Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat,


calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu
ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu
mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan
yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari
fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk
masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea,
muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and
Suddarth, 2002).

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa
nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter
sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R.
Sjamsuhidajat, 1998).

Ureterolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air


kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior. Merupakan benda zat
padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urine pada saluran
kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium,
amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat
(5%), dan sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI SISTEM KEMIH

Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra.

Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Berbentuk menyerupai kacang dengan sisi ceungnya menghadap ke medial. Pada
sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur pembuluh darah,sitem limfatik sistem saraf,
dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. (Purnomo BB, 2009 )

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. (Netter,
2006)

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Kemih

Secara anatomis ginja lterbagi menjadi beberapa bagian :

1. Korteks. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron. Nefron adalah unit fungsional
terkecil ginjal yang terdiri atas:
a. korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
b. tubulus kontortus proksimal
c. lengkung henle
d. tubulus kontortus distal
e. tubulus pengumpul
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, yaitu bagian yang menghubungkan calix mayor dan ureter. (Netter,
2006, urologi):

Gambar 2.2. Bagian-bagian Ginjal

Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi:

1. nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif
jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan
2. nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula,
memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta. (Scanlon VC,
2007, Sanders T, 2007)

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki
ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan
memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,
anterior-inferior, inferior serta posterior. (Netter, 2006)

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis


ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus
dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
persarafan simpatis melalui n.vagus. (Netter, 2006)

Ureter

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin dari
pelvis renalis menuju vesica urinaria. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm.
berjumlah sepasang dan terletak retroperitoneal. (Netter, 2006)

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Adanya katup uretero-vesical
mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Sepanjang perjalanan dari
pelvis renalis menuju vesica urinaria , secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran
diameternya relative lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu yang berasal dari
ginjal sering kali tersangkut di tempat itu. Tempat – tempat tersebut antara lain: perbatasan
pelvis renalis dan ureter ( pelvi-ureter junction ), tempat ureter menyilang arteri iliaka di
rongga pelvis, dan saat ureter masuk ke buli-buli. (Purnomo BB, 2009)

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior. (Netter, 2006)

Gambar 2.3 Bagian-bagian ureter


Vesika Urinaria

Vesica urinaria, merupakan tempat untuk menampung urin yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui
mekanisme miksi ( berkemih ). Dalam menampung urin, buli – buli mempunyai kapasitas
maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih 33-450 ml. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ
reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. (Scanlon
VC, 2007, Sanders T, 2007)

Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh
berada di atas simpisis sehingga dapat di palpasi dan diperkusi. Dinding vesica urinaria terdiri
dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada
bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian
berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian
ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. (Scanlon
VC, 2007, Sanders T, 2007)

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. (Netter, 2006)

Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan
n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus
pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik. (Netter, 2006)

Gambar 2.4. Vesika Urinaria


Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urin keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Pada pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter),
sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung
kemih dan bersifat volunter). (Van de Graaf KM, 2001)

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.

 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada
pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di
antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat
volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.
Gambar 2.5. Uretra Wanita 2.6 Uretra Pria

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada
pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di
antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat
volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif. (Van de Graaf KM, 2001)
2. BATU TRAKTUS URINARIUS

2.1 Definisi

Istilah urolithiasis menunjukkan adanya batu yang berasal dari saluran kemih,
termasuk ginjal dan kandung kemih. Meski begitu, dasar patofisiologi terbentuknya
batu ginjal dan kandung kemih sangat berbeda. Batu ginjal (nefrolitiasis) terbentuk
akibat susunan genetik yang menyebabkan peningkatan saturasi urine dengan garam
pembentuk batu, atau pada kasus yang lebih jarang, akibat infeksi saluran kemih
berulang oleh bakteri penghasil urease. Stasis dari saluran kemih bagian atas akibat
anomali anatomi lokal juga dapat mendukung terbentuknya batu ginjal pada individu
tertentu.

Berbeda dari nefrolitiasis, batu kandung kemih (vesikolitiasis) terbentuk


hampir selalu akibat stasis urine dan/atau infeksi berulang karena obstruksi kandung
kemih atau neurogenic bladder. Batu ureter (ureterolitiasis) sendiri pada umumnya
berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan peristaltik ureter akan
mendorong batu ke arah distal sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat. Batu
dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada lokasi yang sering
mengalami stasis urine akibat penyempitan ureter, yakni di uretero-pelvico junction,
pada persilangan dengan A. Iliaka, dan uretero-vesico junction.
Gambar 1 – Lokasi yang
paling sering mengalami
stasis urine

2.2 Epidemiologi

Prevalensi batu saluran kemih di USA sekitar 10%, dan dengan insidens 0,2
%. Insidens batu saluran kemih di negara maju lainnya lebih banyak terjadi pada
saluran kemih atas, berbeda dengan di negara berkembang mayoritas terjadi di
kandung kemih. Batu saluran kemih lebih sering ditemukan di Asia dan Afrika, dan
Amerika Utara. Secara umum, urolitiasis lebih sering terjadi pada laki-laki(rasio 3:1).
Gejala pada penyakit umumnya muncul pada umur 20-49 tahun, walaupun pada umur
50 tahun juga jarang terjadi.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini
di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara 1000 pria dan 1
dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang pertama dalam satu
tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam waktu setahun setelah
keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun.

2.3 Etiologi
Penyebab pembentukan batu saluran kemih berdasarkan jenis batunya,
antaralain:
Batu kalsium (kalsium oksalat dan/atau kalsium fosfat):
 Hiperkalsiuria
o Hiperkalsiuria idiopatik
o Hiperparatiroidisme primer
o Sarkoidosis
o Kelebihan vitamin D atau kalsium
o Asidosis tubulus ginjal tipe I
 Hiperoksaluria
o Hiperoksaluria enterik
o Hiperoksaluria idiopatik
o Hiperoksaluria herediter (tipe I & II)
 Hiperurikosuria
o Diet purin berlebih
 Hipositraturia
o Idiopatik
o Asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap)
o Konsumsi asetazolamid
o Diare, latihan jasmani dan masukan protein tinggi
 Ginjal spongiosa medular
o Volume air kemih sedikit
o Batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik)

Batu Asam Urat


o pH air kemih rendah
o Hiperurikosuria (primer dan sekunder)

Batu Struvit
o Infeksi saluran kemih dengan organism yang memproduksi urease

Batu Sistin
o Sistinuria herediter
o Batu lain seperti matriks, xantin 2.8 dihidroksadenin, ammonium urat,
triamteren, silikat

Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran


kemih pada seseorang, yaitu :

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran


kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air
yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama
pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan
stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. (R. Sjamsuhidayat, 2005)
Faktor intrinsik antara lain adalah :

1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
pasien perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya(R.
Sjamsuhidayat, 2005)
2.3 Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin)., yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan batu. (Purnomo BB, 2009)

Beberapa teori pembentukan batu adalah :

a. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Agregat
polikristalinterdiri dari berbagai macam jumlah kristaloid danmatriks organik.
Pembentukan batu memerlukan keadaan supersaturasi urin. Supersaturasi tergantung
pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi zat terlarut, dan kompleksasi. Kekuatan
ionterutama ditentukan oleh konsentrasi relatifion monovalen. Dengan meningkatnya
kekuatan ion, koefisien aktivitas menurun. Koefisien aktivitasmencerminkan
availibilitas ion tertentu.Peran konsentrasi zat terlarut jelas, yaitu semakin
besarkonsentrasi 2 ion, semakin besar pula kemungkinannya untuk
mengendap.Konsentrasi ion rendah menyebabkan saturasi menurundan meningkatkan
kelarutan. Dengan meningkatnya konsentrasi ion,produk aktivitas mencapai suatu titik
tertentu yang disebutproduk kelarutan . Konsentrasi di atas titik inimetastabil dan
mampu menginisiasi pertumbuhan kristaldan nukleasi heterogen. Karena zat terlarut
menjadi lebihterkonsentrasi, produk aktivitas akhirnya mencapai produk formasi.
Tingkat supersaturasi yang melebihi titik ini tidak stabil, dan dapat terjadi nukleasi
homogen spontan. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

Faktor lain yang berperan utama dalam pembentukan batu saluran kemih
antara lain kompleksitas. Kompleksitas mempengaruhiavailibilitas ion tertentu.
Sebagai contoh, natrium membentuk kompleks dengan oksalat dan menurunkan
bentuk ion bebasnya, sedangkansulfat membentuk kompleks dengan kalsium. Teori
nukleasi menunjukkan bahwa batu saluran kemih berasaldari kristal atau benda asing
yang mengendap dalam urin supersaturasi. Batu terutama terdiri dari komponen
kristalin. Beberapa langkah terlibat dalam pembentukan batu, yaitu nukleasi,
pertumbuhan, dan agregasi. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

b. Teori Matriks

Jumlah komponen matriks nonkristalin pada batu saluran kemih bervariasi


sesuai jenis batu, umumnya berkisar antara 2-10% menurut beratnya. Hal ini lebih
didominasi oleh protein, dengan sejumlah kecil heksosa dan heksosamin. Jenis batu
yang jarang terjadi, dan biasa disebut kalkulus matriks, berkaitan dengan
pembedahan ginjal sebelumnya atau infeksi saluran kemih kronik, dan mempunyai
tekstur gelatin. Pemeriksaan histologi menunjukkan laminasi dengan sedikit
kalsifikasi. Pada foto polos abdomen, kalkuli matriks biasanya menunjukkan
radiolusen dan sulit dibandingkan dengan filling defect lainnya, seperti bekuan
darah, tumor saluran atas, dan lain sebagainya. Computed tomography (CT)
menunjukkan kalsifikasi dan dapat membantu untuk konfirmasi diagnosis. (Emil,
2008, Jack W, 2008)

Peran matriks dalam proses inisiasi batu saluran kemih tidak diketahui. Hal itu
mungkin dapat berfungsi sebagai kerangka tempat agregasinya kristal atau mungkin
sebagai lem alami untuk menempelkan komponen kristal kecil, dengan demikian
dapat menghalangi aliran saluran kemih. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

c. Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara


lain magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar
salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di
dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat
pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam
magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
(Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika
berikatan dengan Ca++ membentuk garam kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium
yang berikatan dengan oksalat ataupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan
kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang. (Purnomo BB,
2009)

Jaringan abnormal atau mati seperti nefrosis papila pada ginjal dan benda
asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang
merupakan nidus batu. (R. Sjamsuhidayat, 2005)
Usia, Jenis Profesi, Konstitusi
Musim, Ras Keturunan
Kelamin Mentalitas Nutrisi

Kelainan Gangguan aliran Infeksi Saluran Kelainan


Faktor Genetik
Morfologi air kemih Kemih Metabolik

Ekskresi bahan pembentuk batu meningkat Ekskresi Inhibitor kristal menurun

Perubahan fisiko-kimiawi
supersaturasi

- Kelainan kristaluria
- Agregasi kristal
- Pertumbuhan kristal

Gambar 2 – Patofisiologi Batu Saluran Kemih

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,


infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih.

Batu pada ureter umumnya berasal dari batu pada ginjal yang tidak terlalu
besar yang turun. Pembentukan batu biasanya dimulai di kaliks dan pelvis, kemudian
dapat menyebar ke ureter dan vesika urinaria. Dapat juga terbentuk di saluran kemih
bagian bawah. Sehingga komposisinya sama dengan batu ginjal. Batu berukuran kecil
(<5mm) dapat keluar spontan sedangkan yang berukuran lebih besar menetap dalam
ureter  periureteritis dan obstruksi kronis (hidronefrosis).

Tanda – tanda ureterolitiasis:

1. kolik
a. serangan nyeri
b. mual / muntah
c. kegelisahan
2. nyeri alih ke regio inguinal
3. perut kembung (ileus paralitik)
4. hematuria
5. batu tampak pada pencitraan

2.4 Manifestasi Klinis


1) Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu
dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang,
bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan terjadi gejala
kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual dengan atau
tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang
menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu bergeser dan
memberi kesempatan air kemih untukNyeri
Kolik renal dan non-kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari ginjal.
Kolik renal biasanya disebabkan oleh peregangan collecting system atau ureter,
sedangkan non-kolik renal disebabkan oleh distensi kapsul ginjal. Obstruksi
saluran kemih merupakan mekanisme utama penyebab kolik renal. Kolik renal
tidak selalu hilang timbul seperti kolik usus atau kandung empedu, tetapi lebih
konstan. Pasien dengan batu ginjal biasanya mengalami nyeri akibat obstruksi
saluran kemih.
Gejala kolik renal akut tergantung pada lokasi batu; beberapa daerah yang
dipengaruhi, yaitu: kaliks renal, pelvis renal, ureter bagian atas dan tengah, serta
ureter distal.
 Kaliks renal – nyeri tumpul pada pinggang atau punggung, dengan intensitas
berat hingga ringan. Nyeri mungkin diperparah dengan konsumsi cairan yang
berlebih.
 Pelvis renal – batu pada pelvis ginjal dengan diameter > 1 cm pada umumnya
mengobstruksi ureterovesico junction, sehingga menyebabkan nyeri pada
costovertebral angle. Nyeri bervariasi dari tumpul hingga sangat tajam dan
biasanya konstan, serta sulit diacuhkan. Nyeri biasanya menjalar ke pinggang
serta daerah abdomen ipsilateral bagian atas.
 Ureter bagian atas dan tengah – nyeri bersifat tajam dan berat pada punggung
atau pinggang. Nyeri akan bertambah berat dan intermiten apabila batu bergerak
semakin ke bawah pada ureter dan menyebabkan obstruksi menetap. Batu yang
menetap pada lokasi tertentu dapat menyebabkan nyeri yang tidak terlalu berat,
terutama bila obstruksi yang ditimbulkan bersifat parsial. Nyeri pada batu ureter
sering terporyeksi pada dermatom dan daerah inervasi saraf spinalis. Nyeri batu
ureter bagian atas menjalar pada daerah lumbar dan pinggang. Batu pada ureter
bagian tengah menyebabkan nyeri yang menjalar secara kaudal dan anterior ke
abdomen tengah dan bawah.
 Ureter distal – batu pada ureter bagian bawah sering menyebabkan nyeri yang
menjalar pada daerah inguinal atau testis padaa pria dan labia mayor pada wanita.
lewat.

Gambar 2.7. Batu saluran kemih


2) Hematuria
3) Infeksi
4) Demam
5) Mual dan muntah

2.4 Diagnosis
I. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan
morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu nyeri
perut bagian kanan bawah, nyeri pinggang, nyeri saat miksi danhematuria, baik
hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih,
dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda
sistemik lain.
II. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas. Pembesaran
ini mungkin karena hidronefrosis.
Palpasi
Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua
belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai dua tangan atau
dikenal juga dengan nama tes Ballotement. Ditemukan pembesaran ginjal yang teraba
disebut Ballotement positif.
Perkusi
Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta
terakhir dengan tulang vertebra.
III. Pemeriksaan Penunjang
I. Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross
hematuria.Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan
batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak
ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan menderita
batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea. (Fisher WE, 2006, R. Sjamsuhidayat,
2005) Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu
fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam
urat.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi
abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu
besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah
dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan
tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes,
tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan pada ginjal.
Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan
meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor
penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat,
maupun urat.
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang
menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit
yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.

II. Radiologis
 Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.
 Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau
dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi
tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang
dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak
tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu
menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat
radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi
opak), amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non
opak).
 Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal.


Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak
yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen.
 Ullrasonografi

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu


pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic
shadow jika terdapat batu.

 CT-scan

Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat
gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya
obstruksi.

2.5 DIAGNOSIS BANDING


Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah:
1. Kolik Ginjal dan Ureter
2. Hematuria
Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu
saluran kemih yang bertahun-tahun, dapat menyebabkan terjadinya
tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan
inflamasi.

3. Tumor ginjal
Pcrlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis
ginjal polikistik hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan
hidronefrosis.
4. Tumor ureter
Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai
hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan
kemungkinan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan.

5. Tumor kandung kemih


Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila
batu yang terdapat dari jenis radiolusen.

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder,


dan iritasi yang bekepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan
tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.

Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi


hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua
ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga
terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar
sehingga juga menganggu aliran kemih dari kedua orfisium ureter.

Khusus pada batu uretra dapat terjadi divertikulum uretra. Bila


obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah
fistula yang terletak proksimal dari batu ureter.
2.7 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan
dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti
batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus
disertai makanan alkalis.

Jenis Faktor Penyebab Jenis Obat / Tindakan Mekanisme Kerja Obat


Batu Timbulnya

Kalsium Hiperkalsiuri absorbtif Natrium selulosa fosfat Mengikat Ca dalam usus

Thiazide Reabsorbsi Ca di
tubulus
Orthofosfat

Sintesa vitamin D
Urine inhibitor
Hiperkalsiuri renal Thiazide Reabsorbsi Ca di
tubulus
Hiperkalsiuri resorptif Paratiroidektomi Resorpsi Ca dari tulang

Hipositraturi Potasium sitrat pH sitrat Ca urine

Hipomagnesiuri Magnesium sitrat Mg urine

Hiperuriosuri Allopurinol Urat


pH
Potasium Alkali

Hiperoksaluria Allopurinol Urat

Pyridoxin

Kalsium suplemen
MAP Infeksi Antibiotika Eradikasi infeksi,
urease inhibitor
AHA (amino hydroamic
acid)

Urat Dehidrasi Hidrasi cukup Meningkatkan pH

(pH urin turun) Potasium alkali Menurunkan Urat

Hiperurikosuri Allopurinol

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama


kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau
pembiusan. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-
fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin dari luar tubuh, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi
SWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras (
misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL
untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan
pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40
tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi Gambar 2.8. ESWL


Endourologi

1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per


uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-
renoskopi ini.

2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada


di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu.

3.Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan


memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu
dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan


keranjang Dormia.

5. Bedah Laparoskopi : Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu


saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk
mengambil batu ureter.

6. Bedah terbuka; Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.

Non –medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah (1)


rendah protein, karena protein memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan pH urin meningkat, (2) rendah oksalat, (3) rendah garam karena
natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri, dan (4) rendah purin.

2.8 PROGNOSIS
Pada umumnya, batu saluran kemih yang bergejala berukuran kecil (<5
mm) dan dapat keluar dengan spontan pada 80% pasien. Batu berukuran
antara 5-10 mm keluar spontan pada 50% pasien, sedangkan batu dengan
diameter lebih dari 1 cm biasanya membutuhkan intervensi (intervensi segera
dibutuhkan pada obstruksi total atau bila ada infeksi). Dua pertiga batu yang
keluar spontan terjadi dalam 4 minggu pasca gejala pertama kali muncul. Batu
saluran kemih yang tidak keluar spontan dalam waktu 1-2 bulan pada
umumnya tidak dapat keluar sendiri. Faktor predisposisi terhadap terjadinya
batu berulang:
 Serangan pertama sebelum usia 25 tahun
 Ginjal yang berfungsi hanya satu
 Penyakit yang dapat menyebabkan pembentukan batu
 Abnormalitas saluran kemih
BAB III

KESIMPULAN

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu
ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama
kemih.Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan
obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik hingga menimbulkan
kolik.

Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya batu pada saluran kemih,


yaitu faktor ekstrinsik diantaranya geografi, iklim, asupan air, diet, pekerjaan.
Sedangkan faktor interinsik yaitu usia, herediter dan jenis kelamin. Manifestasi klinis
dari ureterolitiasis dapat berupa nyeri kolik yang dijalarkan berdasarkan letak batu,
hematuria, disuria serta mual dan muntah.

Diagnosis ureterolitiasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
radiologi. Terapi ureterolitiasis dapat berupa terapi medikamentosa dan non
medikamentosa. Komplikasi dari ureterolitiasis adalah obstruksi, infeksi sekunder,
dan iritasi yang bekepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya
keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.Sebagai akibat obstruksi,
khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis dan kemudian berlanjut
dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fisher WE dkk. Pancreas. In : Schwartz’s Manual of Surgery. Edisi ke-8. New York:
The

2. Lindseth GN. (2006) Gangguan Sistem Ginjal . Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta;
EGC

3. McGraw Hill Companies; 2006. hal 2829 -2859.Gardjito W. Urolitiasis. Dalam :


Sjamsuhidajat R, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku II, Edisi kedua. Jakarta:
EGC ; 2005. hal : 756 – 764

4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.

5. Purnomo BB. Dasar – Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2009. hal
57 – 68

6. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis
Company; 2007.

7. Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 1. Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI ; 2006. hal 574 -584

8. Tanagho ME dkk. Urinary tract obstruction. In : Tanagho ME dkk, (editor). Smith


General Urology, Edisi ke tujuh belas. USA: The McGraw Hill Companies; 2008. Hal
179-188

9. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.

Anda mungkin juga menyukai