Anda di halaman 1dari 13

A.

Desain pembelajaran
Desain pembelajaaran adalah proses yang sistematis dalam mencapai tujuan
intruksional secara efektif dan efisien melalaui pengidentifikasian masalah
pengembangan strategi, dan bahan instruksional, serta pengevaluasian terhaadap
strategi dan bahan instruksional tersebut untuk menentukan apa yang harus
direvisi (suparman 2001 dalam Wardoyo 2013). Dalam menyusun desain
pembelajaran hal-hal pokok yang harus diperhatikan adalah bahwa tujuan dari
pembuatan desain pembelajaran tersebut adalah untuk membuat langkah kerja
seorang guru lebih sistematis agar tujuan pembelajaran dapar tercapai secara
efektif dan efisien.
Desain pembelajaran berisi tentang persiapan-persiapan dalam empat (4)
elemen (komponen) dasar terkait dengan persiapan pelaksanaan proses
pembelajaran. Empat komponen dasar dalam pembelajaran tersebut meliputi
pembelajar, tujuan, metode, dan evaluasi. Dalam penyusunan desain pembelajaran
seorang guru harus mampu memahami dan menerapkan (konsep maupun
prosedur) keempat komponen dasar tersebut. Artinya bahwa penyusunan desain
pembelajaran harus saling terkait satu elemen dengan elemen lainnya. Jangan
sampai masing-masing elemen bertolak belakang satu dengan lainnya.
B. Pengertian riset (penelitian)
Riset atau penelitian (research) merupakan suatu pencarian, teori pengujian,
teori atau pemecahan masalah(Sevilla dkk, dalam Wardoyo 2013). Menurut
Furchan(2007, dalam Wardoyo 2013) riset atau penelitian merupakan penerapan
pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Artinya bahwa suatu
pemasalahan dapat ditemukan jawaban maupun solusinya melalui prosedur-
prosedur yang ilmiah. Proses penelitian menuntut adanya kegiatan atau usaha
yang sistematis dan objektif untuk menentukan pengetahuan yang dapat
dipercaya.
Darmadi(2011, dalam Wardoyo 2013) menyatakan bahwa penelitian (riset)
atau research berasal dari kata “Re” dan “To” search, yang artinya mencari
kembali. Dari definisi tersebut terdapat tiga fungsi atau peran penelitian yaitu
pertama membantu manusia memperoleh pengetahuan baru, kedua memperoleh
jawaban atas suatu pertanyaan, dan ketiga memberi pemecahan atas suatu
masalah.
Dari beberapa rumusan pengertian terkait dengan definisi riset (penelitian)
maka dapat disimpulkan bahwa riset atau penelitian merupakan “suatu aktivitas
atau usaha yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan dan menyimpulkan temuan-temuan yang
didapatkan. Usaha-usaha terkait dengan pengolahan informasi tersebut dapat
dilakukan secara baik dan benar sesuai rambu-rambu penelitian.

