Anda di halaman 1dari 21

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DI

INSTALASI GAWAT DARURAT

RUMAH SAKIT MATA PADANG EYE


CENTER
1. PENDAHULUAN

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit
dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi
pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu
sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang
menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak
gawat. IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan
darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan khusus
mata, sesuai dengan standar.1
Pelayanan yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam
pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih
memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit.
Kepuasan muncul dari kesan pertama pasien masuk terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan
pelayanan keperawatan.
Standar operasional prosedur dan alur pelayanan :
• Pelayanan triase
• Ruang observasi
• Pelayanan rekam medik 24 jam
• Standar fasilitas medik
• Standar tenaga kerja yang kompeten
Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 : Gawat Darurat harus ada
selama 24 jam. Semua fasilitas yang tersedia di IGD sesuai dengan fungsinya untuk
memenuhi kebutuhan akan pelayanan emergency.
II. INSTALASI GAWAT DARURAT
A. Jenis Pelayanan Emergency Yang Paling Sering Dilakukan
 Penanganan pasien semua trauma mata
 Penanganan pasien dengan benda asing di kornea mata
 Penanganan pasien endoftalmitis akut
 Penanganan pasien blenorrhore
 Penanganan pasien Glaucoma akut/skunder
 Penanganan pasien penurunan pengelihatan ( ablasio retina,CRAO, Vitreus
bleeding)
 Penanganan pasien selulitis orbita
 Penanganan pasien semua kelainan kornea mata ( erosi,ulkus/abses,descematosis)
 Penanganan pasien trombosis sinus kavernosis
 Penanganan pasien tumor orbita dengan perdarahan
 Penanganan pasien uveitis/skleritis/iritasi\

B. Pelayanan 24 Jam Ambulans Gawat Darurat


 Untuk transportasi pasien dengan Perawat Ambulans sebagai pendamping;

C. Fasilitas Gawat Darurat Yang Tersedia Meliputi


 Ruang tunggu
 Oksigen
 Monitor Tekanan Darah
 Elektrokardiografi (EKG)
 Peralatan Resusitasi

III. RUANG LINGKUP PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT


1. Pasien dengan kasus True Emergency4
Yaitu pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat darurat dan terancam nyawanya atau
anggota badannya bila tidak mendapat pertolongan segera.
2. Pasien dengan kasus False Emergency4
Yaitu pasien dengan :
 Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
 Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa atau anggota badannya.
 Keadaan tidak gawat dan tidak darurat

IV. KRITERIA PASIEN YANG DITANGANI


Dalam pelayanan IGD tidak diperbolehkan untuk menolak pasien gawat darurat
karena keluarga pasien tidak sanggup membayar. IGD harus menerima semua pasien dan
menangani sesuai klasifikasi sebagai berikut
1. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut
2. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya kanker stadium empat
3. Pasien Tidak Gawat Darurat
Pasien yang harus mendapatkan pertolongan segera tapi tidak mengancam nyawa
4. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien dengan ulkus tropikum
Kegawat daruratan (emergency) di bidang oftalmologi (penyakit mata) diklasifikasikan menjaditiga macam,
yaitu:
a) Sangat gawat,
b) gawat, dan
c) semi gawat.
Berikut ini akan kami uraikan secara singkat dan padat.
1. Sangat Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "sangat gawat" adalah keadaan atau kondisi pasienmemerlukan
tindakan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit. Terlambats,ebentar saja dapat
mengakibatkan kebutaan.Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini
adalah: luka bakarkimia (luka bakar kerena alkali/basa dan luka bakar asam)
2. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukanpenegakan
diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu ataubeberapa jam.Adapun
keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:
a. Laserasi kelopak mata
b. Konjungtivitis gonorhoe
c. Erosi kornea
d. Laserasi kornea
e. Benda asing di kornea
f. Descemetokel
g. Tukak kornea,Tukak atau ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea
h. Hifema atau timbunan darah di dalam bilik mata depan. Terjadi akibat trauma tumpul
yangmerobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
i. Skleritis (peradangan pada sklera)Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan
bentuk pada mata. Sklera bersamadengan jaringan uvea dan retina berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung bola mata.
j. Iridosiklitis akut
k. Endoftalmitis merupakan infeksi intraokular yang umumnya melibatkan
seluruh jaringansegmen anterior dan posterior mata. Umumnya didahului oleh trauma tembus
pada bola mata,ulkus kornea perforasi, riwayat operasi intraokuler (misalnya: ekstraksi katarak,
operasi filtrasi,vitrektomi). Gejala klinis endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan
(visus menurun),mata merah, bengkak, nyeri.
l. Glaukoma kongestif
m. Glaukoma sekunder
n. Ablasi retina (retinal detachment ) suatu keadaan terpisahnya (separasi) sel kerucut
danbatang atau lapisan sensorik retina dengan sel epitel pigmen (retinal pigment epithelium
atau RPE).
o. Selulitis orbita
p. Trauma tembus mata
q. Trauma radiasi
3. Semi Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "semi gawat" adalah keadaan atau kondisi pasienmemerlukan pengobatan
yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu.Adapun keadaan atau kondisi pasien
yang termasuk di dalam kategori ini adalah:
a. Defisiensi (kekurangan) vitamin A.Sinonim (nama lain) untuk kondisi ini adalah: vitaminosis A,
hypovitaminosis A.
b. Trakoma yang disertai dengan entropion.Entropion adalah keadaan kelopak mata yang terbalik atau
membalik ke dalam tepi jaringan,terutama tepi kelopak bawah. Namun pada trakoma, entropion
terdapat pada kelopak atas.
c. Oftalmia simpatikaYaitu peradangan granulomatosa yang khas pada jaringan uvea, bersifat bilateral,
dandidahului oleh trauma tembus mata yang biasanya mengenai badan siliar, bagian uvea
lainnya,atau akibat adanya benda asing dalam mata.
d. Katarak kongenital : kekeruhan lensa mata yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah
satupenyebab kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Gejalanya: leukokoria (bercak
putih),fotofobia (silau, dapat disertai atau tanpa rasa sakit), strabismus (juling),
nystagmus(pergerakanbola mata yang involunter. Involunter maksudnya: tanpa sengaja, diluar
kemauan; dapat teratur, bolak-balik, dan tidak terkendali).
e. Glaukoma kongenital
f. Glaukoma simpleks
g. Perdarahan badan kaca
h. Retinoblastoma (tumor ganas retina)Yaitu jenis tumor ganas mata yang berasal dari neuroretina (sel
kerucut dan batang).
i. Neuritis optika / papilitis
j. Eksoftalmus (bola mata menonjol keluar) atau lagoftalmus(kelopak mata tidak dapat menutup
sempurna).
k. Tumor intraorbita
l. Perdarahan retrobulbar
Alur Pelayanan Gawat Darurat

Gambar 1: Alur Pelayanan Gawat Darurat


Penatalaksanaan Pasien di Instalasi Gawat Darurat
Setiap IGD rumah sakit harus mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP)
mengenai penatalaksanaan pasien di IGD. Penanganan penderita gawat darurat harus
mengikuti prinsip dasar yang sudah berlaku umum, yaitu berdasar prioritas A ( airway), B
(breathing), C (circulation). Untuk langkah berikutnya yaitu D-E dan seterusnya dapat
berlainan sesuai kasus yang dihadapi. Pada penderita gawat darurat, waktu sangat penting
karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai
Initial assessment (penilaian awal) lalu kita harus melakukan primary survey, secondary
survey, dan terapi cairan. 6

A. Initial Assesment (Penilaian Awal)


1. Persiapan6
a. Fase Pra-Rumah Sakit
 Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
 Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita
mulai diangkut dari tempat kejadian.
 Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu
kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita.

b. Fase Rumah Sakit6


 Perencanaan sebelum penderita tiba
 Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat
yang mudah dijangkau
 Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau.
 Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-
waktu dibutuhkan.
 Pemakaian alat-alat proteksi diri

2. Triase
Triase berasal dari bahasa Perancis, trier , yang berarti “menseleksi”, yaitu teknik
untuk menentukan prioritas penatalaksanaan pasien atau korban, saat sumber daya
terbatas. Perhatian dititik beratkan pada pasien atau korban dengan kondisi medis yang
paling urgent dan paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan.
TUJUAN: Pada saat IGD penuh dan sumber daya terbatas maka dengan sumber daya
yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin.
KEBIJAKAN:
1. Memilah korban berdasarkan:
 Beratnya cidera
 Besarnya kemungkinan untuk hidup
 Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan tindakan
2. Triase tidak disertai tindakan
3. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus
dilakukan sesegera mungkin

Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode S.T.A.R.T
atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi penderita menjadi 4 kategori: 7
1. Segera (Immediate) -MERAH
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya : tension pneumotoraks, cardiac arrest, distress pernafasan
dan perdarahan hebat.
2. Tunda (Delayed)- KUNING
Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dapat
menunggu giliran pengobatan tanpa bahaya. Misalnya : fraktur tertutup pada
ekstremitas (perdarahan terkontrol), trauma tulang belakang, trauma kepala tanpa
gangguan kesadaran.
3. Minor -HIJAU
Pasien mendapat cedera minimal dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau

mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet.


4. Morgue-HITAM
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski mrendapat
pertolongan. Misalnya : cedera kepala berat, luka bakar derajat III hampir di seluruh
tubuh, dan kerusakan organ vital.
Pelaksanaan S.T.A.R.T Triage algorithm
Untuk memudahkan pelaksanaan triase maka dapat dilakukan suatu pemeriksaan sebagai
berikut:7

. Gambar 2: Algorithm for rapid triage


Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
a. Multiple Causalties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak
melampui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani lebih dahulu.
b. Mass Casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampui rumah
sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga paling sedikit

B. Primary Survey (ABCDE)


Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tanda-
tanda vital dan mekanisme trauma. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan
efisien. Tujuan : untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian
dilakukan tindakan life saving.9

1. Airway (jalan nafas)


 Pemeriksaan Jalan Napas
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna
mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan
 Pengelolaan Jalan Nafas
a. Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal.
b. Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru
secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenasi tubuh.
c. Pengelolaan jalan nafas tanpa alat :

i. Membuka jalan nafas dengan proteksi servikal


Chin Lift
 Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan.
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu
pasien kemudian angkat.
Head Tilt
 Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien. Caranya : letakkan
satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidah pun terangkat ke
depan
Jaw thrust
 Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan
sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.Bila jalan nafas tersumbat karena
adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan
sapuan jari.Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal
lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas
(apnea) Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara
melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan
pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.

ii. Membersihkan jalan nafas


Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga
mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda
asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang. Cara melakukannya :
 Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang
leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke
bawah bila otot rahang lemas.
 Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau
dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan
rongga mulut dengan gerakan menyapu.

iii. Mengatasi sumbatan nafas parsial


Dapat digunakan teknik manual thrust :
 Abdominal Thrust
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang
korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan
letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas
pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan
dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan
yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

 Chest Thrust
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan
jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis
imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita tidak sadar,
tidurkan terlentang,lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda
asing, beri nafas buatan.
 Back Blow
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak
Efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada
punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae).
d. Pengelolaan dengan alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
Peralatan dapat berupa :
a. Pemasangan Pipa (tube)
 Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),
pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
 Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang
yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar.
 Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan.
b. Pengisapan benda cair (suctioning)
 Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan
dilakukandengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin).
 Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk
mencegah suction masuk ke dasar tengkorak.
c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas
 Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring
maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat bantu berupa
laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.
d. Membuka jalan nafas
 Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
 Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak
mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk
petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau
trakeostomi.
e. Proteksi servikal
 Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal
terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.
 Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.
Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh).

2. Breathing (Pernafasan)
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bantuan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida.
Tujuan : menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.9
Tindakan :
 Tanpa alat : memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari
mulut ke hidung sebanyak 2 kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi.
 Dengan alat : memberikan pernafasan buatan dengan alat “AMBU bag”
yang dapat pula ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan
menggunakan ventilator/respirator.

3. Circulation (Perdarahan)
Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya
terhenti atau terganggu.
Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal.
Gangguan sirkulasi ditandai dengan :9
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak berkurang yang akan menyebabkan penurunan
kesadaran, tetapi penderita yang sadar belum tentu normovolemik.
b. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemi. Pasien tampak pucat, ekstremitas
dingin, berkeringat dingin dan capillary refill time lebih dari 2 detik.
c. Nadi
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda dari hipovolemi.

4. Disability (Status neurologis)


Tindakan :
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS10
Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma Scale- Score) :
A. Eye-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening responses)
 Nilai 4 : membuka mata spontan (normal)
 Nilai 3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta
 Nilai 2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri
 Nilai 1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri
B. Verbal-SCORE (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses)
 Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan
benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll)
 Nilai 4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung
 (confused conservation)
 Nilai 3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-
kata yang tidak jelas (inappropriate words)
 Nilai 2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan merupakan kata
(incomprehensible sounds)
 Nilai 1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun
C. Motor-SCORE (menilai respon motorik ekstremitas/motor responses)
 Nilai 6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan
 Nilai 5 :dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain)
 Nilai 4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)
 Nilai 3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.
 Nilai 2 : respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi
 Nilai 1 : tidak ada respons berupa gerak

2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
3. Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

5. Exposure
Pasien harus benar-benar buka pakaian, biasanya dengan memotong pakaian. Kita
harus menutupi pasien dengan selimut hangat untuk mencegah hipotermia. Cairan infus
harus dihangatkan dan lingkungan yang hangat dipertahankan.

6.Tambahan terhadap primary survey


 Monitoring EKG
 Kateter urin dan lambung
 Monitor saturasi, nadi dan tekanan darah
 Pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya.

C. Secondary Survey
Ketika survei primer selesai dan tanda-tanda vital normal, survei sekunder dapat
dimulai. Survey sekunder adalah mencari perubahan yang dapat berkembang menjadi gawat
dan mengancam jiwa harus segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head
to toe). Survei sekunder seperti pemeriksaan fisik, X-ray dan termasuk penilaian ulang dari
semua tanda tanda vital. Setiap daerah tubuh harus benar-benar diperiksa.
 Secondary survey meliputi anamnesis (riwayat alergi, obat yang diminum sebelumnya,
penyakit sebelumnya dan lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan) dan
pemeriksaan fisik lengkap.
 Tujuan : Untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat
ditangani lebih lanjut.
 Tambahan terhadap secondary survey:
V. KESIMPULAN

IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan
daruratkepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai
dengan standar. Standar operasional prosedur dan alur pelayanan : Pelayanan triase, Ruang
resusitasi, Ruang observasi, Pelayanan rekam medik 24 jam, Standar fasilitas medic, Standar
tenaga kerja yang kompeten.
Dalam melakukan penatalaksanaan penderita gawat darurat, kita menggunakan
prinsip “Time saving is life saving” yang berarti diperlukan penanganan secara cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa pasien serta mencegah kecacatan.
Penderita gawat darurat harus dievaluasi dengan cepat dan tepat agar dapat dilakukan
prioritas terapi. Baik primary survey maupun secondary survey harus dilakukan secara
terusmenerus sehingga bisa memantau perubahan kondisi pasien agar dapat memberikan
terapi yang sesuai. Ketika penderita datang ke IGD, penderita akan memasuki area triase di
mana dokter akan dengan cepat dan tepat menilai kondisinya sehingga dapat menentukan
tindakan yang harus diambil.
d. Pengelolaan dengan alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
Peralatan dapat berupa :
a. Pemasangan Pipa (tube)
 Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),
pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
 Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang
yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar.
 Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan.
b. Pengisapan benda cair (suctioning)
 Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan
dilakukandengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin).
 Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk
mencegah suction masuk ke dasar tengkorak.
c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas
 Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring
maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat bantu berupa
laringoskop, alat pengisap, alat penjepit.
d. Membuka jalan nafas
 Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
 Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak
mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk
petugas medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau
trakeostomi.
e. Proteksi servikal
 Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal
terutama pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.
 Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.
Posisi kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh).

Anda mungkin juga menyukai