak ada gunanya, itu keliru. Yang tidak boleh ada ialah apa yang kita kerjakan sehari-
hari akhirnya berujung kepada ‘saya menjadi Allah bagi diri saya sendiri, saya menikmati semua itu
buat diri sendiri, saya memohon dengan segala keinginan hati saya sendiri tidak ada habis-habisnya’
itu berarti kita mencari nama untuk diri kita sendiri. Pada waktu kita membawa semua yang kita
kerjakan dengan tangan kita menjadi hati yang melayani, mengasihi dan tahu semua ini datangnya
dari Tuhan dan mengembalikan apa yang Tuhan sudah beri dalam hidup saya bagi hormat dan pujian
kepada Tuhan, di situ kita melayani Tuhan. Tidak ada yang namanya perusahaan Kristen, tidak ada
yang namanya ekonomi Kristen, tidak ada yang namanya politik Kristen. Yang ada ialah orang Kristen
yang terjun di dalam politik, orang Kristen yang masuk ke dalam dunia ekonomi, orang Kristen yang
bekerja dalam dunia medis, dsb. Di situ saya mengembangkan bakat dan karunia yang Tuhan beri
163

kepada saya. Waktu saya memakai semua yang ada di dalam pekerjaan itu menjadi penginjilan dan
membantu pembangunan kerajaan Allah, di situ berarti kita lakukan hal-hal secara rohani bagi
Tuhan.
Jangan dipola dengan cara dunia ini yang senantiasa hanya memuaskan keinginan hati dan diri, yang
hanya memuaskan nafsu diri dan setelah itu menjadi angkuh dan merasa itu semua untuk diri sendiri.
Tetapi barangsiapa hidup mengerti kehendak Tuhan dia akan hidup selama-lamanya. Dalam hidup
kita yang sementara di sini biarlah kita tidak tinggal dengan mengerjakan segala hal untuk
kenikmatan diri kita sendiri dan hanya untuk diri tetapi kita menjadi orang yang melakukan semua itu
untuk Tuhan dan memiliki nilai rohani yang indah.
164

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 23/5/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 29

Hidup di dalam kehendak Allah

Nats: Roma 12:1-2

1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang ber-
kenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budi-
mu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Di dalam hidup ini kita tidak akan mungkin menghindar setiap aspek melewati tiap detik dan menit
hari ke sehari mau tidak mau untuk mengambil keputusan. Orang yang tidak mau mengambil
keputusan itupun sudah merupakan satu keputusan. Sekecil apapun keputusan kita, hidup kita
adalah satu hidup yang mengambil keputusan. Pada hari ini kita akan melihat apa yang membedakan
keputusan yang kita ambil dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh orang-orang lain. Saya
percaya sebagai orang-orang yang cinta Tuhan kita ingin keputusan yang kita ambil dalam hidup kita
biar menjadi keputusan yang seturut dengan kehendak dan rencana Tuhan.
Orang yang mencintai Tuhan adalah orang yang dalam hati kecilnya setiap kali mengambil keputusan
membawanya di dalam doa karena dia tahu bukan saja dia tidak ingin mengambil keputusan yang
salah tetapi karena tahu setiap aspek kehidupannya dia tidak mau tidak diberkati dan tidak berkenan
kepada Tuhan. Tetapi pada waktu kita mengatakan hidup kita seperti itu, saya ingin bertanya, kenapa
begitu banyak orang Kristen yang sudah mengambil sikap untuk ambil keputusan yang seturut
dengan kehendak Tuhan masih saja penuh dengan rasa bersalah. Kenapa ambil keputusan akhirnya
selalu takut? Kenapa ambil keputusan akhirnya kehilangan sukacita?

Dan lebih lagi, kenapa orang selalu datang kepada saya bertanya, ‘Pak, apakah keputusan saya ini
benar?’ Seolah-olah saya ini seorang yang jago, yang selalu bisa mengetahui bahwa keputusan yang
saudara ambil itu pasti benar atau pasti salah? Saya bilang, “Berdoa dong.” Lalu saudara jawab,
“Sudah doa, pak.” Lalu, kenapa masih ragu? Kita kehilangan prinsip yang penting dari Paulus,
kehendak Tuhan itu indah, baik, sempurna dan berkenan kepada Allah. Saya tahu kita mau sampai di
situ, tetapi mengapa di dalam proses mengambil keputusan itu kita penuh dengan rasa salah, kita
takut bersalah kepada Tuhan, kita kehilangan sukacita dan penuh keraguan seolah-olah keputusan
yang kita ambil ini tidak seturut dengan apa yang Tuhan mau di dalam hidup kita?
165

Saya pikir dalam-dalam, saya percaya persoalannya bukan di dalam motivasi kita, bukan karena
firman Tuhan kurang jelas, tetapi ada kemungkinan di dalam pemikiran teologis kita yang tanpa sadar
walaupun sudah ikut Tuhan, sudah ke gereja berpuluh-puluh tahun, tanpa sadar ada konsep teologis
yang keliru terselip di dalam cara kita berpikir untuk mengenal kehendak Tuhan. Pikiran teologis yang
keliru itulah yang menyebabkan kita kehilangan sukacita, ragu dan penuh dengan rasa bersalah,
seolah-olah kita tidak menjalankan kehendak Tuhan di dalam keputusan kita. Ada dua hal yang
menurut saya menjadi kesalahan konsep teologis berkaitan dengan mengerti kehendak Tuhan. Yang
pertama adalah kesalahan konsep yang sudah ditanam di dalam diri kita seolah-olah Tuhan itu punya
“blue print” bagi kehidupan saudara dan seumur hidup kita mencari kehendak Tuhan harus betul-
betul cocok dengan blue print itu.

Jadi rencana kehendak Tuhan itu seperti menembakkan target harus pas di tengah. Saudara mungkin
pernah dengar hamba Tuhan bilang, “Berdoalah kepada Tuhan, pasti kehendak dan rencana-Nya
pasti akan dibukakan. Kita harus berjalan di dalam kehendak dan rencana Tuhan, sebab kalau tidak
kamu mungkin akan kehilangan sukacita dan berkat Tuhan yang sepenuhnya yang ingin Tuhan beri
kepadamu.” Itu sebab mengapa kita megambil keputusan penuh dengan rasa salah dan ragu dan
kehilangan sukacita. Di belakangnya karena itu, karena kita pikir Tuhan sudah atur sedemikian rupa
dari A-Z, termasuk harus menikah dengan siapa. Maka mencari jodoh harus yang betul-betul pas,
memang sih boleh menikah dengan siapa saja, tetapi kalau bukan dengan ‘tulang rusuk’ yang Tuhan
sudah rencanakan, pernikahanmu nanti kurang bahagia. Akhirnya sudah memutuskan untuk
menikah, di hari pernikahan menjadi tidak bahagia dan ragu apakah keputusannya mengambil dia
benar atau tidak. Mencari kehendak Tuhan berarti harus betul-betul tahu persis yang Tuhan sudah
rencanakan itu. Betul, Tuhan punya kehendak secara pribadi bagi setiap kita tetapi bagi saya tidak
ada dicatat dimanapun soal blue print itu.
Bagaimana saudara tahu dan dimana patokannya setelah saudara ambil satu keputusan yakin itu
adalah kehendak Tuhan dan tidak ragu lagi? Bukankah Paulus bilang kita bisa tahu itu adalah
kehendak Tuhan bagi hidupmu yang indah, baik dan berkenan kepada Tuhan? Akibat kesalahan
konsep itu maka setelah orang mengambil satu keputusan lalu tiba-tiba di dalam proses
menjalankannya ada hal-hal di luar rencana muncul, ada hambatan terjadi, ada kesulitan muncul,
dan saudara konsultasi dengan orang yang dengan tidak bertanggung jawab mengatakan “I told you
so… berarti kamu tidak berjalan di dalam kehendak Tuhan yang pas, makanya terjadi seperti ini.”
Akhirnya saudara jadi salah lagi.

Kesalahan kedua mengerti kehendak Allah yaitu orang selalu berpikir kehendak Tuhan sudah dipatok
seperti ini, lalu kalau saudara berjalan di situ saudara akan mendapatkan hal-hal yang paling indah
yang Tuhan berkati. Di luar dari itu kamu tidak akan mendapat yang indah dan diberkati oleh Tuhan.
Ams.3:5-7 mengatakan ”...jangan bersandar kepada pengertianmu sendiri, akuilah Tuhan di dalam

segala lakumu maka Dia akan meluruskan jalanmu…” Meluruskan jalan akhirnya membuat sebagian
orang Kristen berasumsi bahwa Tuhan akan bikin jalan kita ‘smooth.’ Lurus ditafsir lancar. Itu salah
tafsir. Maka orang pikir kalau dia berjalan di dalam kehendak Tuhan pasti lancar. Kalau tidak lancar
berarti saudara tidak berjalan di dalam kehendak Tuhan. Hari ini saya ingin mengajak saudara
melihat dua hal ini, apakah dua konsep yang keliru ini ada di dalam pikiranmu? Tuhan punya rencana
bagi setiap pribadi dan seumur hidup mencari kehendak Tuhan berarti mencari blue print itu.
Betulkah kita harus mencari kehendak Tuhan seperti itu? Yang kedua, betulkah kalau anda berjalan di
166

dalam kehendak Tuhan berarti harus selalu smooth dan lancar, semua Tuhan bukakan? Lalu kalau
seandainya seseorang ambil keputusan untuk melayani Tuhan menghadapi resiko dan tantangan
apakah dia tidak berjalan di dalam kehendak Tuhan? Kalau kita pikir semua harus lancar, tidak akan
ada orang Kristen yang berani ambil resiko untuk mempertaruhkan nyawanya di dalam menjalankan
kehendak Tuhan. Pertanyaan ini penting: betulkah kehendak Tuhan itu terbukti karena semuanya
berjalan lancar?
Mari kita memikirkan beberapa hal. Pertama, bagaimana Alkitab bicara mengenai kata “kehendak
Allah” ini. Secara tradisional kehendak Allah dibagi dalam tiga hal. Yang pertama adalah the
sovereignty will of God, kehendak Allah yang berdaulat. Roma 11:33, Kis.4:27-28 , beberapa ayat
mengenai kehendak Allah yang berdaulat ini. Musa pernah berkata, ada hal-hal yang Tuhan ingin kita
tahu maka Dia nyatakan, ada hal-hal yang Tuhan tidak ingin kita tahu maka Dia simpan itu menjadi
rahasianya. Mengenai akhir jaman, kapan Yesus akan datang kembali, itu bukan hak kita untuk
mengetahuinya, itu masuk ke dalam kehendak Tuhan yang berdaulat yang kita tidak mungkin tahu.
Maka Alkitab mencatat ada kehendak Allah yang berdaulat yaitu kehendak Allah yang secara rahasia
merencanakan segala sesuatu yang akan terjadi dan pasti terjadi di dalam alam semesta ini.
Kehendak ini tidak mungkin ditolak oleh manusia. Kehendak ini pasti terlaksana. Paulus mengatakan,
betapa dalam pengetahuan Allah, ada banyak hal yang kita tidak tahu dan memang hal-hal itu tidak
perlu kita ketahui. Itulah kehendak Tuhan yang berdaulat.
Yang kedua, kehendak Allah yang bersifat moral, the moral will of God, yang dinyatakan di dalam
hukum Taurat, sehingga kita bisa tahu mana yang Tuhan berkenan dan mana yang Tuhan tidak
berkenan, mana yang Tuhan bilang baik dan mana yang tidak baik. Roma 2:18 mengatakan ”...dan
tahu akan kehendak-Nya dan oleh karena diajar dalam hukum Taurat, dapat tahu mana yang baik
dan mana yang tidak.” 1 Tes.5:18 mengatakan ” ...mengucap syukurlah dalam segala hal sebab itulah
yang dikehendaki Allah bagimu…” dan 1 Tes.4:3 “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu yaitu
supaya kamu menjauhi percabulan…”

Dari ayat-ayat ini kita melihat kehendak Allah bisa kita tahu di dalam Alkitab, jelas dan nyata,
berbeda dengan the sovereignty will of God yang kalau Tuhan tidak nyatakan kita tidak tahu dan
kalaupun akhirnya Dia tidak mau nyatakan kepada kita, kita tidak punya cara untuk bisa
mengetahuinya sebab itu adalah kehendak yang berada di dalam wilayah kedaulatan-Nya. Tetapi
kalau kita bilang kita tidak tahu kehendak Allah yang begitu tegas dan jelas dinyatakan di dalam
Alkitab berarti sebetulnya kita tidak mau menjalankannya karena itu sudah dinyatakan oleh Tuhan.
Kehendak Allah jelas, Ia mau hidup kita suci. Tuhan juga mau seumur hidup kita menjalani hidup
penuh dengan syukur. Dengan melakukan hal-hal ini berarti kita sudah berjalan di dalam kehendak
Allah. Kehendak Allah yang bersifat moral adalah satu kehendak yang Ia sudah nyatakan kepada kita
di dalam Alkitab untuk bagaimana kita hidup berprilaku, beriman dan percaya kepada-Nya. Ini sudah
jelas dan sudah nyata di dalam Alkitab. Maka muncul pertanyaan ini: apakah Tuhan mempunyai
kehendak yang secara individual bagi setiap kita? Bukankah di dalam Ef.2:10 Tuhan mengatakan we
are His workmanship, kita adalah buatan tangan-Nya? Dengan menggunakan istilah ‘workmanship’
berarti setiap kita individu berbeda-beda, karunia berbeda-beda jelas berarti Tuhan menginginkan
hal-hal yang unik dan berbeda-beda. Tetapi di pihak lain kita juga bertanya, lalu bagaimana dan
dimana saya bisa tahu dan apakah yang disebut dengan kehendak Allah secara pribadi kepadaku?
Apakah dengan istilah ‘pribadi’ kita harus cari tahu kepada Tuhan, dimana saya harus tinggal, dengan
167

siapa saya harus menikah, berapa banyak anak yang harus kita miliki? Akhirnya ada orang terjebak
sampai kepada hal-hal yang begitu detail, bangun pagi lalu tanya kepada Tuhan baju apa yang harus
dia pakai hari itu. Apakah ada kehendak Tuhan secara pribadi bagi setiap kita? Bagi saya jawabannya
ya dan tidak. Ya, dalam arti karena saya tahu tidak ada hal yang di luar dari rencana Tuhan. Tidak,
dalam arti bagi saya kita tidak boleh bilang Tuhan punya kehendak pribadi untuk saya lalu sepanjang
hidup saya terus mencarinya. Saudara tidak memiliki cara untuk tahu seperti itu dan Tuhan tidak
memakai cara itu. Prinsipnya, setiap orang yang berjalan di dalam kehendak Allah yang bersifat moral
jelas itu adalah kehendak Allah bagimu.
Itu sebab rasul Paulus memberikan konsep ini: pertama, janganlah serupa dengan dunia ini. Artinya
hidup di dunia tidak boleh duniawi. Namun berubahlah oleh pembaharuan budimu sehingga kita bisa
mengenal kehendak Allah, mana yang baik, yang sempurna dan yang berkenan kepada Allah. Paulus
memakai frasa “transforming your mind” juga di dalam beberapa suratnya yang lain, misalnya dalam
Ef.4:23 dan Paulus memakai kata ‘metamorfo’ suatu perubahan yang radikal terjadi. Apa yang

memperbaharui hidup seseorang? Ef.4:20 mengatakan dasar pembaharuan terjadi karena kelahiran
baru. Orang yang rindu mencari dan mengenal kehendak Tuhan karena hidupnya sudah dirubah oleh
kelahiran baru. Dan yang kedua, karena orang itu sudah mengalami pengajaran terus-menerus akan
kebenaran firman Tuhan. Kita sudah belajar tentang Kristus, kita belajar mengenal Dia, menerima
pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata di dalam Kristus. Kata ‘metamorfo’ dipakai
sekali lagi dalam 2 Kor.3:18 Paulus membandingkan kemuliaan orang Kristen dengan kemuliaan Musa.
Waktu Musa bercermin dengan hukum Tuhan di gunung Sinai, mukanya langsung bersinar karena
diubah oleh kehadiran Tuhan, diubah oleh kesucian firman Tuhan. Tetapi kemuliaan orang Kristen
lebih daripada Musa.

Kita bukan saja bersinar, tetapi muka kita akan mengalami perubahan. Dan perubahan muka orang
Kristen bukan saja bersinar tetapi muka kita akan berubah seperti muka Kristus dimana sifat-sifat
Kristus, segala kesucian kebenaran Kristus ada di dalam muka kita pada waktu kita bercermin dengan
kemuliaan Tuhan. Itulah sebabnya Paulus membedakan kenapa Injil memiliki kemuliaan yang jauh
melebihi hukum Taurat. Dengan demikian, waktu Paulus mengatakan janganlah serupa dengan dunia
ini namun berubahlah, pertanyaannya: bagaimana perubahan budi itu terjadi? Tidak lain dan tidak
bukan karena kita sudah menerima pengajaran. Kedua, karena wajah kita terus-menerus
dicerminkan kepada kemuliaan firman Tuhan. Jadi perubahan itu bukan berupa satu sensasi dan
keinginan belaka melainkan suatu proses orang Kristen terus mengalami perubahan dan transformasi
di dalam hati dan pikiran karena firman Tuhan merubah kita, bukan kita yang rubah firman Tuhan.
Maka di sini mengenal kehendak Tuhan tidak pernah lepas dari refleksi hidup kita terhadap firman
Tuhan yang terus menerus datang kepada kita. Paulus katakan perubahan itu terjadi supaya kita
mengenal kehendak Allah. Apakah kehendak Allah itu, Paulus menggunakan tiga sifat penting
mengenai kehendak Allah di sini yaitu: baik, berkenan kepada Allah dan sempurna. Tiga istilah ini
sebenarnya sudah muncul di dalam Roma 7:12 “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dam perintah itu
juga adalah kudus, benar dan baik.” Paulus menyatakan sifat-sifat dari kehendak Allah itu sama
dengan hukum Taurat dan perintah Tuhan karena sifatnya sama: kudus, benar dan baik adanya.
Maksud saya adalah jangan sampai muncul terminologi seperti ini lalu disalah tafsir, yang disebut
dengan kehendak Allah di sini berarti Tuhan mau kita mencari hal-hal yang sangat spesifik dari hidup
kita. Berubahlah di dalam pembaharuan budimu, terus-menerus dipimpin, dicerahkan, dirobah oleh
168

firman Tuhan dan pada waktu kita belajar berjalan di dalam pimpinan kehendak Tuhan melalui
firman-Nya di situ kita berjalan di dalam kehendak-Nya yang baik, yang berkenan dan yang
sempurna.
Mark Twain mengatakan “Dua puluh tahun dari sekarang engkau pasti akan lebih banyak menyesal
terhadap hal-hal yang mestinya engkau kerjakan sekarang namun tidak engkau kerjakan, ketimbang
hal-hal yang engkau kerjakan namun gagal.” Namun banyak orang tidak berani melangkah
mengambil keputusan di hadapan Tuhan sebab takut salah dan gagal. Maka bagi saya setia taat
firman Tuhan, sudah pikir baik-baik, ambil keputusan, berjalan dan melangkahlah, paling-paling cuma
salah tetapi salah masih bisa diperbaiki. Banyak orang yang tidak pernah berani melangkah, tidak
pernah maju karena takut salah. Maka ada beberapa hal yang saya ajak saudara koreksi. Pertama,
bagaimana kita tahu kehendak Tuhan? Bagi saya, ‘tahu’ itupun merupakan satu interpretasi dan
interpretasi itupun pasti tahunya sesudah sesuatu hal terjadi dan bukan sebelumnya. Mari kita sama-
sama coba lihat hidup kita setelah sepuluh tahun dari sekarang kita akan amini bahwa di situ maksud
dan rencana Tuhan indah luar biasa. Kita hanya bisa bilang seperti itu, bukan? Dan tendensi dari
suatu interpretasi adalah “because it is good for me” menjadi standar bahwa itu adalah kehendak
Tuhan. Tetapi pada waktu sesuatu yang terjadi di dalam interpretasi kita itu adalah hal yang tidak
baik, terkendala, dsb lalu apakah berarti di situ Tuhan tidak mempunyai maksud dan rencana? Tidak
bisa berpatokan seperti itu, bukan? Ini yang saya mau koreksi. Sebab kalau kita bilang jalan dibuka
dulu, jalan lancar dulu, semua hambatan hilang, kalau setiap kali kita memahami kehendak Tuhan
seperti itu, tidak ada orang Kristen yang rela masuk ke pedalaman dengan kemungkinan mati
dibunuh. Kalau semua tunggu lancar dulu, tidak ada orang Kristen yang berani ambil resiko dalam
hidupnya karena selalu tunggu Tuhan buka dulu langkahnya di depan.

Dalam hidup kita mungkin kita jumpai ada saatnya seolah kita ambil keputusan secara reflek tetapi
sebetulnya reflek itu terjadi sebab di dalam hidup itu sudah menjadi satu pola yang membuatnya
terbiasa. Sama seperti seorang bermain piano latihan berulang kali not-not lagu yang sama,
sebetulnya memori itu sudah ada di jari-jarinya sehingga tutup matapun dia tetap bisa
memainkannya. Maka waktu kita mengambil satu keputusan, itu sebenarnya banyak berpengaruh
dari pengalaman kita, waktu kita “trial and error” dalam hidup kita lalu pelan-pelan berakumulasi
kepada satu hal yang membuat kita mengambil satu keputusan. Namun bagi mereka yang selalu
takut dan tidak pernah berani melangkah mengambil keputusan akhirnya tidak akan pernah jalan.
Pengalaman-pengalaman hidup akan menjadi hal yang bertumpuk menjadi satu keindahan. Saya
tidak membahas hal ini secara mendetail karena ini bukan wilayah teologi, tetapi saya ingin
menunjukkan ini cara kita mengambil keputusan.
Point saya adalah bicara soal bagaimana kita mengambil keputusan seturut dengan kehendak Tuhan.
Jangan takut ambil selama saudara berjalan di dalam the moral will of God, tidak ada yang salah di
situ. Ada yang bilang ambillah keputusan kalau hati kita damai. Saya bilang, kalau hatimu sudah tidak
damai dari awal, pasti karena jalannya sudah tidak benar. Pada waktu saudara ambil keputusan dari
dua pilihan yang sama, tidak ada hal yang saudara langgar, maka percayalah ambil yang manapun
Tuhan memimpin dan menyertai. Bicara mengenai “open door” kita lihat firman Tuhan dari 1
Kor.16:8-9 Paulus memutuskan untuk tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta. Kenapa

keputusan itu diambil? Karena di situ banyak kesempatan baginya untuk mengerjakan hal-hal yang
besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang. Kata “open door” muncul di sini. Kesempatan
169

terbuka bagi dia, tetapi itu bukan didasarkan kepada kelancaran karena jelas Paulus bilang ada
banyak penentang menghadang dia. Kemudian 2 Kor.2:12-13 Paulus mengambil keputusan untuk
meninggalkan Troas dan berangkat ke Makedonia. Bukan karena di situ kesempatan tidak ada karena
jelas Paulus bilang juga “open door” bagi pelayanan Paulus. Di Efesus pintu kesempatan terbuka, dan
Paulus tinggal. Di Troas pintu kesempatan terbuka, tetapi Paulus tidak tinggal.
Maka open door tidak menjadi faktor penentu bagi keputusan Paulus di dalam ambil keputusan.
Maka point saya, kalau kita terus minta kehendak Tuhan pimpin buka jalan dan beri kelancaran, kita
akan terjebak di situ dan seumur hidup kita tidak akan pernah belajar mengambil keputusan yang
beresiko.
Dan waktu kita ambil satu keputusan dan menghadapi banyak tantangan akhirnya kita kecewa dan
undur karena kita sudah salah konsep di situ. Biarlah seumur hidup kita mencari, mengejar dan
mengenali kehendak Allah yang indah, yang sempurna yang baik dan yang memperkenankan hati
Tuhan.
170

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 30/5/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 30

Mengambil keputusan yang sesuai


kehendak Allah

Nats: Roma 12:1-2

1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang ber-
kenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budi-
mu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Roma 12:1-2 bagi saya adalah ayat-ayat yang memberi prinsip yang penting bicara mengenai
bagaimana mengenal dan mengerti kehendak Tuhan. Ada tiga hal yang Paulus angkat di sini.
Pertama, persembahkan hidupmu sebagai a living sacrifice kepada Tuhan. Ini bicara mengenai
ibadah kita yaitu hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Prinsip yang kedua, jangan hidup
duniawi, janganlah menjadi serupa dengan dunia ini. Dan prinsip yang ketiga, mengubahkan
pikiranmu melalui refleksi kita dengan firman Tuhan. Pola pikir kita, prinsip pengambilan keputusan
hidup kita direfleksikan selalu, diperbaharui terus-menerus oleh kebenaran firman Tuhan. Barulah
keluar kalimat yang terakhir, maka kita bisa mengenali kehendak Tuhan dalam hidup kita. Kehendak
Tuhan itu ditulis oleh Paulus dengan tiga sifat yang tidak akan pernah berubah yaitu kehendak Tuhan
itu pasti baik, pasti menyenangkan Tuhan, dan pasti sempurna bagi kita.

Banyak orang selalu ingin ambil keputusan dengan mencari tanda dari Tuhan dan waktu bicara
mengenai tanda langsung dipersempit konsepnya bahwa tanda itu haruslah bersifat supranatural
dan suprarasional sehingga tanda dari Tuhan yang memimpin hidup kita haruslah berbeda dan lain
sama sekali dengan apa yang kita proses dengan akal kita, sesuatu yang di luar ratio. Tapi maafkan,
sesuatu yang di luar ratio itu punya dua wilayah. Yang satu suprarasional, dan yang satu lagi
irrasional. Irrasional berarti semestinya secara ratio kita sudah tahu itu tidak boleh diambil tetapi
akhirnya diambil juga. Kita ingin Tuhan menciptakan membikin tanda mujizat dan tanda ajaib. Tetapi
mari kita membedakan pengertian antara ‘ajaib’ dan ‘aneh’ lebih dulu baru konsep kita bisa lebih
jelas. Ajaib berarti hal itu tidak mungkin terjadi tetapi akhirnya terjadi. Aneh adalah hal itu
semestinya tidak terjadi tetapi kok terjadi. Maka waktu seseorang tidak mau terima sesuatu yang
bisa dijelaskan secara rasional itu bukan ajaib tetapi aneh. Aneh itu semestinya tidak terjadi,
seharusnya tidak diambil tetapi kenapa diambil dan dipilih, itu yang bikin satu tindakan dan satu hal
171

itu menjadi aneh tetapi yang ambil bilang ini adalah keputusan iman. Maka kita geleng-geleng kepala
melihat begitu banyak orang Kristen di dalam pengambilan keputusannya hal-hal yang akal sehat saja
dia tidak lewat sehingga banyak keputusan bukan berangkat dengan satu sikap percaya dan beriman
kepada Tuhan dengan sama sekali tidak mau memakai prinsip yang penting dan benar di dalam kita
mengambil keputusan.
Kis.27:9-10 menarik sekali, Paulus jelas hanya bicara soal akal sehat dari bijaksana alam. Memang
waktu itu ramalan cuaca belum semaju sekarang tetapi dalam tradisi Yahudi melihat cuaca sudah
lewat masa puasa berarti cuaca berangin dan laut akan bergelombang dan berbahaya untuk berlayar.
Itu sudah akal sehat, bijaksana yang Tuhan taruh di dalam alam semesta. Ini satu pengambilan
keputusan berdasarkan hal-hal yang tidak usah dicari-cari. Kita hanya berusaha mencari jalan
bagaimana tidak kena badai tetapi ini merupakan hal-hal yang kita harus mempertimbangkan, tinjau,
pikirkan dan analisa di dalam pengambilan keputusan kita. Sebenarnya orang Kristen ataupun bukan
Kristen, siapapun dia, kita manusia terbatas akan mengalami persoalan mengambil keputusan dan
kita tidak tahu apa yang ada di depan. Tetapi saya percaya prinsip-prinsip pengambilan keputusan
secara umum itu tidak bisa kita abaikan yaitu waktu mau ambil keputusan apa opsi-opsi yang
tersedia. Waktu mau ambil kita menimbang-nimbang konsekuensi apa nantinya. Dan jangan lupa,
bukan saja kita tidak tahu apa yang akan ada di depan yang menjadi problem di dalam pengambilan
keputusan, kita harus menimbang juga pertimbangan orang-orang terdekat dengan kita, isteri, suami
atau anak-anak atau orang tua kita. Saudara bisa melihat kompleksitas dari keputusan itu. Akhirnya
saudara bilang, “Sudah, sudah… jangan banyak diskusi. Mari kita doa sama-sama dan biar kita
melangkah dengan iman. Tadi malam Tuhan sudah kasih tanda kepadaku…” Bagaimana kita ambil
keputusan dengan cara seperti itu?

Bukankah Tuhan berkata kepada Yosua dan orang-orang Israel waktu hendak masuk ke tanah
perjanjian, “Aku akan memberikan tanah ini kepadamu, namun engkau harus merebutnya dari
tangan orang Kanaan…” Tuhan akan membelah sungai Yordan sesudah orang Israel melangkahkan
kakinya masuk ke dalam air sungai itu. Nanti di akhir kitab Yosua saudara akan menemukan
pernyataan dari Kaleb,”Ada banyak yang Tuhan janjikan kepada kita tetapi masih sedikit yang sudah
ita rebut. Sekarang umurku sudah hampir 80 tahun tetapi aku masih seperti 40 tahun yang lalu. Mari
kita keluar untuk merebut tanah yang Tuhan janjikan itu.” Maka itu sebab saya ajak saudara coba
berpikir pada hari ini bicara mengenai keinginan kita untuk mengenal dan mencari kehendak Tuhan.
Tetapi seringkali masuk ke dalam wilayah ini ada dua hal yang saya ingin bicara sedikit hati-hati
kepada saudara mengenai cara orang mencari kehendak Tuhan. Yang pertama, dengan mencari
tanda bagaimana Tuhan memimpin di situ. Minggu lalu saya sudah mengajak saudara sedikit melihat
tanda yang paling sering orang pakai yaitu tanda Tuhan buka jalan dan tutup jalan.

Mungkin ini menjadi pengalaman banyak orang Kristen, kita ingin semua yang kita kerjakan dan
lakukan adalah tidak lepas dari kehendak Tuhan tetapi bagaimana kita mengerti dengan jelas cara
Tuhan memimpin hidup kita? Ada beberapa hal yang harus kita buang karena bisa jadi “tools” yang
kita pakai ini naif, tidak berarti Tuhan tidak memberi sesuatu di sini tetapi tetap harus dilihat dari
kacamata firman Tuhan. Namun tidak boleh memakai tools ini untuk mengatakan Tuhan pimpin saya
di situ, salah satunya adalah dengan cara “open and close doors.” Maksudnya Tuhan buka jalan dan
tutup jalan adalah kalau lancar maka pintu akan terbuka tetapi kalau banyak hal kita mau lakukan
172

tetapi semua tertutup itu tandanya Tuhan tidak mau kita masuk di situ. Kita tidak boleh pakai itu
sebagai prinsip keputusan kita.
Paulus tidak memakai prinsip ‘open door’ sebagai satu tanda bahwa dia harus ambil itu sebagai tanda
dari Tuhan tetapi hanya sebagai kesempatan bagi dia. Dua ayat ini menjadi perbandingan yang
sangat penting karena di sini dua-dua Paulus memakai kata ‘open door.’ Dalam 1 Kor.16:8-9 Paulus
mengambil keputusan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta pertimbangan keputusannya
adalah karena dia melihat di sana banyak kesempatan baginya untuk mengabarkan Injil sekalipun ada
banyak penentang. Jangan lupa meskipun Tuhan buka pintu tidak berarti lancar semuanya karena
ada banyak yang menentang Paulus. Dalam 2 Kor.2:12-13 Paulus memutuskan untuk tidak tinggal di
Troas walaupun Tuhan beri kesempatan terbuka untuk melayani di situ tetapi keputusan itu dia ambil
karena menimbang ada hal lain yang sangat urgen untuk saat itu. Dia mengatakan ‘hatiku tidak
tenang’ bukan berarti untuk mengambil satu keputusan berdasarkan damai sejahtera di hati karena
itu sangat subyektif dan berbahaya sekali.

Maksudnya adalah Paulus sebelumnya sudah buat janji untuk bertemu Titus di sana yang akan
mengabarkan keadaan jemaat Korintus yang sedang dalam keadaan berbahaya, ada begitu banyak
problem di tengah jemaat dan kemungkinan terjadi perpecahan dan keributan di tengah mereka.
Paulus ingin bertemu dengan Titus dan hatinya menjadi tidak tenang karena di satu pihak Tuhan
sudah membuka pintu untuk pelayanan di Troas begitu penting tetapi sekaligus dia harus
mengetahui keadaan jemaat Korintus melalui pelayanan Titus di sana. Paling bagus bisa ketemu di
Troas sehingga dua hal sekaligus ada di situ, semua orang tahu. Tetapi pada waktu saudara harus
memilih, bagaimana? Dua-dua itu adalah pilihan yang sama-sama baik, bukan? Tinggal di Troas
memberitakan Injil, mencari Titus juga adalah soal pelayanan Tuhan, mana yang lebih penting? Itu
sebab hati Paulus menjadi tidak tenang.
Maka open door bukan menjadi tanda harus ambil sebab Tuhan mau engkau ke situ, tetapi lebih
merupakan kesempatan yang Tuhan beri dan buka kepada kita. Seharusnya kalau lebih dari satu
kesempatan, jangan bikin hati kita jadi takut dan gelisah dan takut tidak menjalankan kehendak
Tuhan. Justru kita harus bersyukur karena Tuhan beri kesempatan kepada kita. Ini pendekatan yang
salah: banyak orang Kristen dalam mencari kehendak Tuhan menganggap dari beberapa kesempatan
yang ada, Tuhan sudah menetapkan satu dan kita harus mencari itu, dan kalau salah ambil berarti
sudah bersalah di hadapan Tuhan.
Di Troas Tuhan buka kesempatan. Di Efesus Tuhan buka kesempatan . Kesempatan terbuka tidak
berarti harus diambil karena bukan sebagai tanda melainkan sebagai kesempatan Tuhan buka,
tinggal bagaimana pemilihan kita. Di Troas kesempatan yang Tuhan buka ada dua, sehingga Paulus
harus memilih tinggal di Troas atau pergi dari Troas. Tinggal di Troas adalah pilihan yang baik,
memberitakan Injil kesempatan ada. Pergi dari Troas juga sama, harus mencari Titus sebagai bagian
pelayanan bagi Tuhan, pekerjaan yang penting. Setelah menimbang-nimbang maka dia ambil
keputusan untuk meninggalkan Troas untuk menemui Titus. Jangan bilang dia lari dari pelayanan
karena dua-dua sama-sama penting tetapi tidak bisa terjadi sekaligus di dalam keputusannya.
Jadi waktu Tuhan buka jalan dengan lancar dan ada harapan ke depan, tidak boleh otomatis menjadi
tanda Tuhan harus kita jalani. Itu adalah kesempatan yang perlu pakai pertimbangan yang lain
bagaimana Tuhan pimpin kita sehingga mengambil keputusan dengan benar di situ. Yang kedua cara
orang Kristen melihat kehendak Allah seperti sedang masuk ke dalam labirin/maze. Dalam maze ada
173

banyak jalan tetapi untuk sampai ke tengahnya hanya ada satu jalan. Kita selalu berpikir seperti itu
maka kita takut jangan sampai salah pilih jalan akhirnya ketemu jalan buntu dan hidup bolak-balik di
situ. Kalau engkau salah jalan maka engkau tidak mencapai kehendak Allah yang sepenuhnya. Kepada
orang yang bilang seperti itu saya akan tanya balik, bagaimana anda tahu? Tetap anda tidak punya
cara untuk mengetahuinya, bukan? Karena Tuhan tidak pernah bukakan sepuluh tahun ke depan
hidup kita seperti apa. Itu sebab saya harap saudara perhatikan baik-baik, Paulus tidak bilang di sini
bahwa ada kehendak Tuhan yang satu secara spesifik harus kita cari tetapi bagaimana Tuhan pimpin
kita melangkah dengan benar dan waktu kita melangkah kita tahu kita sudah berjalan di dalam
kehendak Tuhan. Ini point yang saya ingin ajak kita sama-sama pikirkan. Tuhan itu bukan Tuhan yang
tidak sopan dan yang tidak suka terus terang yang senang orang pilih salah. Jangan sampai kita
berpikir seperti itu. Sehingga banyak orang Kristen ambil keputusan tidak bersyukur kepada Tuhan
untuk begitu banyaknya kesempatan yang Tuhan beri. Malah terbalik, hati menjadi takut pilih salah.
Dalam 1 Kor.7:39-40 Paulus memberi satu prinsip untuk memilih pasangan hidup yaitu engkau bebas
memilih siapa saja yang engkau suka asal prinsip ini jangan dilanggar: dia haruslah orang percaya.
Mungkin ada seorang gadis tertarik kepada dua pria yang sama-sama Kristen, silakan pilih dengan
bebas, yang penting dia orang beriman dan percaya. Alkitab hanya memberi dua prinsip: dia harus
orang percaya dan dia harus lawan jenis. Itu saja. Dua-dua ini tidak boleh dilanggar. Tetapi bisa jadi
pilihan yang engkau ambil belum tentu bijaksana. Bijaksana itu berkaitan dengan kriteriamu. Saya
tahu terlalu banyak kriteria kita, apalagi sebagai wanita terlalu banyak kriteria mencari pasangan
hidup. Tetapi hari ini saya ingin mengajarkan teori probabilitas sebagai akal budi dalam mengambil
keputusan. Saya ingin yang begini dan begitu, dari seratus pria yang masuk dalam kriteria pria
idealmu kira-kira 10 yang di atas. Dan jangan lupa bukan cuma kamu yang mau pria atau wanita
seperti itu, stock (cadangan) itu tidak banyak di pasaran dan harga sedikit mahal karena tuntutan yang
tinggi. Maka kesulitan untuk mendapat yang seperti itu akhirnya membuatmu tidak mencari yang 20-
30 di bawahmu yang masuk lapisan rata-rata itu. Terlalu lama cari yang di puncak tidak dapat-dapat,
lalu cari yang rata-rata baru sadar yang di situpun sudah habis semua.
Kata pak Tong, karena selalu mau dapat yang naik mercedes maka tolak yang datang naik sepeda.
Sesudah tidak dapat-dapat, cari yang naik sepedapun sudah diambil orang. Paulus hanya bilang
prinsip moralnya, cari anak Tuhan yang beriman kepada Tuhan. Yang kedua, cari yang memang
engkau suka. Pilihan yang mana itu seturut dengan bijaksanamu, prioritasmu, apa yang anda harap
dan cita-citakan dari ideal konsepmu mengenai relasi dan pernikahan, taruh di situ. Waktu ambil dan
pilih, yakinlah itu adalah kehendak Tuhan. Tidak bisa lagi sesudah kawin masih bertanya, “Tuhan, ini
kehendak-Mu atau bukan?”
Lalu prinsip kedua adalah prinsip ‘counsel.’ Dalam Roma 12 saudara menemukan Paulus menulis
dengan cara yang berbeda-beda. Roma 12:1-2 itu merupakan panggilan Paulus sebagai rasul hamba
Tuhan bicara tentang bagaimana sikap kita kepada Tuhan. Di sini Paulus memakai kata “I urge you…”
aku mendesakmu. Maksudnya, dia tidak paksa dan tidak perintah, tetapi juga tidak boleh sesuka hati.
Paulus mendesak kita untuk mempersembahkan tubuh kita, karena “demi kemurahan Allah.” Karena
Allah sudah terlalu banyak memberi anugerah kepadamu masakan kita tidak memberi kembali
kepada Tuhan yang sudah memberi lebih banyak? Secara hukum sebab akibat beri-memberi kita
sudah tidak adil, bukan? Tetapi demi kemurahan Allah, I urge you to give your body as a living
sacrifice. Tetapi menarik, kemudian di ayat 3 , Paulus bilang ”...berdasarkan kasih karunia Allah yang
174

diberikan kepadaku…” artinya sebagai orang yang lebih rohani daripada kamu. Jadi ayat 3 memiliki
sedikit derajat pada waktu bicara mengenai relasi di dalam gereja, bagaimana melayani Tuhan, dsb
Paulus memberikan prinsip apakah ini berdasar pada sesuatu yang sedikit lain yaitu saya memberimu
nasehat, panggilan, jangan pikir terlalu tinggi daripada apa yang sudah Tuhan kasih di dalam
hidupmu, itu akan bikin dirimu susah sendiri. Tetapi di sini merupakan satu nasehat dari seorang
rasul yang diberi karunia dari Tuhan lebih daripada kamu. Nanti dari situ saudara lihat prinsip di
dalam 1 Kor.7:10 waktu jemaat Korintus bertanya, ‘bolehkah saya menceraikan isteri saya?’ Paulus
bilang, “Tidak. Karena ada perintah dari Tuhan, yang sudah menikah tidak boleh bercerai.” Kemudian
banding dengan ayat 25 , “Sekarang mengenai para gadis, untuk mereka aku tidak mendapat perintah
dari Tuhan. Tetapi aku memberikan pendapatku sebagai orang yang dipercayai memiliki rahmat dari
Allah…” Saudara lihat perbedaannya? Di sini Paulus hanya bisa memberi pendapatnya sebagai orang
yang lebih matang rohaninya, sebagai seorang rasul yang menggembalakan. Kalau sudah
mempertimbangkan pendapatku lalu kamu rasa tidak mau ikuti karena ada pertimbangan lain,
silakan. Saya tidak perintah, saya hanya memberi nasehat dan pendapatku. Tetapi di sini Paulus
memberikan nasehatnya sedikit lebih indah yaitu dia bilang, “Aku seorang yang diberi kasih karunia
dari Tuhan, maka aku menasehatimu…” Maka pegang prinsip kedua ini, belajar mendapatkan counsel
rohani sebijaksana mungkin dari orang-orang yang ada di sekitar kita sehingga melalui counsel
mereka kita mendapatkan keputusan yang lebih bijaksana.
Masih ingat kejatuhan salah seorang raja Israel karena pada waktu dia naik tahta dia langsung
mengganti semua penasehat ayahnya dengan teman-temannya yang masih muda, maka jadi rusak.
Amsal selalu ingatkan, orang yang bijaksana selalu mencari nasehat orang lain. Seorang yang
bijaksana selalu mendengar dulu pendapat orang baru kemudian memikirkan dan mengambil
keputusan. Maka prinsip ini penting, setelah kita membaca firman Tuhan, kita menggumulinya, kita
minta Tuhan beri kita hati yang bijaksana di dalam mengambil keputusan. Berarti tidak melepaskan
pikiran yang rasional di dalam memikirkan semua keputusanmu.

Dalam 1 Tes.3:1-2 Paulus memakai frase “I thought it best…” waktu dia memutuskan Timotius untuk
pergi dan dia tinggal di situ. Fil.2:25-26 Paulus bilang, “I thought it is necessary…” Maka muncul dua
prinsip penting di sini. Dalam surat Tesalonika Paulus mengambil keputusan dengan berpikir mana
yang terbaik. Di surat Filipi Paulus ambil keputusan mana yang paling urgen. Dalam 1 Kor.16:3-4 di situ
Paulus bilang “It is one is fit…” Ini keputusan yang paling tepat. Kis.15:28-29 para rasul bilang “It seems
good we take that decision…” Kami pandang itu keputusan yang baik. Semua kata-kata ini
menunjukkan pengambilan keputusan itu tidak lepas daripada pertimbangan rasio yang Tuhan beri di
dalam pengambilan keputusan. Dan pertimbangan ini harus merupakan pertimbangan bijaksana
hidup kita. Bagaimana kita bisa memiliki pertimbangan yang bijaksana, itu tidak lepas dari bijaksana
Alkita dan tentu kita tidak boleh mengabaikan bijaksana dari orang-orang yang matang rohaninya
dengan hati yang bijak dan adil kita bertukar pikiran bagaimana mendapatkan keputusan yang
terbaik.

Pada waktu kita menemukan beberapa pilihan, mari kita pakai beberapa prinsip ini: jangan lupakan
pilihan itu kalau saudara sanggup memilih, pilihlah yang terbaik. Kalau itu masih ada di dalam
genggamanmu untuk memutuskan, pilih yang paling urgen, pilih yang paling fit untukmu. Baru yang
terakhir setelah semua berada di dalam tangan kita, mungkin memikirkan, mungkin mengatur,
mungkin memilih, terakhir sesudah semua selesai ada wilayah yang kita tidak tahu, hasil akhir nanti
175

di luar kuasa kita maka kita bawa di dalam doa. Do your best in your part. Sesudah itu hasilnya
bagaimana kita tidak tahu, itu sebab Yakobus bilang, setelah kita berencana, setelah kita pikir dan
kita lakukan, jangan pikir kita bisa kontrol semuanya. Maka Yakobus bilang, “If this is the will of
God…”

Bawa dalam doa, serahkan kepada Tuhan semua yang sudah kita pikir dan atur, hasil masa depan
bagaimana terserah sama Tuhan.
Maka saya percaya ini merupakan prinsip firman Tuhan memimpin dan menuntun kita mengenal
kehendak Tuhan. Dan saya harap ini boleh menjadi prinsip yang memperbaiki hidup kita di hadapan
Tuhan dalam mengambil keputusan.
176

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 6/6/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 31

Diri dan penerimaan Allah

Nats: Roma 12:1-3

1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang ber-
kenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budi-
mu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
3 Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di
antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal–hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu
pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut
ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing–masing.

Roma 12 merupakan bagian awal dari prinsip etika orang Kristen dimana Paulus secara praktis
mengajak kita hidup sebagai orang Kristen sesudah pasal 1-11 Paulus bicara secara panjang lebar
mengenai apa artinya anugerah keselamatan yang kita terima di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
Hidup kita bukan karena kita layak di hadapan Tuhan, bukan karena kita baik di hadapan Tuhan,
tetapi semata-mata semua karena anugerah Tuhan, maka Roma 12:1-2 langsung bicara bagaimana
respons dan sikap kita kepada Tuhan. Lalu ayat 3 satu-satunya ayat bicara mengenai bagaimana kita
memperlakukan diri kita sendiri. Baru nanti ayat 4 dan selanjutnya bicara mengenai bagaimana sikap
kita melayani orang yang lain.

Berkaitan dengan hubungan kita dengan Tuhan, Paulus memakai satu kata yang sangat indah, “I urge
you…” terjemahan Indonesia memakai kata “Aku menasehati…” tetapi kata yang lebih baik mungkin
“Aku mendesak engkau…” berarti bukan satu perintah tetapi juga bukan sekedar nasehat yang boleh
kita terima atau tidak, padahal kemurahan Tuhan terlalu besar kepada kita, anugerah Tuhan terlalu
banyak diberikan berlimpah kepada kita. Semestinya dan sepatutnya kita harus mengembalikan apa
yang Tuhan sudah beri kepada kita, tetapi Tuhan kita bukan Tuhan yang memaksa seperti itu. Itu
sebab di dalam relasi kita mengembalikan semua yang Tuhan beri kepada kita, Paulus hanya
memakai kata “I urge you…” Paulus tidak perintah, itu berarti kita mengembalikan persembahan
hormat pujian kepada Tuhan bukan karena keterpaksaan. Tetapi ini juga bukan berupa nasehat yang
boleh atau tidak kita lakukan, artinya kita memberi kepada Tuhan dengan sukarela tetapi tidak
dengan sesuka hati. Maka sikap kita kepada Tuhan bagaimana? Ada tiga point yang penting di sini,
biar hidup kita boleh menjadi hidup yang penuh dengan ibadah, satu “worship-full” menjadi ibadah
yang sejati. Memberi persembahan bukan hanya apa yang ada pada kita tetapi totalitas hidup kita
177

beri kepada Tuhan. Bukan saja kita menjadi orang Kristen yang penuh dengan ibadah, kita juga harus
menjadi orang Kristen yang penuh dengan pengorbanan, to be a sacrificial Christian. Bukan itu saja,
kita harus menjadi orang Kristen yang bermurah hati. Tiga point ini penting di dalam Roma 12:1-2.
Kepada Tuhan kita harus bersikap seperti itu. Lalu bagaimana selanjutnya sikap kita kepada diri
sendiri? Ayat 3 menjadi ayat yang penting dan unik bicara mengenai sikap kita kepada diri. Sebelum
kita boleh memberi sesuatu kepada orang lain, sebelum kita boleh melayani orang lain, sebelum kita
bisa merasakan terlalu banyak anugerah Tuhan yang beri kepada kita sehingga kita boleh menjadi
berkat bagi orang lain, Paulus terlebih dahulu mengajak kita mengerti, menerima dan memiliki
pengertian yang tepat dan penilaian yang tepat terhadap diri sendiri. Dan di sini Paulus mengangkat
sikap yang cenderung kita lakukan kepada penilaian diri yaitu menilai diri lebih tinggi daripada orang
lain. Paulus menasehati setiap orang Kristen untuk memiliki penilaian diri yang tepat seturut dengan
standar iman yang Tuhan sudah karuniakan kepada kita, baru di situ kita bisa memiliki kebahagiaan
bagi diri kita sendiri.

Saya percaya ini merupakan point yang sangat penting. Selain kadang-kadang kita merasa kecewa,
kita merasa iri karena orang lain mendapatkan sesuatu lebih banyak daripada kita, seringkali ada
faktor yang menghambat kita bisa menjadi berkat bagi orang lain yaitu kita rasa yang kita miliki
sekarang adalah hal yang kurang banyak. Kita tidak memiliki persepsi yang tepat mengenai diri kita
sendiri. Pada waktu kita belajar bertumbuh menjadi orang di dalam kehidupan saya percaya tahap
pertumbuhan kita akan mendatangkan dua hal yang penting untuk menjadi ciri kita sebagai orang
yang sudah bertumbuh. Pertama, waktu kita bertumbuh kita mulai mengenali ternyata ada begitu
banyak hal di dalam diri kita yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Itu menjadi indah, itu
namanya ‘bertumbuh.’ Bertumbuh berarti kita menyadari banyak hal yang ada di dalam diriku belum
aku gali. Tetapi aspek lain adalah kita bertumbuh sebab kita mulai menyadari juga bahwa ada begitu
banyak kekurangan kelemahan yang menjadi limitasi yang harus kita sadari. Dari situ baru kita mulai
berpikir mana yang paling sulit bagi kita untuk mengaku kepada orang lain, kelemahan atau
keunggulankah? Umumnya orang sulit mengakui kelemahannya. Paulus bicara mengenai ‘movement’
penilaian diri seseorang kecenderungannya adalah menaksir terlalu tinggi dengan kalimat ”...jangan
memikirkan lebih tinggi daripada yang patut kamu pikirkan…” Saya memikirkan kalimat ini, apakah
penilaian ini karena ada hal yang lebih rendah, ada kelemahan dan kekurangan dari diri kita tetapi
tidak berani untuk kita akui kepada orang lain maka kita tutup-tutupi dengan perasaan terlalu
kepastian. Hal ini terjadi di dalam jemaat Korintus yaitu ada sebagian orang yang mengestimasi diri
terlalu dan ada sebagian lain yang minder (1 Kor.12) . Paulus hanya angkat satu hal ini: jangan kita
memiliki penilaian diri yang lebih daripada yang semestinya dan mari kita menilai diri seturut dengan
satu standar iman yang Tuhan beri kepada kita. Di situ memberi kebahagiaan kepada kita.

Saya menganalisa sifat yang muncul di dalam Roma 12:3 menggabungkan dua aspek ini, yaitu ada
perasaan superior tetapi ada juga perasaan inferior, tetapi kadang-kadang perasaan inferior ini tidak
berani kita akui sehingga kita tutup-tutupi dengan sikap superior ini. Di luar kelihatan seperti itu
tetapi sebenarnya di dalamnya kita mengalami perasaan inferior. Maka saya percaya persepsi kita
melihat dan mengenal diri kita sendiri adalah persepsi yang seringkali disebabkan oleh pola pikir yang
bersifat negatif ini. Kita rasa kita lebih penting daripada yang lain melahirkan sikap terlalu pasti,
tetapi mungkin kita juga berpikir tidak ada hal-hal yang baik dan berarti dan berharga di dalam diri
kita menyebabkan kita menjadi inferior. Pola pikir yang bersifat negatif ini selalu menjadi kendala di
dalam kebahagiaan diri kita sehingga waktu kita lihat apapun yang datang kepada kita tidak pernah
178

memberikan kebahagiaan kepada kita. Kenapa sampai pola pikir yang bersifat negatif ini menjadi hal
yang sering memberikan persepsi di dalam penilaian diri kita?
Buku yang ditulis oleh Matthew McCain dan Patrick Fenney berjudul “Self Esteem” bagi saya
merupakan buku standar bagi konsep mengenai harga diri dari kacamata sekuler. Paling tidak ada
tiga sebab kenapa orang memiliki penilaian diri yang tidak pernah pas, selalu mengandung dua
ekstrim ini: terlalu pasti atau inferior (rendah). Yang pertama adalah karena kita terlalu suka
membandingkan hidup kita dengan orang lain. Itu faktor yang menyebabkan penilaian diri kita tidak
pernah menjadikan kita bahagia sebab kita selalu membandingkan diri dengan orang lain. Dan pada
waktu kita membandingkan diri dengan orang lain kita akan selalu merasa kenapa halaman orang
lain lebih hijau daripada kita punya, padahal dia juga berpikir seperti itu.

Kita selalu lihat waktu anak-anak berkumpul sama-sama, mama selalu lihat anak orang lain lebih
gemuk daripada anaknya sendiri, anak orang lain makannya lebih bagus daripada anaknya. Akhirnya
rasa memaksa sendiri dan tertekan sendiri maka ambil sikap mengisolasi diri dan tidak bergaul
dengan orang lain. Hidup kita terus membandingkan diri dengan orang lain, apa yang orang lain miliki
selalu dilihat lebih banyak dan lebih baik daripada milik kita sendiri akhirnya kita menjadi tidak
bahagia. Lalu ada orang mengatakan, kalau begitu jangan terus membandingkan ke atas tetapi coba
bandingkan ke bawah, kepada orang yang kurang daripada kita. Masih ada orang yang lebih miskin,
masih ada orang yang lebih bernasib sial, masih ada orang yang lebih susah daripada kita. Tetapi
memakai cara ini untuk membuat kita lebih lega juga sebenarnya tidak benar karena kita
menempatkan penilaian diri berdasarkan melihat kesulitan orang lain. Bukankah kesulitan dan
ketidakbahagiaan itu bersifat temporer?
Siapa tahu lima tahun kemudian tiba-tiba orang itu lebih kaya daripada kita, kita menjadi susah lagi.
Tuhan ingin kita melihat diri masing-masing secara unik dan tidak membanding-banding. An
unhealthy self perception itu muncul karena suka membandingkan dengan orang lain. Yang kedua,
kita menilai diri kita berdasarkan apa yang kita sudah raih, pemenuhan dan prestasi apa yang kita
dapat. Menilai diri dari apa yang sudah kita capai, menilai diri dari apa yang sudah kita raih.
Seseorang baru merasa diri berarti dan berharga berdasarkan pekerjaan, jabatan dan milik yang ada
di dalam hidupnya. Tidak heran harga diri orang menjadi miskin dan kosong karena banyak orang
merasa statusnya naik ketika dia mengenakan barang-barang bermerk dan mahal. Saya pikir ini
adalah satu ukuran yang sangat abstrak sekali. Contoh, kalau dia orang yang sudah kaya, dia pakai
jam tangan Rolex palsu, orang tetap akan kira dia pakai Rolex asli. Tetapi kamu yang miskin mau naik
status, pakai Rolex asli, tetap orang kira kamu pakai Rolex palsu, apapun juga tetap dianggap pakai
barang palsu.
Maka buat saya memakai ukuran seperti itu sangat relatif sekali. Tetapi begitu banyak orang merasa
nilai dirinya menjadi berarti dan berharga kalau kita menilainya berdasarkan apa yang bisa kita raih
dan dapat. Yang ketiga, kadang-kadang penilaian diri kita menjadi tidak tepat sebab kita menaruh
satu pola pikir negatif yaitu pola pikir selalu menuntut persetujuan dari orang. Buat saya lebih baik
punya teman yang dengan jujur bisa memberitahu kelemahan kita daripada orang gara-gara takut
kita tersinggung akhirnya selalu mengatakan hal-hal yang baik sehingga kita mempunyai penilaian
diri yang salah. Seorang yang memiliki penilaian diri yang salah, terlalu pasti atau inferior (rendah)
disebabkan karena secara konstan kita menuntut persetujuan. Kita mau diangkat-angkat, dipuji-puji,
tidak pernah mau mendengarkan secara jujur kritikan ataupun kalimat-kalimat yang tidak baik
179

kedengarannya bagi pendengaran tetapi mungkin merupakan kalimat yang patut dan perlu keluar
untuk kita bisa mengenal dan mengerti kita dengan lebih tepat dan lebih baik. Maka dalam buku tadi
memberikan solusi dari sudut sekuler bagaimana kita boleh memiliki penilaian diri yang tepat,
bagaimana kita boleh memiliki suatu harga diri yang benar, tidak ada jalan lain selain unconditional
self acceptance, yaitu seseorang bersedia menerima dirinya apa adanya tanpa syarat. Kalau engkau
tidak mau menerima diri sendiri lalu mau lempar kepada siapa? Kalau orang lain tidak mau terima,
diobralpun tidak akan laku. Ini bagi saya sebenarnya adalah satu jalan buntu karena orang itu sendiri
tidak suka dengan dirinya sendiri lalu dia harus menerima diri yang tidak disukai itu. Kalau dia tidak
bisa terima, bagaimana? Tidak bisa tidak terima. Kalau orang lain tidak bisa mencintai dan menerima
dirimu, engkau harus belajar mencintai dan menerima dirimu dengan kelemahan dan kekurangannya
sebagai bagian dari hidupmu.
Kembali kepada Roma 12:3 bagi saya merupakan jawaban yang indah. Paulus sadar ini merupakan
satu persoalan yang kita alami sama-sama. “Terima diri, jangan menilai diri lebih tinggi daripada
penilaian yang seharusnya, nilailah dirimu dengan pikiran yang tepat seturut dengan apa yang Tuhan
sudah karuniakan kepada kita berdasarkan standar iman…” Sampai di sini, perkataan Paulus tidak
gampang ditafsir. Apa itu maksudnya menilai diri seturut dengan standar iman yang Tuhan sudah
karuniakan kepada kita? Ada dua kemungkinan penafsiran. Kemungkinan pertama berarti masing-
masing orang tidak usah terlalu iri dengan orang lain sebab Tuhan memberi porsi berbeda-beda.
Yang Tuhan mau kita menjalani sesuai dengan standar yang Tuhan beri dan kita puas di situ.
Penafsiran seperti ini memunculkan beberapa pertanyaan penting: bagaimana saya tahu standar itu
karena banyak hal apa yang Tuhan beri kepada kita itu bukan bersifat benda mati tetapi lebih bersifat
organis di dalam hidup kita. Kita baru tahu kita diberi Tuhan bakat dan karunia tidak langsung muncul
begitu saja tetapi melalui proses kita jalani dan temukan, sehingga bagaimana saya tahu itu sudah
selesai dan final?
Penafsiran kedua mengatakan Tuhan memberi kepada setiap orang standarnya sama yaitu iman kita
kepada Tuhan. Ada dua hal yang muncul di dalam menilai diri berdasarkan konsep iman, artinya kita
akan bersyukur dan menghargai diri dengan tepat ketika dengan iman kita tahu satu hal: semua yang
datang kepada hidup kita memang itu adalah anugerah Tuhan. Maka penilaian diri bukan
berdasarkan apa yang saya raih tetapi penilaian diri berdasarkan apa yang Tuhan beri dan itu bukan
milik kita yang patut kita pegang dan rebut dan cengkeram tidak mau melepaskannya sebab kita tahu
itu adalah pemberian dari Tuhan. Baru saya tarik dari kalimat ini kepada definisi iman dari Martin
Luther, “Faith is the acceptance of God’s acceptance.”
Apa artinya saya beriman? Beriman berarti saya menerima karena Allah terlebih dahulu menerima
saya. Ini jawabannya. Menilai diri bukan harus menerima diri apa adanya. Penilaian diri yang tepat
adalah karena Tuhan terlebih dahulu sudah menerima kita apa adanya. Itu maksud Paulus di sini.
Mari kita dengan rendah hati mengukur hidup kita dan itu akan mendatangkan satu kebahagiaan
sebab kita mengukur dengan apa yang Tuhan sudah kasih yaitu iman di dalam hati kita. Saya terima
karena Tuhan terlebih dahulu sudah menerima saya. Tuhan menerima saya apa adanya, Tuhan
mencintai dan mengasihi saya apa adanya dan Tuhan memberi kepada saya sesuai dengan kasih setia
dan anugerah-Nya apa adanya tanpa melihat sesuatu syarat di dalam diri saya. Itu yang membuat
saya bisa memiliki satu penilaian diri yang baik.
180

“Jangan menilai diri lebih tinggi…” kalimat ini memberikan indikasi Paulus mengajar kita sesuatu yang
sangat unik yaitu bagaimana memahami ambisi di dalam kerendahan hati. Tidak boleh memikirkan
yang lebih tinggi apakah berarti saya tidak boleh punya ambisi? Apakah saya tidak boleh
merencanakan sesuatu yang lebih besar daripada yang sekarang sudah saya raih? Kalau kita sudah
tidak lagi memiliki keinginan untuk lebih tinggi, lebih besar, lebih luas daripada sebelumnya
bukankah berarti kita tidak akan pernah maju? Apakah pengertian Paulus dalam kalimat itu seperti
ini? Paulus sendiri menggunakan kata ‘ambisi’ dalam Roma 15:24 “Aku harap dalam perjalananku ke
Spanyol aku singgah di Roma …” dalam terjemahan bahasa Inggris “My ambition is…” Dan saya
percaya ini satu-satunya ambisi yang tidak tercapai di dalam hidup Paulus sebab Paulus akhirnya
hanya sampai di Roma setelah ditangkap dan meninggal di situ, tidak ada kesempatan pergi ke
Spanyol. Tetapi selama dia hidup dia punya rencana dan ambisi mau membawa Injil sampai ke
Spanyol. Bolehkah kita punya ambisi? Bukan saja boleh tetapi harus. Tetapi bagaimana kita
memahami ambisi itu sebagai ambisi yang realistis di dalam anugerah Tuhan?

Buku “Rescue Your Ambition” memberikan jawaban tangga ambisi kita akan menjadi naik ke atas
dengan benar kalau kita berjalan di dalam tangga rendah hati. Ambisi akan menjadi liar kalau tidak
berada di bawah koridor rendah hati. Rendah hati berarti sesuatu kerinduan untuk taat menjalankan
seturut dengan apa yang Tuhan beri kepada kita, tidak pernah memikirkan apa yang menjadi ambisi
kita di luar daripada yang Tuhan mau. Rendah hati berarti mengerti dengan jelas bukan saja banyak
hal yang sudah Tuhan beri tetapi lebih lagi menyadari bahwa kita memiliki kekurangan dan
kelemahan. Dosakah mengakui kekurangan dan kelemahan itu? Bersalahkah kita memiliki limitasi?
Tidak. Sebagai manusia kita harus mengakui dan menyadari dengan jujur di hadapan Tuhan kita
memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.

Maka maksud Paulus ”...janganlah kita memikirkan lebih tinggi…” maksudnya selain dia bicara
mengenai sikap menerima diri, dia juga bicara mengajar kita menjadi orang Kristen yang menjadi
jujur. Saya percaya jarang sekali kita menemukan hamba Tuhan seperti Paulus yang mengaku dirinya
lemah, tetapi di dalam kelemahannya Tuhan memberi kekuatan. Adalah lebih mudah mengakui
keunggulan, bakat dan karunia yang ada di dalam diri kita dan lebih menyakitkan bagi kita untuk
mengakui kekurangan dan kelemahan kita. Itu sebab sebelum Paulus bicara mengenai relasi
manusia, bagaimana melayani satu dengan yang lain dan menjadi berkat bagi orang lain, dia terlebih
dahulu mengajar kita untuk jujur kepada diri sendiri. Sebagai manusia di dalam relasi pada waktu kita
bercakap-cakap dengan orang mungkin kita sudah ngomong salah, bertindak salah. Tetapi waktu kita
berani datang meminta maaf dan mengakui kelemahan kita, itu merupakan hal yang tidak gampang.
Maka rasul Yakobus mengajarkan kita “Let us confess one another…” dan itu menjadi kesembuhan di
dalam hati kita.

Hari ini kita kembali belajar aspek rendah hati. Kerendahan hati Tuhan Yesus berbeda dengan
kerendahan hati kita. Dalam Fil.2 kerendahan hati Yesus nyata karena Dia rela menjadi budak dan
mati di kayu salib bagi kita, mengajarkan prinsip rendah hati yang indah. Rendah hati bagi saya ialah
jujur pada diri sendiri, mencintai menghargai banyak keunggulan tetapi juga berani menyadari kita
punya kekurangan dan kelemahan. Kalau sudah sampai di situ baru kita bisa menerima karunia orang
lain. Yang punya karunia memberi, hendaklah ia memberi. Yang punya karunia berkata-kata,
hendaklah ia berkata-kata dengan bijaksana. Tetapi ada orang punya satu karunia dan tidak punya
karunia yang lain. Ada orang yang pintar tetapi tidak punya karunia organisasi. Maka kita mengakui
181

kita kurang di situ. Sebelum kita bisa menerima pelayanan orang lain, kita belajar menerima
kekurangan kelemahan kita.
Dari situ hati kita menjadi lapang, lega dan terbuka. Di dalam hubungan kita satu sama lain akan
menjadi lebih indah dan lebih enak. Kalau ada orang yang sakit hati kepadamu, jangan menjadi susah
dan kecewa karena memang natur kita belajar mengetahui itulah kelemahan dan keterbatasan kita.
Belajar mengakui kelemahan akan melegakan hati kita. Belajar mengakui kelemahan adalah tanda
orang itu bertumbuh. Seorang yang bertumbuh memiliki ciri mengenali ada hal-hal yang berkualitas
di dalam hidupnya tergali sekaligus menyadari ada kekurangan kelemahan di dalam hidup kita.
Kiranya firman Tuhan ini membantu kita untuk lebih mencintai dan mengasihi diri dan menghargai
diri dengan lebih tepat dan mengerti kita punya banyak anugerah tetapi juga punya banyak
kekurangan dan kelemahan.
182

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 13/6/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 32

Bersyukur dan murah hati

Nats: Roma 12:4-8

4 Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua
anggota itu mempunyai tugas yang sama,
5 demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing–
masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.
6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain–lainan menurut kasih karunia yang
dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya
sesuai dengan iman kita.
7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita
mengajar;
8 jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi–bagikan sesuatu,
hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah
ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia
melakukannya dengan sukacita.

Paulus memulai dengan ide di ayat 1 ”...berdasarkan kemurahan Allah…” dan ayat 8 ditutup dengan
ide kata yang sama ”...engkau diberi karunia kemurahan, biarlah dengan murah hati dan penuh
dengan sukacita boleh mencetuskan hati yang penuh dengan kemurahan.” Ayat ini dibuat seperti
‘sandwich’ oleh Paulus, mulai dengan kemurahan Allah, ditutup dengan show your generosity to
others. Hidup diawali dengan anugerah dari Tuhan harus ditutup dengan hidup yang penuh dengan
syukur. Hidup diawali dengan segala berkat yang Tuhan beri kepada kita dan biar kita juga
mengalirkan itu menjadi berkat bagi orang yang lain. Apa dasarnya mengapa hidupku harus menjadi
berkat bagi orang lain? Kenapa saya harus menjadi berkat? Mengapa bagian ini ditutup dengan
panggilan Paulus kita harus melayani Tuhan? Apa sebab saya harus menjadi penolong yang melayani
sesamaku, khususnya di dalam gereja Tuhan?
Ke delapan ayat ini kalau boleh saya bagi saudara akan melihat tiga bagian penting, ayat 1-2 bicara
mengenai relasi saya dengan Tuhan, ayat 3 bicara mengenai relasi kita dengan diri kita sendiri, baru
kemudian ayat 4-8 bicara mengenai bagaimana kita menyatakan relasi pelayanan kita kepada orang
lain. Kita tidak mungkin bisa memahami betapa besar anugerah Tuhan bagi hidup kita sebelum kita
bisa melayani orang lain. Kita juga tidak mungkin bisa keluar menjadi berkat bagi orang lain sebelum
kita sanggup bisa beres dan memiliki perspektif yang tepat dan benar mengenai diri kita.
183

Bagi saya ada beberapa point yang penting dari delapan ayat ini. Pertama, jelas sekali sebab oleh
karena belas kasih kemurahan Tuhan terlebih dahulu datang di dalam hidup kita. Kita berbakti, kita
beribadah, kita memberikan korban kepada Tuhan semata-mata bukan karena kita memiliki terlebih
dahulu baru kita memberi, melainkan terlebih dahulu Tuhan sudah menyatakan kemurahan-Nya
kepada kita. Engkau sudah dibeli dengan harga yang mahal, kata Paulus, maka muliakanlah Tuhan
dengan hidupmu. Ingat baik-baik gereja Tuhan itu ditebus dan dibayar dengan harga yang mahal,
kata Paulus di dalam perpisahan dengan para tua-tua yang ada di kota Efesus, maka baik-baik jaga,
pelihara dan gembalakan jemaat Tuhan dengan baik (Kis.20:28) . Ini perspektif yang harus kita pegang
baik-baik, setiap kita yang melayani dalam apapun termasuk hamba Tuhan, kita melayani oleh sebab
kita tahu kita terlebih dahulu sudah dilayani oleh Tuhan.

Kedua, mengapa saya harus menjadi berkat? Mengapa saya harus memberi sesuatu keluar dari diriku
untuk menolong orang lain? Dalam ayat ini Paulus mengatakan sebab Tuhan memberikan begitu
banyak karunia dalam hidup kita, He gave lots of spiritual gifts in our lives. Paulus memakai bentuk
kata jamak (plural) untuk memberitahukan kepada kita setidaknya kita punya satu karunia tetapi
Tuhan yang penuh kemurahan itu memberi begitu banyak dalam hidup kita bukan karena kita tidak
punya tetapi karena kita belum menggali dan melihat berapa banyak potensi yang Tuhan berikan di
dalam hidup kita. Tuhan beri banyak.
Ketiga, mengapa saya harus melayani? Sebab saya bukan keseluruhan, saya hanya bagian dari
keseluruhan. Kita bukan saja patut membantu orang lain tetapi kita harus menyadari kitapun patut
dibantu oleh orang lain. Bukan saja kita bisa melayani orang lain tetapi kita harus menyadari kita
kurang dan kita perlu dilayani oleh orang lain. Sama seperti tubuh berjalan tidak karena fungsi hanya
satu tetapi dari keseluruhan, dengan kalimat itu Paulus ingin mengingatkan kita bukan karena kita
mampu bisa hidup mendukung diri sendiri tetapi kita membutuhkan orang lain. Mengakui kelemahan
dan kekurangan itu bukan dosa, mengakui kelemahan dan kekurangan berarti kita menyadari posisi
kita di atas muka bumi ini bukan mendukung diri sendiri melainkan ditopang oleh Tuhan maka kita
mengalirkan apa yang kita dapat. Itu sebab saya tahu saya hanya bagian dari satu keseluruhan dan
keseluruhan itu menjadi indah jika satu dengan yang lain ada terima dan memberi di dalam hidup ini.
Yang keempat, mengapa kita melayani? Barulah kita lihat ayat 3 , kalau kita tidak memiliki satu
pengenalan diri yang tepat, satu perspektif diri yang benar maka kita tidak akan mungkin bisa
terlebih dahulu keluar menjadi berkat dan melayani Tuhan. Paulus bilang, jangan terus memikirkan
diri lebih tinggi maksudnya apa? Tidak berarti di sini Paulus melarang kita punya ambisi, tidak berarti
kita tidak boleh memikirkan sesuatu planning ke depan yang belum kita miliki sekarang. Maksud
Paulus mengatakan jangan kita memikirkan lebih tinggi daripada apa yang seharusnya itu berarti
tidak rela menerima apa yang ada sekarang, depresiasi kepada diri yang ada sekarang, tidak berani
melihat dengan jelas bersyukur dengan apa yang Tuhan beri kepada kita pada hari ini.
Maka dari bagian ini saya bersyukur luar biasa karena ayat 1-8 Paulus mengangkat dua pipa yang
penting yang harus kita taruh baik-baik di dalam hidup kita. Yang satu pipa vertikal dan yang satu
pipa horisontal. Pipa yang vertikal adalah pipa kita menanti aliran sumber kekuatan kita dari atas.
Pipa yang horisontal adalah apa yang keluar dari hidup kita. Yang vertikal adalah pipa syukur dan
yang horisontal adalah pipa murah hati. Syukur dan murah hati adalah dua prinsip harmonis yang
patut kita tanam di dalam diri kita. Kalau pipa vertikal ini mampet berarti kita pikir kita hidup dengan
diri kita sendiri. Kalau dua pipa ini kita putuskan dari salurannya berarti kita menseparasi diri, baik
184

dengan Tuhan yang menciptakan kita maupun dengan sesama dan ciptaan yang ada di sekitar kita.
Syukur berarti kita tahu secara vertikal Tuhan yang memberikan sesuatu kepada kita. Murah hati
karena kita tahu apa yang ada di dalam hidup kita tidak boleh berhenti dan berakhir hanya di dalam
diri dan dia harus keluar dari diri kita.

Apa yang kadang-kadang menyebabkan kita kurang melahirkan syukur? Ada tiga hal yang membuat
hidup kita tanpa syukur dan murah hati. Yang pertama, kita selalu melihat yang salah saja, selalu
kehilangan melihat sesutu yang kita punya sekarang. Selalu pikir ‘seandainya…’ seandainya saya lebih
pintar, seandainya saya lebih kaya, seandainya… seandainya… dengan demikian kita kehilangan
sesuatu yang sudah ada pada kita. Kita pasti tidak akan bersyukur, kita pasti tidak akan murah hati
kalau kita hanya terus melihat apa yang tidak kita punya ketimbang melihat apa yang ada dari hidup
kita. Tetapi itu mungkin hal yang normal ada di dalam hidup kita. Ketemu orang baru, kita lihat
mukanya cantik tetapi ada satu tahi lalat, akhirnya kita terus lihat tahi lalatnya. Kita terlalu mudah
mencari hal yang salah, hak-hal cacat dalam kehidupan kita, kita akhirnya punya hati yang tidak
syukur dan kehilangan murah hati.
Kedua, hidup mengeluh tidak ada habis-habisnya. Mengeluh menyebabkan kita tidak bisa melihat
keindahan di dalam hidup kita. Ketiga, kita terima segala sesuatu dengan take it for granted dalam
hidup kita. Inilah saya percaya menjadi faktor utama bagi orang-orang yang tidak bisa melihat syukur
di dalam hidupnya, kemurahan Allah dalam hatinya, syukur kepada Allah dan murah hati kepada
orang lain. Syukur berarti kita menyadari kita tidak mau take it for granted terhadap kasih Allah yang
datang tanpa syarat kepada engkau dan saya. Murah hati akan menyingkirkan sikap tidak pernah
cukup di dalam hidupmu. Cukup itu satu kata yang sulit didefinisikan berdasarkan standar berapa
banyak batasan yang kita harus capai. Sebab pada waktu kita sampai kepada batasan itu kita akan
tahu itu tidak cukup lagi. Maka murah hati selalu akan menyingkirkan rasa tidak cukup di dalam
hidup kita. Hidup yang dipenuhi dengan murah hati adalah hidup yang akan bersyukur dengan apa
yang ada di dalam dirinya dan tidak pernah melihat apa yang hilang di dalam hidupnya.

Orang yang hidup dengan bersyukur adalah orang yang tidak sepatutnya berdukacita terlebih dahulu
terhadap penyakit yang belum datang. Itu adalah hal yang sangat menyedihkan di dalam hidup ini.
Murah hati tidak berarti akan baru keluar di dalam hidup saudara kalau saudara berkelimpahan dan
berkelebihan dulu melainkan murah hati adalah orang yang selalu memfokuskan hidupnya bukan
kepada apa yang tidak ada di dalam hidup dia. Syukur dan murah hati adalah dua pipa yang penting
yang membuat kita menghubungi dengan Sang Pencipta yang memberi kepada kita dan kepada
sesama ciptaan yang membutuhkan murah hati dari kita.
Itu sebab saudara bisa menemukan rangkaian delapan ayat ini menjadi satu keindahan dari rasul
Paulus. Pertama-tama, Tuhan menyatakan kemurahan kepada kita. Yang kedua, belajar menerima
diri, mencintai dan menghargai diri dengan indah. Mencintai dan menghargai diri maksud Paulus di
sini adalah betul-betul menikmati dan menerima apa yang ada pada diri kita sekarang. Saudara dan
saya mungkin tidak bisa menghindar dari orang yang memandang hina hidup engkau dan saya. Tetapi
saudara punya hak dan keberanian mengangkat wajah dan memandang balik kepada dia dan
membuktikan penghinaan orang itu salah. Tetapi apa jadinya kalau seseorang tidak memiliki
penghargaan diri yang tepat dan selalu menghina dirinya, jangan harap orang memandang wajah
saudara dan memberikan penghargaan itu kepadamu jika saudara sendiri menghina diri? Ini hal yang
penting. Kalau saudara membaca buku-buku tentang harga diri, saudara akan menemukan kata
185

“unconditional self acceptance” itu menjadi inti jawaban mereka. Semua orang yang mengalami
kekurangan harga diri, semua orang yang menghina diri, semua orang yang tidak melihat ada hal-hal
yang baik di dalam dirinya dipanggil dan diminta memperbaiki pikiran dengan cara ini. Kalau kamu
tidak mau terima diri sendiri lalu suruh siapa yang harus menerima dirimu? Dan penerimaan diri itu
adalah penerimaan diri yang tanpa syarat, kita terima apa adanya. Tetapi point saya adalah
bagaimana bisa meminta diri orang yang sudah tidak menghargai diri untuk menerima dirinya
kembali? Maka Roma 12:3 menjadi jawaban Tuhan yang indah, biar kita memikirkan diri tidak lebih
tinggi daripada yang sepatutnya kita pikir seturut dengan the measure of faith yang Tuhan kasih. The
measure of faith saya tafsirkan minggu lalu bukan berarti kita diberi iman yang berbeda-beda tetapi
iman di sini dalam pengertian iman kepercayaan yang sama. Kita menerima diri berdasarkan iman ini,
iman apa? Saya setuju definisi dari Martin Luther, faith is the acceptance of God’s acceptance.
Iman berarti saya menerima karena Allah terlebih dahulu sudah menerima saya. Meminta orang
menerima diri secara Alkitabiah jawabannya benar dan tepat, saya menerima diri sebab Allah
terlebih dahulu sudah menerima saya. Psikologi sekuler tidak mungkin mendapatkan jawaban ini,
buntu hanya diri harus menerima diri tanpa syarat. Roma 12:3 bilang diri menerima diri apa adanya
sebab Tuhan terlebih dahulu menerima kita, baru dari situ Paulus katakan jangan berhenti hanya
melihat apa yang tidak ada di dalam hidupmu, tetapi mari belajar melihat apa yang ada di dalam diri
saudara. “Tuhan, seandainya saya punya uang yang banyak saya bisa lakukan ini…, kalau seandainya
saya punya angkatan perang yang banyak saya mungkin bisa mengalahkan Firaun…, kalau Engkau
datang kepadaku empat puluh tahun yang lalu mungkin saya bisa sukses melakukan kudeta terhadap
regim Firaun. Tetapi sekarang waktu sudah lewat, aku sudah tua, yang hanya mendengarkan suaraku
adalah kambing domba ini saja. I am retired and expired,” demikian kata Musa. Tetapi Tuhan bilang,
jangan melihat apa yang tidak ada, lihatlah apa yang ada di tanganmu hai Musa.” Intinya cuma satu:
kamu mengeluh, kamu tidak mau dan tidak berani maju sebab kamu selalu hanya melihat apa yang
kehilangan di dalam hidupmu, tidak pernah melihat apa yang ada di dalam hidupmu.

Roma 12: 4-8 ,masing-masing kita diberi oleh Tuhan banyak karunia dan karunia itu adalah karunia
yang saling membantu dan mendukung satu sama lain. Karunia itu bukan untuk diri kita sendiri tetapi
untuk membuat gereja Tuhan, umat Tuhan menjadi indah, sehat dan bertumbuh. Itulah keindahan-
nya, menyadari kita adalah bagian dari keseluruhan dan kita bukan keseluruhan. Itu sebab mengaku
kita adalah kurang dan lemah, membutuhkan orang lain mengulurkan tangan menolong dan
mengasihi kita, itu adalah hal yang indah adanya. Kita masuk kepada karunia-karunia yang Tuhan beri
kepada kita di ayat 5-8 . Saudara perhatikan dalam karunia bernubuat kata ‘karunia’-nya yang
ditekankan, karunia melayani juga kata ‘karunia’-nya yang ditekankan, tetapi pada kata karunia
mengajar, terjemahan yang sesuai dengan bahasa asli bukan kepada kata ‘karunia’-nya tetapi kepada
‘person’-nya. Anda yang menjadi guru, mengajarlah… anda yang menjadi counselor, berilah konseling
…, kamu yang memberi dan membagi-bagi, lakukanlah dengan murah hati…, kamu yang memimpin,
biarlah memimpin…, kamu yang menunjukkan kemurahan, hendaklah engkau melakukannya dengan
kemurahan.
Catat beberapa hal penting berkaitan dengan ayat-ayat ini. Yang pertama, di dalam daftar karunia ini
berbeda dengan daftar karunia di dalam 1 Kor.12 dan Ef.4 , tidak dimulai dengan karunia rasul.,
sehingga sebagian penafsir mengatakan nampaknya karunia dalam Roma 12 ini lebih bersifat praktis
dan kepada gereja lokal. Maksudnya, dalam pikiran Paulus bukan bicara mengenai gereja yang
186

universal tetapi dia sedang bicara mengenai gereja yang ada di Roma , jadi ini adalah karunia yang
ada di tengah-tengah kita. Dari Roma 12:5 Paulus langsung bicara mengenai karunia “word” yaitu
teaching and prophecy. Lalu kemudian dua karunia selanjutnya nampaknya asosiasi Paulus bicara
mengenai para diaken di dalam gereja yaitu mereka yang melayani meja. Lalu kemudian selanjutnya
Paulus bicara mengenai karunia yang dimiliki oleh setiap kita sebagai jemaat. Saya lihat karunia yang
diangkat oleh Paulus ini memang bicara mengenai panggilan kita melayani bersama di dalam gereja
lokal.

Sebelum sampai di situ mari kita kembali memperbaiki cara berpikir kita bergereja. Kita tidak boleh
menjadikan gereja seperti kita pergi ke satu institusi atau ke satu peristiwa atau kepada penghiburan
yang lain. Mari kita kembali kepada prinsip yang dasar, kita bergereja lokal, Tuhan memberikan
metafora ini adalah tubuh Kristus. Kita sama-sama satu tubuh. Setiap kali saya menyambut saudara
yang baru pertama kali datang, saya selalu memberi kesempatan kepada saudara bisa menikmati
kebaktian di sini, silakan merasa bebas jadikan gereja ini sebagai keluargamu. Ada pokok doa kita
sama-sama, mari kita jadikan itu sebagai bagian kita menjadikan gereja ini sebagai satu keluarga. Di
dalamnya kita mungkin saling menegur satu sama lain, ada benturan satu sama lain itu merupakan
fakta yang wajar di dalam kita satu dengan yang lain berkumpul. Di dalam benturan itu tetap dia
adalah saudara saya dan kita belajar menjadikan itu sebagai sesuatu yang indah di dalam hidup kita.
Mungkin ada kata-kata yang salah, mungkin ada penyampaian yang kurang tepat dari teman yang
lain kepada saudara, kalau kita memiliki kesadaran saya adalah bagian keluarga ini, saya percaya itu
akan meminimalkan banyak hal di dalam relasi kita yang menjadi tidak bagus.
Itu sebab mari kita coba lihat panggilan Paulus ini. Mereka yang mau melayani mengajar, biar mereka
mengajar baik-baik. Mereka yang melayani meja, biar mereka melayani dengan sungguh-sungguh.
Sekarang kita lihat, kenapa saya mengapa saya bilang karunia yang di bawah itu bicara mengenai
karunia jemaat satu dengan yang lain? Coba saudara lihat perbedaan yang muncul ketika sampai
kepada karunia menasehati, Paulus tetap memakai kalimat ‘biar dia melayani sesuai dengan
kualifikasi konseling itu, biar dia menasehati. Paulus tidak hanya mendaftar list karunia tetapi dia juga
mendaftar kualifikasi dan syarat karunia itu dijalankan. Yang berkarunia mengajar, biar dia mengajar.
Yang berkarunia menasehati, biar dia menasehati. Yang membagi-bagikan, hendaklah ia melakukan-
nya dengan tulus iklas. Kata ‘tulus iklas’ di sini ada yang menterjemahkan ‘simplicity’ dan ada yang
menterjemahkan ‘generous’ dalam terjemahan bahasa Inggris. Ini memang satu kata yang indah dari
rasul Paulus, kita belajar bermurah hati kepada orang bukan supaya melalui itu kita dapat
keuntungan.
Kata ‘simplicity’ artinya memang fokus dari orang yang melakukan kemurahan tidak punya motivasi
apa-apa yang ada di belakangnya. Melakukan kemurahan, memberi sesuatu memang keluar dan lahir
dari hati kita karena kita tahu kita memberi karena kita sudah mendapatkan lebih banyak dari Tuhan.
Saya mengharapkan kita boleh menjadi satu jemaat yang penuh dengan murah hati. Kita menjadi
orang Kristen yang memberikan kemurahan kepada orang lain sebab kita tahu kalau pipa itu mampet
maka kita tidak memiliki keseimbangan. Yang sangat menarik justru adalah karunia yang
menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Kemurahan hati bagi orang
Yahudi dimengerti sebagai satu aktifitas melakukan sedekah kepada orang miskin yang tidak mungkin
bisa balik kembali. Di sini Paulus menggunakan kata itu dengan kemungkinan pengertian bahwa ini
adalah pelayanan yang dilakukan oleh beberapa orang dan ini adalah pelayanan yang mungkin
187

mengalirkan energi dan perasaan psikologi yang besar luar biasa karena yang dilayani itu sungguh-
sungguh tidak mampu bisa membalas kembali atau meresponi dengan baik. Salah satunya mungkin
adalah bagaimana melayani orang yang sakit atau bagaimana merawat orang yang cacat atau
bagaimana memberi makan kepada orang yang miskin dan tidak bisa balik kembali. Kalau saudara
menjalankan hal seperti ini, Paulus memberikan dorongan, biar kita lakukan itu dengan sukacita.
Paulus sadar ini adalah pelayanan yang mungkin tidak ada balik, kita menghabiskan energi, tenaga,
mengerjakan pelayanan seperti ini. Memang mungkin lebih mudah kalau kita melakukan pelayanan
ini bagi anggota keluarga kita sendiri tetapi tidak gampang merawat orang yang cacat, merawat
orang yang sakit, merawat orang yang dalam kondisi sakit parah yang tidak memiliki hubungan
keluarga dengan kita.

Maka bagi Paulus ini adalah satu karunia khusus yang kita lakukan dengan sukacita, jangan dengan
gerutu dan marah-marah. Paulus katakan, do it with a cheerful heart. Di balik dari sukacita orang
belajar untuk bisa melihat kesulitan dan tangisan yang ada, kita belajar mendoakan dan memberi
tangan kita sekuatnya untuk menolong dan membantu. Mengapa? Sebab memang itulah dua pipa
yang mengharmoniskan hidup kita, pipa syukur dan pipa murah hati.
Bersyukur sebab saya tahu sumber dari mana, terlalu banyak berkat yang perlu kita salurkan dengan
murah hati sehingga ada keseimbangan. Itu merupakan keindahan dari hidup seorang anak Tuhan.
188

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 20/6/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 33

Masihkah karunia nubuat berlanjut


hingga kini?

Nats: Roma 12:4-8

4 Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua
anggota itu mempunyai tugas yang sama,
5 demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing–
masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.
6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain–lainan menurut kasih karunia yang
dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya
sesuai dengan iman kita.
7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita
mengajar;
8 jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi–bagikan sesuatu,
hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah
ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia
melakukannya dengan sukacita.

Biar hati kita sebagai Gereja kembali disegarkan, dipimpin dengan benar bagaimana kita memahami
Gereja. Tidak ada metafora yang lebih dekat menggambarkan hubungan yang intim, yang akrab, yang
saling hubungan satu sama lain selain dengan memberikan metafora hubungan Gereja itu adalah
sebagai satu tubuh. Kristus adalah kepala dan kita sebagai Gereja adalah tubuh yang memiliki
berbagai macam ragam anggota yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda tetapi memiliki
keharmonisan berjalan menjadi satu. Gereja adalah tubuh Kristus yang dibeli dengan harga yang
mahal, ditebus dengan darah Kristus. Itu kata Paulus kepada para penatua dan pemimpin gereja di
Efesus sebelum melakukan perpisahan yang terakhir dan tidak pernah ketemu lagi (Kis.20:28) .
Maka dia minta mereka yang melayani untuk melayani dengan sungguh-sungguh dan memper-
hatikannya baik-baik. Kristus mengatakan Gereja adalah ekklesia yaitu umat yang ditebus oleh
Tuhan, dipanggil keluar dari dunia ini supaya kita boleh kembali ke dalam dunia untuk memberikan
kesaksian kepada dunia bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang sudah dicipta Tuhan dan
ditebus oleh-Nya, bagaimana seharusnya dunia yang sudah berdosa ini memuji dan memuliakan
Tuhan. Hanya kita yang sudah ditebus Tuhan kita harus bagaimana memuji dan memuliakan Tuhan.
Seorang teolog bernama Marva Dawn menjawab pertanyaan dari cucunya yang bertanya, “Why
189

should we go to church every week?” Dia mengatakan jawaban yang indah, “We are not going to
church but being church.” Kita berkumpul bersama untuk menunjukkan kepada dunia bagaimana
seharusnya Gereja itu. Kita ditebus oleh Tuhan, ada waktu yang Tuhan beri, ada waktu kita pakai
untuk Tuhan. Kenapa? Karena kita ingin memuji Tuhan, karena kita ingin memuliakan Tuhan, karena
kita di dalam Gereja ingin menjadi penolong satu dengan yang lain, karena di dalam Gereja kita ingin
menjadi satu dengan yang lain memberikan sumbangsih.
Di dalam Roma 12 kita menemukan konsep ini. Ayat 1-2 bicara mengenai ibadah. Ayat 3 bicara
mengenai diri kita bagaimana belajar menerima diri. Sesudah semua itu beres, ayat 4-8 bicara
mengenai tanggung jawab kita bagaimana kita harus menjadi berkat bagi orang yang lain. Pada
waktu kita datang memberi persembahan, kita selalu harus ingat ada yang kita dapat di dalam hidup
kita tidak boleh kita pakai untuk diri kita sendiri. Itu sifat inti dasar dari arti kita memberi
persembahan. Demikian juga mengapa kita harus melayani, karena Tuhan sudah memberi lebih
banyak kepada kita. Kita harus melayani karena kita bukan keseluruhan, kita bukan self sufficient
(cukup) dan mandiri untuk diri kita sendiri. Pada waktu kita terima pelayanan orang lain, itu bukan
merendahkan kita tetapi itu adalah satu pengakuan karena kita tahu kita tidak bisa hidup untuk diri
kita sendiri.

Kita melayani orang lain karena kita juga tahu bahwa yang ada di dalam diri kita harus kita beri
kepada orang lain. Tetapi pada waktu kita beri dan kita melayani, kita tidak mungkin bisa
melakukannya secara keseluruhan. Maka Paulus mengingatkan jemaat, mari masing-masing kita
berkontribusi di dalam Gereja yang sudah Tuhan tebus ini supaya Gereja tumbuh sehat karena
masing-masing melakukan tugas dan fungsi seturut dengan karunia yang Tuhan beri kepadanya. Yang
diberi karunia mengajar, mengajarlah. Yang diberi karunia dari Tuhan untuk sanggup memberikan
nasehat kepada orang, jadilah orang yang terus memberikan nasehat dan penghiburan kepada orang
lain. Yang Tuhan beri banyak di dalam hidupmu, berilah dengan penuh murah hati kepada orang
lain.Kenapa? Karena di dalam memberi, ada kemungkinan berbagai motivasi, ada kemungkinan
berbagai alasan orang memberi.
Maka Paulus memberikan satu kualifikasi: memberi dengan murah hati. Kata ‘murah hati’ juga boleh
diterjemahkan dengan ‘kesederhanaan.’ Artinya kita memberi tidak boleh dengan alasan lain, jangan
memberi dengan motif ‘ada udang di balik batu,’ jangan melakukan sesuatu dengan iming-iming.
Yang diberi tanggung jawab kepercayaan memimpin, dan kalau memimpin di depan berarti harus
rajin. Menarik sekali di sini Paulus bicara mengenai karunia-karunia yang berbeda tetapi sekaligus
karunia-karunia ini diberi kata sifat untuk bagaimana karunia itu dijalankan. Maksudnya adalah kalau
memang engkau mendapat karunia itu, karunia itu harus dipakai dan dipergunakan. Yang murah hati,
biar kita bermurah hati dengan sukacita.

Kemurahan di sini lebih bersifat satu pelayanan yang kita beri kepada orang-orang yang mungkin
tidak memiliki kemungkinan membalas kembali pelayanan kita kepada mereka. Pelayanan kepada
mereka yang cacat, pelayanan kepada mereka yang mental memperlambat, pelayanan membesuk
kepada orang-orang yang begitu susah dan sulit dalam kemiskinan yang tidak mungkin bisa
membalas kembali apa yang kita lakukan. Itu perlu korban perasaan, korban hati, sudah setengah
mati makin tidak dihargai. Muka bisa panjang seperti pepaya, hati menjadi pahit seperti bitter melon.
Maka di sini Paulus menambahkan satu kata sifat yang indah, lakukan itu dengan sukacita. Kenapa
perlu sukacita? Sebab itu pelayanan yang tidak gampang dan tidak mudah. Kita bisa kecewa, kita bisa
190

bertanya-tanya, ‘apa yang saya dapat dari pelayanan seperti ini?’ Mari kita menjadi anggota Gereja
mengerti prinsip ini. Gereja harus dilihat dengan konsep sebagai tubuh, satu metafora keindahan dan
keakraban. Jangan menjadikan Gereja sebagai klub, atau tempat entertaining atau tempat seperti
menonton bioskop. Jangan datang ke gereja selalu bertanya, ‘apa yang bisa saya dapatkan di sini?’
tetapi mari kita juga selalu bertanya, ‘apa yang dapat saya berikan setelah saya mendapatkan
sesuatu?’
Gereja didukung oleh semua dan Gereja bukan milik satu orang. Itu sifat yang Tuhan kasih. Waktu
Tuhan Yesus naik ke surga, Dia tidak memberikan deposito dan uang yang banyak kepada murid-
murid. Dia tidak memberikan warisan satu gedung yang besar dan megah kepada murid-murid.
Tetapi Gereja bisa ada sampai sekarang, pelayanan Gereja yang begitu banyak bisa berjalan, tidak
bisa lepas dari prinsip yang Tuhan taruh, masing-masing dengan karunia yang Tuhan beri, masing-
masing dengan kelebihan yang Tuhan kasih, satu sama lain saling mendukung. Maka panggilan saya
kepada setiap kita, kita bukan saja bertumbuh menjadi anak Tuhan, tetapi setelah kita mendapatkan
sesuatu mari kita masing-masing bertanya kepada Tuhan, dimana lapangan misi kita masing-masing.
Kita memang mendoakan para misionari yang pergi ke lapanagan misi mereka tetapi kadang-kadang
kita lupa bahwa kita sendiripun memiliki lapangan misi. Lapangan misi itu tidak harus berjarak 2000
mil jauhnya, tetapi mungkin dia hanya berjarak dua tiga meter dari tempat dudukmu. Kita akan
menggarap lapangan misi itu dengan indah dan bergairah kalau itu menjadi fokus yang kita taruh di
dalam hati kita, apa yang saya bisa kerjakan. Maka Paulus mendorong kita untuk memakai karunia itu
dengan setia dan jangan tidak dipakai.
Sekarang kita melihat beberapa hal di dalam bicara mengenai karunia. Bagaimana membedakan
karunia dengan bakat natural? Banyak orang mengasosiasikan semua karunia itu sebenarnya adalah
adalah bakat natural , cuma bedanya dia menjadi karunia rohani pada waktu kita pakai itu bukan
untuk diri tetapi untuk pelayanan dan pekerjaan Tuhan. Maka di situ bakat natural menjadi karunia
spiritual. Memang beberapa karunia yang ada di dalam gereja itu jelas memiliki keterkaitan dengan
bakat natural kita karena hal-hal itu tidak bersifat supranatural melainkan bersifat alamiah. Ada
orang yang memiliki kemampuan dan tendensi menjadi seorang pemimpin; ada orang yang memiliki
kemampuan dan tendensi hati yang sedikit lebih sensitif sehingga lebih gampang mengerti perasaan
orang lain; ada orang yang tangannya lebih rajin daripada orang lain sehingga mudah membantu
orang.
Daftar karunia yang ada di dalam Roma 12 berbeda dengan 1 Kor.12 dan Ef.4 . Perbedaan yang paling
jelas adalah dalam 1 Kor.12 dan Ef.4 ada karunia seorang rasul, yang tidak ada di dalam Roma 12. Rasul
itu jelas adalah jabatan tetapi rasul itu juga orang. Nabi itu juga orang tetapi sekaligus juga adalah
pemberian spiritualt. Kenapa pemberian spiritual? Karena jabatan itu diberikan oleh Tuhan untuk
membangun gereja. Jelas bagi saya karunia rasul dan karunia nabi tidak ada kaitannya dengan bakat
natural. Itu bicara mengenai panggilan dan penetapan Tuhan kepada seseorang. Jabatan rasul jelas
sekali memiliki keunikan yang Alkitab jelas sekali memberikan kesadaran jumlahnya tetap dan tidak
boleh ditambah yaitu dua belas orang. Dalam Kisah Rasul, ketika Yudas Iskariot sudah tidak ada lagi
maka sebelas rasul mengambil komitmen untuk mencari penggantinya sehingga jumlah tetap dua
belas orang (Kis.1:15-26) . Itu sebab pada waktu Paulus dipanggil Tuhan menjadi rasul bagi orang non
Yahudi, Paulus menghadapi tantangan terhadap keabsahan kerasulannya. Paulus menyatakan
kerasulannya berbeda dengan dua belas rasul karena mereka rasul yang dipakai oleh Tuhan untuk
191

orang Yahudi tetapi Paulus adalah rasul untuk orang non Yahudi. Lalu muncul masalah kedua, kriteria
menjadi rasul itu adalah orang yang paling tidak sudah bersama-sama dengan Tuhan Yesus dari
mulanya. Bagaimana dengan Paulus? Maka di dalam surat Galatia Paulus membela kerasulannya
memang dia tidak ada bersama Tuhan Yesus dari mulanya tetapi dia bertemu dengan Tuhan Yesus
dalam penglihatan. Kalau begitu apakah karunia rasul ini akan terus berlanjut? Tidak. Sebab PB
sendiri memiliki kesadaran setelah orang-orang yang diangkat, dipanggil dan ditetapkan sebagai rasul
itu meninggal, jabatan itu tidak lagi muncul dan perlu di dalam gereja. Surat 1 Kor.12 dan Ef.4
menyebut karunia rasul sebab di sini pikiran Paulus bicara mengenai gereja secara universal, bukan
secara lokal seperti dalam Roma 12 .
Saya ajak saudara melihat Fil.1:1 dibanding dengan Kol.1:1 di sini menyatakan kesadaran Paulus
sendiri bahwa jabatan rasul itu tidak boleh kontinu. Surat Filipi dan Kolose sama-sama ditulis di
dalam penjara dalam waktu yang berdekatan. Fil.1:1 menyatakan, “Dari Paulus dan Timotius, hamba-
hamba Yesus Kristus…” dua-dua sederajat dan sama-sama hamba Tuhan. Tetapi di dalam Kol.1:1
Paulus menulis, “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus dan dari Timotius, saudaraku…” Dia tidak bilang
“dari Paulus dan Timotius, rasul-rasul Kristus,” karena jelas hanya Paulus yang rasul sedangkan
Timotius tidak. Sama-sama hamba Tuhan, sama-sama dipanggil melayani, tetapi jabatan tugas rasul
tidak diturunkan kepada Timotius dan hanya Paulus yang rasul. Tuhan tidak ada niat memanggil
Timotius menjadi rasul.
Maka ada karunia yang tidak lagi diberikan oleh Tuhan kepada gereja-Nya sekarang ini. Jelas, yang
paling pertama adalah karunia rasul tidak ada lagi. Bagaimana kita bisa membedakan dimana dan
kapan karunia itu harus selesai? Saya percaya ayat ini harus menjadi ayat yang penting untuk
memberitahukan kepada kita bagaimana pengajaran yang masuk ke dalam gereja masih ada yang
mengaku diri sebagai rasul, dsb, mari kita teliti baik-baik Ef.2:20 memperlihatkan bagaimana Gereja
yang sejati itu. Gereja itu dibangun dengan batu penjuru Yesus Kristus dan fondasi Gereja dibangun
di atas para rasul dan nabi. Maka di sini jelas, rasul dan nabi langsung ditaruh oleh Paulus sebagai
jabatan yang bersifat fondasional dan setiap orang tahu secara akal budi setiap kali kita membangun
suatu gedung jelas yang paling pertama dan paling mendasar itu adalah batu penjuru dan
fondasinya. Apa artinya fondasi rasul dan nabi? Itu berarti kalau di luar daripada pengajaran rasul
dan nabi itu jelas bukan Gereja. Pada waktu era Gereja yang bersifat fondasi selesai maka tidak ada
lagi rasul dan nabi.
Jumlah rasul jelas, tetapi nabi yang diangkat oleh Tuhan di dalam PB tidak jelas, tetapi jelas yang kita
tahu jabatan nabi itu tidak berkelanjutan. Dalam 1 Kor.14:39 Paulus ingin kalau bisa semua orang
percaya pada waktu itu bisa melakukan nubuat. Kenapa Paulus menginginkan kalau bisa semua
orang memiliki karunia nubuat? Karena ini adalah karunia yang begitu penting dan begitu indah
dipakai untuk membangun orang lain. Tetapi sekaligus di dalam hatinya dia sadar tidak semua orang
diberi karunia yang sama. Tidak boleh ayat ini kemudian dicomot oleh Gereja sekarang, ‘nah, kalau
begitu kita cari karunia nubuat ini ramai-ramai.’ Sudah terjadi kesalahan penafsiran di sini karena
gereja Korintus berbeda dengan gereja sekarang dalam hal gereja Korintus itu masih berada di dalam
era fondasional dimana nabi dan rasul belum meninggal, wahyu Tuhan masih belum selesai. Sampai
di sini mari kita tarik ke ayat 32, ada karunia tetapi karunia itu harus ditaruh di dalam satu syarat dan
batasan. Karunia nubuat itu milik siapa? Nubuatan dimiliki nabi. Mereka yang memiliki karunia
nubuat tidak boleh lepas dari syarat ini, nubuat itu harus seturut dengan standar iman. Nampaknya
192

di dalam diri Paulus ada kesadaran firman Tuhan yang datang di luar daripada rasul dan kita tahu ada
beberapa nabi, tetapi di luar itu ada beberapa yang tidak jelas apakah dia nabi sejati atau tidak, maka
mau tidak mau mereka harus menguji pengajarannya tidak boleh lari dari arahan pengajaran yang
sudah diberi oleh rasul. Paling tidak ada dua tempat di Alkitab yang memberitahukan pengajaran
rasuli menjadi penguji dari pengajaran yang ada, Gal.1:8-9 . Injil itu asli atau tidak, standarnya apa?
Injil yang asli adalah Injil yang kami beritakan, kata Paulus. Injil yang diberikan rasul menjadi penguji
kemurnian mereka yang mengaku memberitakan Injil Kristus dan kalau ajaran mereka berbeda
dengan standar ini, jangan terima ajaran mereka. Yang kedua, kita menemukan kesadaran rasul
Paulus bahwa pengajarannya menjadi standar penguji dalam 1 Kor.14:36- 38 . Firman Tuhan yang
datang kepada rasul maupun firman Tuhan yang datang kepada nabi kualitas firmannya sederajat
dan berotoritatif karena dua-dua adalah “thus saith the Lord.” Tetapi kualitas relasi antara hamba
Tuhan yang Tuhan panggil memiliki kualitas hubungan yang berbeda dan itu adalah hak Tuhan
sendiri.

Dalam Bil.12:8 Miriam dan Harun menyatakan ketidakpuasan mereka kepada Musa, “Bukankah Allah
juga berbicara dengan perantaraan kami pula?” Tuhan menyelesaikan konflik ini dengan jelas.
”...tidak demikian dengan hamba-Ku Musa, Aku berbicara muka dengan muka…” Tuhan berbicara
kepada nabi di PL dengan mimpi dan penglihatan, tetapi dengan Musa Tuhan menyatakan wahyu-
Nya dengan cara yang sangat akrab yaitu muka dengan muka. Di satu pihak, baik dengan melalui
mimpi dan penglihatan maupun firman yang diberikan muka dengan muka, kualitas firman Tuhan
tidak berbeda. Tetapi hubungan Tuhan dengan Musa dan dengan nabi-nabi lain berbeda. Dalam hal
ini Miriam dan Harun tidak bisa apa-apa. Itu sebab standar nabi-nabi berkata dibandingkan dengana
perkataan Musa sebagai tolok ukur. Nabi yang ajarannya melanggar perkataan Musa, pasti dia adalah
nabi palsu. Mengapa Tuhan menjadikan pengajaran rasul yang sudah Dia pilih dan tetapkan menjadi
standar penguji terhadap semua perkataan dan nubuat yang diucapkan para nabi?
Semua orang bisa saja mengaku apa yang dia ucapkan berasal dari wahyu Allah tetapi bagaimana kita
tahu itu benar-benar wahyu Tuhan? Maka ditetapkan Injil yang dikabarkan oleh para rasul menjadi
Injil penguji karena Tuhan memiliki hubungan relasi terdekat dengan rasul yang Dia pilih sendiri.
Maka pemilihan itu saya percaya memiliki alasan tersendiri. Mungkin ada nabi yang muncul di dalam
jemaat Roma , tetapi untuk mengetahui apakah dia seorang nabi sejati atau tidak, jemaat Roma
harus melihat apakah dia bernubuat seturut dengan standar iman. Maka saat ini fondasi itu sudah
selesai dan wahyu Tuhan sudah lengkap diberikan di dalam Alkitab kita, maka gereja memegang
Alkitab ini sebagai standar iman. Pengajaran yang ada dilihat apakah itu sesuai dengan Alkitab atau
tidak. Itu sebab kita harus hati-hati dan kita kecewa dan sedih kalau ada pengajaran yang kurang
benar masuk ke dalam gereja dengan jalur nubuatan ini.

Apalagi dengan bernubuat kehidupan pribadi seseorang sangat berbahaya sekali. Ada yang
bernubuat tidak boleh menikah dengan orang itu sebab Tuhan bilang kepada pendetanya dalam
mimpi, ada yang bernubuat harus pergi ke mana, ada yang bernubuat tahun depan akan kaya, dsb.
Kita melihat banyak hal menjadi kabur dan mistik hanya karena bicara soal nubuat ini. Bukankah
Alkitab bilang kita harus minta karunia itu? Jangan lupa, gereja waktu itu kondisinya berbeda dengan
gereja sekarang, waktu itu wahyu Tuhan belum selesai.

Dalam 1 Kor.14 saya angkat tiga kata penting karena dari ketiga kata itu langsung kita melihat melalui
nubuat itu Tuhan memberi wahyu-Nya. Di ayat 2 , ada pokok yang penting di sini ”...oleh Roh, ia
193

mengatakan hal-hal yang rahasia…” Ini adalah satu pokok yang sangat penting, musterion. Kata
musterion ini bukan seperti misteri dalam arti ramalan-ramalan sesuatu yang tidak kita tahu ke
depannya. Dalam terminologinya kata musterion di dalam PL ini berarti the mystery of the Gospel
yang tersembunyi yang kalau tidak dinyatakan melalui Kristus kita tidak akan tahu artinya. Berarti
ada inti wahyu di dalamnya.
Kemudian di ayat 30 ada satu kata lagi, ”...kalau yang duduk di situ mendapat penyataan, maka yang
lain harus diam…” kenapa harus diam? Sebab di dalam nubuatannya orang yang mendapat wahyu itu
memiliki otoritas firman Tuhan. Kata ke tiga, ayat 36 Paulus mengaku bahwa seorang nabi itu
mendapat firman. Jadi di dalam nubuatan ada musterion, ada wahyu dan ada firman. Tiga kata ini
sudah cukup memberitahukan kepada kita bahwa nubuatan adalah karunia yang dipakai oleh Tuhan,
yang menjadi milik nabi, untuk menyatakan wahyu Tuhan kepada gereja waktu itu selain wahyu yang
datang kepada para rasul.
Alkitab menetapkan fondasi gereja adalah ajaran rasul dan nabi. Gereja sekarang tidak lagi memiliki
karunia itu. Maka yang punya karunia mengajar, mengajarlah. Yang punya karunia menasehati,
nasehatilah. Yang punya karunia memberi, berilah dengan murah hati. Semua karunia itu tidak
berhenti dan tetap ada sampai selamanya karena pemberian spiritual itu dibutuhkan bagi gereja
sekarang. Melalui penjelasan ini saya harap kita semakin mengerti dan semakin bertumbuh di
hadapan Tuhan.
194

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 27/6/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 34

Ciri-ciri kasih yang jujur

Nats: Roma 12:9-21

9 Hendaklah kasih itu jangan pura–pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi
hormat.
11 Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala–nyala dan layanilah Tuhan.
12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
13 Bantulah dalam kekurangan orang–orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu
memberikan tumpangan!
14 Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!
15 Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!
16 Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara–
perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara–perkara yang sederhana.
Janganlah menganggap dirimu pandai!
17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
18 Sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan
semua orang!
19 Saudara–saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah
tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak–Ku. Akulah yang
akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat
demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Roma 12 adalah satu bagian yang begitu indah sebab Paulus mengatur sangat baik sekali firman
Tuhan ini. Ayat 1-2 bicara mengenai bagaimana relasi yang tepat atau respek kita yang sebenarnya
kepada Allah, bicara mengenai relasi yang benar, respek yang benar kepada Tuhan, yaitu
persembahkan hidup kepada Dia. Ayat 3-8 adalah relasi yang benar dengan diri sendiri dan respek
kepada diri sendiri. Ayat 3 unik, memang ayat ini bicara mengenai diri tetapi langsung ayat 4-8 bicara
mengenai karunia rohani. Di dalam karunia rohani memang kita pakai untuk melayani orang tetapi
mengapa Paulus menempatkannya di dalam kaitan dengan diri? Karunia rohani ditaruh oleh Paulus
di dalam kaitan relasi dengan diri sendiri. Sehingga seorang hamba Tuhan waktu melihat hal ini
memberikan penafsiran yang bagus sekali. Memakai karunia memang untuk orang lain dan kita
jangan pikir ‘kenapa saya harus membantu melayani orang lain, enak di dia dong!’ Penafsir ini bilang,
tidak. Justru pada waktu kita memakai karunia kita melayani orang lain di situ berarti kita respek
195

kepada diri kita sendiri. Orang yang sanggup melayani orang lain, sanggup bisa memberi sesuatu
kepada orang lain, berarti orang itu menghargai diri dan menghargai apa yang ada di dalam diri dia.
Ayat 9-21 adalah relasi kita yang benar dengan orang lain dan bagaimana respek kita kepada orang.

Dan di dalam relasi kita dengan orang lain, ada dua macam orang yang engkau dan saya tidak
mungkin menghindar, teman dan musuh. Hal ini akan saya bahas di minggu-minggu mendatang.
Maka hari ini kita masuk kepada relasi yang benar dan respek yang benar yang seharusnya kita beri
kepada orang lain.

Bagian ayat 9-21 kita lihat Paulus tulis dengan sederhana dan dengan kalimat yang menarik sekali.
Ada karakter dan ada sifat yang mengikuti karakter. Kasih harus jujur, tidak boleh pura-pura. Kepada
yang jahat, jauhilah. Kepada yang baik, pegang kuat-kuat. Hormat, saling mendahului. Dalam
pengharapan, bersukacita. Dalam kesesakan, bersabar. Dalam doa, bertekun. Kalimat-kalimat yang
luar biasa. Layani Tuhan dengan semangat yang tidak kendor. Saudara perhatikan ini pasangan yang
begitu klop seperti mur dan baut yang tidak boleh lepas. Pada waktu kita melayani Tuhan, layanilah
dengan kerajinan yang tidak bisa kendor. Ini adalah satu bagian yang sangat unik dan sederhana.
Saya percaya pada waktu saudara menangkap ide bagian ini, ini merupakan nasehat Paulus yang
pada titiknya, yang singkat, sederhana, yang langsung kita mengerti dengan jelas.

Maka dia mulai, relasi apapun baik kepada teman maupun kepada musuh harus diikat oleh prinsip
kasih. Kasih itu harus jujur. Dimanakah kita menemukan teman sejati? Orang bilang tidak ada teman
sejati dalam dunia politik dan dunia bisnis. Saudara setuju akan hal ini? Teman didapat dimana?
Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan dokumentari dari seorang chef terkenal yang mulai dari
seorang tukang cuci piring selama 30 tahun, akhirnya bantu jadi karyawan dapur, lalu punya
keberanian buka restoran sendiri tetapi dalam satu bulan restorannya tutup. Dokumentari itu
menyentuh hati saya, waktu awal mulai membuka restoran pertama dia memasok ayam oleh
seorang pedagang, bankrut tidak bisa bayar. Sampai restoran tutup masih berhutang sama orang itu.
Tetapi pedagang itu bilang, ‘tidak apa-apa, pada suatu hari kamu pasti bisa bayar.’ Setelah beberapa
tahun, sekarang dia menjadi top chef dari satu restoran besar di Sydney dan hingga sekarang dia
tetap memakai ayam dari pedagang itu.
Masih adakah teman dalam bisnis? Saya percaya ada. Di mana saudara bisa mendapat teman sejati?
Bagaimana kita harus menjadi teman? Di sini Paulus memakai kalimat, Christian relationship should
be a brotherhood relationship. Kasih kita jujur satu dengan yang lain, karena kita walaupun beda
darah, beda ras, beda marga, tetapi kita harus memiliki relasi yang baru pada waktu kita berada di
dalam Gereja dan itu merupakan relasi yang benar dan tepat yang seharusnya ada, yaitu kita satu
dengan yang lain harus menjadi kakak beradik. Walaupun saudara harus mengakui kakak adik yang
sedarahpun kadang- kadang bisa ribut. Di sini bukan kaka beradiknya tetapi apa nilai yang ada di
belakang dari relasi itu? Kalau itu adalah uang dan power, celaka. Kalau itu yang menjadi nilai di
belakang setiap relasi, maka relasi itu akhirnya tidak akan pernah melihat satu relasi pertemanan
yang indah.

Tetapi Amsal pernah berkata, kadang-kadang relasi bukan kakak beradik bisa memiliki relasi yang
jauh lebih akrab daripada hubungan darah (Ams.18:24, 27:10b) dan relasi itu kadang-kadang bisa putus
dan hancur kalau core value atau nilai inti di dalam membangun suatu relasi itu berubah porosnya.
Saya percaya ini merupakan kalimat firman Tuhan yang indah.
196

Kalau saudara membaca ini, saudara akan menemukan bagaimana Alkitab memberikan bukan saja
bicara mengenai kaitan hubungan kita dengan Tuhan tetapi bagaimana mengenai sikap kita, cara
kita, sikap kita dengan orang lain. Kelirulah kalau ada orang yang berkata, sesudah jadi Kristen kita
malah jadi kurang ajar sama orang tua. Saya rasa itu adalah kalimat prasangka yang salah dan negatif.
Membaca bagian ini saudara bisa melihat seharusnya sikap dan cara orang Kristen begitu indah dan
manis kelihatannya. Kasih harus jujur, kata Paulus. Dengan demikian mari kita menghindar dari
beberapa sikap kita mengasihi yang jelas berbahaya sekali, yaitu sikap yang munafik, sikap yang
bertindak seolah-olah kita mencintai tetapi kita memiliki motivasi yang tersembunyi di belakangnya
untuk mendapatkan sesuatu yang lebih lagi. Kasih merupakan kata yang paling sering keluar dari
mulut kita tetapi justru adalah kata yang paling sulit dan kabur untuk didefinisikan dengan baik.

Maka bagaimana kita memahami bagian ini? Apakah ini adalah kelompok kata-kata nasehat cara dari
Paulus kepada kita untuk kita supaya kita bisa hafal? Kasih – jujur, jahat – evil, cleanse – good,
brotherly – love, respect – saling mendahului, rajin – jangan kendor, layani Tuhan – segenap hati, jadi
juru damai – mulai darimu, dsb. Apakah seperti itu ataukah sebenarnya seluruh rangkaian ini diikat
oleh satu prinsip yaitu Christian love is sincere, kasih orang Kristen itu harus jujur? Kasih memang
kadang-kadang sangat abstrak. Bagaimana kita jadikan dia konkrit? Bagaimana kita jadikan kasih
orang Kristen itu betul-betul indah? Saya percaya mungkin lebih baik kita tafsirkan seperti itu. Maka
seluruh bagian ini adalah manifestasi dari kasih.
Betulkah kasih kita itu jujur? Betulkah kasih kita itu murni? Maka mari kita menguji dengan beberapa
aspek ini. Maka Paulus mulai dengan aspek ini: ujian yang pertama, orang Kristen itu harus menjadi
orang Kristen yang aktif secara emosi. Kata yang dipakai adalah “jauhilah yang jahat” padanannya
adalah kepada yang jahat ekspresikan dengan emosi yang tidak suka sama sekali. Tetapi pada waktu
bicara mengenai yang baik, kejarlah dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian kasih tidak boleh
dimengerti hanyalah sebagai suatu luapan emosi. Kasih tidak boleh dimengerti sebagai satu sensasi
tetapi harus ada arah yang sangat jelas. Kita tidak hanya boleh menghindar dari berbuat baik dan kita
tidak juga boleh hanya pasif, tidak menegur kalau orang berbuat salah. Itu masih belum menjadi
prinsip etika orang Kristen. Kita tidak hanya boleh menghindar dari berbuat baik, dalam arti
pokoknya hidupku tidak merugikan orang lain, tidak seperti itu. Paulus bilang, kepada yang baik,
kejarlah secara aktif. Kepada yang jahat, muntahkan, berani keluarkan dan berani tegur.
Itu sebab Amsal berkata teman yang sejati awalnya seolah-olah menjadi musuh karena kita tidak
suka kadang-kadang dia menegur kita, kadang-kadang dia menyatakan sesuatu yang kita tidak suka
dengar, tetapi setelah kita lama bergaul dengan dia baru kita tahu orang ini menyatakan dengan
sungguh, dengan tulus, dengan baik adanya (Ams.27:5-6) . Maka kasih itu jujur, bagaimana konkritnya?
Kata Paulus, your love should be affectionate, betul-betul diekspresikan dengan hati emosi yang
dalam, yaitu yang benar sungguh-sungguh cintai dengan baik, yang jahat sungguh-sungguh dibuang
dan jangan ada di tengah-tengahmu. Itu sikap kasih yang jujur.
Kedua, baru bicara mengenai kasih itu bersifat hormat. Kalau saudara pacaran, kadar saudara
mengerti cintanya itu adalah benar-benar cinta atau tidak, apakah dia menunjukkan kasih yang
respek kepadamu? Itu saja. Dia bisa belikan bunga mawar, bawa makan di Tetsuya, sebelum menikah
makan di Tetsuya sesudah menikah makan indomie di rumah. Love is pure in respect, show your
respect to other lebih dulu. Jadi bagaimana saya memiliki cinta yang jujur? Orang itu
mengekspresikan cintanya dengan respek. Mencintai sesuatu dengan hormat dan respek. Mencintai
197

dalam pacaran, ini adalah sifat kasih yang respek. Hargai dan cintai dia sebagai satu pribadi yang
saudara tidak ingin rugikan, tidak ingin lukai, tidak ingin permalukan di depan umum dan tidak ingin
merusak kehidupannya, itu arti cinta. Perhatikan baik-baik, kadang-kadang seorang wanita
menyatakan cintanya yang dalam kepada seorang pria lalu kemudian pria itu meninggalkan dia,
akhirnya muncul di facebook segala gossip yang mempermalukan dia, akhirnya bisa bikin gadis itu
bunuh diri. Love itu harus respect, pada waktu respek itu dinyatakan dengan saling mendahului satu
dengan yang lain.

Saya masih ingat waktu dulu melayani di Melbourne, tiap hari Minggu sehabis kebaktian kita makan
makanan kecil sambil mengobrol. Sesudah itu ada beberapa anak muda yang membersihkan remah-
remah yang jatuh di lantai, sama seperti yang kita lakukan di sini. Tetapi suatu kali, saya lihat dan
tunggu, tidak ada satu anak mudapun yang berinisiatif membersihkan, akhirnya saya yang ambil sapu
dan pengki dan mulai menyapu kotoran di lantai gereja. Waktu saya jongkok menyapu, ada anak
muda lihat lalu bilang, “Eh, pak, mari ke sini, ini ada kotoran di kaki saya, sapu sekalian juga!” Saya
ingin sekali ambil pengki itu untuk getok kepala dia. Mungkin waktu itu dia bercanda, but I think it is
inappropriate manner.
Orang Kristen tidak boleh seperti itu. Saling mendahului kalau memberi hormat. Harus belajar
menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Begitu antri makan, saya selalu ingatkan, anak
muda beri tempat dahulu kepada orang tua. Sudah pegang piring, lihat ada cewe berdiri, segera
berikan piringmu, lady first. Ini adalah sikap dan cara yang sepatutnya. Baru kemudian masuk kepada
bagaimana kasih itu dinyatakan dia pakai dengan relasi di dalam kita melayani satu dengan yang lain,
dengan kerajinan yang jangan kendor layani Tuhan. Saya percaya ayat sederhana ini merupakan satu
puisi kecil yang diberikan untuk Gereja. Ingatkan pada jaman itu belum ada kitab suci seperti kita
punya sekarang. Jemaat pulang dari berbakti harus menghafalkan sesuatu, dan yang paling gampang
adalah menghafalkan kata-kata yang rhyme (sajak). Jangan pernah kendor melayani Tuhan, kalimat ini
memberikan indikasi kepada kita, mempertahankan dengan konsisten semangat dan intensitas
karena kasih itu mengandung kualitas intensitas ini.
Maka, bagaimana kita tahu kasih itu tulus hati dan jujur? Pertama, memiliki emosi yang benar. Kepada
yang jahat betul-betul bukan saja pasif tidak melakukan tetapi betul-betul tidak suka. Yang baik,
bukan saja kita berdiam diri tetapi betul-betul berani mengerjakan yang baik. Kedua, love should be
respectful. ketiga, kasih itu memiliki sifat intens. Kita mencintai Tuhan? Ya. Tetapi apakah kita
mencintai Tuhan dengan menunjukkan intensitas cinta kita kepada-Nya? Itu sebab kalimat ini keluar
dari Paulus, rajin, jangan pernah kendor semangatmu melayani Tuhan. Ada dua jenis barang yang
akhirnya tidak kita pakai lagi, pertama, karena barang itu sudah aus, kedua, karena barang itu sudah
berkarat. Mana yang lebih baik? Barang itu tidak kita pakai lagi karena sudah aus atau karena barang
itu sudah berkarat?
Di dalam intensitas kasihmu, saudara boleh cape tetapi tidak boleh berkarat. Dalam melayani Tuhan
boleh aus tetapi tidak boleh karatan. Aus berarti kita sudah pakai dengan intens memang kita
manusia biasa kadang-kadang bisa cape berhenti sejenak, tetapi itu jauh lebih baik daripada seperti
satu barang yang tidak pernah dipakai akhirnya dibuang gara-gara karatan. Jangan biarkan hidupmu
karatan. Karatan berarti tidak pernah dipakai. Jangan biarkan lelucon ini terbukti: otak orang
Indonesia lebih mahal dijual daripada otak orang Amerika karena jarang dipakai. Jangan biarkan
198

intensitas hati kita mencintai dan mengasihi Tuhan akhirnya tidak pernah terpakai. Saya harap
saudara memperhatikan semua hal ini menjadi satu dorongan kepada kita.
Seringkali kita bilang, saya tidak punya kekuatan dan kemampuan karena itu bukan bakatku, dsb.
Apakah saya menghindar dari semua itu karena saya tidak bisa mengerjakannya ataukah karena saya
malas mengerjakannya? Tetapi bagaimana saya tahu saya tidak bisa mengerjakannya sebelum saya
mengerjakannya terlebih dahulu? Itu sebab kalimat ini bagi saya menjadi singkat, pendek tetapi
menjadi dorongan Paulus yang indah, di tengah-tengah kita satu sama lain biarlah kita menyatakan
kasih seperti ini.
Kita bersyukur, kita menghargai segala kebenaran firman Tuhan yang mendorong mengasihi kami
dan membuat semua jemaat Tuhan boleh menunjukkan kasih sebagai saudara seiman. Walaupun
kita berbeda latar belakang, berbeda marga, berbeda darah tetapi di dalam Tuhan kita adalah
saudara seiman. Kita mencintai yang tua, kita menghargai yang muda, kita menghormati yang lebih
unggul, kita mendorong mereka yang kurang, supaya kita satu persatu boleh menjadi alat yang
berguna dipakai oleh Tuhan.
Biar kita tidak menyimpan segala sesuatu yang kita tidak pernah berani melakukan, akhirnya kita
membuang segala kesempatan yang ada di dalam hidup kita. Ini panggilan Tuhan bagi kita semua.
199

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 4/7/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 35

Prinsip berelasi dengan sesama


dan musuh

Nats: Roma 12:9-21 Thema: Pengampunan - 1

9 Hendaklah kasih itu jangan pura–pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi
hormat.
11 Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala–nyala dan layanilah Tuhan.
12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
13 Bantulah dalam kekurangan orang–orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu
memberikan tumpangan!
14 Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!
15 Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!
16 Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara–
perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara–perkara yang sederhana.
Janganlah menganggap dirimu pandai!
17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
18 Sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan
semua orang!
19 Saudara–saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah
tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak–Ku. Akulah yang
akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat
demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Memang para penafsir setuju, di antara para rasul Yohaneslah rasul yang paling banyak
membicarakan mengenai kasih sehingga dia dijuluki “rasul kasih,” tetapi di dalam Roma 12 ini saudara
menemukan rasul Paulus juga membicarakan dengan panjang lebar mengenai kasih ini. Yohanes
berkata, kasih itu adalah sesuatu yang tidak kelihatan. Bagaimana kita mengatakan kita mengasihi
Allah yang tidak kelihatan? Itu hanya bisa dibuktikan dengan konkrit kalau kita mengasihi saudara-
saudara kita yang kelihatan (1 Yoh.4:20) . Kasih yang tidak kelihatan itu hanya betul-betul bisa terbukti
melalui kasih yang konkrit. Demikian juga dalam Roma 12 ini saya percaya jujur kasih itu merupakan
hal yang tidak kelihatan yang ada di dalam diri kita. Paulus bilang ekspresikan kasih itu dengan jujur.
Saya menemukan begitu banyak dimensi yang muncul dari perkataan Paulus ini. Yang pertama,
Paulus mengatakan kasih yang jujur itu terbukti dengan sikap kita yang menolak apa yang jahat dan
200

mengejar apa yang baik adanya. Yang kedua, kasih harus respek. Itu ciri dan bukti kasih yang penting.
Saling mendahuluilah di dalam memberi hormat, hargailah dan hormatilah orang yang lebih tua
daripada kita. Kita yang mencintai pasangan kita, kasih itu harus diekspresikan dengan respek. Yang
ketiga, kasih itu bersifat tersayang dan penuh kasih, betul-betul dinyatakan dengan perasaan yang
penuh dengan kerajinan. Paulus bilang, layanilah Tuhan dengan sungguh dan rajin. Kita tidak boleh
kehilangan hati yang bernyala-nyala.
Selanjutnya kita akan masuk kepada ayat 12-21 . Secara garis besar bagian ini bisa dibagi dalam dua
bagian. Ayat 9-11 Paulus bicara mengenai kasih itu diekspresikan keluar kepada saudara seiman kita,
kepada teman, kepada orang yang menjadi kawan di dalam hidup kita. Tetapi kita juga mungkin
memiliki relasi yang meskipun kita tidak ingin memiliki musuh, tetapi ada orang-orang yang menjadi
musuh Kekristenan, ada orang-orang yang mungkin juga menjadi musuh kepada hidup kita. Maka
ayat 17-21 Paulus memberikan panggilan bagaimana kita bersikap, bagaimana kita meresponi sikap

orang yang berbuat jahat kepada kita.

Ayat 12-16 ,
di situ Paulus mengatakan relasi kita kepada orang-orang Kristen yang lain, teman atau
sahabat kita, mungkin memiliki bermacam-ragam orang. Kasih harus selalu aktif dan kasih itu tidak
pernah menunggu orang berbuat baik baru kita membalas. Kasih orang Kristen harus menjadi
penggerak utama menggerakkan segala sesuatu. Paling tidak ada tiga kategori orang yang Paulus
bicarakan di sini. Yang pertama adalah orang yang miskin dan dalam kesusahan, bagaimana kita
meresponi mereka yang ada di situ. Yang kedua adalah bagaimana kita meresponi orang yang
mungkin melakukan hal yang tidak baik kepada kita. Yang ketiga adalah bagaimana kita bersikap
kepada orang yang ada di dalam kelas bawah. Ayat 16 , sebenarnya ini bicara janganlah kita menjadi
orang yang sombong dan bagaimana kita menempatkan diri terhadap orang yang low status dan
tidak menganggap diri lebih pintar daripada mereka.
Namun sebelum membahas lebih lanjut ke situ, saya sangat tertarik dengan kalimat Paulus di ayat 12,
“Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, bertekunlah dalam doa.” Kenapa
bagian itu disisipi di situ, di tengah-tengah firman Tuhan yang meminta kita melayani dan menjadi
perpanjangan tangan bagi orang lain? Nampak sekali ayat ini tidak ada kaitannya dengan orang lain
dan lebih berkaitan dengan diri sendiri. Saya pikir dalam- dalam dan saya menemukan jawaban ini:
sebelum kita bisa menolong orang yang kesusahan, sebelum kita bisa bersimpati kepada orang yang
menangis, sebelum kita bisa bergaul dengan orang yang berada di lapisan bawah, kita harus terlebih
dahulu bersikap dan berespon benar terhadap segala kesulitan yang ada di dalam hidup kita. Itu
sebab menghadapi kesulitan orang lain, belajar memiliki perspektif melihat kesulitan kita terlebih
dahulu, itu penting sekali. Maksudnya, Paulus hanya ingin mengajar kepada jemaat, tidak ada di
antara kita yang hidupnya tidak terlepas dari kesulitannya sendiri-sendiri. Tidak ada di antara kita
yang tidak punya kesulitan. Tetapi ketika kita menghadapi kesulitan sendiri jangan sampai kita
terjebak oleh kesulitan kita, jangan sampai kita terlalu fokus kepada apa yang ada di dalam diri kita
sehingga kita bilang ‘saya baru bisa tolong orang kalau saya punya persoalan beres dahulu; saya baru
bisa menjadi perpanjangan tangan membantu orang yang di dalam kekurangan kalau saya sendiri
sudah selesai dengan persoalan finansialku.’ Kalau kita memiliki sikap seperti itu, sampai kapanpun
kita tidak akan mungkin keluar menolong orang lain. Sampai kapanpun kalau kita bersikap pasif, kita
tidak akan mungkin bisa keluar dari persoalan hidup kita. Itu sebab di dalam bagian ini, ayat ini
menjadi point yang penting.
201

Paulus mengatakan: di dalam pengaharapan, sukacita; menghadapi kesesakan, sabar; di dalam doa,
bertekunlah. Ini adalah tiga pasangan yang tidak boleh ditukar-tukar. Pengharapan itu bukan
berpasangan dengan sabar tetapi dengan sukacita. Karena kalau pakai sabar di dalam pengharapan
maka membuat kita akhirnya lebih bersikap pasif. Kita punya kesesakan sendiri-sendiri, kita
mempunyai hal-hal yang belum terjadi sekarang, itu sebab kita mengharapkan sesuatu. Tetapi
bagaimana kita menjalaninya? Kata Paulus, jangan diam, jangan berhenti dan jangan hanya terlena
dengan persoalan sendiri. Berani untuk bisa melewati dan menjalani apa yang sedang engkau alami.
Pengharapan adalah sesuatu yang belum terjadi, sesuatu yang belum kita lihat. Pengharapan selalu
berada di depan. Tetapi bagaimana sikap kita menantikan dan bereaksi terhadap pengharapan.

Paulus minta kita tidak pasif, diam duduk menantikan pengharapan tetapi dia menggunakan satu
kata yang bersifat aktif, bersukacitalah. Pengharapan merupakan hal yang penting sekali. Orang
Kristen adalah orang yang hidup dengan pengharapan. Pengharapan kita ada di depan, tetapi kita
membedakan pengharapan kita dengan harapan yang tak realistis dimana berkaitan dengan
bagaimana kita menjalani pengharapan itu. Paulus minta kita jangan diam tetapi kita harus menjadi
orang yang aktif. Di dalam kesesakan, di dalam segala hal yang kita alami kita bersifat aktif. Love
should have initiative. Jalani hidup dengan penuh keberanian dan semangat. Pada waktu kita
mengalami kesesakan, bersabarlah dan tahanlah menghadapinya. Dengan sabar dan tahan, Paulus
hanya ingin mengatakan pada suatu hari hal itu pasti akan lewat. Memang kadang-kadang kita tidak
mungkin bisa menghindar dari kesulitan dan tantangan tetapi mari kita belajar bersabar.
Kadang-kadang kita tidak mengerti mengapa Tuhan memberikan ayat-ayat dengan cara seperti ini.
Tetapi pada waktu kita ingin menolong orang, belajar terlebih dahulu memiliki perspektif yang benar
di dalam hidup kita. Orang yang menolong orang lain tidak berarti dia tidak punya kesulitan. Orang
yang punya kesulitan tidak berarti dia tidak bisa menolong orang yang susah. Tetapi yang selalu tidak
bisa tolong orang lain adalah orang yang selalu lihat kesulitan sendiri, selalu merasa kasihan kepada
diri sendiri ‘kenapa saya memiliki kesusahan lebih banyak daripada orang lain.’ Firman Tuhan tidak
janji kita tidak punya kesulitan, firman Tuhan tidak janji kita tidak punya tantangan. Tetapi firman
Tuhan minta kita tidak boleh hanya melihat kesulitan sendiri. Itu sebab aktif, berharap karena belum
punya tetapi jangan hanya menunggu tetapi ekspresikan sukacita keluar. Menghadapi kesulitan,
tahan dan bersabar. Dan terakhir, selalu tekun membawanya di dalam doa kepada Tuhan. Ini semua
merupakan pasangan yang penting dan bagi saya inilah jalan keluar bagi saudara dan saya yang
sedang mengalami tantangan kesulitan.
Banyak orang menghadapi tantangan kesulitan dia tidak berdoa, dia justru lari dari Tuhan, dia
mengucilkan diri dari komunitas gereja dan dia tidak mau bergaul dengan orang lain karena berpikir
kesulitan dia terlalu banyak. Itu bukan cara yang tepat. Di tengah-tengah orang yang mengalami
kesulitan, kita bersukacita bukan karena kita tidak memiliki kesulitan tetapi kita ingin menjadi contoh
bagi mereka menghadapi segala tantangan itu kita masih memiliki pengharapan dan jalan keluar
untuk menolong mereka. Baru sesudah itu Paulus bilang, kepada orang yang berkekurangan,
bantulah. Di ayat 13 ini kata yang dipakai spesifik sekali berbicara mengenai membantu orang yang
dalam kekurangan terhadap barang-barang yang dibutuhkan. Ini memakai kata ‘fellowship’
(persahabatan) yang bukan hanya dalam konotasi kebaktian persekutuan duduk sama-sama tetapi
dalam pengertian berbagi milikmu dengan orang yang kekurangan. Paulus tidak minta kita hanya
202

bersahabat biasa tetapi betul-betul memberi dan membagi kepada orang lain. Mana yang lebih
gampang, bersukacita dengan orang yang bersukacita ataukah menangis dengan orang yang
menangis? Kita pikir lebih gampang bersukacita dengan orang yang sedang bersukacita, bukan? John
Chrysostom mengatakan dari dua hal ini lebih mudah kita menitikkan air mata dengan orang yang
kesusahan, namun tidak gampang senang orang sukses. Kalau kita bisa sedih dengan orang yang
sedih dan bersukacita melihat hidup orang lebih sukses dan lebih lancar daripada kita, itu merupakan
keagungan karakter dan juga keindahan kasih kita ingin orang itu sungguh-sungguh melambaikan
dalam hidupnya. Paulus minta sikap kita kepada orang seperti itu. Kita ikut senang dengan orang
yang sedang senang; yang susah kita ikut sedih keluarkan air mata. Belajar bantu orang yang berada
di dalam kesulitan walaupun diri kita sendiri juga punya kesulitan masing-masing. Yang menarik,
kepada orang di lapisan bawah, walaupun sekarang ini derajat perbedaan tidak begitu tinggi di dalam
gereja sekarang ini karena kita tidak lagi memiliki budak seperti jemaat di Roma , bagi saya panggilan
Paulus pada waktu itu merupakan satu panggilan yang sangat revolusioner sekali karena banyak di
antara jemaat mungkin merasa gelisah datang ke kebaktian sebagai orang bebas dan majikan lalu
ada sebagian budak juga menjadi Kristen duduk bersama berbakti. Itu adalah gap di dalam
masyarakat yang begitu tinggi.

Maka di dalam bagian ini Paulus memberikan prinsip kepada orang-orang yang rendah status
sosialnya bagaimana kita bersikap. Paulus bilang belajar duduk sama rendah dengan orang itu. Kalau
pengetahuan kita lebih daripada orang lain, belajar untuk tidak anggap diri lebih pintar daripada
mereka. Kadang-kadang ada begitu banyak bijaksana yang kita tidak mengerti keluar dari orang-
orang yang tidak punya pendidikan tinggi. Kadang-kadang kita kaget dan terperanjat ada ibu yang
tidak lulus SD bisa mendidik anak- anaknya lebih pintar daripada dokter. Kepada orang-orang yang
kita anggap kelasnya kurang secara pendidikan, status sosialnya lebih rendah dan lebih miskin,
sebagai anak Tuhan belajar untuk tidak mengganggap diri pandai di tengah mereka. Bagi saya ini
adalah bagian prinsip-prinsip firman Tuhan yang mengajar kepada kita bagaimana bersikap dan
bagaimana berprilaku terhadap saudara-saudara seiman yang ada di sekitar kita.
Selanjutnya kita akan menemukan bagian yang penting bicara mengenai bagaimana kemudian orang
Kristen bersikap terhadap mereka yang menjadi musuh atau memusuhi mereka. Ayat 17-21 mengajar
kepada kita bagaimana berespons kepada orang yang bagaimanapun terus- menerus melakukan
kejahatan, melakukan hal-hal yang tidak baik dan mungkin menimbulkan kesusahan dan kesulitan di
dalam hidup kita. Ini merupakan bagian yang sangat penting sekali, Paulus juga meminta kita
bagaimana berespons dengan benar adanya. Sampai di sini mungkin kita perlu belajar memikirkan
konsep mengenai pengampunan dengan lebih jelas. Sebelum kita belajar bagaimana meresponi
segala kesusahan dan kesulitan yang diciptakan oleh musuh kita kepada kita, mari kita lihat terlebih
dahulu konsep pengampunan Allah kepada kita. Tidak ada orang yang bisa menyangkal bahwa orang
Kristen mengampuni orang yang bersalah kepadanya berdasarkan konsep pengampunan Allah. Sama
seperti Allah Bapa sudah mengasihi kita terlebih dahulu, marilah kita mengasihi saudara-saudara kita.
Sama seperti Tuhan sudah mengampuni kita terlebih dahulu, marilah kita mengampuni orang-orang
yang bersalah kepada kita.
Kasih orang Kristen, pengampunan orang Kristen dasarnya karena kita terlebih dahulu dikasihi Allah.
Tetapi bagaimana kita mengerti konsep kasih dan pengampunan Tuhan? Bagi saya ada empat point
yang secara Alkitabiah harus kita taruh di kepala kita apa artinya kasih dan pengampunan Tuhan.
203

Pertama, pengampunan dari Tuhan itu penuh dengan kemurahan tetapi tidak boleh diartikan sebagai
hal yang murahan dan gratisan. Dalam 1 Yoh.4:10 pengampunan datang terlebih dahulu kepada kita
berarti ini adalah kasih karunia pemberian yang tidak ada syarat karena kita sudah melakukan
sesuatu terlebih dahulu kepada Tuhan, tidak ada syarat karena kita lebih baik daripada orang lain.
Kasih karunia itu berarti kita tidak layak menerimanya, itu sebab kata ini muncul ‘datang terlebih
dahulu.’ Berarti sumber pengampunan, penyebab pertama datangnya pengampunan dari Allah
kepada kita. Tetapi datangnya pengampunan yang penuh kemurahan itu tidak berarti datang dengan
gratis tetapi datang dengan harga yang mahal dibayar. Bukan kita yang bayar melainkan Tuhan yang
bayar. Allah mengasihi kita melalui memberikan Yesus Kristus sebagai pendamaian bagi dosa-dosa
kita. Maka pengampunan itu tidak boleh dianggap murah karena kita mendapatkannya dari darah
Kristus yang menebus. Berarti ada sesuatu yang Tuhan kerjakan yang tidak menganggap
mengampuni itu seperti orang yang hapus sesuatu melainkan ada penebusan di baliknya.
Kedua, pengampunan itu datang kepada seseorang karena orang itu meresponinya dengan iman dan
pertobatan sehingga menjadi keselamatan bagi dia. Pengampunan itu datang kepada kita karena kita
meresponinya dengan iman dan pertobatan, walaupun secara teologis kita percaya Allah terlebih
dahulu melahirbarukan kita, memberi hati yang baru, sehingga dengan hati yang baru barulah kita
bisa berespons dengan iman dan tobat. Tetapi iman dan tobat itu bukan dilakukan oleh Allah. Yang
melakukan iman dan tobat itu adalah manusia berdosa. Sehingga pengampunan itu bersifat
conditional, dimana orang itu meresponinya dengan iman dan pertobatan. Ketiga, pengampunan
Allah berarti Allah mengampuni dan menghapus dosa tetapi tidak berarti Ia menghapus konsekuensi
kesalahan dan dosa kita. Daud mengakui perbuatan dosanya berzinah dengan Batsyeba, Mzm.51
muncul sebagai mazmur pengakuan doa Daud. Tetapi saudara menemukan ada konsekuensi dosa
yang Tuhan tidak hapuskan yaitu anak yang lahir itu mati dan yang kedua, akibat dosa yang Daud
perbuat terhadap Uria, pertumpahan darah tidak akan lalu dari Daud dan keturunannya (2
Sam.12:10) . Kita menemukan sepanjang sejarah keturunan Daud pertumpahan darah terus terjadi.

Inilah yang kita sebut sebagai konsekuensi dosa. Konsekuensi dosa itu bukanlah hukuman Allah. Ini
yang membedakan konsep kita dengan karma. Konsekuensi dosa bukan hukuman Allah tetapi
merupakan satu pernyataan fakta bahwa dosa itu aktif dan beranak-pinak. The nature of is is alive.
Konsep karma adalah seseorang berbuat jahat nanti akan menerima balasannya. Kalau Tuhan sudah
mengampuni dosa kita, tidak ada yang namanya karma. Tuhan sudah selesaikan dosa itu dengan
tuntas. Tetapi kenapa konsekuensi dosa itu muncul? Bukan karena Tuhan tidak mampu mengampuni
dan kuasa pengampunan Tuhan terbatas. Tetapi konsekuensi dosa menunjukkan itulah fakta dosa.
Dosa itu aktif dan bisa beranak-pinak. Seseorang pergi ke pelacuran dan akhirnya menularkan HIV
kepada isterinya. Meskipun suami sudah menangis mengakui dosanya kepada Tuhan dan kepada
isterinya dan diampuni, HIV itu tidak hilang lenyap begitu saja.
Kita harus membedakan Tuhan mengampuni tindakan dosa tetapi konsekuensi dosa itu tidak dihapus
oleh Tuhan. Kalau seorang hamba Tuhan melakukan dosa perzinahan dan mengakui dosanya di
hadapan jemaatnya, mungkin jemaat mengampuni dia tetapi konsekuensi dari dosa yang dia perbuat
akhirnya membuat dia tidak bisa lagi melayani jemaat. Jangan kita anggap pengampunan itu kurang
tuntas. Kedua, selain menyatakan bahwa dosa itu aktif dan beranak-pinak, sekaligus konsekuensi
dosa juga menjadi satu peringatan dari Tuhan untuk mendidik, melatih dan mengingatkan kepada
kita betapa dahsyatnya dosa itu. Keempat, pengampunan Allah bukan saja membuang kesalahan kita
204

tetapi memulai satu hubungan yang baru di dalam rekonsiliasi dengan kita. Nanti kita akan
menemukan beberapa hal bagaimana orang Kristen meresponi hal ini. Kita tidak membalas kejahatan
dengan kejahatan, namun kita mengampuni orang tidak berarti kita boleh mengampuni orang kalau
dia tidak berespons dengan perubahan hati dan mengaku salah. Lalu bagaimana konsep
pengampunan orang Kristen itu? Apakah kita sudah mengampuni orang kalau akhirnya mungkin
rekonsiliasi itu tidak terjadi?
Kita harus mengerti tindakan pengampunan Tuhan itu ada dua langkah, yaitu menghapus dosa dan
membangun relasi dengan kita. Tuhan melakukan dua hal itu sekaligus tetapi mungkin bagi kita
manusia perlu waktu yang panjang di dalam rekonsiliasi. Biar kita terus-menerus hidup dengan hati
yang tulus dan jujur, kasih yang sungguh dan nyata, dan terbukti di dalam hidup kita. Kepada
saudara-saudara seiman yang penuh dengan kesulitan kita tidak menutup mata dan membantu
menolong mereka.
Kita sadar hidup kita juga tidak terlepas dari berbagai tantangan dan himpitan namun itu tidak
membuat kita kehilangan sukacita menanti tangan Tuhan yang baik bekerja di dalam hidup kita. Biar
kita sabar dan menahan diri terhadap segala kesulitan yang datang, biar kita terus berdoa dengan
tekun bagi diri kita dan orang lain sehingga di situ kita belajar menjadi penolong bagi orang lain.
Kiranya Tuhan memberkati kita.
205

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 11/7/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 36

Panggilan menjadi juru damai

Nats: Roma 12:17-21 Thema: Pengampunan - 2

17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
18 Sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan
semua orang!
19 Saudara–saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah
tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak–Ku. Akulah yang
akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat
demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Banyak orang berkata, bicara mengenai tema ‘pengampunan’ adalah pembicaraan yang gampang
tetapi pada waktu dilaksanakan itu merupakan kesulitan di dalam hidup kita. Tetapi saya ingin
mengatakan, membicarakan tema ‘pengampunan’ juga bukan merupakan hal yang gampang dan kita
juga harus mengakui secara jujur bahwa tindakan kita ingin mengampuni orang itu merupakan hal
yang tidak mudah terjadi di dalam hidup kita. Kadang-kadang kita salah sendiri, kadang-kadang kita
bingung sendiri, dalam hati dan dalam tutur kata kita mengatakan kita sudah mengampuni orang itu
tetapi mengapa di dalam pikiran dan perasaan kita masih merasa ada sakit dan perasaan pahit?
Apakah dengan tidak melupakan perasaan dan pengalaman pahit itu berarti saya belum
mengampuni dia? Tetapi jika kita memikirkan seperti itu, apakah ada kemungkinan bahwa memang
kita bisa menghapus memori yang ada di dalam hati kita?
Dari kecil kita akui hanya dua hal yang tidak akan kita lupakan apa yang terjadi di dalam hidup kita,
yaitu peristiwa yang sungguh-sungguh berkesan menyenangkan hati kita dan peristiwa yang
menyedihkan dan trauma yang terjadi di dalam hidup kita seringkali muncul di dalam memori kita
sedangkan peristiwa yang biasa-biasa saja di dalam memori kita tersimpan di file yang paling
belakang. Pada waktu itu terjadi kita bisa salah sendiri. Sebagai anak Tuhan kita dipanggil oleh Tuhan
menjadi orang yang mengampuni tetapi kadang-kadang kita mengingat kembali, kita rasa sakit akan
hal itu. Bagaimana kita memahami akan pengampunan? Itu sebab saya rasa ini bukan satu
pembicaraan yang gampang.
Minggu lalu saya sudah memberikan beberapa prinsip yang penting mengenai pengampunan.
Pengampunan orang Kristen adalah pengampunan yang didasarkan sebab Allah terlebih dahulu
sudah mengampuni kita. Memahami pengampunan Allah ini penting sekali. Sikap pengampunan
206

Allah, sikap Allah mengampuni itu bersifat murah hati, penuh dengan kemurahan, tetapi natur dari
pengampunan itu tidak boleh dipahami bersifat murahan. Maka sikap orang Kristen yang
mengampuni adalah sikap yang penuh dengan kemurahan menawarkan pengampunan itu kepada
orang, tetapi kita tidak boleh memahami arti pengampunan itu dengan secara murahan. Kita tidak
mungkin bisa mengatakan bahwa kesalahan itu bisa dihapus begitu saja. Itu sebab ada yang namanya
keadilan. Keadilan itu tidak berarti kita ingin membalas orang itu tetapi keadilan itu berarti kesalahan
yang terjadi harus mendapatkan keadilan yang sepatutnya. Selain itu kita juga harus memahami
bahwa pengampunan terjadi tidak berarti otomatis konsekuensi terhadap kesalahan itu akan hilang
dengan begitu saja. Apakah kita bisa memikirkan bahwa salah satu konsekuensi dari kesalahan, selain
orang itu harus menanggung kesalahan yang dilakukannya tetapi juga orang yang ditimpa kesalahan
itu juga tidak bisa melupakan, itu merupakan salah satu konsekuensi yang kita hadapi. Tetapi adanya
konsekuensi tidak berarti kita belum mengampuni orang. Semua ini saya harap boleh menjadi
sesuatu hal yang coba kita pikirkan pelan-pelan dan mendalam bagaimana kita melihat firman Tuhan
ini.
Hari ini saya ajak saudara melihat kalimat yang sangat menarik dari rasul Paulus di dalam Roma 12:18,
”...sedapat-dapatnya jikalau itu bergantung kepadamu, hiduplah di dalam perdamaian dengan semua
orang…” sedapat-dapatnya kalau itu bergantung kepadamu, marilah menjadi ‘peace-maker’ di dalam
setiap relasi yang ada di dalam hidup kita. “Sedapat- dapatnya” berarti bisa jadi tidak dapat. Di sini
Paulus sedang masuk ke dalam satu wilayah yang merupakan pilihan kita. Ada pilihan bebas, ada
keputusan yang bisa kita ambil di situ. Saya membagi ayat 18-19 ke dalam dua bagian, di ayat 18
adalah wilayah saya di dalam pengampunan dan peace-making itu, tetapi di ayat 19 Paulus menarik
aspek pengampunan itu tidak lagi berkaitan dengan saya tetapi berkaitan dengan keadilan Tuhan.
Jadi ada yang di wilayah saya dan ada yang di wilayah Tuhan. Bagaimana saya berespons terhadap
orang yang bersalah kepada saya? Bagaimana saya berespons kalau orang itu tidak pernah mengaku
kesalahan atau ofensif yang dia lakukan kepada saya?
Ini merupakan pertanyaan- pertanyaan yang penting yang pasti keluar di dalam hati kita ketika kita
berbicara mengenai pengampunan. Mengapa kita merasa sulit sekali untuk mengampuni orang?
Sebab kita selalu mengambil sikap kita adalah korban, kita adalah pihak yang dirugikan, kita berada di
dalam wilayah pasif. Itu sebab kita merasa sulit untuk mengampuni orang. Kita sudah terjebak di
dalam suatu fakta realita seperti itu, kita tidak bisa apa-apa. Saya ingin mengajak saudara
memperhatikan kalimat yang sangat menarik dari rasul Paulus ini, “sedapat-dapatnya…” artinya pada
waktu kita berada di dalam pilihan, kecenderungan hati kita untuk menyatakan kebencian atau
menyatakan damai, Paulus minta cenderungkanlah hati kita untuk menciptakan damai itu. “Sedapat-
dapatnya,” berarti memang itu berada di dalam kebebasan kita, kemungkinan untuk kita mengambil
keputusan itu, Paulus bilang sebagai orang Kristen ketika kita berespons kepada kesalahan orang
sedapat-dapatnya kita menjadi orang yang membawa damai.

Apakah setiap kesalahan atau tindakan ofensif yang terjadi di dalam hidup kita harus kita responi
dengan menegur orang itu? Bukankah di dalam Mat.18:15 Tuhan Yesus berkata, “Apabila saudaramu
berbuat salah, tegurlah dia di bawah empat mata…”? Apakah setiap kali kita merasa orang
melakukan yang salah kepada kita haruskah kita berespons dan bereaksi seperti itu? Paulus bilang,
tidak. Cobalah, sedapat-dapatnya kalau itu berada di dalam pilihanmu, ambillah pilihan peace-
making; ambillah pilihan untuk menyatakan perdamaian kepada orang. Ini satu bagian yang sangat
207

penting sekali. Alkitab bicara pada waktu kita melakukan penilaian, ada dua macam: penilaian yang
menegur kesalahan, penilaian yang membuat menjadi lebih baik. Saya percaya ini adalah panggilan
yang Tuhan minta, pada waktu kita melakukan peneguran supaya orang itu menjadi lebih baik. Kita
tidak boleh melakukan peneguran karena kita kesal, kita marah dan kita jengkel. Pada waktu kita
kesal, kita marah, kita jengkel, itu normal, sebab seseorang sudah melakukan sesuatu yang offended
kita. Tetapi bagaimana kita bereaksi dengan tepat di situ? Haruskah kita bereaksi menegurnya?
Kadang- kadang akhirnya hasil yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan. Kita bilang, ”...maksud
saya baik, saya tegur supaya dia berubah tetapi yang terjadi malah ribut.” Buat saya, kalau ada hal-
hal yang salah sedikit terutama dari pasangan kita, lebih baik tutup mata sedikit. Sebab begitu kita
tegur mungkin kita sedang memulai pertempuran. Sekarang kita masuk ke dalam aspek: apakah
setiap hal offended terjadi di dalam hidup kita, kita harus bersikap konfrontasikah?
Saya ajak kita melihat tiga ayat menjadi kebijaksanaan yang menarik sekali yang membantu ambil
keputusan kita bagaimana di dalam satu momen bersikap terhadap sesuatu yang kita rasa merugikan
kita atau terjadi kesalahan dimana orang melakukan sesuatu yang tidak baik kepada kita atau terjadi
perbantahan di tengah kita. Kita terima fakta itu salah, kita tahu itu pelanggaran tetapi masih berada
di dalam wilayah kita memutuskan bagaimana harus bersikap dan berespons. “Sedapat-dapatnya,”
berarti maksud Paulus adalah saudara bagaimana mengambil langkah meresponinya, kalau itu masih
bergantung kepada diri kita, berdamailah dengan orang yang bersalah kepada kita. Ams.17:14
”...memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air, jadi undurlah sebelum perbantahan
mulai.” To begin a quarrel is a leak in a dam. Ams.17:9 nanti menjadi bagian yang mirip dengan 1
Petr.4:8 ”...siapa menutupi pelanggaran mengejar kasih, tetapi siapa yang membangkitkan perkara

menceraikan sahabat.” Ams.19:11 “akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji
karena memaafkan pelanggaran.” Amsal tidak menolak fakta ini adalah tindakan penyerangan, itu
pelanggaran, kamu dirugikan, itu adalah hal yang salah dikerjakan kepadamu, tetapi bagaimana kita
bersikap terhadapnya? Amsal memberi akal budi: slow in anger and you will find your honour if you
overlook offence to you.
Dalam 1 Petr.4:8 Petrus mengatakan kasih menutupi banyak sekali dosa. Kasih bukan saja
dihadapkan, kasih bukan saja membuka, kasih bukan saja memberes, tetapi ada satu bagian dimana
sekali waktu kasih itu juga menutupi kesalahan. Coba kita melihat juga aspek ini. Maka Paulus
memakai kata ‘sedapat-dapatnya,’ artinya Paulus bukan mengatakan setiap kali kita harus seperti ini.
‘Sedapat-dapatnya’ tidak berarti perintah yang wajib tetapi merupakan satu panggilan bijaksana yang
perlu kita pertimbangkan. It is still your free choice, just please consider about it. Lebih baik
cenderungkan hati kita untuk menjadi peace-maker. Panggilan dari firman Tuhan ini adalah mengajar
bagaimana kita berespons akan sesuatu yang salah dilakukan kepada kita, termasuk berespons
kepada orang yang tidak pernah mengaku bersalah kepada kita, minggu depan saya akan bahas
mengenai hal itu. Haruskah kita menegur? Haruskah kita terus bereaksi? Haruskah kita melakukan
sesuatu ‘membereskan’ yang salah itu supaya lebih baik ataukah kita belajar mengambil sikap seperti
yang dikatakan Amsal ini, lebih baik tidak usah memulai perbantahan.
Sebelum mulai, ambillah sikap mundur. Apakah dengan mengambil sikap mundur berarti kita
menjadi orang Kristen yang kompromis? Apakah dengan saya menutup mata berarti saya menjadi
orang yang relatif? Bukankah yang salah harus kita tegur dan kasih tahu akan kesalahannya supaya
menjadi baik? Kebijaksanaan dari Amsal mengatakan orang yang tidak cepat marah akan
208

mendapatkan kehormatan kalau dia belajar ‘overlook’ terhadap offence itu. Paulus bilang ‘sedapat-
dapatnya,’ membuat saya memikirkan dalam-dalam akan hal ini, Paulus mengingatkan jemaat
kadang-kadang kamu berada di dalam situasi orang itu terus berbuat salah kepadamu,
mendatangkan hal-hal yang sangat menyakitkan kepadamu. Dalam 2 Tim.4:14- 15 Paulus bilang,
Aleksander tukang tembaga itu telah banyak berbuat kejahatan terhadap Paulus, Tuhan akan
membalasnya menurut perbuatannya. Paulus mengingatkan Timotius, kiranya engkau juga waspada
terhadap orang seperti ini. Paulus dalam posisi yang pasif dalam pengertian dia terus dikerjai oleh
Aleksander. Aleksander secara aktif melakukan begitu banyak kejahatan kepada Paulus, dan dalam
hal ini Paulus tidak membalasnya tetapi dia mengatakan kalimat yang bagi saya sangat indah dan
mengajarkan satu prinsip pengampunan tidak bersifat menghapus kesalahan.

Maka dia bilang, I just bring kejahatan dia kepada keadilan Tuhan. Lalu yang kedua dia minta kepada
Timotius kalau bisa menghindarlah dari orang seperti ini. Ini sikap Paulus dan panggilan Paulus
kepada kita yang tidak punya pilihan menjadi peace- making sebab orang itu secara aktif
mendatangkan ofensif dan perbantahan kepada kita. Tetapi adakalanya ofensif, hal-hal yang tidak
baik dan hal-hal yang merugikan terjadi kepada kita, di situ kita masih memiliki kemungkinan
berespons, bolehkah kita coba berpikir mengambil respons just drop it. Itulah kasih, kata Petrus,
yaitu tidak mengejar pelanggaran orang. Just overlook. Jangan mulai keributan dan perbantahan
karena itu seperti mengorek bocor di atas dam air yang suatu hari bisa jebol. Cara yang lebih baik
adalah mundur. Mundur tidak berarti kita kompromi, mundur tidak berarti kita takut. Maju juga tidak
berarti itu mendatangkan hal yang lebih baik. Ini panggilan Tuhan bagi kita untuk bagaimana sikap,
dan prilaku kita berelasi dengan orang dan kadang-kadang kita mungkin lebih bijaksana mengambil
sikap tidak mengejar pelanggaran yang mungkin terjadi kepada kita. Ada beberapa prinsip yang saya
pikir perlu kita pertimbangkan.
Pertama, sebelum kita maju konfrontir dengan orang itu, kita harus tanya baik-baik dulu apakah hal
ini penting atau tidak? Memang standarnya subyektif sekali, menurut saya mungkin itu tidak penting
tetapi bagi saudara penting. Tetapi ini bijaksana yang perlu kita pertimbangkan. Sikap Paulus waktu
bicara mengenai perbedaan persepsi secara teologis atau dalam hal-hal yang ‘disputable’ dalam Roma
14:1 bilang, “Accept each other’s perspectives on disputable matters.” Artinya ada orang yang

mungkin memiliki pendapat yang berbeda namun itu tidak penting sebab itu adalah ‘disputable
matters,’ tidak terlalu penting diperdebatkan. Ada orang yang mau makan daging, ada yang tidak
mau makan daging, ada yang begini-begitu, hal-hal itu tidak terlalu penting. Sikapnya kamu berbeda,
it is OK, kata Paulus.
Pada waktu mungkin kita merasa terganggu atau ada orang menyerang kepada kita, sebelum kita
maju, mungkin lebih baik kita menaruh prinsip ini: apakah ini memang hal yang sangat penting
ataukah tidak terlalu penting? Lagi antri, tahu-tahu ada orang nyelip, perlukah kita ribut dengan dia?
Itu sering terjadi di dalam hidup kita, bukan? Kita pikir, lho ini kan hak saya, saya sudah antri lama
kok dia main nyelip saya? Bijaksana Amsal, belajar untuk mundur dan jangan memulai satu
perbantahan. Dalam hal ini, pertimbangkanlah ini penting atau tidak penting. Kalau tidak penting, ya
sudahlah, sedikit sabar.
Kedua, sebelum kita berkonfrontasi dengan orang itu kita mesti lihat orang itu melakukan offended
kepada kita itu karena pola, kebiasaan, perhatian dari dia ataukah out of character? Ini mesti
dipertimbangkan. Di atas mimbar saya juga tidak boleh terlalu cepat menegur orang yang datang
209

terlambat. Telat kan bisa jadi karena parkir susah dapat, telat kan bisa jadi karena anak lagi sakit, dsb.
Tetapi saudara juga harus koreksi diri kalau dalam 52 minggu telat melulu kan menjadi habit, bukan?
Rasul Yakobus mengatakan, ”...sebab kita semua bersalah dalam banyak hal…” (Yak.3:2a) . We
stumbled in many ways, berarti bukan sesuatu yang kebiasaan. Kalimat Yakobus ini penting sekali.
Maksud Yakobus adalah kita semua kadang-kadang tersandung, tidak ada orang yang jalan
tersandung melulu, bukan? Tersandung itu adalah out of character. Dan dengan banyak cara,
kadang-kadang kita slip sedikit, kita salah ngomong, tidak punya niat menyakiti orang, bikin hati
orang terluka. Jangan langsung konfrontir, jangan langsung ribut, jangan simpan di hati akhirnya
tidak datang kebaktian. You have a choice to overlook. You have a choice to step back. Waktu kita
step back, waktu kita tidak mau ribut, justru di situlah kehormatan kita. Di Newcastle minggu
kemarin, gara-gara tetangga pasang musik terlalu keras akhirnya ribut berakhir dengan penembakan.
Bukankah hal seperti ini mendatangkan hasil yang menyedihkan? Namun hal-hal seperti ini akan
terus terjadi di dalam hidup kita. Sebagai orang Kristen ini merupakan bijaksana yang baik untuk kita
pegang, sebelum berespons kepada kesalahan ofensif dan hal-hal yang tidak baik, sedapat-dapatnya
jadi orang yang berdamai dulu.
Ketiga, walaupun kita tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya mungkin kita perlu sedikit sabar.
Ada orang yang menyalib mobilmu, mungkin isterinya sudah hampir mau melahirkan sehingga harus
cepat-cepat. Kita harus selalu bertanya apa gerangan yang terjadi di dalam hidup orang sehingga dia
marah kepadamu di kantor karena mungkin di rumah habis dimarahi isterinya. Dia bereaksi jengkel
kepadamu mungkin karena dia lagi sentitif menghadapi tekanan dan masalah yang berat. Sebelum
kita bereaksi dan marah, kita mungkin lebih baik tanya apa yang terjadi dengan kehidupan dia.
Kadang-kadang mungkin kita rasa orang itu sudah ngomong kasar dan tidak baik kepada kita namun
kita tidak mempersoalkan omongan dia dan sebaliknya menawarkan apa yang bisa kita bantu untuk
dia, baru mungkin dia bisa cerita apa yang terjadi dalam hidup dia.
Keempat, sebelum berkonfrontasi dengan orang itu kita perlu minta nasehat dari orang lain tanpa
bertujuan menjelek-jelekkan dia tetapi untuk menimbang pertimbangan sehingga kita tidak mudah
untuk marah dan berespons bereaksi terhadap unpleasant things yang terjadi kepada kita.
Kelima, kita mesti tanya juga baik-baik, yang saya pikir benar apakah benar-benar saya yang benar?
Itu merupakan hal yang penting sebab Tuhan Yesus memberikan prinsip sebelum kita menuding
orang lain coba kita terlebih dulu koreksi diri sendiri. Mungkin kita justru marah dan bereaksi kepada
orang itu bukan karena dia ofensif kepada kita tetapi karena kita tersinggung dan sombong, kita yang
terlalu sensitif terhadap persoalan yang terjadi.
Keenam, kalau orang itu salah, overlook dan drop dan mundur merupakan sikap yang baik karena kita
tidak memulai pertengkaran. Kalau sudah ‘just drop it,’ tidak usah lagi cerita kepada orang lain. Itu
akan memulai siklus yang baru dalam perbantahan. Just drop it, selesai, jangan dianggap merupakan
sesuatu yang besar adanya. Ini adalah bagian dari mengambil keputusan, bagian dari bijaksana,
bagian dari Paulus mengatakan ‘waktu hal itu masih berada di dalam keputusan yang bisa engkau
ambil, sedapat- dapatnya…’ Itu berarti berpulang kepada sikap dan pilihan kita. Tetapi jadi orang
Kristen, kalau kamu harus pilih ribut atau tidak ribut dengan orang, pilihlah untuk peace-making. Dan
pada waktu kita menanggung kesalahan orang lain, menutupi kesalahan orang lain, itu adalah bukti
kasih kita, itu adalah bukti satu kehormatan satu kali kelak bagi hidup kita. Di dalam relasi dengan
orang-orang di sekitar kita, kita menghadapi berbagai tantangan kesulitan, sebagai anak-anak Tuhan
210

biar firman Tuhan selalu menjadi pedoman dan patokan yang memimpin dan mengarahkan hidup
kita. Kita bersyukur karena firman Tuhan memanggil kita menjadi juru damai dalam setiap relasi yang
ada. Orang mungkin terus ingin melakukan pertengkaran dengan kita, dan kadang-kadang kita tidak
bisa memulihkan satu relasi dengan rekonsiliasi, namun pada waktu itu berada di dalam
kemungkinan dan pilihan hidup kita, biar hati kita selalu menjadi orang yang memulai perdamaian.
Kita tidak memulai perbantahan, kita belajar dengan besar hati menanggung ketidak-baikan terjadi di
dalam hidup kita. Biar kita makin hari menjadi orang Kristen yang makin berbijaksana di dalam hidup
kita.
211

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 25/7/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 37

Sikap terhadap musuh

Nats: Roma 12:17-21 Thema: Pengampunan - 3

17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
18 Sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan
semua orang!
19 Saudara–saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah
tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak–Ku. Akulah yang
akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat
demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Ini adalah seri ketiga khotbah saya bicara mengenai pengampunan. Dengan membahas tema ini
secara panjang lebar membuktikan kepada kita bahwa bicara mengenai pengampunan mungkin
gampang terdengar di telinga kita tetapi begitu sulit terjadi di dalam hidup kita hari lepas hari.
Sejujurnya, membicarakan tema ini bagi saya merupakan sesuatu hal yang serius. Kenapa? Karena
kita harus mengakui betapa sering kita terjebak tidak gampang untuk bisa mengampuni orang yang
bersalah kepada kita. Ini merupakan fakta realita yang harus kita akui. Kita bergumul dan terus
berjalan di dalam persoalan ini. Pergumulan kita seringkali berada di dalam dua kutub yang kita
hadapi, di satu pihak kita sadar kita adalah orang yang sudah diampuni oleh Tuhan dan Alkitab
mengingatkan kita untuk waspada, orang yang tidak memiliki hati yang penuh dengan pengampunan
berarti kita mungkin juga tidak diampuni oleh Tuhan (band. Mat.18:35) .
Yesus memberikan begitu banyak perumpamaan mengenai hal ini, bukan? Bahkan “Doa Bapa Kami”
mengingatkan kepada kita supaya kita mengampuni orang, sama seperti Tuhan sudah mengampuni
kita. Itu menjadi ketakutan hati kita, karena sebagai anak-anak Tuhan kita belajar merefleksikan kasih
Tuhan supaya kita juga rela mengampuni orang lain. Tetapi di pihak lain kita juga sadar dan tahu
dalamnya hati kita terluka oleh tindakan perbuatan kesalahan orang lain, dan luka itu perlu waktu
yang panjang dan kadang-kadang mungkin waktu hidup kita yang 70 tahun tidak cukup untuk
menyembuhkan luka yang ada di dalam hati kita. Itu sebab kita berada di dalam dua kutub seperti
ini. Kita salah karena kita tidak bisa lepas dari persoalan seperti ini. ‘Tuhan, kalau saya masih
mengingat kesalahan orang kepada saya, apakah saya sudah sungguh mengampuni orang itu?’ Itu
sebab banyak sekali pertanyaan yang mungkin muncul di dalam hati kita. Kalau saya tidak bisa lagi
memiliki hubungan yang baik dengan dia meskipun saya sudah mengampuni dia, tidak mungkin lagi
merestorasi hubungan seperti semula, apakah saya sungguh-sungguh mengampuni orang itu?
212

Mungkin pengampunan gampang dibicarakan tetapi tidak gampang terjadi di dalam realita hidup
kita, khususnya kalau relasi itu adalah relasi yang paling intim dan paling dekat pada awalnya dan
akhirnya menjadi retak dan mungkin tidak akan bisa pulih kembali. Bagaimana di dalam relasi suami
isteri yang kemudian karena kesulitan terjadi perceraian, apakah mungkin terjadi pemulihan lagi?
Teman yang akrab, mantan pacar, dsb karena pertengkaran akhirnya putus hubungan, ketika
bertemu lagi dengannya mungkin masih gampang kalau hanya bicara “hi” dengannya dan dia masih
bujang. Tetapi tidak gampang kalau dia sudah menggandeng orang lain, bukan? Hati kita jadi
membara dan luka itu berdarah lagi.
Kalau tidak mungkin terjadi restorasi kembali, apakah berarti saya belum tuntas mengampuni? Kita
kadang-kadang salah karena kita masih menyimpan kemarahan dan mendengar soal pengampunan,
kita sebagai orang Kristen yang sudah diperlakukan dengan tidak adil, tetapi kenapa kita yang
dituntut harus melakukan sesuatu? Kenapa kita yang harus mengampuni? Kenapa indakan itu harus
dimulai dari saya? Kenapa tidak menuntut orang yang sudah berlaku salah itu untuk juga melakukan
sesuatu kepada saya? Itu sebab, jujur kita sulit untuk mengampuni karena berkaitan dengan dua hal:
pertama, kita sulit untuk mengampuni kalau kita tahu intensitas dari kesalahan orang itu memang
begitu berat dalam hidup kita. Gampang untuk mengampuni orang yang mungkin menginjak kaki
kita, tetapi tidak gampang untuk mengampuni orang yang memperkosa anak kita. Gampang untuk
mengampuni orang yang mungkin bersalah satu tahun sekali, tetapi tidak gampang untuk
mengampuni orang yang setiap saat melakukan kesalahan kepada kita. Intensitas dan frekuensi
kesalahan orang itu menjadi dua faktor yang membuat kita begitu sulit mengampuni.
Tetapi sebaliknya dengan menyadari realita hati kita seperti ini saya justru mau balik satu hal supaya
di situ saudara baru bisa mengerti dengan sungguh betapa serius dan betapa dalamnya cinta kasih
pengampunan Tuhan kepada kita. Kalau ditinjau dari hati kita, hanya berdasarkan kekuatan
manusiawi kita mengerti pengampunan baru kita sadar hal itu tidak mudah untuk kita kerjakan dan
kita lakukan. Tetapi dengan kesadaran betapa beratnya untuk mengampuni, saya ingin mengajak
saudara melihat bukan dari sisi aspek sifat pengampunan itu saja tetapi saya mengajak saudara
melihat kenapa kita tidak bisa mengampuni, sebab kita tahu perbuatan kesalahan itu betapa berat
dan betapa menyakitkan Itu sebab mengerti pengampunan Tuhan akan menjadi begitu besar, begitu
serius, begitu respek, begitu kita hargai pengampunan Tuhan pada waktu kita sadar betapa seriusnya
kesalahan dan dosa kita di hadapan Tuhan. Kita tidak gampang mengampuni orang, kenapa? Karena
kita merasa saya mau mengampuni tetapi bagaimana kalau orang yang menyakiti saya itu tidak
memperlihatkan sedikitpun penyesalannya?
Manusia berdosa bukan saja dia bersalah kepada Tuhan tetapi sekaligus diapun tidak mau mengakui
dosanya dan tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Di situ baru
saudara tahu dan mengerti betapa Tuhan tetap menawarkan kasih dan menawarkan pengampunan
kepada orang-orang berdosa seperti itu. Dengan demikian barulah kita mencintai dan menghargai
nilai konsep pengampunan Kristus di atas kayu salib. Bagaimana kita bersikap, hari ini saya bicara
mengenai pengampunan berdasarkan bagian ayat 17-21 , ini adalah bagian Paulus bicara bagaimana
kalau kita berelasi dengan musuh di dalam pengertian orang yang sudah melakukan kesalahan, orang
yang berbuat jahat kepada kita, orang yang melakukan tindakan yang mungkin merugikan dan
mencelakakan kita, tetapi tidak menunjukkan keinginan untuk mengaku bersalah, tidak menyatakan
ciri-ciri hati bersalah dan tidak mengakui kesalahan secara gentleman kepada engkau dan saya.
213

Bagaimana kita berespons dan bersikap akan hal ini? Tiga minggu lalu saya bahas pengampunan
Tuhan harus kita mengerti secara serius dengan keadilan, yaitu pengampunan Tuhan itu bersifat
conditional dan bersyarat yaitu tergantung apakah orang itu menyatakan satu respons yang penting
yaitu bertobat dan berbalik sehingga pengampunan Tuhan terjadi baginya. Konsep ini penting sebab
beberapa waktu yang lalu setelah terjadi peristiwa penembakan massal di Virginia Tech, beberapa
orang Kristen mengadakan memorial service untuk penembaknya dan mengatakan “Biarlah kamu
juga rest in peace. We forgive you no matter what you do. Engkau juga layak diperlakukan sama
seperti korban penembakanmu…” Itu menjadi satu kontroversi di dalam diskusi pengampunan orang
Kristen. Apakah itulah terlalu jauh? Itu sebab bagaimana kalau dia berbuat salah, melakukan
kesalahan tetapi tidak meminta ampun, tidak mengaku salah, bagaimana respons kita? Saya percaya
respons kita adalah marah dan sakit hati dan mengatakan ‘saya pasti tidak akan mau mengampuni
orang seperti itu.’ Saya percaya kita harus tetap menawarkan pengampunan kepada dia tetapi kita
tidak memberikan pengampunan kepada dia dan pengampunan itu tidak teraplikasi kepada dia
sebelum dia mengaku salah dan bertobat. Tetapi di dalam kondisi sebelum dia mengaku, di dalam
keadaan dia tidak mau bertobat, engkau dan saya bagaimana berespons kepadanya?
Itu sebab bagi saya bagian firman Tuhan ini Paulus paling tidak memberikan tiga point yang penting
dan tiga point ini bukan hal yang gampang. Point yang pertama, respons kita kepada orang yang
melakukan hal yang tidak baik, orang yang merugikan hidup kita, sebagai anak Tuhan yang sudah
ditebus oleh Tuhan Paulus bilang jangan balas kembali kejahatan yang dia buat kepadamu. Itu
respons yang pertama. Tidak membalas dendam. Jangan balas kembali apa yang sudah dibuat orang
itu kepadamu. Orang mungkin bilang, “Oh, saya tidak membalas, saya hanya menuntut keadilan.” Itu
sebab tidak gampang untuk melakukan firman Tuhan ini.

Ada sebuah website yang didedikasikan untuk wanita yang diperlakukan tidak adil oleh pria. Website
ini mengajar wanita bagaimana membalas dendam kepada pria. Website ini mengatakan balsa
dendam baik karena pertama, balas dendam adil dan simple. Dia lakukan begini, kita balik kembali.
Adil dan simple. Kedua, balas dendam itu sehat. Karena dia seperti nanah, disimpan terus tidak sehat,
meskti dikorek dan dikeluarkan. Kalau kemarahan itu engkau simpan-simpan, akhirnya kamu sendiri
yang sakit jantung, high kolesterol dan tekanan darah tinggi, itu sebab balas dendam sehat. Ketiga,
balas dendam itu adalah self teraphy yang paling murah. Kamu sudah marah dan benci sama orang
akhirnya jadi depresi. Pergi ke psikolog harus bayar mahal. Maka lebih baik balas dendam karena
balas dendam murah sekali.

Bagi manusia balas dendam mungkin adalah siklus yang alami. Balas dendam merupakan defence
mechanism kita terhadap orang yang ingin melakukan hal yang salah kepada kita. Orang mau pukul
kita dengan sendirinya kita bereaksi menghindar lalu kemudian tangan keluar mau pukul orang itu.
Itu sebab Paulus bilang jangan balas kembali kejahatan dengan kejahatan, mungkinkah ini bisa kita
kerjakan dan terapkan di dalam hidup kita? Tidak gampang dan tidak mudah, bukan? Kalau kesalahan
itu hanya kecil dan sepele, mungkin kita bisa tidak balas. Tetapi tidak gampang bagi kita untuk tidak
menuntut balas kalau itu merupakan kesalahan yang berat, apalagi berkaitan dengan komplikasi
emosional yang tidak mudah. Dalam novel “A Time to Kill” John Grisham menceritakan bagaimana
seorang ayah kulit hitam menemukan anak gadisnya yang masih kecil diperkosa dan disiksa hampir
mati oleh dua orang pemuda kulit putih. Di belakang ruang pengadilan dia menanti kedua pemuda
itu dan menembak mereka sampai mati. Keseluruhan riwayat dari novel ini adalah memperdebatkan
214

apakah ayah ini harus ditetapkan sebagai pembunuh atau harus membebaskan dia karena dia
menuntut keadilan? Apabila realita seperti itu terjadi di dalam hidup kita saya percaya keadilan
dengan balas dendam kemungkinan, bukan? Bagaimana kita berespons kepada orang yang sudah
berulangkali melakukan kejahatan dan bukan saja tidak mau mengakui perbuatannya, tidak mau
minta maaf kepadamu, bagaimana kita berespons sebagai orang Kristen? Paulus bilang, jangan balas
kembali kejahatan yang sudah dilakukan kepada engkau dan saya. Ini menuntut bijaksana rohani
yang tinggi dan dalam. Tetapi dengan demikian kita belajar bergumul bagaimana merefleksikan kasih
Kristus di dalam hati kita. Kenapa kita tidak boleh menuntut balasan? Sebab saya percaya balasan
bukanlah solusi yang bisa menyelesaikan persoalan.
Cornelius Platinga di dalam bukunya mengatakan sesungguhnya yang lebih berbahaya di dalam dosa
bukanlah pelaku dosa melainkan korban dosa. Orang yang melakukan dosa bukan karena dia
memang pelaku dosa tetapi orang yang selalu menempatkan diri ‘aku adalah korban.’ Maka kalau
kita berada di dalam posisi merasa diri adalah korban maka kita akan balas dendam untuk menuntut
balas. Jangan lupa, orang yang menerima pembalasanmu akan kemudian menaruh posisi sekarang
dirinya adalah korban. Itu sebab tidak heran siklus balasan tidak akan berhenti dan akan berulang
terus. Itu sebab kenapa balas dendam tidak bisa menjadi opsi yang membawa solusi.

Kenapa kita ingin terus menyimpan kesalahan orang dan ingin melakukan balasan? Ini adalah hal
yang tidak gampang dan tidak mudah kita pahami. Jangan membalas, kata Paulus. Saya percaya ini
adalah respons yang Tuhan minta. Kita adalah manusia yang terbatas, kita harus mengaku dengan
jujur kita adalah manusia yang berdosa. Kita berkata impas tetapi kita tidak sadar orang itu bisa
menjadi korban dan kita akhirnya menciptakan siklus tindakan balas dendam yang tidak ada habis-
habisnya. Kedua, pada waktu kita bilang impas, belum tentu itu impas karena bisa jadi kita
melakukan lebih daripada yang dia lakukan. Ketiga, pada waktu kita bilang impas, kita lupa itu adalah
hak Tuhan, jangan sampai kita menjadi Tuhan di situ. Ini point yang penting.
Ayat 21 apa yang kita lakukan kepada orang yang jahat kepada kita? Bukan saja kita tidak
membalasnya tetapi kita dipanggil untuk berbuat baik kepadanya. Ini adalah panggilan yang tidak
gampang, bukan? Secara pro-active lakukan sesuatu yang baik kepada orang yang sudah bersalah
kepada kita. Saya tidak melakukan apa-apa itu sudah cukup baik lho. Tidak cukup, kata firman Tuhan.
Orang yang tidak baik, yang hatinya mungkin jahat kepadamu, selain tidak membalasnya,
tunjukkanlah kebaikan kepada dia. Kenapa? Paulus bilang, ini point yang penting, karena dengan
berbuat demikian kamu tumpuk hari demi hari bara api di atas kepalanya. Ini adalah satu tradisi
untuk menyatakan orang itu malu. Puji Tuhan, dengan berbuat baik kepadanya akhirnya hatinya
tersentuh dan dia percaya Tuhan. Tetapi mungkin semakin kamu berbuat baik, dia semakin menjadi-
jadi, itu mungkin. Tetapi saya percaya bagaimanapun jahatnya dia, kalau dia betul-betul manusia,
kamu terus berbuat baik kepadanya, hatinya pada suatu hari pasti akan malu. Balas terus balas, akan
menjadi siklus yang tidak ada habis- habisnya. Dia bikin jahat, kita balas baik, mungkin dia rasa dia
benar maka dia bikin jahat lagi. Tetapi dua tiga kali kita terus baik kepadanya, hatinya malu. ‘Saya
seharusnya tidak melakukan itu kepada dia karena dia terlalu baik sama saya.’ Kepada orang yang
seperti itu, Paulus bilang, lakukanlah yang baik karena satu kali kelak kita bisa mempermalukan orang
itu. Kalau pengampunan itu berkaitan dengan hubungan horisontal, kita akan sampai kepada satu
titik dimana kita akan bertanya seperti Petrus, “Tuhan, berapa kalikah aku harus mengampuni orang
yang bersalah kepadaku? Tujuh kalikah?” Tawaran Petrus sudah lebih baik karena menurut tradisi
215

orang Yahudi tiga kali mengampuni orang yang bersalah itu sudah cukup. Tetapi Tuhan Yesus bilang,
“Tidak. Tujuh puluh kali tujuh…” Artinya, tidak terbatas. Kenapa kita bisa mengeluarkan kata itu kalau
kita memang mengkaitkan pengampunan kita bersifat horisontal kita akan sampai kepada hal itu
karena kita terbatas. Ada limitasinya. Tidak mungkin saya bisa terus-menerus mengampuni dia. Maka
sampai di sini kita harus menarik satu faktor vertikal di dalam pengampunan kita dan Paulus
memasukkan unsur ke tiga ini. Di sini dia mengatakan kamu bukan mengampuni dia tetapi kamu
tidak balas kepada dia. Kamu hanya menawarkan pengampunan. Kalau dia tidak berespons dengan
pertobatan, dia tidak berespons dengan mengaku salah, jangan pikir dia bisa lepas dari dosa dan
kesalahannya. Maka point ke tiga muncul: kasih ruang kepada keadilan Tuhan.
Saya percaya ini point yang paling penting yang membuat hati kita tidak akan terganggu sekalipun
orang itu tidak akan pernah menyatakan maaf kepada kita, tetapi kita tidak simpan itu menjadi
kemarahan yang memuncak di dalam hati kita pada waktu kita tahu hal-hal seperti ini dilihat oleh
Tuhan dan Tuhan tidak pernah melupakannya. Dalam 2 Tim.4:14 Paulus menyebut seorang bernama
Aleksander yang terus berbuat jahat kepada Paulus, Paulus bilang Tuhan akan membalas dia
menurut perbuatannya. Itu sikap dia kepada diri sendiri, lalu kemudian dia memberikan satu nasehat
praktis kepada Timotius, waspada terhadap orang itu. Kalau bisa menjaga jarak, hati-hati terhadap
kemungkinan muslihat yang dia lakukan kepadamu. Tetapi aku, aku tidak menuntut balas. Paulus
tidak bilang dia terus ampuni perbuatan-perbuatan Aleksander sebab dia terus berbuat jahat, tetapi
hati Paulus tetap lega sekalipun diperlakukan dengan tidak adil dan orang itu terus jahat kepadanya,
dia bilang Tuhan yang membalasnya. Bagi saya ini merupakan respons yang penting yang membuat
hati kita menjadi indah dan lega.
Bukan karena kalau tidak mengampuni kamu nanti akan susah sendiri, karena memang orang itu
belum mengaku bersalah. Tetapi belum mengaku salah lalu terus kita simpan kesalahannya, itu juga
tidak. Saudara lihat bedanya? Orang bersalah, supaya kamu tidak sakit hati, buang cepat-cepat
supaya hatimu lega. Lho, bagaimana bisa, dia belum minta maaf. Tetapi dia belum minta maaf tidak
berarti kamu marah terus kepada dia. Ini dua hal yang penting dan ini prinsip penting. Paulus bilang,
serahkan itu kepada keadilan Tuhan. Saya akan menambahkan satu point tentang pengampunan
yang tidak disebutkan di dalam Roma 12 ini yaitu melihat pengampunan dari kacamata pemeliharaan
Tuhan. Bagaimana Yusuf bisa mengeluarkan satu kalimat yang agung, “Engkau mereka-rekakan yang
jahat, tetapi Tuhan merubahnya menjadi kebaikan.” Saya akan khotbahkan minggu depan
“Pengampunan dan Pemeliharaan Allah.” Kita bersyukur di dalam pergumulan kita menjadi serupa
dengan Tuhan, kita ingin belajar menjadi terang dan saksi Tuhan. Tuhan memberi kita kekuatan,
memberi kita keberanian, memberi kita hidup yang terus bertumbuh tidak menyimpan kesalahan
orang lain dan tidak berani untuk melakukan kesalahan kepada orang lain sekalipun orang itu
melakukan kesalahan yang begitu berat kepada kita, sebab kita tahu ada penghakiman Tuhan kepada
mereka dan ada penghakiman Tuhan kepada kita yang melakukan pembalasan kepada orang lain. Di
situ hati kita menjadi gentar dan takut, sebab kita tidak adil. Hanya Tuhan yang adil. Biar kita
berserah kepada Tuhan dan bersyukur untuk pengampunan-Nya.
216

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 1/8/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 38

Pengampunan dan pemeliharaan Allah

Nats: Roma 12:17-21; Mzm.73; Kej.50:20

Roma 12
17 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
18 Sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan
semua orang!
19 Saudara–saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah
tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak–Ku. Akulah yang
akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat
demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
21 Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Mazmur 73
1 Mazmur Asaf. Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang
bersih hatinya.
2 Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir.
3 Sebab aku cemburu kepada pembual–pembual, kalau aku melihat kemujuran orang–orang
fasik.
4 Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka;
5 mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain.
6 Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian kekerasan.
7 Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka meluap–luap dengan sangkaan.
8 Mereka menyindir dan mengata–ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka
dengan tinggi hati.
9 Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi.
10 Sebab itu orang–orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka seperti air yang
berlimpah–limpah.
11 Dan mereka berkata: “Bagaimana Allah tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang
Mahatinggi?”
12 Sesungguhnya, itulah orang–orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang
selamanya!
13 Sia–sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak
bersalah.
14 Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi.
217

15 Seandainya aku berkata: “Aku mau berkata–kata seperti itu,” maka sesungguhnya aku telah
berkhianat kepada angkatan anak–anakmu.
16 Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku,
17 sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka.
18 Sesungguhnya di tempat–tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.
19 Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!
20 Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan, pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang
hina.
21 Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk–nusuk rasanya,
22 aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat–Mu.
23 Tetapi aku tetap di dekat–Mu; Engkau memegang tangan kananku.
24 Dengan nasihat–Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam
kemuliaan.
25 Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di
bumi.
26 Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah
selama–lamanya.
27 Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada–Mu akan binasa; Kaubinasakan semua orang,
yang berzinah dengan meninggalkan Engkau.
28 Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah; aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan
ALLAH, supaya dapat menceritakan segala pekerjaan–Nya.

Kejadian 50
20 Memang kamu telah mereka–rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka–
rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni
memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

Roma 12:17-21 merupakan ayat-ayat penting dari Paulus bicara mengenai respons orang Kristen
mengenai pengampunan dan bagaimana kita menghadapi segala ketidak-baikan dari orang kepada
kita. Bagaimana saya berespons dengan tindakan orang yang sudah bersalah kepada saya namun
tidak pernah mau mengakui kesalahan itu, bahkan tidak pernah keluar kata maaf dari mulutnya dan
kelakuannya tidak menunjukkan dia itu merasa bersalah terhadap kita? Itu merupakan fakta realita
yang kadang-kadang kita alami dalam hidup kita dan respons yang umumnya terjadi adalah kita akan
segera membalas kembali kepada orang itu karena itu akan membuat hati kita menjadi lega dan
senang. Namun melalui Roma 12 ini Paulus memberikan paling tidak tiga prinsip yang penting.
Pertama, jangan membalas kembali. Dengan kalimat itu firman Tuhan tidak berkata bahwa tindakan
kesalahan orang memukul kita itu boleh kita hapus. Renspons yang kedua adalah berusaha justru
melakukan yang baik kepadanya. Tujuannya, satu kali kelak kalau kita terus baik kepadanya, dia akan
menjadi malu. Itu arti dari kata ‘menumpukkan bara api di atas kepalanya.’ Dalam tradisi kebudayaan
Yunani kalau seseorang mau menyatakan perasaan malu dan menghina diri, dia akan menaruh bara
api di atas kepalanya. Yang ketiga, Paulus tidak mengatakan tindakan jahat orang itu tidak memiliki
konsekuensi tanggung jawab. Saya memakai ilustrasi tangan yang memukul kita itu kita dorong ke
atas, hubungannya sekarang dengan Tuhan sendiri. Jangan membalasnya, tetapi serahkan kepada
keadilan Tuhan, biar Tuhan yang membalas dengan keadilan-Nya. Pada waktu kita membalas sebagai
manusia berdosa kita harus mengakui kadang-kadang balasan itu tidak pernah adil. Sekarang saya
ingin masuk kepada point ke empat yang tidak ada di dalam Roma 12 ini, tetapi saya rasa perlu
218

bagaimana respons orang Kristen terhadap kesalahan dan ketidak-baikan yang terjadi kepada dia.
Dalam Roma 8:28 Paulus berkata bahwa Tuhan bekerja di dalam segala sesuatu mendatangkan
kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya yang telah
berbuat jahat kepada dia, “Engkau mereka-rekakan hal yang jahat kepadaku, engkau tidak baik
kepadaku, engkau melakukan ketidakadilan kepadaku, tetapi Allah merubahnya menjadi kebaikan”
(Kej.50:20) . Jadi kita lihat bagaimana pemeliharaan Tuhan, takdir Tuhan di dalam semua itu.

Bapa Gereja St. Augustinus berkata, pemeliharaan Allah itu sebagai tanah yang gembur untuk bisa
mempertumbuhkan hidup yang penuh dengan kebajikan. Kita percaya Allah memelihara kita, bahkan
melalui hal-hal yang pahit terjadi di dalam hidup kita. Biar kita menaklukkan diri kepada Tuhan,kita
berserah kepada-Nya. Saya berserah kepada Tuhan sebab saya tahu Tuhan bisa menjadikan yang
tidak baik menjadi baik di dalam rencana-Nya yang sekalipun mungkin waktu peristiwa itu terjadi
pahit dan sakit di dalam hati kita, kita berada di dalam situasi bertanya-tanya, kadang-kadang kita
marah, kadang-kadang kita kesal, kadang-kadang kita kecewa, kadang-kadang kita merasa tidak bisa
menerima. Tetapi takdir Allah itu akan selalu kita responi dengan kita melihat ke belakang. Pada
waktu kita melihat ke belakang barulah kita bisa bersyukur melihat dengan indah.
Apakah hati kita tidak sakit dan sedih? Saudara coba lihat pergumulan Yusuf pada waktu dia bertemu
dengan saudara-saudaranya. Betapa waktu itu dia menangis tersedu-sedu, jelas itu adalah
kompleksitas perasaan hatinya. Ada marah, ada perasaan dendam, ada perasaan kangen, ada
perasaan benci tercampur rindu, itu semua tercampur aduk. He must composed himself, he must
control his bitterness, he must conquer what happened in his life. Sesudah selesai air mata keluar
barulah dia bisa menyatakan dirinya kepada saudara-saudaranya. Melihat sekarang saudara-
saudaranya begitu kompang-kamping seperti pengemis, dia menjadi iba sementara dia berpakaian
jubah emas. Mau marah dan mau membalas, hati juga tidak tega. Tetapi bukan perasaan hati yang
akhirnya menjadi solusi, melainkan ucapan yang keluar dari mulut Yusuf dalam Kej.50:20 yang
menjadi fokus iman yang memimpin dia, karena dia percaya semua yang jahat terjadi di dalam
hidupnya bisa dirubah oleh Tuhan menjadi kebaikan, bukan saja untuk hidupnya tetapi untuk
memelihara hidup satu bangsa. Dia melihat ke belakang, kalau dia tidak pernah dijual oleh saudara-
saudaranya mungkinkah dia bisa pergi ke Mesir. Mosaik demi mosaik terangkai di dalam peristiwa
yang dia alami, dirangkai menjadi satu kalimat, Tuhan, Engkau menjadikannya indah bagi saya.
St.Augustinus berkata dengan percaya kepada takdir Tuhan maka kita akan memiliki tiga sikap yang
penting. Pertama, kita akan selalu hidup dengan rendah hati. Dalam Filipi 2 Paulus mengingatkan
jemaat bagaimana supaya mereka bisa mempertahankan satu hidup pelayanan dan hidup harmonis
di antara jemaat dengan kalimat, ”...hendaklah masing-masing tidak memandang kepentingan diri
sendiri dan merasa diri lebih utama daripada orang lain.” Belajar rendah hati demi untuk melihat
kepentingan orang lain lebih dulu daripada kepentingan kita, karena kita tahu takdir Allah akan
membuat kita bersikap seperti itu. Kedua, takdir Allah akan membuat hati kita penuh dengan iman
dan bersandar kepada Tuhan. Salah satu kecenderungan yang paling tidak gampang kita lepaskan
dari hidup kita adalah kecenderungan untuk mendapatkan jawaban dan solusi atas segala sesuatu
yang terjadi di dalam hidup kita karena kita ingin mengontrol hidup kita. Selama kita bisa mengontrol
outcome atas apa yang terjadi di dalam hidup kita, kita tidak hidup di dalam kekuatiran. Tetapi pada
waktu kita berada di dalam situasi yang tidak bisa kita atur dan kontrol, di situ hati kita akan gelisah
dan kuatir, cepat-cepat ingin mendapatkan jalan keluarnya. Rasul Petrus mengatakan banyak orang
akhirnya pergi meninggalkan Tuhan dan lari dari imannya sebab mereka tidak sabar menunggu janji
Tuhan. Banyak orang Kristen bilang janji Tuhan itu kosong, katanya Tuhan akan segera datang tetapi
219

sampai sekarang tidak ada tanda apa-apa. Maka Petrus bilang, jangan lupa hari Tuhan itu datang
seperti maling. Tetapi satu harinya Tuhan kita sama seperti seribu tahun dan Tuhan tidak lalai
menepati janjinya (2 Pet.3). Cuma karena kita yang terbatas oleh waktu, kita mau janji Tuhan itu
segera terjadi. Kita ingin Tuhan kita panjang sabar, penuh dengan pemeliharaan, yang bekerja di
dalam rangkaian waktu. Kita mau Tuhan kita seperti Superman yang bisa memutar balik bola dunia
dan me-rewind hidup kita. Tidak demikian. Kita belajar beriman, kata St. Augustinus, kita belajar
rendah hati dan kita belajar sabar. Kadang-kadang setelah lewat beberapa waktu barulah kita bisa
melihat di tengah kepahitan yang terjadi kita menikmati pemeliharan Tuhan yang manis di situ.
Selanjutnya, apakah saya sudah mengampuni kalau saya tidak bisa melupakan? Kalau tidak mungkin
lagi terjadi perbaikan hubungan dan rekonsiliasi, sudahkah saya mengampuni?
C.J. Mahanaim, seorang hamba Tuhan Reformed Baptist menulis satu artikel, banyak hal kita tidak
mungkin bisa memprediksi hidup kita di depan. Kita bukan psychic octopus yang bisa menebak apa
yang akan terjadi, namun paling tidak satu hal yang saya dapat prediksi dengan tepat adalah suatu
hari saudara pasti akan menghadapi konflik relational. Sebelum berangkat ke gereja mungkin tadi
pagi saudara sudah ribut sama isteri atau suami soal pergi ke gereja atau tinggal di rumah. Di tengah
jalan kita sudah konflik dengan orang-orang di sekitar kita. Itu sudah menjadi bukti kita tidak bisa
terhindar dari konflik. Sebagai manusia berdosa yang hidup di dalam dunia yang sudah jatuh dalam
dosa, konflik tidak dapat dihindarkan dan itu adalah fakta di dalam hidup kita. Konflik itu selalu
berjalan bersama kita di dalam perjalanan masa depan kita dan mungkin sedang mengetuk pintu saat
ini. Itu sebab kalau kita hidup di dalam dunia yang sempurna dan tidak ada dosa, saya percaya semua
konflik tidak akan ada dan kita dengan mudah bisa menyelesaikan semua perbedaan yang ada di
dalam hidup kita. Tetapi kita harus mengakui kadang-kadang pada waktu kita berada di dalam
hubungan satu dengan yang lain, ada orang yang berbuat salah kepada kita ataupun kita tanpa
sengaja juga berbuat salah kepada orang lain, sesuatu yang tidak bisa perbaiki terjadi. Mungkinkah
kita bisa lupa akan peristiwa itu? Kita tidak bisa lupa.
Miroslav Wolf seorang teolog dari Bosnia yang mengalami penganiayaan oleh orang-orang Serbia
waktu terjadi konflik di negaranya, sebagian dari keluarganya ditangkap, disiksa dan dibunuh, dan
diapun berkali-kali mengalami penangkapan, interogasi dan penyiksaan. Setelah ada kesempatan
untuk meninggalkan negaranya, sekarang dia tinggal di Amerika menjadi profesor teologi dari Yale
University. Di dalam bukunya “The End of Memory,” dia mengatakan, mungkinkah saya bisa
menghilangkan ingatan mimpi buruk atas penyiksaan yang saya alami? Dia tidak bisa lupa karena ada
waktu-waktu tertentu orang-orang yang menyiksanya muncul di dalam ingatan pikirannya dan
seolah-olah tinggal sebagai tamu yang tidak diundang di tengah ruang tamu hatinya. Dia bisa saja
muncul di tengah mimpi buruk. Perasaan sedih, marah, sakit, pahit, kecewa, kemarahan, itu
merupakan hal yang campur aduk di dalam hatinya.
Mzm.73 mengungkapkan hal itu pula, ketika pemazmur mengingat segala yang terjadi di dalam
hidupnya, hatinya menjadi pahit tertusuk-tusuk rasanya. Kita tidak akan bisa luka terhadap scar yang
tinggal di tubuh fisik kita, kita juga tidak akan bisa luka terhadap bakat emosional yang ada di dalam
hati kita. Memori itu bisa muncul kapan saja. Ada orang yang kehilangan isteri atau suami atau anak,
mungkin kehilangan itu tidak bisa dia terima. Maka setiap tanggal peristiwa itu terjadi dia akan
mengingat kembali peristiwa itu mungkin air mata akan keluar lagi. Itu memori yang tidak akan bisa
dilupakan di dalam hidupnya. Tetapi apakah dengan mengingat hal itu berarti dia tidak mengampuni
orang yang berlaku salah kepadanya? Apakah itu berarti kita tidak memiliki perasaan pengampunan
atas orang itu? Tidak. Hal itu tergantung kepada beberapa hal. Pertama, memori itu wajar tetap ada
220

dan setiap kali dia muncul akan mendatangkan reaksi emosi kepada saudara. Tetapi mungkin saudara
belum mengampuni kalau pada waktu memori itu muncul juga muncul keinginan untuk
mencelakakan orang itu kembali. Akhirnya kalau kita terus terbenam di dalam memori itu kita akan
menjadi lumpuh dan tidak maju di dalam hidup kita. Itu yang perlu kita pikirkan hari ini sama-sama.
Bagi saya ketika memori itu muncul, tidak ada lagi kaitannya dengan orang yang melakukannya, itu
sudah menjadi masa lampau. Yang penting di dalam hidup kita sekarang adalah bagaimana kita deal
dengan hati kita. Dalam Mzm.73 Asaf hadapi dengan hatinya pada waktu dia masuk ke dalam rumah
Tuhan membawa hatinya ke sana, dan dia mengingat akan cinta kasih Tuhan kepadanya, dia
menemukan penyembuhan di situ.
Di dalam Alkitab tercatat hidup satu orang yang ditulis begitu singkat tetapi begitu indah buat saya,
yaitu hidup seorang bernama Yabes. Alkitab mencatat bagaimana Yabes bisa hadapi masa lampaunya
(1 Taw.4:9-10) . Setiap anak lahir diberi nama yang baik dan sesuai dengan keinginan dan pengharapan

orang tuanya. Tetapi di sini, ibunya memberi nama Yabes kepadanya. Yabes berarti malapetaka,
Yabes berarti buntung, Yabes berarti sial, Yabes berarti anak yang mendatangkan kemalangan. Masih
untung kalau dia hanya diejek oleh teman-temannya. Tetapi kalau sampai nama itu akhirnya selalu
mengingatkan dia akan kepahitan hidup yang dialami orang tuanya waktu dia lahir, betapa
kasihannya dia. Itu sebab kenapa Yabes memberhentikan kepahitan ibunya dengan doa di ayat 10, dia
berdoa untuk masa depannya. Dia minta kepada Tuhan, apa yang dikerjakan tangannya, apa yang dia
rencanakan, apa yang dia lakukan kepada orang lain, jangan semua itu menjadi malapetaka dan
kesialan bagi mereka. Namaku Yabes tetapi aku tidak mau hidupku menjadi ‘Yabes’ bagi orang lain.
Itulah keindahan dari doa Yabes, sehingga Tuhan menjawab doanya.
Kita tidak bisa lupa, tetapi kita bisa tidak menjadikan hal itu menghalangi hidup kita. Apa yang sudah
terjadi tidak bisa kita hapus di dalam sejarah hidup kita, dia akan tetap menjadi bagian di dalam
hidup kita. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah masa lampau kita tidak menghambat perjalanan
hidup kita di depan. Peristiwa yang menciptakan kepahitan itu sudah lewat meskipun memori tidak
akan hilang dan perasaan hati yang sedih normal muncul. Kita kesal, kita marah, kita kecewa, kita
sedih, kita bertanya-tanya, itu normal. Tetapi bagaimana kita hadapi bukan lagi berkaitan dengan
orang yang menyusahkan kita, bukan lagi berkaitan dengan peristiwa yang sudah lewat tetapi
berkaitan dengan apa yang ada di dalam hati kita. Kita sudah lama mengampuni tetapi waktu
mengingatnya emosi bisa keluar lagi, tetapi engkau sudah mengampuni sebab engkau tidak mau
membalas. Tetapi kita memerlukan waktu untuk sembuh sebab kita manusia yang lemah dan
sederhana, mungkin perlu waktu panjang untuk menyembuhkan luka hati kita. Tetapi yang lebih
indah lagi adalah pengertian karena takdir Tuhan menjadi point yang penting bagi kita. Saya hanya
ingin mengatakan wajar dan normal reaksi emosi bisa terjadi di dalam hatimu. Tidak usah salah kalau
kita masih merasa seperti itu tetapi kita tidak mau lagi menjadikan hal itu membuat saya lumpuh di
dalam kebencian dan kemarahan dan akhirnya hidup saya tidak pernah maju.

Bagaimana kalau akhirnya karena peristiwa pahit kita tidak bisa memperbaiki hubungan kita dan
tidak bisa terjadi rekonsiliasi seperti yang semula lagi. Kalau kita yang telah berbuat salah kepada
orang lain, akhirnya orang itu merasa tidak bisa lagi terjadi hubungan seperti semula, mari kita terima
itu sebagai hal yang wajar sebagai fakta yang memang tidak bisa dihindari sebagai konsekuensinya.
Tetapi kita harus belajar bagaimana menunjukkan sikap bahwa kita bisa berubah dan kita mau mem-
perbaiki hubungan dengan lebih baik.
221

Contoh yang menarik adalah peristiwa perselisihan yang terjadi antara Paulus dan Barnabas sebagai
kasus perpisahan, pertikaian dan keributan di dalam pelayanan mereka di dalam Gereja Mula-mula
(Kis.15:37) . Barnabas ingin membawa Markus tetapi Paulus tidak setuju. Akhirnya timbul perselisihan

yang tajam dan membuat mereka berpisah. Parosismos hanya satu kali dipakai dalam PB, menurut
F.F. Bruce arti kata ini kalau mau diterjemahkan secara hurufiah adalah “shouting angrily.” Jadi di sini
bukan sekedar berbeda pendapat, berselisih dan berdebat. Tetapi Alkitab firman Tuhan yang kudus
dengan jujur dan tidak menutup-nutupi, mencatat mereka “shouting angrily” satu sama lain. Hamba
Tuhan yang melayani adalah manusia yang lemah dan berdosa, kita semua harus mengakui
kelemahan dan kesalahan kita. Barnabas dan Paulus yang sebelumnya adalah teman baik akhirnya
berpisah. Tetapi di sini kita tidak bicara soal siapa benar siapa salah karena masing-masing berangkat
dengan perspektif yang berbeda. Buat Barnabas posisi Markus mungkin ada sedikit fested interest
karena Markus adalah keponakannya. Tetapi mungkin Barnabas ingin memberi kesempatan kedua
buat dia. Paulus tidak bisa terima akan hal ini. Buat Paulus Markus itu seperti sudah khianat dia dan
membuatnya sakit hati karena Markus sudah menghapus kepercayaan. Banyak kali mungkin orang
berbuat salah dan kita menjadi sakit hati, tetapi yang membuat kita sulit sebenarnya bukan hanya
perbuatan yang dilakukan orang itu tetapi kita akan sulit membangun relasi kembali karena kita rasa
kepercayaan kita sudah langgar oleh dia.
Suami dan isteri yang sudah bercerai, waktu ketemu lagi sulit untuk berelasi seperti dulu, bukan?
Boss dan anak buah yang sudah dipercaya lalu tiba-tiba berhenti untuk bekerja di perusahaan
saingan, apakah bisa seperti semula? Di balik semua itu yang terjadi bukanlah sekedar antara
tindakan yang terjadi tetapi di belakangnya ada unsur kepercayaan yang terluka. Saya sudah percaya
semua kepada dia tetapi kenapa dia melanggar saya? Itu perasaan Paulus di sini. Maka Paulus
menolak Markus dan tidak mau jalan sama-sama dengan dia yang Paulus anggap tidak mau jalan
sampai akhir. Karena dua-dua memiliki prinsip yang berbeda, akhirnya Paulus dan Barnabas berpisah.
Tetapi apakah Paulus kemudian putus hubungan dengan Barnabas setelah peristiwa itu? Di dalam 1
Kor.9:6 Paulus menyebut nama Barnabas setelah beberapa tahun peristiwa perselisihan terjadi,

menunjukkan mungkin telah terjadi rekonsiliasi di antara mereka. Kol.4:10 Paulus menyebut nama
Markus, dan juga dalam suratnya yang terakhir sebelum dia mati Paulus kembali menyebut nama
Markus, merekomendasi pelayanannya yang begitu berguna bagi Paulus. Kalau dulu Paulus bilang
Markus ‘sia-sia,’ di sini dia menyebut Markus ‘bermanfaat’ baginya. Dari pihak Markus sendiri setelah
perjalanan waktu dia memperlihatkan sikap yang sangat berbeda. Memang benar, di awal
pelayanannya dia meninggalkan Paulus di tengah jalan tetapi mungkin dia berjanji sampai Paulus
mati dia akan menjadi orang yang berada di sisinya. Itu sebab sebelum mati Paulus menulis kepada
Timotius, hanya ada Lukas bersamaku di sini. Jemputlah Markus dan bawa ke sini. Maka saudara
melihat dua-dua memperlihatkan sesuatu yang positif di dalam relasi mereka dan menjadi satu
keindahan yang bisa kita contoh, bagaimana kita mengaku bahwa kita lemah dan gampang berbuat
salah kepada orang. Kita juga perlu mengaku bahwa kita lemah dan gampang sensitif terluka. Tetapi
mari kita juga mengaku dengan berani bahwa kita bisa berubah dan mari kita mengaku dengan jujur
orang itu bisa dan sudah berubah. Dengan demikian kita membawa hati yang penuh dengan
pengampunan sebab Allahpun sudah mengampuni kita. Kita melihat keindahan firman Tuhan
memperluas hati kita dan membentuk hidup kita. Biar kita boleh mencintai dan mengasihi orang-
orang yang pernah salah kepada kita dan mengaku dengan jujur kita pernah berbuat salah kepada
orang lain. Biar kita boleh hidup sebagai anak-anak Tuhan penuh dengan sukacita dan pengampunan.
222

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 15/8/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 39

Sikap dan tanggung jawab orang Kristen


terhadap pemerintah

Nats: Roma 13:1-7

1 Tiap–tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah,
yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah–pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.
2 Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang
melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
3 Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat
jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan
kamu akan beroleh pujian dari padanya.
4 Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat,
takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah
hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.
5 Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga
oleh karena suara hati kita.
6 Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu
adalah pelayan–pelayan Allah.
7 Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak
menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang
yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.

Bagian Roma 13:1-7 ini sangat indah untuk kita ketahui jika kita melihat konteks yang lebih besar.
Pertama-tama kita melihatnya dari Roma 12:2 . Bagi saya Roma 12 dan 13 bagi saya merupakan satu
bagian yang penting di dalam etika Kristen, dimulai dengan Roma 12:2 ini, “Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu…” Ini merupakan dasar
fondasi yang penting mengenai etika Kristen. Kita bukan lagi hidup berdasarkan prinsip dari dunia ini
tetapi kita hidup berdasarkan prinsip dunia yang baru yang sudah ditebus oleh Kristus. Roma 13
diakhiri dengan satu konsep eskatologi, jangan kita hidup mengikuit prinsip dunia ini sebab dunia
yang ada sekarang ini akan berlalu. Kini kita baca prinsip firman Tuhan bicara mengenai sikap dan
tanggung jawab orang Kristen kepada Pemerintahan dalam Roma 13:1-7 .
223

Roma 13:1-7 mendatangkan begitu banyak pertanyaan di kalangan penafsir Alkitab khususnya yang
menafsir surat Roma Hal yang pertama kali muncul di dalam pikiran mereka adalah bagian ini
nampaknya tidak sinkron dengan pembahasan Paulus di bagian atas (Roma 12) dan bagian selanjutnya
(13:8 ff) . Dalam Roma 12 Paulus bicara mengenai kasih, bagaimana orang Kristen bersikap terhadap

sahabat, bagaimana sikap terhadap musuh. Dan sesudah itu dalam Roma 13:8 Paulus melanjutkan lagi
tema mengenai kasih ini. Maka penafsir bertanya, kenapa Roma 13:1-7 ini bicara mengenai
pemerintah karena topiknya seolah tidak relevan. Ada penafsir mengatakan ini sebenarnya adalah
bagian surat Paulus yang lain, yang pada waktu dikumpulkan oleh jemaat tanpa sengaja terselip di
tengah-tengah antara Roma 12 dan 13 ini.
Ada yang menafsir bahwa sebenarnya ini bukan tulisan dari Paulus tetapi merupakan tambahan
selanjutnya dari redaksi dari jemaat Tuhan pada waktu surat Roma ini diturunkan. Tetapi belakangan
banyak penafsir setuju bahwa justru bagian ini merupakan bagian yang sangat penting dan relevan
bicara mengenai sikap etika orang Kristen karena Paulus waktu bicara mengenai kasih, mengenai
jangan membalas kejahatan, Paulus sadar bisa jadi orang Kristen memiliki sikap dan pandangan yang
ekstrim atau di pihak lain menjadi kecewa. Beberapa penafsir setuju bagian ini memiliki dua fungsi.
Pertama, mencegah terjadinya spiritual ekstremis orang Kristen. Spiritual ekstremis orang Kristen itu
sudah muncul di dalam jemaat Korintus. Kita lihat dalam 1 Kor.5:9-10 Paulus menulis, ”...dalam
suratku yang kutuliskan kepadamu supaya kamu jangan bergaul dengan orang cabul…” di sini ada
indikasi bahwa ada surat Paulus yang ditulis kepada jemaat Korintus sebelumnya yang melarang
orang Kristen untuk bergaul dengan orang seperti itu. Akibat kalimat ini maka ada spiritual ekstremis
muncul salah menafsirkan maksud Paulus berarti seolah-olah Paulus meminta orang Kristen tidak
boleh berhubungan dengan orang non Kristen. Itu sebab Paulus kemudian mengkoreksi pikiran yang
salah ini.
Dalam Roma 13 setelah Paulus bicara mengenai orang Kristen untuk taat dan respek kepada
pemerintah, langsung prinsip praktis yang Paulus angkat adalah bicara mengenai membayar pajak.
Memang di dalam catatan sejarah, kurang lebih tahun 56-58 AD pernah terjadi pemberontakan di
kekaisaran Romawi dimana orang-orang tidak mau membayar pajak. Apakah firman Tuhan ini
berbicara kepada orang Kristen waktu itu untuk menjadi satu prinsip Paulus bahwa kita menjadi
orang Kristen, kita menjadi anak Tuhan, kita sudah ditebus dari dunia ini, memang kita bukan lagi dari
dunia ini tetapi kita tetap masih tinggal di dalam dunia. Kita tidak boleh hanya hidup sebagai konsep
orang Kristen yang spiritualitas yang merasa tidak ada sama sekali hubungan dengan dunia ini
sehingga mungkin konsep ini menyebabkan banyak orang Kristen berpikir kita tidak ada hubungan
dengan pemerintah, kita tidak ada hubungan dengan masyaraskat, kita jadi orang Kristen yang
menarik diri dari orang-orang yang bukan Kristen. Itu yang terjadi di jemaat Korintus, padahal Paulus
tidak bermaksud seperti itu. Praktisnya, sebagian orang Kristen yang spiritual ekstremis itu mungkin
bersikap tidak mau membayar pajak. Memang dunia ini akan segera berlalu, kata Paulus, kita
berjalan menuju kepada Kerajaan Allah tetapi tidak berarti kita menghina dan mengabaikan institusi
yang ada di dalam dunia ini.
Di dalam Reformed Teologi khususnya di dalam pemikiran Abraham Kuyper, seorang teolog
Reformed yang penting, yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Belanda antara 1901-1905,
mengatakan Tuhan memberikan institusi yang memiliki kedaulatan masing-masing. Keluarga, Gereja,
dan pemerintah adalah tiga institusi yang penting, masing-masing institusi itu Tuhan beri kekuatan
224

yang memiliki kuasa di dalam domainnya dimana wilayah institusi yang lain tidak boleh terlalu
campur kepada wilayah itu. Dari konsep itu kita melihat mengapa Reformed Teologi sangat
menekankan bahwa pemerintah harus memisah dengan Gereja. Gereja memiliki domain wilayahnya
sendiri. Gereja memiliki otoritas dan aturannya tersendiri. Pemerintah tidak boleh mengatur Gereja.
Keluarga juga memiliki wilayah sendiri. Ini salah satu pengaruh dari Abraham Kuyper bicara mengenai
institusi yang Tuhan tetapkan di dalam dunia yang sudah berdosa ini. Di dalam dunia yang sudah
jatuh di dalam dosa ini Tuhan memiliki anugerah umum yang Tuhan beri supaya Tuhan boleh
menyatakan pemerintahan dan pengaturan kepada dunia yang berdosa dan bisa mencelakakan ini.
Dosa memang masuk secara individual, kita berdosa secara individual, tetapi dosa juga masuk
menciptakan struktur yang berdosa. Kita hidup di dalam dunia yang berdosa, struktur apapun yang
dibuat oleh manusia tidak bisa sempurna. Struktur itu kalau tidak ditata dengan baik akan memiliki
kecenderungan atas tiga hal yang negatif. Struktur itu pasti kacau, struktur itu pasti kacau, dan
struktur itu memiliki sifat memberontak. Jadi bukan saja kita manusia secara individual
memberontak kepada Allah, tetapi struktur di dalam masyarakat kalau tidak diatur dengan baik pasti
akan mendatangkan tiga hal ini. Maka anugerah umum Tuhan berikan melalui hukum pemerintah
menjadi prinsip yang penting, dimana Tuhan memberikan hal ini untuk kita tunduk dan taat
kepadanya.
Dalam Mark.12:13-17 mencatat orang Farisi datang bersama kelompok Herodian yaitu antek-antek
para militer dari raja Herodes. Kenapa dua kelompok ini datang bersama, padahal orang Farisi adalah
kelompok anti pemerintah sedangkan Herodian adalah mata-mata pemerintah? Dua-dua ini
sebenarnya musuh, tetapi musuh satu ketika bisa bersatu untuk menyerang musuh yang sama. Nanti
ketika musuh bersama itu sudah dibunuh, maka dua pihak itu akan bermusuhan lagi. Itulah prinsip
politik yang umum. Tidak ada teman permanen, yang ada kepentingan bersama. Farisi tidak mungkin
bersatu dengan Herodian tetapi demi untuk menjebak Yesus mereka bersatu untuk sementara
waktu. Maka yang manapun jawaban Yesus, dua-duanya berbahaya. Mereka bertanya, “Apakah
diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Yesus yang mengetahui kemunafikan
mereka lalu menjawab, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib engkau berikan kepadanya dan
kepada Allah apa yang wajib engkau berikan kepada-Nya.” Jawaban Yesus ini memberikan kepada
kita satu indikasi, Yesus mengetahui ada limitasi otoritas tertentu dari pemerintah yang ada dengan
mengatakan ‘gambar siapakah ini?’
Sekarang saya ingin tanya, apa yang menjadi miliknya Tuhan? Semua tempat dimana gambar Tuhan
terletak yaitu kita sendiri sebagai gambar dan rupa Allah. Ini adalah jawaban yang indah sekali yang
perlu keluar dari mulut kita. Jangan pikir yang milik Tuhan hanyalah perpuluhan kita, tetapi sepenuh
hidup kita adalah milik Tuhan karena gambar Tuhan ada pada kita yang Dia berhak claim itu milik Dia.
Dari jawaban Yesus tadi kita bisa melihat faktor yang kedua bahwa Allahlah yang berdaulat di atas
semua yang ada dan Dia memberikan kepada pemerintah limitasi otoritas tertentu, antara lain hak
untuk mengambil pajak, dsb. Dari prinsip ini maka Paulus membawa kita kepada Roma 13, bagaimana
sikap orang Kristen terhadap pemerintah. Memang raja kita bukan Kaisar dan mungkin Kaisar
Romawi memiliki kebajikan tertentu yang tidak menguntungkan orang Kristen waktu itu, maka
bagaimana orang Kristen bersikap kepada pemerintah yang ada? Di sini Paulus memberikan prinsip
yang penting bicara mengenai anugerah umum atas institusi yang Tuhan tetapkan ke dalam dunia ini.
Kenapa institusi ini perlu? Sebab melalui institusi ini bisa mendatangkan hal yang positif bagaimana
mencegah dan melakukan prinsip yang penting supaya dosa itu tidak menjalar dengan lebih besar
225

dan lebih dahsyat. Anugerah umum dan anugerah khusus memiliki perbedaan penting. Orang ditebus
dan diselamatkan, menjadi lebih baik, menjadi lebih indah hidupnya, yang bisa ubah seperti itu
adalah Allah Roh Kudus melalui anugerah khusus. Hanya anugerah Allah di dalam Yesus Kristus yang
bisa merubah penjahat menjadi orang baik. Hanya anugerah Allah di dalam Yesus Kristus yang
merubah pembunuh menjadi seorang hamba Tuhan yang setia melayani Tuhan. Tetapi anugerah
umum memiliki fungsi tidak menjadikan orang menjadi lebih baik tetapi mencegah kejahatan tidak
menyebar lebih luas. Dengan adanya pemerintah, hukum ditegakkan lebih baik, itu hanya mencegah
dosa di dalam sosial tidak meraja-lela. Saudara akan melihat di satu tempat ketika hukum tidak
ditegakkan dengan baik maka sifat-sifat ini akan segera muncul, bukan? Paling gampang sederhana,
begitu natural disaster terjadi di satu daerah, pemerintah lumpuh, polisi tidak ada, dsb, maka tiga hal
ini muncul: kekacauan dan pemberontakan. Waktu kerusuhan terjadi, ketika hukum tidak ditegakkan
dengan baik, alat hukum tidak ada di situ, orang yang mengaku beragamapun keluar membunuh dan
merusak orang lain. Maka institusi hukum dan pemerintah muncul dan melalui itu Tuhan
menyatakan anugerah umum-Nya bagi manusia dan itu adalah Tuhan beri kepada seluruh umat
manusia. Kalau itu Tuhan yang beri, maka adalah keinginan-Nya kita bersikap positif terhadap
institusi itu.

Mengapa Paulus memulai bagian Roma 13 in dengan prinsip ordo: kita harus tunduk kepada otoritas
yang ada di atas kita, itu merupakan satu refleksi kita tidak ingin sifat dimensi dosa itu meraja-lela di
dalam hidup kita. Sebagai manusia berdosa kita akan memiliki kecenderungan ini: kekacauan dan
pemberontakan. Dengan tunduk kepada otoritas yang ada di atas, Tuhan memberi ordo itu maka
sebagai orang Kristen kita harus belajar memelihara ordo ini di dalam hidup kita. Beberapa orde
muncul: pertama, orde keluarga. Di situ kita bertemu dengan perintah firman Tuhan “Hai suami,
kasihilah isterimu. Dan isteri respek kepada suamimu. Anak hormatilah orang tuamu.” Itu adalah
orde yang Tuhan beri. Siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang pimpin keluargamu? Siapa yang
memberikan prinsip kebenaran, otoritas, dsb. Ini merupakan hal yang penting. Sebagai papa memang
kita tidak boleh terlalu banyak bicara, tetapi tetap prinsip yang penting itu ada di tangan kita. Dengan
memelihara orde ini kita bisa melihat bukan saja anak dari keluarga Kristen tetapi juga yang bukan
Kristen bisa memiliki etika dan sifat yang baik karena Tuhan memelihara nilai-nilai orde seperti ini.

Negara akan menjadi hancur kalau tidak memiliki komunitas hingga yang terkecil kuat bersatu
mendukungnya. Komunitas yang kecil itu akan menjadi lemah dan hancur kalau tidak didukung oleh
kuatnya sebuah keluarga. Kita melihat spiritual otoritas juga ada ordenya. Paulus meminta kita juga
menghormati pemimpin spiritual kita dalam 1 Kor.16:16 ”...kepada mereka yang mengabdikan diri
kepada pelayanan terhadap orang-orang kudus, taatilah mereka dan setiap orang yang turut bekerja
dan berjerih payah.” Di dalam struktur gereja kita juga melihat ada orde dan aturan seperti ini. Kita
melayani bersama-sama sebagai anak-anak Tuhan yang melayani, tetapi fungsi kita berbeda-beda. Di
dalam hubungan relasi kolega dalam pekerjaan, Paulus meminta orang Kristen yang menjadi budak
untuk tunduk kepada tuannya (Tit.2:9) , ini bicara mengenai social order. Ada prinsip hubungan
dimana kita menjadi bawahan seseorang, kita menyatakan sikap setia, taat, dan respek kepada yang
di atas kita, dan yang di atas menyatakan sikap memelihara, memperhatikan dan melindungi yang
ada di bawah. Jadi saudara perhatikan mengapa mulai dari bagian ini Paulus tidak ingin orang Kristen
yang terlalu spiritual ekstremis yang hanya mau tanggung jawab sama Tuhan, hidup hanya bagi
Tuhan, tidak ada tanggung jawab kepada yang lain, Paulus mengatakan tidak boleh menjadi orang
226

Kristen seperti itu karena Tuhan menetapkan pemerintah dan pemerintah merupakan salah satu
institusi yang penting yang Tuhan beri.
Yang kedua, fungsi dari bagian ini penting sekali mengapa Paulus menulis firman Tuhan ini, Roma 13:4
pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.
Ayat ini menarik karena di pasal sebelumnya (Roma 12:19) Paulus bicara mengenai bagaimana orang
Kristen bersikap kepada orang yang berbuat salah kepadanya, bagaimana orang Kristen bersikap
kepada ketidak-adilan yang terjadi kepadanya, Paulus mengatakan jangan menuntut pembalasan
tetapi berilah tempat kepada murka Allah sebab ada tertulis pembalasan itu adalah hak Allah.
Kapankah murka Allah bisa dibalaskan? Dengan cara apa? Mungkin pertanyaan ini bisa membuat
orang Kristen yang berpikir menyerahkan pembalasan itu kepada Allah, apakah berarti Allah menjadi
Allah yang buta dan tidak melihat ketidakadilan? Apakah Allah menjadi Allah yang membiarkan
begitu saja pelaku kejahatan itu bebas pergi? Kita tidak mau seperti itu, tetapi kita juga tidak mau
seperti “Keadilan gelap” malam-malam keluar membunuh semua penjahat yang terbebas dari
hukuman. Allah tidak membiarkan kejahatan orang, tetapi di sini Paulus memberikan prinsip penting:
Tuhan memberikan institusi pemerintah dan pemerintah akan menjadi alat dan hamba Allah untuk
menjalankan murka Allah sebagai eksekutor-Nya.

Maka bolehkah orang Kristen mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah? Tentu boleh.
Dapatkah kita memohon perlindungan hukum atas ketidakadilan yang terjadi kepada kita? Tentu
dapat. Sebab kalau tidak, berbahaya sekali kalau misalnya saudara dirugikan di dalam bisnis, misalnya
dan kita mencari keadilan dari hukum yang ada. Itu sebab Tuhan memberikan pemerintah dan
pemerintah menjadi hamba Allah untuk kebaikanmu, yaitu melaksanakan eksekusi dari murka Allah.
Saudara perhatikan di dalam bagian ini Paulus memberikan konsep pemerintah memiliki pedang,
gereja pedangnya hanya satu yaitu firman Allah. Gereja tidak boleh menggunakan power seperti
pemerintah. Gereja tidak boleh menekankan sesuatu karena itu bukan wilayahnya. Tetapi
pemerintah diberi power untuk memaksa sesuatu karena Alkitab sendiri mengatakan pemerintah
memiliki pedangnya. Dia punya hak itu. Maka pedang di sini menjadi power yang bisa dipakai
memaksa sedangkan gereja tidak.
Kemudian kita masuk kepada aspek bagaimana kita bersikap terhadap hukum dan sebagainya, kita
harus meneliti dengan hati-hati di sini, sekuat-kuatnya Gereja, Gereja hanya bisa melakukan satu hal,
yaitu kepada orang Kristen yang sudah merusak iman, yang ditegur tidak mau berbalik dan bertobat,
maka kekuatan Gereja adalah hanya satu yaitu ekskomunikasi, tidak mengijinkan orang itu hadir di
dalam persekutuan orang Kristen yang bisa merusak dan merugikan orang Kristen.
Tidak semua pemerintah boleh kita tunduk dan takluk tanpa reserve. Maka di sini ada prinsip
penting, kalau pemerintah di atas kita adalah pemerintah yang takluk kepada otoritas yang di atas,
melakukan demi untuk kebaikan kita, terhadap pemerintah seperti itu kita takluk. Tetapi kepada
pemerintah yang mungkin meminta kita untuk melakukan kejahatan, maka berlaku seperti pada
waktu Petrus dilarang memberitakan firman, Petrus bilang, “Kami lebih takut kepada Tuhan daripada
aturan manusia.” Ini membuka kemungkinan seperti itu. Saudara jangan lupa, Revolusi Industri di
Amerika itu semua digerakkan oleh Gereja terhadap segala ketidakadilan dari execive power abusive
dari monarki di Eropa sehingga Gereja mengatakan kita boleh tidak taat kepada otoritas di atas kalau
dia tidak melakukan kebaikan. Jadi tidak selamanya kita diminta untuk taat tanpa reserve. Kita
dipanggil setia dan taat kepada pemerintah. Salah satunya adalah kita belajar membayar pajak,
227

memberi kepada pemerintah yang berhak. Tetapi kalau pajaknya terlalu tinggi, bolehkah kita protes?
Boleh saja. Dimana protesnya? Di dalam Pemilu. Saudara jangan membuang hak suara saudara,
karena Pemilu adalah proses pendewasaan demokratisasi. Yang menjadi ‘golput’ adalah orang yang
kurang dewasa di dalam proses demokrasi. Memang alasan ‘tidak ada politisi yang saya suka,’ itu
betul, karena memilih pemimpin bukanlah memilih mana yang saya suka tetapi mana yang lebih baik
daripada yang buruk. Gereja tidak boleh memberi arahan saudara memilih partai politik yang mana,
tetapi Gereja harus memberitakan prinsip kebenaran. Gereja against terhadap aborsi, maka taruhlah
kandidat yang menginginkan aborsi di nomor paling bawah. Gereja melawan terhadap keinginan
orang melakukan gay marriage. Kalau ada kandidat seperti itu, taruhlah dia di nomor paling bawah.
Gereja melawan terhadap tindakan penindasan terhadap hak-hak minoritas dan kepada kebebasan
beragama. Kalau ada kandidat yang ekstrim di situ, taruhlah dia di nomor paling bawah. Orang-orang
yang ingin mendatangkan sesuatu yang anti terhadap iman Kristen, taruh dia di nomor paling bawah.
Pada waktu kita hidup di satu negara dimana kamu tidak punya pilihan apa-apa untuk melakukan
perubahan kepada struktur dan kebijakan pemerintah, yang bisa kita lakukan hanya satu yaitu
berdoa. Tetapi pada waktu kita sanggup dan bisa melakukan pengaruh terhadap kebijakan dan
struktur dari pemerintah, paling tidak yang kita lakukan adalah pilihan. Yang kedua, persiapkanlah
kader-kader orang Kristen yang bisa menjadi politician yang bersih, jujur dan mengusahakan
kesejahteraan banyak orang. Ini memang tidak gampang karena seorang politician memerlukan
kedewasaan di dalam akomodasi pikiran dan pendapat orang, sehingga kadang-kadang itu
mendatangkan kesulitan bagi mereka. Tetapi jujur politik memang adalah satu wilayah dimana begitu
banyak pendapat memerlukan kedewasaan seorang pemimpin untuk memikirkan semua itu. Jadi
jangan pilih seorang pemimpin hanya karena saudara bakal dapat duit dari dia. Jadi disini saya
mengajar saudara banyak hal bagaimana saudara bertanggung jawab sebagai orang Kristen yang
baik, menjadi orang Kristen belajar hidup di dalam dunia terlibat aktif di dalamnya.
228

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 22/8/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 40

Ketika orang Kristen berbeda

Nats: Roma 14:1-14

1 Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.


2 Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah
imannya hanya makan sayur–sayuran saja.
3 Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan,
janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.
4 Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah
ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa
menjaga dia terus berdiri.
5 Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang
lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar–benar yakin dalam
hatinya sendiri.
6 Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa
makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa
tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah.
7 Sebab tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada
seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri.
8 Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi
baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.
9 Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas
orang–orang mati, maupun atas orang–orang hidup.
10 Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau
menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah.
11 Karena ada tertulis: “Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk
lutut di hadapan–Ku dan semua orang akan memuliakan Allah.”
12 Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya
sendiri kepada Allah.
13 Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan
ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!
14 Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri.
Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu
najis.
229

“Accept one another in disputable matters…” (Roma 14:1)


Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.
Kita masuk kepada satu bagian yang penting dimana Paulus berusaha dengan firman Tuhan ini
bagaimana merangkul begitu banyak orang yang sudah menjadi jemaat dengan latar belakang
budaya yang berbeda, dengan tradisi yang mengikat mereka dari kecil, dengan persepsi yang sudah
berbeda itu, sekarang disatukan dengan iman yang sama masuk ke dalam Gereja. Maka tidak bisa
dihindarkan, orang mungkin bisa memilih sesuai dengan pilihan masing-masing dan pilihan itu
kadang-kadang berbeda satu dengan yang lain. Orang yang dewasa memiliki tulang punggung yang
kuat sehingga pendiriannya ada tetapi memiliki kelapangan hati yang lembut bisa merangkul orang.
Maka firman Tuhan ini boleh sekali lagi memberikan kekuatan pencerahan kepada kita mulai dengan
kalimat, “Terimalah orang yang lemah yang berbeda denganmu…”
Ada sedikit perbedaan penterjemahan bahasa Indonesia dengan versi bahasa Inggris terhadap ayat
ini, maka bagi saya ada dua hal yang perlu kita klarifikasi. Di dalam bahasa Inggris muncul istilah
‘disputable matters’ (hal-hal yang dapat dibantahkan). Mengapa kita harus menerima orang yang imannya
lemah, yang memiliki pandangan yang berbeda denganmu? Karena itu adalah ‘disputable matters,’
memang hal-hal yang sepele yang diperdebatkan tidak perlu memiliki kepicikan di situ. Pendapat kita
berbeda dengan pendapat orang lain tidak apa-apa karena hal-hal itu bukan merupakan prinsip yang
mutlak. Yang kedua, kata yang dipakai di sini oleh Paulus adalah ‘iman yang lemah,’ orang yang
imannya lemah. Apa yang Paulus maksudkan di sini? Siapakah mereka yang disebut beriman lemah
dalam konteks bagian ini? Iman yang lemah ini nampaknya mengacu kepada kelompok minoritas
yang ada di dalam jemaat di Roma , yang sangat besar sekali ini adalah kelompok orang Yahudi yang
menjadi Kristen, banyak di antara mereka mungkin dikeluarkan dari komunitasnya. Sekarang mereka
masuk ke dalam komunitas Gereja berbakti dengan ragam yang berbeda, ada orang Yunani dan
bangsa-bangsa yang lain, dan mungkin terjadi ketidak-harmonisan di situ. Maka Paulus mengatakan
mari kita melihat Gereja Tuhan dengan keperbedaan ini merangkul dan mengasihi satu dengan yang
lain.
Di dalam perjalanan sejarah bangsa Yahudi saudara perlu memperhatikan beberapa hal. Yang
pertama di dalam hukum Taurat, saudara akan menemukan Tuhan tidak melarang bangsa Yahudi
untuk makan daging. Di dalam Im.11 Tuhan hanya melarang dua hal berkaitan dengan jenis daging,
yaitu yang pertama Tuhan melarang mereka memakan jenis daging tertentu. Lalu yang kedua, Tuhan
melarang makan daging yang masih ada darahnya. Tetapi di dalam perkembangan selanjutnya
bagaimana masyarakat bertumbuh dan berkembang maka mereka yang dulunya adalah masyarakat
petani atau peternak yang potong daging sendiri, setelah terjadi urbanisasi dan perkembangan kota,
sekarang mereka harus membeli daging di pasar. Maka di sini terjadi problem, banyak orang Yahudi
akhirnya tidak makan daging lagi sebab bertanya-tanya apakah daging itu kosher atau tidak di dalam
penanganannya, sehingga banyak orang Yahudi mengambil sikap seperti Daniel yang tidak mau
‘menajiskan dirinya’ dengan tidak mau makan daging di depan publik (Dan.1:8) .

Maka di sini saya percaya orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen di sini tetap memegang tradisi
Yahudi yang kuat dan tidak bisa rubah. Maka pada waktu berkumpul di tengah kebaktian ada jemaat
yang lain membawa masakan daging, mereka mulai bertanya-tanya dan menolak makan, akhirnya
terjadi perbedaan sikap. Mungkin ada sebagian orang Yahudi Kristen yang makan saja, tetapi ada
sebagian lagi yang tidak makan maka di antara mereka terjadi perbedaan pendapat. Yang tidak
230

makan mempertanyakan sikap mereka yang makan, yang makan berdebat bahwa sikap mereka tidak
apa-apa. Kira-kira itu latar belakang dari bagian Roma 14 ini. Saya akan jelaskan mengenai istilah
‘iman yang lemah’ ini. Paulus memakai dua istilah lain berkaitan dengan kondisi iman, yaitu ‘iman
yang kandas’ dan ‘iman yang menyimpang.’ Dalam 1 Tim.1:18 Paulus menghakimi dan menilai
Himeneus dan Aleksander sudah sampai kepada kondisi iman yang kandas (shipwreck faith). Saya
beranggapan ‘iman yang kandas’ di sini berbeda dengan ‘iman yang lemah.’ Iman yang kandas berarti
orang itu sesungguhnya hanya mengenal separuh hati seperti Himeneus dan Aleksander akhirnya
imannya menjadi iman yang salah, tidak murni. Apakah orang ini orang Kristen yang sungguh-
sungguh? Bagi saya, tidak. Sebagian dari kepercayaannya seolah-olah Kristen tetapi sebagian dari
kepercayaannya adalah tidak murni adanya. Maka Paulus membedakan, orang ini bukan imannya
lemah tetapi yang imannya kandas. Kandas di sini bukan dalam pengertian sampai di tengah jalan
imannya berhenti tetapi tidak mencapai kemurnian iman yang sebenarnya.
Yang kedua istilah yang Paulus pakai adalah ‘iman yang menyimpang’ di dalam 2 Tim.2:14-19. Dengan
memakai istilah ‘imannya lemah’ berarti Paulus sadar iman orang itu benar. Dengan memakai istilah
‘imannya kandas’ jelas Paulus tahu orang itu imannya separuh hati. Dengan memakai istilah ‘imannya
menyimpang’ dengan sendirinya jelas menunjukkan imannya tidak benar adanya. Maka dengan
demikian ‘imannya lemah’ tidak boleh kita kategorikan sebagai orang-orang bidat di dalam
Kekristenan. Lemah tetap direksi dari imannya benar, cuma kekuatan dia memegang iman itu yang
tidak kuat. Iman orang itu lemah karena beberapa hal. Pertama, jelas pasti ini adalah orang-orang
Kristen baru menjadi anak Tuhan, yang mungkin pengetahuan dan pengenalannya akan firman Tuhan
belum menyeluruh. Kedua, ini adalah orang-orang Kristen yang datang dari pendidikan keluarga yang
tegas yang sangat berbeda dengan pendidikan yang diberikan oleh masyarakat Kekristenan. Ketiga,
kita bisa melihat orang-orang ini datang dari budaya yang berbeda, sekarang menjadi Kristen.
Berbeda dengan iman yang kandas dan iman yang menyimpang, kata Paulus, kepada orang yang
imannya lemah kita tidak boleh menghakimi. Kepada orang yang imannya lemah kita belajar tutup
mulut tidak boleh menghina orang seperti itu. Tetapi orang yang imannya menyimpang dan orang
yang imannya kandas yang merusak Kekristenan, yang sudah dikasih tahu tidak mau berubah, Paulus
tidak tedeng aling-aling menyebutkan namanya dan mengkritik mereka. Iman dari Himeneus, Filetus
dan Aleksander yang sudah menyimpang, dengan terus-terang Paulus mengingatkan Timotius untuk
hati-hati terhadap orang-orang yang seperti ini.
Gampang sekali dua pihak ini berada di dalam posisi yang salah. Orang yang imannya lemah tidak
berarti dia lebih rohani daripada orang yang imannya kuat karena kalau saudara baca di Roma 14 ini
terjadi perang mulut di antara mereka. Yang imannya kuat menghina, yang imannya lemah
menghakimi saudara seiman yang lain. Orang yang imannya lemah tidak boleh tetap tinggal di dalam
keadaannya seperti itu. Orang imannya lemah karena dia masih belum tahu, tetapi kalau sudah
diberi tahu dan diajar membuat dia berubah dan bertumbuh, kita bersyukur kepada Tuhan. Tetapi
kalau orang itu belum tahu dan mendapatkan pengajaran dan tidak mau berubah, kita lihat iman
seperti itu bisa mendatangkan kebahayaan. Hal ini terjadi dan bisa kita lihat di dalam surat Paulus
kepada Timotius. Setelah sekian lama beberapa orang itu mengajar akhirnya terjadi penyimpangan.
Dalam 1 Tim.4:3-5 Paulus tulis, “mereka melarang orang kawin dan melarang orang makan…” Telah
terjadi perubahan di sini. Orang yang imannya lemah bisa karena simpati kebudayaan, bisa karena
pemahamannya belum lengkap mengerti mengenai teologi Kristen dengan benar. Apa yang jelas
dilarang di dalam hukum Taurat harus dilihat secara keseluruhan, karena dari sikap Paulus jelas
231

dalam Roma 14:14 dia mengatakan sikapnya, ”...tidak ada suatupun yang najis pada dirinya sendiri.”
Paulus punya sikap yang jelas, tidak ada satupun yang Tuhan ciptakan itu najis pada dirinya sendiri.
Tinggal bagaimana pemahaman ini bisa ditampung oleh orang yang membaca Alkitab secara
keseluruhan. ‘Kalau Tuhan sudah jelas melarang di dalam hukum Taurat, lalu kenapa larangan itu
tidak berlaku lagi sekarang? Bukankah artinya Tuhan berubah-ubah?’ Kalau mereka mengajukan
pertanyaan seperti ini, baru kita mengajar mereka untuk mengerti firman Tuhan, mengapa jaman
dahulu Tuhan melarang makan daging tertentu karena ada beberapa konteks yang perlu kita
mengerti. Pertama, waktu itu bangsa Israel sedang di dalam perjalanan keluar dari padang pasir,
memerlukan diet tertentu yang penting. Kedua, larangan ini memiliki fungsi menunjukkan keunikan
mereka sebagai umat Tuhan yang berbeda dengan bangsa lain. Bagaimana bedanya? Maka Tuhan
perlu memberikan perbedaan bukan saja dari cara ibadah yang berbeda tetapi kebudayaan dan
kebiasaan yang berbeda sehingga orang luar tahu ini adalah umat Tuhan.
Tetapi begitu sampai di PB cara Tuhan terhadap umat-Nya tidak lagi seperti di PL, bukan berkumpul
menjadi satu ‘ghetto’ tetapi Tuhan sebar ke seluruh dunia untuk menyampaikan Injil. Itu sebab kita
melihat kenapa Tuhan memberikan pengertian yang lebih dalam kepada kita. Paulus memberikan
prinsip terakhir kenapa semua daging itu tidak najis, sebab Tuhanlah yang menciptakan segala
sesuatu dan kembali kepada kitab Kejadian 1-2 setelah Allah selesai menciptakan segala sesuatu,
keluar kalimat ”...dilihat-Nya segala sesuatu itu baik adanya…” Jadi orang Kristen sekarang bolehkah
makan semuanya? Jawabannya, boleh. Makan saja.

Tetapi apa yang terjadi di dalam Roma 14 ini? Terjadi situasi, saya dari latar belakang orang Yahudi
Kristen sulit sekali makan babi, lalu diundang makan oleh orang Yunani Kristen, bagaimana? Tidak
apa kalau engkau masih tidak bisa makan. Tetapi kalau sesudah itu lalu bikin kelompok dan
menetapkan orang Kristen tidak boleh makan babi, situasi sudah berubah. Kalau sebelumnya sikap
tidak mau makan itu adalah keinginan seseorang karena pemahamannya belum jelas, setelah diajar
dengan konsep kebenaran firman Tuhan makin tidak mau terima dan hanya mau sesuai dengan yang
dia mau, ini yang terjadi di dalam 1 Tim.4:3-5 mereka menetapkan hidup yang suci adalah hidup tanpa
menikah dan hanya makan sayur-sayuran saja. Padahal di dalam surat Korintus Paulus bilang kalau
seseorang merasa bisa melayani dengan lebih maksimal dengan tanpa menikah, it’s good for him.
Kata Paulus, I wish, saya rindu setiap orang yang melayani hidup seperti aku yang tidak menikah.
Kenapa? Karena tidak menikah itu banyak keuntungannya. Dia bisa pergi kemana-mana tanpa perlu
memikirkan anak isteri, dsb. Tetapi dia jelas tidak menjadikan itu sebagai perintah. Namun kalau
akhirnya ada orang dengan jelas melarang orang lain untuk tidak menikah, itu sudah kebalasan
mengajarkan iman yang salah. Dengan demikian kita harus teliti peka melihat hal ini.
Paulus memberikan indikasi bahwa orang itu imannya tidak boleh tetap lemah di Roma 14:19 , dia
harus bertumbuh, tidak boleh tetap dengan imannya yang lemah. Tetapi di situ Paulus memberikan
beberapa peringatan. Hati-hati jangan sampai akhirnya kamu saling menjatuhkan, hati-hati kita
kurang lapang menampung orang yang berbeda pendapat dengan kita, akhirnya kita justru tidak
membuat dia lebih bertumbuh malah mungkin kita bisa menjatuhkan dan melemahkan imannya.
Firman Tuhan tidak menuntut kita memiliki prinsip yang seragam tetapi pada waktu kita berbeda
bagaimana kita bisa menerima satu dengan yang lain. Perbedaan ini harus bukan yang bersifat
prinsipil tetapi di dalam ‘disputable matters.’ Jadi kita tidak boleh ‘cincay’ dengan doktrin Allah
Tritunggal. Kita tidak boleh bermain-main dengan Pengakuan Iman Rasuli yang merupakan prinsip
232

yang mutlak dari iman kita. Yang tidak sama dengan itu jelas kita katakan ‘you are not in the pure
faith of Christianity.’ Tetapi banyak hal di dalam hidup kita Alkitab tidak bicara dengan jelas, tidak
merupakan perintah, maka jangan dimutlakkan. Tidak mutlak tidak berarti saudara tidak punya
prinsip.

Dalam hal ini saya mengajak saudara melihat ada perbedaan istilah yang Alkitab pakai, yaitu ada yang
jelas Tuhan perintahkan, ada yang jelas Tuhan larang, ada yang dikatakan sebagai nasehat dan ada
yang dikatakan dalam kategori Tuhan puji karena seseorang melakukan sesuatu yang ‘ekstra’
daripada yang Tuhan perintahkan. Gal.6:10 ini merupakan satu ayat yang penting yang mengarahkan
prinsip etika kita. “Karena itu selama masih ada kesempatan baiklah kita berbuat baik kepada semua
orang, terutama kepada saudara seiman.” Firman Tuhan memberi perintah kepada setiap kita untuk
berbuat baik kepada semua orang tetapi perintah ini bisa kita penuhi bergantung kepada dua hal.
Yang pertama, kalau kamu ada kesempatan. Yang kedua bergantung kepada aspek yang saya sebut
sebagai kedekatan. Maka waktu firman Tuhan memerintahkan ‘berbuat baiklah kepada semua
orang,’ tetapi kesempatan tidak ada, sarana tidak banyak, maka bantulah orang yang paling dekat
terlebih dahulu yaitu orang-orang yang seiman. Tidak mampu membantu orang-orang seiman, tarik
lebih dekat lagi, bolehkah saya hanya menolong, membantu, berbuat baik kepada orang-orang
segerejaku? Boleh. Apakah saya sudah melaksanakan perintah Tuhan di situ? Sudah. Selanjutnya
kalau saya masih belum punya kemampuan dan daya upaya, kita tarik lebih dekat lagi, bolehkah saya
hanya bisa sanggup membantu uang sekolah dari anak pamanku? Boleh. Sudahkah saya
melaksanakan perintah Tuhan? Sudah. Selama ada kesempatan, kata Paulus, berbuat baiklah kepada
semua orang, namun lakukanlah terutama kepada saudara seiman. Jadi saya punya sebagian, saya
lihat papa mama dan adik memerlukan, maka saya bantu mereka, ternyata setelah bantu mereka
saya masih punya kelebihan maka saya bantu orang segerejaku, lalu setelah saya bantu ternyata
masih ada kelebihan maka saya bantu lebih luas lagi. Demikian juga dengan Gereja, ada yang
mungkin tidak punya misionari yang diutus keluar, kita tidak boleh mengatakan Gereja itu tidak
menjalankan pelayanan misi sebab mungkin kesempatan tidak ada dan sarana mungkin kurang.
Tetapi kalau Gereja itu besar dan mampu dan sudah memiliki pelayanan yang baik dan cukup untuk
diri sendiri, pakai prinsip ini, Tuhan inginkan kita melakukan kepada pelayanan di luar.

Yang kedua, bicara mengenai larangan, Alkitab berkata, jangan mencuri, jangan membunuh, jangan
berjinah, dsb itu bagian dari perintah Tuhan yang bersifat larangan. Itu bersifat mutlak, bersifat
universal, dimanapun kita pergi satu iotapun kita tidak boleh melanggarnya. Selanjutnya Tuhan Yesus
mengatakan “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyangmu, ‘jangan
membunuh,’ tetapi Aku berkata kepadamu barangsiapa marah terhadap saudaranya dia harus
dihukum…” (Mat.5:21-28) . Ini adalah contoh firman Tuhan yang bersifat larangan.

Yang ketiga, saya membedakan antara firman Tuhan yang bersifat perintah dan nasehat. Ini hal yang
sangat penting sekali. Di dalam 1 Kor.7 kita akan melihat Paulus dengan sangat jelas membedakan
dua hal ini. Di ayat 10 Paulus menegaskan bahwa Tuhan Yesus memberi perintah kepada semua
orang Kristen untuk tidak bercerai. Tetapi pada waktu masuk kepada kasus selanjutnya di ayat 25,
cara Paulus berbeda. “Sekarang untuk para gadis, terhadap mereka aku tidak mendapat perintah dari
Tuhan tetapi aku memberikan pendapatku…” Lalu di ayat 40 Paulus memakai istilah yang sama untuk
kasus janda yang sudah tua untuk tidak menikah lagi ”...menurut pendapatku lebih berbahagia kalau
dia tidak menikah lagi…” Namun kalau akhirnya janda itu tetap mau menikah, apakah dia sudah
233

berdosa melanggar firman Tuhan? Jawabannya tidak, karena ini adalah pendapat dari Paulus. Paulus
sendiri sebagai hamba Tuhan tidak menjadi seorang hamba Tuhan yang mengatur dan memaksa
orang untuk mematuhi dia. Dengan begitu teliti dia memberikan prinsip firman Tuhan ini. Kenapa
ada bedanya antara perintah dan nasehat? Karena nasehat tidak masuk ke dalam perintah Tuhan
sebab itu masuk ke dalam wilayah yang kita sebut sebagai yang tidak mutlak dan bebas. Maka
sampai di sini mari kita lihat apa itu ‘disputable matters’ sehingga kita bisa menghargai satu dengan
yang lain karena ini bukan wilayah perintah melainkan ini masuk ke dalam wilayah kebebasan orang
di hadapan Tuhan, dan mungkin pilihan yang diambil berbeda dengan keinginan saudara, please
jangan menghakimi orang itu dan please jangan menghina keputusan orang itu karena itu masuk ke
dalam wilayah kebebasan dia.

Memang harus kita akui sampai di sini kita akan menemukan banyak hal yang tidak gampang, bukan?
Tetapi sebaliknya karena ini berada di dalam wilayah kebebasan, tidak berarti kita boleh
sembarangan karena Paulus memberikan dua prinsip di dalam Roma 14:6-8 yaitu prinsip yang
pertama, semua yang kita lakukan, tidak ada aspek di dalam hidup dan mati yang tidak kita lakukan
untuk Tuhan. Prinsip yang kedua, diulang dua kali di dalam ayat ini yaitu kata ‘observe.’ Berarti waktu
saudara mengambil satu pilihan, pikir baik-baik is it worth of living or not? Ada gereja-gereja tertentu
di Indonesia, saya pernah diundang dan bertemu dengan pendetanya di ruang konsistori sambil dia
asyik merokok. Bagaimana? Bolehkah orang Kristen merokok? Lalu ada yang bilang tidak boleh
minum anggur, ada yang bilang boleh asal jangan sampai mabuk. Tetapi ada yang minum sedikit
sudah mabuk dan ada yang sudah berapa botol masih tidak apa-apa, lalu bagaimana? Semua ini bisa
mendatangkan alis kita naik separuh.
Maka dua hal ini menjadi prinsip kita, when you choose it, observe carefully is it worth of living? Jadi
tidak boleh kita sembarangan karena merasa itu wilayah kebebasan kita. Waktu kita mau melakukan
ini, mengenakan ini, bersikap ini, mengamati baik-baik. Dan yang kedua, apapun yang engkau
lakukan waktu saudara ambil keputusan mau hidup bagaimana, lakukanlah itu untuk Tuhan. Mau
ambil keputusan untuk melayani Tuhan, lakukan itu untuk Tuhan dengan sukacita. Masing-masing
orang dengan keputusannya bagi Tuhan. Sebagai anak Tuhan kita belajar bertanggung jawab supaya
hidup kita tidak menjadi sandungan dan merugikan iman orang lain. Biar kita mendapat bijaksana
dari Tuhan untuk memilah mana yang benar dan salah, mana yang mutlak dan tidak mutlak, mana
yang penting dan tidak penting di dalam hidup kita.
234

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 5/9/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 41

Keputusan di tengah dilema

Nats: Roma 14:13; 15:7

Roma 14
13 Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan
ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!

Roma 15
7 Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk
kemuliaan Allah.

Ayat-ayat yang baru saja kita baca merupakan bagian dari firman Tuhan dengan bijaksana dituliskan
oleh Paulus bagaimana menangani relasi di antara manusia yang begitu muskil luar biasa, sehingga
seperti barang pecah-belah, please menangani dengan prihatin karena kalau sudah pecah, sulit luar
biasa. Sama seperti seorang pelari 100m lari sendiri gampang, tetapi kalau kakinya diikat dengan kaki
orang lain dan disuruh lari bersama, di situ baru kita menemukan kesulitan yang tidak gampang. Yang
larinya cepat harus bagaimana dengan sabar menunggu yang lambat, yang lambat bagaimana
mensinkronkan larinya supaya sama-sama bisa jalan dengan baik, kalau tidak akhirnya dua-dua jatuh
bergulingan. Itu sebab dalam dua pasal ini saja Paulus dengan hati-hati, firman Tuhan dengan
bijaksana bagaimana menangani hubungan antar manusia itu dengan begitu teliti. Memegang
keyakinan sendiri adalah hal yang gampang. Tetapi setelah punya keyakinan sendiri, bagaimana tidak
menghakimi orang lain, bagaimana tidak memfitnah orang lain, itu bukan merupakan hal yang
gampang. Maka Paulus mengatakan, jangan menghakimi orang lain. Lalu kemudian di sisi yang satu
kepada yang imannya kuat Paulus bilang jangan menghina orang, terima orang dengan lapang hati.
Maka dua panggilan firman Tuhan ini mencakup hubungan di antara sesama manusia yang memiliki
pandangan yang berbeda, keyakinan yang berbeda, yang bagaimana bisa duduk sama-sama dengan
harmonis, itu merupakan persoalan yang tidak gampang dan tidak mudah. Bagaimana mengambil
keputusan pada waktu mungkin keputusan yang kita ambil itu berbeda pendapat dengan yang lain?
Ini hal yang lumrah kita alami, bukan? Suami isteri sama-sama anak Tuhan, tetapi kadang-kadang
keputusan di tengah keluarga kitapun mungkin menghadapi keputusan yang berbeda di antara suami
dan isteri. Di tengah Gereja kita mungkin juga memiliki prinsip dan pandangan yang berbeda
sehingga kadang-kadang kita perlu bagaimana memikirkan supaya pandangan yang berbeda itu bisa
berjalan dengan harmonis.
Di sini kita menemukan beberapa prinsip yang penting. Yang pertama, Roma 14:1 , Paulus
mengatakan, “Accept one another in disputable matters…” Di dalam Etika Kristen ada satu istilah
235

dalam bahasa Yunani yang dipakai yaitu “adiaphora” untuk menekankan pokok hal-hal yang Alkitab
firman Tuhan tidak perintahkan dan yang Tuhan tidak larang, berarti ini masuk ke dalam satu wilayah
kebebasan orang. Di tengah kebebasan itu mungkin dalam satu pokok hal orang Kristen yang satu
mengambil keyakinan yang berbeda dengan orang Kristen yang lain, itu tidak merupakan sesuatu
persoalan. Itu sebab Paulus membuka aspek ini di sini, in disputable matters, di dalam surat Roma
paling tidak sangat jelas sekali konteksnya di sini ada tiga hal yang Paulus angkat yaitu soal makan
daging, soal tahyul terhadap hari-hari tertentu dan soal minum anggur. Paling tidak tiga hal ini bisa
kita simpulkan ini bicara soal kebudayaan. Yang jadi problem adalah karena hal-hal itu sudah menjadi
tradisi dan kebudayaan tertentu yang berjalan terus, seringkali kita tidak lagi sadar itu bisa dikaitkan
dengan iman kepercayaan.

Maka bagaimana mengambil pilihan di dalam persoalan budaya? Budaya itu memiliki tiga aspek.
Pertama, di dalam budaya ada aspek tata krama. Kedua, di dalam budaya ada aspek seni. Ketiga, di
dalam budaya ada aspek kepercayaan dan penyembahan. Kita tidak mungkin lepas dari kebudayaan
karena itu adalah jubah kita, waktu kita lahir kita sudah melekat dengan kebudayaan itu. Warna kulit,
tradisi dan sebagainya, itu tidak bisa kita lepas. Sebagai orang Kristen bagi saya aspek ketiga ini yang
perlu kita perhatikan yaitu aspek kepercayaan dan penyembahan. Ketemu dengan orang Afrika yang
sudah menjadi Kristen, dia tetap orang Afrika yang memiliki kebudayaan sebagai orang Afrika. Dia
orang Cina, dia percaya Tuhan Yesus, dia tetap menjadi orang Cina Kristen. Boleh tidak nanti dia
menikah melakukan ‘te-pai’? Itu adalah satu kebudayaan jual teh yang paling mahal. Saya selalu
bilang, silakan lakukan kepada orang tua, tetapi jangan te-pai kepada nenek moyangmu yang sudah
meninggal karena situasinya licik, berkaitan dengan unsur hormat dan penyembahan di situ. Jadi
jelas ada bagian yang bisa diseparasi tetapi ada bagian yang seninya sudah bercampur dengan
penyembahan. Maka di sini kemudian Paulus bilang kalau itu adalah suatu budaya dan orang
berbeda pandangan denganmu, sebagai orang percaya mari kita belajar menghargai, menerima satu
dengan yang lain.

Beberapa minggu lalu saya mengangkat paling tidak di dalam Alkitab sendiri Tuhan memberikan
prinsip bagaimana melihat pengambilan keputusan itu tidak memiliki level yang sama. Ada firman
Tuhan berbentuk perintah, ada yang berbentuk larangan, ada yang berbentuk nasehat, dan ada yang
berbentuk pujian. Alkitab mencatat beberapa kali Tuhan Yesus terkejut dan memuji iman seseorang.
Salah satunya iman dari janda miskin yang memberi persembahan di Bait Allah (Mark.12:41-44) . Janda
miskin ini memberikan seluruh uang yang dimilikinya. Alkitab mencatat Tuhan Yesus memuji janda
miskin ini. Ini yang saya sebut masuk ke dalam wilayah pujian. Di bagian lain ada peristiwa Daud
memuji beberapa pasukannya yang waktu mendengar Daud ingin sekali minum air dari sumur di
Yerusalem yang sudah direbut oleh orang Filistin, dengan berani mereka datang dan mengambil air
dari sumur itu. Ini adalah pujian, yang berarti orang itu melakukan sesuatu lebih daripada apa yang
dituntut. Itu tidak boleh kita ambil menjadi keharusan. Pada waktu kita memberi kepada Tuhan lebih
daripada yang ada pada kita dengan sukacita, itu berada di dalam wilayah pujian. Salahlah kalau
seorang hamba Tuhan di atas mimbar menuntut jemaatnya untuk wajib memberikan persembahan
seperti janda itu, menyuruh semua orang membuka dompet dan menaruh semua perhiasan mereka
ke dalam kantung persembahan. Sebagai hamba Tuhan saya tidak bisa mengharuskan seperti itu.
Tetapi kalau ada orang di tengah-tengah kebaktian tergerak untuk memberi semua miliknya kepada
Tuhan, itu masuk ke dalam wilayah pujian.
236

Contoh dari nasehat: Paulus tidak minta semua janda untuk menikah. Di sini tidak ada perintah atau
larangan tetapi sebagai hamba Tuhan dia menasehatkan para janda terutama yang sudah tua untuk
tetap tinggal seperti itu karena menurut Paulus lebih berbahagia baginya, tetapi Paulus tidak
melarang kalau mereka memilih untuk menikah lagi dan itu tidak melanggar prinsip firman Tuhan.
Maka dari beberapa contoh ini kita bisa melihat bijaksana dari firman Tuhan bagaimana kita
mengambil keputusan. Sebagai anak Tuhan kita harus belajar membedakan mana wilayah perintah
Tuhan, mana wilayah kebebasan. Waktu masuk ke dalam wilayah kebebasan, orang Kristen mungkin
mengambil keyakinan yang berbeda-beda, kita harus menghargai pilihannya.
Kedua, kalau saudara berada di dalam keputusan terhadap persoalan-persoalan yang diperdebatkan,
engkau dan saya silakan kembangkan keyakinan kita sendiri-sendiri. Paulus mengatakan,
”...hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam dirinya sendiri” (Roma 14:5b) . Tiga kali Paulus
memakai kata ‘yakin’ di dalam Roma 14 . Di ayat 14 Paulus mengatakan, “Aku tahu dan yakin dalam
Tuhan Yesus bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri…” Ada orang Kristen yang masih
terjebak di dalam kebudayaannya yang sulit sekali melepaskan. Maka meskipun Paulus mengatakan
semua makanan tidak ada yang haram karena semua Tuhan ciptakan dan kita terima dengan syukur
itu menjadi makanan yang baik bagi kita. Di ayat 22 Paulus mengatakan, “Berpeganglah kepada
keyakinan yang engkau miliki itu bagi dirimu sendiri… berbahagialah dan jangan kamu menghukum
diri sendiri.” Kalau sudah pegang keyakinan sendiri sebagai hubungan kita dengan Tuhan, artinya
waktu ketemu dengan orang yang keyakinannya berbeda dengan kita, Paulus ingin kita belajar
simpan itu untuk diri sendiri, tidak keluar kata menghina tidak keluar kata menghakimi. Ini bagian
yang Paulus sedang bicarakan di dalam bagian ini.
Lalu bagaimana mengambil keputusan terhadap hal-hal yang bersifat adiaphora, yang Alkitab tidak
perintahkan dan yang Alkitab tidak larang kepada saya? Prinsip kedua, berkaitan dengan hal-hal itu
kembangkanlah keyakinan saudara sendiri. Saya hanya memberikan satu prinsip penting, di sini tidak
berarti kebebasan itu boleh kita pakai dengan sembarangan. Yang Paulus bilang, setelah engkau
ambil keyakinan itu, jaga baik-baik supaya engkau tidak salah di dalam pengambilan keputusanmu.
Jadi bukan didorong oleh rasa bersalah, bukan didorong oleh desakan orang lain, bukan karena malu
dan desakan dari orang di dalam saudara mengambil keputusan. Yang Paulus inginkan adalah kita
ambil hal itu dengan keyakinan kita sendiri, sesudah itu Paulus bilang berbahagialah dengan
keputusan yang kita sudah ambil. Tetapi tetap firman Tuhan memberikan kita prinsip penting di sini,
yang Roma 14:6-8 memberikan dua prinsip mengenai kebebasan orang Kristen di dalam memilih
sesuatu. Di sini Paulus dua kali menggunakan kata “observe.” Kata ini berarti ‘memantau’.
Kemudian berulang kali Paulus menyebut kata “untuk Tuhan.” Waktu engkau memutuskan untuk
makan, makanlah untuk Tuhan. Waktu engkau memutuskan untuk tidak makan, engkau tidak makan
untuk Tuhan. Keputusan apapun yang engkau ambil, engkau lakukan itu untuk Tuhan. Seseorang
yang mengambil keputusan akhirnya pergi ke pedalaman melayani dengan susah payah, dia ambil itu
untuk Tuhan. Ada yang merasa bahwa dia dipanggil Tuhan untuk melayani justru kepada orang-orang
terhilang di kota besar, dia ambil keputusan itu dengan sungguh-sungguh dia lakukan itu untuk
Tuhan. Ada yang mengambil keputusan untuk menikah di dalam pelayanannya, dia ambil itu untuk
Tuhan. Ada yang mengambil keputusan untuk tidak menikah karena merasa itu membuat dia lebih
efektif di dalam pelayanan, dia lakukan itu untuk Tuhan. Tetapi sebelum kita mengambil keputusan
apapun, Paulus mengatakan kita perlu pantau. Apakah kebebasan yang kita ambil untuk memilih
237

sesuatu itu kita memantau dengan baik-baik? Kita tidak boleh sembarangan, walaupun itu jatuh ke
dalam wilayah kebebasan kita. Betul-betul keputusan itu “worth living-” kah? Betul-betul keputusan
yang kita ambil sudah kita pikirkan matang-matang sebagai hal yang sangat penting dan baikkah? Itu
sebab saya percaya bagian dari firman Tuhan ini baik kita kaitkan dengan 1 Kor.10:23-11:1 karena di
situ saya rasa adalah bagian yang sedikit lebih jelas Paulus bicara mengenai hal ini. Ayat 23 “Segala
sesuatu diperbolehkan tetapi tidak berarti segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan
tetapi tidak berarti segala sesuatu membangun.” Ayat 29 “Yang aku maksudkan bukanlah keberatan
hatimu melainkan keberatan hati nurani orang lain…” Kenapa saya di dalam kebebasanku mengambil
keputusan harus memikirkan keberatan hati nurani orang lain? Itu pertanyaan yang umum dan
lumrah. Di sini Paulus memberikan beberapa prinsip: pertama, kita bebas melakukan apa saja sejauh
Tuhan tidak perintahkan dan Tuhan tidak larang. Tetapi di situ Paulus mengingatkan prinsip kedua,
memantau baik-baik, tanya kepada diri apakah itu berguna? Ketiga, apakah itu membangun orang
lain? Jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Keempat, apakah setelah sesuatu itu saudara ambil akhirnya malah menjadi pengikat bagi
kebebasanmu? Dan kelima, apakah keputusan yang kita ambil itu memuliakan Tuhan? Keenam,
apakah keputusan yang kita ambil itu mengikuti jejak seperti yang Tuhan Yesus lakukan? Semua yang
kita kerjakan, semua yang kita ambil, semua yang kita lakukan, biar itu memuliakan Tuhan. Pada
waktu kita mungkin mengambil keputusan berbeda dengan orang lain, perbedaan itu lumrah karena
memang hal itu tidak dikatakan oleh Alkitab dengan jelas, tetapi yang terpenting saudara sudah pikir
matang-matang keputusan itu, ambil keputusan dan bersukacita. Sudah ambil keputusan menjadi
orang Kristen yang tidak makan daging dan hanya makan sayur-sayuran saja, silakan, tetapi sesudah
itu jangan bersungut-sungut dan marah melihat orang lain makan daging. Kita ambil keputusan hidup
menjadi orang Kristen dengan sederhana, tidak menggunakan barang yang mahal, silakan. Tetapi
sesudahnya biar saudara gembira dengan keputusan itu. Kembangkan keyakinan masing-masing.
Jadikan keyakinan itu sebagai refleksi hubungan kita dengan Tuhan. Itu sebab dengan kata
bersukacita mengingatkan kita jangan ambil keputusan dan memilih sesuatu berdasarkan karena rasa
salah, berdasarkan karena desakan dan dorongan orang lain, jangan karena persepsi orang lain,
walaupun itu tidak bisa kita hindari dari hidup engkau dan saya. Dan setelah engkau ambil satu
keputusan, mari bersukacita dan bahagia dengan keputusan itu sehingga itu boleh menjadi sesuatu
keindahan dan berkat bagi orang yang lain.
Maka pegang prinsip ini: pertama, membedakan mana yang termasuk perintah dan mana yang
termasuk kebebasan. Kedua, jadi orang Kristen kembangkan keyakinan sendiri. Ketiga, terima orang
yang berbeda denganmu dan mengerti prinsip pertanggung-jawaban. Paulus mengingatkan kita
jangan sekali-kali menghakimi orang. Sampai di sini saya ajak saudara dengan hati-hati memikirkan
perbedaan antara spiritual pembedaan dan sikap menghakimi. Kita sebagai anak Tuhan dipanggil
untuk melakukan spiritual pembedaan, kemampuan rohani membedakan mana yang benar mana
yang salah. Tetapi kita tidak boleh memiliki sikap penghakiman. Spiritual pembedaan berarti kita
menjadi orang yang memikirkan dengan sungguh, memegang dengan sungguh apa yang menjadi
kebenaran yang kita simpan untuk kita. Pada waktu orang lain bertanya kepada kita, kita boleh
memberitahukannya kepada mereka. Tetapi pada waktu kita melihat hidup orang lain, kadang-
kadang kita tidak bisa melihat dari awal sampai akhir, maka kita belajar percaya apapun yang diambil
oleh orang itu biar dia melakukannya untuk Tuhan dan biar dia bertanggung-jawab kepada Tuhan. Ini
adalah sikap kita. Kenapa kita tidak boleh melakukan sikap penghakiman? Karena kadang-kadang kita
238

tidak sadar orang itu mungkin imannya lemah. Kalimat yang salah keluar dari mulut kita mungkin bisa
menjatuhkan dan merugikan iman orang seperti itu. Maka Paulus menasehatkan kita untuk
menerima baik-baik orang yang lemah iman. Berarti itu adalah tanggung jawab di dalam diri setiap
kita yang memiliki prinsip kebenaran, pikiran yang benar mengenai Alkitab tetapi hati-hati terhadap
mungkin orang Kristen yang masih baru, orang Kristen yang punya latar belakang budaya yang bukan
Kristen, memiliki perbedaan yang tidak gampang, kita perlu hati-hati di dalam bersikap terhadap
mereka. Itu sebab Paulus mengajak jemaat bagaimana mengambil keputusan itu dengan bijaksana.

Terakhir, kalau hal-hal itu berkaitan dengan Alkitab tidak perintahkan atau tidak larang, berarti itu
masuk ke dalam kedewasaan rohani, maka kita bisa mengerti kenapa di sini Paulus membedakan
antara orang Kristen yang imannya lemah dan yang kuat. Dengan memakai kata ‘lemah’ hanya
meminta kita menerima orang itu, tetapi Paulus tidak berarti meminta orang itu untuk terus-
menerus berada di dalam kelemahan. Menerima orang yang imannya lemah tanpa mempercakapkan
pendapatnya dengan tujuan supaya dia dibangun imannya. Kematangan rohani diperlukan bagi
setiap kita pada waktu engkau dan saya mengambil keputusan di hadapan Tuhan. Maka tidak bisa
tidak belajar firman Tuhan, mengenal firman Tuhan dengan sungguh dan dalam, memikirkannya
dengan matang, itu membutuhkan kedewasaan rohani bagi setiap kita. Apa ciri seseorang yang
matang rohaninya? Pertama, orang itu takut kepada Tuhan. Kedua, orang itu rendah hati. Ketiga,
orang itu mau diajar oleh firman Tuhan. Keempat, orang itu rajin dengan sungguh mau mengenal
firman Tuhan. Kelima, orang itu tulus hati.

Saya mengajak saudara melihat dua bagian yang penting dan dari sana melihat perlunya
pertimbangan kedewasaan rohani di dalam mengambil keputusan. Dalam 1 Tes.3:1 Paulus memakai
frase ”...we thought it is best…” di dalam mengambil keputusan di dalam pelayanan dia. Memikirkan,
menggumuli, memutuskan apa yang terbaik. Dalam Fil.2:25 Paulus mengatakan, ”...I thought it is
necessary…” mana yang paling prioritas di dalam pengambilan keputusan. Banyak hal kita inginkan di
dalam hidup kita, itu adalah hal yang wajar. Tetapi mungkin tidak semuanya sekaligus datang di
dalam hidup kita. Kita perlu menetapkan prioritas dan mungkin kita tidak bisa ambil semuanya, kita
belajar untuk mengucap syukur terhadap apa yang Tuhan beri kepada kita.
Paulus di dalam mengambil keputusan di dalam pelayananpun tidak gegabah dan bilang “Tuhan
pimpin saya harus begini begitu…” Jelas saya percaya Tuhan pimpin dia dalam mengambil keputusan,
hanya bagaimana cara Tuhan pimpin. Paulus bilang Tuhan memberi prinsip melalui firman-Nya, lalu
Paulus menggumuli dan memikirkan dengan sungguh-sungguh sebelum mengambil keputusan. Ada
tiga langkah penting di dalam pengambilan keputusan yang Paulus katakan di dalam Roma 1:10 dan
13 . Pertama, “aku berdoa…” Kedua, “semoga kehendak Allah…” Ketiga, “aku berencana…” Paulus

sudah planning dari dulu, sudah atur dengan baik, sudah pikir matang-matang, cuma belum
terealisasi. Tiga hal ini muncul, pertama Paulus berdoa, kedua Paulus bilang biar kehendak Tuhan
yang jadi, ketiga, Paulus pikir, Paulus atur, Paulus rencana. Rencana tidak menghilangkan hak Tuhan
menetapkan kehendak-Nya. Mengatakan ‘biar kehendak Tuhan yang jadi,’ tidak berarti Tuhan
menutup pikiran manusia yang rasional merencanakan sesuatu.
Berdoa supaya kehendak Tuhan yang jadi tidak membuat kita malas merencanakan dengan teratur
dan baik. Merencanakan segala sesuatu tidak berarti membuat kita bisa mengontrol apa yang terjadi
di masa yang akan datang. Itu sebab kita perlu serahkan kepada Tuhan, meletakkan dengan hati yang
rendah di dalam doa. Melalui firman Tuhan ini terutama Roma 14-15 saya harap saudara bisa melihat
239

seluruh rangkaian pengertian ini. Banyak keputusan di dalam hidup kita bersifat adiaphora, dimana
engkau akan tinggal, pekerjaan apa yang engkau akan ambil, menikah dengan siapa, berapa banyak
anak, bagaimana masa depan kita atur, bagaimana cara hidup, dst.
Kebebasan di dalam mengambil keputusan di situ tidak berarti kita boleh semena-mena, perlu masuk
ke dalam prinsip firman Tuhan, Tuhan tetapkan prinsip itu sebagai prinsip yang indah di dalam
kedewasaan rohani.
240

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 12/9/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 42

Allah memelihara iman yang lemah

Nats: Roma 14:4

4 Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah
ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa
menjaga dia terus berdiri.

Fakta berbicara kehidupan berjemaat kita memiliki keragaman di dalam kehidupan Gereja kita. Di sini
paling tidak ada keragaman di dalam pertumbuhan iman yang berbeda. Ada orang Kristen yang kuat
imannya, ada orang Kristen yang lemah imannya. Roma 14 kalau kita baca dengan teliti dan pelan-
pelan kita akan menemukan bagaimana sikap rasul Paulus sebagai seorang hamba Tuhan dengan
hati-hati dan teliti sekali bagaimana bisa melihat keharmonisan di antara jemaat. Dia menegur
jemaat yang imannya lemah jangan sampai mereka menghakimi orang yang imannya kuat, tetapi
kepada orang yang imannya kuat Paulus mengingatkan jangan menghina mereka yang imannya
lemah. Namun di sini kita juga menemukan Paulus dengan besar hati bersimpati kepada orang yang
imannya lemah. Itu sebab bagian ini sangat menyentuh hati saya karena Paulus mengatakan siapa
kita, kita terlalu gampang menilai dan menghakimi orang. Entahkah dia berdiri, entahkah dia jatuh,
itu bukan urusan kita. Tetapi pada waktu dia hampir jatuh, keluar kalimat yang sangat menghibur
orang yang imannya lemah, Tuhan berkuasa menjaga dia tetap berdiri adanya.

Ada iman yang kecil, kita tahu Tuhan Yesus menegur murid-murid yang imannya kecil. Ditegur, sebab
sepatutnya iman murid-murid itu sudah besar tetapi Yesus mengatakan, “Hai engkau orang yang
imannya kecil…” Iman yang kecil harus bertumbuh menjadi iman yang besar. Demikian juga iman
yang lemah harus bertumbuh menjadi iman yang kuat di hadapan Tuhan. Tetapi kalimat Paulus
begitu menghibur kita sebab Paulus dengan hati-hati menjaga, melindungi baik-baik begitu banyak
orang Kristen yang imannya lemah yang sudah babak-belur di dalam perjalanan hidupnya jangan
sampai kita mendatangkan hal yang lebih berbahaya untuk imannya.
Di sini kepada orang yang imannya lemah paling tidak Paulus wanti-wanti jangan sampai kita
melakukan tiga hal ini: pertama, Roma 14:20 jangan menjadi batu sandungan kepada orang yang
imannya lemah; kedua, Roma 14:15 jangan menyakiti dan ketiga, jangan akhirnya membinasakan
imannya. Apakah kata ‘membinasakan’ berarti orang yang imannya lemah bisa binasa? Jelas
jawabannya tidak, sebab kalau orang Kristen bisa merusak iman orang lain begitu rupa sampai
akhirnya tidak bisa diperbaiki, bagaimana kaitannya dengan ayat 4 yang kita baca tadi, “Tuhan
241

berkuasa menjaga dia terus berdiri,” apakah manusia bisa mengalahkan kuasa Tuhan menjaga
memelihara iman seseorang? Tentu tidak, bukan?
Hari ini saya ingin mengajak kita melihat kita sendiri sebagai orang yang imannya lemah. Mudah
sekali kita kecewa, gampang sekali kita merasa diperlakukan dengan tidak adil dan kita disakiti oleh
orang Kristen yang lain. Inilah iman yang lemah. Kita mungkin babak-belur diterpa tantangan
kesulitan hidup. Itu sebab kenapa Paulus sangat simpati dan melindungi orang Kristen seperti ini,
mengingatkan baik-baik orang Kristen yang kuat jangan sampai dengan perbuatan, tindakan, kata-
kata menjadi sandungan dan menyakiti hati mereka akhirnya kita merusak iman orang itu.
Di dalam beberapa artikel dari kaum Puritan khususnya di abad 16 dan 17 mereka sangat
memperhatikan konsep pastoral yang penting bicara mengenai ‘spiritual desertion.’ Kata ini untuk
membedakan dengan kata ‘apostacy.’ Apostacy adalah bicara mengenai ‘false brothers,’ yaitu orang
Kristen yang palsu yang ada di antara jemaat. Kalau saudara membaca Alkitab dengan teliti, saudara
akan menemukan firman Tuhan dengan tegas berbicara dan dengan tegas menegur mereka yang
dikelompokkan sebagai ‘false brothers’ ini, yang tidak mau diajar, tidak mau mengenal kebenaran,
yang merusakkan Kekristenan, dsb. Alkitab dengan tegas sekali menegur kelompok ini, yang imannya
melenceng dan menyimpang dari kebenaran. Mereka sebenarnya bukan orang Kristen yang sungguh-
sungguh tetapi mengaku sebagai orang Kristen. Satu kali kelak iman palsu ini tidak akan lolos teruji
dan mereka akhirnya pergi meninggalkan Tuhan.
Tetapi kaum Puritan sangat memperhatikan kelompok orang-orang tertentu yang sebenarnya adalah
‘true brothers,’ tetapi hanya saja mereka adalah orang Kristen yang lemah imannya, yang seolah-olah
kelihatan mungkin lari dan pergi dari Gereja, kecewa dan pergi meninggalkan Tuhan, tetapi hati
mereka, iman mereka sesungguhnya adalah orang Kristen yang sejati. Maka muncul istilah ‘spiritual
desertion’ untuk membedakan mereka dengan ‘false brothers’ tadi. Kepada kelompok inilah kita
perlu memberikan pastoral yang dalam dan panjang, hati yang penuh dengan air mata menyaksikan
kekecewaan mereka lari meninggalkan Tuhan, tetapi kita percaya kalimat ini, sekalipun mereka jatuh,
mereka pergi menjauh dari Tuhan, Tuhan berkuasa menjaga dan memelihara iman orang-orang
seperti itu. Kalau engkau merasa dirimu adalah orang yang imannya lemah, biar hari ini firman Tuhan
ini sekali lagi memberi kekuatan menjadi magnet yang menarik kita, Dia sanggup menjaga dan
memelihara iman kita.
Siapakah yang dikategorikan sebagai orang-orang Kristen yang lemah imannya? Paling tidak ada dua
hal dalam Roma 14 ini dan dua hal lagi disebutkan di bagian lain. Pertama, orang itu lemah imannya
sebab dia kurang pengetahuan mengenai kebenaran. Itu fakta, Alkitab bicara pertumbuhan iman
seseorang itu seperti pertumbuhan alamiah. Seperti rasul Petrus mengatakan ada orang Kristen yang
seperti bayi yang membutuhkan susu yang sehat supaya dia bertumbuh (1 Petr. 2:2) . Tetapi penulis
surat Ibrani menegur jemaat yang imannya seharusnya sudah bertumbuh dewasa tetapi menolak
makan makanan yang keras dan hanya ingin minum susu saja (Ibr.5:11-14) . Dari ilustrasi ini kita
menemukan pertumbuhan iman orang Kristen juga seperti pertumbuhan fisik dari bayi, dia menjadi
anak-anak lalu bertumbuh menjadi dewasa. Bagaimana kita bisa menolong orang yang imannya
lemah karena kurang pengetahuan mengenai kebenaran teologi? Jawabannya simple dan sederhana.
Kalau saudara lemah karena kurang pengetahuan, saudara hanya membutuhkan kekuatan
kesungguhan dorongan belajar firman Tuhan dengan sungguh, mengikuti dan belajar setiap kali ada
kesempatan pembinaan-pembinaan yang ada di dalam Gereja; tidak pernah melupakan waktu teduh
242

bersama Tuhan untuk terus menggali dan membaca firman Tuhan; taruh komitmen di dalam hati kita
semua paling tidak dalam satu tahun membaca dua tiga buku rohani, dsb; selesaikan membaca
Alkitab dari awal sampai selesai di dalam dua tahun. Kita perlu terus bertumbuh di dalam kebenaran
firman Tuhan. Dalam hal ini saya sangat tersentuh di dalam doa Paulus kepada jemaat Efesus dalam
Ef.1:17 supaya Tuhan memberi roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar, to know

Him better. Satu doa yang indah keluar dari mulut seorang rasul yang sudah lama melayani Tuhan,
dia bukan orang Kristen baru tetapi hari demi hari tidak pernah melupakan kalimat ini, aku ingin
mengenal Tuhan lebih dalam lagi. Biar ini juga menjadi doa kita setiap pagi, Tuhan aku ingin menjadi
orang lebih baik daripada kemarin dan lebih buruk daripada besok, better than yesterday and worse
than tomorrow. Berarti ada keinginan untuk maju dan progresif. Paulus keluarkan kalimat yang
sangat menyentuh hati kita. Kadang-kadang kita yang sudah lama sebagai hamba Tuhan melayani,
membaca Alkitab kita rasa sudah tahu banyak. Apalagi saudara sudah banyak dengar khotbah,
sebelum pendeta buka mulut saudara sudah tahu apa yang dia mau khotbahkan. Tetapi kalimat
Paulus ini penting menjadi pertumbuhan iman kita, to know God better day by day. Iman orang itu
lemah sebab kurang pengetahuan akan kebenaran.
Kedua, iman orang itu lemah oleh sebab kecewa atas perlakuan orang Kristen yang lain kepada
mereka yang menyebabkan mereka tersandung. Itu sebab Paulus ingatkan kepada orang Kristen hati-
hati dengan tindakan kita, hati-hati dengan kebebasan kita, hati-hati dengan keputusan yang kita
ambil. Semua itu tidak ada salahnya karena berada di dalam wilayah kebebasan kita. Dalam Roma 14
konteksnya mungkin ada sebagian orang Kristen diundang makan dengan orang non Kristen, lalu
kemudian ada orang Kristen yang imannya lemah melihat hal itu lalu berpikir oh, boleh toh. Karena
mereka tidak bisa membedakan mana wilayah tradisi budaya dan mana yang sudah masuk ke dalam
penyembahan berhala, akhirnya mereka ikut masuk ke kuil dan ikut menyembah berhala, karena
mereka masih belum mengerti. Itu sebab Paulus mengingatkan untuk hati-hati. Atau yang kedua, ada
kata-kata kita yang menyakiti hati orang Kristen yang lain. Saya percaya bukan saja jemaat pada
waktu itu tetapi di dalam kehidupan kita sehari-hari bisa terjadi.
Kadang-kadang ada orang yang baru mau mulai pelayanan dengan hati yang tulus mau melayani
tetapi masih kurang pelayanan. Lalu ada orang yang mengeluarkan kalimat yang mengkritik atau
menyakiti hatinya sehingga dia kecewa. Itu mungkin terjadi di dalam hidupmu, akhirnya kalau engkau
menutup hati dan tidak mau lagi melayani seumur hidup, itu bukan sikap yang baik. Mari kita juga
belajar koreksi, kita kecewa, kita sedih, kita mungkin tersandung oleh karena perlakuan, kata-kata
atau prilaku orang Kristen yang lain kita belajar untuk menerima apa yang baik dan tidak terlalu
sensitif untuk memikirkan kalimat orang kepada kita. Kita juga pada waktu mengeluarkan kalimat
kepada orang lain, mari kita juga belajar hati-hati memikirkan apa yang kita katakan sebelum keluar
dari mulut kita. Itu sebab Paulus ingatkan jangan menjadi sandungan, jangan menyakiti hati orang
dan jangan sampai merusak imannya. Saya menafsir kata ‘merusak’ ini tidak sampai membuat iman
orang hancur dan hilang tetapi dalam pengertian bisa jadi orang itu akhirnya pergi dari Gereja dan
sulit lagi dan perlu waktu yang panjang untuk kembali. Tetapi iman yang sejati, dia mungkin tidak
pergi lagi ke Gereja tetapi merasa ragu mengembara di luar cukup lama berjalan di padang gurun
mengalami kegersangan di dalam hidup rohaninya, namun kita percaya suatu hari Tuhan membawa
dia kembali. Ini janji firman Tuhan, entah dia berdiri entah dia jatuh, jangan kita terlalu cepat
mengkritik dia. Tetapi kalau orang itu akhirnya hampir mau jatuh, Allah yang telah memberi iman
243

kepada orang itu sekalipun lemah tetapi imannya hidup, Tuhan berkuasa membawanya kembali,
Tuhan berkuasa memelihara imannya.
Ketiga, orang bisa lemah imannya sebab dia tertipu oleh tuduhan setan yang menipu hati nuraninya.
Ini hal yang penting sekali, banyak orang menjadi lemah imannya karena setan menuduh hati
nuraninya bahwa dia tidak layak menjadi anak Tuhan. Atau setan menipu dia dengan mengatakan
Allah tidak lagi mengasihi dia. Seringkali di dalam perjalanan kita mengikut Tuhan kita bersalah dan
gagal, kembali melakukan dosa yang sama. Kita minta ampun tetapi seringkali kita sendiri sulit
mengampuni kegagalan itu dan yang lebih celaka setan menipu hati nurani kita dengan berkata
’...engkau bukan anak Allah lagi, Allah sudah tidak mengasihimu lagi.’
Selain bicara mengenai ‘spiritual desertion’ kelompok Reformed Puritan juga berbicara soal ‘Divine
desertion’ yang Allah secara sementara meninggalkan orang percaya. Ini menarik dan berdasarkan
fakta yang ada. Ayub berkata, “Aku pergi ke Utara, Tuhan tidak di sana. Aku pergi ke Selatan, tidak ku
jumpai Dia…” Kemanapun dia pergi dia tidak bertemu Tuhan. Lalu ada satu ayat bukan orang percaya
yang mengatakan itu tetapi Allah sendiri yang mengatakannya, Yes.54:7 “Hanya sesaat lamanya Aku
meninggalkan engkau… Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajah-Ku terhadap
engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku mengasihi engkau, firman Tuhan
Penebusmu.” Tuhan sengaja memakai kata sesaat mengkontraskannya dengan kata ‘abadi’ tetapi
mungkin sesaatnya Tuhan itu lima belas tahunnya kita. Ayat ini hanya ingin memberitahukan kita
kalau dihitung secara kuantitas waktu Dia mungkin sesaat waktu meninggalkan kita.

Itu sebab di atas kayu salib keluar doa dari mulut Tuhan Yesus, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” Tuhan Yesus memiliki hubungan yang begitu intim dengan Allah Bapa, Tuhan
Yesus memiliki kerohanian yang begitu tinggi,toh mengeluarkan seruan agony ini. Tuhan meninggal-
kan kita sesaat mungkin karena Tuhan ingin mendidik dan mengajar kita, Tuhan ingin kita bertumbuh
di situ melewati persoalan yang kita alami. Beberapa penulis agung mengatakan hal ini, there is a
Divine desertion. There is a spiritual desertion, tindakan dari orang yang imannya benar tetapi sangat
lemah, lari meninggalkan Tuhan. Tetapi ada bagian dimana Allah berhenti sebentar, Allah menahan
sebentar, Allah berpaling wajah sedikit terhadap kehidupan kita. Kepada tindakan Allah seperti ini
jelas tentu Allah memiliki rencana yang baik dan indah.

Tetapi jangan kita mengambil satu reaksi dan reaksi itu adalah salah besar, seperti yang dilakukan
oleh raja Israel dalam 2 Raj.6:33 “Sesungguhnya malapetaka ini adalah dari Tuhan, mengapa aku
berharap kepada Tuhan lagi?” Saudara akan menemukan bagian ini adalah sejarah Israel yang sangat
menyedihkan, di tengah pengepungan yang dilakukan oleh raja Aram menyebabkan terjadinya
kelaparan yang sangat hebat di Samaria, akhirnya ada keluarga yang saling makan anak masing-
masing. Di dalam kesulitan yang sangat itu raja tidak sabar berharap dan menanti pertolongan Tuhan
padahal nabi Elisa sudah berjanji bahwa Tuhan akan menolong. Raja dengan sinis berkata ’...kalau
memang Tuhan sudah meninggalkan kita, tidak usah berharap lagi kepada-Nya.’ Saya percaya itu
bukan merupakan sikap reaksi yang tepat. Kalau saudara baca Alkitab lebih dalam, para pemazmur
mengalami hal yang sama, mereka mencari wajah Tuhan, menanti pertolongan Tuhan, tetapi doa
mereka tidak dijawab Tuhan. Namun mereka tetap berharap dan bersabar menantikan Tuhan.
244

Kadang-kadang mungkin Tuhan seolah sesaat bersembunyi, tetapi saudara tidak boleh ditipu oleh
setan dengan kalimat, “Tuhan sudah tidak mengasihimu lagi…” Jangan kita ditipu oleh setan bahwa
kita sudah bukan lagi anak Tuhan.
Keempat, orang itu lemah dan akhirnya desersi dari Tuhan oleh sebab tidak tahan menanggung
kesulitan dan penderitaan yang datang ke dalam hidupnya. Dalam 2 Tim.4:16 Paulus menulis, “Pada
waktu pembelaanku yang pertama tidak ada seorangpun yang membantu aku, semuanya
meninggalkan aku – spare them o, Lord…” Orang-orang ini weak in faith when they faced tribulation
and persecution, Paulus ditangkap, mereka lari semua. Paulus menanggung penangkapan,
penyiksaan, pemenjaraan dan pengadilan seorang diri karena dia memberitakan Injil sedangkan
teman-teman sepelayanannya lari bersembunyi. Tetapi Paulus tidak marah dan tidak mengutuk
mereka, sebaliknya Paulus berdoa agar Tuhan tidak menghukum mereka. Namun kalau nanti Tuhan
minta pertanggung-jawaban mereka, itu urusan lain, bukan? Tetapi kalimat Paulus tidak
mengindikasikan orang-orang ini seperti
Demas yang dikatakan dalam 2 TIm.4:10 yang ‘mencintai dunia ini dan meninggalkan Paulus.’ Berbeda
dengan mereka yang karena tidak sanggup, tidak berani, tidak kuat menanggung kesulitan dan
problema hidup, lari dari Tuhan. Orang Kristen seperti ini adalah orang yang imannya lemah. Itu
sebab kita perlu kalimat Paulus mengingatkan, jangan menghina, jangan menghakimi, jangan
sandung dan jangan sakiti tetapi simpatilah kepada mereka. Paulus percaya Tuhan berkuasa
memelihara iman orang seperti itu. Mungkin orang itu meninggalkan Tuhan, kecewa karena
problema terlalu besar atau karena merasa disakiti hatinya, merasa tidak memiliki hubungan yang
lebih dekat dengan Tuhan di dalam Gereja akhirnya mungkin lari, atau tidak berani menyatakan diri
sebagai orang Kristen sejati di tengah tantangan kesulitan yang ada akhirnya lari, desersi dari Gereja
dan Tuhan. Di sini kalimat firman Tuhan mengatakan orang yang imannya benar walaupun lemah itu
akan bertahan sampai akhir, tetapi tidak karena 100% berdasarkan semata-mata kekuatan ketekunan
kesabaran dari diri orang itu karena saudara akan menemukan tiga ayat yang jelas mengatakan Allah
Tritunggal bekerja secara ajaib dan misterius menjaga dan menopang kita semua.
Allah sanggup menjaga memelihara iman orang itu. Kristus berdoa syafaat untuk kita, itu dikatakan di
dalam surat Ibrani, Dia menjadi Imam Besar kita di sorga yang berdoa untuk kita dan jelas Tuhan
Yesus sendiri mengatakan kepada Petrus, “Hai Kefas, Iblis sedang menampi engkau seperti sekam
tetapi Aku berdoa untukmu.” Alkitab yang kudus, Pribadi Allah ke Tiga menjadi ‘co-witness’ bagi hati
nurani kita bahwa kita adalah anak-anak Allah untuk selama-lamanya (Roma 8:16) . Yesus Kristus
berdoa syafaat pada waktu seorang anak Tuhan yang imannya lemah mungkin sedang ditampi oleh
setan. Itu sebab mengapa ayat-ayat ini menjadi kekuatan dan penghiburan bagi kita, mungkin di
dalam proses baliknya seseorang yang desersi membutuhkan air mata dan pergumulan dari kita, dari
keluarga, dari ayah ibu yang melihat anaknya pergi dari Tuhan, dari anak yang melihat ayah ibunya
yang kecewa, dari seorang suami yang melihat isterinya kecewa dan meninggalkan Tuhan, atau isteri
yang terus berdoa puluhan tahun tetapi kenapa suaminya tetap belum kembali kepada Tuhan. Biar
ayat-ayat ini memberi penghiburan kepada kita pada waktu kita juga sulit dan sudah tidak kuat
berdoa untuk perubahan seseorang, Tuhan berkuasa membawa dia kembali. Kristus berdoa untuk
dia, jangan henti-henti berdoa untuk dia. Kiranya firman Tuhan menopang kembali iman kita dan
memberi kekuatan kepada setiap kita. Biar Tuhan menghidupkan iman kita, menjaga dan
memelihara sekecil apapun kecambah iman kita biar terus bertumbuh semakin hari semakin kuat di
hadapan Tuhan.
245

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 19/9/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 43

Ciri iman yang otentik

Nats: Roma 14:4, 12, 17-19

4 Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah
ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa
menjaga dia terus berdiri.

12 Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya
sendiri kepada Allah.

17 Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai
sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
18 Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati
oleh manusia.
19 Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna
untuk saling membangun.

Di dalam khotbah saya tiga minggu yang lalu saya mengajak saudara membedakan antara
‘judgmental spirit’ dan ‘spiritual discernment.’ Membedakan sikap hati yang cenderung judgmental
terhadap orang dan panggilan Tuhan kepada Gereja untuk memiliki spiritual discerment. Spiritual
discerment adalah kemampuan orang Kristen dewasa rohani yang bisa membedakan ajaran yang
salah (Ibr.5:14) . Dalam surat Ibrani ini kita melihat ciri dari seorang Kristen yang dewasa bukan saja
dia sanggup makan makanan yang keras, tetapi dia juga sanggup membedakan mana yang benar dan
mana yang salah. Namun kita perlu hati-hati di sini, bagaimana kita mengeluarkan penilaian akhirnya
tidak salah sebab bisa saja kita menilai salah kepada iman orang Kristen yang lemah. Iman lemah
tidak berarti iman orang itu salah dan mati. Paulus mengingatkan jemaat yang memiliki iman yang
kuat jangan menjadi batu sandungan, jangan merusak iman saudara dan akhirnya menyakiti hati
orang itu.

Apa sebab seseorang memiliki iman yang lemah? Minggu lalu saya katakan beberapa hal. Pertama,
iman orang itu lemah sebab dia masih memiliki pemahaman pengetahuan doktrin pengajaran yang
masih sederhana. Orang itu perlu bertumbuh. Kedua, orang itu imannya lemah oleh sebab tindakan
dari saudara seiman yang lain membuat hatinya disakiti oleh perkataan dan perlakuan orang Kristen
yang lain yang membuatnya tersandung dan kecewa. Orang yang imannya lemah mudah sekali
246

kecewa oleh karena persoalan personal menjadi hal yang lebih utama daripada hal-hal lain yang lebih
penting. Itu sebab di sini Paulus minta semua kita masing-masing harus menaruh prioritas apa yang
paling penting. Gereja Tuhan harus mengerti bahwa Kerajaan Allah itu bukan soal makan dan minum,
itu bukan mengurus hal-hal yang kecil dan sepele dan hal-hal yang gampang segera berlalu dari hidup
kita. Kerajaan Allah berkaitan dengan tiga hal yang penting yaitu soal kebenaran, damai sejahtera
dan sukacita Roh Kudus (Roma 14:17) . Barangsiapa menaruh prioritas ini sebagai hal-hal yang lebih
penting, mendahulukannya daripada interes diri, mendahulukannya daripada soal hati yang
terganggu, ketersinggungan dalam hidup, ketidak-cocokan dengan orang lain, itu semua merupakan
persoalan yang lebih sepele dibandingkan dengan soal kebenaran Tuhan, damai sejahtera dan
sukacita. Barangsiapa meletakkan hal-hal ini menjadi prioritas hidupnya, akan terjadi dua hal: orang
itu menyenangkan hati Tuhan dan orang itu pasti akan dihormati oleh orang Kristen yang lain.
Kita pasti akan menghargai orang yang tidak perlu banyak bicara tetapi dia selalu mendahulukan
pekerjaan Tuhan, pelayanan Tuhan, dan orang lain, yang memakai waktunya dan apa yang ada di
dalam dirinya untuk melayani orang lain. Tidak perlu dia bicara banyak, saudara pasti akan
menghormati orang-orang yang seperti itu. Ini adalah firman Tuhan sendiri yang menyatakan.
Pleasing God tidak bisa dilihat oleh mata, tetapi kita bersyukur Tuhan tidak pernah mengabaikan
pasti orang itu mendapatkan respek dan penghargaan orang lain. Kalau setiap kita memiliki sikap
seperti ini, dengan sendirinya berbagai hal yang tidak sama di antara kita bisa menjadi lebih indah.
Paulus mengatakan, kita tidak dipanggil menjadi orang Kristen yang seragam karena fakta
memperlihatkan kita memang berbeda, tetapi bagaimana di dalam keperbedaan itu kita melihat
mana yang lebih prinsip dan mana yang bukan. Maka dari sini saya mengajak saudara belajar
memisahkan mana yang kita sebut sebagai orang Kristen yang imannya benar tetapi lemah, tetapi di
pihak lain kita harus belajar terus melindungi Gereja dari kemungkinan menyusupnya orang yang
mengaku sebagai saudara seiman tetapi sebenarnya mereka adalah ‘false brothers.’ Paulus sangat
teliti dan mengatakan terhadap orang-orang ini kita perlu kritis melakukan spiritual discernment.

Dalam 1 Yoh.2:19 rasul Yohanes menegaskan orang-orang ini sebelumnya ada bersama-sama dengan
orang Kristen yang lain tetapi akhirnya jelas nyata mereka tidak lagi ada bersama-sama. Ada dua ciri
yang Yohanes perlihatkan, yang pertama iman mereka tidak sungguh-sungguh dan kedua, mereka
tidak akan bisa bertahan sampai akhir. Kalau mereka memiliki iman sejati, pasti iman itu akan terus
sampai akhir. Walaupun imannya lemah, kata Paulus dalam Roma 14, Allah akan tetap memelihara
imannya tetap berdiri. Kadang-kadang dengan perkataan, tindakan kita akhirnya ada orang Kristen
yang baru tumbuh menjadi terhilang, tetapi apakah imannya akan hilang? Firman Tuhan memberikan
penghiburan yang luar biasa. Kadang-kadang itu bisa terjadi di dalam hidup kita. Suami yang memiliki
isteri, orang tua yang memiliki anak yang entah satu masa tidak mau berdoa lagi, mungkin tidak mau
berbakti lagi, menjadi kecewa dengan saudara seiman yang lain. Kita sudah berusaha mengajak
mereka kembali kepada Tuhan tetapi mereka tidak mau, kita merasa sedih dan kecewa. Tetapi
biarlah firman Tuhan ini boleh menjadi penghiburan bagi kita, saudara kita imannya mungkin lemah,
tetapi iman itu tidak akan mungkin hilang. Allah berkuasa untuk memelihara, Allah berkuasa untuk
menjaga iman dan hidup orang itu tetap berdiri. Mungkin ada orang Kristen lain tanpa sengaja
menyandung dia hampir jatuh, kita percaya Allah berkuasa memelihara iman orang itu. Iman sejati
pada diri seseorang terbukti pada waktu dia bertahan sampai akhir, tetapi kita tidak boleh
mengabaikan aspek Teosentris dan aspek vertikal bagaimana Allah Tritunggal terlibat aktif
memelihara imannya. Allah Bapa memelihara iman orang itu tetap berdiri. Yesus Kristus berdoa
247

untuk orang-orang percaya. Roh Kudus senantiasa bersaksi di dalam hati nurani orang Kristen yang
sejati bahwa dia adalah anak-anak Allah. Maka Allah Tritunggal secara aktif bekerja memelihara iman
orang itu sampai akhir.
Mengenai ‘false brothers’ kita harus mengakui fakta ini, dalam Gereja Tuhan yang besar dan
universal, di antara orang yang berbakti belum tentu semuanya adalah orang percaya Tuhan. Paulus
mengingatkan di dalam surat Korintus bahwa si Jahat itu bisa menyamar sebagai malaikat terang.
Setan memakai metode menciptakan ajaran yang simpang siur dan membingungkan di dalam Gereja.
Mengenai ‘false brothers’ ini Paulus menulis kepada Timotius dalam 1 Tim.4:1-5 beberapa fakta yang
mungkin bisa kelihatan. Salah satu ciri dari false brother ini Paulus bilang hati nurani mereka sudah
dicap panas sehingga tidak memiliki sensitifitas dan kepekaan sehingga tidak bisa mengalami
perubahan dan pembentukan. Dalam 2 Tim.3:6-7 Paulus mengatakan selain orang-orang ini hati
nuraninya tidak sensitif, mereka suka sekali memperalat kelompok orang yang lemah. Ciri ini bisa
muncul di dalam kelompok bidat, saudara lihat semakin gampang satu kelompok eksklusif menarik
diri dari dunia dan menjadikan pengikutnya tidak bersentuhan dengan masyarakat, semakin kita
curiga ajaran mereka. Orang-orang ini Paulus katakan suka menyelundup dan menjerat ke rumah
janda-janda sebagai satu kelompok yang lemah. Dari ciri ini kita diingatkan untuk dengan hati-hati
melindungi kelompok orang Kristen yang lemah, lemah pengetahuannya, minim pengertiannya,
tetapi ingin cinta Tuhan namun kadang-kadang mendapatkan pengajaran yang salah dan terlalu
banyak berkeliling di sana-sini.

Ciri ketiga, sangat menakutkan, ‘yang ingin belajar tetapi tidak pernah bisa mengenal kebenaran.’ Ini
adalah false brothers, ini adalah orang-orang yang menyelusup masuk ke dalam Gereja, saudara
harus pisahkan mereka dengan kelompok orang Kristyen yang imannya lemah. Lemah, sebab
pengetahuan teologinya belum memadai, pengertian Alkitabnya belum dalam dan belum
komprehensif, orang ini perlu bertumbuh di situ. Kedua, dia lemah karena tersandung tindakan,
disakiti oleh perbuatan orang Kristen yang lain akhirnya dia menjadi kecewa. Ketiga, orang Kristen
yang mungkin ditipu oleh suara setan dan ditipu oleh hati nuraninya bahwa Allah tidak lagi mencintai
dia dan dia tidak lagi menjadi anak-anak Allah, akhirnya dia menjauhi dari Tuhan. Keempat, oleh
karena kepahitan hidup, sakit penyakit, kesulitan yang muncul, ketidak-beranian untuk
mempertahankan iman di tengah aniaya yang ada di depan dia, maka orang Kristen seperti ini lari.
Dia lari tidak berarti dia murtad. Itu sebab di abad 17 dan 18 kaum Puritan memakai dua kata yang
membedakan yaitu “apostacy” (murtad) dan “spiritual desertion.” Spiritual desertion dilakukan oleh
orang Kristen yang imannya lemah. Kelihatan dari luar mungkin sama seperti ‘apostacy,’ (murtad)
sama-sama meninggalkan Gereja, sama-sama tidak berdoa lagi, tetapi ini adalah orang Kristen yang
desersi dan yang satu lagi adalah orang Kristen yang murtad, yang memang tidak punya iman yang
sejati sejak awalnya. Orang yang desersi memiliki iman yang seperti api yang redup sehingga seolah
kelihatannya tidak punya iman.
Saudara dan saya bertanya, betulkah saya memiliki iman yang otentik? Bagaimana saya tahu imanku
otentik atau tidak? Bagaimana kita belajar mengoreksi seberapa sehatnya iman kita? Kenapa kita
sering pergi ke dokter untuk periksa darah secara berkala? Untuk mengecek seberapa sehatnya kita.
Kalau hidup sehari-hari kita mengecek seberapa sehatnya fisik kita, kita juga selalu perlu mengecek
seberapa indah dan sehatnya hidup pernikahan kita, mari juga kita memiliki kerinduan selalu peka
bertanya kepada Tuhan seberapa sehatnya iman kita di hadapan Tuhan. Mungkin ada ‘sakit’ tetapi
248

paling tidak kita tahu iman kita kondisinya bagaimana. Mungkin iman itu perlu mendapat dorongan
dan api kembali, mari kita belajar coba memikirkan seberapa dalam dan sehatnya iman kita.
Beberapa point penting saya berikan kepada saudara untuk evaluasi.
Pertama, seseorang yang memiliki iman yang otentik adalah seorang yang selalu melakukan self
examination terhadap imannya. Dalam Kis.15:36 Paulus mengajak kepada Barnabas untuk kembali
kepada orang-orang yang sudah mereka bawa untuk percaya Tuhan, untuk melihat seberapa kondisi
keadaan rohani mereka. Paulus ingin melakukan suatu evaluasi bukan kepada pelayanannya saja,
tetapi kepada seberapa bertumbuhnya iman mereka yang sudah pernah mendengarkan Injil dalam
pelayanan penginjilan Paulus. Seseorang yang memiliki iman yang sejati, sekalipun kecil, lemah dan
redup, api imannya tetap tidak akan mati. Itu bukti otentik ada iman yang sejati. Tetapi iman itu
mungkin tidak bisa dilihat oleh orang lain karena tidak ada ciri dan tanda eksternal, itu sebab di
dalam 2 Kor.13:5 Paulus tidak bisa menentukan orang itu sudah percaya Tuhan atau tidak, tetapi dia
meminta masing-masing mereka melakukan self examination ini. Uji diri sendiri, selidiki hati sendiri.

Kedua, adakah engkau punya iman? Ketiga, apakah Kristus tinggal di dalam hatimu atau tidak?
Seseorang yang sungguh-sungguh mencintai Tuhan dan memiliki iman pasti dia akan terus berhati-
hati akan imannya. Salah satu yang perlu dilakukan adalah menguji sendiri seberapa sehatnya,
seberapa kuatnya iman kita, seberapa dalamnya cinta kita kepada Tuhan, betulkah Tuhan Yesus
sudah ada di dalam hati kita atau tidak. Kita yang sudah lama menjadi anak Tuhan, berasal dari
keluarga Kristen, mari kita kembali menanyakan pertanyaan yang sama ini, betulkah saya sudah
pernah mengundang Yesus tinggal di dalam hatiku? Betulkah Dia sungguh-sungguh ada di dalam
hatiku? Kalau tidak, maka Paulus mengingatkan suatu hari orang itu pasti tidak tahan uji. Penulis
Ibrani melihat fakta ini, ada orang yang sudah dibaptis, sudah ambil pelayanan, sudah ikut perjamuan
kudus, tiba-tiba dia murtad dan pergi meninggalkan Tuhan, dia tidak tahan uji karena tidak pernah
punya iman sejati (Ibr.6:4-6). Itu sebab memeriksa diri penting luar biasa, uji hatimu di hadapan Tuhan
apakah engkau tegak di dalam iman, apakah Kristus ada di dalam hatimu.

Keempat, iman yang otentik akan menghasilkan satu perasaan paradoks, di satu pihak ada perasaan
damai sejahtera karena tahu dia aman bersama Tuhan tetapi sekaligus dia memiliki ketidak-
nyamanan di dalam hati sebab takut akan kehilangan keselamatan itu. Dalam 1 Kor.9:27 Paulus
menyatakan perasaan ini. Itu sebab Paulus dalam Roma 14 mengingatkan satu kali kelak setiap orang
harus memberikan pertanggungan-jawab, artinya kalau kita menghakimi orang, suatu kali kelak kita
juga akan berdiri di penghakiman Allah. Sebagai anak Tuhan kita percaya tidak ada lagi
penghukuman, tetapi Alkitab memberitahukan dengan jelas satu kali kelak kita akan berdiri di
hadapan pengadilan Tuhan dan itu adalah pengadilan yang memberikan imbalan yang berbeda-beda
kepada setiap kita.

Dalam 1 Kor.3:10-15 Paulus memberi ilustrasi orang Kristen membangun pekerjaannya dengan dua
jenis bangunan. Ada yang membangunnya dengan kayu, rumput kering dan jerami ataukah dia
membangunnya dengan emas, perak dan batu permata, semua itu akan nyata pada waktu hari
penghakiman Tuhan, ketika api Tuhan yang kudus itu membakar. Jelas pekerjaan yang dibangun
dengan kayu, rumput dan jerami akan terbakar habis karena tidak tahan oleh api, tetapi yang
dibangun dengan emas, perak dan batu mulia akan makin dimurnikan oleh api. Ini memberitahukan
kepada kita pada suatu hari kita akan menghadapi pengadilan Tuhan. Paulus tahu keselamatannya
tidak akan hilang, tetapi di dalam 1 Kor.9:27 Paulus menyatakan kekuatirannya setelah dia melayani
249

Tuhan dengan sungguh-sungguh dan susah payah, dia takut kalau dia yang sudah membawa orang
menerima Tuhan Yesus tetapi dia sendiri ditolak Tuhan. Jelas, kalau dia beriman kepada Tuhan
keselamatannya terjamin, tetapi mengapa ada perasaan seperti ini? Inilah paradoks yang muncul.
Maka sebagai anak-anak Tuhan, mengevaluasi sehatnya iman kita coba tanyakan kalau suatu kali kita
dipanggil Tuhan dan bertemu Tuhan, siapkah kita? Kalau kita memiliki iman yang sehat, hari demi
hari waktu kita berjalan terlalu cepat akan berlalu. Paulus sudah mengingatkan kepada jemaat, waktu
kita tinggal sebentar lagi. Ada satu perasaan paradoks, di satu pihak kita sudah percaya Yesus kita
aman di dalam Dia, tetapi di pihak lain ada satu ketakutan jangan sampai iman kita hilang. Karena
sikap itu maka Paulus melatih tubuhnya dengan disiplin rohani, dengan sikap seperti itu dia melayani
dengan sungguh, dengan sikap seperti itu dia mengutamakan mana yang lebih berarti dan lebih
penting di dalam hidupnya. Ini ciri yang ketiga dari seseorang yang memiliki iman yang otentik.
Ciri yang kelima, akan muncul paradoks lain, makin iman kita bertumbuh makin kita peka terhadap
dosa yang kecil dan sekaligus makin membuat kita sadar bahwa kita adalah orang yang paling
berdosa. Paulus memperlihatkan pertumbuhan iman yang seperti ini. Dalam 1 Kor.15:9 dia
mengatakan, “Aku adalah yang paling hina di antara semua rasul…” Dalam Ef.3:8 dia mengatakan,
“Aku adalah yang paling hina di antara semua orang percaya…” Dan dalam 1 Tim.1:15 “Aku adalah
yang paling berdosa di antara orang berdosa…” Di awal pelayanannya dia menyadari dirinya adalah
yang paling hina dari antara rasul-rasul yang lain dan di tengah pelayanannya dia mengaku dirinya
adalah yang paling hina dari antara semua orang percaya, namun di akhir pelayanannya dia mengaku
dengan rendah hati bahwa dia adalah yang paling hina dari antara orang-orang berdosa. Dari sini kita
bisa melihat semakin tua usia Paulus, semakin lama dia melayani Tuhan, semakin dia peka menyadari
akan dosa. Sama seperti kalau kita memakai baju putih berjalan menuju cahaya, dari jauh kita pikir
baju kita cukup putih, semakin dekat kepada cahaya itu semakin kita tahu baju kita ternyata tidak
terlalu putih adanya. Bukan berarti iman kita tidak bertumbuh tetapi justru ini menyatakan
pertumbuhan kita yang paradoks. Berbeda dengan orang Farisi, semakin dia mengenal hukum Taurat
semakin dia merasa semua orang di sekitarnya berdosa sedangkan dia sendiri tidak. Itu adalah iman
kerohanian yang tidak otentik. Semakin kita bertumbuh semakin kita peka dosa-dosa kecil yang dulu
tidak kita sadari, tetapi sekaligus membuat kita sadar kita adalah orang yang begitu hina di hadapan
Tuhan. Dengan demikian kita akan terus bertumbuh maju.
Selanjutnya keenam, seseorang yang memiliki iman yang otentik selalu menyatakan kecintaan yang
makin dalam kepada Kristus. Seorang yang mencintai Tuhan seperti seorang yang mencintai
pasangannya, semakin terus ingin mengenal dan mencintainya lebih dalam. Dari awal sampai akhir
apakah kita memiliki kasih yang konsisten kepada Tuhan? Paulus sudah ikut Tuhan begitu lama,
sudah mengenal Tuhan begitu dalam, tetapi mengapa dia tetap mengeluarkan kalimat ini, “Hanya
satu keinginanku yaitu mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya…” Dia berdoa kepada Tuhan supaya
engkau dan saya mengenal Tuhan lebih dan lebih dalam lagi hari lewat hari. Iman yang otentik akan
bertumbuh dalam kecintaan kepada Kristus. Ketuju, iman yang sejati walaupun mungkin lemah
tetapi dia akan menghasilkan buah di dalam hidupnya.
Terakhir, iman yang sejati adalah iman yang akan selalu bertumbuh di dalam komunitas ‘means of
grace’ yang dia tidak lalaikan. Itu sebab kenapa Paulus menekankan kepada jemaat jangan
melalaikan komunitas, sebab di dalam komunitas kita bertumbuh. Biar kita saling membangun satu
dengan yang lain. Saya akan menutup bagian ini dengan bertanya kepada saudara, seberapa dalam
250

kita menghargai means of grace dari Tuhan, ibadah, doa, persekutuan, membaca firman Tuhan dan
melayani? Ini semua merupakan means of grace, sarana Tuhan memberikan anugerah-Nya kepada
kita. Kita mungkin lemah, tetapi bagaimana kita akhirnya bisa dikuatkan bertumbuh kembali kalau
kita tidak pernah membaca firman Tuhan, ditarik kembali oleh Tuhan untuk mendekat kepada-Nya?

Ibr.10:25memperlihatkan jemaat ini memiliki iman yang begitu lemah, mereka diterpa oleh kesulitan
aniaya. Banyak di antara mereka lari dan tidak lagi berani berbakti. Maka penulis Ibrani
mengingatkan jangan membiasakan diri meninggalkan pertemuan ibadah. Itu adalah means of grace
bagi setiap kita.
Melalui khotbah ini saya menggugah saudara untuk bertumbuh dalam iman di hadapan Tuhan. Biar
hari ini kita dengan tulus dan jujur membawa iman kita di hadapan Tuhan. Kalau iman kita kering dan
tidak bertumbuh dengan subur, kita minta kepada Tuhan untuk menyiramnya dengan kehangatan
cinta Tuhan.
Kalau iman kita bertumbuh namun belum menghasilkan buah, biar kita minta Tuhan memelihara,
memupuk dan memangkasnya supaya iman kita menghasilkan buah-buah yang indah.
251

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 17/10/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 44

Prinsip membangun relasi yang harmonis

Nats: Roma 15:1-6

1 Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari
kesenangan kita sendiri.
2 Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk
membangunnya.
3 Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan–Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: “Kata–
kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku.”
4 Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita,
supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab
Suci.
5 Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan
kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus,
6 sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus
Kristus.

Mulai dari Roma 12 ke belakang Paulus bicara mengenai bagian praktis, setelah kita menerima
keselamatan di dalam Kristus, apa yang harus kita lakukan dalam hidup kita sekarang. Dalam Roma 12
tidak banyak Paulus bicara mengenai panggilan kita mengembangkan bakat dan karunia yang Tuhan
sudah kasih. Paulus hanya bicara kurang lebih tidak sampai 10 ayat mengenai hal ini. Lalu Paulus
bicara mengenai tugas tanggung jawab kita kepada pemerintah yang ada, juga tidak banyak ayat
yang dipakai oleh Paulus. Paling sedikit dia hanya memakai 12 ayat mengenai hal ini. Tetapi Roma 12-
15 bicara mengenai hubungan di antara sesama jemaat, persaudaraan di antara kita Paulus bicara

begitu banyak dan panjang lebar. Di situ firman Tuhan memberitahukan kepada kita betapa peka,
betapa rumit dan betapa susahnya hubungan di dalam relasi sesama itu. Kita tidak mungkin
mengabaikan akan hal itu, kita tidak mungkin mengisolasi diri, tidak bisa datang ke gereja lalu selesai
pulang begitu saja. Mungkin engkau bisa melakukan seperti itu tetapi itu bukan merupakan panggilan
Tuhan kepada kita. Tuhan mengatakan “Aku akan mendirikan Gereja-Ku…” dan itu adalah umat
Tuhan yang bukan hanya dari satu negara yang gampang diatur secara hierarki. Kita memang satu
umat, dimana kita setara sederajat satu dengan yang lain, kita dipanggil Tuhan menjadi satu umat
yang bersaksi bagi Tuhan. Dan itu tugas yang tidak gampang.
252

Itu sebab dalam Roma 14-15 dua pasal panjangnya Paulus hanya bicara soal ada orang yang punya
pikiran terbuka, yang punya iman kuat, tetapi juga ada orang yang punya pandangan picik , yang
imannya lemah; ada orang yang melihat terlalu picik, ada orang yang melihat lebih luas, begitu saling
ketemu bisa susah luar biasa. Maka menghadapi perbedaan seperti itu Paulus mencatat dengan teliti
dan baik. Problem hidup kita tidak akan habis-habisnya. Hal-hal yang kecil-kecil itu tidak akan pernah
hilang menjadi pernik-pernik di dalam kehidupan kita. Paulus bicara begitu panjang lebar mengenai
persaudaraan karena Gereja tidak akan lepas dari hal itu. Gereja yang sejati ada pujaan dilakukan,
ada Perjamuan Kudus dijalankan, ada firman diberitakan. Itu ciri-ciri Gereja yang sejati. Tetapi Gereja
juga perlu persaudaraan, persekutuan yang bersifat horisontal sebagai anak-anak Tuhan dan Gereja
perlu pelayanan dan misi. Ini tiga hal yang penting. Di dalam persaudaraan inilah kita mungkin
berbeda pendapat, kita mungkin bisa saling satu dengan yang lain mengeluarkan kata-kata yang
akhirnya membuat kita tersinggung satu dengan yang lain. Kita mungkin akhirnya kecewa lalu kita
mau pergi meninggalkan satu persaudaraan. Kita ganti ke persaudaraan yang lainpun kita pasti akan
menghadapi hal yang sama. Satu orang satu problem, dua orang menjadi tiga problem, tiga orang
menjadi enam tujuh problem. Kesulitan ada, problem ada, relasi itu tidak ada habis-habisnya. Kalau
terus lihat hal-hal yang kecil-kecil ini, kita tidak akan ada habis-habisnya. Itu sebab dari Roma 14-15
saya akan memberikan beberapa point yang penting sekali mengenai relasi di antara kita.
Roma 14:16 Paulus mengatakan, ”...apa yang baik yang kamu miliki janganlah biarkan kamu difitnah.”
Terjemahan ESV jauh lebih baik, “So do not let what you regard as good be spoken of as evil.” Ayat ini
langsung memberitahukan kepada kita between deed and word gap-nya besar sekali, bukan? Engkau
sudah melakukan hal yang baik, tetap bisa dibilang jahat oleh orang. Tetapi Paulus ingatkan, kita
harus tetap berbuat baik dan berusaha sebaik mungkin jangan sampai yang baik itu dilihat menjadi
tidak baik. Berarti di sini kita dipanggil bukan saja untuk melakukan hal yang baik tetapi kita juga
pikirkan bagaimana dengan tepat bagaimana caranya kebaikan kita dilihat sebagai kebaikan. Paulus
mengingatkan kepada kita betapa susahnya di dalam inter relasi persaudaraan itu. Kita bisa ter-
singgung waktu hal baik yang kita lakukan dibilang orang tidak baik. Tetapi bisa jadi kita adalah orang
yang mengatakan perbuatan baik orang lain sebagai tidak baik.
Dalam Radix terbaru saya mengutip cerita mengenai seorang anak muda yang datang untuk minta
maaf kepada seorang rabi yang sudah dia fitnah dan ternyata fitnahannya tidak benar. Rabi itu
kemudian mengajak anak muda ini ke atas loteng dan menyobek bantalnya. Segera bulu-bulu angsa
dari bantal itu tersebar angin ke mana-mana. Rabi itu berkata, “Anak muda, bolehkah engkau
menolong saya memungut kembali bulu-bulu angsa itu?” Anak muda ini mengatakan, “Tidak
mungkin, bulu-bulu itu bisa saya kumpulkan kembali.” Rabi yang bijaksana itu berkata, “Engkau tahu
saya sudah memaafkan kesalahanmu. Tetapi engkau harus menyadari, engkau tidak mungkin bisa
mengambil kembali kata-kata apa yang sudah keluar dari mulutmu karena engkau tidak tahu sudah
sampai di mana kata-katamu itu sudah tersebar.” Di satu sisi kita dipanggil betul-betul untuk
melakukan apa yang baik, tetapi itu belum cukup, kata Paulus. Hati-hati bagaimana supaya per-
buatan baikmu tidak dipersepsi sebagai kejahatan oleh orang lain, dan di pihak lain kita dipanggil
oleh Tuhan jangan terlalu cepat mengeluarkan kata-kata sehingga kata-kata itu menjadi salah
padahal orang itu melakukan hal yang baik kepada kita. Kadang-kadang hal ini memang bisa terjadi.
Maka setelah membaca Roma 14-15 saya mengajak kita melihat apa yang patut, bagaimana kita
memiliki beberapa prinsip yang penting supaya di dalam kita berelasi dengan orang yang lain, ini
menjadi prinsip pegangan kita.
253

Minggu lalu di dalam khotbah pagi Pdt. Antonius bicara mengenai konsep melepaskan hak. Tuhan
memanggil kita untuk hidup dalam keharusan. Kenapa harus? Waktu kita harus, berarti kita terikat,
harus berarti kita mungkin bisa terpaksa melakukannya. Roma 15:1-2 berapa kali kata ‘harus’ muncul?
Kita harus menanggung orang lain, kita harus tidak mencari kesenangan diri sendiri. Dua kali kata
‘harus’ muncul di sini. Prinsip memikul salib itu penting, bukan saja di dalam pelayanan tetapi pikul
salib di dalam relasi persaudaraan juga merupakan prinsip panggilan keharusan kita. Kita manusia
yang cenderung egois. Kita baru memperhatikan sesuatu pada waktu hal itu bersentuhan dengan
kepentingan kita. Tetapi pada waktu hal itu tidak bersentuhan dengan kepentingan kita, banyak kali
kita tidak memperhatikannya. Kali ini kita dipanggil untuk memperhatikan orang lain, menanggung
orang lain, memperhatikan orang lain, itu merupakan panggilan keharusan. Mungkin saya sedikit
memberikan tambahan mengenai konsep keharusan ini. Harus adalah sebaiknya yang memiliki dua
aspek. Yang pertama, harus yang memang harus kita lakukan. Contoh, engkau harus mandi. Dalam
hal itu engkau tidak perlu melepaskan hak. Dan sudah mandi, tidak perlu dipuji karena itu memang
harus. Di dalam kehidupan bergereja, di dalam persaudaraan orang Kristen, ada harus dalam kategori
ini. Harus yang tidak perlu disuruh-suruh, harus yang tidak perlu dipuji karena itu memang harus
menjadi tanggung jawab kita.
Aspek yang kedua adalah harus yang dilihat sebagai kesempatan. Karena waktu kita mengerjakannya
harus itu mendatangkan kesempatan bagi kita mengerjakan sesuatu yang lebih baik. Contoh,
seseorang yang sudah bekerja keras umpamanya, dia harus mengambil liburan. Harus itu pada waktu
kita ambil, itu merupakan satu keharusan yang menjadi kesempatan bagi kita. Kalau kita memahami
seperti itu kita tidak akan pernah melihat harus itu sebagai sesuatu yang menjadi beban dan
memberatkan kita. Itu sebab pada waktu kita melihat kenapa sih kita harus memperhatikan orang
lain, kenapa sih kita harus lebih memperhatikan orang lain, kita rasa itu menjadi satu keterpaksaan.
Perhatikan, itu tidak harus menjadi satu keterpaksaan bagi Paulus karena ada tiga indikasi yang
sangat penting dan begitu menyentuh hati saya dalam Roma 14-15 ini Paulus berkata. Pertama, pada
waktu engkau melayani dengan sikap seperti itu, engkau akan dihormati (Roma 14:18) . Kita semua
mau hormat, bukan? Kita semua mau pujian, bukan? Kita semua mau memuliakan Tuhan, bukan?

Di sini Paulus berkata, barangsiapa melakukan hal-hal itu, dia akan berkenan kepada Allah dan
dihormati orang. Paulus tidak mengatakan keharusan itu sebagai satu keterpaksaan tetapi melihat itu
sebagai satu kesempatan. Waktu engkau melakukannya engkau sebenarnya mendapatkan hasil di
belakangnya. Hasil itu mungkin tidak langsung engkau dapat dan engkau lihat hari ini. Tetapi ayat ini
mengingatkan, pada waktu kita mengerjakan harus itu, engkau akan dihormati orang dan
menyenangkan Allah. Kemudian Paulus mengatakan ada dua hal yang menjadi kehormatan dan
ambisi pelayanannya. Pertama, dia merasa terhormat di hadapan Tuhan kalau dia bisa
memberitakan Injil kepada orang bukan Yahudi (band. Roma 15:17-20) . Aku bermegah, itu satu
kehormatan. Satu hal yang saya bermegah di dalam pelayananku yaitu aku bisa memberitakan Injil
kepada orang non Yahudi. Adalah kehormatan bagiku melakukan pelayanan tidak di atas fondasi
yang sudah dibangun orang lain. Itu adalah dua kehormatan Paulus. Tidak semua orang Kristen dan
tidak semua pelayan Tuhan seperti ini. Tetapi Paulus tidak pergi ke satu daerah yang sudah dilayani
oleh orang lain. Paulus tidak mau pergi ke satu ladang pelayanan yang sudah digarap oleh orang lain.
Dia mau memulai dan merintis satu pelayanan dari nol. Paulus mengatakan satu kalimat yang sangat
menyentuh hati, ”...ini adalah kehormatan bagiku.” Aku bermegah, aku hormat. Dengan mengatakan
254

kata-kata ini kita bisa melihat bagaimana sikap hati Paulus di dalam pelayanan. Saya mengharapkan
ini boleh menjadi sesuatu fondasi yang ada di dalam hidup kita. Setiap kita pada waktu berelasi satu
sama lain, keharusan yang bersifat kehormatan, keharusan yang bersifat satu hak istimewa,
keharusan yang kita kerjakan mendatangkan kebebasan dan bukan karena keterpaksaan dalam hidup
kita. Selalu perhatian terhadap kepentingan orang lain.
Waktu bersekolah di SAAT kita duduk di meja makan sepuluh orang. Lima orang di sebelah sini, lima
orang di sebelah sana. Kalau menunya hari itu ayam goreng, seekor di taruh di sebelah sini, yang
seekor lagi di sebelah sana. Kalau di bagian sini ayamnya sudah habis, di bagian sana ayamnya masih
ada, yang di sebelah sini tidak boleh ambil ayam yang di sebelah sana. Lalu di ujung meja adalah
posisi kepala meja, yang dipimpin oleh mahasiswa paling senior, baru kemudian di kiri dan kanannya
duduk yang lebih junior, dan yang di tengah adalah mahasiswa tingkat pertama. Setelah selesai doa
makan, anak tingkat satu dan dua tidak boleh ambil makanan dulu tetapi tunggu kakak tingkat
memberikan kepada yang junior. Di situ kita masing-masing belajar memperhatikan orang lain. Ada
orang begitu makanan keluar, langsung cepat-cepat dia ambil, kurang perhatian kepada orang lain.
Ini adalah point yang sederhana. Dalam segala sesuatu yang engkau lakukan, belajar selalu
memikirkan orang lain lebih dulu. Saya rasa ini merupakan beberapa prinsip kecil yang penting.
Dalam hal makan, dalam banyak hal lain, kalau itu sudah ada, saya rasa hal-hal yang kecil menjadi
tidak kelihatan besar karena kita belajar selalu wajib menjadi orang Kristen yang mengutamakan
orang lain dan tidak mementingkan diri. Mementingkan perasaan orang lain terlebih dulu, selalu
memikirkan apa yang menjadi kepentingan orang lain lebih dulu. Prinsip kedua, yang sangat menarik
di sini Paulus bicara mengenai sejarah masa lalu, Roma 15:4 “Sebab segala sesuatu yang telah ditulis
dahulu telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita supaya kita teguh berpegang kepada
pengharapan dan ketekunan oleh penghiburan dari kitab suci…” Paulus pakai ‘penghiburan dari kitab
suci,’ memberi indikasi jemaat di Roma paling tidak sudah memiliki kitab suci. Jelas kitab suci yang
mereka miliki pada waktu itu adalah kitab Perjanjian Lama. Itu sebab Paulus mengatakan sejarah
yang lampau itu ditulis untuk kita menjadi satu pelajaran supaya muncul dorongan melalui firman
Tuhan itu engkau memperoleh pengharapan. Mengapa Paulus mengatakan kalimat ini? Hampir
semua penafsir mengatakan dengan memberikan contoh ini Paulus hanya ingin mengajak kita untuk
melihat itulah hidup persaudaraan orang Kristen.
Kalau saudara baca dari PL Tuhan memanggil umat-Nya memang Tuhan sendiri memiliki “kesulitan”
bagaimana berelasi dengan orang Israel yang begitu banyak. Maka di dalam Gereja yang anggotanya
begitu berbeda Paulus secara implisit mengatakan orang Kristen tidak boleh kecewa, tidak boleh
mengisolasi diri dari persekutuan karena itu akan membuat pertumbuhan rohani orang Kristen
terhambat. Sejarah bangsa Israel memberi contoh kepada kita bahwa pelajaran itu penting. Kalau
engkau terus lari dari firman Tuhan, lari dari persekutuan, engkau tidak akan mendapatkan –bukan
teguran- tetapi penghiburan dari kitab suci. Dorongan, berarti ada juga penjeraan. Ini unik sekali,
kenapa Paulus mengkaitkan mendengar firman Tuhan setiap minggu, membaca firman Tuhan itu
mendatangkan kesegaran, mendatangkan kekuatan dan penghiburan, itu berarti kita gampang
menjadi lemah, kita gampang menjadi kecewa tetapi itu tidak mungkin bisa diselesaikan kalau kita
lari dari persekutuan dan lari dari firman Tuhan. Walaupun kita mungkin menemukan ada orang yang
kita begitu sulit bergaul dengannnya tetapi itu tidak boleh menjadi halangan akhirnya membuat kita
tidak mendapatkan kekuatan pertolongan dan dorongan dari firman Tuhan. Maka pegang prinsip
255

kedua ini: selalu menjadikan firman Tuhan mendorong kita di dalam hidup bersama dengan saudara-
saudara yang lain. Prinsip yang ketiga muncul di ayat 5 , “Semoga Allah yang adalah sumber
ketekunan dan penghiburan memberikan kerukunan kepada kita sesuai dengan kehendak Tuhan kita
Yesus Kristus…” Satu persaudaraan yang sejati, satu hubungan yang indah dan baik adalah satu
hubungan yang tidak mungkin terjadi dengan begitu cepat, tidak mungkin terjadi secara instan, tidak
bisa terjadi dengan mendadak. Itu membutuhkan kesabaran dan pembentukan yang tidak ada habis-
habisnya. Kita ingin anak kita cepat berubah, kita ingin relasi kita juga cepat menjadi indah dan baik.
Tetapi Paulus memberikan aspek ini: ketekunan dan kesabaran.
Saya sangat terharu menyaksikan “China Got Talent” winner yang bisa bermain piano bukan dengan
tangan tetapi dengan kakinya, Liu Wei. Dia tidak punya tangan karena waktu umur 10 tahun main
petak umpet lalu kena strum high voltage. Mamanya sejak awal tidak mau dia hidup bersandar
kepada bantuan orang lain, maka dia belajar makan sendiri dan melakukan apa saja dengan kakinya.
Itu kalimat yang sangat bijak dan penting. Mengapa begitu banyak orang yang sebetulnya tidak
memperoleh apa-apa di dalam hidupnya bisa menghasilkan satu kualitas hidup yang lebih maksimal
daripada orang yang banyak mendapatkan apa-apa? Ada orang diberi kuantitas minim bisa
menghasilkan kualitas yang terbaik. Ada orang diberi kuantitas begitu banyak tetapi tidak pernah
menghasilkan kualitas apapun. Kadang-kadang kita tidak bisa mengerti, bukan? Orang ini tidak punya
tangan, bukan dari keluarga kaya, tetapi dia bisa lakukan terbaik from less of his life. Dia mengatakan,
“Saya hanya punya dua pilihan, yaitu memilih untuk kasihan diri dan tunggu kapan saya mati. Atau
saya memilih menjalani hidup yang indah. Saya pilih yang kedua.” Kita punya dua tangan saja belajar
piano tidak bisa-bisa, bayangkan bagaimana bermain piano dengan kaki? Dia bukan main “Twinkle,
twinkle little star” tapi main “Bumble Bee” bagian yang sangat sulit dari Horowitz. Waktu ditanya
kepada dia apakah gampang bermain piano dengan kaki, dia jawab tentu saja susah. Berarti hal itu
tidak datang begitu saja, bukan? Itu datang dari satu hati orang yang tidak melihat pernik-pernik yang
kecil tetapi melihat hal yang lebih besar.

Memang banyak hal susah untuk kita raih, tetapi Paulus tidak mengeluarkan cara lain selain kita
belajar memiliki ketekunan dan kesabaran sehingga kita bisa rukun, sabar sehingga kita bisa
harmonis, sabar sehingga kita bisa menanggung sesuatu yang tidak gampang. Menerima sesuatu
yang gampang itu mudah, tetapi mengubah sesuatu yang sulit menjadi indah itu tidak mudah. Kita
perlu satu ketekunan. Saya rasa ini merupakan satu prinsip yang bisa diaplikasikan di dalam banyak
hal dari hidup kita. Kepada suami dan isteri, relasi kita dengan anak, di dalam pekerjaan dan dalam
hal apapun. Kalau kita terus lihat hal-hal yang negatif, hal-hal yang baik kita persepsikan jahat,
akhirnya tidak ada habis-habisnya. Pertama, belajar memikul salib bagi orang lain. Kedua, selalu tidak
pernah lari kecuali kepada firman Tuhan karena di situ kita mendapatkan dorongan. Ketiga, belajar
untuk tekun dan sabar, tahan.
Prinsip keempat, Paulus minta kita harmonis, ”...sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu
memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 15:6) . Harmoni tidak berarti seragam
tetapi harmoni karena kita tahu tujuan dan purpose kita sama. Itu sebab kalau kita baca nasehat
Paulus, dia bilang kita harus satu suara demi untuk kemuliaan Allah. Waktu kita makan dan minum
jangan buat hal-hal sepele itu kita perhatikan, lihat Kerajaan Allah lebih penting daripada hal-hal itu.
Kalau kita semua mengerti kebenaran Tuhan, prinsip firman Tuhan, Injil harus diberitakan dan
256

diperluas ke mana-mana, saya rasa itu akan menghasilkan hidup yang harmoni di dalam Gereja
Tuhan.
Yang terakhir, apa yang menjadi ambisi dan kebanggaan pelayanan hidup kita? Mari kita menjadi
orang Kristen yang melihat pada waktu kita melayani, waktu kita menjadi berkat bagi orang lain, itu
merupakan kehormatan kita, itu merupakan dignitas kita, itu menjadi keindahan kita. Sehingga orang
yang melayani tidak pernah kecewa, orang yang melayani tidak akan pernah merasa minder, sebab
selalu melihat itu sebagai satu kehormatan dan satu keindahan ambisi yang begitu berharga dalam
hidupnya.
Kiranya Tuhan memberkati kita masing-masing.
257

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 24/10/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 45

Jauh lebih banyak hal yang bisa engkau


berikan bagi orang lain

Nats: Roma 15:14-29

14 Saudara–saudaraku, aku sendiri memang yakin tentang kamu, bahwa kamu juga telah penuh
dengan kebaikan dan dengan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati.
15 Namun, karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sana sini
dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu,
16 yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa–bangsa bukan Yahudi dalam
pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa–bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh
Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada–Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.
17 Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah.
18 Sebab aku tidak akan berani berkata–kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang
telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa–bangsa lain kepada ketaatan,
oleh perkataan dan perbuatan,
19 oleh kuasa tanda–tanda dan mujizat–mujizat dan oleh kuasa Roh. Demikianlah dalam
perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil
Kristus.
20 Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak
melakukannya di tempat–tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku
jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain,
21 tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: “Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang
Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya.”
22 Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu.
23 Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku
telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu,
24 aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan
kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati
pertemuan dengan kamu.
25 Tetapi sekarang aku sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk mengantarkan bantuan
kepada orang–orang kudus.
258

26 Sebab Makedonia dan Akhaya telah mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu
kepada orang–orang miskin di antara orang–orang kudus di Yerusalem.
27 Keputusan itu memang telah mereka ambil, tetapi itu adalah kewajiban mereka. Sebab, jika
bangsa–bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga
bangsa–bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka.
28 Apabila aku sudah menunaikan tugas itu dan sudah menyerahkan hasil usaha bangsa–bangsa
lain itu kepada mereka, aku akan berangkat ke Spanyol melalui kota kamu.
29 Dan aku tahu, bahwa jika aku datang mengunjungi kamu, aku akan melakukannya dengan
penuh berkat Kristus.

Saya percaya tidak ada di antara kita yang terlepas dari persoalan dan kesulitan karena itu datang ke
dalam hidup setiap kita tidak ada habis-habisnya. Kadang-kadang kita akhirnya merasa kesulitan dan
problem hidup kita begitu banyak sehingga kita pikir kita tidak punya waktu tersisa lagi untuk
melakukan hal-hal baik bagi orang lain.
Pdt. Stephen Tong menceritakan bagaimana kehidupan ibunya yang janda miskin yang begitu susah
dan sulit itu masih memikirkan orang lain yang lebih susah daripada dia. Satu hari selalu dia sisihkan
untuk membesuk orang, menyisihkan beras untuk memberi kepada orang miskin. Selalu mencari
kesempatan untuk memberikan waktu dan apa yang ada pada dirinya untuk orang lain. Betapa kisah
seperti ini selalu menggugah dan mengharukan kita. Tetapi banyak di antara kita mungkin sampai
hari Minggu pun dari pagi terus disibukkan dengan diri sendiri dan keluarga sendiri, tidak ada waktu
untuk pelayanan dan memperhatikan orang lain. Bukan saya mengatakan bahwa kita tidak boleh
memperhatikan diri dan keluarga sendiri, tetapi saya rasa kita harus sedikit belajar melihat ada
banyak hal Tuhan sudah beri di dalam hidup kita, adakah saya sudah menyisihkan waktuku pada hari
Minggu aku datang berbakti dan bergereja, biar ini menjadi waktuku untuk Tuhan dan melayani
orang lain? Paulus berkata kepada jemaat Filipi begitu indah, “You were indeed concerned for me but
you had no opportunity…” (Fil.4:10) . Kita mungkin belum bisa sebab belum banyak kesempatan tetapi
itu tidak boleh membuat kita kehilangan perhatian. Ada begitu banyak hal engkau begitu concern
kepadaku, kata Paulus kepada jemaat Filipi, cuma belum ada kesempatan. Puji Tuhan, sekarang
engkau ada kesempatan dan engkau merealisasikan akan hal itu.
Dalam Roma 14:16 saudara menemukan tahap yang indah sekali dari Paulus mengajak jemaat melihat
dari persoalan diri berani untuk melihat kepada persoalan orang lain, sesudah itu kemudian Paulus
bilang, “There is much more in your life…” yang bisa engkau berikan bagi orang lain. Paulus panjang
lebar bicara secara khusus komplikasi hubungan di antara jemaat yang tidak gampang. Maka dia
summarize dengan kalimat ini, “Tetap bagaimanapun apa yang engkau kerjakan baik jangan sampai
dianggap tidak baik oleh orang lain…” Berarti fakta itu bisa terjadi. Itulah yang mungkin menjadi
sumber perselisihan, itulah yang mungkin menjadi sumber pertengkaran di antara jemaat. Terjadi
ketersinggungan di antara mereka. Roma 14:16 merupakan satu nasehat Paulus agar jemaat jangan di-
takuti terhadap semua perbuatan dan pekerjaan baik yang sudah mereka lakukan walaupun mungkin
ada reaksi yang datang kepada apa yang kita lakukan tidak sebanding dengannya. “Do not let what
you regard as good be spoken of as evil” adalah ayat memberikan kekuatan kepada kita. Banyak hal
yang membuat kita akhirnya kecewa dan tidak mau lagi mengerjakan sesuatu yang baik karena tidak
mendapatkan respons yang setimpal dengan apa yang sudah kita kerjakan tetapi itu tidak boleh
membuat kita kecewa dengan sesama orang Kristen yang lain di Gereja kita.
259

Kemudian dalam Roma 15:7 Paulus mengatakan, “Open your heart widely to welcome one another…”
Buka hatimu selebar-lebarnya untuk menerima dan menampung kesulitan orang lain. Kita masing-
masing sudah punya pergumulan, tetapi Paulus panggil kita sekarang buka hati kita masing-masing
untuk bisa memeluk yang lain. Sesudah kita belajar bergumul dan menyelesaikan persoalan kesulitan
kita masing-masing, tidak boleh berhenti sampai di situ, Paulus bilang mari kita belajar buka hati,
coba menampung kesulitan orang. Sesudah sampai kepada tahap itu, Paulus minta kita naik satu
tahap lagi yaitu secara aktif melihat keluar, I believe there is much more in your life. Saya yakin masih
banyak hal yang baik yang ada di dalam hidupmu.
Minggu lalu saya mengutip kalimat indah dari Liu Wei, pemenang “China got Talent.” Sejak kecil
tangan sudah tidak ada, tetapi kaki tetap dipakai untuk memainkan piano. Dia mengeluarkan kalimat
yang indah sekali, “Saya hanya punya dua pilihan di dalam hidup ini. Pertama, terus menangis self
pity meratapi nasibku dan tunggu kapan saya mati.

Pilihan yang kedua, bagaimana menjadikan hidupku lebih indah. Saya putuskan untuk mengambil
pilihan yang kedua, to make my life beautiful.” Ada banyak orang di dalam hidup ini tidak memiliki
banyak barang, tidak memiliki banyak kesempatan. Orang-orang itulah yang berhak berkata bahwa
persoalan hidupnya begitu banyak, bagaimana bisa membuka hati menampung kesulitan orang lain?
Tetapi sejarah memberitahukan kepada kita mengapa orang-orang yang mendapatkan the less dalam
hidupnya justru bisa menghasilkan the best dalam hidupnya? Sebaliknya ada begitu banyak orang
yang menerima berlimpah dan banyak berkat dalam hidupnya, sedikit pun tidak pernah menjadi
berkat bagi orang lain, bahkan mungkin dia masih mengeluh kurang di dalam hidupnya. Kadang-
kadang kita tidak bisa mengerti ada orang-orang seperti itu.

Itu sebab di sini Paulus mengajak jemaat Roma , pertama, untuk membereskan persoalan di antara
mereka yang sebenarnya tidak habis-habis. Kalau mau tunggu sampai itu selesai, sampai kapan pun
tidak bisa. Maka sekarang buka hati, terima dan buka hati untuk menampung kesulitan orang lain
memeluk masalah-masalah orang lain. Dan bukan hanya sampai di situ, sekarang saya buka matamu
melihat pelayanan pemberitaan Injil yang aku lakukan. Lihat ladang pelayanan yang masih ada di
depanmu.

Krisis ekonomi dan krisis moneter belakangan ini harus kita akui telah berpengaruh besar sekali
kepada berbagai aspek. Hampir 10-40 badan organisasi dan yayasan Kristen mengaku kekurangan
uang karena sudah sedikit sekali orang yang memberi persembahan kepada pelayanan seperti ini.
Kita tahu ini adalah kesulitan dan tantangan yang menimpa hampir kepada semua orang, tetapi
begitu banyak Gereja hanya memikirkan segala kemungkinan keuangan untuk diri sendiri dan
sesudah itu baru pikir bagaimana menolong yang lain. Mari mulai hari ini saya ajak saudara
memikirkan dari perspektif yang lain dan itu yang digugah juga oleh Paulus kepada jemaat Roma
Memang jemaat ini bukan hasil dari pelayanan Paulus sendiri, tidak seperti jemaat Makedonia dan
Korintus, sehingga dia mungkin agak sungkan untuk mengatakannya kepada jemaat Roma , tetapi di
pihak lain dia juga berani karena dia adalah rasul untuk orang-orang non Yahudi (Roma 15:15-16) .
Kepada jemaat Roma yang mayoritas bukan Yahudi ini Paulus menggugah dan mendesak mereka
untuk berkewajiban juga mendukung pelayanan pekabaran Injil meskipun Paulus memakai kalimat
yang sedikit halus. “Aku percaya ada banyak hal yang lebih lagi di dalam hidupmu yang boleh engkau
kembangkan bagi orang lain…” Ini adalah kalimat yang begitu indah. Kadang-kadang di dalam
260

pelayanan kita menemukan ada orang ingin melayani tetapi langsung dipadamkan dengan kata-kata
yang membuat putus asa sehingga dia menjadi kecewa. Paulus di sini memakai kalimat dorongan
yang luar biasa. Paulus tidak meminta mereka hanya senang dan puas terhadap kesuksesan
pelayanan mereka di masa yang lampau, tetapi Paulus menggugah mereka bahwa ada masih banyak
hal yang lebih besar dan lebih banyak di dalam hidupmu. Saya harap ini menjadi prinsip yang penting
di dalam kehidupan Kekristenan kita mulai hari ini. Belajar coba melihat kepada diri, apa yang masih
ada di dalam dirimu yang belum kita kerjakan dan kita gali di dalam hidup kita bagi Tuhan dan bagi
orang-orang lain. Pada waktu kita datang berbakti bersama biar ini menjadi doa dan keinginan kita
kepada Tuhan, supaya Tuhan membukakan mata kita melihat apa yang bisa kita gali dari hidup kita
bagi orang lain.

Dalam salah satu renungan pagi yang saya bawakan di Israel, saya mengupas dari 1 Kor.10:1-10 ini
merupakan satu bagian kesimpulan yang luar biasa dari firman Tuhan bicara mengenai pada waktu
kita melihat sejarah bangsa Israel, apa yang kita bisa pelajari dari sejarah yang panjang itu? Paulus
memberikan beberapa prinsip yang sangat kental dari sini. Saya menafsirkan bagian ini dengan cara
yang sangat berbeda dan saya mencoba menstimulir pikiran saudara. Sejarah Israel diberikan kepada
kita supaya sejarah itu boleh menjadi contoh peringatan bagi kita (ayat 6 dan 11) , bukan saja bagi
kehidupan kita secara pribadi tetapi juga menjadi peringatan bagi satu komunitas besar dan bagi satu
bangsa. Saya percaya ini adalah prinsip kebenaran firman Tuhan yang membuktikan satu bangsa itu
berhasil atau gagal, jaya atau hancur berkaitan dengan peringatan ini.

Ada empat hal yang penting muncul di sini menjadi peringatan bagi kita. Semakin keempat hal ini ada
di dalam diri seseorang atau di dalam diri satu bangsa, makin cepat runtuhnya orang atau
kebudayaan dari satu bangsa itu. Pertama, jangan menjadi penyembah berhala (ayat 7) . Ketika
kemajuan pikiran dan kehebatan manusia menggantikan Allah, di situlah dia sudah menjadi
penyembah berhala. Seseorang sukses, seseorang berhasil, lalu lupa diri dan menganggap diri
sebagai allah yang bisa mengontrol hidupnya, dia sudah membuat bom waktu bagi kehancurannya.
Kedua, jangan melakukan percabulan (ayat 8) . Adanya immoralitas yang muncul di dalam satu
kebudayaan adalah bom waktu bagi hancurnya kebudayaan itu. Saudara mungkin bisa terpesona
melihat satu bangsa begitu berhasil dan sukses dalam ekonomi dsb. Tetapi dari kacamata Alkitab
saudara harus dengan bijaksana melihat pada waktu satu bangsa sudah tidak lagi memperhatikan
kemurnian, kesucian, pengertian mengenai moralitas dan etika yang benar, itu adalah bom waktu
kehancuran hidup bangsa itu. Itupun juga menjadi satu bom waktu bagi hancurnya kehidupan
seseorang. Kita harus hati-hati, termasuk hamba Tuhan sekalipun, ini merupakan satu kebahayaan
yang besar. Jangan ada immoralitas di tengah-tengahmu.
Dalam 3 minggu ini di dalam kebaktian sore saya membahas mengenai sejarah dari Gerakan
Reformasi. Sangat mengejutkan dan mengagetkan bagaimana sebenarnya Luther tidak menginginkan
untuk melakukan satu revolusi di dalam Gereja pada waktu itu. Itu sebab 95 tesis kritikan yang dia
tulis dan pakukan di pintu Gereja di Wittenberg itu adalah dalam bahasa Latin, maksudnya supaya
jemaat awam tidak bisa membaca karena mereka tidak mengerti bahasa Latin. Tujuannya bukan
untuk menjelek-jelekkan Gereja, tetapi karena melihat kebobrokan dari immoralitas dari hamba-
hamba Tuhan pada waktu itu membuat Luther menjadi marah luar biasa, khususnya karena melihat
agama sudah diperjual-belikan. Secara peraturannya, seorang imam tidak boleh menikah, tetapi
faktanya sudah menjadi rahasia umum mereka punya isteri dan punya anak. Kepala imam dengan
261

menutup sebelah mata hanya menjatuhkan uang denda kepada imam-imam seperti itu. Archbishop
Albert yang sebetulnya belum cukup umur menyogok Paus untuk mengijinkan dia menjadi
archbishop di daerah Luther dengan perjanjian membagi uang hasil penjualan surat indulgensi
separuh-separuh. Bagi Luther, logikanya kalau uang memang bisa melepaskan orang dari api
purgatori,dia bilang kepada Paus jual saja semua harta kekayaan Gereja supaya uangnya bisa cukup
dipakai untuk membantu orang miskin yang tidak mampu menolong dirinya. Tetapi kamu tidak mau,
berarti kamu membodohi orang. Moralitas kehidupan seperti ini akhirnya membuat Reformasi
menjadi sesuatu yang tidak bisa ditahankan. Dan sejarah mencatat bagaimana cara Tuhan
memperbaharui Gereja-Nya. Ketiga, jangan mencobai Tuhan (ayat 9) . Kalau saudara membaca
konteks peristiwanya, saudara akan lihat setiap kali ada sedikit kesulitan, orang Israel langsung
marah kepada Tuhan dan kepada Musa. Bagi saya kalau seseorang hanya punya visi singkat selalu
hanya lihat penghalang yang ada dan tidak pernah melihatnya sebagai kesempatan, seorang
pemimpin atau orang yang visi singkat tidak melihat secara menyeluruh dalam hidupnya. Satu
negara, satu bangsa, satu kebudayaan, atau satu orang yang tidak punya planning dan visi singkat,
bom waktu kehancurannya segera tiba.
Keempat, jangan bersungut-sungut (ayat 10) . Ini adalah kata yang sederhana tetapi begitu dalam.
Bersungut-sungut bukan hanya sekedar mengucapkan hal-hal yang tidak baik atas hal-hal yang
merepotkan. Bagi saya sungut-sungut menunjukkan orang yang tidak pernah menghargai apa yang
ada pada dirinya dan terus hanya iri melihat kemajuan orang lain, malahan mau menghancurkan dan
merampok orang atau bangsa lain supaya senasib dengan dia, itu adalah satu tanda bangsa itu tidak
mungkin akan maju. Orang yang tidak menghargai apa yang ada pada dirinya, orang yang selalu iri,
selalu kasihan diri, selalu merasa kenapa dirinya tidak pernah mendapatkan keuntungan yang sama
seperti orang lain, dia sedang menyiapkan bom waktu bagi dirinya sendiri dan hidupnya tidak
mungkin bisa maju. Ini penafsiran saya terhadap 1 Kor.10 ini. Sungut-sungut seringkali keluar secara
spontan dalam hidup kita, bukan? Kita rasa itu adalah hal yang sepele tetapi firman Tuhan melihat itu
sebagai hal yang penting di dalam bagian ini. Maka kita harus hati-hati karena sungut-sungut itu
bukanlah satu perkara yang sepele. Saya lebih melihatnya sebagai suatu tanda bahwa orang itu tidak
pernah melihat hal yang indah dan baik di dalam hidupnya.

Ada banyak orang melihat kesalahan orang lain, lalu tidak pernah beri kesempatan kedua. Ada
banyak orang melihat pada diri orang lain tidak pernah melihat ada bakat dan potensi yang lebih
besar di dalam dirinya. Mari kita membuang semua cara melihat seperti itu.

Paulus menggugah hati jemaat di Roma dengan kalimat yang begitu luar biasa. Jangan selalu pikir
berapa sulitnya kita mengerjakan sesuatu tetapi selalu berpikir dengan kalimat ini, “I believe there is
something more in your life. I believe there is something good in you.” Saya percaya ini merupakan
sesuatu kalimat pembukaan dari Paulus sebelum kemudian dia secara “halus” mengajak jemaat
Roma ini mengambil bagian di dalam mendukung pelayanan penginjilan Paulus. Paulus mencerita-
kan pengalaman pelayanannya. Paulus menceritakan bagaimana jemaatnya di Makeconia dan
Akhaya mendukung pelayanannya. Tujuannya adalah untuk membuka mata jemaat Roma terhadap
pelayanan ini. Kenapa? Karena mungkin daripada semua jemaat yang lain, jemaat Roma adalah
jemaat yang paling potensial, yang tinggal di kota besar dan metropolitan, pasti mereka adalah
kelompok orang-orang Kristen yang berpendidikan dan kelompok orang-orang Kristen yang memiliki
keuangan yang banyak. Tetapi semua itu akan sia-sia kalau mereka tidak melihat bahwa mereka bisa
262

do something more daripada apa yang ada pada mereka. Kemudian Paulus mengajak kita melihat
sesuatu dengan lebih indah. Paulus memakai kata “kebanggaan dan kehormatanku” tetapi ini bukan
satu kebanggaan dan kehormatan karena hasil kesuksesan usaha dirinya sendiri tetapi dia
menambahkan dengan kalimat “itu semua karena Allah bekerja melalui aku…” (Roma 15:17-18) . Ini
dua hal harus setimbang. Paulus hormat, Paulus bangga, Paulus merasa suatu keuntungan bahwa dia
boleh melayani pemberitaan Injil Yesus Kristus. Maka Paulus membagi mengenai pelayanan
pekabaran Injilnya kepada jemaat Roma dengan beberapa prinsip. Pertama, belajar melihat dan
mendukung sesuatu dari banyak hal yang baik di dalam hidupmu. Kedua, Paulus bilang dia bangga
menjadi hamba Tuhan, dia bangga pergi menjadi orang yang memberitakan Injil, tetapi dia tahu itu
karena dia dipakai menjadi alat Tuhan. Ketiga, Paulus menyebut dua jemaat yaitu Makedonia dan
Akhaya (Roma 15:26) sebagai pendukung pelayanan Paulus. Tujuan Paulus adalah jelas, membuka hati
mereka dan pikiran terhadap pelayanan pemberitaan Injil.
Dalam 2 Kor.8 Paulus mencatat bagaimana jemaat Makedonia di dalam kemiskinan dan kesukaran
tetap dengan sukacita berbagian mendukung dana bagi pelayanan dan Paulus mengatakan bahwa
jemaat ini telah memberi melebihi kemampuan mereka. Maka di sini Paulus menggugah jemaat di
Akhaya termasuk jemaat Korintus untuk melihat teladan jemaat Makedonia untuk mendorong
mereka bersumbangsih lebih besar lagi. Dari himbauan ini maka jemaat Akhaya tergerak dan
selanjutnya pelayanan mereka dipakai oleh Paulus menjadi contoh kepada jemaat di Roma
Paulus menuliskan rencananya dia akan pergi ke Yerusalem untuk mengantarkan uang yang sudah
terkumpul dari Makedonia dan Akhaya. Ini adalah satu pemberian yang juga merupakan kewajiban
karena kita sudah berhutang Injil kepada mereka. Sikap ini penting. Kenapa kita harus memikirkan
pelayanan pemberitaan Injil walaupun mungkin kita tidak kenal orang itu? Kita harus memiliki sikap
ini, yaitu karena kita berhutang Injil. Kita sudah mendapat harta rohani, mungkin kita tidak sanggup
mengembalikan dengan harta rohani kepada mereka tetapi Paulus bilang kita bisa memakai harta
materi yang ada pada kita untuk mendukung pelayanan mereka. Dengan kalimat seperti ini maka
Paulus secara tidak langsung juga menggugah jemaat Roma untuk melakukan hal yang sama. Silakan
mengambil bagian pemberitaan Injil ini, kata Paulus, silakan berjuang bersama-sama dengan aku
untuk tujuan pemberitaan Injil. Dia minta kepada jemaat untuk berdoa dan bergumul untuk
pelayanan pekabaran Injil.
Mungkin tidak semua dari kita dipanggil menjadi misionari atau orang yang pergi memberitakan Injil,
tetapi kita semua dipanggil Tuhan melakukan usaha kepada pemberitaan Injil. Kita dipanggil Tuhan
untuk menjalani hidup yang misioner, melalui cara hidup kita orang bisa tertarik kepada Injil. Selalu
memiliki sikap untuk mendukung dan bergumul bagi pekerjaan pekabaran Injil, membawa orang
kepada Tuhan, mendoakan terus-menerus pekerjaan pemberitaan Injil tanpa henti, dan kalau Tuhan
beri kepada kita kesempatan, berhubungan dengan kita ini boleh terealisasi dalam bentuk dukungan
keuangan kepada mereka yang melayani di ladang Tuhan.
Kelebihan yang ada, kemampuan yang ada, kebisaan yang ada, kita bisa beri. Tetapi semua itu hanya
bisa terjadi kalau kita pegang prinsip ini, selalu berhubungan dengan pelayanan Injil.
Kiranya Tuhan memberkati kita.
263

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 30/10/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 46

Esensi reformasi:
Kembali kepada Injil yang sejati

Nats: Roma 15:14-21

14 Saudara–saudaraku, aku sendiri memang yakin tentang kamu, bahwa kamu juga telah penuh
dengan kebaikan dan dengan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati.
15 Namun, karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sana sini
dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu,
16 yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa–bangsa bukan Yahudi dalam
pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa–bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh
Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada–Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.
17 Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah.
18 Sebab aku tidak akan berani berkata–kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang
telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa–bangsa lain kepada ketaatan,
oleh perkataan dan perbuatan,
19 oleh kuasa tanda–tanda dan mujizat–mujizat dan oleh kuasa Roh. Demikianlah dalam
perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil
Kristus.
20 Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak
melakukannya di tempat–tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku
jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain,
21 tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: “Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang
Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya.”

Hari ini secara khusus kita merayakan satu hari yang sangat penting bagi Gereja Protestan khususnya
dan juga bagi Gereja-gereja di Australia yang memanggil kita semua untuk sama-sama bergumul,
panggilan untuk berpuasa dan panggilan untuk mendoakan bagi bangsawan negara ini. Walaupun
tidak secara spesifik disebutkan sebagai Hari Reformasi, saya percaya panggilan ini ada berkaitan
dengan satu peristiwa penting di tahun 1517, di hari yang sama seperti ini tanggal 31 Oktober, Martin
Luther memakukan 95 tesisnya untuk memprotes kehidupan moralitas Gereja dan memprotes ajaran
yang bagi dia sudah menyimpang dan tidak sesuai dengan iman dan kebenaran Alkitab. Momen ini
menjadi momen yang penting, Reformasi bergerak dan tidak mungkin bisa ditahankan. Dari sudut
pandang manusia, tidak ada kemungkinan kekuatan satu dan beberapa orang bisa menggerakkan
264

proses Reformasi ini kalau bukan pekerjaan dan tangan Tuhan yang ajaib. Memang Luther dilindungi
oleh seorang pangeran bernama Prince Frederick the Wise, tetapi apa yang menjadi keuntungan bagi
pangeran ini melindungi Martin Luther? Tidak ada keuntungan apa-apa, kecuali kita melihat Tuhan
memakai orang-orang seperti ini boleh mengerjakan pekerjaan yang luar biasa bagi Gereja. Hari
Reformasi 31 Oktober menjadi hari yang penting dan harus kita ingatkan kepada anak-anak kita
karena 31 Oktober yang mereka tahu adalah hari merayakan Halloween.
Anak saya kemarin berpikir hari ini datang ke gereja harus memakai baju kostum Halloween. Saya
pikir ini satu pekerjaan rumah bagi orang tua Kristen bahwa tanggal 31 Oktober ini penting di dalam
kalender sejarah kehidupan Gereja Protestan. Banyak Gereja-gereja Protestan yang harus tahu
bahwa kita lahir dari satu pergumulan Reformasi, tetapi kadang-kadang mereka minim mengerti apa
yang menjadi nilai, apa yang menjadi esensi yang penting dari pergumulan Reformasi ini. Reformasi
tidak bisa kita katakan menyangkut secara komprehensif akan banyak hal. Memang betul kita tidak
menemukan bahwa Reformasi menggerakkan pelayanan misi. Baru seratus tahun kemudian
gelombang misi menjadi berkembang, tetapi Reformasi harus dimengerti sebagai sesuatu gerakan
yang fokus bagaimana memulihkan kembali Injil yang sejati yang sudah terkontaminasi selama
ratusan tahun adanya.

Di dalam Injil yang sejati ada penderitaan Kristus. Mereka yang membela Injil yang sejati mengalami
penderitaan. Mereka yang pergi mengabarkan Injil yang sejati bersiap hati menghadapi penderitaan.
Dengan kata lain, Injil yang sejati tidak mungkin terlepas dari pengertian mengenai penderitaan.
Reformasi adalah momen dimana Injil yang sejati ingin dimurnikan dan pemurnian itu menuntut
orang-orang itu berkorban dengan penuh penderitaan.
Surat Roma yang kita eksposisi merupakan salah satu kitab yang penting menggerakkan Reformasi.
Dan ayat yang menggugah hati Luther dan kemudian menjadi ayat yang penting meruntuhkan
struktur konsep mengenai pembenaran di dalam tradisi Gereja waktu itu, dimana pembenaran
memang mulainya dari Allah tetapi kemudian manusia harus dengan hidup beramal, berbuat baik,
melakukan begitu banyak perjalanan ritual agama supaya hidupnya di atas muka bumi ini
mengumpulkan banyak hal yang baik supaya kelak berguna membenarkan mereka di hadapan Tuhan
dan menyenangkan hati Tuhan. Bagi Luther konsep seperti ini tidak ada di dalam Alkitab. Ayat yang
menjadi inti dari perjuangannya adalah Roma 1:17 “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang
bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.”
Kalimat ini melekat dalam benak Luther dan merubah konsep dia, bahwa keselamatan kita bukan
karena the righteousness of men melainkan itu adalah the righteousness of God. Reformasi menjadi
satu momen sejarah di dalam kehidupan pemurnian Injil yang sejati. Pada waktu Injil yang sejati itu
dimurnikan, kita tidak boleh lupa bahwa orang itu membela, orang itu berdiri dan menegakkan apa
arti Injil yang sejati, dia bersedia hati mati dan menderita dengan luar biasa. Ini adalah salah satu
esensi yang penting di dalam Gerakan Reformasi.
Setidak-tidaknya seratus tahun sebelum Luther ada tiga orang martir yang penting. Saya kembali
membaca dan menganalisa cerita dan catatan mengenai ketiga orang ini sangat menyentuh dan
menggugah hati saya. Mereka adalah John Wycliffe, John Hus dan Girolamo Savonarola. John
Wycliffe memiliki hati yang berkata hanya kebenaran otoritas Alkitab harus memimpin hidup Gereja.
Itu sebab dia mengkritik kehidupan imoralitas dari pemimpin-pemimpin Gereja dan mengatakan
Gereja sudah mengalami kondisi hierarki yang korup. Wycliffe mengatakan Alkitab adalah satu-
satunya sumber otoritas Gereja dan dia menolak segala kegiatan Gereja yang tidak berasal dari
265

Alkitab. Dan “kesalahan” dia yang terbesar yang akhirnya terus-menerus merongrongnya sehingga
Gereja mengejar dan ingin menghukumnya adalah dia bertekad membuat firman Tuhan itu bisa
dibaca dan dimengerti oleh orang-orang awam. Maka dia menerjemahkan Alkitab yang dari bahasa
Latin itu ke dalam terjemahan bahasa Inggris. Hingga sekarang nama Wycliffe diabadikan di dalam
lembaga-lembaga penerjemahan Alkitab supaya Injil bisa sampai, dibaca dan didengar oleh orang-
orang di dalam bahasa mereka masing-masing. Memang dia mati karena sakit, tetapi Gereja begitu
tidak suka kepada dia sehingga Paus menyuruh kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar
sebagai tanda hukuman kepada Wycliffe yang mengumumkan sebagai bidat. Saudara bisa bayangkan
betapa marah dan bencinya dia kepada Wycliffe.
John Hus dipengaruhi oleh tulisan-tulisan dan perjuangan Wycliffe sehingga dia berani berjuang
memurnikan Gereja. Saudara jangan lupa mereka ini adalah hamba-hamba Tuhan yang tidak mau
dipengaruhi dan dikontaminasi oleh kehidupan Gereja pada waktu itu. Mereka berdiri dengan jujur di
hadapan Tuhan, memberitakan firman Tuhan, John Hus mengatakan Gereja tidak boleh hidup di
dalam imoralitas, kehidupan yang sudah menjadi rahasia umum dimana imam-imam memang tidak
boleh menikah tetapi faktanya mereka punya isteri dan anak. Maka John Hus berdiri dan menegur,
dan akibatnya dia ditangkap dan dibakar hidup-hidup. Sama dengan Savonarola, seorang pastor yang
sangat luar biasa. Dia bisa berkotbah dengan berapi-api di tengah alun-alun dan orang-orang yang
bertobat dengan rela membakar peralatan judi, buku jimat dan sihir, buku pornografi dan bahkan
banyak yang datang membakar peralatan make up dan rambut palsunya, yang pada waktu itu
merupakan tanda ciri-ciri kehidupan bangsawan yang berasosiasi dengan hidup yang tidak benar.
Savonarola berkhotbah mengenai hidup moralitas jemaat, dan dia juga menegur kehidupan
imoralitas dari pemimpin-pemimpin Gereja dan pemerintahan kota dimana dia tinggal. Paus menjadi
sangat marah dan menyuruh menangkapnya, menyiksanya sampai seluruh tubuh dan tulang-
tulangnya hancur dan hanya menyisakan satu bagian dari tangannya yang dipersiapkan untuk
menandatangani pengakuan diri bahwa dia seorang bidat yang menyesatkan orang dengan
ajarannya. Di dalam penyiksaan itu Savonarola tidak tahan, sehingga dia menandatangani pengakuan
bahwa dia adalah seorang pengajar sesat dan dia menyesali apa yang sudah dia lakukan. Setelah
tanda tangan berarti Gereja berhak mengeksekusi dia dan membakar hidup-hidup. Tetapi sejarah
mencatat dia bukan seorang heretik tetapi dia adalah seorang yang berjuang memurnikan Gereja.
Tiga orang ini mati dibakar, tiga orang ini dihajar habis-habisan, itu merupakan konsekuensi dari
membela Injil yang sejati.

Luther sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk melakukan Reformasi. Ada beberapa hal yang
membuat dia sedikit marah. Selain memperhatikan kehidupan imoralitas dari pemimpin-pemimpin
Gereja, Luther juga melihat kehidupan Gereja sudah dikontaminasi oleh terlalu banyak hal-hal yang
mistik luar biasa. Sehingga melalui segala hal-hal itu orang bisa mengurangi api purgatori. Luther
marah karena Gereja mengajarkan bahwa orang bisa mengurangi hidup dari api purgatori dengan
membeli surat indulgensia. Pada waktu itu tahun 1500-an muncul pengajaran bahwa orang yang bisa
pergi berziarah ke tanah suci akan meminimalkan masa penyuciannya di dalam api purgatori. Kalau
orang bisa mengumpulkan relic atau benda-benda yang berasosiasi dengan kehidupan Tuhan Yesus,
nabi, rasul atau orang-orang suci, semakin banyak orang itu kumpulkan semakin meminimalkan masa
penyuciannya di api purgatori. Luther dilindungi oleh Price Frederick the Wise, yang sebenarnya juga
adalah seorang yang percaya mistik itu. Di rumahnya dia punya kapel dan di dalamnya dia sudah
mengumpulkan ribuan relics yang menghabiskan uang yang sangat banyak. Dia menyimpan relic
266

jerami yang ada di palungan bayi Yesus, dia menyimpang tulang bayi berumur dua tahun yang dia
percaya mati dibunuh Herodes. Dia bahkan menyimpan air susu yang katanya dari perawan Maria.
Saudara bisa melihat betapa konyol dan pembodohan yang dilakukan Gereja, bukan? Sekarang ini
orang-orang Protestan ikut-ikutan berziarah, sampai di Israel juga ikut-ikutan mengumpulkan relics,
bawa pasir dari tanah Gosyen, bawa air dari sungai Yordan, dan segala macam barang dari sana.
Konsep mistik begitu mempengaruhi lalu dipakai menjadi sarana untuk bisa dibenarkan di hadapan
Tuhan. Luther melihat segala penyalah-gunaan dan ajaran ini merusak, merugikan dan
mengkontaminasi konsep mengenai Injil yang sejati. Itulah bedanya antara Luther dengan Erasmus.
Erasmus seorang humanis pada jaman yang sama dengan Luther. Erasmus tahu kebobrokan moral
Gereja namun dia tetap menjadi seorang Katolik dan tidak mau berpindah menjadi Protestan karena
buat dia orang Protestan sendiri masih suka ribut dan tidak harmonis satu sama lain. Erasmus adalah
seorang sastrawan yang pintar luar biasa, menulis satu buku yang bersifat menyindir secara halus
kehidupan Gereja dalam bukunya “In Praise of Folly.” Erasmus bilang hidup para imam dan pastur-
pastur harus direformasi. Korupsi, menjual agama dan hidup imoralitas yang tidak beres. Tetapi
bedanya Erasmus dengan Luther satu hal, bagi Erasmus semua itu cuma gejala sosial, bagi Erasmus
itu hanya kebudayaan luarnya saja yang bisa diperbaiki, tetapi bagi Luther dan bagi semua Bapa
Reformasi itu semua terjadi karena ajarannya sudah salah.
Jadi jangan pikir bahwa orang-orang Katolik di jaman itu tidak memiliki keinginan untuk reformasi,
tetapi mereka tidak melihat inti dasar yang dilihat oleh Luther. Luther tidak hanya menegur
kehidupan moral dan sosial Gereja saja, tetapi dia tarik kepada prinsip yang penting: kebenaran
Allah. Injil itu apa? Injil itu bukan kebenaran manusia. Injil itu bukanlah manusia berusaha melakukan
segala sesuatu supaya bisa menyenangkan hati Allah. Setelah momen 1517, beberapa tahun
selanjutnya Luther menulis beberapa traktat kecil, yang salah satunya berjudul “Two types of
Righteousness.” Di awal dari traktat ini Luther menulis “Yang pertama adalah kebenaran yang sama
sekali asing bagi orang Kristen sebab kebenaran itu datangnya dari luar diri orang Kristen. Inilah
kebenaran Kristus yang melaluinya kita dibenarkan.” Ada dua macam kebenaran di dalam konsep
Kekristenan, konsep kebenaran yang pertama adalah kebenaran yang sama sekali asing bagi orang
Kristen sebab kebenaran itu bukan datang dari diri manusia, itu datang dari luar yaitu kebenaran
Kristus yang kita hanya miliki tidak melalui cara apapun selain dengan menerima kebenaran itu
melalui iman kita kepada Kristus. Dua ayat yang menggugah hati Luther dan menjadi terobosan
konsep mengenai “Orang benar akan hidup oleh iman.” yaitu Roma 1:17 dan 1 Kor.1:30 “He is the source
of your life in Christ Jesus, whom God made our wisdom and our righteousness and sanctification and
redemption…” Atau dalam terjemahan lain “In Christ, our wisdom we justified, sanctified and
redeemed. Kita sudah dibenarkan, sudah dikuduskan, sudah ditebus, selesai final di dalam Yesus
Kristus. Inilah Injil yang sejati.
Hari ini kita menerima perjamuan kudus, hari ini kita memperingati Reformasi, hari ini mari kita
kembali memikirkan dengan sederhana apa itu Injil, apa itu kabar baik Injil Yesus Kristus.
Dalam Roma 15 Paulus bercerita kembali memori perjalanan pelayanannya yang sudah berjalan
selama dua puluh tahun. Di situ saudara menemukan banyak hal yang penting. Salah satunya Paulus
mengatakan selama dua puluh tahun melayani berkeliling dari Yerusalem sampai Ilirikum,
maksudnya ini merupakan satu circle, satu keseluruhan pelayanannya kepada orang Yahudi, umat
Tuhan yang pertama, tetapi karena mereka menolak Injil Yesus Kristus maka Paulus pergi kepada
267

orang-orang bukan Yahudi. Dengan memakai kata ‘Ilirikum,’ maksudnya dia sudah pergi ke seluruh
dunia, dengan memakai istilah ini Paulus sadar Injil sudah mencapai kepada semua orang. Di dalam
dia pergi memberitakan Injil itu dia memberitakan Injil yang sepenuhnya, “Ijil yang benar, Injil
sepenuhnya” (ayat 19). Ada banyak kalimat-kalimat Paulus yang penting bicara mengenai what is the
Gospel, tetapi salah satu bagian yang akan saya ajak saudara lihat hari ini adalah 1 Kor.15:1-5. Paulus
bukan memberitakan Injil yang baru, dia hanya meneruskan apa yang sudah diberitakan oleh rasul-
rasul yang lain, apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Injil yang sejati bukan Injil yang baru yang dia
ciptakan sendiri. Inilah Injilku yaitu bahwa Yesus Kristus telah mati bagi dosa-dosa kita sesuai dengan
Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan dan telah dibangkitkan pada hari yang ketiga sesuai dengan
Kitab Suci dan siapa yang berpegang kepadanya akan diselamatkan. Inilah Injil yang sejati.

Menerima perjamuan kudus pada hari ini mengingatkan kepada kita tidak ada dasar apapun kita itu
bisa dibenarkan Allah dari diri kita sendiri kecuali Kristus sudah mati dan bangkit menebus dosa-dosa
kita. Menerima perjamuan kudus pada hari ini mengingatkan kepada kita betapa bernilainya Injil
yang sejati itu. Di dalamnya ada penebusan korban Tuhan Yesus mati bagi engkau dan saya. Itu
adalah Injil yang sejati. Karena Injil inilah kita bisa melihat Paulus setelah dua puluh tahun melayani,
dia mengatakan inilah kebanggaannya bahwa dia sudah memberitakan Injil yang sepenuhnya ke
seluruh daerah. Dia bangga bisa memberitakan Injil tidak ke tempat-tempat dimana Injil sudah
diberitakan melainkan kepada tempat-tempat yang belum pernah mendengar Injil. Namun setiap kali
dia bicara mengenai pelayanannya, terutama dari tiga bagian penting yaitu di Ef.3:2 , Gal.1:15 dan
Roma 15 dimana secara singkat Paulus kembali menyegarkan memorinya bahwa dia dipanggil Tuhan

melayani kepada bangsa yang bukan Yahudi. Di tiga tempat ini dia selalu mulai dengan kalimat ini
“Hanya oleh anugerah-Nya…” Seseorang yang bersiap mati membela Injil, seseorang yang
memberitakan Injil sebagai misionari tahu di dalamnya dia akan menghadapi kesulitan dan
penderitaan, itu tidak menjadi sesuatu halangan yang mentawarkan hatinya dan menyedihkan
hidupnya, karena dia tahu di awal dia mengenal Tuhan, percaya dan bisa melayani Tuhan, itu
semata-mata karena anugerah. Itulah Injil. Anugerah berarti itu adalah pemberitan Tuhan yang tidak
layak kita terima. Anugerah berarti tidak ada hal yang aku kerjakan dari diriku sehingga aku berhak
mendapatkan kasih karunia pemberian dari Allah, tetapi semata-mata karena anugerah Allah itu
datang kepada hidup kita. Itulah motivasi, itulah dasar yang menggerakkan hati pelayanan dari rasul
Paulus.
Mari kita pada hari ini sama-sama berdoa, kita sama-sama bergumul, kita sama-sama memikirkan
pekerjaan dan pelayanan Tuhan. Minggu lalu saya sudah katakan di dalam nasehat Paulus kepada
jemaat Roma , inilah hal yang diangkat Paulus dengan sangat indah luar biasa. Kadang-kadang Paulus
menegur dengan keras, tetapi di dalam Roma 15 ini dia mengangkat dengan satu dorongan yang
indah, dia mengatakan “Aku percaya masih banyak hal yang baik di dalam hidupmu…” Tujuannya
cuma satu, yaitu dia mau jemaat Roma bersumbangsih bagi pemberitaan Injil. Dalam Injil yang sejati
ada penderitaan Kristus. Bagi mereka yang membela Injil yang sejati, mereka menerima penderitaan.
Bagi mereka yang pergi memberitakan Injil yang sejati, mereka bersiap sedia mengalami penderitaan.
Penderitaan yang kita alami mungkin tidak berupa penderitaan fisik tetapi penderitaan yang mungkin
kita alami adalah panggilan dari firman Tuhan untuk kita berbagian di dalam pekerjaan dan
pelayanan Tuhan.
268

Minggu depan saya mengajak saudara melihat bukan saja Paulus mengangkat berita Injil bahwa
Yesus sudah mati bagi kita dan berkorban bagi kita, tetapi dalam akhir suratnya kepada jemaat Roma
Paulus menyebut beberapa orang yang begitu dia hargai dan hormati yang melayani Tuhan dengan
setia. Berkali-kali di dalam bagian Roma 16 saudara akan menemukan kalimat Paulus, ”...mereka
bekerja kras untuk Kristus.” Bekerja kras mungkin bisa melemahkan kita. Bekerja kras mungkin bisa
membuat kita capai. Bekerja kras mungkin bisa membuat kita memerlukan beristirahat sebentar. Itu
wajar dan lumrah. Di dalam pelayanan pemberitaan Injil Paulus menulis di dalam 1 Kor. dia
mengalami penderitaan, dia bukan superman, dia mengaku hampir-hampir saja dia putus asa. Tetapi
sangat indah sekali, begitu dia mengalami hal itu jangan lupa ini kalimat yang menjadi kekuatan
Paulus, “semua ini semata-mata karena anugerah Tuhan…”

Mari kita menghampiri meja perjamuan pada hari ini dengan penuh syukur karena Tuhan sudah
menebus kita dari dosa-dosa kita tanpa kita bersyarat menerima penebusan itu. Biar hidup kita
ditopang oleh anugerah Tuhan sehingga kita boleh mengerjakan banyak pekerjaan yang baik bagi
Tuhan.
Biar kita tergugah kembali dan bersyukur karena kita sesungguhnya tidak layak dan tidak mungkin
bisa menyenangkan hati Tuhan, kecuali kita tahu Kristus telah terlebih dahulu mati dan bangkit
menebus dosa-dosa kita. Iman kita kepada Tuhan tidak pernah sia-sia adanya.
269

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 7/11/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 47

Ikatan saudara-saudara seiman (1)

Nats: Roma 15:30-33; 16:1-16

Roma 15
30 Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara–
saudara, untuk bergumul bersama–sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku,
31 supaya aku terpelihara dari orang–orang yang tidak taat di Yudea, dan supaya pelayananku
untuk Yerusalem disambut dengan baik oleh orang–orang kudus di sana,
32 agar aku yang dengan sukacita datang kepadamu oleh kehendak Allah, beroleh kesegaran
bersama–sama dengan kamu.
33 Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu sekalian! Amin.

Roma 16
1 Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea,
2 supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang–orang kudus,
dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan
bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri.
3 Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman–teman sekerjaku dalam Kristus Yesus.
4 Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang
berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.
5 Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi,
yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.
6 Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras untuk kamu.
7 Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara–saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan
bersama–sama dengan aku, yaitu orang–orang yang terpandang di antara para rasul dan yang
telah menjadi Kristen sebelum aku.
8 Salam kepada Ampliatus yang kukasihi dalam Tuhan.
9 Salam kepada Urbanus, teman sekerja kami dalam Kristus, dan salam kepada Stakhis, yang
kukasihi.
10 Salam kepada Apeles, yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk
isi rumah Aristobulus.
11 Salam kepada Herodion, temanku sebangsa. Salam kepada mereka yang termasuk isi rumah
Narkisus, yang ada dalam Tuhan.
270

12 Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan.
Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan
Tuhan.
13 Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah
juga ibu.
14 Salam kepada Asinkritus, Flegon, Hermes, Patrobas, Hermas dan saudara–saudara yang
bersama–sama dengan mereka.
15 Salam kepada Filologus, dan Yulia, Nereus dan saudaranya perempuan, dan Olimpas, dan juga
kepada segala orang kudus yang bersama–sama dengan mereka.
16 Bersalam–salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.

Roma 15:30-33 adalah cetusan perasaan hati Paulus dan keinginannya kepada jemaat Roma sebelum
di pasal 16 Paulus menyatakan syukur dan terimakasihnya kepada pribadi lepas pribadi. Di dalam
Roma 16 muncul banyak nama yang tidak kita kenal dan banyak orang merasa ini adalah orang-orang

yang relevan untuk kita bisa pelajari sama-sama. Isi dari kitab suci, khususnya kitab Roma
merupakan satu kitab yang luar biasa karena kitab ini menulis segala prinsip kebenaran doktrin yang
paling penting yang diajarkan oleh Alkitab. Di sini kita menemukan pengajaran mengenai
pembenaran melalui iman, di sini kita menemukan pengajaran mengenai doktrin pilihan, di sini kita
menemukan Injil dikabarkan dan dielaborasi dengan luar biasa oleh Paulus. Tetapi kita tidak boleh
melihat Firman Tuhan diberikan kepada kita hanya berbicara mengenai hal-hal yang doktrinal seperti
itu. Alkitab mencatat juga hal-hal yang seolah kecil dan yang sepele yang dikerjakan dengan setia
oleh orang-orang yang mendukung pekerjaan Tuhan, Tuhan ingin semua itu dicatat di dalam Roma 16
supaya walaupun kita tidak mengenal mereka tetapi orang-orang ini dikenal oleh Tuhan dan hal-hal
kecil yang mereka kerjakan mendukung pekerjaan Tuhan jangan sampai dilupakan oleh sejarah. Puji
Tuhan!
Itu sebab baik pelajaran yang penting dan solid kita dapat, maupun pelayanan yang sederhana yang
dikerjakan oleh mereka, semuanya merupakan hal yang penting dan indah untuk kita pelajari. Tidak
ada bagian lain di dalam surat-surat Paulus dimana Paulus mencatat nama-nama begitu banyak
orang. Seorang yang melayani Tuhan dengan bekerja keras dengan luar biasa, yang selalu berada di
garis depan, seperti para rasul dan hamba-hamba Tuhan yang besar semua orang kenal mereka.
Tetapi siapa itu Urbanus? Siapa itu Apeles? Siapa itu Persis? Puji Tuhan! Paulus berterima kasih
kepada setiap mereka dan Paulus tidak mau lalai mengucap syukur dan terima kasih kepada orang-
orang yang sederhana yang menunjang dan mendukung pelayanannya.
Itu sebab bagian ini merupakan bagian yang penting untuk mengingatkan kepada kita Paulus bukan
seorang “one man show” di dalam pelayanan. Paulus memang betul telah berjerih payah pergi
melakukan perjalanan beribu-ribu kilometer jauhnya, tetapi pelayanan itu tidak boleh melupakan
syukur dan terimakasihnya yang sedalam-dalamnya kepada orang-orang yang melayani bersama-
sama dia. Tetapi syukur dan terima kasih Paulus ini harus kita lihat sebelumnya dari perspektif
perasaan hati dia di pasal 15 . Di pasal 15 saudara melihat di situ Paulus minta jemaat untuk bergumul
bersama dia di dalam doa. Kata itu memberikan indikasi kepada kita selain doa merupakan panggilan
Paulus yang tidak boleh kita abaikan, dan doa itu tidak boleh kita lakukan hanya sesekali saja. Itu
sebab Paulus memakai kalimat “bergumul bersama aku di dalam doa” yang sekaligus memberitahu-
271

kan kepada kita apa yang ada di dalam hati dia sekarang. Kalau saudara lihat bagian ini kembali di
dalam Kis.21 Paulus meninggalkan saudara-saudara seiman di Kaisarea yang dengan berat hati
meminta Paulus tidak pergi ke Yerusalem karena nabi Agabus telah mengingatkan bahaya yang
menanti Paulus di sana. Tetapi Paulus tetap ingin pergi ke Yerusalem karena itu janji dia, itu
keinginan dia, itu komitmen dia supaya membawa hasil buah pelayanan Injil kepada orang-orang
Yahudi Kristen di Yerusalem darimana Injil itu berasal. Dia tidak bisa membawa apa-apa kecuali uang
persembahan dari jemaat non Yahudi, tetapi di pihak lain Paulus sadar bahwa pergi ke Yerusalem
berarti menghadapi kesulitan. Masuk ke kota itu berarti dia akan ditangkap dan bahkan mati karena
pelayanan ini. Dari situ kita baru bisa mengerti apa arti kalimat “bergumullah bersama aku di dalam
doa” dan baru bisa mengerti bagaimana perasaan hati Paulus saat itu.

Kadang-kadang kita tidak bisa mengerti dengan jelas perasaan hati dan tekanan yang dialami oleh
orang-orang yang ada di atas kita. Teman, sesama, rekan, teman baik, sahabat, mudah kita saling
berbagi tekanan dan pergumulan yang ada. Tetapi kadang-kadang kita sulit mengerti beban yang ada
di dalam hati para pemimpin dan hamba-hamba Tuhan yang melayani kita. Karena kalau pendeta
mau membagi dengan jemaatnya mengenai pergumulan pribadi dia, jemaatnya akan bilang, “Aduh,
pak Pendeta, kami sudah punya pergumulan dan kesulitan hidup sendiri. Janganlah lagi ditambah
dengan pergumulan dan kesulitan pak Pendeta…” Itu sebab jarang kita tahu bahwa hamba Tuhan
memiliki pergumulan dan kesulitan hidup karena mereka tidak memberitahukan kepada orang-orang
lain. Setiap kita mempunyai pergumulan, tekanan dan beban berat masing-masing yang ingin supaya
bisa lepas dari himpitannya. Masing-masing memiliki tekanan hidup yang berbeda satu sama lain.
Kita mungkin lihat tekanan hidup orang lain lebih ringan dibandingkan tekanan hidup kita. Tetapi bagi
orang itu tekanan yang dia hadapi mungkin begitu berat dan sulit. Kadang-kadang di dalam kesulitan
kita tidak bisa menceritakan tekanan hidup kita kepada orang lain dan semuanya kita tanggung
sendiri dan menjadi satu kelengangan kita menghadapi hal-hal seperti itu.
Sebagai hamba Tuhan di dalam pelayanan saya kadang-kadang tekanan dan persoalan itu tidak saya
ceritakan kepada orang lain termasuk kepada isteri sendiri. Kadang saya harus tanggung sendiri, pikir
sendiri, bergumul sendiri. Itu cetusan hati Paulus ”...please pray for me, pray with me in my struggle”
Tetapi dimana akhirnya Paulus bisa mendapatkan kekuatan keindahan dari tekanan itu? Paulus
menyatakan keinginan hatinya untuk bisa pergi ke Roma , berjumpa dengan jemaat ini dan dari situ
dia bisa memperoleh kesegaran. Ini perasaan hati Paulus. Itu sebab tidak ada di bagian lain dimana
Paulus menyebutkan begitu banyak nama-nama. Saya percaya Paulus telah mendengar betapa
indahnya pelayanan jemaat di Roma Tidak banyak problem jemaat ini dibandingkan dengan jemaat
Galatia, jemaat Kolose, apalagi jemaat Korintus. Sangat jelas sekali bahwa kondisi jemaat Roma
begitu sehat, begitu baik dan itu merupakan sesuatu kesukaan baginya dan kerinduannya untuk
berada di antara mereka, dan juga menjadi batu loncatan bagi Paulus untuk pergi ke Spanyol. Maka
rencana dia setelah misi ke Yerusalem selesai, dia ingin segera pergi ke Roma untuk memperoleh
kesegaran di situ.

Setelah mengakhiri pasal 15 saya bayangkan dia malam-malam tidur tidak tenang, dia perlu
menambahkan beberapa lagi sebelum menutup suratnya. Dia merasa perlu bersyukur dan berterima
kasih kepada orang-orang yang ada di jemaat Roma selain sebagai satu apresiasi Paulus kepada
mereka sekaligus juga sebagai sesuatu syukur, kita harus lihat sungguh orang-orang ini menjadi
orang-orang yang memberi kekuatan dan kelegaan kepada kita. Mari mulai hari ini kita belajar
272

berterimakasih, jangan tahankan terima kasih kita kepada orang-orang yang mungkin mengerjakan
hal-hal yang kecil dan sederhana di dalam pelayanan Gereja. Kadang-kadang kita take it for granted,
dan kita lupa berterima kasih kepada mereka. Kadang-kadang sudah susah dan sulit di dalam
pelayanan kita jadi terhibur melihat ada orang-orang dengan setia bekerja melakukan pelayanan, itu
menjadi kesegaran bagi kita. Ada beberapa hal yang menarik dari Roma 16 pada waktu Paulus
menyebutkan beberapa nama ini. Dari latar belakang pada waktu itu, ada beberapa info yang bisa
kita ketahui dari nama-nama yang disebutkan oleh Paulus.

Pertama, sebagian besar ini adalah nama orang-orang non Yahudi. Kedua, nama ini lebih
menunjukkan status mereka, yang sebagian besar adalah nama budak, berarti menunjukkan mereka
kemungkinan besar adalah budak-budak yang sudah dibebaskan oleh tuannya. Sebagai budak
saudara jangan berpikir bahwa budak itu buta huruf dan tidak berpendidikan karena budak itu
bermacam-macam skill-nya. Dokter waktu itu bisa jadi adalah budak karena sekali lagi kalau
seseorang itu statusnya bebas dan kaya raya, buat apa lagi bersekolah kalau dia bisa mempekerjakan
orang-orang buat dia. Salah satunya adalah Lukas, seorang bekas budak yang adalah dokter. Ketiga,
beberapa nama ini adalah nama-nama yang ada di Imperial Court, antara lain Filologus dan Yulia.
Kita akan melihat beberapa detail yang menarik dari Roma 16 ini. Pertama, di dalam catatan ini
saudara ketemu paling tidak Paulus menyebut cukup banyak perempuan. Jadi jangan hanya baca
daftar nama yang panjang ini pada waktu mau cari nama buat anak. Tetapi kita bisa menemukan
sesuatu yang indah dari daftar nama-nama ini. Paulus menyebut nama Febe, Priskila, Maria, Yunia,
Trifena, Trifosa, Persis, ibu dari Rufus, Yulia, dan saudara perempuan Nerus. Pelayanan Gereja tidak
boleh mengecilkan peranan wanita. Ini merupakan point yang penting kita belajar di sini. Paulus
sangat menghargai pekerjaan dan pelayanan dari wanita-wanita yang mendukung dan menunjang
pelayanannya. Jangan lupa di tengah masyarakat dan kebudayaan pada waktu itu dua ribu tahun
yang lalu yang merupakan masyarakat dan kebudayaan yang tidak terlalu mengharga status dan
martabat wanita di dalam masyarakat. Gereja memang tidak melakukan revolusi yang besar dan
revolusioner bagi martabat dan dignitas kaum wanita, tetapi Gereja sedikit demi sedikit melakukan
pelayanan dan memberikan penghargaan kepada kaum wanita.
Yang lebih indah lagi, bagi setiap nama perempuan ini Paulus menambahkan kalimat “bekerja keras
membanting tulang…” mungkin sedikit menggelitik suami kurang banting tulang. Ini menarik. Paulus
pakai kata “kopos” di belakang setiap nama perempuan ini. Bahasa Indonesia perlu memakai empat
kata untuk menerjemahkan kata “kopos” ini, “bekerja keras membanting tulang.” Saya tersentuh
merenungkan hal ini. Dengan memakai kata ini biar membuka kita sedikit imajinasi dinamika hidup
Gereja dan kondisi pada waktu itu. Jelas jemaat di Roma terdiri dari house-churches yang banyak
dari berbagai tempat. Di tengah berbagai tantangan dan kesulitan yang mereka hadapi, tidak
gampang untuk bisa mencetuskan iman mereka secara publik. Mereka berbakti di rumah-rumah,
barangkali sekitar 20-30 orang dan sudah tentu tidak bisa menyanyi dengan suara keras karena
ruangan tidak kedap suara. Lalu setelah kebaktian selesai, ibu-ibu dan para wanita menyiapkan
makan sementara laki-laki berkumpul mengobrol. Selesai mereka makan, ibu-ibu sibuk mencuci
peralatan dapur. Itu sebab Paulus dengan peka melihat semua ini, para wanita itu bekerja keras
membanting tulang. Paulus secara khusus memakai kata membanting tulang bekerja keras semua itu
diberikan kepada perempuan-perempuan ini. Kita bisa melihat bukan saja Paulus yang bekerja keras
bagi Tuhan, tetapi ada orang-orang yang melakukan pelayanan seperti itu. Puji Tuhan! Tuhan
273

menginginkan beberapa ayat ini muncul. Kita bisa mendapat berkat dari mereka untuk mendorong
pelayanan kita. Kita tidak kenal mereka tetapi mereka boleh menjadi contoh dan teladan yang baik
bekerja dengan keras. Saya minta kita juga menjadi orang Kristen yang bisa bekerja lebih keras lagi
bagi Tuhan. Jangan hanya mengerjakan sesuatu yang lebih kurang dari kekuatan kita. Biar kita juga
melatih anak-anak kita sejak masih muda tidak hanya bersantai baca novel, tetapi ajar mereka baca
buku-buku teologi yang penting. Ketimbang melakukan hal-hal biasa, lakukan hal-hal yang lebih
bernilai dan berarti.

Kita akan melihat Febe dan Priskila secara lebih mendetil. Febe tidak tinggal di Roma Itu sebab saya
percaya ayat 1-2 ini merupakan suatu rekomendasi dari Paulus, kemungkinan Febe sedang melakukan
perjalanan dari Kengkrea, satu kota pelabuhan kecil di Korintus, yang akan pergi ke Roma Ingatkan,
waktu itu tidak ada telepon dan komunikasi tidak seperti sekarang, Paulus ingin memperkenalkan dia
kepada jemaat Roma maka Paulus memakai surat ini menjadi satu permintaan Paulus supaya jemaat
Roma menerima Febe agar tidak menjadi orang asing di tengah-tengah jemaat ini. Apakah dia
melakukan perjalanan bisnis? Sangat besar kemungkinan. Tetapi siapa Febe ini? Ada dua informasi
kita dapatkan di sini.
Pertama, dia adalah seorang yang melayani jemaat. Kata yang Paulus pakai adalah “diakonia,”
sehingga muncul perdebatan di antara penafsir apakah Febe adalah seorang diaken di Kengkrea atau
bukan. Memang tidak terlalu jelas apa posisi jabatan pelayanan Febe di Kengkrea tetapi dari kata ini
memberitahukan kepada kita tidak soal jabatan dia apakah diaken Gereja atau tidak tetapi dia dipuji
oleh Paulus karena melakukan pelayanan menolong memelihara orang-orang yang miskin.
Kedua, Paulus memakai kata “benefactor” bagi Febe ini. Paulus secara spesifik menyebut Febe
apakah berarti Febe menjadi seorang wanita kaya yang mendukung secara pribadi keuangan Paulus?
Dengan kata ini kita boleh mengerti karena kata ini nanti menjadi pola pelayanan misionari untuk
mencari benefactor mendukung pelayanan mereka di dalam pelayanan misi. Dengan memakai kata
ini Paulus juga memperlihatkan Febe tidak hanya mendukung Paulus sesekali tetapi Febe men-
dukung pelayanan Paulus dan kebutuhan hidup dia. Itu sebab Paulus memuji dia di sini. Kalau
saudara melihat di dalam Alkitab, terutama Injil Lukas memperlihatkan banyak wanita-wanita kaya
mengikuti Tuhan Yesus di dalam pelayanan-Nya dan mencukupkan kebutuhan rombongan ini dengan
kekayaan mereka (Luk.8:1-3) . Maka dari situ kita tahu Febe adalah seorang wanita kaya, yang besar
kemungkinan sedang melakukan perjalanan bisnis dan di tengah-tengah kehidupannya dia
melakukan dua hal, yaitu kepada jemaat dia mendukung pelayanan di Gerejanya dan kedua, dia
secara pribadi secara rutin melakukan pelayanan mendukung pelayanan misi Paulus.
Itu sebab kita bisa melihat Paulus kadang-kadang menjual tenda untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, tetapi Paulus juga bisa punya cukup uang untuk pergi berkeliling dari kota ke kota
mengabarkan Injil, dari situ saya percaya ada sekelompok orang yang mendukung pekerjaan dan
pelayanannya. Dalam Kis.28:30-31 Paulus tinggal selama dua tahun penuh di rumah yang disewanya
di Roma Tidak ada kemungkinan dia menjual tenda karena dia menjalani house-arrest menantikan
kasusnya yang sedang naik banding di pengadilan di Roma yang belum selesai diputuskan. Dia tidak
menyia-nyiakan waktu selama itu dia tidak bisa ke mana-mana, dia tetap melayani dan mengajar
tentang Tuhan Yesus. Darimana keuangan Paulus dalam dua tahun itu? Kalau saudara membaca
surat Filipi, Paulus bersyukur karena dia sudah menerima uang pemberian jemaat itu. Maka kita bisa
melihat ada kelompok orang-orang tertentu yang menunjang pelayanan ini dengan keuangan
274

mereka, salah satunya adalah Febe. Yang ketiga yang panjang lebar dipuji oleh Paulus di sini adalah
satu pasangan keluarga Priskila dan Akuila. Memang ada pertanyaan penafsir kenapa nama Priskila
lebih sering muncul di depan daripada suaminya. Ada yang menafsir Priskila adalah wanita kuat, yang
lebih dominan daripada suaminya. Satu penafsir menemukan data sejarah yaitu di tahun 90-an AD
ditemukan satu makam keluarga Assirian yang kaya ada tertulis nama Priskila. Sekali lagi ingat baik-
baik, jaman dulu dengan status masyarakat tertentu tidak boleh sembarangan memakai nama
tertentu. Orang dari keluarga yang statusnya rendah tidak boleh memakai nama “ningrat.” Jadi dari
sini, orang menganalisa nama Priskila berarti dia berasal dari keluarga yang penting dan kaya. Maka
ditarik dari situ, ada penafsir mengatakan nama Priskila ditulis di depan karena ini adalah seorang
wanita dari garis bangsawan Roma wi yang menikah dengan seorang Yahudi tukang tenda bernama
Akuila.
Paulus bilang salam kepada Priskila dan Akuila, berarti mereka sekarang berada di Roma
Kemungkinan Paulus banyak mengetahui kondisi dari jemaat Roma dari mereka. Pertama kali Paulus
bertemu dengan pasangan ini di kota Korintus (Kis.18:2) . Lalu di Kis.18:18 dicatat Paulus pergi ke Siria
bersama Priskila dan Akuila. Selanjutnya Paulus pergi ke Efesus dan Priskila bersama Akuila ikut
bersama Paulus dan kemudian menetap di situ beberapa waktu (Kis.18:19) . Dalam 1 Kor.16:9 muncul
kembali nama Priskila dan Akuila yang saat itu masih berada di Efesus dan rumah mereka menjadi
tempat berbakti. Dan kemudian di surat Roma ini nama mereka muncul lagi. Dan terakhir dalam 2
Tim.4:19 Paulus menitip salam bagi mereka melalui suratnya kepada Timotius yang melayani di kota

Efesus. Jadi saudara lihat pasangan ini dengan mudah bisa bepergian kemana-mana padahal waktu
itu biaya perjalanan pasti tidak murah dan tidak mudah didapat, memberikan indikasi mereka adalah
keluarga kaya. Dan saya percaya mereka melakukan perjalanan itu sebagai perjalanan bisnis, berarti
mereka sudah cukup sibuk dan sudah cukup berat tetapi di manapun keluarga ini berada sekalipun
hanya tinggal sementara, rumah mereka selalu terbuka bagi persekutuan jemaat. Pergi ke Efesus,
ada jemaat di rumahnya.

Pergi ke Roma , ada jemaat di rumahnya juga. Dari bagian ini kita melihat Paulus memuji keindahan
hubungan suami isteri yang satu sama lain saling menguatkan dan menumbuhkan sukacita pelayanan
dan tidak menjadi penghambat bagi kehidupan dan pertumbuhan rohani pasangannya. Alkitab juga
mencatat sekelompok pasangan suami isteri yang bukan hamba Tuhan sangat besar kemungkinan
adalah businessman tetapi selalu menjadi pendukung pelayanan Injil. Maka patutlah Paulus
berterima kasih kepada orang-orang yang mendukung dia dengan luar biasa seperti ini. Paulus pergi
ke satu kota memberitakan firman Tuhan, tetapi Paulus tidak bisa memelihara orang percaya di sana
karena dia harus pergi ke tempat lain, tetapi puji Tuhan ada orang-orang yang membuka rumahnya
dan menjadikannya tempat beribadah dan bertumbuh. Ada resiko yang harus mereka hadapi karena
waktu itu tidak mudah menjadi orang Kristen apalagi membuka rumahnya menjadi tempat ibadah.
Kiranya melalui pelayanan mereka menjadi satu dukungan yang menyegarkan kita. Ada suami isteri
yang menjadi tulang punggung melayani Tuhan dengan setia sehingga kita dengan syukur boleh
melihat kehidupan Gereja menjadi indah melalui pelayanan mereka. Biar kita belajar dari contoh dan
teladan yang baik yang mereka tunjukkan. Biar kita juga bersyukur dan berterima kasih untuk rekan-
rekan yang sudah melayani dengan setia di Gereja ini, untuk anak-anak Tuhan yang dengan setia
melayani di bagian yang kecil dengan setia di dapur, di koor dan di sekolah minggu, mereka yang
mengangkat barang, semua tugas pelayanan yang penuh dengan jerih payah merupakan sesuatu
pelayanan yang patut kita syukuri adanya.
275

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 14/11/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 48

Ikatan saudara-saudara seiman (2)

Nats: Roma 16:1-16

1 Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea,
2 supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang–orang kudus,
dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan
bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri.
3 Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman–teman sekerjaku dalam Kristus Yesus.
4 Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang
berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.
5 Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi,
yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.
6 Salam kepada Maria, yang telah bekerja keras untuk kamu.
7 Salam kepada Andronikus dan Yunias, saudara–saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan
bersama–sama dengan aku, yaitu orang–orang yang terpandang di antara para rasul dan yang
telah menjadi Kristen sebelum aku.
8 Salam kepada Ampliatus yang kukasihi dalam Tuhan.
9 Salam kepada Urbanus, teman sekerja kami dalam Kristus, dan salam kepada Stakhis, yang
kukasihi.
10 Salam kepada Apeles, yang telah tahan uji dalam Kristus. Salam kepada mereka, yang termasuk
isi rumah Aristobulus.
11 Salam kepada Herodion, temanku sebangsa. Salam kepada mereka yang termasuk isi rumah
Narkisus, yang ada dalam Tuhan.
12 Salam kepada Trifena dan Trifosa, yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan.
Salam kepada Persis, yang kukasihi, yang telah bekerja membanting tulang dalam pelayanan
Tuhan.
13 Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah
juga ibu.
14 Salam kepada Asinkritus, Flegon, Hermes, Patrobas, Hermas dan saudara–saudara yang
bersama–sama dengan mereka.
15 Salam kepada Filologus, dan Yulia, Nereus dan saudaranya perempuan, dan Olimpas, dan juga
kepada segala orang kudus yang bersama–sama dengan mereka.
16 Bersalam–salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.
276

Fred Berger, seorang penulis buku Etika mengatakan satu kalimat yang indah sekali mengenai hal
berterima kasih. Dia mengatakan, “Ada kalanya satu ucapan terima kasih atau satu jabat tangan
tidaklah cukup untuk menunjukkan anda sudah berterima kasih. Setidak-tidaknya anda harus
memberikan diri anda sendiri, barulah di situ keseimbangan terima kasih terjadi. Karena semakin
besar anugerah yang diterima seseorang, semakin besar pula dedikasi kita untuk berterima kasih.”
Kita tidak bisa hanya bilang terima kasih dan menjabat tangan papa mama kita yang sudah berkorban
begitu banyak bagi hidup kita, bukan? Ada bagian-bagian tertentu hidup kita dimana ucapan terima
kasih saja, jabat tangan saja, belum bisa membuktikan kita berterima kasih. Namun kadang-kadang
kita menjadi orang yang terlalu mudah untuk menerima kebaikan orang dan kita lupa berterima kasih
kepada orang itu. Di dalam bagian yang kita baca hari ini saudara bisa menemukan Paulus
mengucapkan terima kasih tetapi dia tidak mengucapkannya secara private namun diucapkannya
secara publik. Saya percaya biasanya orang sungkan kalau kebaikannya dibukakan secara publik dan
saya percaya mereka tidak menginginkan dan membutuhkan hal itu.

Tetapi Tuhan mengijinkan dan menginginkan Paulus menuliskan nama-nama mereka, meskipun kita
tidak kenal mereka biar mereka tetap hingga dua ribu tahun kemudian kita menjadi tahu apa
keindahan yang mereka kerjakan bagi Tuhan dan orang-orang ini menjadi orang-orang yang kita
hargai, kita cintai dan kita hormati karena pelayanan mereka. Selain nama-nama mereka, ada
beberapa kalimat tambahan secara khusus Paulus pakai dengan unik sekali. Kepada Priskila dan
Akuila, kepada Epenetus, mereka adalah teman dan rekan Paulus yang sama-sama berjuang
dengannya di dalam pelayanan. Dengan demikian seperti yang saya katakan minggu lalu, kita melihat
Paulus bukanlah seorang “single fighter.” Ada begitu banyak orang terlibat bersama-sama bekerja
dan melayani dengannya.

Maka di sini Paulus tidak mau menahan ucapan terima kasihnya kepada orang-orang ini, mereka
yang secara personal tidak menunjang dia tetapi Paulus tetap berterima kasih karena orang-orang ini
melayani Tuhan. Tetapi Paulus secara khusus berterima kasih dengan sungguh-sungguh kepada
Priskila dan Akuila dan kepada Epenetus. Paulus mengatakan, ”...mereka telah mempertaruhkan
nyawanya untuk aku…” Mereka membuka rumah mereka untuk beribadah, baik waktu mereka
berada di Efesus maupun di Roma Mereka menjadi rekan kerja Paulus waktu di Efesus. Paulus
menambahkan bahwa Epenetus adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus. Daerah Asia
yang Paulus layani jelas adalah satu kota penting tetapi kota itu penuh dengan penyembahan berhala
yaitu kota Efesus. Kita melihat dulu latar belakangnya sehingga kita bisa mengerti mengapa ini
merupakan kalimat yang begitu indah, yaitu dari Kis. 19:8-40 pelayanan Paulus di Efesus betapa tidak
gampang dan tidak mudah. Selama tiga bulan Paulus mengajar dan memberitakan Injil di sinagoge
tetapi pelayanannya mengalami penentangan keras dari beberapa orang Yahudi.

Akhirnya Paulus keluar dan melayani di tempat umum yaitu ruang kuliah Tiranus selama dua tahun.
Tuhan menyertai Paulus dengan kuasa mujizat yang luar biasa. Kalau saudara perhatikan di ayat 21
muncul huru-hara dan muncul satu nama yaitu Aleksander (ayat 33) yang mungkin adalah nemesis
Paulus sampai mati. Di akhir suratnya kepada Timotius Paulus mengatakan Aleksander tukang
tembaga itu telah berbuat jahat kepadanya. Paulus adalah seorang yang berani dan seorang yang
gentleman, di tengah huru-hara itu dia tidak takut dan bersembunyi. Tetapi murid-muridnya tidak
mengijinkannya. Saya percaya di situlah Epenetus, Priskila dan Akuila berdiri di depan melindungi
Paulus dan siap mati untuk dia. Latar belakang ini memperlihatkan situasi pertama kali pelayanan
277

Paulus, baru saudara bisa mengerti apa arti dan nilai ucapan terima kasih Paulus terhadap orang-
orang ini. Bagaimana susahnya pelayanan di Efesus telah menghasilkan Epenetus dan betapa
susahnya orang ini berdiri untuk menyatakan iman percaya kepada Yesus Kristus itu bukan perkara
yang main-main, itu adalah perkara hidup atau mati. Terima kasih kepada rekan-rekan sekerjaku
yang rela menaruh lehernya untuk aku. Walaupun Paulus tidak takut mati, mereka lebih rela mati
lebih dulu demi Paulus.
Ada satu hal kecil yang menarik ditulis dalam Kis.19:9 yaitu Paulus mengumpulkan orang-orang yang
percaya di ruang kuliah Tiranus setiap hari. Alkitab bahasa Indonesia menyebut kata “setiap hari”
tetapi seorang penafsir sangat peka dengan kata ini yang katanya bisa mengacu kepada satu periode
waktu yaitu “pada siang hari.” Ingatkan, Efesus adalah kota di daerah Timur Tengah, yang umumnya
orang bekerja pagi-pagi sekali lalu berhenti untuk selaan jam 11 dan baru mulai kerja lagi jam 5 sore,
karena jam 11 sampai 4 sore suhu bisa mencapai 40-45 derajat. Akhirnya orang lebih banyak istirahat,
makan siang, tidur-tiduran, lalu baru kerja lagi hingga malam. Jadi Paulus memakai waktu selaan itu
untuk mengajar. Ada waktu kosong dan lowong dimana mereka bisa pakai untuk berkhotbah, untuk
merenungkan firman Tuhan, untuk melayani Tuhan. Ini merupakan hal yang indah dan penting sekali.
Dengan begini kita bisa tahu bagaimana mereka memanfaatkan waktu yang ada dengan baik.

Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan kita orang Kristen pada hari Minggu bisa berbakti. Hari itu
pun kadang-kadang kita tidak pakai untuk berbakti. Coba kalau suatu kali nanti tidak ada lagi hari
libur dimana saudara bisa berbakti, barulah kita bertanya apakah orang-orang Kristen bersedia
mencari waktu untuk berbakti? Tidak ada hari libur, tidak ada kemungkinan mereka berbakti, tetapi
keinginan mencari Tuhan dan belajar firman Tuhan, cari waktu yang tidak mengganggu aktifitas kerja,
tidak mengganggu kehidupan mereka pada sore hari, pakai waktu yang kosong dan lowong itu untuk
berbakti. Itu yang dilakukan jemaat di Efesus. Dengan demikian kita bisa melihat kondisi, situasi dan
keadaan dari mereka seperti itu. Saya mengharapkan hal seperti ini juga bisa ada di dalam setiap
pelayanan kita. Tuhan kasih kesempatan kita ada waktu melayani, Tuhan kasih kesempatan kita bisa
berkumpul, cari dan hargai waktu-waktu seperti itu.
Saya pikir banyak hal kebiasaan orang Indonesia yang perlu sedikit berubah. Salah satunya orang
Indonesia selalu punya kebiasaan tidak mau hadir ke kebaktian pemberkatan dan hanya datang ke
pesta nikah. Kenapa? Sibuk merias diri untuk sore hari. Itu berarti kita tidak mengerti prioritas
bagaimana kebaktian pemberkatan nikah orang itu lebih penting karena di situ kamu berdoa kepada
Tuhan, semoga Tuhan memberkati keluarga baru ini. Mana yang lebih penting, mana yang lebih
prioritas. Maka saya pikir kita salah besar kalau hari Minggu atau hari dimana ada kesempatan untuk
Tuhan kita pakai untuk hal-hal lain. Jemaat di Efesus tidak punya kesempatan itu tetapi mereka tidak
mau merugikan hari kerja mereka, maka waktu orang lain istirahat, mereka pakai waktu itu untuk
berbakti. Sekarang ini hari Jumat siang di kantor-kantor waktu orang Islam bersembahyang, pegawai
yang Kristen mengadakan persekutuan di hari Jumat. Suatu hari nanti anggaplah hari Minggu tidak
bisa dipakai lagi untuk libur, kapan kita bisa pakai waktu untuk berbakti? Apakah akan mengambil
waktu kerja kita? Itu akan merubah begitu banyak hal, bukan? Tetapi kalau kita mengerti mana yang
menjadi kesukaan, mana yang menjadi prioritas kita, itu kita utamakan. Dari bagian ini saya ajak
saudara melihat Epenetus lahir dari pelayanan yang setengah mati di Efesus, lahir dari kesulitan yang
begitu beresiko, ini buah pertamaku, kata Paulus. Ini menjadi kesukaan kebanggaan Paulus yang luar
biasa. Bukan saja Epenetus menjadi buah pertama pelayanan yang begitu sulit di Efesus, dia pun
278

sekarang menjadi orang yang melayani Tuhan. Dia adalah buah yang begitu bernilai dan berharga. Itu
sebab di bagian ini Paulus menyatakan terima kasih dan syukur kepada dia dan bukan itu saja,
sekarang Epenetus ada di Roma Sangat besar kemungkinan dia ikut Priskila dan Akuila menjadi
pelayan Tuhan di sana. Paulus berterima kasih kepada dia dan juga supaya jemaat menghargai dan
menghormati Epenetus seperti ini. Saya percaya orang-orang yang pernah melayani di Sekolah
Minggu akan begitu bangga dan bahagia melihat anak-anak yang dia layani jadi dan berhasil dan
melayani Tuhan. Itu adalah satu sukacita tersendiri yang tidak bisa diganti oleh apa pun. Charles
Dickens, seorang novelist terkenal mengatakan “A day wasted on others is not wasted on one’s self.”
Waktu yang engkau buang untuk orang lain adalah waktu yang tidak pernah terbuang sia-sia dari
hidupmu. Kalimat ini keluar dari mulut orang yang bukan Kristen tetapi menjadi satu kutipan yang
penting yang saya percaya boleh menjadi satu dorongan bagi kita.
Selanjutnya Paulus menyebut beberapa nama lain, yaitu Andronikus dan Yunias. Alkitab bahasa
Indonesia memakai nama “Andronikus dan Yunias, saudara-saudaraku…” menunjukkan seolah
mereka adalah laki-laki. Tetapi beberapa Alkitab terjemahan bahasa Inggris ada yang menyebutnya
Yunia, yang berarti nama wanita. Dari abad 1-13 AD dalam sejarah Gereja para penafsir Yunia adalah
wanita. Nanti sesudah Reformasi, karena memiliki konsep terjemahan kalimat ”...yang terpandang di
antara rasul…” berarti Yunia adalah salah satu dari kelompok rasul ataukah “yang terpandang oleh
rasul” yang berarti dia bukan rasul? Kalau kata yang dipakai adalah “yang terpandang di antara rasul”
berarti dia adalah salah satu rasul, ini menjadi satu kesulitan karena wanita tidak bisa menjadi rasul.
Tidak ada indikasi Yesus mengangkat murid perempuan sebagai rasul. Maka di situ mereka
berpendapat Yunia adalah laki-laki. Tetapi belakangan para penafsir melihat tidak bisa seperti itu,
memang betul dia bukan rasul tetapi Yunia dan dia bukan seorang rasul secara jabatan. Seperti
Yakobus saudara Tuhan Yesus, tidak secara tegas diangkat sebagai rasul tetapi dia disebut sebagai
sokoguru dan rasul, bukan? Yunia saya percaya terpandang di antara para rasul dengan pengertian
bahwa dia sudah menjadi Kristen sebelum Paulus. Jadi pasangan suami isteri ini adalah orang-orang
Kristen yang paling awal. Sangat besar kemungkinan mereka adalah murid Tuhan Yesus juga. Sangat
besar kemungkinan hanya berbeda satu dua tahun dari kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Jadi
mereka adalah orang-orang Kristen di awal. Saya mengambil posisi Yunia ini adalah perempuan,
untuk menyatakan ini adalah satu pasangan suami isteri. Saya percaya Paulus menyebut nama
pasangan-pasangan suami isteri yang sama-sama melayani. Mereka bukan hamba Tuhan full time,
mereka adalah orang awam namun mereka dengan sukacita membuka rumahnya untuk melayani.
Tidak ada kesukaan yang lebih indah daripada isteri mendukung suami dan suami mendukung isteri
dalam melayani Tuhan. Tidak ada kesukaan yang lebih indah jikalau saudara bisa sinkron sama-sama
di dalam mengasihi Tuhan dan melayani. Sangat menyedihkan sekali kalau suami ingin melayani,
isterinya menggerutu. Kasihan sekali kalau isteri mau melayani, suami sudah grasak-grusuk mau
cepat-cepat pulang, padahal sampai di rumah cuma tidur-tiduran saja. Mari kita lihat aspek-aspek ini.
Paling tidak ada beberapa pasangan yang khusus Paulus sebut di sini: Priskila dan Akuila, Andronikus
dan Yunia, Filologus dan Yulia. Dan yang lebih indah lagi, kepada Filologus dan Yulia, Paulus juga
menambahkan salamnya kepada dua anak pemuda-pemudinya yaitu Nereus dan saudara
perempuannya. Bukan saja orang tuanya, anak-anak mereka pun giat melayani Tuhan. Ini merupakan
satu sukacita tersendiri.
279

Yang menarik di ayat 10 Paulus menyebut “salam kepada isi rumah Aristobulus…” bukan menujukan
salam kepada Aristobulus, berarti Aristobulus bukan Kristen. Berarti ini adalah pembantu-pembantu
yang bekerja di rumah dia, berbakti di situ dengan diam-diam. Ingatkan rumah orang-orang kaya
pada waktu itu besar-besar, sehingga banyak tempat mereka bisa pakai untuk berbakti. Mungkin
tempat penyimpanan anggur di bawah tanah, dsb. Saya percaya Aristobulus dan Narkisus bukan
orang Kristen tetapi ada tempat di rumah mereka menjadi “gereja di rumah orang”. Ayat 14 Paulus
menyebut beberapa nama yang umum pada waktu itu, di antaranya Hermes, nama yang mirip
seperti Udin di Indonesia. Aneh sekarang sudah menjadi satu nama brand terkenal, saudara bangga
pakai tas Hermes ke mana-mana, kalau dulu pasti ditertawakan. Dari sini kita tahu “gereja di rumah
orang” mereka adalah rumah orang sederhana, berarti tidak semua adalah rumah orang-orang yang
mampu. Lima tempat “gereja di rumah orang” dibuka supaya menjadi berkat. Rumah tangga
melayani Tuhan, anak-anak ikut terlibat melayani Tuhan. Pemuda-pemuda ambil bagian di dalam
pelayanan. Dan Tuhan minta Paulus tulis nama-nama mereka untuk menjadi pembelajaran bagi kita,
pemuda-pemuda melayani walaupun masih muda Tuhan menghargai dan mencintai. Keluarga yang
melayani Tuhan, Tuhan menghargai dan mencintai mereka.
Kita perhatikan beberapa aspek dari nama Aristobulus, Herodion, dan Narkisus yang adalah nama-
nama dari keluarga ningrat. Sejarah mencatat nama saudara tiri Herodes Agripa I bernama
Aristobulus, yang dibawa oleh Agripa ke Roma sebagai tawanan. Apakah dia ini Aristobulus yang
Paulus sebutkan? Kalau memang dia, berarti ada anggota keluarga atau orang-orang yang tinggal di
rumahnya yang percaya Tuhan. Herodion jelas adalah nama untuk keluarga Herodes. Maka besar
kemungkinan jemaat Roma adalah orang-orang dari kalangan atas yang mungkin sulit menyatakan
imannya di tengah kondisi masyarakat pada waktu itu tetapi rumah mereka terbuka untuk Injil dan
pelayanan. Ayat 13 , Paulus menyebut “salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam
kepada ibunya yang kuanggap juga ibuku…” Kita bandingkan dengan Mrk.15:21 dimana Markus
mencatat satu peristiwa kecil, “Pada waktu itu lewat seorang bernama Simon, orang Kirene, ayah
Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul
salib Yesus.” Tidak bisa kita bayangkan betapa kaget Simon waktu dia dipanggil dan dipaksa untuk
memikul salib Yesus. Sejarah mencatat orang yang datang ke Yerusalem pada hari Paskah waktu itu
bisa mencapai dua juta orang, dan satu dari dua juta orang itu dipilih untuk memikul salib Yesus.
Simon adalah orang Yahudi yang saya percaya membawa anak-anak dan isterinya datang ke
Yerusalem untuk berbakti dan mengikuti upacara bar-mitzvah anaknya. Simon baru saja lewat, entah
kenapa dia yang dipilih, apakah karena badannya besar? Kalau sampai dia yang dipilih bukankah itu
satu kebetulan yang sangat kebetulan? Kenapa saya yang disuruh angkat? Bayangkan waktu Simon
ditarik dan dipaksa seperti itu, bagaimana perasaan isteri dan anak-anaknya? Pasti mereka nangis-
nangis dan terpaksa harus ikut terus sampai ke Golgota. Orang ini tidak pernah kenal Tuhan Yesus,
orang ini tidak percaya Tuhan Yesus. Tetapi kira-kira kurang dalam satu jam perjumpaannya berjalan
bersama Tuhan Yesus, pada satu momen ada perubahan dalam hidup keluarga ini. Momen itu hanya
sebentar, datang di luar keinginan dan rencananya. Dari kacamata kita itu hanya satu kebetulan.
Waktu bersisian berjalan membawa salib Yesus, saya percaya Tuhan Yesus mengucapkan “Terima
kasih atas pertolongan…” Lihat tubuh-Nya berdarah, tetapi sampai ke kayu salib sekali pun tidak
mengeluarkan kata-kata umpatan. Mati dengan agung dan mulia. Siapa DIA? Saya percaya Simon
mencari tahu siapa Orang ini dan akhirnya keluarga ini percaya Tuhan. Satu-satunya orang yang
secara harafiah memikul salib Yesus adalah Simon dari Kirene. Itu sebab kata yang dipakai Paulus
280

begitu menyentuh hati saya, ”...dipilih dalam Tuhan…” Saya tidak tahu kadang-kadang ada hal-hal
yang engkau lihat sebagai malapetaka, hal-hal yang tidak baik, kenapa bisa numpang lewat di dalam
hidupmu. Saya tidak bisa mengerti kenapa Simon harus pikul salib mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan seperti ini. Kita tidak tahu. Orang lain mungkin bilang itu nasib sial. Orang lain
mungkin bilang, kasihan deh lu. Mari kita ubah perspektif dan keluarkan kalimat ini, jikalau aku
akhirnya dipanggil memikul salib Yesus, dalam keadaan dipaksa, sesuatu yang tidak enak, Paulus
pakai kalimat ini “Kamu dipilih dalam Tuhan.” Ini keluarga yang terpilih. Mereka tidak lebih hebat
daripada keluarga-keluarga lain tentunya, tetapi pengalaman mereka menjadi percaya Tuhan
berbeda dengan orang-orang lain. Pengalaman yang luar biasa unik yang sebenarnya tidak punya
keinginan dan rencana, dan mereka mengenal Yesus di dalam kondisi dan situasi yang tidak pernah
kita bayangkan. Tetapi momen itu telah merubah hidup mereka. Mereka menjadi keluarga yang
terpandang di dalam Kerajaan Allah. Mereka menjadi keluarga yang mengasihi dan melayani Tuhan.
Kalau engkau melihat dalam perspektif ini. Kalau engkau dikasih kesempatan, itu karena Tuhan pilih
engkau. Kalau Tuhan kasih engkau kesulitan harus pikul salib, lihat itu sebagai anugerah pemilihan-
Nya, kamu dipilih Tuhan. Saya tidak habis pikir kenapa Paulus keluarkan kalimat seperti ini, “orang
pilihan dalam Tuhan.” Kalimat ini menyentuh hati saya sedalam-dalamnya.

Kadang-kadang kita mau marah, kecewa, sedih, benci terhadap pengalaman yang tidak enak dalam
hidup kita. Tetapi kalau perspektif itu terus kita pakai dalam hidup kita, kita tidak pernah melihat
keindahan yang ada di belakangnya. Kecuali engkau melihat Tuhan mengijinkan Simon untuk pikul
salib karena Tuhan pilih dia. Ini hal yang tidak enak buat dia tetapi indah bagi keluarganya. Siapa
sangka Simon pikul salib dan mungkin juga kena pecut bersama Yesus. Tetapi tidak apa-apa karena
momen itu akhirnya berubah menjadi sukacita dan keindahan bagi mereka waktu mereka percaya
Tuhan. Tidak apa-apa saya menjadi sakit, tidak apa-apa saya menjadi lumpuh, tidak apa-apa kalau
akhirnya melalui semua kesulitan itu keluargaku menjadi percaya dan mengasihi Tuhan sepenuhnya.
Bersyukur untuk Firman Tuhan yang kita baca hari ini, biar menjadi berkat bagi kita semua. Firman
Tuhan yang sederhana, yang dengan teliti dituliskan bagi kita, mengungkapkan rahasia yang dalam,
yang menghasilkan getaran cinta kita karena Tuhan terlebih dahulu mencintai dan memilih kita,
memberi kita kesempatan melayani-Nya.
281

Ringkasan Khotbah GRII Sydney, 21/11/2010

Pdt. Effendi Susanto STh.

Penjelasan Surat Roma 49

Ikatan saudara-saudara seiman (3)

Nats: Roma 16:17-27; Kisah 20:17-38

Roma 16
17 Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara–saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka,
yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan
godaan. Sebab itu hindarilah mereka!
18 Sebab orang–orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka
sendiri. Dan dengan kata–kata mereka yang muluk–muluk dan bahasa mereka yang manis
mereka menipu orang–orang yang tulus hatinya.
19 Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita
tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih
terhadap apa yang jahat.
20 Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu.
Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!
21 Salam kepada kamu dari Timotius, temanku sekerja, dan dari Lukius, Yason dan Sosipater,
teman–temanku sebangsa.
22 Salam dalam Tuhan kepada kamu dari Tertius, yaitu aku, yang menulis surat ini.
23 Salam kepada kamu dari Gayus, yang memberi tumpangan kepadaku, dan kepada seluruh
jemaat. Salam kepada kamu dari Erastus, bendahara negeri, dan dari Kwartus, saudara kita.
24 (Kasih karunia Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai kamu sekalian! Amin.)
25 Bagi Dia, yang berkuasa menguatkan kamu, ––menurut Injil yang kumasyhurkan dan
pemberitaan tentang Yesus Kristus, sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan
berabad–abad lamanya,
26 tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang abadi, telah
diberitakan oleh kitab–kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka
kepada ketaatan iman—
27 bagi Dia, satu–satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai
selama–lamanya! Amin.

Kisah 20
17 Karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua
jemaat datang ke Miletus.
18 Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka: “Kamu tahu, bagaimana aku hidup di
antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia ini:
282

19 dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan
air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku.
20 Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua
kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan–
perkumpulan di rumah kamu;
21 aku senantiasa bersaksi kepada orang–orang Yahudi dan orang–orang Yunani, supaya mereka
bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus.
22 Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang
akan terjadi atas diriku di situ
23 selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan
sengsara menunggu aku.
24 Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir
dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi
kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.
25 Dan sekarang aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi, kamu sekalian yang telah
kukunjungi untuk memberitakan Kerajaan Allah.
26 Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap
siapapun yang akan binasa.
27 Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu.
28 Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh
Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh–Nya dengan darah
Anak–Nya sendiri.
29 Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala–serigala yang ganas akan masuk ke tengah–
tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu.
30 Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu
mereka berusaha menarik murid–murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.
31 Sebab itu berjaga–jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan
tiada berhenti–hentinya menasihati kamu masing–masing dengan mencucurkan air mata.
32 Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia–Nya,
yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan
bagi semua orang yang telah dikuduskan–Nya.
33 Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga.
34 Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi
keperluanku dan keperluan kawan–kawan seperjalananku.
35 Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian
kita harus membantu orang–orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus,
sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”
36 Sesudah mengucapkan kata–kata itu Paulus berlutut dan berdoa bersama–sama dengan
mereka semua.
37 Maka menangislah mereka semua tersedu–sedu dan sambil memeluk Paulus, mereka
berulang–ulang mencium dia.
38 Mereka sangat berdukacita, terlebih–lebih karena ia katakan, bahwa mereka tidak akan
melihat mukanya lagi. Lalu mereka mengantar dia ke kapal.
283

Pada hari ini saya akan mengajak saudara membaca Roma 16 bagian terakhir ini dengan menaruh
segala tulisan firman Tuhan dari hambanya ini di dalam konteks sejarah, dimana ditulis, bagaimana
kondisi Paulus waktu menulisnya, sehingga kita bisa sedikit menyelami pergumulan perasaan beban
dari kata-kata yang muncul dikeluarkan apa yang ada di dalam hati Paulus dari bagian ini. Dua
minggu yang lalu saya membahas panggilan Paulus, "...mari begumul bersama-sama dengan aku di
dalam doa..." dimana kalimat ini sedikit memberikan indikasi walaupun Paulus tidak membuka
kepada jemaat Roma dan tidak kasih tahu apa yang menjadi kesulitan dia, tidak menyebutkan apa
pergumulan dia, tetapi waktu menulis enam belas pasal dari surat ini di dalam kondisi yang penuh
dengan kesulitan pergumulan, saudara bisa tahu betapa luar biasanya hamba Tuhan ini. Kita lihat
konteks situasi pada waktu penulisan surat ini dalam Kis.19 dan 20 , karena dari beberapa nama yang
muncul dalam Roma 16 ini adalah juga muncul di situ yang juga adalah catatan perjalanan misi Paulus
yang ketiga dan yang terakhir.
Dalam Roma 16:23 Paulus menyampaikan salam dari seorang yang bernama Gayus yang memberi
tumpangan kepadanya, berarti waktu itu Paulus tinggal di rumah Gayus. Paling tidak nama Gayus
muncul tiga kali di dalam Alkitab. Pertama di Roma 16 ini, kemudian di dalam surat 3 Yoh.1 Yohanes
mengirim surat kepada Gayus sebagai pemimpin Gereja di Asia. Apakah Gayus ini sama dengan
'Gayus dari Derbe' kita tidak tahu, tetapi di dalam surat-surat Paulus ada dua nama Gayus muncul,
yaitu yang ditulis di Roma 16:23 dan satu lagi dalam Kis.20:4 disebut dengan embel-embel 'Gayus dari
Derbe' kemungkinan ini adalah Gayus yang lain. Gayus, sangat besar kemungkinan adalah orang
pertama yang menerima Kristus dan yang pertama Paulus baptis di Korintus yang dicatat Paulus
dalam 1 Kor.1:14 . Menurut Kis.20:3 Paulus tinggal di tanah Yunani – Korintus berada di daerah Yunani-
selama tiga bulan lamanya dia di rumah Gayus bersama rombongannya. Dari sini memberikan
indikasi kepada kita Gayus adalah seorang Kristen yang luar biasa kaya yang membuka rumahnya
untuk pekerjaan Tuhan.
Surat Roma ini Paulus tulis dengan bantuan Tertius, juru tulisnya (Roma 16:22) . Di dalam surat
Galatia, Paulus menulis "...lihatlah bagaimana besarnya huruf-huruf yang kutulis kepadamu dengan
tanganku sendiri..." (Gal.6:11) itu memberikan indikasi kenapa dia perlu seorang jurutulis. Nampaknya
mata dia yang buta terkena sinar di dalam perjalanan ke Damaskus itu walaupun Tuhan
menyembuhkan dia tetapi tidak sembuh total. Dalam 2 Kor "dalam keadaan sakit aku telah datang
kepadamu dan melihat mukaku saja engkau ngeri luar biasa..." Semua penafsir setuju mungkin mata
Paulus merah dan infeksi karena sinar dari Tuhan Yesus yang begitu tajam lebih daripada sinar
infrared atau ultraviolet, itu adalah sinar dari Allah sehingga sangat besar kemungkinan matanya
mengalami gangguan sehingga sulit untuk menulis surat. Tertius dan Timotius merupakan beberapa
jurutulis yang terus mengikuti Paulus, mencatat apa yang dikatakan Paulus sehingga boleh menjadi
berkat firman Tuhan buat Gereja Tuhan hingga kini.
Nampaknya Efesus merupakan kota yang penting bagi Paulus dan Paulus tinggal cukup lama di situ.
Dan Kisah Rasul mencatat di sana Paulus mengalami tantangan kesulitan pelayanan yang begitu
besar dan berat. Dalam Kis.19:10 dicatat Paulus dua tahun lamanya mengajarkan firman Tuhan di
ruang kuliah Tiranus dan kalau saudara baca dalam Kis.20:31 Paulus mengatakan dia tinggal di Efesus
tiga tahun lamanya. Tidak banyak tempat-tempat dimana Paulus secara spesifik tinggal cukup lama.
Sebelum Paulus meninggal, dua tahun lamanya dia tinggal di Roma menjalani tahanan rumah. Di
Kaisarea Paulus juga tinggal di penjara dua tahun lamanya (Kis.24:27) . Berarti Kis.20 terjadi kira-kira
284

empat tahun lebih sebelum Paulus mati. Maka pada waktu perpisahan terakhir dengan pemimpin-
pemimpin Gereja di Efesus Paulus sangat emosional menyentuh hati karena Paulus memberikan
indikasi ini adalah pertemuan yang terakhir dengan mereka. Setelah Paulus keluar dari Efesus dan
tinggal di rumah Gayus, Paulus menulis sebagian dari surat Roma ini. Saudara dari sini coba
merasakan perasaan dan pergumulan Paulus tetapi sekaligus saudara bisa melihat produktifitasnya.
Begitu sempit waktunya, bukan dalam kondisi baik, aman, lancar dan suasana yang kondusif, tetapi
dia berada di dalam pergumulan tantangan kesulitan yang begitu berat. Itu sebab kita bisa mengerti
mengapa tiba-tiba bisa terjadi perubahan mood (suasana hati) Paulus. Perubahan itu terjadi karena
tekanan kesulitan ini dan kadang-kadang hari demi hari menghadapi mara bahaya akan dibunuh oleh
orang-orang yang membenci dia, maka keluar peringatan ini, "Hati-hatilah terhadap orang-orang
yang menyusup yang bisa melakukan kerusakan dalam kehidupan Gereja..." Roma 16:16-20 Paulus
mengatakan ada dua sebab yang bisa menyebabkan ajaran salah itu bisa menyusup masuk dan
menimbulkan perpecahan di dalam Gereja. Ayat 18 Paulus mengingatkan orang-orang yang datang
itu memang motivasinya sudah salah. Itu intinya. Mereka tidak melayani Tuhan, tetapi mereka
melayani perut mereka sendiri.
Maka dari situ saudara bisa melihat mengapa di dalam khotbah perpisahan Paulus kepada pemimpin-
pemimpin Gereja di Efesus, Paulus mengatakan, "...Engkau tahu aku sudah memberi contoh
pelayanan yaitu aku datang di satu tempat, aku bekerja membiayai hidupku dan rekan-rekanku
dengan tanganku sendiri..." Besar kemungkinan Paulus mendapat dukungan keuangan tidak dari
tempat dimana dia melayani tetapi dari beberapa orang lain yang bukan dari Efesus, supaya dari awal
dia melayani di situ tidak memberikan indikasi dia ke situ untuk mendapatkan keuntungan. Jadi
kalimat Paulus ini bukan dalam pengertian dia tidak mendapatkan dukungan dan bantuan dari orang
lain. Jelas sekali dari Roma 16:1 Paulus menyebut Febe sebagai salah satu pendukung keuangan dia. Di
dalam Fil.4:18 Paulus menyatakan terima kasihnya atas bantuan kiriman dari jemaat Filipi bagi dia.
Maka dalam bagian ini Paulus menekankan bahwa setiap kali dia datang ke satu tempat itu bukan
untuk kepentingannya sendiri sehingga dia memulai satu ladang pelayanan dengan bekerja
membiayai hidupnya sendiri.
Dan di situ Paulus memberikan prinsip yang indah dari Tuhan Yesus, "Adalah lebih indah memberi
daripada menerima" (Kis.20:35) . Saya percaya dengan demikian Paulus memberikan beberapa prinsip
penting, kalau ada pengajar-pengajar dari luar datang ke satu tempat dan langsung mencari satu
keuntungan materi dari tempat itu, itu boleh menjadi satu indikasi memperingatkan kepada jemaat
di situ. Maka di sini Paulus menekankan kalau mereka sampai datang ke Roma motivasi mereka
adalah mencari keuntungan diri. Kedua, kita tidak boleh terus-menerus mempersalahkan orang kalau
satu Gereja akhirnya jatuh ke dalam satu ajaran yang salah. Paulus mengingatkan jemaat Roma
jangan terlalu "tulus hati" (Roma 16:19) sehingga menjadi naif dan mudah ditipu orang. Maksud
Paulus di sini, tulus hati adalah sesuatu yang baik dan sangat indah, tetapi tidak selamanya kita harus
menjadi orang yang tulus hati. Jangan sampai karena terlalu tulus, semua ajaran yang disodorkan
kepada kita kita terima sepenuhnya. Paulus mengingatkan kita hanya boleh tulus hati kepada hal-hal
yang jahat, artinya tidak pernah pintar dan berpengalaman berbuat jahat. Sebaliknya kita perlu
bijaksana untuk menerima hal-hal yang baik. Paulus bilang jemaat Roma sudah terkenal merupakan
jemaat yang tulus hati. Di satu pihak Paulus senang mendengar hal itu, tetapi di pihak lain dia
mengingatkan jangan sampai karena terlalu tulus terima semua apa saja masuk ke dalam Gereja
akhirnya dibodohi orang. Belajar memilah, bagaimana memiliki bijaksana supaya kita bisa tahu mana
285

yang baik, mana yang salah. Tetapi soal tulus hati, pakai itu selama-lamanya dalam hal jahat, artinya
dalam soal kejahatan semua harus lari dan jangan bermain-main dengannya. Maka dari sini kita
menemukan satu aspek yang penting bicara mengenai pengajaran, bagaimana sebagai jemaat Paulus
mengingatkan mereka belajar untuk bertumbuh, belajar untuk memikirkan dengan sungguh-
sungguh, belajar untuk bisa mengenal dengan baik mana ajaran yang baik, mana yang tidak baik.
Saya begitu tersentuh setiap kali membaca Kis.20:18-35 dimana Paulus membuka hati sedalam-
dalamnya menyatakan sikap hati dan pelayanannya, motivasi dan apa yang menjadi contoh
pelayanan yang harus ada di dalam hidup setiap kita. Dalam Kis.21:4 Paulus sudah mendapat
memperingatkan supaya dia jangan pergi ke Yerusalem, tetapi Paulus tetap berangkat.
Namun bukan berarti setiap kali ada kesulitan dan mara bahaya Paulus maju terus. Saya pikir dalam-
dalam, kapan kita maju dan kapan kita harus lari dari kesulitan? Paulus bukan orang yang naif dan
selama-lamanya memeluk kesulitan yang datang ke hadapannya. Dalam Kis.20:3 rencananya Paulus
akan naik kapal, tetapi ada bocoran bahwa orang-orang Yahudi mau membunuh dia di kapal, maka
Paulus memutuskan untuk lewat jalan darat. Tetapi waktu nabi Agabus memperingatkan dalam
Kis.21:11-14 bahwa Paulus akan ditangkap di Yerusalem, teman-temannya meminta supaya Paulus

jangan pergi tetapi Paulus tetap memutuskan untuk pergi dan siap mati untuk Tuhan. Kadang-kadang
tidak gampang mengambil satu keputusan. Waktu terjadi huru-hara di Efesus, beberapa teman
Paulus maju di depan melindungi Paulus dan meminta Paulus tidak keluar menghadapi kerumunan,
Paulus berterima kasih dan menuruti nasehat mereka. Tetapi di tengah-tengah mendengar ada
rencana orang untuk membunuh dia, Paulus cari jalan lain.
Ada kalanya dalam bagian lain, Paulus tetap maju dan rela mati untuk Kristus. Jadi kapan lari, kapan
berani maju? Bagi saya belajar satu hal dari sini, adakalanya penderitaan itu tidak terhindarkan dan
tak terelakkan, tidak bisa kita hindari dan kita tolak. Mari kita hadapi dengan berani dan tabah. Tetapi
adakalanya kita tidak boleh mencari-cari kesulitan dan penderitaan. Tuhan masih bisa suruh kita cari
jalan lain untuk menghindarinya. Jadi walaupun ada tantangan dan kesulitan datang ke dalam hidup
kita, tidak berarti kita harus mengambilnya. Ada kemungkinan Tuhan kasih jalan untuk kita luput dari
sana. Tetapi adakalanya itu adalah tantangan kesulitan yang datang kepada kita dan kita tidak
mungkin lepas darinya, mari kita hadapi dan bagaimana kita belajar menimbang dengan bijaksana di
tengah-tengah dua hal seperti ini. Saya tidak bisa memberikan jawaban dan prinsip yang tegas di
dalam hal seperti ini, tetapi yang bisa kita pelajari dari contoh hidup Paulus adalah kenapa dia harus
tetap pergi ke Yerusalem meskipun marabahaya mengintipnya?

Karena ke Yerusalem adalah bagian dari komitmen pelayanannya, karena dari awal dia sudah berjanji
pada dirinya bahwa ini adalah bagian pelayanan yang harus dia kerjakan yaitu dia mau diakhir dari
pelayanannya pergi ke Yerusalem membawa sumbangan dari Gereja-gereja non Yahudi yang dia
layani. Dengan demikian dia bisa memberitahukan jemaat di Yerusalem bagaimana pekerjaan
pelayanan dan beban berat yang mereka hadapi sehingga Injil bisa sampai kepada orang-orang non
Yahudi, sekarang mereka sudah percaya Tuhan dan mau membalas jasa kembali membawa uang
kepada mereka dan dia tahu jemaat Yerusalem sangat membutuhkan uang bantuan itu di dalam
kemiskinan mereka. Ini adalah bagian dari komitmen pelayanan dia sehingga walaupun di situ ada
kemungkinan kesulitan dan rekan-rekan Paulus meminta dia tidak pergi, tetap Paulus ambil
keputusan untuk pergi. Tetapi di tengah perjalanan itu adakalanya kita menghadapi kesulitan dan
ada kemungkinan untuk menghindarinya, hindarilah. Di situ membutuhkan bijaksana dan
286

kedewasaan kita dalam menimbang. Tanyakan kepada Tuhan apakah kesulitan ini sesuatu yang
Tuhan mau kita hadapi atau tidak. Kedua, adakah kemungkinan untuk bisa menghindar dan lepas
atau tidak. Kalau tidak ada kemungkinan lepas, siap sedia menjalaninya. Tetapi kalau ada
kemungkinan menghindar, bolehkah kita mengambil opsi ini. Bagaimana yang Tuhan mau, itu yang
kita gumuli. Ini hal yang tidak gampang dan tidak mudah. Teman-teman Paulus semua mengatakan
agar Paulus jangan ke Yerusalem, tetapi Paulus tetap mau pergi. Sampai di sini, teman-teman Paulus
tidak memaksakan keinginan mereka dan berdoa, biar kehendak Tuhan yang terjadi. Maka di sini
keputusan seseorang untuk menghadapi sesuatu adalah hubungan pribadi orang itu dengan Tuhan
sendiri dan kita tidak bisa menghakimi keputusan yang dia ambil. Dari sini kita pegang satu prinsip
jikalau ada seorang hamba Tuhan mengambil sikap yang berbeda dengan hamba Tuhan yang lain
dalam menghadapi kesulitan dan tantangan yang serupa, kita tidak boleh menilai dan menghakimi
mereka, karena setiap kita bertanggung jawab kepada Tuhan secara pribadi lepas pribadi.
Jadi hati-hati. Kadang-kadang ada rekan saudara ambil keputusan mau tetap tinggal di kota ini atau
pulang ke Indonesia, kita harus hati-hati di dalam menilai keputusan saudara kita. Di dalam
keputusan dia mengambil satu pekerjaan, biar kita sedikit hati-hati di dalam memberikan penilaian
terhadap keputusan yang dia ambil. Saya rasa penilaian yang paling penting adalah kita harus tanya
kepada dia apakah dia jujur dengan Tuhan di dalam mengambil keputusan itu? Apakah itu bagian
dari tujuan kehidupannya dengan Tuhan? Saya percaya keputusan Paulus di sini, inilah tujuan dari
pelaynanku. Saya keluar membawa Injil dari Yerusalem pergi ke daerah non Yahudi. Sekarang mereka
sudah mendengar Injil dan saya tidak melalaikan pelayanan ini, sekarang saya mau kembali ke
Yerusalem. Itu satu tujuan dari pelayanannya. Dengan demikian saya percaya mungkin menjadi hal
yang baik pada waktu kita membimbing, mendiskusikan, berdoa bersama dengan rekan-rekan dan
saudara seiman kita yang mengambil keputusan yang mungkin sedikit berbeda dengan kita.
Jujurkah engkau dengan Tuhan? Apakah keputusan ini menjadi bagian dari beban dan keinginanmu
bagi Tuhan, sebab masing-masing orang memiliki beban dan panggilan kehidupan yang berbeda-
beda. Tidak semua hamba Tuhan dipanggil untuk melayani dengan beban yang sama. Sehingga
jangan menilai hamba Tuhan yang melayani di kota yang besar itu kurang berkorban, tidak mau pergi
ke daerah terpencil. Jangan juga kita pikir bahwa pelayanan di daerah kecil berarti kita mengabaikan
pelayanan di kota besar. Jadi kembali kepada tanggung jawab setiap orang, beban pelayanan dia,
kesungguhan dia di dalam mengambil keputusan. Demikian juga dengan hidup setiap kita masing-
masing. Di dalam kita bekerja, di dalam kita mengambil keputusan, saya percaya ini merupakan point
yang penting kita belajar dari bagian ini.
Kis. 20 ini saya percaya adalah bukti dari khotbah Paulus yang tidak perlu kita elaborasi lebih panjang,
tetapi mari kita coba renungkan dan ikut merasakan pergumulan Paulus dan pada waktu dia
mengatakannya di depan kita, saya percaya kita pun akan ikut menangis bersama dia. Kis.20:24
Paulus mengatakan ada tugas pelayanan yang Tuhan serahkan kepada dia, dan dia mau selesaikan
itu. Ini adalah point yang penting untuk memberikan kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.
Paulus menyatakan bahwa dia sudah menyelesaikan pemberitaan Injil dan frase ini juga muncul
dalam Roma 15:19 , dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa dua-dua berada dalam konteks situasi
yang sama yaitu pada akhir dari pelayanan Paulus. Itu sebab mengapa kita bisa menemukan surat
Roma yang begitu panjang karena Paulus sendiri sadar sebentar lagi dia sudah tidak ada, itu sebab
dia keluarkan semua isi hatinya. Boleh dikatakan ini adalah satu-satunya surat yang diberikan bukan
287

saja khusus kepada persoalan yang dihadapi jemaat Roma tetapi juga bersifat umum, artinya Paulus
mengelaborasi konsep mengenai pembenaran melalui iman di dalam Kristus Yesus, dia elaborasi
mengenai doktrin pilihan, dsb, dia elaborasi mengenai panggilan pelayanan, dsb dengan panjang
lebar, di tengah-tengah dia hampir mati, di tengah-tengah dia mengalami kesulitan. Kalau saudara
membaca kembali Kis.20 , itu adalah perjalanan Paulus yang sangat berbahaya. Orang-orang Yahudi
terus mengikuti dan mencari kesempatan untuk membunuh dia. Kita perlu orang Kristen yang
berjuang dengan semangat untuk Injil pergi kemana-mana seperti Paulus, tetapi jangan lupa ada
orang-orang yang anti Injil juga didukung oleh dana yang besar untuk melumpuhkan pekabaran Injil.
Entah berapa banyak uang mereka, Paulus naik kapal, mereka juga naik kapal. Tetapi kalau semangat
orang yang mau mematahkan Injil lebih besar daripada semangat kita, uang yang dikeluarkan oleh
orang yang ingin mematahkan Injil lebih besar daripada uang yang kita keluarkan, bagaimana jadinya
pelayanan pekabaran Injil Tuhan? Itu sebab surat Roma selain berisi ucapan syukur Paulus kepada
jemaat, juga berisi perasaan kesungguhan dan cinta Paulus dalam pelayanan.

Terakhir, mengapa perlu dan mengapa harus dia ingatkan kepada penilik-penilik jemaat di Efesus
untuk memelihara jemaat dengan baik-baik, yaitu karena jemaat itu sudah dibeli Tuhan dengan
darah Anak-Nya sendiri (Kis.20:28) . Ini merupakan kalimat penting, inti dari seluruh khotbah Paulus di
dalam Kis.20 kepada pemimpin-pemimpin Gereja di Efesus, kenapa engkau harus sungguh-sungguh
mencintai dan melayani jemaat Tuhan, sebab jemaat itu dibeli oleh Tuhan dengan darah Anak-Nya
sendiri. Engkau dan saya dibeli oleh Tuhan dengan darah yang begitu berharga dan bernilai.

Itu sebab tidak boleh ada di antara kita yang tidak menghargai anugerah itu. Setiap kali kita melayani
dan memberikan yang terbaik kepada Tuhan, itu berarti kita mencintai dan menghargai the precious
blood yang Tuhan curahkan bagi kita. Saya harap pekerjaan Tuhan tidak boleh berhenti ketika
hamba-hamba Tuhan, mereka yang melayani sudah mati. Terus-menerus harus lahir generasi yang
baru untuk meneruskan pekerjaan Tuhan dan melanjutkan api semangat pelayanan Injil Tuhan bagi
dunia ini. Biar kita tidak lalai menggenapkan tugas dan panggilan yang Tuhan beri kepada setiap kita.

Anda mungkin juga menyukai