Anda di halaman 1dari 6

ALS

Setelah diberikan Basic Life Support (BSL) maka selanjutnya akan diberikan Advance Life
Support (ALS). ALS yang bisa dipakai untuk Ny. B, yaitu
1. Airway

• Endotracheal Tube

Ini merupakan salah satu proses memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien.
Bila pipa dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakea dan bila melalui hidung
disebut nasotrakea.
Manfaat dari Pipa endotrakea, antara lain

1. Memelihara jalan napas atas terbuka (paten)


2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara
4. pengembangan paru yang adekuat
5. Mencegah jalan napas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari
6. mulut, kerongkongan atau jalan napas atas
7. Mempermudah penyedotan dalam trakea
8. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat (Nalokson, Atropin, Vassopresin, ep-
inefrin
9. dan lidokain ; NAVEL) pada waktu resusitasi jantung paru bila akses intravena atau
intraosseus belum ada

Endotrakeal Tube memiliki beberapa indikasi, yaitu

1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak ad-
ekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)

Dalam beberapa kasus resusitasi jantung-paru, terkadang pemasangan kateter pada vena
perifer atau intraosseous secara cepat sulit untuk dilakukan sehingga jalur endotrakeal ini
dapat dijadikan alternatif. Jalur endotrakeal dapat dilakukan selama terdapat pipa endo-
trakeal dan pasien tidak sedang menggunakan laryngeal mask airway (LMA). Sebelum
diberikan kepada Ny. B endotrakeal ini digunakan untuk suction karena pasien memiliki
gurgling maka ini merupakan tanda terdapatnya cairan di trakea dan harus segera diambil
sebelum diberikan obat lainnya untuk jalur intrapulmonal.

• Nasopharyngeal airway
Nasopharyngeal airway (NPA) adalah salah satu airway adjuncts yang dapat dipakai pada
mereka yang berisiko obstruksi pada jalan nafas namun tidak dapat memakai OPA.
Menurut Neumar, et al. (2010), NPA ditoleransi lebih baik pada mereka yang
kesadarannya tidak turun terlalu dalam. Walaupun perdarahan dapat muncul sampai 30%
pada pasien dengan NPA, metode ini tetap menjadi pilihan utama ketika ada hambatan
yang nyata untuk memakai OPA. Hambatan ini misalnya adanya trauma masif di sekitar
mandibula dan maksilla.
Pada pasien dengan trauma maksilofasial berat, penggunaan NPA (dan juga OPA) harus
hati- hati. Khusus pada kasus NPA, pernah ditemukan adanya NPA intracranial pada
pasien yang menderita fraktur basis cranii. Metode NPA ini juga tidak membantu menying-
kirkan lidah yang jatuh ke hipofaring. Bila tujuannya untuk mempertahankan posisi lidah,
maka OPA lebih baik melakukannya.
Nasopharyngeal airway tersedia dalam berbagai ukuran. Umumnya, NPA terbuat dari ka-
ret lunak dengan sayap kecil yang pada penempatannya nanti akan menempel pada
lubang hidung. Pemilihan ukuran cukup mudah, yaitu membandingkan diameter NPA
dengan diameter lubang hidung yang lain. Gambar 1 adalah NPA dari salah satu pro-
dusen alat kesehatan.

Indikasi untuk pelaksanaan Nasopharyngeal Airway, yaitu

1. Sadar/tdk sadar,
2. Napas spontan,
3. Ada refleks muntah,
4. Kesulitan dg OPA.

Kontraindikasi yang melarang adanya Nasopharyngeal Airway, yaitu

1. Frakture wajah,
2. Frakture tulang dasar tengkorak

Komplikasi yang dapat dialami jika dilakukan Nasopharyngeal Airway, yaitu

1. Trauma,
2. Laringospasme,
3. Muntah,
4. Aspirasi,
5. Insersi intrakranial (pd fr. tlg wajah/tlg. dasar tengkorak)

• Oropharyngeal Airway (OPA)


Oropharyngeal Airway ini memiliki manfaat, yaitu menahan lidah dari menutupi hipofaring.
Sebagai fasilitas suction dan mencegah tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube).
Pemasangan pada anak-anak harus hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak. Alat
bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu
tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan
pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah.
Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk
pemasangan OPA.

