Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PASIEN DIAGNOSA

HIRSCHPRUNG DI RUANGAN PERINATOLOGI

RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG

NAMA : WELMINTJE NOYA

NIM : 201714901053

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAPUA SORONG

PROGRAM – PROFESI NERS


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
HIRSCHPRUNG

A. Pengertian
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
– sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir  3 Kg, lebih banyak laki – laki dari
pada perempuan.
(Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel –sel ganglion di
dalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak
tertentu. (Behrman & vaughan,1992:426)
Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya
neuron mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal
sfingter ani (Isselbacher,dkk,1999:255)
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus
( Ngastiyah,2005:219)

B. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1) Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan
70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada
anak laki- laki dibanding anak perempuan.
2) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun
perempuan.

C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi
Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak
adanya ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik
(aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon
menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal
menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang
berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien
mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter
ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses, gas
dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak
merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna
berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kuman
ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak
yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh
Dona L.Wong,1999:2000)

E. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam
pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur
dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti
obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen
hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 :
197)
1. Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau busuk
d Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

F. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit
hirschprung adalah:
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin
karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi
dan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun
penyempitan.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa
ditemukan:
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan
gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai
sel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24
jam setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk
menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini
dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion di sub
mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2
cm diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel – sel ganglion
di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum.
Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna
pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan
mengalami tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja
yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja,
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan
akan terjadi pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang
melebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih
kecil karena usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada
pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar /
gambaran obstruksi usus letak rendah.

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu
prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar
yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.

2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan
)
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
I. PATHWAYS

Aganglionik
saluran cerna

Peristaltik menurun

Perubahan pola eliminasi


(konstipasi)

Akumulasi isi usus

Proliferasi bakteri Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin Feses membusuk produks gas meningkat

inflamasi diare
Mual & muntah Distensi abdomen

Enterokolitis Penekanan pada diafragma


Anoreksia Drainase gaster

Ekspansi paru
Prosedur operasi menurun
Ketidakseimba Resiko
ngan nutrisi < kekurangan
dari kebutuhan volume cairan
tubuh Pola nafas tidak efektif
Nyeri akut

Imunitas menurun

Perubahan Resiko tinggi


tumbuh kembang infeksi
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON

A. PENGKAJIAN
 Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada
penyakit hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir,
biasanya ada keterlambatan
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada
bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik
usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme
koping yang digunakan.
b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan
keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi
penyakit anaknya.
7. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin
juga perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia,
infeksi dan kurangnya asupan protein.
 Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit
hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan
utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran
mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang
berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar
abdomen semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi
abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi
keadaan umum klien.
5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a. Periode bayi baru lahir
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -48 jam setelah lahir
2. Menolak untuk minum air
3. Muntah berwarna empedu
4. Distensi abdomen
b. Masa bayi
1. Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2. Konstipasi
3. Distensi abdomen
4. Episode diare dan muntah
5. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya
enterokolitis : diare berdarah, letargi berat)
c. Masa kanak –kanak
1. Konstipasi
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon
3. Distensi abdomen
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan
pertumbuhan yang buruk
6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a) Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran
obstruksi usus letak rendah
b) Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rektum
c) Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena
rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
terutama yang berhubungan dengan pola defekasi
Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
- Monitor bowel elimination pattern
- Ukur lingkar abdomen
- Observasi manifestasi penyakit hischprung
Periode bayi baru lahir
- Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir
- Menolak untuk minum air
- Muntah berwarna empedu / hijau
- Distensi abdomen
Masa bayi
- Ketidakadekuatan penambahan berat badan
- Konstipasi
- Distensi abdomen
- Episode diare dan muntah
- Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)
- Diare berdarah
- Demam
- Letargi berat
Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
- Konstipasi
- Feses berbau menyengat seperti karbon
- Distensi abdomen
- Masa fekal dapat teraba
- Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang
buruk
B. ANALISA DATA

Pengelompokan Data Etiologi Masalah


DS: Ibu klien mengatakan anaknya tidak mau Anoreksia, mual Perubahan
minum ASI muntah nutrisi kurang
dari
DO: -antropometri<14,00 cm kebutuhan

- Albumin < 3,4 g/dL


- Lemah dan gelisah, suhu tubuh meningkat
bila terdapat enterokolitis, nadi cepat dan
lemah, respirasi takipnea , BB menurun.
- Anoreksia
DS : ibu mengatakan anaknya sering muntah Output yang Gangguan
berlebih keseimbangan
DO : - Turgor kulit menurun cairan
- Membran mukosa kering
- Anoreksia
- Mual
DS :Ibu mengatakan mekonium lambat keluar Tidak adanya Perubahan
atau tidak keluar peristaltik usus eliminasi
alvi :
DO : - Feces keras dan berbentuk konstipasi
- Tidak ada defekasi
- Penurunan bising usus
DS : Ibu mengatakan anaknya sering menangis Distensi abdomen Gangguan
rasa nyaman,
DO : - Raut wajah nampak kesakitan nyeri
- Menangis
- Respon autonom :
o TD naik
o Nadi meningkat
o RR meningkat
DS : Ibu mengatakan takut terjadi hal yang tida Kurangnya Ansietas
di inginkan pada anaknya informasi tentang
pembedahan
DO : - Nampak cemas kolostomi
- Menangis
- Anoreksia
- Pucat

DS :Ibu menggatakan anak sering menangis Trauma jaringan Gangguan


sekunder rasa nyaman,
terhadap nyeri
DO :- Raut wajah nampak kesakitan pembedahan
- Menangis
- Respon autonom :
o TD naik
o Nadi meningkat
o RR meningkat

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
penyakit hirschprung adalah:
a. Diagnosa keperawatan pre operasi
1. Perubahan eliminasi alvi :konstipasi berhubungan dengan tidak
adanya peristaltik usus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah
3. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang
berlebih
4. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan distensi
abdomen
5. Ansietas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
pembedahan kolostomi

b. Diagnosa keperawatan post operasi


1. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan sekunder terhadap pembedahan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan akibat pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


a. Diagnosa pre operasi
Dx Tujuan / KH Intervensi Rasional
1. Tujuan : 1. Makanan yang lembut 1. Untuk meningkatkan
Setelah diberi tetapi mempunyai serat bulk feses dan
tindakan tinggi memudahkan peristaltik,
asuhan sehingga meningkatkan
keperawatan defekasi
selama 2x24 2. Pelunak feces diberikan 2. Mungkin perlu untuk
jam klien sesuai resep atau enema merangsang peristaltik
tidakmengala retensi-minyak dapat dengan
mi ganggguan diberikan untuk perlahan/evakuasi feses
eliminasi melunakkan feces dan
KH : menurunkan inflamasi.
 Klien dapat
BAB
 Tidak
distensi
abdomen
2. Tujuan: 1. Pertahankan status 1.Persiapan pasien sebelum
setelah puasa sesuai advise tindakan pembedahan
dilakukan guna meminimalkan efek
tindakan narkose
selama 3x24 2. Pertahankan NGT 2.Meningkatkan
jam tersambung pada dekompresi usus untuk
Kebutuhan drainase gravitasi atau menurunkan distensi dan
nutrisi adekuat penghisap rendah dan menurunkan mual atau
KH: intermitten muntah
 Bayi mau 3. Irigasi NGT tiap 2 jam 3.Mempertahankan
makan untuk menjamin kebersihan NGT
 Nutrisinya kepatenan
terpenuhi 4. Catat warna, jumlah 4.Haluaran cairan
dan karakteristik cairan berlebihan dapat
NGT menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
5. Beri cairan parenteral 5.Memperbaiki
sesuai advise keseimbangan cairan dan
elektrolit
6. Beri cairan per NGT
6. Mengembalikan fungsi
sesuai kondisi dan
usus normal dan
advise
meningkatkan masukan
7. Observasi abdomen: nutrisi adekuat
distensi (ukur lingkar 7. Menentukan kembalinya
perut dan tanda vital), peristaltic
pulihnya bising usus,
pasase flatus dan feses
maupun kolostomi
8. Timbang BB tiap hari
8. Mengidentifikasi status
cairan serta memastikan
kebutuhan metabolic
3. Tujuan : 1.Pantau tanda dan gejala 1. Penurunan sisrkulasi
Setelah kekurangan cairan volume cairan
dilakukan menyebabkan kekeringan
tindakan mukosa dan pemekataj
keperawatan urin. Deteksi dini
selama 3 x 24 memungkinkan terapi
jam pergantian cairan segera
keseimbangan untuk memperbaiki defisit.
dipertahankan 2. Dehidrasi dapat
secara 2. Pantau intake dan meningkatkan laju filtrasi
maksimal output glomerulus membuat
KH : keluaran tak aadekuat
Turgor elastic,
untuk membersihkan sisa
membran
metabolisme.
mukosa bibir
3. Mendeteksi kehilangan
basah, mata
3. Timbang berat badan cairan , penurunan 1 kg
tidak cowong,
setiap hari BB sama dengan
UUB tidak
kehilangan cairan 1 lt
cekung.
4. Mengganti cairan yang
Konsistensi
4.Anjurkan keluarga untuk hilang secara oral
BAB lembek.
memberi minum
banyak pada kien 5. Mengganti cairan secara
5. Cairan parenteral ( IV adekuat dan cepat.
line ) sesuai dengan
umur 6. Anti sekresi untuk
6. Obat-obatan : menurunkan sekresi cairan
(antisekresin, agar simbang,
antispasmolitik, antispasmolitik untuk
antibiotik) proses absorbsi normal,
antibiotik sebagai anti
bakteri berspektrum luas
untuk menghambat
endotoksin.
5. Tujuan : 1. Kaji tanda – tanda dan 1.Level kecemasan
Setelah klien ekspresi verbal dari berkembang ke panik
diberikan kecemasan. yang merangsang respon
informasi simpatik dengan
tentang melepaskan katekolamin.
penyakit dan Yang mengkontribusikan
pengobatannya peningkatan kebutuhan
, klien merasa O2 myocard.
lebih tenang 2. Mulai melakukan 2.Mengurangi rangsangan
dan rileks. tindakan untuk eksternal yang tidak
mengurangi perlu.
KH :
kecemasan. Beri
- Klien lebih
lingkungan yang
tenang
- Klien dapat tenang dan suasana
mengungkap penuh istirahat..
3. Temani klien selama 3. Pengertian yang empati
kan kembali
periode kecemasan merupakan pengobatan
informasi
tinggi beri kekuatan, dan mungkin
yang kita
gunakan suara tenang. meningkatkan
berikan.
- Klien lebih kemampuan coping
rileks. klien.
4. Berikan penjelasan 4.Memberi informasi
yang singkat dan jelas sebelum prosedur dan
untuk semua prosedur pengobatan
dan pengobatan. meningkatkan komtrol
diri dan ketidak pastian.
5. Mendorong klien 5. Menerima ekspresi
mengekspresikan perasaan membantu
perasaan perasaan, kemampuan klien untuk
mengijinkan klien mengatasi ketidak
menangis. tentuan klien dan
ketergantungannya.

