Anda di halaman 1dari 26

Case Report

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun oleh :
dr. Muhammad Fajar Setia Budi

Pendamping:
Dr. Hedi Mulyadora
Dr. Eva Trijaniarti
Dr. Dian Wahyuni, SpA

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAYUNG LENCIR
PERIODE NOVEMBER 2017-2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Kejang Demam
Kompleks” yang merupakan salah satu dari bagian tugas dalam Progam dokter
interenship dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada Dr. Hedi Mulyadora, dr. Eva Trijaniarti dan dr. Dian Wahyuni
Sp. A serta teman-teman interenship RSUD bayung Lencir, yang telah memberi
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini


belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun sebagai bahan pertimbangan perbaikan bagi teman-teman di
Progam dokter interenship RSUD Bayung Lencir nantinya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Bayung Lencir, Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................14
BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Temperatur tubuh normal adalah antara 36,0 sampai 37,7°C di axilla.
Peningkatan temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di
hipotalamus sebagai respons terhadap perubahan tertentu. Demam
didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh menjadi >38,0°C.
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi karena rangsangan
demam, tanpa adanya proses infeksi intrakranial; terjadi pada sekitar 2-4%
anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun.1
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana,
tidak menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam
dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada
keluarga. Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga
kemungkinan, yaitu: (1) kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol dengan
demam sebagai pemicu kejang epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem
saraf pusat atau gangguan elektrolit akibat dehidrasi.1,2
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
saat demam, tidak memenuhi kriteria kejang demam. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan, misalnya infeksi
SSP/Sistem Saraf Pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama dengan
demam.
Mengingat tingginya angka kejadian kejang demam, maka penulis
tertarik untuk menjabarkan kasus mengenai kejang demam kompleks. Pada
laporan kasus kali ini, penulis akan melaporkan sebuah kasus An. AHP usia 4
tahun yang mengalami kejang demam kompleks. Penulis akan memaparkan
beberapa teori mengenai kejang demam, mulai dari definisi hingga
penatalaksanaannya, sehingga nantinya akan menanbah wawasan serta
pengalaman dalam menghadapi pasien seperti ini.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : An. AHP
Umur / Tanggal Lahir : 4 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Pulai Gading
Dikirim oleh : Datang sendiri
MRS : 4 April 2018

B. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita,4 April 2018 pukul 10.00 WIB)
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam, BAB cair

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dibawa orang tua dengan keluhan kejang, kejang terjadi
pada seluruh tubuh, tubuh kelojotan, kejang terjadi selama 10 menit,kejang
berulang sebanyak 3 kali pada 24 jam terakhir, kejang pertama terjadi pada ±
3 jam smrs dan kejang kedua terjadi pada ± 1 jam yang lalu. Intensitas kejang
terjadi selama ± 5 menit, antar kejang pasien sadar dan berteriak-teriak, sakit
kepala disangkal. Pasien sadar sebelum dan setelah kejang serta pada saat
setelah kejang pasien terlihat kelelahan. Kejang didahului oleh demam tinggi.
Demam terjadi sejak 2 hari yll, demam terus menerus. Selain itu pasien juga
mengeluh batuk namun tidak pilek.
Pasien juga mengalami diare sebanyak 2 kali pada pagi hari (± 4 jam
SMRS), konsistensi cair > ampas, sebanyak sepertiga gelas belimbing, darah
(-), lendir (-).

5
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien pernah mengalami serangan kejang sebelumnya pada usia 2
tahun.
 Riwayat trauma kepala disangkal.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga dan Lingkungan sekitar


 Riwayat kejang pada keluarga (+) yaitu pada sepupu pasien yang
berasal dari keluarga laki-laki.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 4 April 2018
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 126 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 38,8°C
SpO2 : 96%
Data Antropometri
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan :110 cm
Kesan : status nutrisi baik

Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normosefali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+, konjungtiva
anemis (-), sklera ikterik (-),
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-), dalam batas normal.
Mulut : Sianosis(-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)

6
Leher : trakea ditengah, simetris, Pembesaran KGB (-)
 Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : statis, dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpasi : stemfremitus kiri = kanan
- Perkusi : hipersonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
ekspirasi.
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : HR: 126 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : datar dan simetris
- Auskultasi : bising usus (+) meningkat
- Palpasi : lemas, hepar dan lien tak teraba, turgor kulit baik,
nyeri tekan (-)
- Perkusi : hipertimpani diseluruh lapang abdomen
 Genitalia : tidak ada kelainan
 Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”

D. PEMERIKSAAN GRM
Kaku kuduk : tidak ada

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Kompleks + Gastroenteritis akut tanpa dehidrasi
2. Epilepsi + Gastroenteritis akut tanpa dehidrasi
3. Meningitis + Gastroenteritis akut tanpa dehidrasi

7
F. DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Kompleks + Gastroenteritis akut tanpa dehidrasi.

G. TATALAKSANA
a) PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium :
Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,5 g/dl 11,0-17,5
Hematokrit 42 % 35,0-50,0
Lekosit 13.200 103/mm3 4.000-10.000
Eritrosit 5,01 106/mm3 3,80-5,80
Trombosit 109.000 103/mm3 150-350
MCV 84,8 µm3 80,0-99,0
MCH 29 pg 26,5-33,5
MCHC 34,2 g/dl 32,00-36,00

b) TERAPI
- IVFD D5 ½ NS gtt XV/m
- Stesolid supp 2x10 mg
- Dumin supp 1x 250 mg
- Paracetamol syrup 4x1,5 cth
- Cefixime syrup 2x50 mg
- Zinc 1x20 mg
- Oralit sach/ BAB cair

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
I. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up

5 Mei 2018 S = pasien sudah tidak demam lagi, batuk berkurang, BAB cair
masih 1 kali, setiap BAB ± sepertiga gelas belimbing, lendir (+),
darah (-).

O = KU : Baik,

HR = 128 x/Menit, RR= 28 x/menit, Suhu = 36,9 °C.

BB= 20 kg

Keadaan Spesifik

Kepala

Bentuk : Normocephali,
Wajah : Simetris , dismorfik (-) , edema (-)
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Ubun-ubun : Frontanemia mayor dan minor belum
menutup. UUB cekung (-)
Mata : CA (-)/(-), SI (-)/(-), sekret (-)/(-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor, edema palpebra(-)/(-),
eksoftalmus(-), enoftalmus(-), strabismus (-), mata cekung
(-)/(-)
Hidung : NCH (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
Telinga : Simetris, otorea (-)

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Statis (kanan sama dengan kiri) dinamis (tidak


ada yang tertinggal), sela iga melebar (-), retraksi (-),

9
Tanggal Follow Up

venektasi (-), massa (-)

Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+)/(+) normal, ronki (-)/(-),


wheezing (-) /(-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi :Batas kanan atas ICS II linea parasternalis,


dextra, batas kiri atas ICS II linea parasternalis
sinistra , batas kanan bawah ICS IV linea
parastrenalis sinistra batas kiri bawah ICS IV
linea midclavicularis

Auskultasi : HR 145 x/menit, reguler, BJ1 & BJ2 (+)

normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), massa (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar just
palpable, lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal.
Ekstremitas Atas
Akral hangat (+)/(+), edema (-)/(-), CRT < 3 detik
Ekstremitas Bawah
Akral hangat (+)/(+), edema (-)/(-), CRT < 3 detik

A : Kejang demam kompleks + gastroenteritis akut tanpa


dehidrasi

10
Tanggal Follow Up

Planning :
 IVFD D 5 ½ NS gtt 15 x/menit makro.
 PCT syrup 4 x 180 mg
 Cefixime syrup 2 x 50 mg
 Zinc 1 x 20 mg
 Oralit tiap BAB/ 1 sachet

6 mei 2018 S = demam (-), abtuk berkurang, diare (-)

O = KU : Baik,

HR = 128 x/Menit, RR= 28 x/menit, Suhu = 36,9 °C.

BB= 20 kg

Keadaan Spesifik

Kepala

Bentuk : Normocephali,
Wajah : Simetris , dismorfik (-) , edema (-)
Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut
Ubun-ubun : Frontanemia mayor dan minor belum
menutup. UUB cekung (-)
Mata : CA (-)/(-), SI (-)/(-), sekret (-)/(-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor, edema palpebra(-)/(-),
eksoftalmus(-), enoftalmus(-), strabismus (-), mata cekung
(-)/(-)
Hidung : NCH (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
Telinga : Simetris, otorea (-)

11
Tanggal Follow Up

Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Statis (kanan sama dengan kiri) dinamis (tidak


ada yang tertinggal), sela iga melebar (-), retraksi (-),
venektasi (-), massa (-)

Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+)/(+) normal, ronki (-)/(-),


wheezing (-) /(-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi :Batas kanan atas ICS II linea parasternalis,


dextra, batas kiri atas ICS II linea parasternalis
sinistra , batas kanan bawah ICS IV linea
parastrenalis sinistra batas kiri bawah ICS IV
linea midclavicularis

Auskultasi : HR 145 x/menit, reguler, BJ1 & BJ2 (+)


normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), massa (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar just
palpable, lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal.
Ekstremitas Atas
Akral hangat (+)/(+), edema (-)/(-), CRT < 3 detik
Ekstremitas Bawah
Akral hangat (+)/(+), edema (-)/(-), CRT < 3 detik

12
Tanggal Follow Up

A : Kejang demam kompleks + gastroenteritis akut tanpa


dehidrasi

Planning :
 IVFD D 5 ½ NS gtt 8 x/menit makro.
 PCT syrup 4 x 180 mg
 Cefixime syrup 2 x 50 mg
 Zinc 1 x 20 mg (dilanjutkan sampai 10 hari)
 Oralit tiap BAB/ 1 sachet
 Pasien boleh pulang

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 38°C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial.2,3
Dengan beberapa keterangan sebagai berikut :
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan
batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta
ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini
melainkan termasuk dalam kejang neonatus.4

3.2 Epidemiologi
Menurut American Academy of Pediatric, Kejang demam terjadi pada
2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.3
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya.Berdasarkan studi
populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–
7%, sedangkan di Jepang 9–10%. Dua puluh satu persen kejang demam
durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya
demam, dan 22% lebih dari 24 jam.2 Sekitar 30% pasien akan mengalami
kejang demam berulang dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang

14
pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9–35% kejang demam
pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut
berkembang ke arah epilepsi.5

3.3 Klasifikasi 4
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu
24 jam.Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam dan Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung
kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a. Kejang lama (>15 menit)
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
Dengan keterangan sebagai berikut :
a. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
b. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.
c. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada
16% anak yang mengalami kejang demam.
3.4 Mekanisme kejang 1,6,7
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan

15
sitokin yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat
seiring kejadian demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap
demam biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan
pirogen endogen atau lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif
sebagai pirogen eksogen. LPS menstimulus makrofag yang akan
memproduksi pro- dan anti-inflamasi sitokin tumor necrosis factor-alpha
(TNF-α), IL-6, interleukin-1 receptor antagonist (IL-1ra), dan prostaglandin
E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel endotelial
circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2)
yang akan mengkatalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang
kemudian menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi
kenaikan suhu tubuh. Demam juga akan meningkatkan sintesis sitokin di
hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan
eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat GABA-ergic,
peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan kejang.1
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari
glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.6,7
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan
oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium
dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan
menyebabkan terjadinya kejang.6,7

16
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.6,7
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai
terjadinya apnea sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan
menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada
terjadinya kelainan neurologis.7

3.5 Diagnosis 6
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di
antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan
homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf
misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
Anamnesis:
1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningitis encephalitis)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran
napas, otitis media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

17
10. Trauma

Pemeriksaan Fisik:
1. Temperatur tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan reflex patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningitis, encephalitis)

3.6 Pemeriksaan Penunjang 1,4


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.

2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis
adalah 0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak
jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
3. Bayi >18 bulan – tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi
B) adalah sebagai berikut:
a. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

18
b. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis
danpemeriksaan klinis
c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam
yangsebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG)
tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang
demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas, misalnya pada kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Menurut kesepakatan UKK Neurologi IDAI 2016 EEG hanya
dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di
otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

4. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
tinggi dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit
gawat darurat.CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang
terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto
X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-
scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya
atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

3.7 Penatalasanaan 1,4


1. Penatalaksanaan Saat Kejang

19
Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat
dan saat pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, dengan cara pemberian secara
perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan
dosis maksimal yang dapat diberikan adalah 10 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang
terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Jika anak
di bawah usia 3 tahun dapat diberi diazepam rektal 5 mg dan untuk anak
di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5 mg. Jika kejang belum
berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikanphenytoin
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti,
maka dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika dengan phenytoin kejang belum berhenti, maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Jika kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam sederhana
atau kompleks dan faktor risikonya.

2. Pemberian Obat pada Saat Demam


2.1 Antipiretik
Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun
para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan
4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10

20
mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid
dapat menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.

2.2 Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu
>38,50 C. Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan
sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital,
carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

2.3 Pemberian Obat Rumatan


Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan
salah satu ciri sebagai berikut:
 Kejang lama dengan durasi >15 menit.
 Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, dan hidrosefalus.
 Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam dengan frekuensi >4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat.Kelainan neurologis tidak
nyata, misalnya keterlambatan perkembangan ringan, bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat.Kejang fokal atau fokal
menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik.

21
2.4 Pengobatan Rumatan
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko
berulangnya kejang.Obat pilihan saat ini adalah valproic
acid.Berdasarkan bukti ilmiah, kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, oleh karena itu
pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam
jangka pendek.Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus,
terutama pada usia kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis valproic acid 15-40
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan phenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.

2.5 Edukasi
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua
dan tak jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal.
Pertama, orang tua perlu diyakinkan dan diberi penjelasan tentang
risiko rekurensi serta petunjuk dalam keadaan akut. Lembaran
tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan keluarga;
penjelasan terutama pada:
• Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
• Memberitahukan cara penanganan kejang.
• Memberi informasi mengenai risiko berulang.
• Pemberian obat untuk mencegah

2.6 Hal yang Harus dikerjakan bila Anak Kejang


• Tetap tenang dan tidak panik.
• Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
• Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

22
lidah mungkin tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
• Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
• Tetap bersama pasien selama kejang.
• Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
• Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.

3.8 Simpulan 1
Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.Kejang demam
merupakan suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat
dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi kausanya.Sebagian besar
kejang demam tidak menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun
kematian.Kejang demam dapat berulang yang kadang menimbulkan
ketakutan dan kecemasan pada keluarga.Diperlukan pemeriksaan sesuai
indikasi dan tatalaksana menyeluruh.Edukasi orang tua penting karena
merupakan pilar pertama penanganan kejang demam sebelum dirujuk ke
rumah sakit.

23
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada tanggal 4 april 2018 pukul 10:00 WIB, seorang anak berusia 4,5 tahun
datang diantar orang tuanya dengan keluhan kejang. Kejang terjadi pada seluruh
tubuh, tubuh kelojotan, kejang terjadi selama 10 menit,kejang berulang sebanyak
3 kali pada 24 jam terakhir, kejang pertama terjadi pada ± 3 jam smrs dan kejang
kedua terjadi pada ± 1 jam yang lalu. Intensitas kejang terjadi selama ± 5 menit,
antar kejang pasien sadar dan berteriak-teriak, sakit kepala disangka. Pada saat
sebelum dan setelah kejang terlihat sadar serta pada saat setelah kejang pasien
terlihat kelelahan. Kejang didahului oleh demam tinggi. Demam terjadi sejak 2
hari yll, demam terus menerus. Kemudian dari hasil pemeriksaaan fisik diketahui
suhu axial didapatkan hasil yaitu 38,8° C. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
awal tersebut diagnosisnya sudah mengarah kearah kejang demam. Kejang
demam sendiri merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38°C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.
Dari riwayat kejang sebelumnya, serta adanya riwayat keluarga dengan
kejang yang didahului demam, dan anak sadar sebelum dan setelah kejang pada
kasus ini dapat menyingkirkan diagnosis banding epilepsy pada kasus ini.
Adanya batuk dan diare pada anak ini juga memperkuat diagnosis kea rah
kejang demam. Dimana penyebab kejang demam adalah proses ekstrakranial
yang menyebabkan perubahan suhu dan perbedaan muatan ion.
Kejang terjadi sebanyak 3 kali dan frekuensi selama 5-10 menit. Kejang
bersifat umum dan diantara kejang pasien sadar, menandakan kejang pada anak
ini termasuk kejang demam kompleks.
Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan kaku kuduk yang artinya tidak
terdapat gejala rangsang meningeal pada anak ini.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diketahui terjadi leukositosis (leukosit
13.200/mm3) pada anak ini. Artinya terdapat proses infeksi bakteri pada anak ini,
dan kemungkinan penyebabnya adalah gastroenteritis. Namun pemeriksaan

24
elektrolit tidak bisa dilakukan di RSUD Bayung lencir, sehingga tidak bisa
diketahui perbedaan keseimbang elektrolit pada kasus ini. Untuk pemeriksaan
penunjang lain dirasa tidak perlu pada kasus ini.
Penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar, dimana pada kasus ini pasien
diberikan :
 Diazepam rectal 1 x 10 mg, kemudian anak masih kejang maka diberikan
lagi diazepam rectal 1 x 10 mg
 Untuk penatalaksanaan demam, pada pasien ini diberikan dumin
supositoria 1 x 250 mg. dan untuk perawatanya diberikan Paracetamol
syrup 4 x 180 mg (1,5 CTH).
 Untuk pengobatan rumatan belum diberikan, mengingat usia, durasi
kejang dan riwayat kejang tidak lebih dari 4 kali dalam satu tahun
terakhir.
 Diberikan terapi antibiotik berupa cefixime syrup 2 x 50 mg karena pada
kasus ini terjadi leukositosis.
 Diberikan terapi tambahan berupa zinc 1 x 20 mg dan oralit merupakan
terapi untuk gastroenteritis, yang merupakan pemicu kejang pada kasus
ini.

Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, hal ini dapat dilihat dari
hasil follow up dimana dari hasil tersebut diketahui setelah 24 jam pertama terjadi
perbaikan pada pasien ini. Sebagian besar kejang demam tidak menyebabkan
penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian.Kejang demam dapat berulang yang
kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.Diperlukan
pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh.Edukasi orang tua
penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang demam sebelum
dirujuk ke rumah sakit.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Arief R.F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam: CDK-232/ vol. 42 no. 9, th.
2015. Countuning Medical Education. Jakarta:Indonesia
2. Recommendations for the management of febrile seizures.2009. Ad Hoc Task
Force of LICE Guidelines. Epilepsia.
3. American Academy of Pediatrics. 2011. Subcommittee on Febrile Seizures.
Pediatri.
4. IDAI. 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam. Unit Kerja
Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. De Siqueira LFM. Febrile seizures: 2010. Update on diagnosis and
management. Rev Assoc Med Bras. 56(4): 489-92.
6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio, Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume 3,
edisi 15. Jakarta: EGC 2005. Page 2059- 2066
7. Lumbantobing SM. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

26

Anda mungkin juga menyukai