Komplikasi yang kemungkinan akan didapatkan untuk pelaksanaan ini akan mengalami
Obstruksi jalan napas, Laringospasme sebanding dengan ukuran OPA, terjadi muntah,
cairan lambung akan memungkinkan untuk masuk kedalam paru yang menyebabkan
memperparah kondisi pasien. Sedangkan untuk indikasi pelaksanaannya adalah napas
spontan dan tidak ada reflek muntah. Dikarenakan indikasi ini tidak sesuai dengan Ny. B.
karena nyonya B sudah mengalami muntah, maka proses Oropharyngeal Airway tidak
dapat dilaksanakan.

• Rapid Sequence Intubation


Rapid Sequence intubation merupakan metode yang baik untuk mengkontrol bagian air-
way pada pasien yang sedang mengalami refractory shock karena oksigen yang akan
diberikan pada paru lebih banyakb diserap dibandingkan dengan masker. Pada masker,
masih dapat memungkinkan oksigen yang tidak terhirup sempurna, sedangkan untuk
Rapid Sequence Intubation oksigen yang diberikan memiliki kemungkinan yang sangat
kecil untuk keluar dan tidak terhirup karena oksigen tersebut sudah langsung ditujukan
kearah trakea. Pasien yang sedang mengalami haemorrhagic shock memiliki tingkat ke-
matian sebesar 20% dimana lebih mudah untuk disembuhkan dibandingkan septic atau
cardiogenic shock yang memiliki tingkat kematian lebih tinggi, yaitu sebesar 40%.

2. Obat dan penggunaan infus

Obat dan infus ini diberikan kepada klien dengan segera, tanpa perlu menunggu hasil
EKG. Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain:

• Kristaloid

Pengobatan standar untuk syok hemoragik secara historis terdiri dari seberapa cepat me-
masukkan beberapa liter kristaloid isotonik pada orang dewasa, yaitu tiga bolus 20 mL / kg
berturut-turut pada anak-anak. Larutan Ringer saline normal atau laktat dapat digunakan
untuk penggantian volume selama resusitasi, walaupun tanpa adanya bukti yang jelas
mendukung satu di atas yang lain. Penggantian volume awal ini terdiri dari infus cepat,
yaitu kristaloid isotonik 20 hingga 25 mL per kilogram.
Koloid, termasuk albumin, telah digunakan pada pasien dengan perdarahan, tetapi akan
terjadi peningkatan biaya yang besar dan tanpa efek pada morbiditas atau mortalitas. Ko-
loid menawarkan keuntungan teoretis dari tekanan osmotik tinggi yang seharusnya dapat
membantu menjaga volume intravaskular normal. Berdasarkan buku yang telah dibaca,
hal ini tidak merekomendasikan untuk penggunaan koloid sintetik, seperti hidroksietil he-
tastarch, yang baru-baru ini terbukti berhubungan dengan risiko gagal ginjal yang lebih
tinggi.
Peningkatan risiko kematian dan infark miokard yang signifikan akan terjadi jika infus
pengganti darah berbasis hemoglobin sebagai alternatif untuk packed red blood cell
(PRBC) untuk resusitasi syok hemoragik, tetapi hal ini tidak akan terjadi jika diberikan
transfusi fresh whole blood yang tentunya tidak berbasis hemoglobin saja.
1. Ringer Laktat
Ringer laktat adalah cairan infus yang biasa digunakan pada pasien dewasa dan anak-
anak sebagai sumber elektrolit dan air untuk hidrasi. Larutan ini merupakan kontraindikasi
di mana pemberian sodium, potassium, kalsium, laktat, atau klorida dapat merugikan
secara klinis.
Pemberian laktat merupakan kontraindikasi dalam asidosis atau alkalosis metabolik berat,
dan dalam penyakit hati atau keadaan anoxic, yang dapat mempengaruhi metabolisme
laktat.
Larutan yang mengandung laktat tidak untuk digunakan dalam pengobatan asidosis laktat.
Larutan yang mengandung laktat harus digunakan dengan perhatian penuh pada pasien
dengan alkalosis metabolik atau pernapasan, dan dalam kondisi di mana terdapat pening-
katan kadar atau penggunaan yang buruk akan laktat, seperti insufisiensi hati berat.
2. NaCL 0,9%
Sodium adalah elektrolit dengan fungsi untuk mengatur jumlah air dalam tubuh Anda. So-
dium juga memainkan peran pada bagian impuls saraf dan kontraksi otot. Sodium chloride
adalah nama kimia untuk garam. Sodium chloride digunakan untuk mengatasi atau
mencegah kehilangan sodium yang disebabkan dehidrasi, keringat berlebih, atau
penyebab lainnya. Sodium chloride dapat juga digunakan untuk alasan yang tidak disebut-
kan dalam petunjuk pengobatan ini.

