Anatomi
Anamnesis
Identitas
Keluhan utama pasien
Keluhan tambahan pasien
Riwayat Penyakit sekarang dan Perjalanan penyakit
1. Pencetus ?
2. Apakah terdapat kondisi lain selain perubahan posisi yang dapat membuat sensasi
vertigo bertambah berat ?
4. Awitan?
Pemeriksaan fisisk
Pemeriksaan saraf kranialis antara lain : pemeriksaan nervus facialis (N. VII) dan nervus
vestibularis (N. VII), pemeriksaan tonus dan kekuatan motorik, koordinasi dan keseimbangan.
Pemeriksaan nystagmus
Bila memeriksa apakah ada nistagmus, penderita disuruh mengikuti gerak jari pemeriksa dari
satu sisi ke sisi lainnya, atau dari atas ke bawah, dari samping bawah ke samping atas
Nistagmus dapat lebih mudah dievaluasi dengan menggunakan lensa Frenzel, yaitu suatu kacamata
dengan lensa positif 20 dioptri. Lensa ini membuat penderita tidak dapat memfiksasi
pandangannya, dan pemeriksa dapat menilai gerak mata penderita dengan lebih mudah (kaca
pembesar).
Khusus :
Dix-Hallpike Manuever
Pemeriksaan Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Pemeriksaan
Dix-Hallpike kanan pada bidang kanalis semisirkularis anterior kiri dan kanal
posterior kanan dan pemeriksaan DixHallpike kiri pada bidang posterior kiri dan
anterior kanan. Untuk melakukan pemeriksaan Dix-Hallpike kanan, pasien duduk
tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan.
Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai
kepala pasien menggantung 20-30° pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik
sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama + 1
menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka dapat
langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila terdapat
abnormalitas.
Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila pemeriksaan tersebut tidak diikuti
dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan pemeriksaan Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien di-
hadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila
ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak
ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien
secara perlahan-lahan didudukkan kembali.
Pada tes ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lainnya, tumit kaki
yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya (tandem). Lengan dilipat pada dada, dan
mata kemudian ditutup.Tes ini berguna menilai adanya disfungsi sistem vestibular. Orang
normal mampu berdiri dalam sikap Romberg dipertajam selama 30 detik atau lebih
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, profil lipid, asam urat, dan hemostasis), foto rontgen cervical, EEG (elektroensefalografi),
ENG (elektronistagmografi), EMG (elektromiografi), BAEP (Brainstem Auditory Evoked
Potential), audiometric, CT scan, MRI, dan arteriografi.3
Tes pencitraan dilakukan pada pasien yang tidak memiliki karakteristik nistagmus,
berasosiasi dengan penemuan neurologis, atau tidak berespon terhadap terapi. Tes pencitraan yang
dipilih adalah MRI dengan kontras gadolinium untuk mengevaluasi sel otak, sudut serebelum-
pontin, dan arteri carotid interna. MRI merupakan modalitas yang paling sensitive dan spesifik
untuk mengidentifikasi tumor pada fossa posterior.6
Investigasi laboratorium seperti evaluasi audiometric, ENG, dan MRI diindikasikan pada
pasien dengan vertigo persisten atau ketika dicurigai adanya kelainan pada sistem saraf pusat.
Vestibular-evoked myogenic potentials (VEMPs) meningkat signifikan menjadi bagian dari
evaluasi diagnostic. Pemeriksaan – pemeriksaan ini akan membantu membedakan lesi sentral dan
perifer, serta untuk mengidentifikasikan penyebab dibutuhkannya terapi spesifik.7
ENG terdiri atas rekaman objektif yang diinduksi oleh nistagmus yang disebabkan
pergerakan kepala dan tubuh, serta stimulasi kalorik. ENG sangat membantu dalam mengukur
derajat hipofungsi vestibular dan mungkin membantu membedakan antara lesi sentral dan lesi
perifer.7
Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti
yaitu debris ”otokonia” yang terdapat pada kanalis semisirkularis, biasanya pada kanalis posterior.
Debris berupa kristal kalsium karbonat yang berasal dari struktur utrikulus. Diduga debris itu
menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo.
• Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV.
Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi
akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan
di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung
miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh
nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung
(seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula
bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa
laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
•Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di
dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini
berotasi ke atas sampai ± 90° di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe
mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan
nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan
pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model
gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir,
kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut
memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini
lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency) nistagmus transient, karena partikel
butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat
menerangkan konsep kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.
Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau penyakit lain yang
ada di telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan usia. BPPV juga bisa disebabkan
kelainan idiopatik, trauma, otitis media, pembedahan telinga, perubahan degeneratif karena usia
tua dan kelainan pembuluh darah, obat-obat ototoksik seperti gentamicin. Penyebab lain yang lebih
jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedektomi, fistula perilimfa dan
penyakit meniere. Kelompok idiopatik merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan.
Perasaan berputar terkadang sangat hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout.
Komplikasi
Vertigo yang berat menyebabkan penderita mengalami gangguan keseimbangan yang berat ketika
vertigo berlangsung.Akibatnya, jika penderita tidak mampu mempertahankan posisi /
keseimbangannya, penderita dapat terjatuh dan bukan tidak mungkin dapat mengalami fraktur.
Risiko fraktur meningkat pada penderita lanjut usia. Oleh karena itu, risiko fraktur seperti
compartment syndrome atau emboli pun dapat terjadi.
Vertigo hebat juga dapat menyebabkan penderitanya mengalami muntah. Oleh karena itu,
penderita vertigo, terutama usia lanjut, rentan mengalami dehidrasi jika mengalami vertigo dengan
disertai muntah berlebihan.
Penatalaksanaan
Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.
Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara
kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar
secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien
dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450
sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk,
dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher
dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama satu hari.
Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV kanalis horizon-
tal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat berada di sebelah
bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke
kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo
berhenti. Kemudian kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah
atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan badan diputar
bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala
dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di sebelah bawah. Setelah
15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30°. Penyangga leher di-
pasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis posterior dan kanalis anterior.
Terapi liberatory
Terapi liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal
semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat, apakah
kanal anterior atau posterior.
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, Terapi dimulai dengan penderita diminta
untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45°. Pasien yang
duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala
menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal
dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 45° ke kiri. Pertahankan penderita
dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher
kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT.
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, terapi yang dilakukan sama, namun kepala diputar
menghadap ke kanan. Angka kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal liberatory.