Anda di halaman 1dari 43

1

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23/PERMEN-KP/2016
TENTANG
PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa sebagai tindak lanjut dari Pasal 7 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 34/PERMEN-KP/2014 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil;
b. bahwa dalam rangka implementasi sinergi antara
Pemerintah Pusat dan daerah, kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian, Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 34/PERMEN-KP/2014 tentang
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil perlu menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah;
2

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5490);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
3

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
6. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111);
7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri
Kabinet Kerja Periode Tahun 2014 – 2019, sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan
Presiden Nomor 83/P Tahun 2016 tentang Penggantian
Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun
2014-2019;
8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,
dengan memperhitungkan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang tersedia.
4

2. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil adalah


suatu pengordinasian perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat
dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat
dan laut.
4. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau
sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi)
beserta kesatuan Ekosistemnya.
5. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya
buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove
dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir,
air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi
infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan
perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan
alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air
yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi
gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.
6. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan
daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari Garis Pantai, perairan yang menghubungkan
pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal,
rawa payau, dan laguna.
7. Garis Pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut
dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi.
8. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-
tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain
serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
5

9. Peraturan Pemanfaatan Ruang adalah ketentuan yang


mengatur tentang persyaratan pemanfaatan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil serta ketentuan
pengendaliannya yang disusun untuk setiap zona dan
pemanfaatannya.
10. Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah
kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan
pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan
strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan
indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat
nasional.
11. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah
penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan
disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada
kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
12. Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu)
zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam rencana
zonasi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan
dan teknologi yang diterapkan serta ketersediaan sarana
yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah surat
izin yang diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah.
13. Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat
susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung
jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan
keputusan di antara berbagai lembaga/instansi
pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber
daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.
14. Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut rencana
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk
satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi
untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan
oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan
pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil
6

pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di


setiap kawasan perencanaan.
15. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang selanjutnya
disebut RTRW Provinsi, adalah hasil perencanaan tata
ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan
pulau/kepulauan ke dalam struktur dan pola ruang
wilayah provinsi.
16. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, yang
selanjutnya disebut RTRW Kabupaten/Kota, adalah hasil
perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran
RTRW Provinsi ke dalam struktur dan pola ruang wilayah
kabupaten/kota.
17. Alokasi Ruang adalah distribusi peruntukan ruang di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
18. Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan
berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan
ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
19. Kawasan Laut adalah Kawasan Strategis Nasional,
Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Kawasan
Antarwilayah.
20. Kawasan Antarwilayah adalah kawasan perairan yang
mencakup lebih dari satu provinsi yang berupa teluk,
selat, dan laut.
21. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari wilayah
pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai
sektor kegiatan yang setara dengan kawasan budidaya
dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
22. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk
mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil secara berkelanjutan yang setara dengan kawasan
lindung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
7

23. Kawasan Strategis Nasional, yang selanjutnya disebut


dengan KSN, adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
24. Kawasan Strategis Nasional Tertentu, yang selanjutnya
disebut dengan KSNT, adalah kawasan yang terkait
dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan
hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan
nasional.
25. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati
bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah
ditetapkan status hukumnya.
26. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan
ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai
dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta
proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu
kesatuan dalam Ekosistem pesisir.
27. Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah kemampuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lain.
28. Daya Tampung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah kemampuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
29. Konsultasi Publik adalah proses penggalian masukan
yang dapat dilakukan melalui rapat, musyawarah,
dan/atau bentuk pertemuan lainnya yang melibatkan
berbagai unsur Pemangku Kepentingan Utama di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
8

30. Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna


Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang
mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan
pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil,
seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudidaya
ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan
Masyarakat.
31. Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas
Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan
Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.
32. Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang
secara turun temurun bermukim di wilayah geografis
tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena
adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang
kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki
pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di
wilayah adatnya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
33. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang
menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan
kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang
berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tertentu.
34. Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan
Penangkapan Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal
penangkap Ikan maupun yang menggunakan kapal
penangkap Ikan berukuran paling besar 10 (sepuluh) gros
ton (GT).
35. Nelayan Tradisional adalah Nelayan yang melakukan
Penangkapan Ikan di perairan yang merupakan hak
Perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara
turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.
36. Pembudi Daya Ikan Kecil adalah Pembudi Daya Ikan yang
melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
9

37. Petambak Garam Kecil adalah Petambak Garam yang


melakukan usaha pergaraman pada lahannya sendiri
dengan luas lahan paling luas 5 (lima) hectare, dan
perebus garam.
38. Instansi Terkait adalah instansi Pemerintah Pusat
dan/atau pemerintah daerah, unit pelaksana teknis, dan
Instansi Vertikal yang terkait dengan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
39. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang
selanjutnya disebut BKPRD, adalah badan bersifat ad-hoc
yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
provinsi dan di kabupaten/kota dan mempunyai fungsi
membantu pelaksanaan tugas gubernur dan
bupati/walikota dalam koordinasi penataan ruang di
daerah.
40. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
41. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
42. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
43. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
44. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pengelolaan
ruang laut.
45. Dinas adalah unsur pelaksana yang menyelenggarakan
urusan bidang kelautan dan perikanan di provinsi.
10

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan

Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai norma,
standar, dan pedoman bagi Pemerintah Daerah provinsi
dalam melakukan penyusunan Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
(2) Tujuan ditetapkannya Peraturan Menteri ini untuk
mewujudkan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil secara terpadu pada tingkat
Pemerintah Daerah provinsi.

