Anda di halaman 1dari 6

PSAK 16 - ASET TETAP

Definisi
Aset tetap adalah aset berwujud yang:
1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif
2. Diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
Pengakuan
Biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
1. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari asset
tersebut
2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal
Entitas merevaluasi berdasarkan prinsip pengakuan ini terhadap seluruh biaya perolehan aset
tetap pada saat terjadinya. Biaya tersebut termasuk biaya awal untuk memperoleh atau
mengkonstruksi aset tetap dan biaya selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti
bagian atau memperbaikinya.
Pengukuran saat pengakuan
Aset tetap yang memenuhi kualifikasi pengakuan sebagai aset diukur pada biaya perolehan
Biaya perolehan meliputi:
1. Harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak dapat dikreditkan
etelah dikurangi diskon dan potongan lain
2. Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset
tetap
Contoh biaya yang dapat diatribusikan langsung;
1. Biaya imbalan kerja yang timbul scr langsung dari konstruksi atau perolehan aset tetap
2. Biaya penyiapan lahan untuk pabrik
3. Biaya penanganan dan penyerahan awal
4. Biaya perakitan dan instalasi
5. Biaya pengujian aset
6. fee profesional
Contoh biaya yang bukan merupakan biaya perolehan aset tetap:
1. Biaya pembukaan fasilitas baru
2. Biaya pengenalan produk atau jasa baru
3. Biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru
4. Biaya administrasi dan biaya overhead umum lain

Pengukuran setelah pengakuan


Model biaya
Setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
Model revaluasi
Nilai wajar pada tanggal revaluasian dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi penurunan nilai setelah tanggal revaluasi. Revaluasi dilakukan dengan keteraturan
yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material
dengan jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.
Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelas yang sama direvaluasi.
Contoh:
1. Tanah
2. Tanah dan bangunan
3. Mesin
4. Kapal
5. Pesawat udara
6. Kendaraan bermotor
7. Perabotan
8. Peralatan kantor
Penyusutan
Metode penyusutan antara lain:
1. Garis lurus
2. Saldo menurun
3. Unit produksi
Penghentian Pengakuan
Keuntungan atau kerugiannya dimasukkan dalam laporan laba rugi entitas
Aset tetap dihentikan pengakuannya hanya jika:
1. Pada saat pelepasan
2. Ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomis di masa depan
Pengungkapan
Laporan keuangan mengungkapkan untuk setiap kelompok aset tetap
1. Dasar pengukuran yang digunakan
2. Metode penyusutan
3. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
4. Jumlah tercatata bruto dan akumulasi penyusutan
5. Rekonsiliasi jumlah tercatat
6. Keberadaan dan jumlah pembatasan atas hak milik dan aset tetap yang dijaminkan
untuk liabilitas
7. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam aset tetap dalam konstruksi
8. Jumlah komitmen kontraktual untuk memperoleh aset tetap
9. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga dari aset tetap

Jika aset direvaluasi, hal berikut harus diungkapkan:


1. Tanggal efektif revaluasi
2. Apakah melibatkan penilai independen
3. Metode dan asumsi
4. Penjelasan mengenai nilai wajar terhadap nilai pasar aktif atau lainnya
5. Kelompok yang menggunakan model biaya
6. Surplus revaluasi
PSAK 30 - LEASING

Pengertian Sewa Guna Usaha (Leasing)


Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di
Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri
keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Peridustrian No. Kep-122/MK/2/1974,
No.32/M/SK/2/1974 dan No.30 /KPB/I/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha
Leasing”. Sejak saat itu dan khususnya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha
dan transaksi sewa guna usaha makin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk
membiayai penyediaan barang-barang modal dalam dunia usaha. Hadirnya perusahaan sewa
guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahanan swasta nasional telah mempu
mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna usaha sebagai alternatif pembiayaan barang
modal yang sangat dibutuhkan oleh para pengusaha di Indonesia, disamping cara-cara
pembiayaan konvesional yang lazim dilakukan perbankan. Perluasan cara-cara pembiayaan
tersebut sejalan dengan definisi leasing atau sewa-guna-usaha sebagimana dituangkan dalam
pasal 1 SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Peridustrian tersebut diatas
yang menyatakan: sewa guna usaha ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih
(opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
Definisi tersebut nampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang lazim
disebut finace lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian dengan ditetapkannya
Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 yang
diperbarui dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 dan mendefinisikan
sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal, baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha
tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara berkala. PSAK No. 30 juga mendefinisikan sewa guna usaha
sesuai dengan keputusan menteri keuangan diatas.
Berikut beberapa pengertian sewa guna usaha atau dikenal dengan istilah leasing yang
dikemukakan oleh beberapa sumber adalah sebagai berikut:
Financial Accounting Standard Board (FASB-13):
Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang
digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu.
The International Accounting Standard (IAS-17):
Sewa guna usaha adalah suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang (asset)
dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka
waktu tertentu.
The Equipment Leasing Association (ELA-UK):
Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor dan lessee untuk penyewaan
suatu jenis barang (asset) tertentu langsung dari pabrik atau agen penjual dari lessee. Hak
kepemilikan barang tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut
dengan membayar sewa dengan jumlah dan dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
(Dahlan Siamat, 2001:293).

Jenis-Jenis Sewa Guna Usaha


Menurut Standar Akuntansi Keuangan Indonesia / PSAK No. 30 jenis-jenis sewa guna
usaha adalah sebagai berikut:
1. Finance lease (sewa-guna-usaha pembiayaan).
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang
membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang
modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang
modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang
menjadi objek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha
melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala dimana jumlah seluruhnya ditambah
dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga
perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan sewa guna
usaha. Dalam finance lease ini, lessor hanya merupakan pemilik barang secara hukum,
sedangkan lessee merupakan pihak yang menikmati keuntungan ekonomis atas barang
tersebut. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang tersebut maka lessee akan membayar
sejumlah uang yang berupa rental secara berkala kepada lessor.
2. Operating lease (sewa-menyewa biasa).
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnya disewa guna usahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease,
jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan
bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha mengharapkan
keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan, atau melalui
beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Dalam sewa-guna-usaha jenis ini dibutuhkan
keahlian khusus dari perusahaan sewa-guna-usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali
barang modal yang disewa-guna-usahakan, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa
guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan
sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang
bersangkutan.
3. Sales-type lease (sewa-guna-usaha penjualan)
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara
langsung (direct finance lease) dimana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang
diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha.
Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk
perusahaan tertentu.
4. Leverage lease
Transakasi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa
guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa-
guna-usaha. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 mengenai
sewa-guna-usaha, transaksi sewa-guna-usaha dibedakan menjadi dua :
1. Kegiatan sewa-guna-usaha dapat dilakukan secara:
- sewa guna usaha dengan hak opsi (finace lease)
- sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)
2. Kegiatan sewa-guna-usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a
pasal ini ditetapkan sebagai lembaga keuangan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai