Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini, penulis akan membahas tentang konsep dasar penyakit dan

konsep dasar proses keperawatan serta asuhan keperawatan pada klien dengan

masalah nyeri.

A. Konsep masalah utama (nyeri) dan penyakit

1. Konsep nyeri

a. Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (Nurarif,

2015)

Nyeri adalah awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan

hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung <6 bulan (International Associaton For Study Of Pain dalam

Nurarif, 2015)

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan

hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi

perasaan tersebut (Long, 1996 dalam Mubarak, 2008)

5
6

b. Jenis nyeri

Menurut Mubarak (2008) ada tiga klasifikasi nyeri yaitu :

1) Nyeri perifer

Nyeri ini ada tiga macam yaitu nyeri superfisial, yakni rasa nyeri yang

muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa, nyeri viseral yakni

rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di rongga

abdomen, kranium dan toraks, nyeri alih yakni nyeri yang dirasakan pada

daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.

2) Nyeri sentral yaitu nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula

spinalis, batang otak dan talamus.

3) Nyeri psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya, dengan kata lain nyeri ini

timbul akibat pikiran penderita sendiri. Seringkali nyeri ini muncul

karena faktor psikologis bukan fisiologi.

c. Bentuk nyeri

Menurut Tim PPNI (2017) nyeri dibedakan menjadi :

1) Nyeri akut yaitu pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

2) Nyeri kronis yaitu pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset

mendadak atau lambat dn berintensitas ringan hingga berat dan konstan

yang berlangsung lebih dari 3 bulan.


7

d. Tanda dan gejala mayor, minor

Batasan karakteristik nyeri menurut Tim PPNI (2017) antara lain :

1) Nyeri akut

a) Tanda mayor

Data subjektif: mengeluh nyeri.

Data objektif: tampak meringis, bersikap protektif (misal : waspada,

posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit

tidur.

b) Tanda minor

Data subjektif: (tidak tersedia)

Data objektif: tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu

makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada

diri sendiri, diaforesis.

2) Nyeri kronis

a) Tanda minor

Data subjektif : mengeluh nyeri, merasa depresi (tertekan)

Data objektif : tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan

aktivitas.

b) Tanda minor

Data subjektif : merasa takut mengalami cedera berulang.

Data objektif : bersikap protektif ( misalnya posisi menghindari nyeri),

waspada, pola tidur berubah, anoreksia, fokus menyempit, berfokus

pada diri sendiri.


8

e. Skala nyeri

Skala nyeri menurut Judha, dkk (2012) adalah sebagai berikut:

1) Skala dezkripsi intensitas nyeri sederhana

Simple Descriptive Pain Intensive Scale1

├─────┼─────┼─────┼─────┼─────┤

No Mild Moderate Severe Very Worst

Pain Pain Pain Pain Severe Pain Possible Pain

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri hebat

Nyeri Ringan Sedang Hebat Sangat tidak terkontrol

Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskripsi

2) Skala intensitas nyeri numeric

0 – 10 Numeric Pain Intensity Scale1

├──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┤

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

No pain Moderate pain Worst possible pain

Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik

3) Skala analog visual

Choose a Number from 0 to 10 That Best Describes Your Pain

No Distressing Unbrearable

Pain Pain Pain

├──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┼──┤

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

ASK PATIEN ABOUT THEIR PAIN

INTENSITY-LOCATION-ONSET-DURATION-VARIATION-QUALITY

Gambar 2.3 Skala Nyeri Analog Visual


9

Visual Analog Scale (VAS)2

├────────────────────────────┤

No Pain as bad as

Pain it could possibly be

Gambar 2.4 Skala Nyeri Analog Visual2

4) Skala nyeri dengan “Observasi Perilaku”.

Tabel 2.1. Skala Nyeri Observasi Perilaku


SCORING
Kategori
0 1 2

Muka Tidak ada Wajah Sering dahi tidak


ekspresi menyeringai atau konstan, rahang
tertentu atau dahi berkerut, menegang, dagu
tersenyum menyendiri gemetar.

Kaki tidak ada posisi Gelisah, resah dan Menendang atau


atau relaks menegang kaki disiapkan

Aktivitas Berbaring, Menggeliat, Menekuk, kaku


posisi normal, menaikkan atau menghentak
mudah punggung dan
bergerak. maju, menegang

Menangis Tidak menangis Merintih, atau Menangis keras,


(Bangun atau merengek, berpekik atau
tidur) kadang-kadang sedu, sering
mengeluh. mengeluh.
10

Hiburan Isi, relaks Kadang-kadang kesulitan untuk


hati tentram menghibur atau
dengan sentuhan, kenyamanan.
memeluk,
berbicara untuk
bisa mengalihkan
perhatian.

