dianggap sama dalam segala hal baik kemampuan, gaya belajar, kecepatan pemahaman, motivasi belajar
dan sebagainya; padahal karakteristik siswa berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain. Perbedaan
karakteristik siswa sering diabaikan oleh guru sehingga berpengaruh pada kualitas hasil pembelajaran.
Secara prinsip tujuan pembelajaran adalah agar siswa berhasil menguasai bahan pelajaran sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan. Karena dalam setiap kelas berkumpul siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda (kecerdasan, bakat dan kecepatan belajar) maka perlu diadakan pengorganisasian materi,
sehingga semua siswa dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah
ditetapkan dalam waktu yang disediakan. Salah satu cara yang cukup relevan untuk memecahkan
permasalahan tersebut adalah penerapan pembelajaran individual, yang memberi kepercayaan pada
kemampuan individual untuk belajar mandiri. Salah satu model pembelajaran individu adalah sistem
Menurut Russel (1974) sistem pembelajaran modul akan menjadikan pembelajaran lebih
efisien, efektif dan relevan. Modul merupakan seperangkat pengalaman belajar yang berdiri sendiri yang
digunakan untuk mempermudah siswa mencapai seperangkat tujuan yang telah ditetapkan. Modul adalah
suatu bingkisan bahan pelajaran tertulis yang dapat dipelajari oleh siswa dengan autoaktivitasnya, dimana
layanan dan bimbingan guru diatur sesedikit mungkin (Soemirat,1980:3). Salah satu model yang
dikembangkan dalam pembelajaran konstruktivis adalah Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Model
belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif
sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi, dan organisasi dalam struktur kognitif (equilibrasi).1Dalam hal
ini belajar diartikan sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungan. Model pembelajaran learning
cycle 5 fase menghubungkan pengetahuan awal siswa untuk membentuk pengetahuan baru melalui
1
Rafidatul Anisa, Rayendra Wahyu Bachtiar, and Bambang Supriadi, ‘PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN FISIKA
BERBASIS LEARNING CYCLE 5E POKOK BAHASAN’, 181–88.
beberapa tahapan atau fase yaitu engagement (membangkitkan minat dan rasa keingintahuan),
exploration (eksplorasi), explanation (penjelasan konsep), elaboration (penerapan konsep), dan evaluation
(evaluasi).2
Dalam rangka meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa IPA Terpadu khususnya
fisika, perlu adanya suatu strategi yang mampu mengembangkan cara berpikir siswa agar dapat
mengkonstruksi pengetahuan siswa. Strategi tersebut antara lain dengan menggunakan modul. Modul
diharapkan dapat menjadi wahana penyalur pesan atau informasi belajar yang merangsang pikiran,
perhatian, minat, sehingga terjadi proses belajar mengajar. Modul yang digunakan dengan
mengembangkan 5 tahapan/fase dalam model siklus belajar ( learning cycle ) diharapkan akan
mempermudah pemahaman siswa tentang konsep-konsep dalam teks, ilustrasi yang komunikatif dan
memudahkan siswa mengaitkan teori dan konsep fisika dengan permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran dengan modul fisika model siklus belajar akan
memudahkan guru untuk mengorganisasikan pembelajaran dengan mengaktifkan siswa dalam belajar.
Melalui serangkaian kegiatan dalam modul fisika model siklus belajar, siswa akan lebih mudah
mengkonstruksi pengetahuan (kognitif) yang didapatkannya melalui kegiatan praktikum dan berdiskusi
untuk berbagi informasi sehingga prestasi belajar siswa akan meningkat. Alasan digunakannya modul fisika
model siklus belajar adalah didalam modul fisika model siklus belajar terdapat tahap-tahap yang dapat
membantu siswa untuk lebih aktif sehingga sesuai jika diterapkan pada materi gerak yang smenuntut
banyak dilakukan kegiatan praktikum sehingga keaktifan siswa sangat berperan disini.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru fisika di SMP Negeri 32 Surabaya bahwa
guru-guru fisika tidak menggunakan bahan ajar berupa modul yang dirancang sendiri. Guru hanya
mengandalkan buku teks dari penerbit tertentu. Metode yang diterapkan juga monoton dan konvensional
2
Maria Theresa Andy Lusia, ‘PENGEMBANGAN MODUL FISIKA BERORIENTASI LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI GERAK
KELAS VII SMP Maria Theresa Andy Lusia , Alimufi Arief’, 02.03 (2013), 147–51.
