Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak
dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada
umumnya menjadi tua dianggap sebagai hal yang wajar sehingga semua masalah
yang muncul dianggap memang seharusnya dialami. Penuaan adalah suatu takdir
yang harus diterima. Proses penuaan sebenarnya sudah mulai terjadi sejak usia 25
tahun.1
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini
dapat dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal
adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang
utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor
ini dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup
dapat dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan
kualitas hidup yang baik.1
Berdasarkan paradigma antiaging medicine, penuaan dapat dideteksi lebih
dini, dicegah, diobati dan diperbaiki ke keadaan sebelumnya. Dengan konsep
antiaging medicine ini, setiap orang dapat tetap hidup sehat dan berada dalam kualitas
hidup yang optimal meskipun dengan pertambahan usia. Proses penuaan dapat
diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup akan meningkat disertai
kesehatan dan kebugaran tubuh serta kualitas hidup yang baik.1
Manusia berusaha menghambat penuaan kulit dan memelihara kulit agar
tampak muda. Banyak cara yang telah digunakan meliputi prosedur infasif, misalnya
dengan operasi face lifting, dan prosedur non invasiv, misalnya peeling, dermabrasi,
laser resurfacing, atau injectable materials seperti dermal filler dan botulinum toxin.
Pada penuaan kulit terjadi atrofi kulit sehingga dibutuhkan prosedur augmentation

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
skin Augmentasi jaringan lunak (soft tisue augmentation) adalah cara
memperbaiki defek kulit dengan menyuntikan bahan pengisi (sumpel/filler)
dibawah permukaan kulit, tepatnya di dermis). Usaha tersebut sebenarnya telah
dilakukan beberapa ratus tahun yang lalu dengan menyuntikkan minyak kacang,
parafin, minyak zaitun, lilin malam yang ternyata tidak efektif dan
membahayakan karena sering menimbulkan efek samping berupa inflamasi lokal
yang hebat, granuloma atau bermigrasi ketempat lain misalnya reaksi granuloma
di paru-paru.2

2.2. Mekanisme Dermal Filler


Dermal filler adalah suatu senyawa yang dapat digunakan untuk mengganti
jaringan lunak bawah kulit dengan cara dimasukkan ke dalam jaringan lunak
bawah kulit melalui suntikan. Dermal filler bermanfaat untuk mengisi volume
kulit akibat proses atrofi penuaan dan untuk menginduksi pembentukan matriks
ekstraseluler khususnya kolagen. Sifat dermal filler yang mampu bertahan lama
menjadi kelebihan prosedur ini3. Dermal filler memberikan efek ketegangan
mekanik (strecthing) pada jaringan akibat volumenya yang mengisi jaringan. Efek
ketegangan ini memicu fibroblas untuk memproduksi kolagen baru. Adanya
massa dermal filler juga memicu peningkatan senyawa growth factors seperti
connective tissue growth factor (CTGF), transforming growth factor-β1 (TGF-
β1), TGF- β2, TGF- β3. Senyawa growth factors ini menginduksi produksi
kolagen. Kolagen baru yang terbentuk akan mengelilingi massa filler sehingga
terbentuklah kapsul.4

2
Gambar 2.1`Ketegangan mekanik (stretching) oleh injeksi dermal filler
menginduksi produksi kolagen.4

2.3. Klasifikasi
Dermal filler adalah suatu senyawa yang dapat digunakan untuk mengganti
kehilangan atau berkurangnya jaringan lunak bawah kulit, dengan cara
dimasukkan ke dalam jaringan lunak bawah kulit secara suntikan (injeksi).
Dermal filler ideal adalah harus mudah disuntikkan, memberikan hasil optimal,
dapat bertahan dalam jangka waktu lama, tidak mengakibatkan reaksi alergi,
tidak teratogenik, tidak karsinogenik, tidak migrasi dan mampu memuaskan
pasien dan dokter.5
Dermal filler diklasifikasikan berdasarkan jangka waktunya dan jenis
bahan (sumber). Berdasarkan jangka waktu bertahannya dibedakan menjadi
sementara, semipermanen dan permanen. Filler sementara dapat bertahan hingga
kurang dari 1 tahun, filler semipermanen 1-2 tahun, sedangkan filler permanen
lebih dari 2 tahun. Berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi manusia, hewan
dan sintetis.6
Yang termasuk filler sementara adalah hyaluronic acid. Hyaluronic acid
adalah jenis filler yang populer di dunia dan juga di Indonesia. Hyaluronic acid
filler telah digunakan sejak tahun 1989. Hyaluronic acid atau hyaluronan adalah
glikosaminoglikan yang mengandung unit disakarida nonsulfat berulang dari

3
asam glukuronat dan N-asetilglukosamin. Hyaluronic acid filler berasal dari
matriks ekstraseluler jaringan hewan sehingga berisiko tinggi terjadi reaksi
imunologis atau alergi. Hyaluronic acid filler bersifat sangat hidrofilik sehingga
efek hidrasi dapat menghasilkan volume yang lebih besar ketika diimplantasi
daripada volume filler yang sesungguhnya. Efek hidrasi ini dapat memperberat
edema jaringan yang disebabkan penyuntikan filler. Hyaluronic acid filler yang
dikembangkan sekarang berasal dari fermentasi bakteri Streptococcus equine.
Meskipun memiliki konsentrasi hyaluronic acid yang lebih tinggi daripada
hyaluronic acid hewani, filler jenis ini berisiko tinggi menyebabkan infeksi.
Hyaluronic acid filler hanya mampu bertahan 1 tahun sebab mengalami
biodegradasi. Untuk mempertahankan efek filler, dibutuhkan konsentrasi
hyaluronic acid lebih tinggi atau dilakukan penambahan volume filler dengan
sesi penyuntikan berikutnya.5

Tabel. 2.1 Filler sementara, indikasi, dan lokasi penempatan.6

4
Tabel. 2.1 Filler semipermanen, indikasi dan lokasi penempatan.6

Tabel. 2.3 Filler permanen, indikasi dan lokasi penempatan.6

2.4. Indikasi dan Kontraindikasi


Filler digunakan terutama untuk peremajaan daerah wajah, tetapi juga dapat
digunakan untuk daerah selain wajah dan pada kelainan kulit.6
A. Indikasi filler untuk daerah wajah :
a. Kerutan dan lipatan wajah
b. Lip Augmentation
c. Jaringan parut cekungan (depressed scars) – pasca bedah, trauma, pasca
jerawat, cacar, dan penyakit lainnya
d. Perbaikan facial contour
e. Periocular melanoses dan sunken eyes
f. Penyakit kulit – angular cheilitis, dermal atrophy, AIDS lipodystrophy
g. Earring ptosis, atrophic earlobes
h. Depresi hidung

5
B. Kontraindikasi
Kontraindikasi filler dibedakan menjadi kontraindikasi absolut dan relative
a. Kontraindikasi absolut :
 Hipersensitivitas terhadap produk
 Harapan yang tidak realistis
b. Kontraindikasi relative
 Kecenderungan keloid
 Pasien dengan penyakit autoimun
2.5. Teknik Penyuntikan Filler
Teknik penyuntikan filler tergantung pada indikasi, lokasi, bahan filler,
ukuran jarum, dan pengalaman operator.6
Teknik penyuntikan meliputi:
A. Linear threading technique
B. Serial puncture
C. Fanning
D. Cross-hatching
E. Depot
F. Cone

Empat teknik yang pertama adalah teknik penyuntikan yang sering digunakan
sedangkan 2 teknik berikutnya hanya digunakan pada situasi khusus.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, dibutuhkan manajemen yang baik sesudah
penyuntikan filler. Pasien sebaiknya menghindari suhu terlalu dingin atau panas
selama 48 jam sesudah penyuntikan filler. Pemijatan daerah penyuntikan dan
aktivitas fisik berat sebaiknya dihindari selama 6 jam. Pasien sebaiknya tidur
dengan posisi kepala lebih tinggi selama 1 malam. Perawatan kulit rutin
sebaiknya dilakukan sesudah 24 jam.6

6
2.6. Komplikasi
Filler dapat memberikan komplikasi. Filler sementara mempunyai
komplikasi lebih sedikit dan ringan daripada filler semipermanen dan permanen.
Komplikasi dapat berhubungan dengan teknik penyuntikan atau bahan filler.
Komplikasi dapat timbul segera atau terlambat.6
Komplikasi segera meliputi:
A. Reaksi hipersensitivitas
B. Hematoma dan ekimosis
C. Infeksi – reaktivasi herpes simplex
D. Pembengkakan nonhipersensitivitas
E. Erupsi acneiform
F. Erythema – sementara atau permanen
G. Nekrosis kulit
H. Embolisme (kebutaan)
I. Tyndall effect
Komplikasi terlambat meliputi:
A. Migrasi implan
B. Telangiectasia
C. Granuloma

7
BAB III
KESIMPULAN

Manusia berusaha menghambat penuaan kulit dan memelihara kulit agar


tampak muda. Banyak cara yang telah digunakan meliputi prosedur infasif, misalnya
dengan operasi face lifting, dan prosedur noninvasiv, misalnya peeling, dermabrasi,
laser resurfacing, atau injectable materials seperti dermal filler dan botulinum toxin.
Pada penuaan kulit terjadi atrofi kulit sehingga dibutuhkan prosedur augmentation.
Dermal filler adalah salah satu cara noninvasiv yang digunakan untuk soft
tissue augmentation pada kasus atrofi kulit. Dermal filler adalah suatu senyawa yang
dapat digunakan untuk mengganti jaringan lunak bawah kulit dengan cara
dimasukkan ke dalam jaringan lunak bawah kulit melalui suntikan. Dermal filler
bermanfaat untuk mengisi volume kulit akibat proses atrofi penuaan dan untuk
menginduksi pembentukan matriks ekstraseluler khususnya kolagen.
Dermal filler dibedakan berdasarkan jangka waktu bertahannya, yaitu
sementara, semipermanen, dan permanen. Yang termasuk golongan dermal filler
sementara adalah hyaluronic acid filler, sedangkan yang termasuk semipermanen
adalah poly-L-lactic acid, calcium hydroxyapatite, dan polyvinyl alcohol. Hyaluronic
acid filler berasal dari matriks ekstraseluler jaringan hewan sehingga berisiko tinggi
terjadi reaksi imunologis atau alergi. Hyaluronic acid filler bersifat sangat hidrofilik
sehingga efek hidrasi dapat menghasilkan volume yang lebih besar ketika
diimplantasi daripada volume filler yang sesungguhnya. Efek hidrasi ini dapat
memperberat edema jaringan yang disebabkan penyuntikan filler. Hyaluronic acid
filler yang dikembangkan sekarang berasal dari fermentasi bakteri Streptococcus
equine. Meskipun memiliki konsentrasi hyaluronic acid yang lebih tinggi daripada
hyaluronic acid hewani, filler jenis ini berisiko tinggi menyebabkan infeksi.
Hyaluronic acid filler hanya mampu bertahan 1 tahun sebab mengalami biodegradasi.
Untuk mempertahankan efek filler, dibutuhkan konsentrasi hyaluronic acid lebih
tinggi atau dilakukan penambahan volume filler dengan sesi penyuntikan berikutnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Pangkahila, W. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan


Kualitas Hidup. Penerbit : Kompas.
2. Sjarif M. Wasitaatmadja. Dermatologi Kosmetik, Penuntun Ilmu Kosmetik
Medik. Penerbit : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1997
3. Burgess, C. M. Principle of Soft Tissue Augmentation for the Aging Face.
Clinical Intervention in Aging. 2006
4. Wang, F., DKK. In Vivo Stimulation of De Novo Collagen Production Caused
by Crosslinked Hyaluronic Acid Dermal Filler Injections in Photodamaged
Human Skin. Arch Dermatol. 2007
5. Gold, M. H. Soft Tissue Augmentation in Dermatology. J Cutan Aesthet Surg.
2010
6. Vedamurthy, M., Vedamurthy, A. Dermal Fillers: Tips to Achieve Successful
Outcomes. J Cutan Aesthet Surg. 2008

Anda mungkin juga menyukai