Total skor 0 – 10

5) Skala peringkat intensitas nyeri

PAIN INTENSITY RATING SCALE

Visual Analogue Scale

No pain─────────────────────── Worst Pain

Katakan pada pasien untuk menunjukkan pada garis, dimana rasa nyeri

itu terasa jika dibentangkan dalam garis antara tidak nyeri dengan nyeri

sekali.

Gambar 2.5. Skala Peringkat Intensitas Nyeri

6) Skala peringkat nyeri secara grafik

Skala nyeri menurut Hayward (1975) dalam Mubarak (2008)

GRAFIC RATING SCALE

|____|____|____|____|____|____|____|____|____|____|

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.6 Skala Nyeri Grafik

Keterangan skala:

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan.


11

Secara Ojektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

4 – 6 : Nyeri sedang.

Secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7 – 9 : Nyeri berat.

Secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,

tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan

distraksi.

10 : Nyeri berat tidak terkontrol.

Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

f. Fisiologi nyeri

Proses terjadinya nyeri menurut Mubarak (2008) terdapat 4 fase yaitu

1) Fase transduksi : pada fase ini stimulus atau rangsangan yang

membahayakan (misalnya prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi

P) yang mensensitisasi nosiseptor.

2) Fase transmisi : pada fase ini terdiri atas tiga bagian yaitu pada bagian

pertama, nyeri merambat dari serabut saraf perifer ke medula spinalis.

Bagian kedua, transmisi nyeri dari medula spinalis menuju batang otak

dan talamus melalui spinotalamikus. Bagian ketiga sinyal tersebut

diteruskan ke korteks sensorik somatik tempat nyeri dipersepsikan.

3) Fase persepsi : pada fase ini individual mulai menyadari adanya nyeri.
12

4) Fase modulasi : pada fase ini, neuron di batang otak mengirimkan sinyal-

sinyal kembali ke medula spinalis.

g. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Mubarak (2008) faktor yang mempengaruhi adalah :

1) Etnik dan nilai budaya

2) Tahap perkembangan

3) Lingkungan dan individu pendukung

4) Pengalaman nyeri sebelumnya

5) Ansietas dan stress

2. Konsep fraktur

a. Definisi

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Linda

dalam Padila, 2012).

Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan

jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi

tersebut lengkap atau tidak lengkap, fraktur lengkap terjadi apabila seluruh

tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh

ketebalan tulang (Price, 1998 dalam Muttaqin, 2008)

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang

rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2012)


13

b. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur menurut Helmi (2012) antara lain :

1) Klasifikasi penyebab

a) Fraktur traumatik : fraktur yang disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba

mengenai tulang dengan kekuatan yang besar.

b) Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan oleh kelemahan tulang

sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.

c) Fraktur stress : fraktur yang disebabkan oleh trauma yang terus

menerus pada suatu tempat tertentu

2) Klasifikasi jenis fraktur

a) Fraktur terbuka

b) Fraktur tertutup

c) Fraktur kompresi

d) Fraktur stress

e) Fraktur avulsi

f) Greenstick fraktur

g) Fraktur transversal

h) Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)

i) Frakter impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke dalam tulang

lainnya)

3) Klasifikasi klinis

a) Fraktur tertutup : dimana kulit tidak tembus oleh fragmen tulang

sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan dunia luar.


14

b) Fraktur terbuka : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak.

c) Fraktur dengan komplikasi : fraktur yang disertai dengan komplikasi.

4) Klasifikasi radiologis

Klasifikasi fraktur berdasarkan penilaian radiologis yaitu penilaian

lokalisasi/letak fraktur meliputi : diafasia, metafisial, intraartikular dan

fraktur dengan dislokasi.

c. Fase penyembuhan tulang

Fase penyembuhan tulang menurut Helmi (2012) :

1) Fase inflamasi

Pada fase ini terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan

pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang

mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera

kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan

membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Padat saat ini terjadi

inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung

beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

2) Fase proliferasi sel

Sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi, terbentuk

benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk

revaskularisasi, serta invasi fibroblas dan osteoblas.

3) Fase pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh

mencapai sisi lain sampai celah tulang terhubungkan. Fragmen patah


15

tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan serat tulang

imatur. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua

sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan

endokondrial. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,

penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.

4) Fase remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati

dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.

Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun

bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi

tulang, dan stress fungsional pada tulang. Ketika remodeling telah

sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.

d. Faktor –faktor penyembuhan fraktur

Menurut Helmi (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan

tulang di antaranya adalah :

1) Umur penderita

2) Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

3) Pergeseran awal fraktur

4) Vaskularisasi pada kedua fragmen

5) Reduksi serta imobilisasi

6) Waktu imobilisasi

7) Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak

8) Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal

9) Cairan sinovia
16

10) Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

11) Nutrisi

12) Vitamin D

e. Komplikasi fraktur

Menurut Helmi (2012) komplikasi fraktur meliputi :

1) Komplikasi awal

a) Syok : syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

b) Kerusakan arteri : pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh

tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma

yang lebar serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh

tindakan emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit,

tindakan reduksi dan pembedahan.

c) Sindrom kompartemen : sindrom kompartemen adalah suatu kondisi

di mana terjadi terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah

dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah. Kondisi

sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya terjadi pada

fraktur yang dekat persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah

tulang.

d) Infeksi : infeksi dapat terjadi karena sistem pertahanan tubuh rusak

bila ada trauma jaringan


17

e) Avaskular nekrosis : avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran

darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis

tulang dan diawali dengan adanya volkmans ischemia

f) Sindrome emboli lemak : sindrome emboli lemak adalah komplikasi

serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang, terjadi

karena sel-sel lemak yang dihasilkan sum-sum tulang masuk ke aliran

darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang

ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea

dan demam.

2). Komplikasi lama

a) . Delayed union

Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh dan tersambung

dengan baik, hal ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke

tulang.

b). Non union

Non union adalah fraktur yang tidak sembuh dalam waktu 6-8 bulan

dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi

palsu)

c) . Mal union

Mal union adalah keadaan di mana fraktur sembuh pada saatnya,

tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,

pemendekan atau menyilang.


18

B. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan yang

merupakan tahap paling menentukan bagi tahap berikutnya (Walid, 2012).

Menurut Muttaqin (2008) dan Padila (2012) pengkajian yang muncul pada

klien dengan post op fraktur cruris antara lain :

1. Identitas klien

Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,

pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis, nomor rekam medis.

2. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan Provoking

Inciden : Apakah ada peristiwa yang mnjadi faktor prepitasi nyeri.

Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah

seperti terbakar, berdenyut/menusuk.

Region radiation : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar/

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

Saverity ( scale of pain ) : seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien, bisa

berdasarkan nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada

malam hari/siang hari.


19

3. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh

trauma/kecelakaan, degeneratif, dan patologis yang didahului dengan

perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak,

kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.

4. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur cruris) atau pernah

punya penyakit yang menular / menurun sebelumnya.

5. Riwayat penyakit keluarga

Pada keluarga pasien ada atau tidak yang menderita esteoporosis, arthritis dan

tuberkulosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.

6. Pemeriksaan fisik (head to toe)

a. Keadaan umum : kesadaran penderita, keadaan penyakit dan tanda-

tanda vital.

b. Kepala : tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri.

c. Leher : tidak ada ganguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.

d. Wajah : wajah terlihat menahan sakit, bagian wajah yang lain tidak ada

perubahan fungsi dan bentuk, wajah simetris tidak ada lesi dan edema.

e. Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (pada fraktur

tertutup, karena tidak terjadi perdarahan) klien fraktur terbuka dengan

banyaknya perdarahan yang keluar biasanya mengalami konjungtiva

anemis.
20

f. Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keaadaan normal. Tidak ada

lesi atau nyeri tekan.

g. Hidung :

Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.

h. Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi

perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

i. Thorax

1) Paru – Paru

Inspeksi : pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

Palpasi : pergerakan sama atau simetris, fremitus teraba sama.

Perkusi : suara resonan diseluruh lapang paru, tidak ada suara

tambahan lainnya.

Auskultasi : suara nafas normal (vesikuler) tidak ada suara nafas

tambahan.

2) Jantung

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : iktus cordis tidak teraba

Perkusi : bunyi dullnes diseluruh jantung.

Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara tambahan.

j. Abdomen :

Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada benjolan dan lesi.

Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20x/menit

Palpasi : turgor baik, hepar tidak teraba


21

Perkusi : suara thympani.

k. Genetalia :

Tidak ada penyakit kelamin dan gangguan lainnya.

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola resepsi dan tatalaksana hidup sehat.

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakakutan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

membantu penyembuhan tulangnya.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu

berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS

disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.

c. Pola eliminasi

Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan

imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi pada miksi pasien

tidak mengalami gangguan.

d. Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan

oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.

e. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari fraktur

sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/keluarga.


