Teori Tutorial
Teori Tutorial
Konsep Teori
1. Konsep Medis Post Partum
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan.
Puerperium dibagi dalam 3 periode, yaitu puerperium ini, puerperium intermedial, dan
remote puerperium. Puerperium dini yaitu kepulihan, yang mana ibu diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan, yaitu kurang lebih sampai 40 hari. Puerperium interemedial,
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu. Remote
puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih sempurna (Mochtar, 2000 dalam
Indriyani, 2013).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu atau 24 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3
bulan. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40 hari,
dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda
kelahiran). Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” berarti melahirkan.
Jadi nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan (Sari & Rimandini, 2014).
d. Perawatan pascapersalinan
Menurut Indriyani (2013), perawatan pasca persalinan meliputi:
1) Mobilisasi
2) Disebabkan lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat, tidur terentang selama 8 jam
pascapersalinan. Kemudian, boleh miring kiri kanan untuk mencegah terjadinya
thrombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua boleh duduk, hari ketiga boleh
jalan – jalan. Mobilisasi di atas mempunyai variasi tergantung komplikasi
persalinan, nifas, dan sembuhnya luka – luka. Kegiatan lain mobilisasi yang dapat
dilakukan untuk membantu mempercepat proses involusi adalah melakukan senam
nifas.
3) Diet
4) Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan
yang mengandung cukup protein, banyak cairan, sayur – sayuran, dan buah –
buahan.
5) Miksi
6) Hendaknya miksi dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang – kadang ibu
mengalami sulit buang air kecil karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin
dan spasme oleh iritasi musculus sfingter ani selama persalinan. Selain itu juga
karena edema kandung kemih selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan
ibu tidak bisa buang air kecil sebaiknya dikaterisasi.
7) Defekasi
8) Buang air besar harus dilakukan maksimal 3 – 4 hari pascapesalinan bila sulit
buang air besar dan konstipasi control diet, bila perlu menggunakan pengobatan
sampai klisma.
9) Perawatan payudara (mammae)
10) Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas,
tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Dianjurkan ibu
untuk menyusui bayinya dengan baik dan benar karena air susu ibu (ASI) sangat
sehat baut kesehatan bayi.
11) Laktasi
12) Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan – perubahan pada kelenjar mammae, yaitu proliferasi jaringan pada
kelenjar- kelenjar, alveoli, dan jaringan lemak bertambah. Keluarnya cairan susu,
hipervaskularisasi, dan setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan
progesteron hilang. Maka, timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin
akan merangsang keluarnya air susu ibu. Di samping itu, pengaruh oksitosin
menyebabkan mio – epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga ASI keluar.
13) Cuti hamil dan bersalin
14) Pemeriksaan pascapersalinan
15) Bagi wanita dengan persalinan normal sebaiknya dilakukan pemeriksaan kembali
setelah 6 minggu persalinan. Namun, wanita dengan persalinan bermasalah harus
kontrol 1 minggu setelah bersalin. Pemeriksaan postnatal meliputi pemeriksaan
umum pada tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya. Selain itu keadaan
umum suhu badan, selera makan, payudara ( ASI dan putting susu), dinding perut,
perineum, kandung kemih, rectum, sekret yang keluar, dan keadaan alat – alat
kandungan.
16) Nasihat untuk ibu postnatal
17) Nasihat yang dapat disampaikan pada ibu postnatal antara lain bahwa fisioterapi
seperti senam nifas sangat baik dilakukan sesuai keadaan ibu, sebaiknya bayi
disusui, mengikuti program keluarga berencana, dan membawa bayi untuk
imunisasi.
b. Etiologi
Menurut Nurarif & kusuma H (2015), etiologi sectio caesarea yaitu :
1) Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak, disproporsi pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, solutio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-
eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM),
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2) Etiologi berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi.
e. Test diagnostik
Pemeriksaan diagnostik sectio caesarea menurut Wiknjosastro (2006) dalam Histriani
(2012) yaitu:
1) Elektroensefalogram ( EEG ) :
2) Dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
3) Pemindaian CT :
4) Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
5) Magnetik Resonance Imaging ( MRI ) :
6) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terliht bila
menggunaan pemindaian CT.
7) Pemindaian Positron eEmission Tomography ( PET ) :
8) Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
f. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
a) Kadar kalsium darah
b) Kadar natrium darah
c) Kadar magnesium darah
d) Kadar natrium darah
e) Kadar magnesium darah
g. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2002) dalam Histriani (2012), penatalaksanaan ibu nifas post sectio
caesarea meliputi:
1) Manajemen post operatif
a) Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan
ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit
dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
b) Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah
agar jalan nafas bebas.
c) Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat
mengalir dengan lancar.
2) Mobilisasi/aktifitas
3) Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12 jam
kemudian duduk, bila mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien jalan,
bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
4) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post sectio caesarea adalah merawat luka dengan cara
mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama dengan penutup luka
atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya luka
infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien. Persiapan alat dan
bahan yang dibutuhkan antara lain: bak instrumen, kassa, gunting, plester, lidi
waten, antiseptik (betadine), pinset anatomis dan chiurgis, bengkok, perlak pengalas,
sarung tangan steril, larutan NaCl untuk membersihkan luka, salep antiseptik, tempat
sampah, larutan klorin 0,5%. Langkah-langkah perawatan luka post sectio caesarea
adalah:
a) Kapas perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan berdarah harus
diganti. Umumnya kassa perut dapat diganti hari ke 3 – 4 sebelum pulang dan
seterusnya, pasienmengganti setiap hari luka dapat diberikan betadine sedikit.
b) Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari pasien bedah.
5) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh karena itu
dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter yang terpasang
selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing sendiri. Kateter dibuka
12–24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat hematuria maka pengangkatan dapat
ditunda.
h. Komplikasi
Menurut Sofian (2015), komplikasi sectio caesarea meliputi:
1) Infeksi puerperal (nifas)
a) Ringan: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
c) Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Infeksi berat sering dijumpai
pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas, telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2) Perdarahan karena
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia uteri
c) Perdarahan pada placental bed.
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
4) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
3. Konsep CPD
a. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran
panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara
anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah
angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah panggul yang
satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan
normal.
b. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :
1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan diameter
transversal yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan
panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2) Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga
berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke
dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang
luas.
TulanG–tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa
dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-tulang ini satu dengan
lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan
kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang
menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-
koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang panggul) dan os koksigis (tulang
tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran
sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih
longgar, misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih
kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada
saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu
dapat ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis
minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut
juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis
minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ-
organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot-otot dan
ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor
terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus
dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh
muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari
pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat
diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur
naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai
penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di
vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk
tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai
oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung
dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara
bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih antara konjugata vera
dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul
tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement.
Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan
jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3) Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan
kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5
cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).