Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA MAKROSITIK
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL.1
Pada sediaan hapus darah tepi dijumpai banyak makrositik.
Anemia makrositik dapat disebabkan oleh :1,2,3
 Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan
gambaran peningkatan MCV
 Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi
siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam
nukleat: zidovudine, hidroksiurea)
 Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia)
 Penggunaan alkohol, penyakit hati, hipotiroidisme
Berikut Algoritma Anemia Mikrositik

1
ANEMIA HEMOLITIK
1. DEFINISI
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah
sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari).
Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah (intravaskuler) atau diluar
pembuluh darah (ekstravaskuler) yang membawa konsekuensi patofisiologik
yang berbeda.3,4,5
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut:3-8
1. Intrinsik
Anemia hemolitik karena faktor eritrositnya sendiri (intra korpuskuler),
yang sebagian besar bersifat herediter-familier (inherited)
2. Ekstrinsik
Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstra korpuskuler),
yang sebagian besar bersifat didapat (acquired)
Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik
Gangguan Intrakorpuskuler Gangguan Ekstrakorpuskuler
Herediter Didapat
Gangguan membrane eritrosit Imun
- Sferositosis herediter - Autoimun
- Eliptositosis herediter - Aloimun
- Stomatositosis herediter Drug associated
Gangguan metabolism/ enzim eritrosit Mikroangiopatik
- Defisiensi G6PD (glucose-6 Infeksi
phosphate dehydrogenase) Bahan kimia dan fisik
- Defisiensi piruvat kinase
Gangguan pembentukan hemoglobin Hipersplenisme
- Hemoglobinopati
- Sindrom thalassemia
Didapat
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

2
3. PATOFISIOLOGI
Proses hemolisis akan menimbulkan keadaan sebagai berikut:3,4,5
1. Penurunan kadar hemoglobin akan mengakibatkan anemia. Hemolisis
dapat terjadi perlahan-lahan sehingga dapat diatasi oleh mekanisme
kompensasi tubuh, tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera
menurunkan kadar hemoglobin. Derajat penurunan hemoglobin dapat
bervariasi dari ringan sampai sedang. Penurunan hemoglobin dapat terjadi
perlahan-lahan, tetapi sering sekali sangat cepat (lebih dari 2 g/dl dalam
waktu satu minggu).
2. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis
berdasarkan tempatnya dibagi menjadi dua, yaitu
a. Hemolisis ekstravaskuler
Hemolisis ekstravaskuler lebih sering dijumpai dibandingkan dengan
hemolisis intravaskuler. Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari
sistem retikuloendotheliel (RES) terutama pada lien, hepar dan
sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase.
Lisis terjadi karena kerusakan membrane (misalnya akibat reaksi
antigen-antibodi), presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan
menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yang
relatif kecil dan suasana relatif hipoksik akan memberi kesempatan
destruksi eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi.
Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan
dikembalikan ke protein pool, serta besi yang dikembalikan ke
makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan dipakai kembali,
sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubin.
Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin
indirek, mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk
kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan
strekobilinogen dalam fese dan urobilinogen dalam urine.

3
Gambar Pemecahan Eritrosit4

Sebagian hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh


haptoglobulin sehingga kadar haptoglobulin juga menurun, tetapi
tidak serendah pada hemolisis intravaskuler.
b. Hemolisis intravaskuler
Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan lepasnya hemoglobin
bebas kedalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh
haptoglobulin sehingga kadar haptoglobulin plasma akan menurun.
Kompleks hemoglobin-haptoglobulin akan dibersihkan oleh hati dan
RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobukin
dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang
disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami
oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi
methemoglobinemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin kemudian

4
ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar melalui
urine sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dalam
tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan
dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka
hemosiderin dibuang melalui urin (hemosiderinuria) yang merupakan
tanda hemolsisi intravaskuler kronik.
Pemecahan eritrosit intravaskuler akan melepaskan banyak LDH yang
terdapat dalam eritrosit sehingga serum LDH akan meningkat.
3. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis
Destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme
biofeedback (melalui eritropoietin) sehingga sumsum tulang
meningkatkan eritropoiesis. Sumsum tulang normal dapat meningkatkan
kemampuan eritropoiesisnya 6-8 kali lipat. Peningkatan ini ditandai oleh
peningkatan jumlah eritroblast (normoblast) dalam sumsum tulang
sehingga terjadi hyperplasia normoblastik. Normoblast sering dilepaskan
ke darah tepi sehingga terjadi normoblastemia. Sel eritrosit muda yang
masih mengandung sisa inti (RNA) disebut sebagai retikulosit, akan
dilepaskan ke darah tepi sehingga terjadi retikulositosis dalam darah tepi.
sel-sel eritrosit warnanya tidak merata (ada sel yang lebih gelap) disebut
polikromasia. Produksi sistem lain dalam sumsum tulang sering ikut
terpacu sehingga terjadi leukositosis dan trombositosis.

4. DIAGNOSIS ANEMIA HEMOLITIK3-12


Diagnosis anemia hemolitik dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :
a. Menentukan adanya anemia hemolitik
Wintrobe memberikan petunjuk praktis anemia hemolitik patut dicurigai
jika didapatkan :
1. Tanda-tanda destruksi eritrosit berlebihan bersamaan dengan tanda-
tanda peningkatan eritropoiesis. Hal ini ditandai oleh anemia,
retikulositosis dan peningkatan bilirubin indirek dalam darah. Apabila

5
tidak dijumpai tanda perdarahan ke dalam rongga tubuh atau jaringan
maka diagnosis anemia hemolitik dapat ditegakkan.
2. Anemia persisten disertai retikulositosis tanpa ada tanda-tanda
perdarahan yang jelas. Jika perdarahan dan pemulihan anemia
defisiensi akibat terapi dapat disingkirkan, diagnosis anemia hemolitik
ditegakkan.
3. Apabila terdapat penurunan hemoglobin lebih dari 1 g/dl dalam waktu
satu minggu (melebihi kemampuan kompensasi eritropoiesis) serta
perdarahan akut dan hemodilusi dapat disingkirkan maka anemia
hemolitik dapat ditegakkan.
4. Apabila dijumpai hemoglobinuria atau tanda hemolisis intravaskuler
yang lain.

b. Menentukan penyebab spesifik Anemia Hemolitik


Menentukan penyebab anemia hemolitik harus dimulai dari anamnesis
yang teliti, pemeriksaan apusan darah dan tes Coombs. Untuk itu, pasien
dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu :
1. Kasus dengan diagnosis yang sudah jelas karena adanya pemaparan
terhadap infeksi, bahan kimia dan bahan fisik.
2. Kasus dengan tes Coombs direk positif maka ditetapkan sebagai
anemia imunohemolitik. Langkah selanjutnya adalah mencari
penyakit dasar (underlying disease) dan tes serologi untuk
menetapkan sifat antibodi yang dijumpai.
3. Kasus dengan anemia sferositik disertai tes Coombs negatif.
Kemungkinan adalah kasus sferositosis herediter, maka dilanjutkan
dengan pengambilan riwayat keluarga yang teliti serta konfirmasi
dengan tes fragilitas osmotik. Kadang-kadang anemia imun hemoltik
(dengan mikrosferosit) menunjukkan tes Coombs negatif oleh karena
titer antibodi yang rendah. Perlu prosedur pemeriksaan tes Coombs
yang lebih sensitif.

6
4. Kasus dengan kelainan morfologi eritrosit yang lain. sel target
menjurus ke arah thallasemia, sedangkan sel sabit patognomonik
untuk anemia sel sabit. Fragmentasi eritrosit ekstensif menjurus ke
arah anemia hemolitik mikroangiopatik, injuri termal atau kimiawi.
5. Kasus tanpa kelainan morfologi yang khas dan tes Coombs negatif
memerlukan suatu tes penyaring seperti elektroforesis hemoglobin, tes
denaturasi panas untuk unstable hemoglobin disease, dan tes
penyaring untuk paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Skema berikut ini menunjukkan algoritma diagnosis anemia


hemolitik6

7
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN (AUTOIMMUNE HEMOLYTIC
ANEMIA)

DEFINISI3-12
Anemia hemolitik autoimun atau autoimmune hemolytic anemia ( AIHA )
adalah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya autoantibodi
terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi ( hemolisis ) eritrosit.1
AIHA juga dapat dikatakan adalah suatu keadaan anemia yang disebabkan
umur eritrosit memendek akibat peningkatan kecepatan destruksi eritrosit atau
destruksi eritrosit lebih tinggi daripada produksi eritrosit di sumsum tulang. Bila
tingkat kerusakan lebih cepat dari kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi
yaitu selama 120 hari, setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit 1 % dari jumlah
eritrosit yang ada dan diikuti oleh pembentukan oleh sumsum tulang. Selama
terjadi proses hemolisis, umur eritrosit lebih pendek dan diikuti oleh aktifitas yang
meningkat dari sumsum tulang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel
retikulosit tanpa disertai adanya perdarahan yang nyata. 2
Berbagai faktor yang berperan terjadinya proses kerusakan eritrosit ini
diantaranya adalah :
1. Antigen sel eritrosit.
2. Antibodi anti sel eritrosit.
3. Komponen non imunoglobulin, misalnya protein komplemen serum.
Pada keadaan normal eritrosit diproduksi di sumsum tulang dan setelah
120 hari akan mengalami destruksi di sistem retikuloendotelial. Proses
destruksi dan produksi terjadi secara seimbang sehingga eritrosit yang
beredar di sirkulasi mempunyai jumlah yang kurang lebih konstan. Pada
keadaan tertentu, kecepatan destruksi eritrosit yang berlebihan akan
mengakibatkan kompetensi sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit.
Orang dewasa normal dapat memproduksi eritrosit 6- 8 kali kecepatan
produksi normal. Bila peningkatan kecepatan produksi dapat mengimbangi
kecepatan destruksi, maka tidak timbul anemia. Ini disebut keadaan
hemolitik terkompensasi. Pada keadaan dimana peningkatan kecepatan

8
produksi tidak dapat mengkompensasi kecepatan destruksi eritrosit, akan
timbul anemia. Gejala anemia hemolitik baru akan timbul bila umur
eritrosit memendek sampai kurang dari 15- 20 hari.3,4,5,13

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian tahunan AIHA dilaporkan mencapai 1/100.000 orang pada
populasi secara umum. Frekuensi AIHA merupakan 5 % dari seluruh angka
kejadian anemia. Secara umum angka mortalitas rendah tetapi pada penderita usia
tua atau penderita dengan kelainan kardiovaskuler risiko kematian meningkat.
AIHA dapat terjadi pada pria maupun wanita, tanpa memandang usia. Gejala
AIHA timbul pada usia pertengahan atau lebih tua, berbeda dengan anemia
hemolitik yang disebabkan oleh herediter pada anak atau usia lebih muda.2
Gambaran klinisnya dikelompokkan berdasarkan atas autoantibodi spesifik yang
dimilikinya atau reaksi warm atau cold yang terjadi.3

KLASIFIKASI
Berdasar sifat reaksi antibodi, AIHA dibagi 2 golongan yaitu :3,4,5
1. AIHA tipe panas ( warm AIHA ) : reaksi antigen antibodi terjadi maksimal
pada suhu tubuh ( 37º C ).
2. AIHA tipe dingin ( cold AIHA ) : reaksi antigen antibodi terjadi maksimal
pada suhu rendah ( 4º C ).

Jika digabungkan dengan etiologinya, didapatkan klasifikasi sebagai


berikut :
1. Tipe panas ( warm autoantibody type ): autoantibodi aktif maksimal pada
suhu tubuh ( 37º C )
a. Idiopatik
b. Sekunder
- Penyakit limfoproliferatif, seperti leukemia limfositik kronik dan
limfoma maligna
- Penyakit kolagen, seperti SLE dll

9
- Penyakit- penyakit lain
- Obat ( tipe hapten, tipe kompleks imun, tipe autoantibodi :
metildopa )
2. Tipe dingin ( cold autoantibody type ) : autoantibody aktif pada suhu <
37º C
a. Idiopatik
b. Sekunder
- Penyakit limfoproliferatif
- Infeksi : mycoplasma pneumonia, infectious mononucleosis, virus
ebstein barr
3. Paroxysmal cold hemoglobinuria
a. Pada sifilis stadium III
b. Pasca infeksi virus ( self limited )
4. Campuran tipe panas dan tipe dingin

PATOFISIOLOGI
Karena sebab yang belum diketahui, mungkin akibat gangguan regulasi
imun, terbentuk antibodi terhadap eritrosit sendiri ( autoantibodi ). Eritrosit yang
diselimuti antibodi ini ( sering disertai komplemen, terutama C3b ) akan mudah
difagositir oleh makrofag terutama pada lien dan juga hati oleh adanya reseptor Fc
pada permukaan makrofag yang kontak dengan porsi Fc dari antibodi. Hemolisis
terutama terjadi dalam bentuk hemolisis ekstravaskuler yang akan menimbulkan
anemia dan ikterus hemolitik. Pada AIHA tipe dingin juga terbentuk
krioglobulin.3

AHA TIPE PANAS ( WARM AIHA )


ETIOLOGI
Secara garis besar penyebab AIHA tipe panas dapat dibagi menjadi 2
golongan besar, yaitu bentuk primer ( idiopatik ) dan bentuk sekunder.
1. Idiopatik : merupakan 50 % kasus AIHA.
2. Sekunder terdiri atas :

10
a. Akibat gangguan reaktivitas imun : SLE, limfoma maligna, CLL
b. Mieloma multipel, karsinoma dan colitis ulserativa
c. Setelah penggunaan obat metildopa

PATOGENESIS
Sekitar 60 % AIHA tipe panas menunjukkan Ig G, 50 % kombinasi Ig G
dan komplemen, 10 % hanya komplemen saja. Eritrosit yang diselimuti Ig G atau
komplemen difagositir oleh makrofag dalam lien dan hati sehingga terjadi
hemolisis ekstravaskuler yang menimbulkan anemia dan ikterus karena
bilirubinemia indirek.3

GEJALA KLINIS
AIHA tipe panas terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada wanita
muda. Gejala yang menonjol adalah sindroma pucat, anemia, demam, ikterus dan
splenomegali. Gejala sering hilang timbul. Dua pertiga dari kasus dihubungkan
dengan Ig G, merupakan antibodi langsung yang bereaksi terhadap antigen sel
eritrosit dari golongan Rh.3

KELAINAN LABORATORIK
Pada AIHA tipe panas dijumpai kelainan laboratorium sebagai berikut :
1. Darah tepi :
a. Anemia dapat sampai berat, terdapat mikrosferosit, polikromasia dan
sering ada normoblast dalam darah tepi. Morfologi anemia pada
umumnya ialah normokromik normositer.
b. Retikulosit sangat meningkat.
2. Bilirubin serum meningkat 2- 4 mg/dl, dengan bilirubin indirek lebih
tinggi dari bilirubin direk.
3. Test Coombs direk ( DAT ) positif.

11
DIAGNOSIS
Diagnosis AIHA tipe panas dapat ditegakkann jika dijumpai :3
1. Tanda anemia hemolitik didapat ( gejala klinik, anemia normokrom
normositer, hemolisis ekstravaskuler, kompensasi sumsum tulang)
2. Tas antiglobulin direk ( Coombs ) positif. Hanya sebagian kecil penderita
menunjukkan tes negatif. Jika gambaran klinik menjurus ke arah AHA tipe
panas, tetapi tes Coombs negatif maka terapi ex juvantivus dengan obat
imunosupresif dengan pengawasan ketat dapat dipertimbangkan.

TERAPI
Terapi untuk AIHA tipe panas meliputi hal- hal sebagai berikut :3
1. Obati/ hilangkan penyakit dasar : jika penyebab diketahui dan dapat
diobati maka penyakit tersebut seperti SLE dan penyakit limfoproliferatif
diobati dengan sebaik- baiknya. Pemakaian obat, seperti metildopa harus
dihentikan.
2. Kortikosteroid dosis tinggi merupakan salah satu obat pilihan untuk AHA
tipe panas.
3. Splenektomi dipertimbangkan jika tidak ada respons terhadap steroid
dalam jangka waktu 2- 3 minggu atau dosis pemeliharaan steroid (
prednison ) melebihi 15 mg/hari.
4. Obat imunosupresif lain yang dapat dipakai adalah azathioprim atau
siklofosfamid.
5. Transfusi dipertimbangkan hanya jika terdapat anemia berat yang
mengancam fungsi jantung. Sebaiknya dipakai washed red cell.
6. Penderita AIHA perlu diberikan tambahan asam folat untuk mencegah
krisis megaloblastik.

AIHA TIPE DINGIN ( COLD AIHA )


AIHA tipe dingin lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan AIHA tipe
panas. Di sini reaksi antigen antibodi terjadi pada suhu dingin ( < 37º C ), antibodi

12
termasuk golongan Ig M, dapat bersifat monoklonal pada yang idiopatik, dapat
juga poliklonal pada yang post infeksi.3

ETIOLOGI
Dilihat dari sudut penyebabnya maka AIHA tipe dingin dapat digolongkan
menjadi 3, yaitu :3
1. Idiopatik
2. Sekunder, terdiri atas :
a. Infeksi : mycoplasma pneumonia, mononucleosis infectiosa,
cytomegalo virus.
b. Limfoma maligna.
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria ( PCH )

PATOGENESIS
Pada AIHA tipe dingin autoantibodi Ig M mengikat antigen membran
eritrosit ( terutama I antigen ) dan membawa CIq ketika melewati bagian yang
dingin, kemudian terbentuk kompleks penyerang membran ( membrane ataccking
complex ), yaitu suatu kompleks komplemen yang terdiri atas C56789. Kompleks
penyerang ini menimbulkan kerusakan membran eritrosit, apabila terjadi
kerusakan membran yang hebat akan terjadi hemolisis intravaskuler, jika
kerusakan minimal terjadi fagositosis oleh makrofag dalam RES sehingga terjadi
hemolisis ekstravaskuler.

MANIFESTASI KLINIS
AIHA tipe dingin dapat bermanifestasi klinis dalam 3 bentuk :
1. Acute Postinfectious Cold Agglutinin Induced Hemolysis.
Terjadi setelah infeksi, biasanya infeksi virus, dengan gambaran klinik
yang terdiri atas :
a. Hemolisis transient tapi berat.
b. Tampak aglutinasi, polikromasi, makrosit dan sferosit.
c. Titer aglutinin tinggi. Tes Coombs direk positif.

13
2. Chronic Cold Agglutinin Disease
Merupakan AHA tipe dingin yang berjalan lebih perlahan- lahan dengan
gambaran sebagai berikut :
a. Kulit jari tangan / kaki mati rasa pada udara dingin ( akrosianosis ).
b. Anemia bisa ada bisa tidak.
c. Retikulosit tinggi, tampak autoaglutinasi.
d. Tes aglutinin dingin dijumpai titer dingin dan tes Coombs direk positif.
e. Terapi untuk tipe ini adalah menghindari udara dingin, mengobati
penyakit dasar, kadang- kadang diperlukan splenektomi. Di sini
kortikosteroid tidak efektif. Khlorambusil dapat memberikan hasil
pada beberapa kasus.
3. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria ( PCH )
Suatu bentuk AHA dingin yang jarang dijumpai, misalnya :
a. Adanya antibodi Donath Landsteiner, suati Ig G yang spesifik
terhadap P blood group antigen, mempunyai rentang panas yang
sempit dan kemampuan mengikat komplemen sehingga dapat
menimbulkan lisis eritrosit pada bagian tubuh yang dingin.
b. Tes Donath Landsteiner, khas untuk PCH.
c. Bentuk klasik dihubungkan dengan infeksi sifilis, bentuk acute
transient dihubungkan dengan infeksi virus seperti mumps atau
measles.
d. Lebih sering bersifat sembuh sendiri ( self limiting ), tetapi kadang-
kadang transfusi diperlukan.1

AHA karena obat ( Drug Induced AIHA )


Obat dapat menimbulkan hemolisis dengan 3 cara :
1. Innocent by stander
Komplek antigen antibodi melekat secara pasif pada eritrosit, contoh :
phenacetin, quinine, quinidin, chlorpropamide.
2. Obat sebagai hapten

14
Obat sebagai hapten yang bergabung dengan protein membran eritrosit
menjadi antigen komplit, contoh : penisilin dan cephalotin.
3. AIHA karena obat yang sebenarnya
Obat menyebabkan perubahan pada membran eritrosit sehingga
membentuk autoantigen dari membran sendiri, contoh : metildopa dan
fludarabine.
Gambaran klinik AHA karena obat sama dengan gambaran klinik AHA
pada umumnya. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang teliti tentang
adanya pemaparan pada obat tertentu. Terapi utama adalah menghindari obat
tersebut.3

Direct Antiglobulin Test (Direct Coomb's Test)8,14


Tujuan dilakukan Direct Coomb's Test adalah untuk mendeteksi antibodi yang
mensensitasi sel darah merah secara invivo (biasanya disebabkan karena IgG atau
komplemen (C3d, C3, C4). Kegunaan DCT dalam klinik untuk mendiagnosis
Hemolytic Disease of the newborn (HDN), Auto Immune Hemolytic Anemia
(AIHA) juga pada Hemolytic Transfusion Reaction (HTR).
DCT positip dapat terjadi tanpa adanya hemolisis karena sebagian kecil individu
normal mempunyai DCT positip tanpa adanya penurunan daya hidup sel darah
merah. DCT positip yang disebabkan karena adanya komplemen ditemukan pada
pasien dengan cold autoantibody, paroxysmal cold hemoglobinuria, dan beberapa
pada anemia hemolitik yang disebabkan obat-obatan. Biasanya antibodi yang ada
adalah IgM yang secara tidak langsung terdeteksi dengan adanya komplemen
yang ada pada permukaan sel darah merah.
Interpretasi Hasil DCT
Bila terjadi aglutinasi sel darah merah dinyatakan sebagai hasil positif pada DCT
yang mengindikasikan adanya sensitasi human IgG atau komponen komplemen
pada sel darah merah. Nilai positif DCT yang mengarah kemungkinan adanya
antibodi yang mempunyai arti klinis apabila hasil DCT lebih dari 2+. Hasil DCT
positif lemah kurang mempunyai arti klinis. Perlu untuk mengetahui riwayat
pasien apakah pernah mendapat transfusi 3 bulan sebelumnya atau pernah hamil.

15
Pada DCT positip bila penyebabnya akibat transfusi atau kehamilan sebelumnya
disebut adanya alloantibodi sel darah merah yang timbul dalam 7-10 hari bahkan
beberapa bulan sesudah transfusi atau kehamilan, tetapi apabila tidak diakibatkan
transfusi atau kehamilan dapat merupakan autoantibodi maka perlu menanyakan
obat-obatan yang pernah diminum.14

Beberapa keadaan yang menyebabkan DCT positif 14


a. Adanya autoantibodi pada antigen sel darah merah
b. Alloantibodi pada sirkulasi resipien yang bereaksi pada sel darah merah
donor
c. Alloantibodi pada plasma donor yang akan bereaksi dengan sel darah
merah pasien
d. Alloantibodi dalam sirkulasi ibu yang melewati placenta dan berikatan
dengan sel darah merah janin
e. Antibodi yang langsung melawan obat-obatan seperti penisilin,
cephalosporin, alfa metildopa
f. Pasien dengan hipergamaglobulinemia atau mendapatkan gammaglobulin
intravena
g. Ikatan komplemen pada sel darah merah akibat aktivasi komplemen oleh
alloantibodi, autoantibodi, obat atau infeksi bakteri
Bila tidak terjadi aglutinasi berarti hasil negatip, diindikasikan tidak adanya
human IgG atau komponen komplemen pada sel darah merah.

Indirect Antiglobulin Test (Indirect Coomb's Test)


Tujuan dilakukan Indirect Coomb's Test adalah untuk mendeteksi adanya antibodi
atau komplemen yang ada dalam serum14

16
Gambar Coomb's test 8

17

Anda mungkin juga menyukai