yaitu ceramah atau tanya jawab sehingga suasana belajar kurang efektif dan menarik. Selain itu buku teks
yang digunakan di sekolah, dirancang hanya lebih ditekankan pada misi penyampaian pengetahuan/fakta
belaka tanpa memikirkan bagaimana buku tersebut agar mudah dipahami siswa. Akibatnya, pada saat
membaca buku siswa merasa bosan karena sulit dipahami. Untuk itu peneliti ingin mengembangkan
pembelajaran menggunakan modul fisika model siklus belajar (Learning Cycle) di SMP N 32 Surabaya.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti memilih judul “ Pengembangan Modul Fisika Berorientasi
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
terbimbing. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu, IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan
membahas tentang fakta serta gejala alam.Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA
tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan
pembelajaran yang melatih keterampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan seharihari. Proses
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti, dkk (2014), pembelajaran IPA yang diterapkan oleh
guru di lapangan saat ini cenderung dilaksanakan secara klasikal yakni hanya bergantung pada buku teks,
dan metode pengajaran dititikberatkan pada proses menghafal konsep, teori, dan hukum. Akibatnya IPA
sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Berdasarkan pengalaman peneliti
sewaktu melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL), pembelajaran IPA yang dilakukan hanya
menggunakan bahan ajar yang ditetapkan. Selain itu penyajian materi dalam bahan ajar kurang aplikatif.
Bahan ajar dalam konteks pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting karena bahan ajar
merupakan suatu komponen yang harus dikaji, dicermati, dipelajari, dan dijadikan sebagai bahan materi
yang harus dikuasai oleh siswa dan sekaligus dapat memberikan pedoman untuk mempelajarinya.3 Bahan
ajar merupakan salah satu faktor yang mampu memperkuat motivasi siswa untuk belajar. Bahan ajar yang
didesain secara lengkap dan memadai akan mempengaruhi suasana pembelajaran sehingga proses belajar
yang terjadi pada diri siswa menjadi lebih optimal. Dengan bahan ajar yang didesain secara bagus dan
dilengkapi isi dan ilustrasi yang menarik akan menstimulasi siswa untuk memanfaatkan bahan
pembelajaran sebagai bahan belajar atau sebagai sumber belajar. Salah satu alternatif bahan ajar yang
dapat dikembangkan oleh guru untuk pembelajaran IPA adalah modul. Modul merupakan suatu bahan ajar
yang dirancang secara sistematis, menarik dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur
sehingga dapat dipelajarai oleh siswa secara mandiri. Modul pembelajaran mencakup isi materi, metode
dan evaluasi yang dapat digunakan siswa untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Dengan
menggunakan modul siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga pembelajaran
semakin efektif dan efisien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Irawati (2015), pengorganisasian materi
yang baik dalam modul diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami materi dengan lebih baik,
sehingga diharapkan siswa mampu mencapai ketuntasan belajar. Selain itu menurut Rosyidah, dkk (2013),
pengembangan moduljuga dapat digunakan untuk mengatasi kejenuhan siswa dalam pembelajaran. Guru
harus memiliki kemampuan mengembangkan bahan ajar yang bervariasi agar pembelajaran yang akan
diterapkan tidak monoton dan cenderung membosankan bagi peserta didik. Salah satu materi pada kelas
VIII SMP adalah zat aditif dalam bahan makanan, materi ini membutuhkan penyajian yang aplikatif karena
3
Dyah Tri, ‘Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Learning Cycle 5E Pada Materi Zat Aditif Dalam
Makanan’, 8.3 (2016), 220–24.
materi ini sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu bahan ajar
yang dapat menyajikan materi secara aplikatif, menyediakan pengetahuan dasar tentang zat aditif dalam
makanan dan dikembangkan dengan menerapkan strategi pembelajaran tertentu yang dapat
membangkitkan minat dan mengajak siswa untuk aktif membangun pengetahuannya sehingga mancapai
tujuan pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi siswa serta
menjadikan siswa lebih aktif adalah learning cycle 5E. Learning cycle 5E merupakan strategi pembelajaran
yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle 5E) merupakan salah satu
model pembelajaran yang dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membangun pemahaman melalui serangkaian kegiatan yang berulang. Fokus pembelajaran tidak hanya
ditekankan pada pemahaman konsep tetapi lebih kepada proses perolehan konsep, perluasan, sampai
pada aplikasi konsep dalam konteks yang nyata. Model learning cycle5E adalah model pembelajaran yang
terdiri dari tahap–tahap kegiatan yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai
kompetensikompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.Tahapan yang
terdapat dalam learning cycle 5E yaitu: (1) pembangkitan minat (engangment), (2) eksplorasi (exploration),
(3) penjelasan (explantion), (4) elaborasi (elaboration), (5) evaluasi (evaluation). Penelitian Marek (2008),
menunjukkan bahwa pendekatan siklus belajar membantu siswa memahami ide-ide ilmiah, meningkatkan
penalaran ilmiah mereka, dan meningkatkan mereka keterlibatan di kelas sains.Selain itu menurut
Hanuscin dan Lee (2008), siklus belajar sebagai alur cerita konseptual yang membantu siswa dalam
mengembangkan pemahaman yang lebih untuk memilih dan kegiatan urutan belajar untuk pengajaran
mereka sendiri.
Perangkat pembelajaran berbasis 5E learning cycle yang di buat merupakan upaya peneliti dalam
memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah yang masih bersifat pasif, berpusat pada guru, dan
penyajiannya secara verbal. Diharapkan dengan adanya perangkat pembelajaran berbasis 5E Learning
Cycle ini, hasil belajar siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dapat mengalami peningkatan.
5E learning Cycle melibatkan siswa secara langsung dalam aktivitas membangun pengetahuannya dan
berbasis konstruktivis yang sesuai untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Model ini terdiri di 5 fase yaitu
(menerapkan), dan Evaluation (menilai) (Bybee et al., 2006). Model 5E Learning Cycle adalah model yang
efektif digunakan dalam pelajaran IPA pada tema Energi dalam Sistem Kehidupan. Dalam penelitian
Hidayat (2014:1) tentang penerapan model 5E Learning Cycle menyatakan bahwa setiap tahap kegiatan
dalam model 5E Learning Cycle memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif membangun konsep-
konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Qarareh (Risdiana,
2014:5) mengemukakan teori konstruktivisme merupakan salah satu dari teoriteori pendidikan yang
terpenting yang mampu membangkitkan kemampuan berpikir siswa dalam membuat mereka aktif,
interaktif, dan positif selama proses pembelajaran.4 Pembelajaran konstruktivistik lebih menekankan
kepada pembelajaran aktif yang memungkinkan siswa untuk berkreasi, sehingga semua siswa dapat
mencapai hasil belajar yang meningkat atau memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka
miliki (Sudarni, 2014:1). Berdasarkan uraian di atas, masalah utamanya adalah bagaimana perangkat
pembelajaran yang dikembangkan berbasis 5E Learning Cycle pada pokok bahasan energi dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sekolah menengah pertama. Untuk itu peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian yang berjudul “Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis 5E learning cycle
pada pokok bahasan energi untuk meningkatkan hasil belajar siswa sekolah menengah pertama”.
4
Nancy Adriana Lalawi, Soeparman Kardi, and Tjipto Prastowo, ‘PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
BERBASIS 5E LEARNING CYCLE PADA POKOK BAHASAN ENERGI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA’, 34 (2017), 145–54.
Model learning cycle digunakan pada modul karena model ini sesuai jika diterapkan untuk pendekatan
scientific. Hubungan antara pendekatan scientific 5M dan model learning cycle 5E menurut Purnamasari
(2014) yaitu sebagai berikut. Mengamati (observes) dapat dilakukan pada fase engangement. Menanya
dapat dilakukan pada fase explanation. Mengasosiasi (analyzes) dapat dilakukan pada fase elaboration.
Tahapan learning cycle 5E yang dikemukakan oleh Lorsbach (2001) dalam Solihin (2010) adalah
sebagai berikut. Engagement (mengajak), pada fase ini guru berupaya membangkitkan minat, mendorong
kemampuan berpikir, dan membantu siswa mengakses kemampuan awal yang telah dimiliki. Exploration
(menggali), pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara mandiri maupun secara
berkelompok tanpa pengajaran langsung oleh guru untuk menguji hipotesisnya melalui kegiatan-kegiatan
seperti praktikum dan telaah literatur. Explanation (menjelaskan), pada fase ini guru mendorong siswa
untuk menjelaskan konsep yang sedang dipelajari dengan kalimat sendiri, selanjutnya guru membantu
mengklarifikasi atau melengkapi penjelasan yang diajukan siswa. Elaboration (aplikasi), kegiatan belajar
pada fase ini siswa menerapkan konsepkonsep yang telah dimiliki pada situasi baru melalui kegiatan-
kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. Evaluation (evaluasi), pada fase ini digunakan
untuk mengevaluasi pengalaman belajar yang telah diperoleh siswa dan refleksi untuk melakukan siklus
lebih lanjut yaitu untuk proses pembelajaran selanjutnya. Menurut Lorsbach (2001) dalam Solihin (2010),
modul dengan model learning cycle 5E memiliki keunggulan yaitu mengarahkan cara berpikir siswa dari
hal yang sederhana ke arah yang lebih kompleks yang selanjutnya menghubungkan pengetahuan ke
5
Peni Handayani, ‘PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS KONSTRUKTIVISME MODEL LEARNING CYCLE 5E MATERI
ENERGI DALAM SISTEM KEHIDUPAN UNTUK SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 6 MALANG’, 2013.