BAB III
PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
a. Metode anaitik
Metode analitik mempunyai peranan analisis tekanan dan deformasi di
sekitar lubang bukaan. Mereka termasuk dalam teknik seperti sebagai lubang
tertutup dari solusi, metode numerik (unsur-unsur yang terbatas, perbedaan
yang terbatas, batas elemen), simulasi analog (listrik dan photoelastic) dan
pemodelan fisik.
b. Metode obeservasi
Metode observasi yang mengandalkan pemantau yang sebenarnya
dari gerakan tanah penggalian selama dari mendeteksi ketidakstabilan dan
terukur pada analisis tanah interaksi.
c. Metode empiris
Metode empiris yakni suatu kajian stabilitas dan terowongan dengan
menggunakan analisis statistik dari bawah tanah dengan observasi
terowongan bawah tanah dengan massa klasifikasi yang paling dikenal
penedekatan empiris untuk menilai stabilitas di bawah tanah bukaan pada
batu (hoek dan cokelat, 1980, goodman, 1980). Mereka telah menerima
peningkatan perhatian dalam beberapa tahun terakhir (einstein et al, tahun
1979) dan banyak menggali pendekatan proyek ini telah dimanfaatkan sebagai
satu-satunya dasar untuk desain praktis.
Selain itu, dua pendekatan lain yang juga dimanfaatkan, yaitu teknik
geologi pertimbangan serta kepatuhan.
Dalam, penerapan desain geoteknik pada bidang pertambangan dan
pembuatan terowongan belum dapat berkembang pada tingkat yang sama
seperti halnya untuk pekerjaan rekayasa lainnya. Hasilnya adalah faktor
keamanan yang berlebihan dalam banyak aspek dari proyek bawah tanah. Hal
ini dapat diyakini bahwa meningkatnya permintaan untuk lebih realistis dalam
faktor keselamatan serta pengakuan potensi uang tabungan dari mekanika
batuan akan mengarah ke aplikasi yang lebih besar dari desain mekanika batuan
di pertambangan dan dalam pembuatan terowongan. Namun demikian,
sementara hari ini penelitian yang lebih luas sedang dilakukan dalam mekanika
batuan, masih ada tampaknya yang menjadi masalah utama dalam
menerjemahkan penelitian tim dalam pencarian prosedur desain yang inovatif
dan ringkas.
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
mempunyai free face berupa lubang bor sedalam kemajuan yang diperoleh. Pola
pemboran cut hole yang digunakan dalam peledakan tambang bawah tanah :
a. Wedge Cut atau V – Cut, yaitu pembuatan lubang tembak yang membentuk
sudut ± 600 terhadap bidang bebas (free face).
Gambar 3.1
Penampang Depan Pemboran V – Cut
b. Pyramid Cut atau Diamond Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan
variasi dari wedge cut dimana ujung dari lubang ledak mengarah pada titik
pusat dari face yang berbentuk pyramid.
Gambar 3.2
Penampang Atas Pemboran Pyramid Cut
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
c. Fan Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan setengah dari wedge cut.
Pola ini sangat baik digunakan pada vein yang tipis.
Gambar 3.3
Penampang Depan Pemboran Fan Cut
d. Burn Cut, yaitu pola peledakan dimana lubang ledak tegak lurus terhadap
bidang vertikal atau pada free face.
Gambar 3.4
Penampang Pemboran Burn Cut
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Tabel 3.1
Geometri Peledakan Smooth Blasting
Perimeter
Charge
Hole Charge
Concentration Burden Spasi
Diameter Type
( kg/m)
(m)
25 – 32 0.11 11 mm Gurit 0.3 – 0,5 0.25 – 0.35
25 – 48 0.23 17 mm Gurit 0.7 – 0.9 0.50 – 0.70
51 – 64 0.42 22 mm Gurit 1.0 – 1.1 0.80 – 0.90
51 – 64 0.45 22 mm Gurit 1.1 – 1,2 0.80 – 0.90
Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”, Bandung.
Gambar 3.5.
Efek Peledakan dengan Metoda Smooth Blasting
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dalam hal bahan peledak dikenal pula istilah Powder Factor. Powder
Factor adalah berat batuan yang terbongkar oleh setiap kilogram bahan peledak,
dengan persamaan :
W
Pf
E
…………….…….…………………….(persamaan 3.1.)
Dimana : Pƒ = Powder factor (ton/kg)
W = Tonase batuan yang diledakkan (ton)
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)
3.3.2 Tempat Penyimpanan Bahan Peledak
Pada dasarnya, penyimpanan ramuan bahan peledak harus memenuhi
ketentuan-ketentuan baik dari penyimpanan, jarak aman dari daerah
sekelilingnya, kelengkapan dari alat-alat pengaman, maupun ketentuan
mengenai bangunan tempat penyimpanan bahan peledak serta pengangkutan
bahan peledak dari gudang penyimpanan bahan peledak ke lokasi.
Grafik 3.1
Hubungan antara Kemajuan Terowongan dengan Diameter Empty Hole
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dd n
….…………………………………………..(persamaan 3.2)
Dimana : D = Besarnya diameter khayal empty hole
d = Diameter empty hole
n = Jumlah lubang
Dalam usaha menghitung burden dikotak pertama, jika menggunakan
satu empty hole maka diameter yang digunakan adalah diameter empty hole itu
sendiri, tetapi jika menggunakan lebih dari satu empty hole maka yang
digunakan adalah diameter khayal.
3.4.1 Desain Cut Hole
Jika kita melihat grafik 3.1 kita menemukan jarak antara lubang ledak dan
empty hole sebaiknya tidak lebar dari 1.5 untuk menghasilkan peledakan yang
baik.
Gambar 3.6
Desain Cut Hole
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Grafik 3.2
Hubungan antara Jarak Lubang Ledak dengan Empty Hole
serta Hasil Peledakannya
3.4.1.1 Desain Square I
Jadi posisi lubang ledak di kotak pertama dapat ditunjukkan sebagai :
Dimana :
a = C – C jarak antara lubang ledak dengan empty hole
= Diameter empty hole
Dalam kasus ini beberapa empty hole hubungannya dapat ditunjukkan sebagai :
a1 = 1.5 D
... …………………………………………(persamaan 3.3.)
W1 = a 2
………... …………………….…………………….(persamaan 3.4.)
Dimana : a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
D = Diameter Khayal
W = Jarak antar lubang ledak
Parameter yang perlu diketahui dalam menentukan jumlah pengisian
bahan peledak (Q) pada cut holes terdiri atas stemming dan konsentrasi
pengisian bahan peledak (lc). Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai
pada kotak pertama dapat dilihat dari grafik pada gambar 3.3.
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Q = lc (H - ho)
………………………………………………(persamaan 3.5.)
Dimana : Q = Jumlah pengisian bahan peledak, kg
lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak, kg/m
H = Kedalaman lubang ledak, m
Dengan demikian, maka data kunci yang diperlukan pada kotak pertama adalah :
a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
W = Jarak antar lubang ledak
Q = Jumlah bahan peledak
Grafik 3.3
Grafik Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan Maksimum
Jarak C – C (m) untuk Diameter Empty Hole yang Berbeda-Beda
B1 = W1
…………………………….………..(persamaan 3.6.)
a2 = 1.5
W11 ……………………..………………..(persamaan 3.7.)
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Dimana : a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
W = Jarak antar lubang ledak
B = Burden
Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak kedua dan
kotak berikutnya dapat dilihat dari grafik pada gambar 3.4
Stemming Kotak Kedua (ho) = 0.5 x B
Jadi
Q = lc (H - ho)
……………….………………….…(persamaan 3.9.)
Dimana : Q = Jumlah pengisian bahan peledak, kg
lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak, kg/m
H = Kedalaman lubang ledak, m
Data kunci yang diperlukan pada kotak kedua dan kotak berikutnya adalah :
B = Burden
W = Jarak antar lubang ledak
Q = Jumlah bahan peledak
Grafik 3.4
Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan Maksimum
Jarak C – C (m) untuk Jarak antara Lubang Ledak yang Berbeda-beda
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
B2 = W2
………………..…….…………….(persamaan 3.10.)
a3 = 1.5 W2
………………..….………………(persamaan 3.11.)
W3 = 1.5 W2 2
………………..…………………(persamaan 3.12.)
Jumlah pengisian bahan peledak pada kotak ketiga ini caranya sama
dengan penentuan jumlah pengisian bahan peledak pada kotak kedua.
3.7.1.4 Desain Square IV
Untuk menghitung desain square III dapat dilakukan perhitungan
menggunakan rumus sebagai berikut :
B3 = w3
………………………………………..….……..(persamaan 3.13.)
a4 = 1.5 W3
………………………………………………….(persamaan 3.14.)
W4 =1.5 W3 2
……….………………………….(persamaan 3.15.)
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
(i) (ii)
(iii) (iv)
Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”, Bandung.
Gambar 3.7
Geometri Perledakan pada Cut Holes
Jika jarak antara lubang ledak (W) terlalu lebar dan burden (B)
berdasarkan rumus diatas sama dengan (W) sehingga besar pada cut holes
lebih besar dari burden pada stoping, maka burden pada cut holes dan
perhitungan jumlah bahan peledak yang dipakai harus diatur sehingga sama
dengan stoping holes.
Penentuan burden dan konsentrasi bahan peledak dapat dilihat dari grafik
pada gambar 3.4 Berdasarkan tabel 3.2 di bawah, pengisian lubang ledak dapat
dihitung :
hb = 1/3 H
………….………………………………………..(persamaan 3.16.)
Q b = l b x hb
………………...…………………………………..(peramaan 3.17.)
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Ho = 0.5 x B
……………………………………………………(persamaan 3.18.)
Hc = H – hb - ho
………………………………….…………….(persamaan 3.19.)
Q c = l c x hc
……………………...…………………………….(persamaan 3.20.)
Qtot = Qb + Qc
……..…………………………………………..(persamaan 3.21.)
Dimana : lb = Charge concentration Bottom
hb = Height bottom charge
Qb = Komsumsi bahan peledak bottom charge
lc = Column charge
hc = Heigth column
Qc = Komsumsi bahan peledak pada column charge
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Grafik 3.5.
Hubungan antara Burden dengan Konsentrasi Pengisian Bahan Peledak
untuk Diameter Lubang Ledak dan Bahan Peledak yang Berbeda
Bila burden (B), kedalaman lubang ledak (H) dan konsentarasi bottom
charge (lb) telah diketahui, tabel dibawah ini akan memberikan geometri
pemboran dan pengisian handak disetiap bagian dari tunnel.
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Tabel 3.2
Geometri Peledakan pada Stoping Holes
Charge
Heigth
Part of Burde Spacin Concentration Stemmin
Bottom
The n g Colum g
Charge Bottom
Round (m) (m) n (m)
(m) (kg/m)
(kg/m)
Stoping:
Upwards
1xB 1.1 x B 1/3 X H lb 0.5 x lb 0.5 x B
Horizontal
1xB 1.1 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B
Downwar
1xB 1.2 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B
ds
lb = 0,5
hb = 1/6 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.4 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
3.4.2.3 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Roof Holes
Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada roof
peledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/6 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.3 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
3.4.2.4 Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Stoping Upwards and
Horizontally Holes
Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada stoping
upwords dan horizontally peledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan
rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = 0,5
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.5 x lb
ho = 0.5 x B
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
…(persamaan 3.21.)
3.4.3. Primer dan Sistem Rangkaian
Pembuatan primer maupun sistem rangkaian yang dipakai pada
peledakan terowongan sama halnya dengan pembuatan primer dan sistem
rangkaian yang dipakai pada surface blasting.
3.4.4 Fragmentasi
Fragmentasi (distribusi ukuran) batuan hasil peledakan merupakan salah
satu yang sangat penting dalam merencanakan suatu peledakan. Ukuran
fragmentasi yang direncanakan perlu disesuaikan dengan kemudahan dalam
pemuatan, pengangkutan serta ukuran yang diinginkan oleh pabrik pengolahan.
Untuk mendapatkan fragmentasi yang diinginkan, beberapa hal yang
berpengaruh adalah keserasian antara specific charge yang digunakan dan
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
specific
0.2 0.3
charge 0.40 0.50 0.60 0.70 0.85 1.0
4 0
(kg/m3)
Fragmentation (1/2) (1/2.5) (1/3) (1/4) (1/5) (1/6)
1 ½
(m3) 3 3 3 3 3 3
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
mesh, wire mesh atau penyanggaan dengan strap plate (strapping) dengan
rock bolt.
c. Batuan Kelas III (Fair Rock)
Pada batuan kelas ini kemungkinan massa batuan akan jatuh atau
runtuh. Oleh karena itu dibutuhkan penyanggaan sistematis berupa kombinasi
antara wire mesh dan strap plate dengan rock bolt.
d. Batuan Kelas IV (Poor Rock)
Penyanggaan yang digunakan adalah steel support atau kombinasi
antara weld mesh/wiremesh dan shotcrete, karena massa batuan tidak
mampu menyangga dirinya sendiri dalam jangka waktu tertentu.
e. Batuan Kelas V (Very Poor Rock)
Penyanggaan pada batuan kelas ini harus dilakukan sesegera mungkin
setelah dilakukan penggalian. Selanjutnya dilakukan penyanggaan permanen
berupa kombinasi antara steel support dengan tembok beton (retaining wall).
Kelompok I
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTAMBANGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Andre Kurniawan
H1C114246