C. Karakteristik pembelajaran berbasis riset


Pembelajaran berbasis riset merupakan pembelajaran yang di dasarkan pada
pendekatan penelitian (riset) sebagai langkah pelaksanaan dalam prosesnya.
Artinya bahwa proses pembelajaran yang berlangsung merupakan
implementasi perpaduan dari karakteristik tindakan penelitian dan
penbelajaran bermakna ( meaningful Learning). Pembelajaran berbasis riset
memiliki 7 karakteristik yang terlihat dalam proses pembelajarannya.
Karakteristik tersebut meliputi :
1. Sistematik
Sistematik merupakan karakteristik dalam pembelajaran berbasis riset,
artinya bahwa dalam kegiatan proses pembelajaran berjalan secara
tersistem dan terprogram sesuai dengan langkah-langkah yang telah
ditentukan. Karakter pembelajaran yang tersusun secara sistematis
memiliki gambaran bahwa aktivitas siswa selalu bertujuan untuk mencapai
target yang ditentukan. Sistematis juga dapat berarti sebagai pelaksanaan
pembelajaran yang berlangsung secara sistematis. Artinya bahwa proses
pembelajaran yang berlangsung menggunakan langkah-langkah yang
bersifat logis.
2. Aktif
Dalam pembelajaran berbasis riset, keaktifan peserta didik menjadi hal
yang sangat penting peserta didik benar-benar dituntut keaktifan dalam
setiap pembelajaran. Tanpa adanya keaktifan siswa maka pembelajaran
berbasis riset akan terhambat karena pendekatan ini merupakan
pendekatan student centered learning.
3. Kreatif
Kreatif merupakan ekspresi gagasan dan perasaan serta penggunaan
berbagai macam cara untuk melakukan (Beetlestone, 2011 dalam Wardoyo
2013). Dalam pembelajaran siswa dituntut memiliki kreativitas yang
tinggi. Kreativitas didefinisikan sebagai aktivitas kognitif yang
menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk
permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu
dipandang menurut kegunaannya) (Solso, dkk 2007 dalam Wardoyo
2013).
4. Inovatif
Inovatif memiliki makna bahwa dalam proses pembelajaran akan
menghasilkan sesuatu yang baru. Artinya bahwa dalam proses
pembelajaran menuntut siswa agar menemukan hal baru untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Tentunya hal baru yang
dilakukan atau ditemukan adalah jawaban dari permasalahan yang ada.
5. Efektif
Efektif artinya bahwa proses pembelajaran berbasis riset yang
dilaksanakan memiliki pengaruh positif bagi perkembangan kompetensi
siswa. Dalam hal ini guru diharapkan mampu menerapkan pembelajaran
berbasis riset dengan mengoptimalkan proses pembelajaran secara tepat
agar membawa hasil seperti yang telah ditentukan.
6. Objektif
Objektif artinya bahwa keputusan yang diambil dalam proses
pembelajaran berbasis riset merupakan keadaan yang sebenarnya tanpa
dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Jadi yang menjadi bahan
pertimbangan dalam melakukan penarikan kesimpulan adalah semata-mata
didasarkan pada data-data yang terkumpul dengan menggunakan analisis
data yang baik dan benar.
7. Ilmiah
Dalam pembelajaran berbasis riset, aktivitas siswa yang dilakukan dalam
mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi adalah menggunakan
cara ilmiah. Artinya bahwa kegiatan pembelajaran berdasarkan pada ciri-
ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Ilmiah memiliki
gambaran bahwa aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran
berbasis riset yaitu berdasarkan teori atau berpatokan pada kaidah-kaidah
keilmuan dengan menguji validitas data yang ada.
D. Metode Pembelajaran
a. Inquiri Learning
1. Pengertian Inquiri Learning
Inquiry learning adalah metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk
dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai
wujud adanya perubahan perilaku (Hanafiah, 2010 dalam Wardoyo 2013).
Oleh karena itu proses pembelajaran yang menggunakan metode Inquiry
learning menuntut keterlibatan secara maksimal seluruh kemampuan
peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan
logis terhadap sebuah fenomena sehingga dapat menemukan apa yang
diinginkan.
2. Landasan teoretis
Metode Inquiry learning didasarkan pada teori kognitif yang diusung oleh
Piaget. Teori belajar yang diusung oleh Piaget terkenal dengan tiga
tahapan dalam belajar yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi
(penyeimbangan). Proses asimilasi (assimilation) merupakan proses
merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang.
Selanjutnya proses asimilasi dilanjutkan ke tahap yang disebut proses
akomodasi (accommodation), yaitu proses memodifikasi struktur kognitif.
Adapun proses selanjutnya yang ketiga adalah proses ekuilibrasi
(equilibration) yaitu tendensi bawaan untuk mengorganisasikan
pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal.
3. Ciri-ciri Inquiry Learning
Metode Inquiry Learning memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(1) Penekanan kegiatan pada siswa (self-directed) yang melibatkan
kegiatan untuk meneliti sesuatu dan pemikiran kritis dan analistis.
(2) Penggunaan berbagai macam informasi sebagai pendukung penelitian.
(3) Berakhir dengan kesimpulan sebagai produk akhir dari kegiatan
penemuan tersebut.
4. Sintaks Inquiry Learning
Weinbaum et al. (2004:3) menyatakan bahwa “the steps of the inquiry
process might be presented as a straight line that progresses from
identifying question through gathering and analyzing data to generating
new teaching approaches the questions and generate others”. (Langkah-
langkah dari proses inkuiri bisa dipresentasikan sebagai garis lurus yang
dimulai dari mengidentifikasi masalah melalui pengumpulan dan
penganalisisan data untuk membuat pendekatan mengajar baru yang yang
diarahkan untuk membuat orang lain bertanya dan membuat pendekatan
lainnya).
Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007:31) langkah-langkah
pembelajaran Inquiry Learning meliputi :
(1) Simulation, guru bertanya dengan mengajukan persoalan.
(2) Problem statement, siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai
permasalahan.
(3) Data collection, siswa diberi kesempatan mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancaradengan narasumber, dan melakukan uji coba sendiri.
(4) Data processing, semua data yang diperoleh siswa diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu.
(5) Verification, dari hasil tafsiran atau pengolahan yang telah dilakukan,
kemudian pertanyaan dan hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu
dicek apakah terjawab atau tidak, atau terbukti atau tidak.
(6) Generalization, berdasarkan hasil verifikasi tadi, siswa belajar untuk
menarik kesimpulan.

Bertolak dari berbagai pendapat mengenai sintaks metode Inquiry


Learning tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa proses pembelajaran
menggunakan metode Inquiry Learning memiliki tahapan sebagai berikut:

1) Eksplorasi
Siswa memulai kegiatan dengan menggali berbagai macam informasi
yang berkaitan dengan konsep dan isu yang akan dipelajari. Dalam hal
ini informasi tersebut digunakan sebagai acuan bagi siswa untuk
mengidentifikasi berbagai permasalahan yang akan menjadi topik
pembahasan.
2) Identifikasi masalah
Setelah mendapatkan pengetahun awal ditahapan eksplorasi, siswa
melakukan kegiatan pengidentifikasian masalah berdasarkan informasi
yang mereka dapatkan. Setelah mendalami konsep, siswa akan bisa
mendapatkan berbagai permasalahan yang timbul berdasarkan keadaan
ideal yang diharapkan oleh siswa dengan kenyataan yang ada. Dari
kesenjangan itu siswa akan merumuskan permasalahan untk diteliti.
3) Pengajuan hipotesis
Tahapan ini adalah tahapan dimana siswa mengajukan sebuah
hipotesis. Hipotesis adalah dugaaan sementara yang berlaku sebagai
sebuah alternatif jawaban mengenai permasalahan yang sudah
dirumuskan diawal kegiatan.
4) Pengumpulan dan analisis data
Tahapan ini adalah tahapan pengujian hipotesis. Siswa memulai
kegiatan untuk menguji hipotesis mereka dengan mengumpulkan
sebagai macam informasi dan data dari berbagai macam sumber.
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya data dianalisis untuk diambil
kesimpulannya.
5) Refleksi
Tahapan ini adalah tahapan dimana siswa melakukan kegiatan
merefleksi kembali terhadap proses pembelajaran mereka. Kegiatan
refleksi dalakukan dengan pendapingan dari fasilitator (guru).hal yang
dibahas meliputi perkembangan proses pembelajaran mereka, hal apa
saja yang didapatkan dan juga pengalaman belajar apa saja yang
didapatkan siswa.
b. Problem Based Learning
1. Pengertian problem based learning
Adalah sebuah pendekatan yang membentuk kurikulum yang
mempertentangkan siswa dengan permasalahan dan praktiknya yang
didalamnya terdapat stimulus untuk belajar. Definisi problem based
learning lain dinyatakan oleh Harrison (2007), menyatakan bahwa sebuah
pengembangan kurikulum dan metode intruksional yang menempatkan
siswa dalam peranannya yang aktif sebagai pemecah masalah ketika
dihadapkan dalam problem yang kurang terstruktur dalam real world.
Dengan demikian problem based learning dapat didefinisikan sebagai
metode yang menempatkan siswa untuk berperan sebagai pemecah
masalah yang tidak terstruktur dalam real world sebagai kegiatan belajar
mereka.
Permasalahan yang digunakan sebagai dasar untuk belajar mereka
merupakan kata kunci dalam metode ini. Berdasarkan permasalahan
tersebut, siswa dituntut untuk mencari solusinya. Selanjutnya bersamaan
dengan proses pencarian solusi untuk masalah ini, siswa akan mengalami
proses belajar. Siswa tidak diberikan materi juga berbagai macam
informasi untuk mereka pelajari, akan tetapi lebih jauh dari itu siswa akan
memahami bahwa mereka lebih banyak mempelajari cara belajar dengan
membangun kemampuan mereka dalam menarik sebuah kesimpulan dari
permasalahan yang dihadapi, juga belajar untuk berkomunikasi dengan
efektif.
Problem based learning adalah sebuah metode pembelajaran yang
mendorong pembelajaran siswa dengan menciptakan kebutuhan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahn ontentik. Selama proses
pemecahan masalah ini, siswa mengkontruksi pengetahuan dan
mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah dan ketrampilan
untuk belajar secara self-directed pada saat mencari solusi permasalahan
tersebut. Dalam hal ini Hung menekankan proses pembelajaran yang
melibatkan peran aktif siswa dalam belajar setelah adanya “kebutuhan”
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi tersebut. Hal ini sangat
relevan dengan apa yang dinyatakan oleh Harison (2007).
Berdasar pendapat-pendapat tersebut diatas dapat diambil beberapa hal
penting terkait dengan problem based learning yaitu :
(1) Penyebutan problem based learning sebaga metode pembelajaran.
(2) Adanya permasalahan otentik dalam dunia nyata yang menjadi sarana
untuk belajar.
(3) Peranan siswa yang aktif sebagai pencari solusi permasalahan tersebut.
2. Landasan Teoritis
Pernyataan Bruner menggambarkan bahwa pembelajaran yang bermakna
adalah pembelajaran yang didapatkan dari proses penemuan, diskusi dan
pemecahan masalah yang dihadapi. Proses pembelajaran tidak terjadi
semata-mata karena siswa dimodelkan mengenai konsep tertentu, akan
tetapi cenderung kepada pembangunan konsep berdasarkan apa yang
mereka temukan dalam proses penemuan jawaban tersebut. Pembangunan
konsep tersebut menurut Savin-Baden (2003) dinyatakan sebagai fokus
dari konstruktivisme. Menurutnya kontruktivisme terfokus pada keyakinan
bahwa sebuah realitas dapat dipahami jika dibentuk melalui
pengkontruksian yang didasarkan pada pengalaman atau interaksi sosial.
Pendapat Bruner menguatkan teori pembelajaran kontruktivisme, yang
menyatakan bahwa pengetahuan memiliki sifat tidak mutlak, akan tetapi
dipandang sebagai hasil dari pengkontruksian oleh pembelajar dengan
mendasarkan pada pengetahuan awalmereka dan keseluruhan pandangan
mereka terhadap dunia (Savin-Baden dan Major, 2004).
Teori kontruktivisme menganggap bahwa seseorang paling baik jika
belajar dalam lingkungan yang tidak dipandu (atau dengan panduan tapi
dengan batas minimal) oleh orang lain. Implikasinya adalah pengetahuan
akan didapatkan dari penemuan atau kontruksi dari berbagai informasi
yang mereka temukan sendiri (Kirschner, 2006).
3. Ciri-ciri Problem Based Learning
Hal ini relevan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Walker dan Leary
(2009) yang menyatakan bahwa problem based learning dikarakteristikkan
sebagai pendekatan dalam pembelajaran di mana siswa diberikan lebih
banyak kontrol terhadap pembelajaran. Maksudnya dalam pembelajaran
menggunakan metode problem based learning siswa lebih banyak
melakukan tindakan secara aktif dengan inisiatifnya untuk mencari
jawaban atas permasalahan yang dihadapinya. Siswa diminta bekerja sama
dalam kelompok dan yag lebih penting lagi diharuskan untuk mendapatkan
pengalaman baru dari langkah pemecahan masalah yang
merepresentasikan dalam praktik profesionalny.
Pendapat lain mengenai karakteristik problem based learning yang lebih
rinci dinyatakan oleh Hug et al. (2008) dan Kolmos et al. (2007)
menyatakan karakteristik problem based learning sebagai berikut:
1) Problem focused, yaitu siswa yang belajar berdasarkan permasalahan.
2) It is student centered, yaitu proses pembelajaran yang berpusat pada
siswa.
3) Self-directed learning, yaitu siswa yang mengendalikan proses
pembelajaran yang sudah ditentukan.
4) Self-reflective yaitu siswa membuat refleksi dalam proses dan hasil
pembelajaran mereka.
5) Tutors are facilitators yaitu guru yang hanya bertindak sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran bukan sebagai pemberi konsep.

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai karakteristik problem based


learning tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari problem
based learning adalah sebagai berikut:

1) Adanya permasalahan yang mendasari proses belajar siswa.


2) Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.
3) Proses pembelajaran yang dikendalikan oleh siswa.
4) Refleksi terhadap proses pembelajaran dan hasil pembelajaran yang
dilakukan sendiri oleh siswa.
4. Sintaks Problem Based Learning
Problem based learning merupakan pembelajaran yang memfokuskan pada
pemecahan masalah oleh siswa itu sendiri. Dengan demikian persyaratan
awal yang harus ada dalam problem based learning adalah adanya
masalah. Selanjutnya guru bisa memberikan berbagai macam perlakuan
terhadap masalah agar siswa bisa belajar dari masalah tersebut.
Boud dan Feletti (2001) memaparkan siklus dalam problem based learning
adalah sebagai berikut:
1) Siswa diberikan sebuah permasalahan dan membuat sebuah kelompok
untuk bersama-sama mencari solusi dari permasalahan tersebut.
2) Siswa membuat pertanyaan yang disebut learning issue yang
menggambarkan aspek masalah yang tidak mereka ketahui. Isu inilah
yang menjadi fokus pembelajaran mereka.
3) Siswa mendiskusikan sumber apa saja yang digunakan untuk meneliti
learning issue dan dimana mereka bisa menemukannya.
4) Pada saat siswa berkumpul kembali, mereka mengeksplorasi learning
issue terdahulu mengumpulkan pengetahuan baru mereka dalam
konteks permasalahan yang ada. Siswa merangkum pengetahuan
mereka dan menghubungkan dengan konsep baru dengan konsep lama
mereka.

Harrison (2007) menyatakan beberapa langkah dalam mengaplikasikan


problem based learning yaitu:

1. Ideas
Ideas adalah fase dimana siswa melakukan brainstorming, membuat
kelompok dan mengumpulkan seluruh ide terhadap permasalahan yang
akan mereka cari solusinya. Kegiatan curah pendapat (brainstorming)
ini akan membuat siswa memunculkan berbagai ide yang akan menjadi
bekal awal sebelum menulis.
2. Known facts
Known facts adalah tahap di mana siswa berusaha untuk
mengidentifikasi apa yang mereka ketahui tentang permasalahan
tersebut dan berusaha untuk mencari tahu tentang kompleksitas isu
tersebut. Siswa mencoba menggali pemahamannya terhadap
permasalahan yang ada dengan bekal seperangkat pengetauan yang
telah dimilikinya.
3. Learning issue
Learning issue adalah tahapan di mana siswa mencari jawaban dari
permasalahan apa saja yang harus mereka ketahui untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut, menyaring ide dan mencari
fakta ataupun menyeleksi ide yang tidak relevan. Siswa pada tahapan
ini mencoba menemukan jawaban dari permasalahan yang ada dengan
mengoptimalkan ide yang ada dan menyaringnya sesuai kebutuhan
dalam menyelesaikan permasalahan.
4. Action plan
Action plan adalah tahapan dimana siswa berusaha menembangkan
rencana berdasarkan pada fakta, learning issue dan kesimpulan yang
menurut mereka bisa dijadikan sebagai penyelesaian masalah tersebut.
Siswa melakukan pengembangan terhadap rencana yang telah ada
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
5. Evaluate product and process
Evaluate product and process adalah tahapan dimana produk dan
proses pembelajaran dievaluasi. Semua hasil produk yang diciptakan
oleh siswa dan proses pembelajaran dievaluasi untuk mendapatkan
kejelasan sampai dimana kemampuan siswa dalam pembelajaran yang
telah dilakukan.
c. Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan
kontruktivisme. Proses pembelajaran CTL ini menitikberatkan pada tiga
konsep dalam pembelajaran yaitu pertama menitikberatkan kepada
keterlibatan siswa secara aktif, kedua mendorong kepada siswa untuk
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan
situasi kehidupan nyata yang ada dan ketiga mendorong kepada siswa
untuk menerapkan kemampuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-
hari (Sanjaya,2008).
Ada tujuh asas dalam metode Contextual Teaching and Learning yaitu :
1) Kontruktivisme
Paham kontruktivisme yang digagas oleh Mark Baldawin dan
dikembangkan oleh Jean piaget merupakan paham yang menyatakan
bahwa proses penyusunan pengetahuan batru dalam dalam kognitif
siswa didasarkan pada pengalaman yang dimiliki oleh siswa. Dari
konsep tersebut kesimpulan dari paham kontruktivisme adalah bahwa
pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu objek materi
yang menjadi bahan masukan dan kemampuan subjek dalam
menginpretasi objek tersebut.
2) Inkuiri
Asas metode Contextual Teaching and Learning selanjutnya inkuiri.
Artinya bahwa pembelajaran menggunakan metode CTL didasarkan
pada aktivitas siswa untuk melakukan pencarian dengan tujuan akhir
siswa mampu menemukan sesuatu yang diharapkandari prose
pembelajaran. Tentunya aktivitas pencarian dan penemuan yang
dilakukan oleh siswa bukan semata-mata dilakukan tanpa dasar, namun
aktivitas tersebut didasarkan pada proses berpikir secara sistematis,
kritis, dan analitis.
3) Bertanya ( questioning)
Kegiatan dalam pembelajaran menggunakan metode CTL menuntut
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Keaktifan pembelajaran
siswa ini dapat dilihat dari pertanyaan yang diajukan siswa dan
jawaban-jawaban yang dipaparkan secara siswa. Dalam proses
pembelajaran guru harus mampumembangkitkan keinginan siswa
terhadap materi yang ada.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar dalam CTL memiliki arti bahwa dalam proses
pembelajaran yang dilaksanakan tercipta suatu masyarakat belajar
yang saling bekerja sama. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa hasil
pembelajaran yang diperoleh merupakan proses dan wujud nyata dari
kerja sama yang terjalin antar siswa.
5) Pemodelan ( modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan suatu
sebagai contoh yang dapat dituri oleh siswa. Dalam aktivitas
pembelajaran guru harus mampu menjadi model yang baik agar siswa
secara seksama meniru aktivitas apa yang dicontohkan oleh model.
6) Refleksi (refleksion)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
yang dilakukan dengan cara mengurut kan kembali pengalaman-
pengalaman yang telah dilaluinya dalam pembelajaran.
7) Penilaian nyata (authentic assesment)
Penilai nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

2. Ciri-ciri Contextual Teaching and Learning


Menurut sanjaya (2008) ciri-ciri CTL meliputi :
(1) pembelajaran menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik
maupun mental.
(2) belajar merupakan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
(3) terciptanya kelas yang mengekplorasi temuan-temuan yang ada.
(4) materi yang diterima meupakan temuan-temuan yang baru ditemukan
oleh siswa.
Sedangkan menurut Hanafian dan Suhana (2010) ciri-ciri dari CTL yaitu :
(1) kerjasama antarpeserta didik dan guru.
(2) adanya kegiatan saling membantu antarpeserta didik dan guru.
(3) proses pembelajaran berjalan secara aktif dan bergairah.
(4) pembelajaran terintegrasi secara kontektual.
(5) siswa belajar secara aktif.
(6) ada interaksi yang hangat antarsiswa dalam berbagi pengetahuan.
(7) terciptanya siswa yang kritis dan guru yang kreatif.
(8) produk yang dihasilkan siswa dipampang secara menarik dan penilaian
dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan yang ada.

3. Sintaks Contextual Teaching and Learning


Memahami CTL adalah memahami pembelajaran yang didasarkan pada
konsep pembelajaran kontruktivisme. Artinya bahwa proses pembelajaran
yang dilakukan, ditekankan keterlibatan siswa secara aktif, aktivitas siswa
agar mampu menemukan hubungan antara materi yang dipelajarinya
dengan situasi kehidupan nyata yang ada dan mendorong siswa untuk
menerapkan kemampuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari konsep tersebut maka pebelajaran dengan metode CTL dapat
dilakukan dengan 6 tahapan pembelajaran sebagai berikut :
1) Tahap pengenalan
Pada tahap ini seorang guru dalam proses pembelajaran melakukan
pengenalan kepada siswa terkait materi yang akan diberikan dan tujuan
dari pembelajaran yang akan dilaksanakan. Harapan dari tahapan ini
adalah bahwa siswa memiliki kesiapan belajar yang baik agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal.
2) Tahap pengaitan
Pada tahapan ini siswa diminta untuk mengaitkan antara pemahaman
yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang diajarkan. Pada tahap ini
siswa diminta untuk mengekplorasi apa yang ada dalam dirinya dan
kemudian mengolaborasikan dengan pengetahuan yang baru.
3) Tahap penafsiran
Tahap penafsiran merupakan tahapan dimana didalam proses
pembelajaran siswa diminta untuk menemukan dan menyimpulkan
pengetahuan baru yang diperolehnya dengan ide dan pemikiran yang
didasarkan pada logika berpikir, pengalaman belajar, dan pemodelan
yang diberikan dalam proses pembelajaran.
4) Tahap implementasi
Pada tahap ini siswa mengimplementasikan pengetahuan baru yang
dimilikinya dalam konteks permasalahan yang dihadapi baik dalam
proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari.
5) Tahap refleksi
Tahapan refleksi merupakan tahapan dimana siswa melakukan
aktivitas reflektif untuk mengendapkan pengalaman-pengalaman yang
telah dialami agar pengetahuan yang telah dimiliki dapat terekam
dalam struktur kognitif mereka.
6) Tahap evaluasi
Tahap terakhir dari langkah penerapan metode CTL adalah tahap
evaluasi. Pada tahap ini siswa mendapatkan penilaian secara
menyeluruh, secara otentik meliputi penilaian proses maupun penilaian
hasil.

Anda mungkin juga menyukai