PENDAHULUAN
1
kelainan mata yang terjadi pada anak. Padahal gangguan penglihatan pada anak dapat
berdampak pada perkembangan psikomotor, kognitif, sosial dan emosi anak. Bahkan
tanpa deteksi dini, gangguan mata pada anak dapat menyebabkan hilangnya fungsi
penglihatan permanen. Maka deteksi dini dan melakukan penatalaksaan yang tepat
dapat membantu menurunkan angka gangguan penglihatan pada anak.
10% dari anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi,
sedangkan angka pemakaian kacamata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu
12,5% dari kebutuhan. 3
Dunia telah memberikan perhatian yang cukup serius mengenai masalah
gangguan penglihatan pada anak karena angka kesakitannya terutama di negara-
negara berkembang seperti Indonesia sangat tinggi. Namun, saat ini masih tampak
kurangnya perhatian di beberapa daerah Indonesia mengenai masalah gangguan
penglihatan khususnya pada anak. Hal ini terbukti dengan adanya program
pemeriksaan kesehatan anak SD yang lebih difokuskan pada kesehatan gigi dan
mulut, padahal lingkungan sekolah menjadi salah satu pemicu terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan pada anak, seperti membaca tulisan di papan tulis dengan
jarak yang terlalu jauh tanpa didukung oleh pencahayaan kelas yang memadai, anak
membaca buku dengan jarak yang terlalu dekat, dan sarana prasarana sekolah yang
tidak ergonomis saat proses belajar mengajar.1
Menurut Murthy (2000), kelainan refraksi, berupa myopia sudah mulai
muncul pada kelompok umur 6 – 11 tahun (sekolah dasar) dan terus berkembang
serta menetap pada kelompok umur > 12 tahun (sekolah lanjutan).4,5 Menurut WHO
anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun diperkirakan sebanyak 19 juta mengalami
gangguan penglihatan dan 12 juta di antaranya disebabkan oleh kelainan refraksi
mata, suatu kondisi yang seharusnya mudah untuk didiagnosis dan diperbaiki. Oleh
karena itu, diperlukan adanya deteksi dini kelainan refraksi mata pada usia sekolah
agar dapat ditemukan kasus kelainan refraksi secara dini pada populasi yang
3
memiliki gejala. Gejala dan tanda kelainan refraksi mata antara lain mata berair,
mata silau, penglihatan berkurang perlahan-lahan, melihat benda halus terbang,
bentuk benda yang dilihat berubah, nyeri pada mata, sakit kepala, dan mata cepat
lelah saat membaca. 2
Masalah penyakit mata pada anak yang dapat berdampak pada kebutaan dan
gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi harus dideteksi sedini mungkin ketika
anak tersebut mulai terpapar oleh faktor-faktor yang dapat berakibat pada penurunan
2
ketajaman penglihatan (visus).3,6 Deteksi dini untuk mengetahui status ketajaman
penglihatan pada anak harus didukung oleh tingkat akurasi diagnosis penyakit yang
baik. Skrining dengan tujuan diagnostik gejala klinis gangguan penglihatan (visus)
pada anak dirasa sangat penting untuk mencegah kejadian gangguan ketajaman
penglihatan yang lebih serius pada populasi risiko tinggi seperti pada anak SD,
sehingga lebih memudahkan dalam pengobatan secara cepat dan tepat.
Diharapakan hasil penelitian mengenai skrining gangguan ketajaman
penglihatan (visus) yang akan dilakukan pada anak Sekolah Dasar Negeri Sudimara
1 dapat memberikan gambaran awal kepada pihak-pihak terkait dalam bidang
kesehatan dan pendidikan untuk mulai memberikan perhatian yang serius pada
masalah ini dan meningkatkan jangkauan pelayanan mulai pemerataan pelayanan
termasuk pemenuhan sarana prasarana dan peningkatan kualitas pelayanan mata.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui prevalensi gangguan tajam penglihatan atau kelainan
refraksi (visus) khususnya pada anak kelas 1 d i SDN Sudimara 10,
Ciledug, Tangerang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Peserta mengetahui hasil pemeriksaan tentang kesehatan indra
penglihatan masing masing
2. Peserta dan orangtuanya mengerti tentang tanda dan gejala gangguan
tajam penglihatan atau kelainan refraksi
3. Peserta mengetahui tentang sikap dan perilaku agar kesehatan indra
penglihatan tetap sehat dan menerapkannya baik di sekolah maupun di
rumah
1.4 Manfaat
3
1.4.1 Manfaat Untuk Dokter Internsip
1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta pengalaman peneliti
dalam bidang kesehatan masyarakat terutama program kesehatan
lingkungan khususnya di sekolah
2. Menambah pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi pada
Masyarakat
3. Sebagai penerapan ilmu dan pengalaman dalam melaksanakan evaluasi
terhadap suatu program kerja puskesmas
4. Memberikan informasi tambahan untuk menambah wawasan dan
pengembangan penelitian selanjutnya
1.4.2 Manfaat Untuk Puskesmas
1. Memberikan data serta gambaran awal kepada pegawai Puskesmas
Ciledug mengenai deteksi dini kelainan tajam penglihatan/visus pada
usia sedini mungkin yaitu pada anak – anak kelas 1
1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat Sekolah
1. Penelitian ini diharap mampu membantu masyarakat untuk mendapatkan
informasi mengenai kelainan tajam penglihatan/kelainan refraksi (visus),
penyebab kelainan tajam penglihatan, dan pencegahan serta
penanganannya, dan mendapatkan informasi mengenai perilaku hidup
sehat yang dapat mendukung program penanggulangan kelainan tajam
penglihatan/kelainan refraksi (visus) di Sudimara.
METODE
4
2.1 Subjek dan Waktu Pelaksanaan
Populasi pada penelitian adalah anak sekolah dasar kelas 1 yang datang ke
sekolah di Sekolah Dasar Negeri Sudimara 10, Kecamatan Ciledug Kota Tangerang
pada 27 November 2018 pukul 08.30 s/d selesai. Tidak ada kriteria subjek penelitian
5
Subjek duduk atau berdiri dengan jarak 6 meter (20 kaki) dari papan
Snellen Chart
Pencahayaan harus cukup kuat
Periksa mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup, tetapi tidak sampai
menekan bola mata
Subjek diminta untuk menyebutkan huruf yang paling atas, kemudian
dilanjutkan ke bawah sampai subjek tidak dapat menyebutkannya lagi.
Ketika subjek tidak dapat menyebutkan huruf kurang dari 50%
jumlahnya pada baris tertentu, maka hasil penglihatan jauh yang didapat
adalah pada baris sebelumnya
Hasil yang didapat pada mata kanan dicatat dalam lembar pemeriksaan,
lalu pemeriksaan dilanjutkan pada mata kiri, mata kanan ditutup. Hasil
yang didapat pada mata kiri juga dicatat pada lembar pemeriksaan.
- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak
enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada
jarak enam meter.
- Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan
angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
- Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada
jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat
pada jarak 60 meter.
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal
pada jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60.
Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60,
6
yang berarti sama saja seperti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1
meter.
- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan
pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat
gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya
dapat melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam
penglihatannya adalah 1/300.
- Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak berhingga.
- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol
7
DAFTAR PUSTAKA