b. Diagnosa post operasi


Dx Tujuan / KH Intervensi Rasional
1. Tujuan : 1. Kaji nyeri dengan 1. Membantu
Setelah skala 1 – 10 mengidentifikasi
dilakukan intervensi yang tepat dan
tindakan mengevaluasi keefektifan
selama 1x24 analgesic
jam nyeri 2. Berikan rasa nyaman: 2. Menurunkan ketegangan
akan reposisi, “Back Rub” otot, meningkatkan
berkurang / (pijat punggung), relaksasi, meningkatkan
nyeri hilang. mendengarkan musik, rasa kontrol dan
sentuhan dan lain-lain kemampuan koping
KH: 3. Berikan ketenangan 3. Memberikan dukungan
 Skala nyeri pada anak. (fisik,emosional)
0-3
4. Observasi pola tidur 4. Mengetahui dan
 Wajah
dan hindari hal-hal mempertahankan tingkat
rileks dan
yang tidak dibutuhkan kenyamanan
mampu
beristirahat/ oleh anak
5. Pemberian obat untuk 5. Mengontrol atau
tidur dg mengurangi nyeri untuk
mengatasi nyeri
tepat meningkatkan kerjasama
sesuai program
dengan aturan terapiutik
2. Tujuan : 1. Kaji warna stoma 1. Memantau proses
Setelah poerdarahan, dan kaji penyembuhan atau
dilakukan
kerusakan sekeliling keefektifan alat dan
tindakan
selama 2x24 area insisi mengidentifdikasi masalah
jam Pasien pembedahan pada area, kebutuhan
akan
untuk evaluasi atau
mempertahan
kan integritas intervensi lanjut.
kulit yang 2. Melindungi kulit dari
2. Berikan perawatan
normal perekat kantong dan
kulit dengan
selama memudahkan
perawatan meticulous
KH : pengangkatan kantong bila
 Luka perlu.
insisi 3. Mencegah iritasi jaring
3. Gunakan kantong
sembuh atau kulit karena alergi.
tanpa ada stoma yang dipoalergi
tanda-
tanda
infeksi
 Menunjuk
kan
penyembu
han tepat
waktu
3. Tujuan: 1. Perawatan luka 1. Menurunkan risiko
Setelah dengan teknik aseptic, peyebaran bakteri.
dilakukan luka dapat sembuh
tindakan dengan cepat dan
keperawatan sempurna.
selama 2x24
2. Lihat insisi dan 2. Memberikan deteksi dini
jam resiko
balutan. Catat terjadinya proses infeksi,
infeksi
karakteristik drainase dan pengawasan
berkurang
luka/drein (bila penyembuhan
KH:
Tidak ada dimasukan), adanya
tanda-tanda eritema
infeksi pada
daerah insisi
Luka dapat
sembuh
dengan
sempurna
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta :
Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar
Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai