Anda di halaman 1dari 8

Pelaksanaan pembelajaran saat ini lebih banyak dilakukan secara klasikal dimana semua siswa

dianggap sama dalam segala hal baik kemampuan, gaya belajar, kecepatan pemahaman, motivasi belajar

dan sebagainya; padahal karakteristik siswa berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain. Perbedaan

karakteristik siswa sering diabaikan oleh guru sehingga berpengaruh pada kualitas hasil pembelajaran.

Secara prinsip tujuan pembelajaran adalah agar siswa berhasil menguasai bahan pelajaran sesuai dengan

indikator yang telah ditetapkan. Karena dalam setiap kelas berkumpul siswa dengan kemampuan yang

berbeda-beda (kecerdasan, bakat dan kecepatan belajar) maka perlu diadakan pengorganisasian materi,

sehingga semua siswa dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah

ditetapkan dalam waktu yang disediakan. Salah satu cara yang cukup relevan untuk memecahkan

permasalahan tersebut adalah penerapan pembelajaran individual, yang memberi kepercayaan pada

kemampuan individual untuk belajar mandiri. Salah satu model pembelajaran individu adalah sistem

pembelajaran modul (Wena,2009: 224).

Menurut Russel (1974) sistem pembelajaran modul akan menjadikan pembelajaran lebih

efisien, efektif dan relevan. Modul merupakan seperangkat pengalaman belajar yang berdiri sendiri yang

digunakan untuk mempermudah siswa mencapai seperangkat tujuan yang telah ditetapkan. Modul adalah

suatu bingkisan bahan pelajaran tertulis yang dapat dipelajari oleh siswa dengan autoaktivitasnya, dimana

layanan dan bimbingan guru diatur sesedikit mungkin (Soemirat,1980:3). Salah satu model yang

dikembangkan dalam pembelajaran konstruktivis adalah Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Model

belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif

sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi, dan organisasi dalam struktur kognitif (equilibrasi).1Dalam hal

ini belajar diartikan sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungan. Model pembelajaran learning

cycle 5 fase menghubungkan pengetahuan awal siswa untuk membentuk pengetahuan baru melalui

1
Rafidatul Anisa, Rayendra Wahyu Bachtiar, and Bambang Supriadi, ‘PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA
BERBASIS LEARNING CYCLE 5E POKOK BAHASAN’, 181–88.
beberapa tahapan atau fase yaitu engagement (membangkitkan minat dan rasa keingintahuan),

exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan konsep), elaboration (penerapan konsep), dan evaluation

(evaluasi).2

Dalam rangka meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa IPA Terpadu khususnya

fisika, perlu adanya suatu strategi yang mampu mengembangkan cara berpikir siswa agar dapat

mengkonstruksi pengetahuan siswa. Strategi tersebut antara lain dengan menggunakan modul. Modul

diharapkan dapat menjadi wahana penyalur pesan atau informasi belajar yang merangsang pikiran,

perhatian, minat, sehingga terjadi proses belajar mengajar. Modul yang digunakan dengan

mengembangkan 5 tahapan/fase dalam model siklus belajar ( learning cycle ) diharapkan akan

mempermudah pemahaman siswa tentang konsep-konsep dalam teks, ilustrasi yang komunikatif dan

memudahkan siswa mengaitkan teori dan konsep fisika dengan permasalahan yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran dengan modul fisika model siklus belajar akan

memudahkan guru untuk mengorganisasikan pembelajaran dengan mengaktifkan siswa dalam belajar.

Melalui serangkaian kegiatan dalam modul fisika model siklus belajar, siswa akan lebih mudah

mengkonstruksi pengetahuan (kognitif) yang didapatkannya melalui kegiatan praktikum dan berdiskusi

untuk berbagi informasi sehingga prestasi belajar siswa akan meningkat. Alasan digunakannya modul fisika

model siklus belajar adalah didalam modul fisika model siklus belajar terdapat tahap-tahap yang dapat

membantu siswa untuk lebih aktif sehingga sesuai jika diterapkan pada materi gerak yang smenuntut

banyak dilakukan kegiatan praktikum sehingga keaktifan siswa sangat berperan disini.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru fisika di SMP Negeri 32 Surabaya bahwa

guru-guru fisika tidak menggunakan bahan ajar berupa modul yang dirancang sendiri. Guru hanya

mengandalkan buku teks dari penerbit tertentu. Metode yang diterapkan juga monoton dan konvensional

2
Maria Theresa Andy Lusia, ‘PENGEMBANGAN MODUL FISIKA BERORIENTASI LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI GERAK
KELAS VII SMP Maria Theresa Andy Lusia , Alimufi Arief’, 02.03 (2013), 147–51.
yaitu ceramah atau tanya jawab sehingga suasana belajar kurang efektif dan menarik. Selain itu buku teks

yang digunakan di sekolah, dirancang hanya lebih ditekankan pada misi penyampaian pengetahuan/fakta

belaka tanpa memikirkan bagaimana buku tersebut agar mudah dipahami siswa. Akibatnya, pada saat

membaca buku siswa merasa bosan karena sulit dipahami. Untuk itu peneliti ingin mengembangkan

pembelajaran menggunakan modul fisika model siklus belajar (Learning Cycle) di SMP N 32 Surabaya.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti memilih judul “ Pengembangan Modul Fisika Berorientasi

Learning Cycle 5E Pada Materi Gerak Kelas VII SMP 32 ”.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara

terbimbing. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan

hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu, IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan

membahas tentang fakta serta gejala alam.Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA

tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan

pembelajaran yang melatih keterampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Pendidikan IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan seharihari. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi

agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti, dkk (2014), pembelajaran IPA yang diterapkan oleh

guru di lapangan saat ini cenderung dilaksanakan secara klasikal yakni hanya bergantung pada buku teks,

dan metode pengajaran dititikberatkan pada proses menghafal konsep, teori, dan hukum. Akibatnya IPA

sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Berdasarkan pengalaman peneliti
sewaktu melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL), pembelajaran IPA yang dilakukan hanya

menggunakan bahan ajar yang ditetapkan. Selain itu penyajian materi dalam bahan ajar kurang aplikatif.

Bahan ajar dalam konteks pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting karena bahan ajar

merupakan suatu komponen yang harus dikaji, dicermati, dipelajari, dan dijadikan sebagai bahan materi

yang harus dikuasai oleh siswa dan sekaligus dapat memberikan pedoman untuk mempelajarinya.3 Bahan

ajar merupakan salah satu faktor yang mampu memperkuat motivasi siswa untuk belajar. Bahan ajar yang

didesain secara lengkap dan memadai akan mempengaruhi suasana pembelajaran sehingga proses belajar

yang terjadi pada diri siswa menjadi lebih optimal. Dengan bahan ajar yang didesain secara bagus dan

dilengkapi isi dan ilustrasi yang menarik akan menstimulasi siswa untuk memanfaatkan bahan

pembelajaran sebagai bahan belajar atau sebagai sumber belajar. Salah satu alternatif bahan ajar yang

dapat dikembangkan oleh guru untuk pembelajaran IPA adalah modul. Modul merupakan suatu bahan ajar

yang dirancang secara sistematis, menarik dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur

sehingga dapat dipelajarai oleh siswa secara mandiri. Modul pembelajaran mencakup isi materi, metode

dan evaluasi yang dapat digunakan siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Dengan

menggunakan modul siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga pembelajaran

semakin efektif dan efisien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Irawati (2015), pengorganisasian materi

yang baik dalam modul diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami materi dengan lebih baik,

sehingga diharapkan siswa mampu mencapai ketuntasan belajar. Selain itu menurut Rosyidah, dkk (2013),

pengembangan moduljuga dapat digunakan untuk mengatasi kejenuhan siswa dalam pembelajaran. Guru

harus memiliki kemampuan mengembangkan bahan ajar yang bervariasi agar pembelajaran yang akan

diterapkan tidak monoton dan cenderung membosankan bagi peserta didik. Salah satu materi pada kelas

VIII SMP adalah zat aditif dalam bahan makanan, materi ini membutuhkan penyajian yang aplikatif karena

3
Dyah Tri, ‘Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Learning Cycle 5E Pada Materi Zat Aditif Dalam
Makanan’, 8.3 (2016), 220–24.
materi ini sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan ajar

yang dapat menyajikan materi secara aplikatif, menyediakan pengetahuan dasar tentang zat aditif dalam

makanan dan dikembangkan dengan menerapkan strategi pembelajaran tertentu yang dapat

membangkitkan minat dan mengajak siswa untuk aktif membangun pengetahuannya sehingga mancapai

tujuan pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi siswa serta

menjadikan siswa lebih aktif adalah learning cycle 5E. Learning cycle 5E merupakan strategi pembelajaran

yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle 5E) merupakan salah satu

model pembelajaran yang dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

membangun pemahaman melalui serangkaian kegiatan yang berulang. Fokus pembelajaran tidak hanya

ditekankan pada pemahaman konsep tetapi lebih kepada proses perolehan konsep, perluasan, sampai

pada aplikasi konsep dalam konteks yang nyata. Model learning cycle5E adalah model pembelajaran yang

terdiri dari tahap–tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai

kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.Tahapan yang

terdapat dalam learning cycle 5E yaitu: (1) pembangkitan minat (engangment), (2) eksplorasi (exploration),

(3) penjelasan (explantion), (4) elaborasi (elaboration), (5) evaluasi (evaluation). Penelitian Marek (2008),

menunjukkan bahwa pendekatan siklus belajar membantu siswa memahami ide-ide ilmiah, meningkatkan

penalaran ilmiah mereka, dan meningkatkan mereka keterlibatan di kelas sains.Selain itu menurut

Hanuscin dan Lee (2008), siklus belajar sebagai alur cerita konseptual yang membantu siswa dalam

mengembangkan pemahaman yang lebih untuk memilih dan kegiatan urutan belajar untuk pengajaran

mereka sendiri.

Perangkat pembelajaran berbasis 5E learning cycle yang di buat merupakan upaya peneliti dalam

memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah yang masih bersifat pasif, berpusat pada guru, dan

penyajiannya secara verbal. Diharapkan dengan adanya perangkat pembelajaran berbasis 5E Learning

Cycle ini, hasil belajar siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dapat mengalami peningkatan.
5E learning Cycle melibatkan siswa secara langsung dalam aktivitas membangun pengetahuannya dan

berbasis konstruktivis yang sesuai untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Model ini terdiri di 5 fase yaitu

engagement (menarik minat siswa), exploration (menyelidiki), explanation (menjelaskan), elaboration

(menerapkan), dan Evaluation (menilai) (Bybee et al., 2006). Model 5E Learning Cycle adalah model yang

efektif digunakan dalam pelajaran IPA pada tema Energi dalam Sistem Kehidupan. Dalam penelitian

Hidayat (2014:1) tentang penerapan model 5E Learning Cycle menyatakan bahwa setiap tahap kegiatan

dalam model 5E Learning Cycle memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif membangun konsep-

konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Qarareh (Risdiana,

2014:5) mengemukakan teori konstruktivisme merupakan salah satu dari teoriteori pendidikan yang

terpenting yang mampu membangkitkan kemampuan berpikir siswa dalam membuat mereka aktif,

interaktif, dan positif selama proses pembelajaran.4 Pembelajaran konstruktivistik lebih menekankan

kepada pembelajaran aktif yang memungkinkan siswa untuk berkreasi, sehingga semua siswa dapat

mencapai hasil belajar yang meningkat atau memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka

miliki (Sudarni, 2014:1). Berdasarkan uraian di atas, masalah utamanya adalah bagaimana perangkat

pembelajaran yang dikembangkan berbasis 5E Learning Cycle pada pokok bahasan energi dapat

meningkatkan hasil belajar siswa sekolah menengah pertama. Untuk itu peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian yang berjudul “Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis 5E learning cycle

pada pokok bahasan energi untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah menengah pertama”.

4
Nancy Adriana Lalawi, Soeparman Kardi, and Tjipto Prastowo, ‘PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
BERBASIS 5E LEARNING CYCLE PADA POKOK BAHASAN ENERGI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA’, 34 (2017), 145–54.
Model learning cycle digunakan pada modul karena model ini sesuai jika diterapkan untuk pendekatan

scientific. Hubungan antara pendekatan scientific 5M dan model learning cycle 5E menurut Purnamasari

(2014) yaitu sebagai berikut. Mengamati (observes) dapat dilakukan pada fase engangement. Menanya

(questions) dapat dilakukan pada fase exploration. Mengumpulkan informasi (experiments/explores)

dapat dilakukan pada fase explanation. Mengasosiasi (analyzes) dapat dilakukan pada fase elaboration.

Mengkomunikasikan (communicates) dapat dilakukan pada fase evaluation.5

Tahapan learning cycle 5E yang dikemukakan oleh Lorsbach (2001) dalam Solihin (2010) adalah

sebagai berikut. Engagement (mengajak), pada fase ini guru berupaya membangkitkan minat, mendorong

kemampuan berpikir, dan membantu siswa mengakses kemampuan awal yang telah dimiliki. Exploration

(menggali), pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara mandiri maupun secara

berkelompok tanpa pengajaran langsung oleh guru untuk menguji hipotesisnya melalui kegiatan-kegiatan

seperti praktikum dan telaah literatur. Explanation (menjelaskan), pada fase ini guru mendorong siswa

untuk menjelaskan konsep yang sedang dipelajari dengan kalimat sendiri, selanjutnya guru membantu

mengklarifikasi atau melengkapi penjelasan yang diajukan siswa. Elaboration (aplikasi), kegiatan belajar

pada fase ini siswa menerapkan konsepkonsep yang telah dimiliki pada situasi baru melalui kegiatan-

kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. Evaluation (evaluasi), pada fase ini digunakan

untuk mengevaluasi pengalaman belajar yang telah diperoleh siswa dan refleksi untuk melakukan siklus

lebih lanjut yaitu untuk proses pembelajaran selanjutnya. Menurut Lorsbach (2001) dalam Solihin (2010),

modul dengan model learning cycle 5E memiliki keunggulan yaitu mengarahkan cara berpikir siswa dari

hal yang sederhana ke arah yang lebih kompleks yang selanjutnya menghubungkan pengetahuan ke

fenomena di kehidupan sehari-hari.

5
Peni Handayani, ‘PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME MODEL LEARNING CYCLE 5E MATERI
ENERGI DALAM SISTEM KEHIDUPAN UNTUK SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 6 MALANG’, 2013.

Anda mungkin juga menyukai