Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Penulis :
dr. Edwinda Desy Ratu
Pembimbing:
Dr. Adrianni Ottu
Dr. Dodik Pudjo Prasetyo
RSUD SOE
2017
1
LAPORAN KASUS IGD
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.D
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Oekamusa
II. SUBJEKTIF
Autoanamnesis, tanggal : 29 Mei 2017 pukul : 14.00 WIB
1. Keluhan utama : badan sebelah kiri lemas sejak 1 hari yang lalu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Malam hari sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien tiba-tiba merasa tangan kanannya
lemas dan sulit untuk digerakkan. Karena lemas tersebut pasien tidak bisa mengangkat
gelas yang ingin diambil pasien. Pasien kemudian duduk karena merasa kaki kanannya
juga sulit untuk digerekkan. Saat ditanyakan keluarga, pasien tampak berbicara pelo. Saat
itu pasien tidak sedang melakukan aktivitas berat. Tidak ada keluhan pusing, muntah dan
kejang. Pasien segera dibawa ke IGD RSUD Soe.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat stroke (-)
Riwayat hipertesi yang diketahui sejak tahun 2013, pasien tidak rutin periksa tekanan
darah dan tidak minum obat secara rutin (pasien lupa nama obat yang biasa
dikonsumsi)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat merokok aktif (-)
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat darah tinggi.
2
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kencing manis
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat Stroke
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung
5. Riwayat sosial dan ekonomi
Sosial : Baik
Ekonomi : Baik
III. OBJEKTIF
1. STATUS PRESENS
a. Kesadaran : Compos Mentis E4M6V5
b. TD : 210/110 mmHg
c. Nadi : 80 x/menit
d. Pernafasan : 18 x/menit
e. Suhu : 36,70C
f. BB : 70 kg
g. TB : 169 cm
h. BMI : 24,56 ; Obesitas tingkat 1
i. Kepala : normocephali, distribusi rambut merata,
j. Leher : tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid
k. Paru : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
l. Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
m. Perut : supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)
n. Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+)
2. STATUS NEUROLOGIS
a. Kepala
1) Bentuk : normocephali
2) Nyeri tekan : (-)
3) Simetris : Bibir sebelah kanan mencong ke arah kanan
b. Leher
1) Sikap : simetris
2) Pergerakan : bebas
3) Kaku kuduk : (-)
4) Bruit : (-) kanan dan kiri
c. Nervus kranialis
3
1) N. I (Olfactorius) kanan kiri
Subjektif tidak mengalami gangguan penciuman
2) N. II (Optikus) kanan kiri
Tajam penglihatan tidak dilakukan tidakdilakukan
Lapangan penglihatan normal normal
Fundus okuli tidak dilakukan
3) N. III (Okulomotorius) kanan kiri
Pergerakan bola mata
Temporal Temporal
Temporal Temporal
5
Kekuatan lidah lidah bagian kanan tidak dapat memberi
tahanan pada dinding pipi kanan
4) Koordinasi
Cara berjalan : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : tidak dilakukan
5) Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : tidak ada
Miokloni : tidak ada
Khorea : tidak ada
6) Alat vegetatif
Miksi : baik
Defekasi : baik
Status Psikikus
7
Cara berpikir : wajar
Perasaan hati : wajar
Tingkah laku : wajar
Ingatan : baik
Kecerdasan : baik
Gajah Mada Score
Variabel Skoring
Penurunan kesadaran -
Nyeri kepala -
Refleks babinski +
Total 1 tanda (+) SNH
IV. RINGKASAN
Subjektif :
Tn D, 70 tahun datang ke IGD RSUD Soe dengan hemiparesis dextra disertai parese
NVII
Objektif :
- Kesadaran : Compos mentis E4M6V5
8
- TD : 210/110 mmHg
- Pemeriksaan anggota gerak
Pergerakan : terbatas pada ekrtemitas kanan dan bebas pada ekstremitas kiri
Motorik
kanan kiri
2 5 tangan
2 5 kaki
Reflek Fisiologis
kanan kiri
- Bisep +++ ++
- Trisep +++ ++
- KPR +++ ++
- APR ++ ++
Refleks babinki (+) pada telapak kaki kanan
Gajah mada score : 1 tanda (+) pada Babinski Stroke iskemik
Siriraj stroke score : -4 Stroke iskemik
V. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik:
Hemiparesis dekstra
Paresis N VII
Diagnosis topis:
Lesi korteks serebri
Lesi Nervus VII
Diagnosis etiologi:
Suspek Stroke Non Hemmoragik
Hipertensi
VI. RENCANA AWAL
Medika Mentosa
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Piracetam 3 x 1gr (IV)
Citicoline 2 x 500 mg (IV)
Clopidogrel 1x75 mg
9
Aspirin 1 x 80 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Mecobalamin 3 x 500 mcg
Non Medikamentosa
Edukasi kepada keluarga mengenai diagnosa pasien.
Kontrol Vital Sign dan neurologis
Edukasi mengenai pola makan sehat dan gaya hidup sehat.
Pemeriksaan CT scan kepala, foto thorax, lab lengkap
Edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang diagnosis penyakit pasien,
terapi yang akan dilakukan dan prognosis.
Jika terdapat tanda-tanda gangguan nafas, gangguan tersedak saat makan,
harap memeriksakan diri ke dokter.
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Pemeriksaan Penunjang
10
Eosinofil 1.50 % 1-3
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 69.80 % 50-70
Limfosit 20.7 % 25-40
Monosit 7.80 % 2-8
LUC 0 % 1-4
MCV 83 fl 80-100
MCH 30 Pg 26-34
MCHC 36 g/dl 32-36
Hematokrit 42.30 % 41-52
Trombosit 285 Ribu 150-400
Eritrosit 5.1 Juta 4,40-5,90
KIMIA
HDL direct 35 Mg/dl 40-60
GDS 196 Mg/dl 75-110
Cholesterol total 221 Mg/dl <200
LDL direct 151 Mg/dl <100
Trigliserid 204 Mg/dl 70-140
Ureum 35.0 Mg/dl 19-44
Creatinin 0.74 Mg/dl 0.9-1.3
SGPT 14 U/l 10-40
Natrium 152.0 Mmol/L 135-147
Kalium 3.72 Mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 118.8 Mmol/L 97-108
DEFINISI STROKE
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).2,3
11
Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak
penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.2
KLASIFIKASI STROKE
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut,
antara lain:1,2,3
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:
a. Serangan iskemik sepintas/ TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
c. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem Karotis
12
b. Sistem vertebro-basiler
JENIS-JENIS STROKE
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke
iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
14
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak
dan merusaknya. 4,5
15
Gambar 5 Stroke iskemik
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan
karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara
klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering
tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri
serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris.
Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-
arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus
venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang
telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke
minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam
aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai
daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal
16
darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris
atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA
sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini
dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya
mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral,
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
17
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya
anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga
mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter
biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti
serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik tergantung
pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa
kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi
berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari
satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih khas,
seperti kelumpuhan.
18
dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang
bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal
superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai
hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala
juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa
gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik
kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial,
anosognosia, gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi
yang mengenai sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan
inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis
dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia
global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran
darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat.
Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio
seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi
kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri
serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah
ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang
disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala
19
gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata
sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul
sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan
gangguan penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian
rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat
arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang
kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior
pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan
nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola
mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi
afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat
membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk
mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di
hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan
prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media,
talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang
20
reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli
yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor
(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku
(terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat
disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan.
Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari
kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan
sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik
nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai
dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi
medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus
kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral
terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak
lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi
melibatkan kedua sisi batang otak.
DIAGNOSIS STROKE
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik:7,8
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan
perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan
pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2) akan
terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau komplikasi-
komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologic,
dan pemeriksaan penunjang
22
Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan
pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis tersebut harus
memperoleh informasi tentang berikut ini:
1. Karakteristik gejala dan tanda:
Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya
menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
Apakah onsetnya mendadak?
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah
progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi
normal dan abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan
rekreasional seperti amfetamin).
Pemeriksaan Fisik
23
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi verbal, harus
mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga mencubit,
menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat
kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan maka
menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama objek atau
kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya
menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi
lapang pandang atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa
ketidakmampuan pasien untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri
adalah bukti kuat untuk kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan
pemantauan pasien berupa:
Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi
Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli noxious
(menggelitik hidung)
Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara berbicara
dan memeriksa mulut
Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan
gerakan jari tangan atau jari kaki
Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan sensibilitas
pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai
dermatomnya)
Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke tangan
pemeriksa
24
Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang kiri
normal)
Refleks patologis (Babinski, Chaddock)
PENATALAKSAAN 6,7
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan
otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
26
Terapi umum: 2,3
Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid
atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv
sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥
110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
27
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut, harus
disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik
maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron
harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai “anaerob glycolysis”
sehingga “survival time” hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medic
dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di
daerah penumbra serta merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,
kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau
thrombus pada pembuluh darah.
Terapi trombolisis
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant –
tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v maupun intra
arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan
ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.
1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Obat ini
diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan
thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi
dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan. Uji
klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.
28
Terapi neuroprotektif
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian
sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic cascade”. Termasuk
dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas,
disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam
dan dapat berlangsung sampai 10 hari.
Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:
citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui beberapa percobaan
dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
30