Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TERAPI OKSIGEN

Disusun oleh:

Vania Alkhansa Ibrahim

1461050012

Pembimbing :

dr. Robert Sirait, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

PERIODE 11 JUNI – 21 JULI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Terapi Oksigen................................... ................................. 4

II. Pemberian Oksigen .............................................................. 5

III. Hipoksemia .......................................................................... 5

IV. Hipoksia............................................................................... 5

V. Gagal Nafas ......................................................................... 6

VI. Terapi Oksigen Jangka Pendek .......................................... 7

VII. Terapi Oksigen Jangka Panjang ......................................... 8

VIII. Teknik pemberian Oksigen.................................................. 9

IX. Efek samping terapi oksigen ............................................ 14

X. Komplikasi terapi oksigen ................................................ 15

BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

Pemberian oksigen terapeutik sebagai salah satu metode pengobatan yang bertujuan

untuk mengkoreksi keadaan hipoksia. Keadaan hipoksia seringkali merupakan manifestasi

klinis dari penyakit yang mendasarinya. Beberapa macam usaha dilakukan sebelum

memberikan terapi oksigen yang efektif, sebagai contoh keadaan obstruksi jalan napas akan

lebih buruk berespon terhadap peningkatan tekanan oksigen yang dihirup, oleh karena itu

perlu dilakukan usaha untuk mengatasi sumbatan sebelum memberi terapi oksigen.

Terapi oksigen memiliki banyak efek terapeutik, selain mengkoreksi keadaan

hipoksia, pemberian terapi oksigen juga dapat memberikan efek pada gas-gas inert yang ada

di dalam tubuh, salah satunya adalah nitrogen. Pemberian oksigen dalam konsentrasi tinggi,

dapat secara cepat menurunkan tekanan parsial total nitrogen dalam tubuh. Terapi oksigen

dapat diberikan dalam metode yang berbeda dengan bantuan device atau alat yang bervariasi,

disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan. Metode pemberian oksigen selanjutnya akan

berpengaruh besar untuk memenuhi kebutuhan oksigen individu.

Selain efek terapeutiknya, oksigen memiliki toksisitas tersendiri, yang akan semakin

meningkat risikonya apabila diberikan dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Toksisitas ini

akan berkorelasi kuat dengan durasi pemberian dan dosis yang diberikan. Salah satu organ

yang paling rentan terhadap risiko toksisitas ini adalah organ paru; sebagai organ yang paling

banyak menerima pajanan terhadap oksigen.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Terapi Oksigen

Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen sebagai suatu intervensi medis, dengan

konsentrasi yang lebih tinggi dibanding yang terdapat dalam udara untuk terapi dan

pencegahan terhadap gejala dan manifestasi dari hipoksia. Oksigen sangat penting untuk

metabolisme sel, dan oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi fisiologis

normal.

Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan

asidosis respiratorik. Ada beberapa keuntungan dari terapi oksigen. Terapi oksigen pada

pasien PPOK dengan konsentrasi oksigen yang tepat dapat mengurangi sesak nafas saat

aktivitas, dapat meningkatkan kemampuan beraktifitas dan dapat memperbaiki kualitas

hidup. Manfaat lain dari terapi oksigen adalah memperbaiki hemodinamik paru, kapasitas

latihan, kor pulmonal, menurunkan cardiac output, meningkatkan fungsi jantung,

memperbaiki fungsi neuropsikiatrik, mengurangi hipertensi pulmonal, dan memperbaiki

metabolisme otot

Masalah-masalah yang umum ditemui pada pemberian terapi oksigen adalah

kegagalan untuk memberikan oksigen, kegagalan memeriksa analisis gas darah pada pasien

yang membutuhkan terapi oksigen, kegagalan mengamati atau mengkaji ulang pasien yang

mendapat terapi oksigen, pemberian gas lain yang tidak diperlukan di samping pemberian

oksigen, terputusnya hubungan dengan suplai oksigen, dan deplesi oksigen dalam tangki

oksigen selama pemindahan.

4
II. Pemberian Oksigen

Transpor oksigen dari udara atmosferik ke mitokondria jaringan membutuhkan fungsi

yang terintegrasi dari fungsi pulmoner, kardiovaskuler, dan sistem hematologik. Hipoksia

jaringan akan terjadi jika pemberian oksigen tidak adekuat dan tidak mencukupi kebutuhan

metabolik. Pemberian oksigen ke jaringan perifer ditentukan oleh 2 faktor besar (1) konten

oksigen darah arterial dan (2) aliran darah (misalnya volume sekuncup). Pengiriman oksigen

dihitung sebagai produk dari cardiac output dan arterial oxygen content.

III. Hipoksemia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen

dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal. Hipoksemia

dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan

berada ditempat yang tinggi. Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan

fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan agar oksigenasi ke jaringan memadai. Bila

tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan meningkat, sehingga

tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida

arteri (PaCO2) menurun, jaringan vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia

mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume

sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.

IV. Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Jaringan akan mengalami hipoksia

apabila aliran oksigen tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, hal

ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah ventilasi spontan berhenti.

5
Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan berlebihan di jaringan

maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke metabolisme anaerobik untuk menyediakan

energi yang cukup untuk metabolisme. Apabila ada ketidakseimbangan, akan mengakibatkan

produksi asam laktat berlebihan, menimbulkan asidosis dengan cepat, metabolisme seluler

terganggu dan mengakibatkan kematian sel.

Sebab-sebab utama dari hipoksia jaringan yang secara mekanik dibagi menjadi 3

kategori besar (1) hipoksemia arterial, (2) pengiriman oksigen yang berkurang, dan (3)

utilisasi jaringan yang disfungsional dan berlebihan. Pengaturan dari oksigenasi jaringan

tergantung integrasi yang wajar dari 3 komponen terpisah (1) sistem kardiovaskuler, yang

menentukan volume sekuncup dan distribusi aliran darah; (2) darah, yang menentukan

konsentrasi hemoglobin, dan (3) sistem respiratorik, yang menentukan PaO2.

Gejala dan tanda hipoksia:

SISTEM GEJALAN DAN TANDA


Respirasi Sesak nafas, sianosis
Kardiovaskuler Cardia output meingkat, palpitasi, takikardi,
aritmia, hipotensi, angina, vasodilatasi, dan syok
Sis tem saraf pusat Sakit kepala,bingung, delirium, gelisah edema
papil, koma
Neuromuskular Lemah, tremor, hiperefleks
Metabolik Retensi cairan dan kalium, asidosis laktat

untuk menentukan hipoksia diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan yang

paling sering digunakan adalah pemeriksaan PaO2 arteri atau saturasi oksigen arteri melalui

pemeriksaan invasif yaitu analisis gas darah arteri ataupun non invasif yaitu pulse oximetry.

V. Gagal Nafas

Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan di instansi

perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien kehilangan kemampuan

6
ventilasi secara adekuat atau tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem

organ. Gagal nafas terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan

karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam jaringan.

VI. Terapi Oksigen Jangka Pendek

Rekomendasi dari oksigen suplemental didasarkan pada guideline yang dikeluarkan

oleh the American College of Chest Physician, the National Heart, Lung and Blood Institut.

Beberapa hal yang memerlukan pemberian terapi oksigen jangka pendek, antara lain:

Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-pasien

dengan keadaan hipoksemia akut, diantaranya pneumonia, PPOK dengan eksaserbasi akut,

asma bronkial, gangguan kardiovaskular, emboli paru. Pada keadaan tersebut, oksigen harus

segera diberikan secara adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat akan menimbulkan

cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen harus diberikan dengan FiO2 60-100%

dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya

oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek

samping. Bila diperlukan, oksigen harus diberi secara terus menerus.

7
VII. Terapi Oksigen Jangka Panjang

Rekomendasi dari oksigen suplemental didasarkan pada guideline yang dikeluarkan

oleh the American College of Chest Physician, the National Heart, Lung and Blood Institut.

Beberapa hal yang memerlukan pemberian terapi oksigen jangka panjang, antara lain:

Banyak pasien hipoksemia membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. Pasien

dengan PPOK merupakan kelompok yang paling banyak menggunakan terapi oksigen jangka

panjang. Studi awal pada terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK memperlihatkan

bahwa pemberian oksigen secara kontinu selama 4-8 minggu menurunkan hematokrit,

memperbaiki toleransi latihan, dan menurunkan tekanan vaskular pulmonar.

Pada pasien dengan PPOK dan kor pulmonal, terapi oksigen jangka panjang dapat

meningkatkan jangka hidup sekitar 6 sampai 7 tahun. Angka kematian menurun pada pasien

dengan hipoksemia kronis apabila oksigen diberikan lebih dari 12 jam sehari dan manfaat

survival lebih besar telah ditunjukkan dengan pemberian oksigen berkesinambungan.

8
Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa terapi oksigen jangka panjang

dapat memperbaiki harapan hidup. Karena adanya perbaikan dengan terapi oksigen jangka

panjang, maka direkomendasikan untuk pasien hipoksemia (Pao2 < 55 mmHg atau saturasi

oksigen <88%) oksigen diberikan secara terus menerus 24 jam dalam sehari. Pasien dengan

PaO2 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 88%, kor pulmonal atau polisitemia juga

memerlukan terapi oksigen jangka panjang.

Pada keadaan ini, awal pemberian oksigen harus dengan konsentrasi rendah (FiO2 24-

28%) dan dapat ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil pemeriksaan analisis gas darah,

dengan tujuan mengoreksi hipoksemia dan menghindari penurunan pH dibawah 7,26.

Oksigen dosis tinggi yang diberikan kepada pasien PPOK yang sudah mengalami gagal nafas

akan dapat mengurangi efek hipoksik untuk pemicu gerakan bernafas dan meningkatkan

mismatch ventilasi-perfusi. Hal ini akan menyebabkan retensi CO2 dan akan menimbulkan

asidosis respiratorik yang berakibat fatal.8

Pasien yang menerima terapi jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam 2 bulan

untuk menilai apakah hipoksemia menetap atau ada perbaikan mendapat terapi oksigen

mengalami perbaikan setelah 1 bulan dan tidak perlu lagi meneruskan suplemen oksigen.

VIII. Teknik Pemberian Oksigen

Pilihan metode pengiriman oksigen didasarkan pada kriteria mencakup (1) derajat

hipoksemia, (2) kebutuhan pengiriman yang presisi (tepat), (3) kenyamanan pasien, dan (4)

biaya. Variasi sistem pemberian oksigen dapat dibagi menjadi low-flow dan high-flow.

9
Low-Flow Oxygen Devices

Nasal Kanul

Nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Kanul

nasal terdiri dari sepasang tube dengan panjang 2cm, dipasangkan pada lubang hidung pasien

dan tube dihubungkan secara langsung ke oxygen flow meter. alat ini dapat menjadi alternatif

bila tidak terdapat masker, terutama bagi pasien yang membutuhkan suplemen oksigen

rendah. Kanul nasal arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/m

dengan FiO2 antara 24-40%. Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2 secara

bermakna diatas 44% dan akan menyebabkan mukosa membran menjadi kering. Kanul nasal

merupakan pilihan bagi pasien yang mendapatkan terapi oksigen jangka panjang.

10
Simple oxygen mask

Dapat menyediakan 40-60% FiO2, dengan aliran 5-10 L/m. aliran dapat dipertahankan 5 L/m

atau lebih dengan tujuan mencegah CO2 yang telah dikeluarkan dan tertahan di masker

terhirup kembali. penggunaan alat ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan iritasi kulit

dan pressure sores.

Partial rebreathing mask

Merupakan simple mask yang disertai dengan kantung reservoir. Aliran oksigen harus

selalu tersuplai untuk mempertahankan kantung reservoir minimal sepertiga sampai setengah

penuh pada inspirasi. Sistem ini mengalirkan oksigen 6-10L/m dan dapat menyediakan 40-

70% oksigen. Sedangkan non-rebreathing mask hampir sama dengan parsial rebreathing

mask kecuali alat ini memiliki serangkai katup ‘one way’. Satu katup diletakkan diantara

kantung dan masker untuk mencegah udara ekspirasi kembali kedalam kantung. untuk itu

perlu aliran minimal 10 L/m. Sistem ini mengalirkan FiO2 sebesar 60-80%.

11
Transtracheal oxygen

Mengalirkan oksigen secara langsung melalui kateter ke dala trakea. Oksigen

transtrakea dapat meningkatkan kesetiaan pasien menggunakan oksigen secara kontinyu

selama 24 jam, dan sering berhasil bagi pasien hipoksemia yang refrakter. Dari hasil studi,

dengan oksigen transtrakea ini dapat menghemat penggunaan oksigen 30-60%. Keuntungan

dari pemberian oksigen transtrakea yaitu tidak menyolok mata, tidak ada bunyi gaduh, dan

tidak ada iritasi muka/hidung. Rata-rata oksigen yang diterima mencapai 80-96%. Kerugian

dari penggunaan oksigen transtrakea adalah biaya tinggi dan resiko infeksi lokal. Komplikasi

yang biasa terjadi pada pemberian oksigen transtrakea ini adalah emfisema subkutan,

bronkospasme, dan batuk proksimal. Komplikasi lain diantaranya infeksi stoma, dan mucus

ball yang dapat mengakibatkan fatal.

High-Flow Oxygen Delivery Devices

Alat oksigen arus tinggi diantaranya venture mask dan reservoir nebulizer blenders.

Alat venturi mask menggunakan prinsip jet mixing (efek Bernoulli). Jet mixing mask,mask

dengan arus tinggi, bermanfaat untuk mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah

(24-35%). Pada pasien dengan PPOK dan gagal nafas, bernafas dengan mask ini mengurangi

resiko retensi CO2, dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih nyaman dipakai,

dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan dengan arus tinggi tersebut.

Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40L/menit oksigen melalui mask, yang

12
umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi. Dua indikasi klinis untuk penggunaan

oksigen dengan arus tinggi adalah pasien dengan hipoksia yang memerlukan pengendalian

FiO2, dan pasien hipoksia dengan ventilasi abnormal.

Indikasi klinis paling umum dari penggunaan sistem pemberian oksigen aliran tinggi

adalah (1) tatalaksana pasien hipoksik yang tergantung pada dorongan hipoksiknya untuk

bernapas namun membutuhkan FIO2 yang terkontrol, dan (2) pasien yang muda dan bugar

dengan hipoksemia dimana memiliki pola ventilatorik yang abnormal dan kebutuhan

ventilatoriknya mungkin melebihi kapasitas yang bisa diberikan sistem alir rendah.

Jet-Mixing Venturi Masks

Pada masker Venturi, sebuah jet oksigen 100 persen, mengalir melalui orifisium yang

terkonstriksi, melewati sisi port yang terbuka, sehingga menyebabkan hirupan udara ruangan.

Aliran udara jetting akan bergerak melewati, dan kemudian keluar dari orifisum sentral

masker, yang kemudian kecepatannya akan meningkat, dan tekanan resultannya akan jatuh di

sisi jet yang menarik udara ruangan ke dalam masker melalui sisi port. Jumlah udara yang

dihirup, dan karena itu FIO2 resultannya, tergantung dari ukuran sisi port, dan aliran oksigen.

Ekshalasi terjadi melalui katup port ekshalasi. Rentang FIO2 yang didapat melalui pengaturan

jumlah udara ruangan yang terhirup dan aliran oksigen cukup luas. Masker digunakan untuk

memberikan udara inspirasi dengan fraksi oksigen di antara 0,24 dan 0,50.

Oleh karena masker Venturi dapat secara baik memberikan FIO2 mencapai 0,50 maka

alat ini ideal untuk digunakan dalam tatalaksana pada pasien dengan COPD dan gagal napas

kronik yang dicirikan dengan dorongan respiratorik hiperkarbik yang tumpul.

13
Nebulizer Reservoar

Dapat digunakan untuk memberikan oksigen suplemental atau udara yang

dilembabkan secara baik (mencakup udara ruangan). Sistem pengiriman oksigen ini

dikombinasikan dengan pipa endotrakeal atau tracheostomy collars, dan karena itu

penggunaannya terbatas pada pasien dengan jalan napas artifisial. Alat ini memiliki kerugian,

mengeluarkan bising, dan membutuhkan personel yang terspesialisasi untuk mengatur dan

memonitor instrumentasi.

IX. Efek Samping Terapi Oksigen

Hidung kering

Tambahan oksigen dapat memiliki efek pengeringan pada seluruh saluran pernapasan dimulai

dengan hidung. Menggunakan produk pelembab seperti AYR Saline Nasal Mist dapat

membantu melumasi saluran hidung sehingga membuat terapi lebih nyaman.

Iritasi kulit

Cabang kanula hidung tepat di dalam nares, tidak jarang kulit di daerah itu menjadi merah

dan iritasi. Menerapkan AYR Nasal Gel di dalam dan di sekitar bukaan hidung dapat

14
membantu menenangkan area yang sangat sensitif ini, memberikan perlindungan terhadap

kerusakan kulit.

Risiko kebakaran

Meskipun oksigen tidak mudah terbakar dengan sendirinya, ia mendukung pembakaran yang

berarti bahwa benda-benda yang lebih mudah terbakar di hadapannya. Jangan merokok atau

biarkan seseorang merokok sambil menggunakan oksigen tambahan.

X. Komplikasi Terapi Oksigen dan Toksisitas Oksigen

Penderita PPOK dengan retensi CO2 sering bergantung pada hypoxic drive untuk

mempertahankan ventilasinya. Konsentrasi O2 yang tinggi dapat mengurangi drive ini.

Oksigen sebaiknya hanya diberikan dengan persentase rendah dan pasien diobservasi secara

ketat untuk menilai adanya retensi CO2.

Kerusakan retina (retrorental fibroplasia) menyebabkan kebutaan pada neonatus,

terjadi karena pemberian terapi oksigen yang tidak tepat. Semua terapi oksigen pada bayi

baru lahir harus dimonitor secara berkelanjutan.

Pneumonitis dan pembentukan membran hyaline didalam alveoli yang dapat

menyebabkan penurunan pergantian gas dan atelektasis.

15
BAB III

KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah terapi yang bermanfaat dalam mengatasi hipoksia pada

beberapa kasus, dan dapat diaplikasikan dalam kondisi akut maupun kondisi kronik, perannya

dalam keadaan kegawatan cukup fundamental. Tanda-tanda hipoksia dini seringkali sulit

untuk dideteksi oleh karena itu diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diharapkan

berguna untuk menilai keadaan hipoksemia pasien, salah satunya adalah pulse oximetry.

Pemberian terapi oksigen yang tepat, baik tepat dari segi metode, tepat dari segi dosis, dan

tepat dari segi durasi diharapkan dapat membantu memaksimalkan efek terapeutik yang

dimiliki oleh oksigen. Oksigen selayaknya dipandang sama seperti obat-obatan pada

umumnya, yang memiliki indikasi pemberian, efek samping dan risiko. Pertimbangan untuk

memberi terapi oksigen juga memerlukan pertimbangan untuk menghentikan dan

menurunkan konsentrasi oksigen murni yang diberikan secara berkala. Sehingga, penting

untuk mengetahui batasan-batasan yang diperlukan bagi seorang klinisi dalam memberikan

terapi oksigen.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Wyatt JP, Illingworth RN, Graham CA, Hogg K. Oxford handbook of emergency
medicine. 4th ed. New York: Oxford University Press; 2012.p.95.
2. Singh CP, Singh N, Singh J, Brar GK, Singh G. Oxygen therapy. Indian Academy of
Clinical Medicine 2001;2(3):178-84.
3. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Fishman’s
pulmonary disease and disorders. 4th ed. New York: McGraw-Hill Medica;
2008.p.2613-30.
4. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & mikhail’s clinical
anesthesiology. New York: McGraw-Hill Education; 2013.p.1282-88.
5. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & gilman’s: manual of
pharmacology of therapeutics. New York: McGraw-Hill; 2008.p.253-8.
6. Singh, CP., Brar, Gurmeet K., et al,2001, Emergency Medicine Oxygen Therapy,
Journal, Indian Academy of Clinical Medicine Vol. 2.
7. Ganong, F. William, 2003, Fisiologi Kedokteran. Edisi 20, Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai