Epilepsy R 1
Epilepsy R 1
Mitral Stenosis
Pembimbing :
Dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(JP), Sp.JP
Oleh :
Atikah Zahra M Nasution 140100061
William Jonathan P 140100131
PIMPINAN SIDANG
i
DAFTAR ISI
Daftar Tabel......................................................................................................... v
1.2.Tujuan................................................................................................. 2
1.3.Manfaat............................................................................................... 3
2.3.8. Komplikasi.................................................................. 21
ii
BAB 6 KESIMPULAN ..................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….45
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Mitral
Stenosis”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Cut Aryfa Andra,
M.Ked(JP), Sp. JP selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan dorongan selama penyelesaian laporan kasus ini.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Kardiologi dalam Fakultas Kedokteran USU
di RSUP Haji Adam Malik. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari
kesempurnaan baik dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat diharapkan demi kesempuraan laporan kaasus ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iv
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Stenosis Mitral ( Bonow, RO. Guidelines
for the management of Patients With Valvular
Heart Disease. Journal of American College
Cardiology; 2006) ....................................................................... 11
Tabel 2.2 Hubungan antara gradien dan luasnya katup serta waktu
pembukaan katup mitral (Indrajaya T, Ghanie A. Stenosis
Mitral.Setiasi S, Alwi I, Sudoyo AW, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam: 6th ed; 2014) .................................................... 12
Tabel 2.3 Penilaian skor wilkins ................................................................. 15
Tabel 2.4 Tingkat keparahan Stenosis Mitral sesuai panduan ACC
/ AHA (Nishimura, 2014) ........................................................... 17
Tabel 2.5 Panduan operasi katup mitral menurut ACC/AHA
(Nishimura, 2014) ....................................................................... 18
Tabel 2.6 Lanjutan Panduan operasi katup mitral menurut ACC/AHA
(Nishimura, 2014) ....................................................................... 19
v
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Gambaran anterior bagian frontal menunjukkan anatomi
Internal jantung (Tortora GJ, Derrickson B. Principles
of Anatomy & Physiology. 13th ed; 2012) ................................. 5
Gambar 2.2 Diagram sirkulasi peredaran darah (Tortora GJ,
Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology.
13th ed; 2012) ............................................................................. 7
Gambar 2.3 Gambaran katup mitral normal dan katup mitral dengan
stenosis (Mayo Clinic Staff, 2017)............................................. 8
Gambar 2.4 Diagram Patofisiologi Stenosis Mitral (Tortora GJ,
Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology.
13th ed; 2012) ............................................................................. 11
Gambar 2.5 Balloon Valvulotomy .................................................................. 19
Gambar 3.1 Hasil EKG (05/08/2018) ............................................................. 26
Gambar 3.2 Hasil EKG (06/08/2018) ............................................................. 27
Gambar 3.9 Foto Thoraks (26/07/2018) ......................................................... 28
Gambar 3.12 Hasil Echocardiography (02/08/2018) ....................................... 29
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
awal, hal ini dapat karena tidak atau lambatnya terdeteksi, pengobatan yang
kurang adekuat pada fase awalnya (Indrajaya, 2014). Angka 10 tahun survival
pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50%- 60%, bila tidak disertai
keluhan atau minimal angka meningkat 80%. Semakin berat derajat, prognosisnya
buruk di mana angka hidup dalam 10 tahun <15%. Apabila timbul fibrilasi atrium
prognosanya kurang baik (angka harapan hidup 10 tahun 25%) dibanding pada
kelompok irama sinus (angka harapan hidup 10 tahun 46%) (Indrajaya, 2014).
Pasien bergejala minimal atau tanpa gejala, kelangsungan hidup lebih
besar dari 80% pada 10 tahun. Bila hipertensi pulmonal berat berkembang,
kelangsungan hidup kurang dari 3 tahun. Sebagian besar (60%) pasien stenosis
mitral berat yang tidak diobati meninggal karena kongesti sistemik atau kongesti
paru progresif (Dima, 2014). Pada stenosis mitral, luas efektif lubang mitral
berkurang menyebabkan daya alir katup mitral juga berkurang, sehingga akan
meningkatkan tekanan di ruang atrium kiri. Akhirnya timbul perbedaan tekanan
antara atrium kiri dengan ventrikel kiri waktu diastol.
Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka akan terjadi bendungan pada
atrium kiri dan selanjutnya menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru.
Selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat, kemudian terjadi pelebaran
ventrikel kanan dan insufiensi pada katup trikuspid atau pulmonal. Jika hal ini
terus berlanjut dan menyebabkan gagal jantung kanan maka tanda-tanda
bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali, asites).
1.2 Tujuan
2
1.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
katup bikuspid (mitral). Hal ini juga disebut katup atrioventrikular kiri (Tortora,
2012).
Ventrikel kiri adalah ruang jantung paling tebal, rata-rata 10-15 mm dan
membentuk puncak jantung. Darah melintas dari ventrikel kiri ke aorta asenden
melalui katup aorta (katup semilunar aorta). Sebagian darah di aorta mengalir ke
arteri koroner, yang bercabang dari aorta asenden dan membawa darah ke dinding
jantung. Sisa darah masuk ke lengkungan aorta (arch of aorta) dan aorta desenden.
Cabang-cabang dari lengkungan aorta dan aorta desenden membawa darah ke
seluruh tubuh (Tortora, 2012).
Gambar 2.1 Gambaran anterior bagian frontal menunjukkan anatomi internal jantung (Tortora GJ,
Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology. 13th ed; 2012)
5
pompa sirkulasi sistemik. Sisi kiri jantung menerima darah merah kaya oksigen
dari paru-paru. Ventrikel kiri memompakan darah ke aorta. Dari aorta, darah
terbagi menjadi aliran yang terpisah, memasuki arteri sistemik yang semakin kecil
yang membawanya ke semua organ di seluruh tubuh, kecuali kantung udara
(alveoli) dari paru-paru, yang disuplai oleh sirkulasi pulmonal. Di jaringan
sistemik, arteri menimbulkan diameter arteriol rendah, yang akhirnya
menyebabkan kapiler sistemik menjadi luas. Pertukaran nutrisi dan gas terjadi di
dinding kapiler yang tipis. Darah membongkar oksigen dan mengambil karbon
dioksida. Dalam kebanyakan kasus, darah mengalir melalui hanya satu kapiler dan
dan kemudian memasuki venula sistemik. Venula membawa darah
terdeoksigenasi menjauh dari jaringan dan bergabung untuk membentuk
pembuluh darah sistemik yang lebih besar. Akhirnya darah mengalir kembali ke
atrium kanan (Tortora, 2012).
Sisi kanan jantung adalah pompa sirkulasi pulmonal. Sisi kanan jantung
menerima semua darah gelap-merah terdeoksigenasi yang kembali dari sirkulasi
sistemik. Darah yang keluar dari ventrikel kanan mengalir ke trunkus pulmonalis,
yang bercabang menjadi arteri pulmonalis yang membawa darah ke paru kanan
dan kiri. Pada kapiler pulmonal, darah membongkar karbon dioksida yang
dihembuskan dan mengambil oksigen dari udara yang dihirup. Darah baru yang
teroksigenasi kemudian mengalir ke vena pulmonalis dan kembali ke atrium kiri
(Tortora, 2012).
6
Gambar 2.2 Diagram sirkulasi peredaran darah (Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy
& Physiology. 13th ed; 2012)
Stenosis Mitral adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah
dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada katup mitral.
Kelainan struktur mitral menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul
gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol (Indrajaya, 2014). Di negara
yang sedang berkembang (termasuk Indonesia) manifestasi stenosis mitral
sebagian terjadi pada usia dibawah 20 tahun yang disebut sebagai Juvenile Mitral
Stenosis (Yusak, 1996).
7
Penyebab tersering adalah endokarditis rematika, akibat reaksi yang
progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lain walaupun
jarang dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi
dari systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amyloid,
rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia
lanjut akibat proses degeneratif (Indrajaya, 2014).
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup.
Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi
komisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut
(Indrajaya, 2014). Keterlibatan chordae tendinae menyebabkan penebalan, fusi,
dan kontraksi dengan jaringan parut yang meluas ke otot papiler (Rosendorff,
2005). Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari aparatus mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth)
atau lubang kancing (button hole) (Indrajaya, 2014).
Gambar 2.3 Gambaran katup mitral normal dan katup mital dengan stenosis (Mayo Clinic Staff,
2017)
8
Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer,
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada
endokarditis rematika, daun katup dan khorda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersaman dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan
daun katup menjadi bentuk funnel shaped (Indrajaya, 2014).
Fibrosis dan kalsifikasi yang padat dapat mengurangi struktur katup
normal yang halus menjadi kaku, tidak dapat bergerak, dan bentuk funnel-shaped
orifice (Rosendorff, 2005). Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan
biasanya lebih sering pada perempuan dibanding pria. Proses perubahan patologi
sampai terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya memakan waktu bertahun-
tahun (10-20 tahun) (Indrajaya, 2014).
Pada orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Stenosis
mitral semakin mempersempit orifisium, gradien berkembang antara atrium kiri
dan ventrikel kiri. Gradien ini biasanya kecil dan tidak penting secara klinis
sampai orifisium menyempit menjadi kurang dari 2 cm2 (Alpert, 2002). Ketika
stenosis mitral mengurangi orifisium sampai 2 cm2, tekanan yang lebih tinggi dari
normal diperlukan untuk mendorong darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri
(Rosendorff, 2005). Curah jantung dan denyut jantung juga mempengaruhi
gradien katup mitral. Semakin besar curah jantung, semakin besar gradien (Alpert,
2002).
Bila stenosis lebih berat (1-1,5 cm2 ) dibutuhkan tekanan atrium kiri yang
sangat tinggi untuk mempertahankan curah jantung normal bahkan saat istirahat,
menghasilkan gradien tekanan di seluruh katup. Tekanan atrium kiri yang
meningkat, meningkatkan tekanan kapiler pulmonal. Peningkatan denyut jantung
mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran darah melintasi katup mitral.
Perkembangan fibrilasi atrium (AF) dengan laju ventrikel yang cepat dapat
memicu edema paru pada pasien asimtomatik sebelumnya dengan stenosis mitral
(Rosendorff, 2005).
9
Fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat, memperpendek waktu
pengisian diastolik, sehingga menyebabkan peningkatan gradien katup mitral
yang besar. Semakin besar gradien katup mitral, semakin tinggi atrium kiri, vena
pulmonal, dan tekanan kapiler paru. Ketinggian tekanan vena dan kapiler paru
menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal karena tekanan sistolik dan
diastolik paru harus melebihi tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan arteri
pulmonal sepadan dengan kenaikan tekanan kapiler paru, yang disebut hipertensi
pulmonal pasif. (Alpert, 2002).
Bentuk hipertensi pulmonal dikatakan reaktif, jika tekanan arteri pulmonal
meningkat tidak proporsional dengan kenaikan tekanan atrium kiri. Hipertensi
pulmonal reaktif hanya terjadi pada pasien dengan stenosis mitral berat yang
memiliki tekanan kapiler paru lebih dari 18 sampai 25 mmHg. Namun, tidak
semua pasien dengan tekanan kapiler paru yang sangat tinggi menjadi hipertensi
arteri pulmonal reaktif (Alpert, 2002).
Ventrikel kanan dan ventrikel kiri tidak mentoleransi peningkatan
afterload, pada akhirnya menyebabkan dilatasi ventrikel kanan dan kegagalan
yang sering dikaitkan dengan regurgitasi trikuspid. Volume ventrikel kiri normal
atau menurun pada pasien stenosis mitral. Pasien dengan stenosis mitral dengan
irama sinus normal, memiliki gelombang ‘a’ yang menonjol di atrium kiri atau
peningkatan pulmonal artery wedge pressure (Alpert, 2002).
10
Gambar 2.4 Diagram Patofisiologi Stenosis Mitral (Tortora GJ, Derrickson B. Principles
of Anatomy & Physiology. 13th ed; 2012)
Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga berat
sesuai dengan luas daerah katup mitral / mitral valve area (MVA).
Tabel 2.1 Klasifikasi Stenosis Mitral ( Bonow, RO. Guidelines for the management of
Patients With Valvular Heart Disease. Journal of American College Cardiology; 2006)
11
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai seperdua normal (< 2 - 2,5 cm2 ). Derajat berat ringannya
stenosis mitral, selain berdasarkan luas daerah katup mitral, dapat juga ditentukan
oleh gradien transmitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan
katup aorta dan kejadian opening snap (A2-OS interval) (Indrajaya, 2014).
Tabel 2.2 Hubungan antara gradien dan luasnya katup serta waktu pembukaan katup mitral
(Indrajaya T, Ghanie A. Stenosis Mitral. Setiasi S, Alwi I, Sudoyo AW, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam: 6th ed; 2014)
12
apoplexy”; kondisi ini jarang mengancam jiwa), sputum berbusa merah muda
akibat edema paru, sputum berlumuran darah yang berhubungan dengan dispnea
atau bronkitis, dan infark paru karena emboli paru. Nyeri dada bisa terjadi dan
menyerupai angina. Nyeri dada kemungkinan besar akibatnya hipertensi pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan dan biasanya hilang dengan koreksi stenosis mitral
(Bryg, 2009).
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai gambaran pipi yang merah keunguan
akibat curah jantung yang rendah, tekanan vena jugularis yang meningkat akibat
gagal jantung kanan. Tanda ini sekarang sangat jarang terjadi (Stoltz, 2003).
Auskultasi suara jantung dapat memperlihatkan S1 yang menonjol di awal
penyakit. Dapat dijumpai adanya S1 akan mengeras, hal ini hanya terjadi bila
pergerakan katup mitral masih dapat fleksibel. Karena beratnya stenosis mitral
meningkat dengan kalsifikasi dan fibrosis, amplitudo S1 kemudian berkurang.
Saat hipertensi pulmonal, pemisahan suara jantung kedua bisa menyempit dan
menjadi S2 yang bertekanan tinggi. S3 yang berasal dari ventrikel kiri tidak ada
pada pasien stenosis mitral kecuali ada penyakit koroner bersamaan, regurgitasi
mitral, atau regurgitasi aorta. S4 jika ada, berasal dari ventrikel kanan saat
hipertropi dan pelebaran sekunder akibat hipertensi pulmonal (Stoltz, 2003).
Opening snap terdengar sebagai akibat gerakan katup mitral ke ventrikel
kiri yang tiba-tiba berhenti. Opening snap terjadi akibat tekanan atrium kiri yang
disertai dengan penurunan tekanan ventrikel kiri pada diastolik awal. Opening
snap terdengar (frekuensi tinggi) di apex, dengan menggunakan diafragma
stetoskop (Stoltz, 2003). Sangat penting untuk memeriksa pasien di posisi left
lateral decubitus untuk murmur diastolik. Murmur digambarkan sebagai a rumble
(frekuensi rendah) dan terdengar di apex, dengan menggunakan bel stetoskop.
Murmur diastolik stenosis mitral mencerminkan gradien katup mitral dan durasi
aliran darah yang melintasi katup. Pada stenosis mitral ringan, decrescendo
murmur diastolik awal singkat dan disertai dengan murmur presistolik (Stoltz,
2003).
Indikator yang dapat diandalkan mengenai tingkat keparahan stenosis
mitral adalah interval A2-OS dan panjang (bukan intensitas) murmur diastolik.
