Anda di halaman 1dari 32

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepemimpinan Dalam Manajemen Keperawatan


1. Pengertian Kepemimpinan
Menurut Sullivan dan Decker (1989), kepemimpinan merupakan
penggunaan ketrampilan seseorang, dalam mempengaruhi orang lain
untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya. Kepemimpinan merupakan interaksi antar kelompok,
proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam pencapain tujuan.

Claus dan Bailey dalam Lancaster dan Lancaster (1982),


mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang
mempengaruhi anggota kelompok, bergerak menuju pencapain tujuan
yang ditentukan.

Kepemimpinan adalah suatu proses aktivitas untuk


mempengaruhi dan mengorganisir orang lain atau kelompok dalam
upaya kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan prestasi
(Swansburg, R. C., & Swansburg, R. J., 1998).

Berdasarkan ketiga pandangan ini dapat disimpulkan bahwa


kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam
mencapai tujuan suatu organisasi. Kepemimpinan dalam keperawatan
merupakan penggunaan ketrampilan seorang pemimpin (perawat) dalam
mempengaruhi perawat-perawat lain dibawah pengawasannya untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan
dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan dapat tercapai.
Setiap perawat mempunyai potensi yang berbeda dalam kepemimpinan,
namun ketrampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat
ditingkatkan.

2. Tipe Kepemimpinan
8

Dalam organisasi secara umum terdapat dua macam tipe


kepemimpinan, antara lain:

a. Kepemimpinan Formal

Kepemimpinan formal diangkat secara resmi berdasarkan surat


keputusan, duduk dalam jabatan tertentu pada struktur organisasi dan
memiliki hak serta kewajiban, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Ada legitimasi.
2) Kekuasaan dan kewenangan jelas.
3) Memenuhi persyaratan formal.
4) Didukung oleh organisasi formal.
5) Mendapat imbalan/penghargaan.
6) Memperoleh promosi dan mutasi.
7) Dapat dikenai sanksi dan hukuman.
b. Kepemimpinan Informal.
Kepemimpinan informal tidak diangkat secara formal, tetapi memiliki
beberapa keunggulan dan dapat diterima oleh berbagai pihak, dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tidak memiliki legitimasi.
2) Ditunjuk dan diakui oleh masyarakat.
3) Tidak mendapat dukungan organisasi formal.
4) Tidak mendapat imbalan jasa / sukarela.
5) Tidak dapat dipromosikan atau dimutasikan.
6) Tidak perlu persyaratan formal.
7) Tidak dapat dihukum secara formal.
Kepemimpinan informal pada dasarnya ditentukan oleh status sosial,
meliputi: Keturunan, kekayaan, pendidikan, pengalaman hidup,
kharismatik dan karakteristik herediter atau jasa.

3. Gaya Kepemimpinan
9

Penerapan suatu gaya kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh


persepsi pimpinan tentang perannya, nilai-nilai yang dianut, sikap dalam
mengemudikan jalannya organisasi, perilaku kepemimpinan dan gaya
kepemimpinan yang dominan. Tipologi kepemimpinan saat ini antara
lain:
a. Otokratik.
Pada gaya kepemimpinan otokratik, pemimpin melakukan kontrol
yang maksimal terhadap bawahan, membuat keputusan sendiri dalam
menentukan tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan otokratik tidak
meningkatkan partisipasi dan kerja sama antara bawahan dengan
pemimpin. Perilaku pemimpin yang otokratik sering menimbulkan
kekecewaan dan ketidakpuasan dari bawahan. Gaya kepemimpinan
otokratik efektif digunakan dalam keadaan darurat. Disamping itu
juga bermanfaat bila pemimpin adalah satu-satunya orang yang
menjadi sumber informasi dan keterampilan tertentu, dengan
kemampuan bawahan yang terbatas.
Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan otokratik adalah:
1) Menuntut ketaatan penuh dari bawahan.
2) Disiplin kerja tinggi dan kaku, ketaatan bawahan lebih hanya
dikarenakan rasa takut.
3) Nada keras dalam memberikan instruksi, egois, tidak mau
menerima saran dan pandangan bawahan serta menerapkan
komunikasi satu arah.
4) Tujuan organisasi sama dengan tujuan pribadi.
5) Organisasi dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
pribadi.
6) Menganggap dirinya sebagai sumber kehidupan organisasi.
7) Kekuasaan bersifat sentralisasi dan pengambilan keputusan
tanpa melibatkan bawahan.
8) Pembenaran segala cara untuk mencapai tujuan.
9) Setiap hambatan dianggap sebagai penghalang, dan akan
disingkirkan.
10

10) Memperlakukan bawahan sebagai alat.


11) Berorientasi pada tugas.
12) Perilaku kekuasaan formal.
b. Demokratik.
Pada gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin menghargai
karakteristik dan kemampuan bawahannya. Pemimpin menggunakan
posisinya untuk mendapatkan pandangan bawahannya serta memotivasi
mereka untuk mencapai tujuan dan membiasakan mereka untuk
membuat keputusan tertentu bagi dirinya. Dengan gaya kepemimpinan
demokratik, bawahan akan merasa puas dan merasa dibutuhkan dalam
bekerja untuk mencapai tujuan organisasi.
Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan demokratik adalah:
1) Memandang perannya sebagai kordinator dan integrator.
2) Pendekatan holistik dan integratik.
3) Organisasi sebagai wahana untuk mencapai tujuan bersama.
4) Organisasi perlu disusun agar keragaman kegiatan dapat semuanya
terakomodasi.
5) Berprinsip bahwa perbedaan perlu menjamin kebersamaaan.
6) Memperlakukan bawahan secara manusiawi dan menyadari berbagai
kebutuhan bawahan (fisik, psikologis, spiritual, sosial budaya,
prestise dan pengembangan).
7) Pengambilan keputusan ditetapkan bersama yang bertujuan untuk
meningkatkan tanggung jawab.
8) Dihormati oleh karyawan dan bukan ditakuti.
9) Menumbuhkan dan mengembangkan kreatifitas dan inovasi
bawahan.
10) Bertanggung jawab terhadap kesalahan bawahan.
11) Memberikan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi.
12) Mengutamaklan kepentingan bersama.
13) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang praktis dan
realistis.
c. Paternalistik.
11

Gaya kepemimpinan paternalistik terdapat pada lingkungan tradisional


karena adanya kekuatan ikatan primordial, sistem keluarga besar,
komunalistik, peran adat istiadat, dan hubungan pribadi yang dekat antar
anggota masyarakat.
Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan paternalistik adalah:
1) Terdapat pada lingkungan tradisional: kekuatan ikatan primordial, sistem
keluarga besar, komunalistik, peran adat istiadat, dan hubungan pribadi
yang dekat antar anggota masyarakat.
2) Rasa hormat pada orang yang lebih tua dan keteladanan.
3) Persepsi pemimpin dipengaruhi oleh harapan bawahan.
4) Harapan bawahan: pemimpin tidak mementingkan diri sendiri, tetapi
memperhatikan kepentingan bawahan.
5) Harapan pemimpin: kepemimpinannya tidak dipertanyakan.
6) Legitimasi kepemimpinan: merupakan hal yang wajar dan biasa.
7) Mengutamakan kebersamaan, fokus pada keadilan dan pemerataan.
8) Pemimpin bersikap kebapakan, hubungan atasan dan bawahan bersifat
informal.
9) Bawahan dianggap belum matang.
10) Bersikap melindungi sehingga bawahan takut bertindak.
11) Pemimpin merupakan sumber informasi.
12) Pengambilan keputusan tanpa melibatkan bawahan.
d. Kharismatik.
Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan kharismatik adalah:
1) Daya tarik memikat dan mampu memperoleh pengikut dalam jumlah
besar.
2) Penampilan fisik, usia dan harta bukan prasyarat.
3) Memiliki kekuatan gaib/ajaib.
4) Mampu menggunakan berbagai gaya kepemimpinan.

e. Laissez - Faire.
Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan bebas tindak,
menyerahkan perannya sebagai pimpinan kepada bawahannya, dengan
bimbingan yang minimal atau tidak ada sama sekali. Kepercayaan diberikan
12

kepada bawahan untuk melaksanakan tugasnya dengan cara yang sesuai


dengan pola kerja. Gaya kepemimpinan ini efektif bila bawahan mempunyai
kemampuan dan tanggung jawab yang tinggi. Gaya kepemimpinan ini akan
menimbulkan keresahan bawahan bila kurang mempunyai kemampuan dan
tanggung jawab karena mereka tidak dapat menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
Ciri-ciri dari gaya kepemimpinan laissez-faire adalah:
1) Konsep: organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena
anggotanya cukup mengetahui tujuan dan sasaran organisasi dan tugas
yang akan dikerjakan.
2) Berperan pasif dan tidak mau campur tangan.
3) Falsafah: manusia memiliki solidaritas, kesetiaan, taat pada norma-norma
dan peraturan yang telah ditetapkan serta bertanggung jawab terhadap
tugas.
4) Mempunyai nilai saling mempercayai.
5) Bersikap permisif, menganggap bawahan sebagai rekan kerja.
6) Kepentingan dan tujuan organisasi tetap difokuskan.
7) Pendelegasian sangat ekstensif.
8) Pengambilan keputusan diserahkan pada pimpinan tingkat
bawah/operasional.
9) Status quo organisasi tidak terganggu.
10) Pertumbuhan dan perkembangan diserahkan kepada bawahan.
11) Intervensi pimpinan sangat minim.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan


Penerapan suatu gaya kepemimpinan oleh seorang pemimpin sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Kompleksitas tugas.
b. Ketersediaan waktu.
c. Besarnya kelompok kerja.
d. Pola komunikasi.
e. Tingkat pendidikan bawahan.
f. Kebutuhan untuk prestasi dan kebersamaan.
13

5. Pemimpin Yang Efektif Dalam Keperawatan


Menurut Tappen (1995) ada enam komponen penting ciri dari pemimpin yang
efektif untuk mengarahkan orang-orang/ bawahan dalam organisasi
keperawatan, antara lain:
a. Memiliki Pengetahuan yang cukup.
1) Pengetahuan kepemimpinan:
 Teori kepemimpinan.
 Pengertian kepemimpinan.
 Gaya kepemimpinan.
 Pemimpin yang efektif.
2) Pengetahuan keperawatan:
 Subtansi ilmu keperawatan.
 Ketrampilan.
 Peningkatan dan pengembangan
ilmu keperawatan secara terus menerus.
 Menyadari kekuatan.
 Kekuasaan personal untuk orang
lain.
3) Berpikir kritis:
 Mengkaji asumsi gagasan dan
kegiatan yang masuk akal.
 Pemimpin berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran.
 Pekerjaan yang rutinitas akan
menghambat inovasi.
b. Memiliki Kesadaran diri.
Kesadaran diri berkontribusi kepada pengembangan hubungan
interpersonal yang efektif. Peningkatan kesadaran diri sendiri dapat terjadi
dengan mempelajari perilaku manusia, mengobservasi reaksi orang lain
terhadap perilaku kita dan umpan balik dari orang lain tentang perilaku
yang kita tampilkan. Komponen kesadaran diri sangat membantu untuk
menjadi seorang pemimpin yang efektif, karena:
14

1) Dapat mengenal diri sendiri.


2) Dapat mengenal gejala dari kecemasan.
3) Dapat mengungkapkan perasaan dengan kehangatan dan
menghormati orang lain dengan positif.
4) Seseorang akan lebih fleksibel, lebih mandiri, kurang tergantung
pada orang lain bila menyadari dan menerima keunikan dirinya.
5) Bila kesadaran diri rendah, cenderung mempunyai respons yang
berbeda dari yang diharapkan orang lain.
6) Kesadaran diri penting, karena kita akan menyukai diri sendiri, lebih
menyenangkan, dan memikirkan diri kita sebagai seorang pemimpin.
c. Komunikasi yang Efektif.
Agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik dalam suatu
kepemimpinan, seorang pemimpin yang efektif harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1) Pendengar aktif, sebagai pendengar yang baik membutuhkan
kosentrasi dan berusaha untuk melakukan klarifikasi bila terjadi
ketidak jelasan informasi, menebak atau mengira-ngira akan
menimbulkan ketidak akuratan.
2) Mengikuti aliran informasi, hal ini dilakukan dengan cara
sering bertemu yang bertujuan untuk mencegah salah pengertian.
3) Asertif, komunikasi yang diulang berkali-kali, jelas dan
langsung adalah penting untuk kepemimpinan yang efektif.
4) Memberikan umpan balik, karena umpan balik sangat
dibutuhkan oleh anggota tim.
5) Hubungan dan jaringan komunikasi.
6) Mengkomunikasikan visi.
d. Memiliki Energi.
1) Energi tidak dinilai hanya dari fisik tetapi juga dari situasi
perasaan.
2) Energi yang tinggi dapat meningkatkan efektifitas dalam
memimpin, karena saat berinteraksi tingkat energi seorang pemimpin
akan mempengaruhi respons orang lain.
15

3) Enthusiasm, merupakan semangat yang besar, antusias, dan


kegairahan dari seorang pemimpin yang dapat ditularkan kepada
orang lain.
4) Seorang pemimpin dapat menjaga dan meningkatkan energi
dengan cara menjaga kondisi kesehatan, relaksasi, rekreasi dan
menggunakan teknik kepemimpinan yang efektif.
e. Memiliki Tujuan.
Kepemimpinan yang efektif harus memperhatikan tujuan yang akan
dicapai, meliputi:
1) Tujuan lingkungan (organisasi) dan tujuan kelompok.
2) Tujuan individual (anggota dan pemimpin)
3) Sebuah tujuan, butuh kebersamaan dan pengertian untuk group.
4) Kewajiban pemimpin “bagaimana memulai sesuatu dalam
group”.
5) Untuk mencapai kebersamaan, pemimpin harus memberikan
informasi yang tepat.
f. Melakukan Tindakan/aksi.
1) Pemimpin berorientasi pada kemampuan menentukan dan
tindakan.
2) Pemimpin tidak dapat menunggu orang lain memberitahu apa
yang harus dikerjakan.
3) Berfikir dahulu sebelum berbuat.
4) Bekerja dengan orang lain.
5) Inisiatif dalam pikiran dan kegiatan.

6. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan


Pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan merupakan suatu kegiatan
yang kompleks dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan
keperawatan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan
keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron (1981) kegiatan tersebut
meliputi:
a. Perencanaan dan pengorganisasian.
b. Membuat penugasan dan memberi pengarahan.
16

c. Pemberian bimbingan.
d. Mendorong kerja sama dan partisipasi.
e. Kegiatan koordinasi.
f. Evaluasi hasil penampilan kerja.
Melalui kegiatan-kegiatan ini diharapkan seorang pemimpin
keperawatan dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai manajer
dan pemimpin yang efektif.

B. Konsep Manajemen Keperawatan


1. Definisi Manajemen
Manajemen adalah suatu proses melakukan kegiatan/usaha untuk
mencapai tujuan organisasi melalui kerja sama dengan orang lain (Hersey
dkk cit Suarli, 2002)
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan
menggunakan orang lain (Terry, cit Suarli, 2002).
Manajemen adalah suatu proses merancang dan memelihara suatu
lingkungan dimana orang-orang yang berkerja sama didalam suatu
kelompok dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan seefisien
mungkin (Weihrich dkk, cit Suarli, 2002)
Manajemen adalah pelaksanaan pekerjaan bersama orang lain
(Konte, cit Suarli, 2002).
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif
dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Di mana di dalam
manajemen tersebut mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi
terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi
(Grant & Massey, 1999). Manajemen juga diartikan sebagai suatu
organisasi bisnis yang memfokuskan pada produksi dan banyak hal lain
untuk menghasilkan suatu keuntungan (Nursalam, 2002).
Menurut Gillies (1986) diterjemahkan oleh Dika Sukmana & Rika
Widya Sukmana (1996), manajemen didefinisikan sebagai suatu proses
dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan
Manajemen Keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang professional.
Di sini, manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan,
17

mengorganisir, memimpin, dan mengevaluasi sarana dan prasarana untuk


dapat melaksanakan asuhan keperawatan professional yang seefektif dan
seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat (Nursalam,
2002).
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai suatu metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional,
sehingga diharapkan keduanya dapat saling menopang. Sebagaimana
proses keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri dari :
pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi hasil. Karena manajemen keperawatan mempunyai kekhususan
terhadap mayoritas tenaga daripada seorang pegawai, maka setiap tahap
dalam manajemen keperawatan lebih umit daripada proses keperawatan
(Nursalam, 2002).
2. Pembagian Manajemen
Secara umum jenis atau bidang manajemen dapat dibagi menurut
bidang tugas, lapangan kerja dan tingkatannya. Pembagian tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Bidang tugas
Pembagian bidang tugas dalam pelaksanaannya, dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu bagian personalia, bagian keuangan, bagian
peralatan, bagian produksi dan bagian pemasaran
b. Lapangan kerja
Lapangan kerja secara garis besar terbagi menjadi beberapa
pilihan, diantaranya pendidikan tinggi, rumah sakit, bank, lembaga
pemerintahan dan lain-lain.

c. Tingkat manajemen
Terdiri dari manajemen puncak (top manager), manajer
menengah (middle manager), manager supervisor (supervisory
manager).
3. Fungsi Manajemen
Dalam manajemen, diperlukan peran tiap orang yang terlibat
didalamnya untuk menyikapi posisi masing-masing. Oleh sebab itu
diperlukan adanya fungsi-fungsi yang jelas mengenai manajemen. Ada
18

empat fungsi manajemen yang harus diperhatikan, yaitu perencanaan,


organisasi, penggerak, dan pengawasan.
a. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu keputusan untuk masa yang akan
datang. Artinya, apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan bagaimana
yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara umum, perencanaan dapat ditinjau dari sisi :
1) Proses : pemilihan dan pengembangan tindakan yang paling
menguntungkan untuk mencapai tujuan.
2) Fungsi : kepemimpinan dengan kewenangan yang dapat
mengarahkan kegiatan dan tujuan yang harus dicapai organisasi
dan
3) Keputusan : apa yang akan dilakukan untuk waktu yang akan
datang.
Tabel 2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen secara ringkas.

G.R. Terry L. Gulick S.P. Siagian H.Fayol


Planning Planning Planning Planning
Organizing Organizing Organizing Organizing
Actuating Staffing Motivating Commanding
Controlling Directing Controlling Coordinating
Coordinating Controlling
Reporting
Budgeting

C. Konsep Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


Menurut Grant dan Massey (1997) serta Marquis dan Huston (1998),
terdapat lima model asuhan keperawatan profesional (MAKP) yang
sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan, dalam
menghadapi trend pelayanan keperawatan.
1. Fungsional
Hal itu dilakukan sebagai pilihan utama sejak perang dunia
kedua. Waktu itu, karna masih terbatasnya jumlah dan kemampuan
perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi
keperawatan (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di
bangsal. Sistem ini secara umum mempunyai kelebihan dan
19

kekurangan, kelebihannya yaitu menerapkan manajemen klasik yang


menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan
yang baik, perawat senior menyibukkan diri dengan tugas
manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat
junior dan/atau perawat yang belum berpengalaman dan sangat
cocok untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.Sedangkan
kelemahannya tidak memberikan kepuasan bagi pasien maupun
perawat, pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat
menerapkan proses keperawatan, persepsi perawat cenderung kepada
tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja

Kepala Ruangan

Perawat : Perawat : Perawat : Perawat :


Pengobatan merawat luka Pengobatan merawat luka

Pasien/klien
Gambar 2.3 :
Asuhan Keperawatan dengan Model Fungsional (Marqius & Huston, 1998)
2. Keperawatan Tim
Model ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda, dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas tenaga profesional, tenaga teknis, dan pembantu
dalam satu grup kecil yang saling membantu. Sistem ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan . Adapun kelebihannya yaitu merugikan
pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan
proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antartim, sehingga
konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Sedangkan kelemahannya komunikasi antar anggota tim terbentuk
terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan
waktu karena sulit untuk melaksanakannya pada waktu-waktu sibuk.
20

Gambar 2.4
Sistem asuhan dengan model keperawatan tim (Marquis & Huston, 1998, hal
139)

a) Konsep keperawatan tim


Secara garis besar, konsep keperawatan tim ini terdiri atas
beberapa poin yang harus dilaksanakan, yaitu:
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai tekhnik kepemimpinan;
2) Komunikasi yang efektif sangat penting, agar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin;
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
4) Peran kepala ruangan dalam metode tim ini sangat
penting. Artinya, metode tim ini akan berhasil dengan
baik hanya bila didukung oleh kepala ruangan.
b) Tanggung jawab anggota tim
Tanggung jawab ketua tim yaitu:
1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
berada di bawah tanggung jawabnya;
2) Bekerjasama dengan anggota tim dan antartim;
3) Memberikan laporan.
c) Tanggung jawab ketua tim
Tanggung jawab ketua tim yaitu:
1) Membuat perencanaan;
2) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi;
3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien;
4) Mengembangkan kemampuan anggota;
5) Menyelenggarakan konferensi.
d) Tanggung jawab kepala ruangan
21

Secara garis besar, tanggung jawab kepala ruangan


terbagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan.
(1) Perencanaan
Perencanaan seharusnya menjadi tanggung jawab
kepala ruangan pada tahap perencanaan. Tugas bagian
perencanaan ialah:
a) Menunjukkan ketua tim untuk bertugas di ruangan
masing-masing;
b) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya;
c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien,
seperti pasien gawat, pasien transisi, atau pasien
persiapan pulang, bersama ketua tim;
d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktifitas dan kebutuhan klien bersama
ketua tim, serta mengatur penugasan/penjadwalan;
e) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;
f) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan,
program pengobatan, dan mendiskusikan dengan
dokter tentang tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien;
g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan.
Dalam hal ini, yang dapat dilakukan yaitu
membimbing pelaksanaan keperawatan,
membimbing penerapan proses keperawatan dan
menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi
untuk pemecahan masalah, serta memberikan
informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk.
h) Membantu mengembangkan niat untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan diri.
i) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan
dan rumah sakit
(2) Pengorganisasian
22

Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas


meliputi:
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b) Merumuskan tujuan metode penugasan
c) Membuat rentang kemdali kepala ruangan yang
membawahi dua ketua tim dan ketua tim yang
membawahi 2-3 perawat
d) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim
secara jelas
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,
membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada
setiap hari dan lain-lain.
f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h) Mengendelegasikan tugas saat tidak berada
ditempat kepada ketua tim
i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk
mengurus administrasi pasien
j) Mengatur penugasan jadwal pos dari pakarnya
k) Mengeindentifikasikan masalah dan cara
penanganan.
(3) Pengarahan
Tahap pengarahan meliputi :
a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada
ketua tim
b) Memberi pujian kepada anggota tim yang
melaksanakan tugas dengan baik
c) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap
d) Menginformasikan hal – hal yang dianggap penting
dan berhubungan dengan asuhan keperawatan
pasien
e) Melibatkan bawahan yang mengalami kesulitan
dalam melakukan tugasnya
f) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain

(4) Pengawasan
Pengawasan terbagi menjadi dua bagian :
a) Melalui komunikasi
23

Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan


ketua tim maupun pelaksanaan mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien
b) Melalui supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengawasan langsung melalui inspeksi,
mengamati sendiri, atau melalui laporan
langsung secara lisan dan memperbaiki/
mengawasi kelemahan–kelemahan saat itu juga
2. Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek
daftar hadir, ketua tim, membaca, dan
memeriksa rencana keperawatan serta catatan
yang dibuat selama dan sesudah prosese
keperawatan di laksanakan (didokumentasikan)
3. Evaluasi, yaitu mengevaluasi upaya
pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun
bersama ketua tim
4. Audit keperawatan

3. Keperawatan primer
Keperawatan primer ialah metode penugasan dimana satu
orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien. Keperawatan primer mendorong praktek
kemandirian perawat, karena ada kejelasan antara si pembuat
rencana asuhan dan pelaksana. Secara garis besar sistem
keperawatan primer memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun
kelebihannya, bersifat kontiniu dan komrehensif, perawat primer
mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri, keuntungan antara lain terhadap
pasien, dokter dan rumah sakit (Gillies, 1989)
Selain itu, kelebihan yang dirasakan adalah pasien merasa
dihargai karena terpenuhi kebutuhannya secara individu. Selain itu,
asuhan diberikan bermutu tinggi dan akan tercapai pelayanan yang
efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi.
24

Dokter juga merasakan kepuasan dengan sistem/model primer


karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien
yang selalu diperbarui dan komprehensif.

Dokter Kepala Ruangan Sarana Rumah Sakit

Perawat primer

Pasien/klien

Perawat pelaksana Perawat pelaksana Perawat pelaksana jika


(siang) (malam) diperluka (harian)

Gambar 2.5
Sistem Asuhan Keperawatan dengan Model Keperawatan Primer
(Marquis & Huston, 1998, hal. 141).

Sedangkan kelemahannya yaitu : hanya dapat dilakukan oleh


perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
memadai dengan kriteria asertif, self direction, memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinik, akuntabel, serta mampu berkolaborasi
dengan berbagai disiplin.

1) Konsep dasar keperawatan primer


Konsep dasar keperawatan primer adalah:
a) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
b) Ada otonomi;
c) Ada ketertiban pasien dan keluarga.
2) Tugas Perawat Primer
Tugas perawat primer meliputi:
a) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
komprehensif
b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama berdinas
d) Mengomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan
yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
e) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
25

f) Menerima dan menyesuaikan rencana


g) Menyiapkan penyuluhan untuk kepulangan pasien;
h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, dengan cara
kontak dengan lembaga sosial di masyarakat;
i) Membuat jadwal perjanjian klinik;
j) Mengadakan kunjungan rumah.
3) Peran Kepala Ruangan/Bangsal
Peran kepala ruangan/bangsal dalam metode primer adalah:
a) Menjadi konsultan dan pengendali mutu perawat primer;
b) Memberi orientasi dan merencanakan karyawan baru;
c) Menyusun jadwal dinas dan memberi petugasan pada
perawat asisten;
d) Melakukan evaluasi kerja;
e) Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
f) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal
hambatan yang terjadi.
4) Ketenagakerjaan dalam keperawatan primer
Ketenagakerjaan dalam keperawatan primer adalah:
a) Setiap perawat primer adalah perawat bed side;
b) Beban kasus adalah 4-6 orang pasien untuk satu perawat;
c) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
d) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain
maupun perawat nonprofesional sebagai perawat asisten.
4. Manajemen Kasus
Dalam model ini setiap perawat ditugaskan untuk melayani
seluruh kebutuhan pasien saat berdinas. Pasien akan dirawat oleh
perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan
bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Penugasan untuk kasus biasa menggunakan metode satu
pasien-satu perawat. Hal ini umumnya dilaksanakan untuk
perawatan privat atau untuk perawatan khusus, seperti ruang isolasi
dan intensive care. Manajemen kasus secara umum mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya perawat lebih
memahami kasus perkasus, sistem evalusi dan manajerial menjadi
lebih mudah. Sedangkan kekurangannya yaitu perawat
penanggungjawab belum dapat teridentifikasi, perlu tenaga yang
cukup banyak dengan kemampuan dasar yang sama
26

Gambar 2.6
Sistem Asuhan dengan Model Keperawatan Tim (Marquis & Huston, 1998, hal
136)

5. Modifikasi Keperwatan Tim-Primer


Model ini merupakan kombinasi dari 2 sistem, yaitu
keperawatan tim dan keperawatan primer. Menurut Ratna S.
Sudarsono (2000), penatapan model ini di dasarkan pada beberapa
alasan sebagai berikut :
1) Metodel keperawatan primer tidak digunakan secara murni,
karena perawat primer memerlukan latar belakang pendidikan
S1 Keperawatan atau yang setara.
2) Metode keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena
tanggungjawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada
berbagai tim
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut, diharapkan
komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan
keperawatan terdapat kepada perawatan primer. Disamping itu,
karena saat ini sebagian besar perawat yang ada di RS adalah
lulusan SPK, maka mereka akan mendapat bimbingan perawat
primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan
27

7-8 7-8 7-8 7-8


pasien pasien pasien pasien
Gambar 2.7 Modifikasi Model Keperawatan Tim-Primer
Contoh : untuk model ini di perlukan 26 perawat, dengan 4 (empat)
orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi S1/D4 keperawatan,
selain itu di perlukan juga perawat associate (PA) 21 orang, dengan
kualifikasi pendidikan perawat associate, yang terdiri dari lulusan
D3 keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokan tim
pada setiap shift/jaga terlihat padagambar 5.5
Selain diagram di atas, untuk lebih mengetahui peran masing-masing
komponen yang terdiri dari kepala ruangan, perawat primer, dan
perawat associate, dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Peran Masing-Masing Komponen

Kepala Ruangan (KaRu) Perawat Primer (PP) Perawat accociate (PA)


28

1. Menerima pasien 1. Membuat 1. Memberikan ASKEP


2. Mengikuti timbang
baru perencanaan ASKEP
2. Memimpin rapat 2. Mengadakan tindakan terima
3. Mengevaluasi 3. Meleksanakan tugas
kolaborasi
kinerja perawat 3. Memimpin timbang yang dildelegasikan
4. Membuat daftar 4. Mendokumentasikan
terima
dinas 4. Mendelegasikan tugas tindakan keperawatan
5. Menyediakan 5. Memimpin ronde
material keperawatan
6. Melakukan 6. Mengevaluasi
perencanaan dan pemberian ASKEP
7. Bertangungjawab
pengawasan
7. Melakukan terhadap pasien
8. Memberi petunjuk
pengarahan dan
jika pasien akan
pengawasan
pulang
9. Mengisi resume
keperawatan

Standar Dokumentasi Keperawatan


Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Depkes RI bersama dengan
Organisasi Profesi Keperawatan, telah menyusun Standar Asuhan
Keperawatan dan secara resmi Standar Asuhan Keperawatan diberlakukan
untuk diterapkan di seluruh rumah sakit, melalui “SK Direktur Jendral
Pelayanan Medik, No.YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang berlakunya
Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit”. Ini berarti bahwa seluruh
tenaga keperawatan di rumah sakit, dalam memberikan asuhan keperawatan,
harus berpedoman kepada Standar Asuhan Keperawatan dimaksud.
Sistematika penyusunan Standar Asuhan Keperawatan sebagai berikut :
1. Standar I : Pengkajian Keperawatan
Komponen pengkajian keperawatan meliputi :
a. Pengumpulan data :
Kriteria :
1) Menggunakan format yang ada
2) Sistematis
29

3) Diisi sesuai item yang tersedia


4) Actual (baru)
5) Absah (valid)
b. Pengelompokkan data :
Kriteria :
1) Data Biologis
2) Data Psikologis
3) Data Sosial
4) Data Spiritual
c. Perumusan masalah
Kriteria :
1) Kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan.
2) Perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan.

2. Standar II : Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan
pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan
pasien. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan kebutuhan pasien
a. Di buat sesuai dengan wewenang perawat
b. Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala/tanda
(PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)
c. Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata
terjadi
d. Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien kemungkinan
besar akan terjadi
e. Dapat ditanggulangi oleh perawat
3. Standar III : Perencanaan Keperawatan
Perencanaan Keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.
Komponen perencanaan keperawatan meliputi :
30

a. Prioritas masalah
Kriteria :
1) Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan
prioritas pertama
2) Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah
prioritas kedua
3) Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan
prioritas ketiga
b. Tujuan asuhan keperawatan :
Kriteria :
1) Spesifik
2) Bisa diukur
3) Bisa dicapai
4) Realistik
5) Ada batas waktu

c. Rencana tindakan :
Kriteria :
1) Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
2) Melibatkan pasien/keluarga
3) Mempertimbangkan latar belakang budaya pasien/keluarga
4) Menentukan alternatif tindakan yang tepat
5) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku,
lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada
6) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien
7) Kalimat perintah ringkas, tegas dengan bahasanya mudah
dimengerti.
4. Standar IV : Intervensi Keperawatan
Intevensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan
31

serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan


keluarganya.
Kriteria :
1) Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
2) Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio spiritual pasien
3) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada
pasien/keluarga
4) Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
5) Menggunakan sumberdaya yang ada
6) Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
7) Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonimis, privacy dan
mengutamakan keselamatan pasien
8) Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien
9) Merujuk dengan segera bila ada masalah yang mengancam
keselamatan pasien
10) Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan
11) Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
12) Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis
yang telah ditentukan.
Intervensi keperawatan berorientasi pada 14 komponen
keperawatan dasar yang meliputi :
a) Memenuhi kebutuhan oksigen
b) Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit
c) Memenuhi kebutuhan eliminasi
d) Memenuhi kebutuhan keamanan
e) Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik
f) Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
g) Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani
h) Memenuhi kebutuhan spiritual
i) Memenuhi kebutuhan emosional
j) Memenuhi kebutuhan komunikasi
k) Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
32

l) Memenuhi kebutuhan pengobatan dam membantu proses


penyembuhan
m) Memenuhi kebutuhan penyuluhan
n) Memenuhi kebutuhan rehabilitasi
5. Standar V : Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan
berencana untuk menilai perkembangan pasien.
Kriteria :
a. Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi
b. Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan
c. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
d. Evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan
e. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
6. Standar VI : Catatan Asuhan Keperawatan
Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual.
Kriteria :
a. Dilakukan selama pasien dirawat inap dan rawat jalan
b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan
c. Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan
d. Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang
baku
e. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan
f. Setiap pencatatan harus mencantumkan initial/paraf/nama perawat
yang melaksanakan tindakan dan waktunya
g. Menggunakan formulir yang baku
h. Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Depkes RI, 1998)

D. Konsep Ketenagaan dan Perhitungan Tenaga


1. Hakekat Ketenagakerjaan
Hakekat ketenagakerjaan pada intinya adalah pengaturan, mobilisasi
potensi, proses motivasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam
memenuhi kepuasan melalui karyanya. Hal ini berguna untuk tercapainya
tujuan individu, organisasi ataupun komunitas dimana ia berkarya.
33

Keputusan yang di ambil tentang ketenagakerjaan sangat dipengaruhi


oleh falsafah yang dianut oleh pimpinan keperawatan tentang
pendayagunaan tenaga kerja. Misalnya, pandangan tentang motivasi kerja
dan konsep tentang tenaga keperawatan. Dari pandangan dasar tersebut
akan terbentuk pola ketenagakerjaan yang disesuaikan dengan gambaran
pimpinan.
Perekrutan dan seleksi tenaga kerja
Menerima pegawai adalah tugas yang sulit dan dapat menyebabkan
kecemasan. Akan tetapi, disatu sisi hal ini merupakan kesempatan
penting untuk mengadakan perubahan dan pengembangan staf.
Ketenagakerjaan memerlukan koordinasi antara bagian-bagian pelayan
keperawatan. Biasanya, bagian personalia mengadakan penerimaan
pegawai sesuai dengan permintaan yang diajukan dari bagian lain.
Langkah pertama pada perekrutan adalah menstimulasi calon untuk
mengisi posisi yang dibutuhkan. Hal ini tidak sederhana karena tidak
hanya segi teknis kualifikasi, melainkan juga kualitas individu harus
sesuai dengan pekerjaan, susunan, dan tujuan organisasi. Usaha
perekrutan tenaga kerja jangan tergesa-gesa karena dapat mengakibatkan
hasil seleksi yang tidak memuaskan. Selain itu,penempatan tenaga kerja
harus tepat agar tercipta kondisi kerja yang efisien.
Dalam perekrutan, ada 5 kriteria yang harus diperhatikan. kriteria
perekrutan yang dimaksud yaitu:
1) Profil keperawatan saat ini;
2) Program perekrutan;
3) Metode perekrutan;
4) Program pengembangan teanga baru;
5) Prosedur penerimaan, yang melalui tahap seleksi, penentuan
klasifikasi dasar seleksi, proses seleksi, dan prosedur lamaran.
Selain kriteria perekrutan di atas, hal-hal lain yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Syarat yang harus dipenuhi dalam perekrutan, yaitu :
1) Data biografi, berisikan riwayat personal calon, latar belakang
pendidikan, riwayat dan pengalaman kerja, serta data lain yang
dapat menunjang;
2) Surat rekomendasi/referensi dari perusahaan/instansi dimana
calon bekerja sebelumnya;
34

3) Wawancara, untuk mencari informasi, memberi informasi, dan


menentukan apakah calon memenuhi persyaratan untuk posisi
tertentu;
4) Psikotes, untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan,
bakat, dan sikap umum calon.
b. Orientasi dan pengembangan dalam kaitannya dengan prekrutan
1) Orientasi institusi, yang melibatkan penjelasan tentang :
a) Misi rumah sakit, riwayat, dan tujuan spesifik
RS/organisasi,
b) Struktur dan kepemimpinan;
c) Kebijakan personalia, evaluasi kerja, promosi, cuti, dan
lain sebagainya;
d) Perilaku yang diharapkan, pengembangan staf, dan
program pembinaan yang ada;
e) Hubungan antar karyawan dan hubungan dengan
pemimpin;
2) Orientasi pekerjaan, yang melibatkan tindakan untuk:
a) Memahami tujuan bagian keperawatan dan bagian tujuan
diterjemahkan kedalam deskripsi pekerjaan (job
description);
b) Memahami tujuan keperawatan dalam hubungan tujuan
individu;
c) Menciptakan hubungan interpersonal;
d) Memperkenalkan pekerjaan, prosedur, dan kebijakan
yang ada;
e) Melakukan orientasi tempat, fasilitas, dan perlengkapan
yang ada;
f) Menjelaskan deskrisi pekerjaan, sesuai dengan tugas dan
posisi yang diberikan;
c. Penghargaan yang bisa diberikan pada pegawai/karyawan, berupa :
1) Promosi kenaikan pangkat
a) Merupakan reward untuk individu yang berprestasi atau
kesempatan pengembangan
b) Mempertimbangkan senioritas
Manfaat dari promosi, yaitu :
a) Mempertinggi semangat kerja bagi yang berprestasi
b) Menciptakan keseimbangan dan
c) Memotivasi
2) Mutasi, yaitu pemindahan dari suatu pekerjaan/jabatan ke
pekerjaan/jabatan lain. Tujuan dari mutasi, yaitu:
a) Pengembangan,
35

b) Mengurangi kejenuhan,
c) Reorganisasi,
d) Memperbaiki penempatan tenaga kerja yang kurang cocok,
e) Memberi kepuasan kerja, dan
f) Memperbaiki kondisi kesehatan.
d. Hambatan dalam ketenagakerjaan yang biasanya muncul, berupa :
1) Absensi (karyawan tidak masuk kerja).
Hal ini merupakan kehilangan waktu yang mengakibatkan
kerugian secara kualitas dan ekonomi bagi instansi.
a) Persentase absensi:
Jumlah hari kerja yang hilang × 100%
Jumlah hari kerja efektif
b) Rata-rata frekuensi absensi per tahun:
Total hari absen x 100%
Rata-rata jumlah karyawan
c) Faktor absensi (tidak masuk kerja), biasanya karna tempat
tinggal jauh, kelompok karyawan yang banyak, dan sakit.
d) Pola absensi:
(1) Sering-pendek
(2) Jarang-panjang
(3) Hari-hari tertentu.
e) Cara mengurangi absensi:
(1) Menerapkan sistem pencatatan
(2) Melakukan kunjungan rumah
(3) Memperhatikan kesejahteraan karyawan
(4) Meningkatkan kondisi tempat kerja
(5) Memperbaiki suasana kerja
(6) Menerapkan sistem penghargaan bagi karyawan yang
tidak pernah atau sedikit absensinya.
2) Keluar masuknya tenaga kerja (turn-over).
Penghitungan dalam mengurangi turn-over dapat dilakukan
pada waktu:
a) Proses penerimaan karyawan,
b) Peningkatan penugasan,
c) Perubahan job-description,
d) Pengembangan.
Jumlah tenaga yang keluar x 100%
Jumlah tenaga kerja dalam unit
3) Kejenuhan/ burn-out.
Merupakan keadaan dimana karyawan merasa kemampuan
dirinya semakin kurang dan kerja keras menjadi kurang
produktif. Hal ini biasanya disebabkan oleh:
a) Peran dan fungsi yang kurang jelas,
b) Perasaan terisolasi,
c) Beban kerja berlebihan,
36

d) Terlalu lama disuatu bagian.

e. Formula penentuan ketenagaankerja


Penetapan jumlah tenaga keperawatan merupakan proses
perencanaan dalam hal menentukan berapa banyak tenaga yang
dibutuhkan dalam suatu ruangan dan kriteria tenaga yang dipakai
untuk suatu ruangan tiap shiftnya. Ada beberapa formula dalam hal
penentuan apakah tenaga yang ada saat ini kurang, cukup atau
berlebih. Formula tersebut antara lain :
1) Menurut Gillies (1982)
Kebutuhan tenaga perawat secara kuantitatif dapat
dirumuskan dengan perhitungan sebagai berikut :

Tenaga Perawat (TP) = A x B x 365


(365 – C) x jam kerja/hari
Keterangan :
A : Jam efektif /24 jam
B : BOR x jumlah tempat tidur (jumlah pasien rata-rata/hari)
C : Jumlah hari libur
2) Menurut Douglas (1984)
Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Douglas
dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan pasien untuk
setiap shift seperti tabel 5 berikut :
Tabel 5
Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan Klasifikasi
Ketergantungan Pasien Menurut Douglas

Waktu Kebutuhan Perawat


Klasifikasi Pagi Sore Malam
Minimal 0,17 0,14 0, 07
Intermediate 0,27 0,15 0, 10
Maksimal 0,36 0,30 0,20
Sumber : Douglas, 1984
37

Sedangkan klasifikasi derajat ketergantungan pasien


terhadap keperawatan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a) Perawatan minimal memerlukan waktu 1–2 jam/24 jam,
dengan kriteria:
1. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2. Makan dan minum dilakukan sendiri
3. Ambulasi dengan pengawasan
4. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift
5. Pengobatan minimal, status psikologi stabil
6. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
b) Perawatan intermediet memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam
dengan kriteria :
1. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
3. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
4. Foley catheter/intake output di catat
5. Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan,
memerlukan prosedur
c) Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5–6
jam/24 jam dengan kriteria:
1. Segalanya diberikan/dibantu
2. Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
3. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi
intravena
4. Pemakaian suction
5. Gelisah/disorientasi
3) Menurut Depkes 2002
Kategori asuhan keperawatan menurut Depkes:
a) Asuhan keperawatan minimal
1. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2. Makan dan minum dilakukan sendiri
3. Ambulasi dengan pengawasan
4. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shiff
38

5. Pengobatan minimal status psikologis stabil


b) Asuhan keperawatan sedang
1. Kebersihan diri dibantu makan minum dibantu
2. Observasi tanda tanda vital tiap empat jam
3. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
c) Asuhan keperawatan agak berat
1. Sebagian aktivitas dibantu
2. Observasi tanda tanda vital tiap 2-4 jam
sekali
3. Terpasang folley kateter, intake output
dicatat
4. Terpasang infus
5. Pengobatan lebih dari sekali
6. Persiapan pengobatan perlu prosedur
d) Asuhan keperawatan maksimal
1. Segala aktivitas diberikan perawat
2. Posisi diatur
3. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
4. Makan memerlukan NGT, terapi intra
vena
5. Penggunaan section
6. Gelisah/disorientasi

Anda mungkin juga menyukai