22

f. Pola persepsi dan konsep diri

Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada

dirinya, pasien takut cacat seumur hidup / tidak dapat bekerja lagi.

g. Pola sensori kognitif

Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif

atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.

h. Pola hubungan peran

Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan

interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.

i. Pola penanggulangan stress

Perlu ditanya apakah membuat pasien menjai stress dan biasanya masalah

dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.

j. Pola reproduksi seksual

Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami

pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak

akan mengalami gangguan.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta

perlindungan / mendekatkan diri dengan Allah SWT.

8. Pengkajian tambahan

a. Pemeriksaan radiologi

Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak, tipis

tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
23

rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction, sela sendi serta bentuknya

arsitektur sendi.

b. Pemeriksaan laboratorium

1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat, dehidrogenase (LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

C. Patofisiologi

1. Penyebab

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan (Graham, 1993 dalam Padila, 2012). Tapi apabila

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka

terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang (Carpenito, 1995 dalam Padila, 2012). Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

dengan vasodilatasi, eksudasi, plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah
24

putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya (Black, et al 1993 dalam Padila, 2012)

Manifestasi terjadinya fraktur cruris karena adanya trauma pada daerah

ekstremitas bawah sehingga kekuatan daya trauma lebih besar daripada

kemampuan daya menahan dari tulang cruris menyebabkan fraktur cruris

terbuka yang mengakibatkan kerusakan neurovaskular, kerusakan pembuluh

darah, kerusakan fragmen tulang, spasme otot, cedera jaringan lunak sehingga

pada akhirnya terjadilah kerusakan integritas kulit (Muttaqin,2008).


25

2. Proses terjadinya masalah

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi

kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Trauma muskuloskeletal yang

dapat mengakibatkan fraktur adalah trauma langsung dan tidak langsung.

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada area tulang, hal

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur

yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami

kerusakan. Trauma tidak langsung yaitu apabila trauma dihantarkan ke daerah

yang lebih jauh dari daerah fraktur, biasanya pada keadaan ini jaringan lunak

tetap utuh. Pada fraktur cruris biasanya disebabkan oleh adanya trauma

abduksi tibia terhadap femur saat kaki terfiksasi pada dasar (Padila, 2012)

3. Akibat yang timbul dari masalah

Akibat yang timbul dari masalah adalah nyeri, hilangnya fungsi,

deformitas, pemendekan ekstremitas bawah karena kontraksi otot yang

melekat di atas dan di bawah tempat fraktur, krepitasi serta pembengkakan,

perubahan warna lokal pada kulit akibat trauma dan perdarahan pada fraktur

(Muttaqin, 2008)

D. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon

manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari

individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan

perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan

(Walid, 2012).
26

Diagnosa yang muncul pada klien dengan post op fraktur cruris menurut

Nurarif (2016) antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan

fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

suplai darah ke jaringan

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan

traksi (pen, kawat, sekrup)

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer

menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi)

6. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume darah

akibat trauma (fraktur)

E. Intervensi

Intervensi adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam

diagnosis keperawatan

1. Tujuan perawatan yang ingin dicapai (nursing outcome criteria)

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan

fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak.

NOC : tingkat nyeri, kontrol nyeri, tingkat kenyamanan.

Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi


27

Kriteria hasil :Mampu mengontrol nyeri, tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari

bantuan)

NIC :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan

4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

5) Kurangi faktor presipitasi nyeri

6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

7) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,

relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

9) Tingkatkan istirahat

10) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,

berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur

11) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali
28

b) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

suplai darah ke jaringan

NOC : status sirkulasi, perfusi jaringan serebral

Tujuan : ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi

Kriteria hasil: mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan

tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada

ortostatik hipertensi, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

(tidak lebih dari 15 mmHg)

NIC :

1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul

2) Monitor adanya paretese

3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau

laserasi

4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi

5) batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

6) monitor kemampuan BAB

7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

8) Monitor adanya tromboplebitis

9) Diskusikan penyebab perubahan sensasi


29

c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)

NOC : Integritas jaringan: kulit dan mukosa, membran, akses hemodialisis

Tujuan : integritas kulit kembali adekuat

Kriteria hasil : integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,

elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi), tidak ada luka/lesi pada kulit,

perfusi jaringan baik, menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan

kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang, mampu melindungi kulit

dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.

NIC :

1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

2) Hindari kerutan pada tempat tidur

3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

5) Monitor kulit akan adanya kemerahan

6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang

tertekan

7) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

8) Monitor status nutrisi pasien

9) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

10) Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan

11) Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,

karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus


30

12) Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka

13) Kolaborasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin

14) Cegah kontaminasi feses dan urin

15) Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

16) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

NOC : gerakan : aktif, level mobilitas, perawatan diri : ADLs, kemampuan

berpindah.

Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuan.

Kriteria hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan

kekuatan dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu

untuk mobilisasi (walker)

NIC :

1) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon

pasien saat latihan

2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai

dengan kebutuhan

3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah

terhadap cedera

4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


31

6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri

sesuai kemampuan

7) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi

kebutuhan ADLs pasien.

8) Berikan alat bantu jika klien memerlukan.

9) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan.

e) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer

menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi)

NOC : status imun, pengetahuan mengontrol infeksi, mengontrol resiko

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan

kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam

batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat, mendeskripsikan proses

penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta

penatalaksanaannya

NIC :

1) Monitor tanda dan gejala infeksi

2) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

3) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

4) Inspeksi kondisi luka / insisi bedah

5) Berikan perawatan kulit

6) Berikan terapi antibiotik bila perlu

7) Pertahankan tekhnik aseptik


32

8) Tingkatkan intake nutrisi.

9) Monitor, hitung granulosit, WBC

10) Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,

drainase

f) Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume darah

akibat trauma (fraktur)

NOC : pencegahan syok, manajemen syok

Tujuan : syok tidak terjadi

Kriteria hasil : Nadi dalam batas yang diharapkan, irama jantung dalam

batas yang diharapkan, frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan, irama

pernafasan dalam batas yang diharapkan, natrium, klorida, kalsium,

magnnesium dan PH darah dalam batas normal.

NIC :

1) Monitor status sirkulasi, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,

nadi dan ritme.

2) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan

3) Monitor suhu dan pernafasan

4) Monitor input dan output

5) Pantau nilai laboratrium

6) Monitor tanda dan gejala asites

7) Monitor tanda awal syok

8) Berikan cairan IV atau oral yang tepat

9) Monitor fungsi neurologis

10) Monitor EKG


33

11) Memantau faktor penentu pengiriman jaringan oksigen

(misalnya, Pa02 kadar hemoglobin Sa02, CO) jika tersedia.

E. Implementasi

Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan serta menilai data yang baru (Walid, 2012)

Salah satu format catatan perkembangan yang diorientasikan ke arah proses

keperawatan adalah metode DAR (Fischbach, 1991 dalam Kenney, 2009) yaitu

sebagai berikut :

D : Data berisikan informasi subjektif dan objektif

A : Action (tindakan) berisikan tindakan segera dan selanjutnya

R : Response (respon) berisikan respon klien terhadap tindakan.

Sistem DAR ini memberikan pendekatan yang positif dibandingkan sistem

berorientasi pada masalah, selain itu sistem ini lebih dapat diadaptasi untuk

penggunaan diagnosis keperawatan sebagai fokus dari dokumentasi tersebut.

Langkah-langkah dalam implementasi menurut Walid (2012) adalah

1. Tahap persiapan yang meliputi review rencana tindakan keperawatan, analisis

pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, antisipasi komplikasi yang

akan timbul, mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mengidentifikasi

aspek-aspek hukum dan etik, memperhatikan hak-hak pasien antara lain : hak

atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan, hak atas

informasi, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas second opinion.
34

2. Tahap Pelaksanaan yang meliputi berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan

dan kriteria hasil, memperhatikan keamanan fisik dan psikologis klien.

3. Tahap sesudah pelaksanaan yang meliputi menilai keberhasilan tindakan,

mendokumentasikan tindakan yang meliputi aktivitas/tindakan perawat,

hasil/respons pasien, tanggal/jam, nomor diagnosis keperawatan, tanda tangan.

F. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan

pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Walid, 2012)

Evaluasi meliputi dua macam yaitu evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses

adalah evluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi,

dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan

secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan

keberhasilan/ketidakberhasilan, kekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan

klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan (Walid, 2012)

Menurut Kenney (2009), untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau

memantau perkembangan klien digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER

yang penggunaanya tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER

adalah sebagai berikut:

S : Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

O :Data objektif
35

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat

secara langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

A : Analisis

Interprestasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis merupakan suatu

masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat

dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status

kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalan data subjektif dan

objektif.

P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya.

I : Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen perencanaan.

E : Evaluasi

Respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

R : Reasesment

Reasesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan

setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan,

dimodifikasi atau dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai