KHILAFAH (KEPEMIMPINAN)
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah fikih II
Dosen Pengampu:
Abd. Halim, M.A.
Oleh
Nikmatul Khori
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allahyang telah memberikan kami limpahan rahmat sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah tentang ”KHILAFAH
(KEPEMIMPINAN) ” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jalan gelap gulita menuju jalan
yang terang benderang yakni agama islam. Makalah ini disusun dengan tujuan
pertama memahami dan mendalami tentang masyarakat madani dan
perkembangannya. Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai wahana
pembelajaran mata kuliah pendidikan kewarganegaraan agar dapat dipelajari oleh
seluruh mahasiswa.
Ucapkan terima kasih kepada Abd. Halim, M.A. selaku dosen pengampu
fikih yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu
dalam mengumpulkan data-data dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi diri sendiri dan orang lain.
2
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Khilafah adalah soal politik dan ketatanegaraan. Mengingat soal
khilafah itu tidak penaha lepas dari beberapa hukum, terutama mengenai
hukum penyusunan negara, kepala negara, pemilihan khalifah, hak memilih
dan dipilih, dan sebagainya. Maka soal-soal khilafah yang diuraikan hanya
sekedar mengenai pokok-pokonya saja.
Khilafah ialah “suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut
ajaran agama islam”, sebagaimana yang dibawa dan dijalankan oleh nabi
Muhammad SAW. Semasa beliau hidup, kemudian dijalankan oleh
Khulafaur Rasyidin. Kepala negara dinamakan “khalifah”.
Khilafah dapat ditegakan dengan perjuangan umat islam yang teratur
menurut keadaan dan tempat masing-masing umat, baik berbentuk nasional
untuk sebagian kaum musli yang merupakan suatu bangsa yang
memperjuangkan suatu negara yang telah mereka tentukan batas-batasnya,
sebagaimana telah terjadi mulai khalifah Umawiyah, khalifah Abbasyiyah,
dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya masalah khilafah akan dijelaskan dalam
makalah yang berjudul “ khilafah (kepemimpinan)”
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan sebagai milik
umat. Untuk itu diangkatlah seseorang yang melaksanakan pemerintahan
sebagai wakil dari umat. Allah telah mewajibkan kepada umat untuk
menerapkan seluruh hukum syariah.3
Khilafah menurut Ibn Khaldun adalah tanggung jawab umum yang
dikehendaki oleh peraturan syariat untuk mewujudkan kemaslahatan dunia
dan akhirat bagi umat dengan merujuk kepadanya. Karena kemaslahatan
akhirat adalah tujuan akhir, maka kemaslahatan dunia seluruhnya harus
berpedoman kepada syariat. Hakikatnya, sebagai pengganti fungsi pembuat
syariat (Rasulullah SAW) dalam memelihara urusan agama dan mengatur
politik keduniaan.4 Jadi definisi dari khilafah adalah lembaga pemerintahan
berdasarkan pada peraturan syariat yang perpedoman pada Al-qur’an dan As-
sunnah dan dipimpin oleh seorang Khalifah untuk mewujudkan kemaslahatan
dunia dan akhirat bagi umat.
2. Dasar – dasar khilafah
Kalau kita selidiki dengan seksama, nyatalah bahwa
khilafah/pemerintahan yang dijalankan oleh khulafaur rasyidin berdasarkan
atas:
a. Kejujuran dan keikhlasan serta tanggung jawab dalam menyampaikan
amanat kepada ahlinya (rakyat) dengan tidak membeda-bedakan bangsa
dan warna kulit.
b. Keadilan yang mutlak terhadap seluruh umat manusia dalam segala
suatunya.
c. Tauhid (mengesakan Allah), sebagaimana diperintahkan dalam ayat-ayat
Al-Qur’an supaya menaati Allah dan Rosul – Nya.
d. Kedaulatan rakyat yang dapat dipahami dari perintah Allah yang
mewajibkan kita taat kepada ulil amri (wakil-wakil rakyat).
Firman Allah SWT surah An-Nisa’ ayat 58-59:
4
س أعدن تعدحمكمموُا لباِدلععددلل إلنن ن
اع نللعنماِ يعلعظممكدم بلله اع يعأدمممرمكدم أعدن تمعؤددوا ادلععماِعناِ ل
ت إللعىى أعدهللعهاِ عوإلعذا عحعكدمتمدم بعديعن النناِ ل إلنن ن
﴾٥٩:﴿النساِء
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari ayat ini jelaslah kiranya empat dasar pokok tersebut diatas
merupakan dasar dari pemerintah. Islam disususn dan dibangun di tempat
manapun dan di zaman bagaimanapun umat islam berada, dasar-dasar ini
wajib menjadi pokok pendirian suatu negara.5
3. Hak mengangkat dan memecat khalifah
Sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa memilih khalifah
adalah fardu kifayah atas ahlul halli wal’aqdi di kalangan umat. Hanya
mereka berlainan paham dalam mengartikan kata “ahlul halli wal’aqdi”.
siapakah dan bagaimanakah sifat ahlul halli wal’aqdi itu ? apakah mereka
mesti ikut memilih, atau cukup dengan sebagian dari mereka saja?
Yang lebih tepat di antara pendapat – pendapat itu adalah yang
dimaksud dengan ahlul halli wal’aqdi ialah para ulama’, cerdik pandai, dan
pemimpin-pemimpin yang memiliki kedudukan dalam masyarakat, dipercaya
oleh seluruh rakyat sehingga peraturan mereka nanti akan ditaati serta diikuti
oleh seluruh rakyat. Berarti pemilihan itu kedaulatan akan didukung oleh
5 Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2012 hlm 496
5
seluruh umat. Kata Ramli, karena dengan mereka pekerjaan dadi teratur dan
umat bisa tentram.
Sesungguhnya kalau kita selidiki lebih jauh pemilihan khalifah yang
empat Khulafaur Rasyidin, sehingga Umar dianggap salah ketika belui
pertama memilih Abu Bakar sebelum cukup permusyawarahan seluruh ahlul
halli wal’aqdi. Dalam beberapa riwayat diterangkan bahwa Abu Bakar
sewaktu beliau mencalonkan Umar bin Khattab untuk menjadi pengganti
beliau, beliau sungguh sering bermusyawarah dengan sahabat-sahabat yang
terkemuka. Dan begitulah cara dan jalannya pemilihan Khulafaur Rasyidin
yang hendaknya patut dijadikan contoh dan teladan bagi kita. Jadi hendaklah
pemilihan itu ditetapkan berdasarkan kesepakatan mereka (ahlul halli
wal’aqdi ) atau setidaknya dengan kesepakatan mereka yang lebih terkemuka
dari kalangan ahli pengetahuan.
Sebagaimana telah dijelaskan, yang berhak mengangkat khalifah-
khalifah adalah rakyat. Maka yang berhak memberhentikannya juga rakyat.
Razi berkata, “Pimpinan umum itu hak rakyat, maka rakyat berhak
memberhentikan khalifah jika dipandang perlu”. Apakah maksud Razi dengan
kata “pimpinan”?. Hal ini menjadi pertanyaan. Kalau pimpinan itu hak rakyat,
siapakah yang dipimpin? Pertanyaan ini dijawab oleh Sa’at, bahwa yang
dimaksud Razi dengan rakyat ialah ahlul halli wal’aqdi.6
B. Syarat-Syarat Memilih
Sebagaimana kita telah mengetahui, yang berhak memilih khalifah ialah ahlul
halli wal’aqdi (wakil-wakil rakyat). Mereka hendaklah bersifat sebagai berikut:
1. Adil dalam arti kata yang sebenarnya. Yang dimaksud dengan adil dalam hal
ini ialah orang yang mengerjakan kewajibannya serta menjauhkan diri dari
segala hal maksiat, serta menjaga kehormatan dirinya.
2. Ahli ilmu dan berpengetahuan luas, agar ia mengetahui siapa yang lebih
berhak dipilih.
3. Mempunyai pendirian yang teguh (percaya pada diri sendiri), bijaksana, serta
pandai menarik perhatian, pandai menyelidiki sesuatu, agar ia dapat
mengatur dan mempertimbangkan kemaslahatan rakyat dan mengerti jalanya
sejarah hidup calon-calon khalifah itu.7
6
C. Syarat-Syarat Menjadi Khilafah
Orang yang dicalonkan untuk menjadi khalifah hendaklah mempunyai sifat dan
pribadi sebagai berikut:
1. Berpengetahuan luas dalam arti yang sebenarnya, bukan berdiploma tinggi,
karena ia akan memimpin dan men-tanfiz-kan segala hukum Allah dan
peraturan-peraturan-Nya, baik terhadap rakyat yang beragama, terhadap
orang-orang yang tidak beragama, maupun terhadap negara. Orang yang
tidak mengetahui hukum Allah tentunya tidak dapat menjalankannya dengan
sempurna.
2. Adil dalam arti luas, berarti menjalankan segala kewajiban dan menjauhi
segala larangan serta dapat menjaga kehormatan dirinya. Selain wajib men-
tanfiz-kan hukum, khalifah pun berkewajiban mengawasi segala hukum yang
dijalankan oleh wakil-wakil negeri yang diserahinya.
3. Kifayah artinya bertanggung jawab, teguh, kuat, dan cakap untuk
menjalankan pemerintahan, memajukan negara dan agama, sanggup
membela keduanya dari segala ancaman musuh.
4. Sejahtera panca indra dan anggota lainya dari segala yang mengurangi
kekuatan berpikir dan kekuatan jasmani atau tenaganya.8
D. Majlis Syura, Hilangnya Hak Pimpinan
1. Majlis Syura
Majlis syura yaitu permusyawahan dalam segala urusan yang tidak
ada nas qat’i dan tidak pula ijma’. Kata Syekh Muhammad Rasyid Rida
“permusyawarahan inilah sepenting-pentingnya kewajiban khalifah”.
Sebenarnya permusyawarahan hendaklah dilakukan dalam segala hal urusan,
baik yang ada nas permusyawarahan tentang cara dan jalan men-tanfiz-
kannya ataupun yang tidak ada nas, permusyawarahan dilakukan secara
ijtihadiyah yang berdasar atas kemaslahatan. Keterangan syura ini sedah
dijelaskan dalam firman Allah surat Asy-Syura ayat 38 yang berbunyi:
7
dengan musyawarah antara mereka. ; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syuura :38)
Juga amal (praktik) yang dikerjakan oleh Rosullah SAW. Semasa
beliau masih hidup. Beliau sering sekali bermusyawarah dengan sahabat-
sahabat beliau dalam urusan kenegaraan atau kemasyarakatan yang perlu
menjadi perhatian bersama.
Sungguhpun di masa Rasullah SAW belum diatur majelis-majelis
perwakilan seperti yang ada di negara-negara sekatang ini, dan mempunyai
anggota tertentu dan terbatas, bersidang pada tiap-tiap waktu yang
ditentukan dan seterusnya mempunyai peraturan-peraturan yang lengkap.
Bahkan perturan-peraturan itu di tiap-tiap negara tidak sama, tetapi praktinya
telah beliau kerjakan, guna menjadi kaidah syar’iah untuk umat kemudian.
Bukankah agama islam itu untuk segala bangsa, maka perlu disesuaikan
dengan tiap-tiap tempat dan diselaraskan dengan segala masa. Maka kalau
beliau menetapkan peraturan yang sesuai dengan tempat dan masa beliau
waktu itu, beliau tidak terlepas dari kekhawatiran, kalau-kalau disangka oleh
umat beliau di kemudian hari bahwa peraturan ini mesti begitu, tidak boleh
diubah lagi, walaupun tidak sesuai dengan keadaan tempat di masa itu,
membuta tuli, mengikuti susunan dan peraturan yang ada saja, tidak
memperhatikan tujuan dan gunanya dan bentuk permusyawarahan itu
disediakan. Karena itu, beliau menyerahkan cara dan bentuk
permusyawarahan itu pada kebijaksanaan umat, yang sesuai dengan
masyarakat di tempat dan masa mereka, selaras dengan keadaan
kemaslakhatan mereka di waktu itu.9
Agar negara dan pemerintahan berjalan menurut yang semestinya
maka Al-qur’an menggariskan prinsip kedua berupa pentingnya lembaga
musyawarah (majlis syura). Anggota lembaga ini merupakan hasil pemilihan
rakyat melalui pemilihan umum dan mereka bisa disebut sebagai ahl al-
syura atau seringkali dikenal dengan ahl al-halli wa al-‘aqd, yakni satu
lembaga yang bertanggung jawab penuh atas segala proses berlangsunya
negara dan pemerintahan. Dengan kata lain, segala lembaga negara dan
9 Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. .. hlm 503
8
pemerintahan (yang sekarang dikenal dengan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif) adalah berasal dari dan ditentukan oleh serta bertanggung jawab
kepada majlis syura tersebut.10
2. Hilangnya hak pimpinan
Sebagaimana diuraikan di atas, pimpinan (khalifah) itu wajib
menjalankan hukum Allah dan Rasul-Nya, baik terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap jalanya pemerintahan. Segala hukum negara tidak boleh
bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya. Apabila hukum Allah di-
tanfiz-kannya untuk dirinya, masyarakat, dan negara, maka rakyat wajib
menaatinya, dan apabila ia tidak menjalankan hukum Allah dan Rasul-Nya,
hilanglah haknya sebagai pemimpin, begitu juga jika kekuatanya berkurang
sehingga tidak dapat lagi menjalankan kewajiban-kewajibanya dengan
sempurna terhadap masyarakat dan negara, sebab ia jatuh ke tangan musuh.
Keadaan demikian memperbolehkan rakyat menghukum atau memutuskan
kepemimpinannya, serta berhak memilih penggantinya agar roda
pemerintahan dapat berjalan terus, meskipun dalam keadaan yang terakhir
ini rakyat bertanggung jawab kepada Allah mencari jalan untuk
melepaskannya dari tangan musuh.11
9
menurut agama dan keyakinan mereka sendiri, sekali-kali tidak boleh
diganggu atau dikurangi.
2. Dinamakan “musta’man” yaitu pemeluk agama lain yang meminta
perlindungan keselamatan dan keamanan terhadap diri dan hartanya. Pada
golongan ini tidak dilakukan hak dan hukum negara. Diri dan harga mereka
wajib dilindungi dari segala yang akan membahayakan selama mereka
berada dalam perlindungan kita.
3. Dinamakan “muahadah” yaitu perjanjian damai dan persahabatan antara
negara lain yang bukan negara islam, baik disertai dengan perjanjian akan
tolong-menolong, saling membela, ataupun tidak.
Yang ketiga ini rasanya mudah dipahami. Ketiga golongan tersebut
(no. 1 s.d no.3) tidak boleh dimusuhi, bahkan harus diperlakukan sebagai
sahabat karib.
4. Dinamakan “harbi” atau musuh yaitu pemeluk agama lain yang mengganggu
keamanan dan ketentraman, bersifat zalim atau melakukan penganiayaan,
suka menghasut-hasut, membuat fitnah, mengacau, dan memaksa-maksa
orang untuk meninggalkan agamanya atau tidak mengamalkannya, golongan
ini dianggap musuh oleh islam. Kita diizinkan melawan, mengangkat
senjata, dan mengumumkan perang kepada mereka selama perbuatan mereka
yang keji itu masih mereka lakukan. Dengan demikian, tercapai keamanan
dan kesentosaan bagi setiap pemeluk agama Allah, agama dapat tegak
berdiri, tidak diganggu dan difitnah lagi oleh perusak dan pengacau. 12
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
13