13
Seiring dengan bertambah beratnya stenosis mitral, interval A2-OS menurun dan
panjang murmur meningkat. Interval yang menurun adalah hasil tekanan atrium
kiri yang meningkat, menghasilkan gradien katup mitral pada awal diastol.
Opening snap dan murmur mungkin menjadi tak terdengar bila stenosis mitral
sangat parah dan daun katup kaku (Stoltz, 2003). Pemeriksaan penunjang dari
rontgen toraks pada pasien stenosis mitral meliputi pembesaran atrium kiri,
redistribusi aliran vaskular pulmonal ke daerah paru-paru bagian atas, kalsifikasi
katup mitral, arteri pulmonalis yang membesar, dan pembesaran ventrikel kanan
(Alpert, 2002).
14
Dibawah ini adalah tabel yang memperlihatkan parameter pilihan
penilaian skoring Wilkin dengan ekokardiografi :
1 2 3 4
Gerakan Gerakan katup Gerakan katup Gerakan katup Tidak terdapat
katup mobile dengan masih normal ke arah ventrikel gerakan katup
bagian ujung pada basal saat diastolik atau gerakan
katup saja yang sampai dengan terutama bagian yang minimal
terhambat. setengah bagian basal saja pada saat
katup diastolik
Ketebalan Ketebalan katup Penebalan Penebalan Penebalan
masih normal (4-5 ringan pada tepi menyebar ke katup yang
mm) sampai batas seluruh bagian cukup
bagian tengah katup (5-8mm) bermakna
(5-8mm)
Kalsifikasi Sebagian kecil Bagian ekogenik Ekogenik yang Ekogenik yang
bagian katup yang menyebar meluas ke lebih meluas ke
dengan terbatas pada tengah katup sebagian besar
ekogenisitas yang tepi katup bagian katup
meningkat
Fusi Penebalan pada Penebalan Penebalan Penebalan dan
kordae daerah di bawah struktur kordae meluas ke pemendekan
dari katup saja meluas ke sepertiga distal seluruh struktur
sepertiga bagian dari kordae kordae meluas
panjang korde ke otot
papilaris.
Tabel 2.3. Penilaian Skor Wilkins
15
ekokardiografi seperti yang telah disebutkan sebelumnya harus dilakukan.
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan lanjutan
sangat bergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Sebagai contoh pasien aktif
asimtomatik dengan area > 1,5 cm2, gradien < 5 mmHg, maka tidak perlu
dilakukan evaluasi lanjutan, selain pencegahan terhadap kemungkinan
endokarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan area mitral < 1,5 cm2
(Sudoyo, 2009)
Pendekatan Medis
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat
suportif atau simptomatik terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin,
eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam rematik atau pencegahan
endokarditis sering dipakai. Obat-obat inotropik negatif seperti B-blocker atau Ca-
blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi
garam atau pemberian diuretic secara intermitten bermanfaat jika terdapat bukti
adanya kongesti vaskular paru. Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis
tidak bermanfaat kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri maupun kanan.
Latihan fisik tidak dianjurkan, kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran,
karena latihan akan meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase
diastole dan seterusnya meningkatkan gradient transmitral. (Carabello, 2015)
Prevalensi 30-40% fibrilasi atrium akan muncul akibat hemodinamik yang
bermakna karena hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan
indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol frekuensi
jantung atau pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrial
paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu dimana terdapat gangguan
hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan pemberian heparin
intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya. Pencegahan embolisasi
16
sistemik dapat diberikan antikoagulan warfarin yang sebaiknya digunakan pada
stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan
pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena tromboemboli. (Carabello,
2015)
Stenosis mitral merupakan obstruksi aliran darah yang terjadi secara
mekanik. Sehingga terapi definitif yang dapat dilakukan untuk menghilangkan
obstruksi ini adalah dengan intervensi mekanis. Pemilihan metode
penatalaksanaan, baik balloon valvotomy, surgical commissurotomy atau repair
dan MVR tergantung dari keparahan stenosis mitral dan morfologi katup mitral
seperti yang tertera pada tabel. (Nishimura, 2014)
Tabel 2.4 Tingkat keparahan Stenosis Mitral sesuai panduan ACC/ AHA (Nishimura, 2014)
17
Tabel 2.5 Panduan operasi katup mitral menurut ACC/AHA (Nishimura, 2014)
18
Tabel 2.6 Lanjutan Panduan operasi katup mitral menurut ACC/AHA (Nishimura, 2014)
Balloon Valvotomy
Valvotomi mitral perkutan dengan balon pertama kali dikenalkan oleh
Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik.
Mulanya dilakukan dengan 2 balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan
19
dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan
prosedur 1 balon. (Raahimtola et al, 2015)
Metode percutaneous balloon valvotomy merupakan metode minimally
invasive pada penatalaksanaan stenosis mitral karena hanya membutuhkan sedikit
bagian tubuh untuk dibuka. Pada stenosis mitral, ballon valvotomy atau
percutaneous balloon valvotom ymerupakan treatment standar bagi pasien dengan
gejala sedang sampai berat yang morfologi katupnya masih baik. (Permatasari,
2017)
Percutaneous balloon valvotomy juga direkomendasikan bagi pasien
asimtomatik dengan stenosis mitral sedang yang mengalami obstruksi katup
mitral sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal dengan tekanan sistolik paru
lebih besar dari 50 mmHg pada saat istirahat atau 60 mmHg dengan latihan.
Seperti yang terlihat pada gambar, percutaneous balloon valvotomy dilakukan
dengan cara memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah pangkal paha menuju
ke atrium kiri setelah transseptal puncture. Kemudian balloon diarahkan ke
orifisium katup mitral dan dikembangkan sehingga area orifisium katup mitral
dapat melebar. (Permatasari, 2017)
20
1940 prosedur yang dilakukan adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun 1950
sampai dengan 1960 komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui transatrial
serta transventrikel. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka
karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat dengan jelas,
pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi
dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan
diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa. Perlu
diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi oleh karena
dengan protesa akan timbul risiko antikoagulasi, thrombosis pada katup, infeksi
endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian tromboemboli. (Raahimtola et al,
2015)
21
Operasi MVR dapat dilakukan secara terbuka karena mesin jantungparu
(cardiopulmonary bypass) telah ditemukan. Biasanya pada metode ini, korda tetap
dibiarkan menempel pada dinding vemtrikel agar peningkatan fungsi ventrikel kiri
setelah operasi dapat tercapai dengan optimal.
Setelah katup terlihat, insisi dibuat pada bagian depan daun katup mitral
kira-kira pada posisi jam 12. Daun katup dipotong sesuai dengan kebutuhan, otot
papilaris disambungkan pada anulus, dan jika memungkinkan daun katup bagian
belakang yang berkaitan dengan struktur subvalvular dipertahankan. Kemudian
anulus diukur dan prostetik mitral diimplankan menggunakan plegeted horizontal
mattress structure.
2.3.8 Komplikasi
2.3.9. Prognosis
Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit seumur
hidup. Merupakan penyakit ’a disease of plateus’ yang pada mulanya hanya
ditemui tanda dari stenosis mitral yang kemudian dengan kurun waktu (10-20
tahun) akan diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan
disabilitas. Apabila timbul fibrilasi atrium prognosanya kurang baik dibanding
22
pada kelompok irama sinus, sebab resiko terjadinya emboli arterial secara
bermakna meningkat pada fibrilasi atrium.(Sudoyo, 2009)
23
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS
√ Autoanamnesis Alloanamnese
Anamnesis :
Hal ini sudah dialami OS sejak 3 bulan yang lalu dan memberat dalam 3
hari SMRS. OS mengeluhkan sesak yang bersifat hilang timbul dan memberat
saat beraktivitas ringan seperti menaiki tangga atau berjalan ke kamar mandi. OS
juga mengaku sesak berkurang pada saat beristirahat dan merasa lebih nyaman
pada posisi duduk. OS juga mengatakan pernah terbangun di malam hari karena
sesak nafas. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca. OS mengakui keluhan batuk
sesekali saat malam hari. Keluhan batuk berdarah atau berdahak disangkal.
24
Keluhan nyeri dada disangkal oleh OS. OS juga mengeluhkan adanya kaki
bengkak yang terjadi 1 minggu SMRS. OS mengaku sering BAK dengan
frekuensi kurang lebih 6 kali per hari dengan jumlah BAK kurang lebih 1 botol
aqua besar. Keluhan pada saat BAK seperto BAK tersendat atau berdarah tidak
dijumpai. Riwayat BAB berdarah dan BAB hitam disangkal Keluhan perut
membesar disangkal oleh OS. riwayat muntah darah disangkal. Riwayat sakit gula
disangkal, riwayat darah tinggi disangkal. OS mempunyai riwayat merokok sejak
saat masih SMA sampai sekarang dan menghabiskan kurang lebih 1 bungkus per
hari. Riwayat operasi sebelumnya disangkal.
OS memiliki riwayat nyeri sendi pada jari dan pergelangan kaki OS 3
bulan yang lalu. OS mengakui bahwa keluhan sering hilang kemudian muncul lagi
di sendi yang lain dan hilang setelah minum obat yang dibelinya di apotik.
Riwayat demam disertai radang tenggorokan berulang saat kecil tidak jelas
dikarenakan OS lupa. Riwayat muncul nodul subkutan dan ruam kemerahan pada
tubuh juga disangkal oleh OS. Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang
sama dengan OS tidak dijumpai.
Riwayat biru pada saat lahir disangkal. Riwayat sesak saat bayi dan anak-
anak disangkal. Riwayat keluhan yang sama juga dialami OS sejak 10 tahun yang
lalu dan OS dirawat inap di rumah sakit Estomihi dengan diagnosa gagal jantung
akibat gangguan pada katup jantung OS. OS merupakan pasien rujukan dari
rumah sakit Estomihi dan sebelumnya juga merupakan pasien berobat jalan dari
rumah sakit Estomihi dengan diagnosa penyakit jantung katup. Keluhan membaik
setelah diberikan obat kemudian dipulangkan. Semenjak itu OS menjadi pasien
berobat jalan di rumah sakit Estomihi.
