Tugas Ets
Tugas Ets
Oleh :
Yhanie Candra Puspitasari
1562084
JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PGRI DEWANTARA JOMBANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Penghitungan pajak penghasilan harus mengetahui tarif pajak yang berlaku yang
sesuai dengan ketentuannya. Ada beberapa tarif yang digunakan untuk
pemotongan PPh Pasal 21 khusus untuk dokter yaitu sebagai berikut:
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, bahwa tarif pajak yang
diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
a. 0 sampai dengan Rp 50.000.000, tarifnya adalah 5%
b. Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarifnya adalah 15%
c. Diatas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarifnya adalah 25%
d. Diatas Rp 500.000.000, tarifnya adalah 30%
Tarif Pasal 4 PP No.80 Tahun 2010
Sesuai dengan Pasal 4 PP No. 80 Tahun 2010 tentang Tarif
Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, bahwa Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang terutang berupa honorarium atau imbalan
lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD,
dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium
atau imbalan lain tersebut. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dimaksud
yaitu bersifat final dengan tarif:
a. Sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI
dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya;
b. Sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan lain bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
c. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan lain bagi pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI
dan Anggota POLRI Golongan Pangkat perwira Menengah dan
perwira Tinggi, dan Pensiunannya
Sebagai contoh Wajib Pajak orang Pribadi penerima penghasilan buka pegawai
antara lain : Pengacara, Arsitek, Dokter, Notaris, Akuntan, Konsultan,
Olahragawan, Pengajar, Peneliti, Penceramah, Bintang Film dan lain-lain.
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan bukan pegawai
dikelompokkan menjasi 3 (tiga) yaitu:
1) Yang dimaksud imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan
merupakan imbalan yang dibyarkan kepada Wajib Pajak orang pribadi
Bukan Pegawai hanya satu kali dalam 1 tahun kalender sehubungan
dengan pekerjaan dan jasa.
2) Dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat tidak
berkesinambungan maka Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Penghasilan
Bruto dengan tidak memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
3) PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan.
Tata Cara Penghitungan
Bersifat
Tidak DPP = 50% x
Berkesinam Penghasilan
bungan Bruto
Tarif yang berlaku adalah tarif umum pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh.
Wajib Pajak yang tidak ber NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi.
Evi M. S, Lucky Analisa Mekanisme Perhitungan, Deskriptif Kualitatif Mekanisme perhitungan Withholding System adalah
Nugroho & Lawe A Pemotongan, Penyetoran dan pajak mengacu pada suatu sistem pemotongan pajak
(2018) Pelaporan Pajak Penghasilan Undang-undang Pajak dimana wewenang untuk
Pasal 21 Pada PT. Bina Swadaya Penghasilan No. 36 th 2008 menentukan besarnya pajak
Konsultan Th 2016. dan Peraturan Direktur terutang seseorang berada pada
Jendral Pajak Nomor: PER- pihak ketiga dan bukan oleh
16/PJ/2016 fiskus maupun oleh Wajib
Pajak itu sendiri. Pihak yang
melakukan pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah
pihak PT. Bina Swadaya
Konsultan, selaku pemberi
kerja.
2.2 Dasar – Dasar Perpajakan
2.2.1 Pengertian Pajak
Dalam membahas pengrtian Pajak, banyak para ahli memberikan
batasan tentang pajak, dan menurut Prof Dr. Rochmat Sumitro, dan
Mardiasmo (2009:1):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani, Guru Besar Hukum Pajak
Universitas Amsterdam, yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso
Brotidihatjo, dalam bukunya, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (Waluyo
dan Wirawan B. Ilyas 2009:4)
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara harus
menyelenggarakan pemerintahan”.
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:
1) Iuran rakyat, dalam perundang undangan pajak negara kita
ditugaskan bahwa pajak merupakan keikutsertaan warga
negara dalam pembangunan nasional.
2) Kepada Kas Negara, UU KUP menegaskan bahwa pajak harus
dibayar ke kas negara atau badan keuangan yang ditunjuk
secara resmi oleh pemerintah (UU KUP Pasal 10).
3) Pajak dipungut berdasarkan UU serta aturan pelaksanaan yang
sifatnya dapat dipaksakan.
4) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya
Kontrapestasi individual oleh pemerintah.
5) Digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara
yang bila pemasukanya masih surplus, digunakan untuk
membiayai Public Investment.
2.2.2 Fungsi Pajak
Terdapat 2 fungsi pajak yaitu:
1) Fungsi Budgeter (Penerimaan)
Pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaranya.
2) Fungsi Regulerent (Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.