• Adrenalin
Pertama yang diberikan adalah adrenalin 0,5-1,0 mg IV untuk dewasa dan 10 mcg/kg
pada anak-anak. Cara pemberian yaitu melalui IV ataupun intratrakeal lewat pipa trakeal
(1 ml adrenalin 10/00 diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl) atau apabila
keduanya tidak mungkin, gunakan intrakardiak (hanya oleh tenaga medis yang sudah ter-
latih). Ulangi pemberian tiap 5 menit dengan dosis sama hingga timbul denyut jantung
spontan. Pada saat denyut jantung spontan timbul, biasanya frekuensi jantung dan ampli-
tudonya menjadi tidak teratur atau biasa disebut ventrikel fibrillation. Namun irama jantung
akan segera kembali normal seperti semula. Adrenalin ini digunakan pada ALS karena
dapat meningkatkan sensitivitas otot jantung yang diperlukan untuk tehnik kejut jantung
nantinya.

• Manitol
infus manitol guna mengurangi tekanan di kepala (intrakranial) akibat penumpukan darah.
Manitol merupakan obat diuretik yang digunakan untuk mengurangi tekanan dalam kepala
(intrakranial) Manitol akan membuat darah yang akan disaring oleh ginjal menjadi lebih
pekat, sehingga mengganggu fungsi ginjal untuk menyerap air kembali. Hal ini mengaki-
batkan tubuh membuang air dalam bentuk urine lebih banyak. Pembuangan urine yang
banyak ini membuat kandungan air di sel otak dan bola mata juga berkurang, sehingga
tekanan menurun.

3. EKG
EKG dipasang untuk memantau irama jantung, amplitudo dan frekuensi jantung. Se-
hingga apabila terdapat perubahan pada jantung yang bermakna, tim medis dapat segera
mengambil tindakan.

4. Operasi

Operasi merupakan metode penanganan yang dilakukan untuk mengatasi epidural hema-
toma. Epidural hematoma disebabkan oleh masuk dan menumpuknya darah pada ruang
yang ada di antara tulang tengkorak dan lapisan yang menyelimuti otak (dura). Cedera
kepala yang menimbulkan keretakan tulang tengkorak, kerusakan atau sobeknya lapisan
dura, atau pembuluh darah pada otak, membuat darah dapat masuk ke ruang yang ada di
antara tulang tengkorak dan dura tersebut. Operasi bertujuan untuk mengalirkan
tumpukan darah yang ada di ruang antara tulang tengkorak dan dura. Operasi yang dil-
akukan untuk hal ini bisa dilaksanakan degan operasi craniotomy.
Indikasi dari Hematoma epidural (EDH) lebih besar dari 30 cm3 harus dievakuasi secara
operasi terlepas dari skor Glasgow Coma Scale (GCS) pasien. EDH kurang dari 30 cm3
dan dengan ketebalan kurang dari 15 mm dan dengan garis tengah kurang dari 5 mm
pada pasien dengan skor GCS lebih besar dari 8 tanpa defisit fokal dapat dikelola secara
nonoperatif dengan serial computed tomographic (CT computed tomographic) ) memindai
dan menutup pengamatan neurologis di pusat bedah saraf. Waktu yang sangat direk-
omendasikan bahwa pasien dengan EDH akut dalam keadaan koma (skor GCS <9)
dengan anisocoria menjalani evakuasi bedah sesegera mungkin.
Dalam persiapan untuk prosedur ini, pasien dibius dan semua atau sebagian kulit kepala
dapat dicukur. Kepala pasien diamankan untuk mencegah gerakan. Dokter bedah
kemudian membuat sayatan panjang melengkung di kulit kepala di atas hematoma. Jarin-
gan lunak dilipat kembali untuk mengekspos tengkorak. Dokter bedah mengebor satu atau
lebih lubang kecil ke tengkorak dan kemudian melihat di antara lubang untuk membebas-
kan bagian tulang. "Skull flap" kemudian akan dilepas dan disimpan. Dokter bedah
sekarang sudah memiliki akses langsung ke hematoma. Pada penghapus Hematoma dok-
ter bedah menggunakan alat hisap untuk secara hati-hati menghilangkan hematoma dari
ruang antara tengkorak dan dura. Area di sekitar hematoma yang terus berdarah akan
dikauterisasi. Setelah hematoma diambil, tutup tengkorak dapat dimasukkan kembali ke
tempatnya dan ditambatkan dengan pelat dan sekrup. Dalam beberapa kasus, drainase
sementara dapat ditempatkan di lokasi bedah untuk mencegah penumpukan cairan. Tutup
kulit dilipat kembali dan disegel dengan jahitan atau staples bedah. Jika pasien mengalami
pembengkakan otak yang parah, flap tulang mungkin perlu ditinggalkan sementara dan
disambungkan kembali selama prosedur kedua beberapa minggu kemudian. Sebagian
besar pasien yang telah menjalani kraniotomi harus tetap di ICU selama setidaknya be-
berapa hari, dan kadang-kadang beberapa hari. Prognosis untuk pemulihan tergantung
pada lokasi dan ukuran hematoma.
https://www.researchgate.net/publication/322858593_Hypovolemic_Shock.

Healthline Editorial Team. Healthline (2017). Respiratory Acidosis.


WebMD (2017). What Is Metabolic Acidosis?

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16710967

https://www.capecodhealth.org/care-treatment/brain-neck-spine/neurosurgical-treat-
ments/craniotomy-epidural-hematoma/

https://www.ucl.ac.uk/anaesthesia/StudentsandTrainees/ManagingAirwayObstruction

MIMS. Sodium Chloride. 2016. http://mims.com/Indonesia/Home/GatewaySubscrip-


tion/?generic=Sodium+Chloride Accessed January 3, 2019

Lactated Ringers, https://www.drugs.com/pro/lactated-ringers.html Accessed January 2,


2019

mayoclinic.org/diseases-conditions/intracranial-hematoma/basics/definition/con-20019654

Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 8. American College Sur-
geon, 1997.

Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2011, PERKI 2011

https://www.mims.com/indonesia/drug/info/mannitol?mtype=generic

Lebednik, Christine. 2009. Basic Life Support Vs. Advance Life Support.
http://www.ehow.com /about_5616772_basic-vs_-advanced-life-support.html.
Mangku G dan Senapathi TG. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Editor. Wiryana IM, Sinardja
IK, Sujana IBG, Budiarta IG. Jakarta: Indeks. 2010.
Morgan GE, Mikhail MS, dan Murray MJ. Clinical Anesthesiology. New York: Lange Medi-
cal Books/McGraw Hill Medical Pub. Division. 2013.
Australian Resuscitation Council. ANZCOR Guideline 11.5 – Medications in Adult Cardiac
Arrest. 2016.
American Heart Association. 2015 AHA Guidelines Update for CPR and ECC. 2015.
Managing airway obstruction. British Journal of Hospital Medicine, October 2012, Vol 73,
No 10

Bahan Bacaan di Aula, https://ganjil2018.aula.unair.ac.id/mod/folder/view.php?id=15115

Anda mungkin juga menyukai