Status Presens:
25
Kesadaran : CM
TD : 140/100 mmHg Ikterus :-
RR : 20 x/I Ortopneu :-
HR : 70 x/i, regular Edema :-
Suhu : 36,3ºC Dispneu :
Sianosis :- Pucat :
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : Trakea medial, Pembesaran KGB (-), TVJ R+3 cmH2O
Dinding toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: vesikuler
ST: ronki basah basal pada kedua lapangan paru
(+)
Batas Jantung :Atas : ICS II LMCS
Kiri : 1 cm medial LMCS ICS V
Kanan : ICS IV LPSD
Bawah : Diafragma
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) reguler
Murmur (+) mid-diastolic murmur grade III/IV
Gallop (-)
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : Tidak teraba membesar
Asites (-)
Ekstremitas : Superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : Hangat
26
Pemeriksaan Penunjang:
Elektrokardiografi
26
Gambar 3.2 Hasil EKG (05/08/2018)
27
s; Segmen ST: Depresi di V4, V5, V6 ; Gelombang T: inverted II, III, AvF, V2
Interval QT: Normal, Gelombang U : -,.
Gambar 3.2. Irama: sinus ritme, rate: 70 x/i, Aksis: right axis deviation;
Gelombang P: sulit dinilai; Kompleks QRS :normal durasi 0,08 s; Segmen ST:
Depresi di V4, V5 ; Gelombang T: inverted II, III, AvF, Interval QT: Normal,
Gelombang U : -,.
28
Gambar 3.3 Foto Toraks (05/08/2018)
Echocardiography (05/08/2018)
29
Katup-katup : - MS severe, MR moderate dengan penebalan dan
kalsifikasi di AML & PML (HVA planimery : 0,6 cm2, HNA by DHT :
0,5 cm2 TR : severe
Dimensi Ruang Jantung : LA-RA-RV dilatasi, LV D-shaped
Fungsi sistolik LV baik, EF : 57%
Kontraktilitas RV menurun, TAPSE 15 mm
pH (+), PASP : 105 mmHg
Hasil Laboratorium :
HEMATOLOGI Hasil Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 12,8 g/dl (P : 13-18; W : 12-16)
Leukosit 11,120/mm3 (4000 – 11000)
Trombosit 247.000/mm3 (150000 – 450000)
Hematokrit 37% (P : 42 – 56; W : 36 – 47)
Eritrosit 4,42 juta/mm3 (P : 4,50 – 5,60; W : 4,10 – 5,10)
ELEKTROLIT
Elektrolit Lengkap
Natrium 133 mEq/L (135 – 155)
Kalium 3,3 mEq/L (3,6 – 5,5)
Chlorida 98 mEq/L (96 – 106)
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Protombin 71,6 detik
INR 4,56 detik (0,8 – 1,3)
APTT 52,4 detik (27 – 39)
Waktu Trombin 14,5 detik
GINJAL
Blood Urea Nitrogen 15 mg/dL (8 – 26)
Ureum 32 mg/dL (18 – 55)
30
Kreatinin 078 mg/dL (0,7 – 1,3)
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 99 U/L (<200)
IMMUNOSEROLOGI
Hepatitis
HBsAg Non-reaktif
Anti- HCV Non-reaktif
Immunoddeficiency
profile
Anti-HIV (3 methods) Non-reaktif
Diferensial Diagnosis:
1. CHF e.c CAD
2. CHF e.c HHD
3. Pneumonia dd TB paru
Pengobatan:
1. Bed Rest
2. IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/i (mikro)
3. Terapi O2 2 – 4 L/menit via nasal canule
4. Inj. Furosemide 2 x 1 ampul (20 mg)
5. Digoxin tab 2 x 0,25 mg
6. Spironolakton 1 x 25 mg
7. KSR 3 x 600 mg
Rencana pemeriksaan lanjutan:
Echocardiografi
Angiografi Koroner
31
EKG serial
ASTO, CRP
Analisa Gas Darah (AGDA)
Haemorrhagic Screening test
Lipid Profil
KGDP, KGD 2 PP, HbA1C
32
BAB IV
FOLLOW UP
Kepala
Conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher
TVJ R+3 H2O
Thorax
Jantung : S1, S2 (+), MDM 2/4, gallop (-)
Paru-paru : SP : Vesikuler, ST : -
Abdomen
Simetris, Soepel (+), bising usus (+) normal.
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan Lab :
K : 3,3 mEq/L
INR : 4,56
A - CHF ec MS severe
- AF NVR
P - Tirah baring
- O2 2-4 L/i.
33
- IVFD NaCL 0,9% 10gtt/i
- Furosemide 1 x 40mg
- Spironolakton 1 x 25mg
- Digoxin 1 x 0,25mg
- Warfarin 1x2mg
R/ PAC
Kepala
Conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher
TVJ R+3 H2O
Thorax
Jantung : S1, S2 (+) regular, MDM 2/4, gallop (-)
Paru-paru : SP : Vesikuler, ST : -
Abdomen
Simetris, Soepel (+), bising usus (+) normal.
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-)
Balance : 300cc /24jam
A - CHF fc II ec MS severe
34
- AF NVR
P - Tirah baring
- O2 2-4 L/i.
- IVFD NaCL 0,9% 10gtt/i
- Injeksi Furosemide 20mg/8jam
- Spironolakton 1 x 25mg
- Digoxin 1 x 0,25mg
- KSR 1 x 600mg
R/ - Cek INR (08/09/2018)
- Penjadwalan ulang PAC bila target INR tercapai
Kepala
Conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher
TVJ R+2 H2O
Thorax
Jantung : S1, S2 (+) regular, MDM 2/4, gallop (-)
Paru-paru : SP : Vesikuler, ST : -
Abdomen
Simetris, Soepel (+), bising usus (+) normal.
Ekstremitas
35
Akral hangat, edema (-/-)
Kepala
Conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher
TVJ R+2 H2O
Thorax
Jantung : S1, S2 (+) regular, MDM 2/4, gallop (-)
Paru-paru : SP : Vesikuler, ST : -
Abdomen
Simetris, Soepel (+), bising usus (+) normal.
36
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan Lab :
INR : 3,06
A - CHF fc III ec MS severe
- AF NVR
P - Tirah baring
- O2 2-4 L/i.
- IVFD NaCL 0,9% 10gtt/i
- Injeksi Furosemide 20mg/8jam
- Spironolakton 1 x 25mg
- Digoxin 1 x 0,25mg
- KSR 1 x 600mg
Kepala
Conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher
TVJ R+2 H2O
37
Thorax
Jantung : S1, S2 (+) regular, MDM 2/4, gallop (-)
Paru-paru : SP : Vesikuler, ST : -
Abdomen
Simetris, Soepel (+), bising usus (+) normal.
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan Lab :
INR : 3,06
A - CHF fc III ec MS severe
- AF NVR
P - Tirah baring
- Diet jantung
- O2 2-4 L/i.
- IVFD NaCL 0,9% 10gtt/i
- Injeksi Furosemide 20mg/8jam
- Spironolakton 1 x 25mg
- Digoxin 1 x 0,25mg
- KSR 1 x 600mg
R/ - Cek INR (12/08/2018)
- Penjadwalan ulang PAC bila INR <1,5-2.
38
RR : 20x/i
Kepala
Conj anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Leher
TVJ R+2 H2O
Thorax
Jantung : S1, S2 (+) regular, MDM 2/4, gallop (-)
Paru-paru : SP : Vesikuler, ST : -
Abdomen
Simetris, Soepel (+), bising usus (+) normal.
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-/-)
Pemeriksaan Lab :
INR : 1,29
A - CHF fc III ec MS severe
- AF NVR
P - Tirah baring
- Diet jantung
- O2 2-4 L/i.
- IVFD NaCL 0,9% 10gtt/i
- Injeksi Furosemide 20mg/8jam
- Spironolakton 1 x 25mg
- Digoxin 1 x 0,25mg
- KSR 1 x 600mg
39
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI DISKUSI
Definisi dan Faktor Risiko Pada pasien ini ditemukan faktor
Stenosis mitral adalah penyempitan risiko berupa jenis kelamin laki-laki
pembukaan katup mitral. Stenosis dan merokok.
mitral membatasi aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri. Akibatnya,
volume darah yang membawa oksigen
dari paru-paru berkurang sehingga
penderita merasa kelelahan dan sesak
napas. Sebagian kasus stenosis mitral
disebabkan oleh demam rematik.
Diagnosis
Anamnesis: Anamnesis:
-Takikardi -Sesak sejak 3 bulan yang lalu dan
-Batuk memberat dalam 3 hari SMRS.
-Sesak nafas saat aktivitas -Os merasa sesak saat beraktivitas.
-Paroxysmal nocturnal dyspnoe -Os terbangun di malam hari karena
-Cepat lelah sesak nafas.
-Gejala karena tromboemboli. -Batuk (+) malam hari.
-Os mengeluhkan adanya kaki
bengkak.
-Os memiliki riwayat nyeri sendi 3
bulan yang lalu.
Pemeriksaan Fisik:
Facies mitral -TVJ R+3cm H2O
Palpasi: trill diastolik (thrill diastolic) -Suara pernafasan : vesikuler
40
diapeks -Suara tambahan : ronki basah
Auskultasi: S1 keras, opening snap, -S1 (+), S2 (+). Murmur (+) MDS
bising middiastolik, bising pre-sistolik grade III/IV. Gallop (-).
Laboratorium :
-Hb : 12,8 g/dl
-Leukosit : 11.120/mm3.
-Trombosit : 247.000/mm3.
-Natrium : 133 mEq/L.
-Kalium : 3,3 mEq/L.
-Chlorida : 98 mEq/L.
-PT : 71,5 detik.
-APTT : 52,3 detik.
-INR : 4,56
Foto Thorax :
-Bentuk dan ukuran jantung
41
membesar.
-CTR : 70,2 %
-Segmen aorta : normal.
-Segmen pulmonal :menonjol
-Pinggang Jantung : mendatar
-Kedua sinus kostophrenikus lancip,
kedua diafragma licin
-Corakan vaskular paru biasa,
kongesti:(-)
-Bronkus utama kanan terangkat
-Trakea di tengah
-Tulang-tulang dan soft tissue baik
-Tampak perselubungan inhomogen
di lapangan kedua paru bawah
Kesimpulan : Kardiomegali
dengan konfigurasi mitral
Ekokardiografi :
-Katup-katup : - MS severe, MR
moderate dengan penebalan dan
kalsifikasi di AML & PML (HVA
planimery : 0,6 cm2, HNA by DHT :
0,5 cm2 TR : severe
-Dimensi Ruang Jantung : LA-RA-RV
dilatasi, LV D-shaped
-Fungsi sistolik LV baik, EF : 57%
-Kontraktilitas RV menurun, TAPSE
15 mm
-pH (+), PASP : 105 mmHg
Penatalaksanaan
42
Mengatasi keluhan atau akibat adanya -Tirah baring
obstruksi katup mitral : -O2 2-4 L/i.
-Kontrol rate -IVFD NaCL 0,9% 10gtt/i
-Diuretik -Injeksi Furosemide 20mg/8jam
-Suplemen elektrolit -Spironolakton 1 x 25mg
-Antikoagulan. -Digoxin 1 x 0,25mg
-KSR 1 x 600mg
43
BAB VI
KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Alpert, J. S., Sabik, J. F. & Cosgrove III, D. M. 2002, ‘Mitral valve disease’
in Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd edn, eds. E.J.Topol, R. M.
Califf, J. Isner, E. N. Prystowsky, J. Swain, J. Thomas, et al., Lippincott
Williams & Wilkins, United States of America.
2. Baan, J., Jim, E. L., Joseph, V. F. F. 2016, ‘Gambaran kelainan katup
jantung pada pasien penyakit jantung rematik dan pasien penyakit jantung
bawaan pada orang dewasa di RSUP Prof Kandau’, Jurnal Kedokteran
Klinik, vol. 1, no.1,pp.109-115,accessed11April2017,Availablefrom:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkk/article/view/14385
3. Bonow, R. O., Carabello, B. A., Chatterjee, K., de Leon, A. C., Faxon, D.
P., Freed, M. D; et al. 2008, ‘2008 Focused update incorporated into the
ACC/AHA 2006 guidelines for the management of patients with valvular
heart disease: a report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to
Revise the 1998 Guidelines for the Management of Patients With Valvular
Heart Disease): endorsed by the Society of Cardiovascular
Anesthesiologists, Society for Cardiovascular Angiography and
Interventions, and Society of Thoracic Surgeons’. Circulation. 118 (15):
e523– 661. PMID 18820172.
doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.108.190748.
4. British Medical Journal Best Practice 2016, Epidemiology Mitral Stenosis,
accessed30May2017,Availablefrom:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/323/basics/epidemiolog
y.html
5. Bryg, R. J. 2009, ‘Mitral stenosis’ in Current Diagnosis & Treatment
Cardiology, 3rd edn, ed. M. H. Crawford, The McGraw-Hill Companies Inc,
New York.
6. Di unduh dari http://circ.ahajournals.org/, Carabello BA. Contemporary
Reviews in Cardiovascular Medicine : Modern Management of Mitral
Stenosis. Vol 112 : 432-7; 2005, Di unduh dari http://circ.ahajournals.org/,
pada tanggal 16 Maret 2015.
7. Dima, C. 2014, ‘Epidemiology mitral stenosis’, Medscape, accessed 9 June
2017, Available from: http://emedicine.medscape.com/article/155724-
overview#a4
8. Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M. 2014, Gray’s Anatomy for
Students, 3rd edn, Churchill Livingstone Elsevier Inc, Canada.
45
9. Ellis, H. 2006, Clinical Anatomy: Applied anatomy for students and junior
doctors, 11th edn, Blackwell Publishing Ltd, India.
10. Indrajaya, T., Ghanie, A. 2014, ‘Stenosis Mitral’ in Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 6th edn, eds. S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo,
InternaPublishing, Jakarta Pusat.
11. Otto CM, Bonow RO, Carabello BA, Erwin JP 3rd, Guyton RA, O'Gara
PT, Ruiz CE, Skubas NJ, Sorajja P, Sundt TM 3rd, Thomas JD; ACC/AHA
Task Force Members. 2014. ‘2014 AHA/ACC Guideline for the
Management of Patients With Valvular Heart Disease executive summary: a
report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines.’ Circulation. 2014 Jun 10;129(23):2440-
92. doi: 10.1161/CIR.0000000000000029. Epub 2014 Mar 3.
12. Permatasari, P. N. 2017. perbandingan kualitas hidup pasien pasca
penatalaksanaan stenosis mitral dengan metode percutaneous balloon
valvotomy dan metode mitral valve replacement. Universitas Diponegoro,
Semarang.
13. Rahimtoola et al. Evaluation and Management of Mitral Stenosis. Vol 106 :
1183-8; 2002, Di unduh dari http://www.Circulationaha.org, pada tanggal
16 Maret 2015.
14. Rosendorff, C. 2005, Essential Cardiology: Principles and Practice, 2nd edn,
Humana Press Inc, Totowa New Jersey.
15. Stoltz, C. & Bryg, R. J. 2003, ‘Mitral stenosis’ in Current Diagnosis &
Treatment in Cardiology, 2nd edn, ed. M.H.Crawford, The McGraw-Hill
Companies Inc, United States of America.
16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar
IPD. Jilid II edisi ke-5. Jakarta : Internapublishing; 2009.h.1671-9.
17. Tortora, GJ. & Derrickson, B. 2012, Principles of Anatomy & Physiology,
13th edn, John Wiley & Sons, Inc, United States of America.
18. Yusak M. 1996, ‘Stenosis Mitral’ in Buku Ajar Kardiologi, eds.
L.I.Rilantono, F.Baraas, S.Karo-Karo, P.S.Roebiono, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
46
47
48
49