Bagian Ketiga
Prinsip Perencanaan

Pasal 3
Prinsip Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil, yaitu:
a. merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dan/atau komplemen dari sistem perencanaan
pembangunan daerah;
b. mengintegrasikan kegiatan antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara
pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat, antara
Ekosistem darat dan Ekosistem laut, dan antara ilmu
pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen;
c. dilakukan sesuai dengan kondisi biogeofisik dan potensi
yang dimiliki masing-masing daerah, serta dinamika
perkembangan sosial budaya daerah dan nasional; dan
d. melibatkan peran serta masyarakat setempat dan
Pemangku Kepentingan Utama.
11

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 4
Ruang lingkup perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil meliputi:
a. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang selanjutnya disebut RSWP-3-K;
b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang selanjutnya disebut RZWP-3-K;
c. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan
d. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP-3-K.

BAB III
TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA

Bagian Kesatu
RSWP-3-K

Pasal 5
(1) Pemerintah Daerah provinsi menyusun RSWP-3-K yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dan/atau
komplemen dari penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(2) Penyusunan RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) materi muatannya dimasukkan dalam
penyusunan RPJPD.
(3) RSWP-3-K wajib mempertimbangkan kepentingan
Pemerintah Pusat.
(4) RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan arahan kebijakan dalam penyusunan RZWP-
3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K.
12

Pasal 6
Tahapan penyusunan dokumen RSWP-3-K meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. pengumpulan dan pengolahan data;
c. penyusunan dokumen awal;
d. konsultasi publik;
e. penyusunan dokumen antara;
f. konsultasi publik;
g. penyusunan dokumen final; dan
h. penetapan.

Pasal 7
(1) Dalam penyusunan dokumen RSWP-3-K gubernur
membentuk kelompok kerja.
(2) Susunan keanggotaan kelompok kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kepala Dinas sebagai
ketua, kepala badan yang menyelenggarakan urusan di
bidang perencanaan pembangunan daerah sebagai
sekretaris, dan anggota terdiri dari dinas/Instansi Terkait
sesuai dengan kewenangan dominan dan karakteristik
daerah yang bersangkutan.
(3) Guna kelancaran pelaksanaan penyusunan dokumen
RSWP-3-K, kelompok kerja dapat membentuk tim teknis
yang ditetapkan oleh ketua kelompok kerja.

Pasal 8
(1) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7.melakukan pengumpulan data yang terdiri dari:
a. data sekunder, yang berupa:
1) data Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
dan kegiatan pemanfaatannya;
2) data sosial, ekonomi, dan budaya;
3) data infrastuktur;
4) dokumen perencanaan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil; dan
5) isu-isu strategis.
13

b. data primer, yang berupa:


1) penjaringan aspirasi pemangku kepentingan
masyarakat pesisir; dan
2) observasi kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Data sekunder dan data primer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang telah terkumpul selanjutnya diolah
menjadi informasi yang akan digunakan untuk
penyusunan dokumen awal.

Pasal 9
(1) Kelompok kerja dalam menyusun dokumen awal RSWP-
3-K melakukan:
a. penyusunan deskripsi potensi Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil serta kegiatan
pemanfaatannya;
b. formulasi isu-isu strategis wilayah; dan
c. perumusan visi dan misi.
(2) Dokumen awal RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat:
a. pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan
tujuan, serta ruang lingkup RSWP-3-K;
b. gambaran umum kondisi daerah, berisi deskripsi
umum, keadaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil;
c. isu-isu strategis wilayah; dan
d. rumusan visi dan misi.

Pasal 10
(1) Dokumen awal RSWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dilakukan konsultasi publik untuk mendapatkan
masukan tanggapan, saran perbaikan dari
Kementerian/Lembaga/Instansi terkait, DPRD, dinas
terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS, Masyarakat,
dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan Utama.
14

(2) Hasil konsultasi publik dokumen awal RSWP-3-K


sebagaimana dimaksud ayat (1) selanjutnya
dipergunakan sebagai bahan penyusunan dokumen
antara RSWP-3-K.

Pasal 11
(1) Dalam menyusun dokumen antara RSWP-3-K, kelompok
kerja melakukan perbaikan dokumen awal RSWP-3-K.
(2) Dokumen antara RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat:
a. pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan
tujuan, serta ruang lingkup RSWP-3-K;
b. gambaran umum kondisi daerah, berisi deskripsi
umum, keadaan Sumber Daya Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil;
c. isu-isu strategis wilayah;
d. visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan strategi;
dan
e. lampiran peta.

Pasal 12
(1) Dokumen antara RSWP-3-K sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dilakukan konsultasi publik kembali
untuk mendapatkan masukan tanggapan, saran
perbaikan dari kementerian/lembaga/instansi terkait,
DPRD, dinas terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS,
Masyarakat, dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan
Utama.
(2) Hasil konsultasi publik dokumen antara RSWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
dipergunakan sebagai bahan penyusunan dokumen final
RSWP-3-K.

Pasal 13
(1) Kelompok kerja dalam menyusun dokumen final RSWP-
3-K, dengan melakukan perbaikan dokumen antara
RSWP-3-K.
15

(2) Dokumen final RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) memuat:
a. pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan
tujuan, serta ruang lingkup RSWP-3-K;
b. gambaran umum kondisi daerah, berisi deskripsi
umum, keadaan Sumber Daya Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil;
c. isu-isu strategis wilayah;
d. visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan strategi;
e. lampiran peta; dan
f. rancangan Peraturan Gubernur.
(3) Dokumen final RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) oleh ketua kelompok kerja dilaporkan kepada
gubernur guna pemrosesan lebih lanjut.
(4) Gubernur menyampaikan dokumen final RSWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri
untuk mendapatkan tanggapan dan/atau saran.
(5) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap
dokumen final RSWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak dokumen final RSWP-3-K diterima.
(6) Tanggapan dan/atau saran sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) oleh gubernur dipergunakan sebagai bahan
perbaikan dokumen final RSWP-3-K.
(7) Dalam hal jangka waktu tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi,
maka dokumen final RSWP-3-K dapat diberlakukan
secara definitif.

Pasal 14
(1) Dokumen final RSWP-3-K setelah dimintakan tanggapan
dan/atau saran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
(2) Proses penetapan Peraturan Gubernur tentang RSWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16

(3) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Gubernur tentang


RSWP-3-K kepada dinas terkait dan Pemangku
Kepentingan Utama.

Pasal 15
RSWP-3-K berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung
mulai sejak ditetapkan dan dapat ditinjau kembali sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
RSWP-3-K diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Bagian Kedua
RZWP-3-K

Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah provinsi dalam menyusun RZWP-3-K
mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Laut Nasional dan/atau
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Zonasi Kawasan Laut; dan
c. RSWP-3-K atau RPJPD provinsi yang yang terkait
dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil.
(2) Pemerintah Daerah provinsi dalam menyusun RZWP-3-K
wajib memperhatikan:
a. Alokasi Ruang untuk akses publik;
b. Alokasi Ruang untuk kepentingan nasional;
c. keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan
RTRW provinsi dan RTRW kabupaten/ kota;
d. keterkaitan antara Ekosistem darat dan Ekosistem
laut dalam satu bentang alam ekologis (bioekoregion);
e. kawasan, zona, dan/atau alur laut provinsi yang telah
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
f. kajian lingkungan hidup strategis;
17

g. ruang penghidupan dan akses kepada nelayan kecil,


nelayan tradisional, pembudidaya ikan kecil, dan
petambak garam kecil;
h. wilayah Masyarakat Hukum Adat dan kearifan lokal;
dan
i. peta risiko bencana.

Pasal 18
(1) Wilayah perencanaan RZWP-3-K meliputi:
a. ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan; dan
b. ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur
dari Garis Pantai.
(2) Apabila wilayah laut antar dua Daerah provinsi kurang
dari 24 (dua puluh empat) mil diukur dari Garis Pantai,
maka wilayah perencanaan RZWP-3-K dibagi sama jarak
atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari
wilayah antar dua Daerah provinsi tersebut.
(3) Garis Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dan ayat (2) diukur pada saat terjadi air laut pasang
tertinggi ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan.
(4) RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. pengalokasian ruang dalam Kawasan Pemanfaatan
Umum, Kawasan Konservasi, KSNT, dan Alur Laut;
b. keterkaitan antara Ekosistem darat dan Ekosistem
laut dalam suatu bioekoregion;
c. penetapan pemanfaatan ruang laut; dan
d. penetapan prioritas kawasan laut untuk tujuan
konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi
laut, industri strategis, pertahanan dan keamanan.
(5) Alokasi ruang dalam Pemanfaatan Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk wilayah perairan
laut sampai dengan 2 (dua) mil laut diutamakan untuk
Kawasan Konservasi, ruang penghidupan dan akses
kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudidaya
18

ikan kecil, dan petambak garam kecil, wisata bahari


berkelanjutan, dan infrastruktur publik.

Pasal 19
(1) RZWP-3-K disusun dan dituangkan dalam peta dengan
skala minimal 1:250.000 yang memuat Kawasan
Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, KSNT, dan
Alur Laut.
(2) Kawasan Pemanfaatan Umum dan/atau Kawasan
Konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
perairan laut 0-12 (nol sampai dengan dua belas) mil laut
dijabarkan ke dalam zona.
(3) Apabila diperlukan Kawasan Pemanfaatan Umum
dan/atau Kawasan Konservasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) untuk wilayah perairan laut 0-4 (nol sampai
dengan empat) mil laut dijabarkan lebih lanjut dalam
zona dan/atau sub zona, dan dituangkan dalam peta
dengan skala minimal 1:50.000.

Pasal 20
(1) Kawasan Pemanfaatan Umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dijabarkan dalam zona:
a. pariwisata;
b. permukiman;
c. pelabuhan;
d. hutan mangrove;
e. pertambangan;
f. perikanan tangkap;
g. perikanan budidaya;
h. pergaraman;
i. industri;
j. bandar udara;
k. pendaratan pesawat;
l. jasa/perdagangan;
m. energi;
n. fasilitas umum;
o. pemanfaatan air laut selain energi; dan/atau
19

p. pemanfaatan lainnya sesuai dengan karakteristik


biogeofisik lingkungannya.
(2) Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (4) huruf a dikategorikan atas:
a. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, yang selanjutnya disebut KKP3K dan
dijabarkan dalam zona:
1) zona inti;
2) zona pemanfaatan terbatas; dan
3) zona lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan.
b. Kawasan Konservasi Maritim, yang selanjutnya
disebut KKM dan dijabarkan dalam zona:
1) zona inti;
2) zona pemanfaatan terbatas; dan
3) zona lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan.
c. Kawasan Konservasi Perairan, yang selanjutnya
disebut KKP dan dijabarkan dalam zona:
1) zona inti;
2) zona perikanan berkelanjutan;
3) zona pemanfaatan; dan
4) zona lainnya.
(3) Selain Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Kawasan Konservasi dapat berupa Kawasan
Lindung yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(4) Alur laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
huruf a dimanfaatkan untuk:
a. alur pelayaran;
b. pipa/kabel bawah laut; dan
c. migrasi biota laut.
(5) Pengalokasian ruang dalam KSNT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
20

Pasal 21
(1) Zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) huruf a dijabarkan dalam sub zona:
a. wisata alam bentang laut;
b. wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. wisata alam bawah laut;
d. wisata sejarah;
e. wisata budaya; dan/atau
f. wisata olahraga air.
(2) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) huruf b dijabarkan dalam sub zona:
a. permukiman nelayan; dan/atau
b. permukiman nonnelayan.
(3) Zona pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) huruf c dijabarkan dalam sub zona:
a. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
Lingkungan Kepentingan (DLKp); dan/atau
b. wilayah kerja dan wilayah pengoperasian pelabuhan
perikanan.
(4) Zona pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) huruf e dijabarkan dalam sub zona:
a. mineral;
b. pasir laut;
c. minyak bumi;
d. gas bumi; dan/atau
e. panas bumi.
(5) Zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) huruf f dijabarkan dalam sub zona:
a. pelagis;
b. demersal; dan/atau
c. pelagis dan demersal.
(6) Zona perikanan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (1) huruf g dijabarkan dalam sub zona:
a. budidaya laut; dan/atau
b. budidaya air payau.
21

(7) Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20


ayat (1) huruf i yang dijabarkan dalam sub zona:
a. industri pengolahan ikan;
b. industri maritim;
c. industri manufaktur;
d. industri biofarmakologi; dan/atau
e. industri bioteknologi.
(8) Zona fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) huruf n dijabarkan dalam sub zona:
a. pendidikan;
b. olahraga; dan/atau
c. keagamaan.
(9) Dalam hal terdapat penjabaran zona dan sub zona pada
Kawasan Pemanfaatan Umum yang belum diatur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 22
Tahapan penyusunan dokumen RZWP-3-K meliputi:
a. pengumpulan dan pengolahan data;
b. penyusunan dokumen awal;
c. konsultasi publik;
d. penyusunan dokumen antara;
e. konsultasi publik;
f. penyusunan dokumen final; dan
g. penetapan.

Pasal 23
(1) Gubernur menugaskan Dinas untuk menyusun dokumen
RZWP-3-K.
(2) Dinas dalam penyusunan dokumen RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berkoordinasi
dengan BKPRD.
(3) Dalam penyusunan dokumen RZWP-3-K kepala Dinas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk
tim teknis.
22

Pasal 24
(1) Dinas dalam penyusunan dokumen RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 melakukan
pengumpulan data yang terdiri dari:
a. peta dasar, yang berupa:
1) Garis Pantai;
2) bathimetri; dan
3) batas wilayah laut provinsi;
b. data tematik, yang berupa:
1) oseanografi;
2) geomorfologi dan geologi laut;
3) ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil;
4) sumber daya ikan pelagis dan demersal;
5) pemanfaatan ruang laut yang telah ada;
6) dokumen perencanaan pemanfaatan Perairan
Pesisir;
7) sosial, ekonomi, dan budaya; dan
8) risiko bencana.
(2) Apabila data sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) belum memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang
dilengkapi dengan metadata, Dinas wajib melakukan
pengumpulan data primer melalui survei lapangan.
(3) Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau data
primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas
selanjutnya melakukan pengolahan data dan hasilnya
dituangkan dalam peta tematik.
(4) Apabila dalam pengumpulan data sekunder ditemukan
zona yang memerlukan reklamasi, wajib mengumpulkan
data geoteknik.
(5) Standar kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. skala;
b. akurasi spasial; dan
c. akurasi atribut.
(6) Metadata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa
data yang menjelaskan riwayat dan karakteristik data.
23

(7) Penyajian peta tematik, standar kualitas, dan metadata


sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat
(6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-perundangan.

Pasal 25
(1) Dinas mengajukan permohonan konsultasi teknis
terhadap peta tematik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (3) kepada Direktur Jenderal.

(2) Konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk memeriksa:
a. kesesuaian peta dasar yang digunakan untuk
menyusun peta tematik dengan peta dasar yang
dikeluarkan oleh lembaga yang melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang informasi geospasial;
b. kesesuaian tata letak dan basis data peta tematik
dengan standar simbol, notasi, dan kode unsur
penyajian peta tematik;
c. akurasi spasial peta tematik dengan peta dasar; dan
d. kesesuaian kebutuhan peta tematik untuk menyusun
RZWP-3-K.
(3) Peta tematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b sampai dengan huruf d dilakukan pemeriksaan
berdasarkan kaidah Kebijakan Satu Peta.
(4) Direktur Jenderal memberikan tanggapan terhadap
konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak
permohonan konsultasi teknis diterima.
(5) Direktur Jenderal dalam memberikan tanggapan
terhadap konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dapat melibatkan kementerian/lembaga terkait.
(6) Hasil konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dituangkan dalam berita acara konsultasi teknis.
(7) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dipergunakan sebagai bahan perbaikan peta tematik.
24

(8) Hasil perbaikan peta tematik sebagaimana dimaksud


pada ayat (7) dipergunakan sebagai bahan penyusunan
dokumen awal RZWP-3-K.
(9) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) Direktur Jenderal tidak memberikan tanggapan
terhadap konsultasi teknis, Dinas dapat melanjutkan ke
tahap penyusunan dokumen awal.

Pasal 26
(1) Dinas dalam menyusun dokumen awal RZWP-3-K,
melakukan:
a. penyusunan deskripsi potensi sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil serta kegiatan
pemanfaatannya;
b. identifikasi isu-isu strategis wilayah; dan
c. perumusan tujuan, kebijakan, dan strategi
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Dalam mengidentifikasi isu strategis wilayah dan
merumuskan tujuan, kebijakan, dan strategi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf
c.dapat mengadopsi isu-isu strategis wilayah, tujuan,
kebijakan, dan strategi telah tertuang dalam dokumen
RSWP-3-K.
(3) Dokumen awal RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat:
a. pendahuluan yang memuat dasar hukum
penyusunan RZWP-3-K, profil wilayah, dan peta
wilayah perencanaan;
b. deskripsi potensi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil dan Kegiatan Pemanfaatan;
c. isu-isu strategis wilayah;
d. tujuan, kebijakan, dan strategi pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
e. lampiran dokumen awal RZWP-3-K dalam bentuk
peta paling sedikit meliputi peta dasar dan peta
tematik.
25

Pasal 27
(1) Dinas mengajukan permohonan konsultasi teknis
dokumen awal RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3) kepada Direktur Jenderal.
(2) Direktur Jenderal memberikan tanggapan terhadap
konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak
permohonan konsultasi teknis diterima.
(3) Direktur Jenderal dalam memberikan tanggapan
terhadap konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat melibatkan kementerian/lembaga terkait.
(4) Hasil konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dituangkan dalam berita acara konsultasi teknis.
(5) Berita acara konsultasi teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dipergunakan sebagai bahan perbaikan
dokumen awal RZWP-3-K.
(6) Hasil perbaikan dokumen awal RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) selanjutnya dilakukan konsultasi
pubik.
(7) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan tanggapan
terhadap konsultasi teknis, Dinas dapat melanjutkan
konsultasi publik dokumen awal RZWP-3-K.

Pasal 28
(1) Dinas melakukan konsultasi publik dokumen awal
RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(7), untuk mendapatkan masukan, tanggapan atau saran
perbaikan dari kementerian/lembaga/Instansi Terkait,
DPRD, dinas terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS,
Masyarakat, dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan
Utama.
(2) Hasil konsultasi publik dokumen awal RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
dituangkan dalam berita acara konsultasi publik.
26

(3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dipergunakan sebagai bahan penyusunan dokumen
antara RZWP-3K.

Pasal 29
(1) Dinas dalam menyusun dokumen antara RZWP-3-K
melakukan penentuan Alokasi Ruang.
(2) Penentuan Alokasi Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan melalui analisa kesesuaian
perairan laut, untuk menghasilkan usulan Alokasi
Ruang.
(3) Berdasarkan usulan Alokasi Ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan analisis non spasial.
(4) Hasil analisis kesesuaian perairan laut dan non spasial
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
selanjutnya digambarkan dalam peta RZWP-3-K.
(5) Berdasarkan peta RZWP-3-K sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), selanjutnya disusun Peraturan
Pemanfaatan Ruang dan indikasi program.
(6) Berdasarkan peta RZWP-3-K, peraturan pemanfaatan
ruang, dan indikasi program sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5), selanjutnya disusun
rancangan Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K.
(7) Dokumen antara RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat:
a. pendahuluan yang memuat dasar hukum
penyusunan RZWP-3-K, profil wilayah, isu-isu
strategis, dan peta wilayah perencanaan;
b. deskripsi potensi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil dan kegiatan pemanfaatan;
c. isu-isu strategis wilayah;
d. tujuan, kebijakan, dan strategi pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. rencana Alokasi Ruang;
f. peraturan pemanfaatan ruang;
g. indikasi program RZWP-3-K;
27

h. lampiran peta, paling sedikit meliputi peta tematik


dan peta RZWP-3-K; dan
i. rancangan peraturan daerah tentang RZWP-3-K.
(8) Apabila diperlukan dokumen antara RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat memuat
rekomendasi terhadap perubahan RTRW.

Pasal 30
(1) Dinas mengajukan permohonan konsultasi teknis
dokumen antara RZWP-3-K sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (7) kepada Direktur Jenderal.
(2) Direktur Jenderal memberikan tanggapan terhadap
konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak
permohonan konsultasi teknis diterima.
(3) Direktur Jenderal dalam memberikan tanggapan
terhadap konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat melibatkan kementerian/lembaga terkait.
(4) Hasil konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dituangkan dalam berita acara konsultasi teknis.
(5) Berita acara konsultasi teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dipergunakan sebagai rekomendasi
perbaikan dokumen antara RZWP-3-K.
(6) Hasil perbaikan dokumen antara RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) selanjutnya dilakukan konsultasi
publik.
(7) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan tanggapan
terhadap konsultasi teknis, Dinas dapat melanjutkan
konsultasi publik dokumen antara RZWP-3-K.

Pasal 31
(1) Dinas melakukan konsultasi publik dokumen antara
RZWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(7) untuk mendapatkan masukan, tanggapan atau saran
perbaikan dari kementerian/lembaga/instansi terkait,
DPRD, Dinas terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS,
28

Masyarakat, dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan


Utama.
(2) Hasil konsultasi publik dokumen antara RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
dituangkan dalam berita acara konsultasi publik.
(3) Berita acara konsultasi publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dipergunakan sebagai bahan penyusunan
dokumen final RZWP-3-K.
(4) Penyusunan Dokumen final RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) merupakan hasil perbaikan
dokumen antara RZWP-3-K setelah dilakukan konsultasi
publik.

Pasal 32
(1) Kepala Dinas melaporkan dokumen final RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) kepada
gubernur.
(2) Gubernur menyampaikan dokumen final RZWP-3-K
kepada Menteri untuk mendapatkan tanggapan dan/atau
saran.
(3) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap
dokumen final RZWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak dokumen final RZWP-3-K diterima.
(4) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait.
(5) Hasil pemberian tanggapan dan/atau saran sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam berita acara.
(6) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dipergunakan sebagai bahan perbaikan dokumen final
RZWP-3-K.
(7) Dalam hal jangka waktu tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Menteri tidak
memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap
dokumen final RZWP-3-K, dokumen final RZWP-3-K
dapat diproses lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.
29

Pasal 33
(1) Sebelum proses penetapan Peraturan Daerah tentang
RZWP-3-K, Gubernur mengirim kembali dokumen final
RZWP-3-K yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (6) kepada Menteri untuk
mendapatkan tanggapan dan/atau saran.
(2) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap
perbaikan dokumen final RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 15 (lima
belas) hari kerja sejak perbaikan dokumen final RZWP-3-
K diterima.
(3) Dalam hal tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak dipenuhi, maka dokumen final RZWP-3-K dapat
diproses lebih lanjut ke dalam Peraturan Daerah.
(4) Proses penetapan Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
dokumen RZWP-3-K, penyusunan peta RZWP-3-K,
pelaksanaan konsultasi teknis, pelaksanaan konsultasi publik
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 35
Pemerintah provinsi dapat menyusun Rencana Zonasi Rinci
(RZR) pada lokasi tertentu yang diprioritaskan dan dituangkan
pada peta dengan skala minimal 1:10.000.

Pasal 36
(1) RZR merupakan perincian lebih lanjut dari zona dalam
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu dalam
RZWP-3-K yang memuat Daya Dukung Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil dan Daya Tampung Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta Peraturan
Pemanfaatan Ruang.
30

(2) Penyusunan RZR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan sesuai dengan prioritas kebutuhan zona di:
a. Kawasan Pemanfaatan Umum; dan/atau
b. Kawasan Konservasi.

Pasal 37
(1) Peraturan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) berisi ketentuan persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang
disusun untuk setiap zona peruntukan.
(2) Peraturan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan:
a. ruang penghidupan dan akses kepada nelayan kecil,
nelayan tradisional, pembudidaya ikan kecil, dan
petambak garam kecil; dan
b. wilayah Masyarakat Hukum Adat dan kearifan lokal
di Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Pasal 38
Tahapan penyusunan dokumen RZR meliputi:
a. pengumpulan data;
b. penyusunan dokumen awal;
c. konsultasi publik;
d. penyusunan dokumen final; dan
e. penetapan.

Pasal 39
(1) Penyusunan dokumen RZR dilakukan dinas yang
menyelenggarakan urusan di bidang yang terkait dengan
zona yang akan dirincikan sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
penyusunan dokumen RZR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 berkoordinasi dengan BKPRD.
31

Pasal 40
(1) Dalam melaksanakan pengumpulan data sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dinas yang
menyelenggarakan urusan di bidang yang terkait dengan
zona yang akan dirincikan sesuai dengan
kewenangannya mempunyai tugas:
a. mengumpulkan data sesuai dengan bidang kegiatan
yang akan dirinci;
b. melakukan survei lapangan untuk melengkapi data
sesuai dengan kebutuhan;
c. melakukan analisis Daya Dukung Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil dan Daya Tampung Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil;
d. menentukan blok-blok peruntukan ruang; dan
e. menyusun ketentuan peraturan pemanfaatan ruang.
(2) Hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dituangkan ke dalam dokumen awal RZR.
(3) Dokumen awal RZR sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) selanjutnya wajib dilakukan konsultasi publik untuk
mendapatkan masukan, tanggapan atau saran
perbaikan dari kementerian/lembaga/instansi terkait,
DPRD, dinas terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS,
Masyarakat, dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan
Utama.
(4) Hasil konsultasi publik dokumen awal RZR sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara
konsultasi publik.
(5) Berita acara konsultasi publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dipergunakan sebagai penyempurnaan
dokumen awal RZR menjadi dokumen final RZR.

Pasal 41
(1) Dokumen final RZR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (5) memuat:
a. hasil analisis Daya Dukung Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dan Daya Tampung Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil dalam zona atau sub zona;
32

b. pernyataan pemanfaatan zona atau sub-zona;


c. Peraturan Pemanfaatan Ruang ;
d. lampiran dokumen RZR dalam bentuk peta RZR dan
rancangan peraturan daerah.
(2) Peraturan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c memuat:
a. ketentuan aturan-aturan pemanfaatan ruang dalam
zona atau sub zona; dan
b. blok-blok pemanfaatan ruang dalam zona atau sub
zona.
(3) Kepala dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang
yang terkait dengan zona yang akan dirincikan sesuai
dengan kewenangannya melaporkan dokumen final RZR
kepada gubernur sebagai bahan untuk penyusunan
rancangan peraturan daerah tentang RZR.
(4) Gubernur melakukan konsultasi dokumen final RZR
kepada kementerian yang menangani urusan di bidang
yang terkait dengan zona yang akan dirincikan.
(5) Hasil konsultasi dokumen final RZR sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) sebagai bahan penyusunan
rancangan Peraturan Daerah tentang RZR.
(6) Penyusunan dan penetapan rancangan Peraturan Daerah
tentang RZR sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RZR
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 43
(1) RZWP-3-K dan RZR berlaku selama 20 (dua puluh) tahun
terhitung mulai sejak diundangkan dan dapat ditinjau
kembali setiap 5 (lima) tahun sekali.
33

(2) RZWP-3-K dan RZR dapat ditinjau kembali kurang dari 5


(lima) tahun, apabila terjadi:
a. perubahan kebijakan nasional yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan;
b. bencana alam skala besar yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan;
c. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan
dengan undang- undang;
d. perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan
dengan undang- undang; dan/atau
e. penemuan ilmiah baru yang berdampak pada
berubahnya Alokasi Ruang dalam RZWP-3-K atau
RZR.

Pasal 44
Tahapan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 meliputi:
a. penetapan pelaksanaan peninjauan kembali
RZWP-3-K atau RZR;
b. pelaksanaan peninjauan kembali RZWP-3-K atau RZR;
dan
c. perumusan rekomendasi tindak lanjut hasil
pelaksanaan peninjauan kembali RZWP-3-K atau RZR.

Pasal 45
Penetapan pelaksanaan peninjauan kembali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dilakukan dengan
keputusan gubernur untuk peninjauan kembali RZWP-3-K
atau RZR.

Pasal 46
(1) Peninjauan kembali dilaksanakan oleh Tim yang
dibentuk oleh gubernur.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan lembaga
penelitian.
34

Pasal 47
Pelaksanaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 huruf b meliputi kegiatan pengkajian,
evaluasi, serta penilaian terhadap RZWP-3-K atau RZR dan
penerapannya.

Pasal 48
(1) Rekomendasi tindak lanjut hasil pelaksanaan peninjauan
kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c
berupa:
a. rekomendasi tidak perlu dilakukan tehadap
revisi RZWP-3-K atau RZR; atau
b. rekomendasi perlunya dilakukan revisi terhadap
RZWP-3-K atau RZR.
(2) Apabila peninjauan kembali menghasilkan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
disertai dengan usulan untuk dilakukan penertiban
terhadap pelanggaran RZWP-3-K atau RZR.
(3) Apabila peninjauan kembali menghasilkan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, revisi
RZWP-3-K dan RZR dilaksanakan dengan tetap
menghormati hak yang telah ada sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49
(1) Revisi terhadap RZWP-3-K dan RZR yang materi
perubahannya tidak lebih dari 20% (dua puluh persen),
penetapannya dapat dilakukan melalui perubahan
Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K dan RZR.
(2) Jangka waktu RZWP-3-K dan RZR hasil revisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir sampai
dengan berakhirnya jangka waktu RZWP-3-K dan RZR
yang dilakukan revisi tersebut.
35

Pasal 50
Revisi terhadap RZWP-3-K atau RZR dilakukan bukan
untuk pemutihan terhadap penyimpangan pelaksanaan
pemanfaatan zona dan/atau sub zona.

Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
peninjauan kembali RZWP-3-K dan RZR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 50 diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga
RPWP-3-K

Pasal 52
(1) Pemerintah daerah provinsi dalam menyusun RPWP-3-K
mengacu pada RSWP-3-K dan RZWP-3-K.
(2) RPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk:
a. mengatasi konflik dalam pemanfaatan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;
b. arahan skala prioritas agar mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah;
c. kerangka prosedur dan tanggung jawab bagi
pengambilan keputusan;
d. keterpaduan pengelolaan antar pemangku
kepentingan; dan
e. melindungi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari
pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Pasal 53
(1) Penyusunan RPWP-3-K dapat dilakukan pada sebagian
atau seluruh kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
sesuai dengan indikasi program yang telah ditetapkan
dalam RZWP-3-K.
36

(2) RPWP-3-K dapat disusun pada masing-masing kawasan,


zona atau sub zona dari kawasan pesisir dan pulau-
pulau kecil, berdasarkan karakteristik biogeofisik dan
daya dukung lingkungannya.

Pasal 54
Tahapan penyusunan dokumen RPWP-3-K meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. inventarisasi kegiatan/program PWP-3-K;
c. penyusunan dokumen awal;
d. konsultasi publik;
e. perumusan dokumen final;dan
f. penetapan.

Pasal 55
(1) Dalam penyusunan dokumen RPWP-3-K gubernur
membentuk kelompok kerja.
(2) Susunan keanggotaan kelompok kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kepala Dinas sebagai
ketua, badan yang membidangi perencanaan
pembangunan daerah sebagai sekretaris, dan anggota
terdiri dari dinas/Instansi Terkait sesuai dengan
kewenangan dominan dan karakteristik daerah yang
bersangkutan.
(3) Guna kelancaran pelaksanaan penyusunan RPWP-3-K
kelompok kerja dapat dibantu tim teknis yang ditetapkan
oleh ketua kelompok kerja.

Pasal 56
(1) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
mempunyai tugas:
a. menyamakan persepsi terhadap Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil berdasarkan
isu strategis; dan
b. menginventarisir dan mengoordinasikan rencana
kegiatan/program masing- masing sektor di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil.
37

(2) Hasil kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), dituangkan ke dalam dokumen awal RPWP-3-K.
(3) Untuk menunjang dokumen awal RPWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perlu diberikan
dukungan teknis dan komitmen pembiayaan terhadap
program-program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil, yang dilakukan melalui kerja sama antar
Instansi Terkait dan dituangkan dalam nota kesepakatan
atau bentuk kesepakatan lainnya.
(4) Dokumen awal RPWP-3-K setelah ditindaklanjuti dengan
kerja sama antar Instansi Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) wajib dilakukan Konsultasi Publik dengan
melibatkan kementerian/lembaga/ Instansi terkait,
DPRD, dinas terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS,
Masyarakat, dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan
Utama guna menghasilkan dokumen final RPWP-3-K.

Pasal 57
(1) Dokumen final RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 ayat (4) memuat:
a. pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan
tujuan, serta ruang lingkup disusunnya RPWP-3-K;
b. gambaran umum kondisi daerah yang berisi
deskripsi umum, sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil, pola penggunaan lahan dan perairan
laut, serta kondisi sosial-budaya dan ekonomi;
c. kebijakan tentang pengaturan serta prosedur
administrasi penggunaan sumber daya yang diizinkan
dan yang dilarang;
d. skala prioritas pemanfaatan sumber daya sesuai
dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
e. revisi terhadap penetapan tujuan dan perizinan;
f. mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis
untuk menjamin tersedianya data dan informasi yang
akurat dan dapat diakses; serta
38

g. ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih


untuk mengimplementasikan kebijakan dan
prosedurnya; dan
h. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
RPWP-3-K diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 58
Dokumen Final RPWP-3-K sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 oleh ketua kelompok kerja dilaporkan kepada
gubernur guna pemrosesan lebih lanjut.

Pasal 59
(1) Gubernur menyampaikan dokumen final RPWP-3-K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 kepada Menteri
untuk mendapatkan tanggapan dan/atau saran.
(2) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran
terhadap dokumen final RPWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak dokumen final RPWP-3-K
diterima.
(3) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait.
(4) Tanggapan dan/atau saran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) oleh gubernur dipergunakan sebagai
bahan perbaikan dokumen final RPWP-3-K.
(5) Dalam hal jangka waktu tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi,
maka dokumen final RPWP-3-K dapat diproses lebih
lanjut dalam Peraturan Gubenur.

Pasal 60
(1) Dokumen Final RPWP-3-K setelah dimintakan tanggapan
dan/atau saran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
39

(2) Proses penetapan Peraturan Gubernur tentang RPWP-3-K


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Gubernur tentang
RPWP-3-K kepada dinas terkait dan Pemangku
Kepentingan Utama.

Pasal 61
RPWP-3-K berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung mulai
sejak ditetapkan dan dapat ditinjau kembali sekurang-
kurangnya 1 (satu) kali.

Bagian Keempat
RAPWP-3-K

Pasal 62
Pemerintah daerah provinsi dalam Penyusunan RAPWP-3-K
mengacu pada RSWP-3-K, RZWP-3-K dan RPWP-3-K dengan
mempertimbangkan:
a. kemampuan dalam pembiayaan, sumber daya manusia,
dan fasilitas dalam pelaksanaan rencana aksi oleh
pemerintah daerah atau Pemangku Kepentingan Utama.
b. kesesuaian dan kemampuan implementasi kegiatan
program oleh sektor terkait lainnya yang tertuang dalam
Rencana Anggaran Kerja Pembangunan Daerah (RAKPD)
yang bersangkutan; dan
c. kemampuan dan ketersediaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Pasal 63
Tahapan penyusunan dokumen RAPWP-3-K, meliputi:
a. pembentukan tim teknis;
b. pengumpulan dan pengolahan data;
c. penyusunan dokumen awal;
d. konsultasi publik;
e. perumusan dokumen final;
f. penetapan.
40

Pasal 64
(1) Dalam penyusunan RAPWP-3-K gubernur membentuk
tim teknis.
(2) Susunan keanggotaan tim teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari kepala Dinas sebagai ketua,
badan yang membidangi perencanaan pembangunan
daerah sebagai sekretaris dengan anggota terdiri dari
dinas/Instansi Terkait sesuai dengan kewenangan
dominan dan karakteristik daerah yang bersangkutan.
(3) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas mengumpulkan data dan informasi
dalam penyusunan RAPWP-3-K yang antara lain meliputi
peraturan perundang-undangan, rencana tata ruang
wilayah, RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, program dan
kegiatan sektor.
(4) Berdasarkan data dan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tim teknis menyusun dokumen awal
RAPWP-3-K.
(5) Dokumen awal RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) oleh ketua tim teknis disampaikan kepada
Pemangku Kepentingan Utama untuk dilakukan
pengkajian.
(6) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan konsultasi publik dengan melibatkan
kementerian/lembaga/Instansi Terkait, DPRD, dinas
terkait, perguruan tinggi, LSM, ORMAS, Masyarakat,
dunia usaha, dan Pemangku Kepentingan Utama guna
menghasilkan dokumen final RAPWP-3-K.
(7) Dokumen final RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) memuat:
a. pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan
tujuan, arahan perencanaan dan pemanfaatan, serta
ruang lingkup disusunnya RAPWP-3-K;
b. gambaran umum kondisi daerah yang berisi
deskripsi umum, sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil, pola penggunaan perairan laut, serta
kondisi sosial-budaya dan ekonomi;
41

c. keterkaitan dengan rencana lain;


d. program kerja; dan
e. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan.

Pasal 65
Dokumen final RAPWP-3K sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 ayat (7) oleh ketua tim teknis dilaporkan kepada
gubernur guna pemrosesan lebih lanjut.

Pasal 66
(1) Gubernur menyampaikan dokumen final RAPWP-3-K
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 kepada Menteri
untuk mendapatkan tanggapan dan/atau saran.
(2) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap
dokumen final RAPWP-3-K sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak dokumen final RAPWP-3-K diterima.
(3) Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait.
(4) Tanggapan dan/atau saran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) oleh gubernur dipergunakan sebagai bahan
perbaikan dokumen final RAPWP-3-K.
(5) Dalam hal jangka waktu tanggapan dan/atau saran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi,
maka dokumen final RAPWP-3-K dapat diproses lebih
lanjut dalam Peraturan Gubenur.

Pasal 67
(1) Dokumen final RAPWP-3-K setelah dimintakan tanggapan
dan/atau saran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
(2) Proses penetapan Peraturan Gubernur tentang RAWP-3-K
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
42

(3) Gubernur menyebarluaskan Peraturan Gubernur tentang


RAPWP-3-K kepada Instansi Pemerintah dan Pemangku
Kepentingan Utama.

Pasal 68
RAPWP-3-K berlaku selama 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga)
tahun terhitung mulai sejak ditetapkan.

Pasal 69
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
RAPWP-3-K diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.34/MEN/2014 tentang Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 71
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.34/MEN/2014
tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
43

Pasal 72
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Agustus 2016

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSI PUDJIASTUTI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1138

Anda mungkin juga menyukai