Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

“LOW BACK PAIN”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Saraf

Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc

Disusun Oleh:
Indah Aprilia Dwi M. H2A013016P

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2018

1
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. J
2. Umur : 54 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Ngrawon Lor, Bawen, Kab. Semarang
6. Pekerjaan : Buruh tani dan bangunan
7. Pendidikan : SMP
8. Status : Sudah menikah
9. No CM : 141xxx
10. Tanggal masuk RS : 29 Januari 2018 pukul 09.35 WIB pasien rawat
inap Bangsal Melati

B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis, 29 Januari 2018 pukul 19.00 WIB di Bangsal
Melati
1. Keluhan Utama : nyeri punggung bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Tn. J datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri
punggung bawah bagian tengah sejak 4 hari SMRS. Keluhan muncul
setelah pasien terjatuh saat menaiki tangga dengan tinggi 3 meter dari
lantai. Tn. J jatuh ke arah belakang dan terjatuh pada posisi terduduk.
Saat menaiki tangga Tn J membawa beban 1 kaleng cat dinding di
tangannya. Setelah terjatuh pasien dibawa ke IGD RS di daerah Salatiga
dan mendapatkan penanganan berupa suntikan untuk meredakan nyeri
dan dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen daerah punggung. Namun,
keluarga memutuskan untuk dilakukan rawat jalan, pasien mendapatkan
2 macam obat, namun tidak diketahui jenis obat tersebut. Keluhan nyeri

2
punggung berkurang setelah mengkonsumsi obat, namun nyeri punggung
masih dirasakan dan pasien tidak bisa beraktivitas seperti sebelumnya,
sehingga keluarga memutuskan untuk dibawa ke IGD RSUD Ambarawa.
Nyeri punggung dirasakan tajam seperti di tusuk-tusuk dan tidak
menjalar. Jika diberikan skala nyeri, pasien memberikan angka 8 dari 10
untuk nyerinya. Nyeri punggung berdurasi kurang lebih 5 menit. Keluhan
tersebut mengganggu aktivitas sehari-hari. Nyeri muncul saat pasien
duduk, berjalan dan mengejan, sehingga Tn J hanya berbaring karena
keluhan nyeri yang dirasakan. Nyeri berkurang setelah pasien
mengurangi gerakan pada punggung. Keluhan yang dirasakan juga
berkurang setelah mengonsumsi obat. Tidak terdapat luka pada bagian
punggung dan anggota tubuh lainya. Kesemutan, baal, dan kelemahan
anggota gerak disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien
mengatakan saat BAK aliran kencing lancar, nyeri saat BAK disangkal,
keluarnya pasir saat BAK disangkal. Pasien juga menyangkal adanya
keluhan demam, batuk lama, keringat malam hari, nafsu makan menurun
dan penurunan berat badan sebelum dan selama keluhan nyeri punggung
bawah muncul. Pasien memiliki postur tubuh yang tegap, tidak
membungkuk, terlalu tegak atau melengkung ke samping. Pasien dapat
berkomunikasi dengan baik dan tidak terdapat gangguan orientasi serta
memori atau ingatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tn. J mengatakan pernah sakit seperti ini sebelumnya saat 20 tahun
lalu. Keluhan yang dirasakan saat itu adalah nyeri punggung bawah di
daerah yang sama dengan keluhan saat ini. Keluhan muncul setelah pasien
tertimpa bangunan rumah saat bekerja. Keluhan tersebut disertai
kelemahan kedua kaki kanan dan kiri. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Kondisi tersebut mengakibatkan pasien sulit berjalan. Pasien
mendapatkan perawatan rawat inap di RSUD Ambarawa selama dua
minggu. Setelah 2 bulan pasien dapat beraktivitas normal seperti
sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat batuk berdarah atau

3
batuk lama.
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit serupa dengan
pasien. Disangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis
dan batuk lama.
5. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai buruh tani dan buruh bangunan dengan jam
kerja kurang lebih 8 jam dalam sehari. Pasien mengaku sering
mengangkat beban dengan punggungnya dengan beban kurang lebih 40
kg. Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.Pasien terdaftar
sebagai peserta BPJS. Pasien tinggal bersama dengan istri dan anak
ketiganya. Biaya hidup ditanggung oleh diri sendiri dan istri. Kesan
ekonomi kurang.
6. Anamnesis Sistem :
a. Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (-), pingsan (-), kelemahan
anggota gerak bawah kiri (-), wajah merot (-), bicara pelo (-),
kesemutan/baal (-)
b. Sistem Kardiovaskuler :Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung
(-), nyeri dada (-)
c. Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-)
d. Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (-), mual (-), muntah (-),
kembung (-), BAB lancar
e. Sistem Muskuloskeletal :nyeri punggung bawah bagian tengah
f. Sistem Integumen : Ruam merah (-)
g. Sistem Urogenital : BAK normal, tidak ada keluhan

C. RESUME ANAMNESIS
Tn. J usia 53 tahun datang dengan nyeri punggung bawah bagian tengah
sejak 4 hari SMRS. Keluhan muncul setelah pasien terjatuh dari tangga
setinggi 3 meter dengan posisi duduk. Nyeri dirasakan tajam seperti ditusuk-
tusuk, durasi kurang lebih 5 menit sengan nilai NRS 8 dari 10. Nyeri muncul

4
saat mengejan dan perubahan posisi seperti duduk dan berjalan. Nyeri
berkurang mengurangi gerakan pada punggung dan meminum obat. Tidak
terdapat keluhan lain. Kesemutan (-), baal (-), kelemahan anggota gerak (-)
keluhan BAB (-) keluhan aliran BAK kurang lancar (-), nyeri saat BAK (-),
pasir saat BAK (-), demam (-), penurunan berat badan (-).
Keluhan serupa di rasakan saat 20 tahun yang lalu dengan nyeri punggung
dan kelemahan anggota gerak bawah kanan dan kir akibat tertimpa bangunan,
pasien tidak dapat berjalan, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Setelah
mendapatkan perawatan pasien dapat berjalan kembali seperti sebelumnya.
D. DISKUSI I
Berdasarkan autoanamnesis didapatkan gejala berupa nyeri punggung
bawah bagian tengah. Keluhan tersebut disebut juga dengan low back pain.
Keluhan tersebut dirasakan sejak 4 hari SMRS, maka nyeri yang dialami
bersifat akut. Keluhan tersebut muncul setelah pasien terjatuh dari tangga
setinggi 3 meter dengan posisi terduduk, sehingga trauma tersebut dapat
menjadi salah satu penyebab nyeri punggung.
Keluhan tidak disertai dengan gangguan BAK dan BAB, yang
menandakan fungsi vegetatif tidak terganggu. Tidak terdapat nyeri saat BAK
dan kencing berpasir menunjukkan bahwa nyeri punggung bukan berasal dari
gangguan pada saluran kemih seperti batu ginjal atau batu ureter. Keluhan
juga tidak disertai dengan kelemahan anggota gerak, baal, kesemutan dan
nyeri radikuler dan fungsi BAB BAK baik sehingga menunjukkan tidak
terdapat cedera pada medulla spinalis atau penekanan pada radiks. Keluhan
tidak disertai dengan batuk lama, demam, keringat malam hari dan penurunan
berat badan, sehingga menunjukkan nyeri punggung tidak disebabkan oleh
Spondilitis Tuberculosa. Penurunan berat badan, kelemahan anggota gerak,
baal dan nafsu makan menurun disangkal oleh pasien yang menunjukkan
keluhan tidak berhubungan dengan keganasan.
Terdapat riwayat trauma pada kurang lebih 20 tahun yang lalu dengan
keluhan nyeri punggung bawah dan tidak dapat berjalan. BAB dan BAK
normal. Penangan berupa rawat inap selama 2 minggu. Dalam perkembangan

5
2 bulan setelah trauma pasien dapat berjalan normal seperti sebelumya.
Kondisi tersebut dapat menjadi faktor yang memperberat keluhan saat ini.
Pasien memiliki faktor resiko yaitu pada pekerjaan dengan mengangkat
beban di punggungnya kurang lebih 40 kg dan bekerja dalam waktu 8 jam
dalam sehari. Mengangkat beban yang terlalu berat dan sering merupakan
faktor risiko nyeri punggung bawah. Aktivitas tersebut mengakibatkan otot
tidak mampu mempertahankan posisi vertebra thoracal dan lumbal dan terjadi
ketidakstabilan stuktur.
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan. (International
Association for the Study of Pain, 1994).
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.1
Jika ditinjau dari jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri
nosiseptif, neurogenik, dan psikogenik. Nyeri nosiseptif timbul karena adanya
kerusakan pada jaringan somatik atau viseral sedangkan nyeri neurogenik
adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi, disfungsi atau
gangguan sementara primer pada sistem saraf pusat atau perifer.1 pada kasus
tersebut karena dimungkinkan penyebab keluhan adalah trauma, jadi dapat
dikategorikan sebagai nyeri nosiseptif.1
Menurut Smeltzer & Bare, jenis pengukuran nyeri sebagai berikut :1,
1. Skala intensitas nyeri deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” hingga “nyeri yang tidak tertahankan”.
Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri.
2. Skala penilaian numerik

6
Skala penilaian numerik (numerical rating scales, NRS) digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 1-10. Skala biasanya digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
3. Skala analog visual
Skala analog visual (visual analogue scale, NRS) merupakan suatu
garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan pasien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
Low Back Pain
1. Definisi Low Back Pain
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung
bawah, dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Menurut International Association for the Study of Pain
(IASP), yang termasuk dalam low back pain terdiri dari :2,3,4
a) Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi:
Superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung
prosesus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh
garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus
dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal
tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis.
b) Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh
garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus
spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis
transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal
posterior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka
superior posterior dan inferior.
c) Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar
spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain. Lumbosacral
Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan
1/3 atas daerah sacral spinal pain.

7
b. Anatomi dan Fisiologi5,6,7
Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas:
- Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas
- Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas
- Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas
- Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas

- Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas.

Gambar 1. Tulang Belakang


Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :
- Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk
konvek dari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal.
Facies superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5.
- Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus
bila dilihat dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk

8
suatu saluran yang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh
medula spinalis.
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan
stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :
- ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap
diskus dan anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan
ekstensi.
- Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada
bagian posterior dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini
berfungsi untuk mengontrol gerakan fleksi.
- Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang
berfungsi melindungi medulla spinalis dari posterior.
- ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang
berfungsi mengontrol gerakan fleksi.

Gambar 2. Anatomi vertebra


Discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu
sama lain dari servikal sampai lumbal atau sacral. Diskus ini
berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock
absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu:

9
a) Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
- Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan
menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga
bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled
spring)
- Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
- Daerah transisi.
b) Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat
semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel
jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan
penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-
pembuluh kapiler.
c) Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra,
membentuk batas atas dan bawah dari diskus.
Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus
pulposus adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka
nyeri adalah :
- Ligamentum longitudinal anterior
- Ligamentum longitudinal posterior
- Corpus vertebrae dan periosteumnya
- Ligamentum supraspinosum
- Fasia dan otot
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum
vertical yang terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium
melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi
segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis
(kiri dan kanan) yang terdiri atas :
- 8 pasang saraf servical.
- 5 pasang saraf thorakal.
- 5 pasang saraf lumbal.

10
- 5 pasang saraf sacral.
- 1 pasang saraf cogsigeal.
2. Etiologi
Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:8,9
a. LBP Viserogenik
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau
visera di daerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang
dirasakan tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh, juga tidak
berkurang dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik yang
mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat untuk mengurangi
nyeri, sedang penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih
berbaring diam dalam posisi tertentu untuk menghilangkan
nyerinya.
b. LBP vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat
menimbulkan nyeri punggung atau nyeri menyerupai iskialgia.
Insufisiensi arteri glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di
daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan mereda saat
berdiri. Nyeri dapat menjalar ke bawah sehingga sangat mirip
dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak terpengaruh oleh
presipitasi tertentu misalnya : membungkuk, mengangkat benda
berat yang mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang kolumna
vertebralis. Kaludikatio intermitten nyerinya menyerupai iskialgia
yang disebabkan oleh iritasi radiks.
c. LBP neurogeik
1) Neoplasma:
Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik,
sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu
sedang tidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri
berkurang bila penderita berjalan.

11
2) Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri
timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan
tersebut.
3) Stenosis kanalis spinalis :
Penyempitan kanalis spinalis disebabkan oleh proses
degenerasi discus intervertebralis dan biasanya di sertai
ligamentum flavum. Gejala klinis timbulnya gejala klaudicatio
intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri tetap ada
walaupun penderita istirahat.
d. LBP spondilogenik
Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di
kolumna vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik,
miogenik dan proses patologik di artikulatio sacroiliaka.
1) LBP osteogenik
Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan
spondilitis tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan
fraktur maupun spondilolistesis, keganasan, kongenital
misalnya scoliosis lumbal, nyeri yang timbul disebabkan oleh
iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi,
metabolik mislnya osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria,
hipofosfatemia familial.
2) LBP diskogenik
Spondilosis:
Proses degenerasi yang progresif pada discus
intervertebralis, sehingga jarak antar vertebra menyempit,
menyebabkan timbulnya osteofit, penyempitan kanalis
spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian
posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh terjadinya
osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong
duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala

12
neurologik timbul karena gangguan pada radiks yaitu:
gangguan sensibilitas dan motorik (paresis, fasikulasi dan
atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS
dinaikkan dengan cara penderita disuruh mengejan
(percobaan valsava) atau dengan menekan kedua vena
jugularis (percobaan Naffziger).
Hernia nucleus pulposus (HNP):
Keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol
untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui
annulus fibrosus yang robek. Dasar terjadinya HNP yaitu
degenerasi discus intervertebralis. Pada umumnya HNP
didahului oleh aktivitas yang berlebihan misalnya
mengangkat benda berat, mendorong barang berat. HNP
lebih banyak dialami oleh laki-laki dibanding wanita.
Gejala pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di punggung
bawah disertai nyeri di otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan
di tempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme otot-otot
tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya
lordosis lumbal dan terjadi scoliosis. HNP sentral
menimbulkan paraparesis flaksid, parestesia dan retensi
urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada L5-S1 dan L4-
L5 pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri terdapat di punggung
bawah, ditengah-tengah antara kedua bokong dan betis,
belakang tumit dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari V
kaki juga berkurang dan reaksi achilles negative. Pada HNP
lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di
punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai bawah
bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu
jari kaki berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas
pada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena,
menurun. Pada tes laseque akan dirasakan nyeri di

13
sepanjang bagian belakang. Percobaan valsava dan
naffziger akan memberikan hasil positif.
Spondilitis ankilosa:
Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang
kemudian menjalar keatas, ke daerah leher. Gejala
permulaan berupa rasa kaku di punggung bawah waktu
bangun tidur dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada
foto rontgen terlihat gambaran yang mirip dengan ruas-ruas
bamboo sehingga disebut bamboo spine.
3) LBP miogenik
Ketegangan otot, spasme otot dan kurang latihan
e. LBP psikogenik
Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan
dan depresi atau campuran keduanya.
3. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut
:10,11,12,13
a. Usia
Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh
siapa saja, pada umur berapa saja.. Biasanya nyeri ini mulai
dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden
tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri
pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur
sekitar 55 tahun.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama
terhadap keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun
pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan ini
lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan

14
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen
sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
c. Faktor Indeks Massa Tubuh
Berat Badan
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko
timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi
penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
d. Pekerjaan
Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas
mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat
diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan
keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar
yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari.
Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar
resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang.
e. Aktivitas atau Olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang
yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh
yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk,
berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat
menimbulkan nyeri pinggang
4. Diagnosis
a. Anamnesis14,15
Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh
periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang
terjadinya secara mekanis. Herniasi diskus bisa membutuhkan
waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama
2- 4 minggu.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan

15
berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa
menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi
diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti
membungkuk atau memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa
menyebabkan bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan
mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau
berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya
tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk,
bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab
mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa
merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya
suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun
infeksi.
Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan
pencernaan atau gangguan miksi-defekasi, karena bisa merupakan
tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana harus dicari dengan
teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow
incontinence dan tidak adanya perasaan ingin miksi dan gejala-
gejala ini merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut, yang
memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi operatif
segera, bila ditemukan kausa yang menyebabkan kompresi.
Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan
adanya suatu penyakit metabolik seperti polineuropati diabetik,
namun juga harus diingat bahwa hilangnya nyeri tanpa terapi yang
adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun
dapat pula berarti bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan
nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih ada.
Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan
dapat diperberat dengan adanya depresi sehingga harus diberi
pengobatan yang sesuai.

16
b. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi :
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap
berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai
adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus dinilai,
diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk
kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat
disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Gerakan-gerakan
yang perlu diperhatikan pada penderita:
o Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
o Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis
foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal,
karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan
foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf
spinal.
o Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena
adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas
suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada
saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan
pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer
effect).
 Palpasi :
o Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang
menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis
o Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak-rataan (stepoff) pada palpasi di tempat/level yang
terkena.

17
o Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
 Pemeriksaaan Motorik dan Sensorik
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua
sisi untuk menemukan abnormalitas motoris. Pemeriksaan
Sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru
 Refleks
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles
dan Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
 Pemeriksaan khusus
Tes Lasegue:
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila
pasien tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan
nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan
terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama
pada herniasi discus lumbalis/ lumbo-sacralis.

 Tes Patrick dan anti-patrick:


Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif
jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa

18
nyeri. Positif pada penyakit sendi panggul, negative pada
ischialgia.

 Tes Naffziger:
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan
meningkat, akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah,
timbul nyeri radikuler. Positif pada spondilitis.
 Tes valsava:
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan
meningkat, hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat;
laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan
hitung jenis, dan fungsi ginjal.
2) Pungsi Lumbal (LP) :
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun
belakangan akan terjadi transudasi dari low molecular weight
albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meninggi
sampai dua kali level normal.
3) Pemeriksaan Radiologis :
a. Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal
atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan
intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif,
dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral

19
kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi
yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat
spasme otot paravertebral.

b. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila


vertebra dan level neurologis telah jelas dan
kemungkinan karena kelainan tulang.
c. Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal,
terutama pada pasien yang sebelumnya dilakukan operasi
vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT mielografi
dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk
melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi
nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani
operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan
tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal
vertebralis.
d. MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada
HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun
para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana
yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:
 vertebra dan level neurologis belum jelas
 kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau
jaringan lunak

20
 untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post
operasi
 kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
d) Elektromiografi (EMG) :
Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan
elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada
diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan
untuk :
 Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks
 Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer
 Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks
e) Elektroneurografi (ENG)
Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu
saraf perifer tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS)
motorik dan sensorik (Nerve Conduction Velocity/NCV)
dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks
dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-reflex. Pada
gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-
kadang bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga
bila ada neuropati secara bersamaan.
5. Penatalaksanaan17,18,19
Penatalaksanaan Low Back Pain Akut
Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan
kombinasi dari pemberian informasi, saran, analgesia, dan jaminan
yang tepat. Pasien juga harus disemangati untuk segera kembali
bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam bentuk tertulis.
Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :
 Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.
 Pemahaman tentang nyeri dan disabilitas: rasa takut dan
kesalahpahaman tentang nyeri.
 Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat.

21
Mengidentifikasi Faktor Risiko ke Arah Kronisitas
Pendekatan yang berguna telah dikembangkan di New Zealand.
Bertujuan untuk mengikutsertakan semua pihak (pasien, keluarga,
paramedis, dan yang paling penting atasan pasien).
Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik
 Aktivitas: lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja
seperti biasanya.
 Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa
kasus dapat dilakukan. Tirah baring 2-3 hari pertama untuk
mengurangi nyeri.
 Medikasi: obat anti-nyeri diberikan dengan interval biasa dan
digunakan hanya jika diperlukan. Mulai dengan parasetamol atau
NSAID. Jika tidak ada perbaikan, coba campuran parasetamol dengan
opioid. Pertimbangkan tambahan muscle relaxant tetapi hanya untuk
jangka pendek, mengingat bahaya ketergantungan.
 Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke
aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu.

E. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : Low Back Pain acut
Diagnosis topik : jaringan peka nyeri thoracolumbal
Diagnosis etiologi: LBP spondilogenik DD neurogenik, viserogenik dan
psikogenik

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan 29 Januari 2018 pukul 19.30 WIB di Bangsal
Melati
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Berat badan : 55 kg

22
5. Tinggi badan : 160 cm
6. Status Gizi : normal
7. Vital sign saat masuk RS (29 Januari 2018 jam 9.35 WIB)
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 52 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,8 0 C secara aksiler
Vital sign saat pemeriksaan (29 Januari 2018 jam 19.30 WIB)
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 60 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3 0 C secara aksiler
8. Status Internus
a. Kepala : mesocephal
b. Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek
pupil indirek (+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
c. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
d. Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)
e. Mulut : bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah (-),
lidah deviasi (-)
f. Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas normal)
g. Thorax :
1. Cor :
a. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop
(-)

23
2. Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi Pergerakan simetris, Pergerakan simetris,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Vokal fremitus normal Vokal fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru: suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-) wheezing (-), ronki (-)

Depan Belakang

SDV (+/+)

h. Abdomen :
1. Inspeksi : dinding abdomen datar, perabaan supel, warna
kulit sama dengan warna kulit sekitar
2. Auskultasi : bising usus (+) normal
3. Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, batas hepar
normal, nyeri ketok abdomen (-)
4. Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba
i. Ekstremitas :
1. Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
2. Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
9. Status lokalis (punggung): luka terbuka (-), jejas (-), deformitas (-), nyeri
tekan (+) setingga vertebra thoracal 11, 12, lumbal 1, 2.
10. Status Neurologis
a. Sikap Tubuh : Normal

24
b. Gerakan Abnormal : Tidak ada
c. Cara berjalan : Sulit dinilai
d. Pemeriksaan Saraf Kranial

NERVUS CRANIALIS Kanan Kiri


N.I Daya Penghidu Normal/Normal
N.II Daya Penglihatan Normal/Normal
Penglihatan Warna Normal/Normal

Lapang Pandang Normal/Normal

N.III Ptosis -/-


Gerakan mata ke medial Normal/Normal
Gerakan mata ke atas Normal/Normal
Gerakan mata ke bawah Normal/Normal
Ukuran Pupil + (3 mm) + (3mm)
Reflek cahaya Langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen -/-

N.IV Gerakan mata ke lateral


+/+
bawah
Strabismus konvergen -/-
Menggigit Normal/Normal

Membuka mulut Normal/Normal

N.V Sensibilitas muka Normal/Normal


Reflek kornea + +

Trismus -/-

N.VI Gerakan mata ke lateral


+/+
bawah
Strabismus konvergen -/-
Kedipan mata Normal/Normal
N.VII
Lipatan nasolabial Simetris/simetris
Sudut mulut Simetris/simetris
Mengerutkan dahi Normal/Normal

25
Menutup mata Normal/Normal
Meringis Normal/Normal
Menggembungkan pipi Normal/Normal

Daya kecap lidah 2/3


Normal/Normal
depan

Mendengar suara berbisik +/+


Mendengar detik arloji +/+
N.VIII Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Schawabach Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
Arkus Faring Normal/Normal
Daya kecap lidah 1/3
Normal/Normal
belakang
N.IX
Reflek muntah +
Sengau –
Tersedak –
Denyut nadi 80x/mnt regular
Arkus Faring Simetris/simetris
N.X
Bersuara Normal/Normal
Menelan Normal/Normal
Memalingkan kepala Normal/Normal
Sikap bahu Normal/Normal
N.XI
Mengangkat bahu Normal/Normal
Trofi otot bahu Eutrofi/Eutrofi
Sikap Lidah Normal/Normal
Artikulasi Normal/Normal
Tremor Lidah -/-
N.XII
Menjulurkan Lidah Normal/Normal
Trofi otot lidah Eutrofi/Eutrofi
Fasikulasi Lidah -/-

26
e. Pemeriksaan Motorik

G B B K 5 5 Tn N N Tr Eu Eu

+ + – –

RF + + RP – –

f. Reflek fisiologis : normorefleks


g. patologis : (-)
h. Pemeriksaan tambahan pada LBP :
1) Tes Patrick : -/-
2) Tes Contrapatrick : -/-
3) Tes Laseque : -/-
4) Tes Sicard : -/-
5) Tes Bragard : -/-
6) Tes Door-Bell :-
7) Tes Valsava :-
8) Tes Naffziger :-
i. Pemeriksaan Sensibilitas: normal
j. Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
1. Miksi : BAK normal, inkontinentia urine (-), retensio urine (-),
anuria (-)
2. Defekasi : BAB cair (-), inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah & Kimia klinik (30 Januari 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Darah Rutin
Hemoglobin 13,3 13,2 – 17,3 g/dl
Leukosit 6,4 3,8 – 10,6 Ribu
Eritrosit 4,61 4,4 – 5,9 Juta
Hematokrit 40,0 40 - 52 %
Trombosit 132 L 150 - 400 Ribu

27
MCV 86,7 82 – 98 fL
MCH 28,9 27 – 32 pg
MCHC 33,3 32 – 37 g/dl
RDW 13,5 10 – 16 %
MPV 9,2 7 – 11 mikro m3
Limfosit 1,62 1,0 - 4,5 103/mikro m3
Monosit 1,26 H 0,2 - 1,0 103/mikro m3
Eusinofil 0,30 0,04 – 0,8 103/mikro m3
Basofil 0,01 0 – 0.2 103/mikro m3
Neutrofil 3,25 1,8 – 7,5 103/mikro m3
Limfosit% 25,2 25 – 40 %
Monosit% 19,5 H 2–8 %
Eusinofil % 4,6 2-4 %
Basofil % 0,2 0–1 %
Neutrofil % 50,5 50 - 70 %
PCT 0,121 0,2 - 0,5 %
PWD 9,5 10 - 18 %
Kimia klinik
Glukosa puasa 86 82 - 115 mg/dl

Glukosa 2 jam PP 84 < 120 mg/dl


SGOT 20 0 – 50 mg/dl
SGPT 19 0 – 50 mg/dl
Ureum 57,1 H 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0,82 0,62 – 1,1 mg/dl
HDL
HDL DIRECT 27 L 28 – 63 mg/dl
LDL CHOLESTEROL 127,2 < 150 mg/dl
Asam urat 4,23 2 -7 mg/dl
Cholesterol < 200 mg/dl
Dianjurkan
200 – 239
171 Risiko Sedang
> 240
Risiko tinggi

Trigliserida 84 70 – 140 mg/dl
Serologi
HbsAg Non reaktif -
Non Reaktif

28
Pemeriksaan Radiologi (25 Januari 2018)

Hasil :

1. Kelungkungan vertebra thoracolumbalis dalam batas normal


2. Tampak compresi pada VTh 12
3. Tak tampak lestesis corpus vertebra
4. Discus intervertrebalis relatif tak menyempit
5. Tak tampak gambaran paravertebral mass

Kesan :
1. Gambaran axial compresion corpus Vth 12 grade 2
2. Tak tampak gambaran spondilolestesis thoracolumbal

29
DISKUSI II
Pada pemeriksaan didapatkan postur tubuh normal, indeks massa tubuh
normal, pemeriksaan kekuatan, gerakan, tonus, motorik, sensorik, nervus
cranialis dan fungsi vegetatif dalam batas normal. Pada pemeriksaan khusus
didapatkan hasil negatif. Interpretasi pada pemeriksaan khusus sebagai
berikut :
1) Tes Patrick : dapat ditemukan pada Kelainan pada sendi
sacro-ilitis
2) Tes Contrapatrick : dapat ditemukan pada Kelainan pada sendi
coxitis
3) Tes Laseque : dapat ditemukan pada HNP
4) Tes Sicard : modifikasi dari tes laseq, dapat ditemukan pada
HNP
5) Tes Bagard : modifikasi dari tes laseq, dapat ditemukan pada
HNP
6) Tes Door-Bell : modifikasi dari tes laseq, dapat ditemukan pada
HNP
7) Tes Valsava : dapat ditemukan pada spondilosis
8) Tes Naffziger : dapat ditemukan pada spondilosis
Dari pemeriksaan diatas, didapatkan hasil negatif sehingga dapat
menyingkirkan diagnosis HNP, spondilosis dan kelainan pada sendi panggul.
Kemudian pada pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan adanya
kompresi axial pada vertebra thoracal 12 grade 2. Hasil tersebut sesuai
dengan lokasi nyeri yang dirasakan pasien.

Pembagian Trauma Vertebra

1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:


Grade I = Simple Compression Fraktur
Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation

30
Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation
2. BEDBROCK membagi atas:
a. Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan
flexion rotation injury
b. Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio,
stretching, gangguan vaskuler, trombus dan hematoma

Daerah yang paling sering adalah daerah yang mobil yaitu


VC4.6 dan Th12-Lt-2.

Penatalaksanaan

1. Live saving dan kontrol vital sign

2. Perawatan trauma penyerta

Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.

Perawatan trauma lainnya.

3. Fraktur/Lesi pada vertebra


a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri) : Tidur telentang
alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,
terutama simple kompressi. Dapat diberikan terapi farmakologis
seperti analgetik, OAINS dan muscle relaxant.
b.Operatif : Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara
konservatif dan operatif. Kalau dilakukan operasi harus dalam waktu
6-12 jam pertama dengan cara: laminektomi, fiksasi interna dengan
kawat atau plate, anterior fusion atau post spinal fusion
c. Perawatan status urologi
Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan
bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap
jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan
dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor
dapat kembali.

31
d.Perawatan dekubitus
e. Fisioterapi : Breathing exercise yang adequat, Mencegah kontraktur
DAN Melatih otot yang lemah

Indikasi pembedahan pada fraktur vertebra : Intervensi bedah diberikan


pada pasien yang keluhan masih muncul setelah diberikan terapi
konservatif, adanya defisit neurologis pada saat ini atau kecurigaan akan
timbul mendatang, disabilitis dalam kehidupan sehari-hari, kondisi
kompresi vertebra yang parah. Perhatikan juga kondisi pasien seperti usia
dan penyakit yang menyertai. Namun tidak terdapat batasan waktu dalam
pemberian terapi konservatif.19,20,21
Tujuan dari terapi adalah: (1) mengurangi atau menghilangkan nyeri dan
spasme otot-otot lumbal, (2) meningkatkan lingkup gerak sendi
thoracolumbal, (3) meningkatkan kekuatan otot, dan (4) mengembalikan
kemampuan aktifitas fungsional (5) menghindari kontraktur karena
imobilisasi. Program fisioterapi sebagai berikut:22,23
a. MWD
Micro Wave Diathermy (MWD) dapat meningkatkan suhu
permukaan sehingga akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang
dapat meningkatkan sirkulasi dan metabolisme otot sehingga terjadi
reabsorbsi zat iritan dan sisa metabolisme, serta panas secara langsung
memperbaiki fleksibilitas jaringan ikat otot dan myelin, sehingga
nyeri akan berkurang
b. TENS
Transcutaneus Electrical Stimulation Nerve (TENS) Mekanisme
pengurangan nyeri oleh TENS konvensional dimana menghasilkan
efek analgesia terutama melalui mekanisme segmental yaitu dengan
jalan mengaktivasi serabut A-b yang selanjutnya akan menginhibisi
neuron nosiseptif di kornu posterior medula spinalis.
c. Terapi latihan
Intervensi pada William Flexion terjadi gerak dinamis flexi lumbal

32
yang dilakukan berulang berfungsi untuk menambah ROM,
memulihkan mobilitass dan fungsi lumbal, mengulur otot – otot
erector spine, serta mengurangi penguncian sendi facet. Selain itu
intervensi menggunakan William Flexion dengan dosis 12 kali latihan
dapat menurunkan nyeri punggung bawah akibat spondylosis lumbal.
d. Korset
Bentuk lain yang umum dari pengobatan untuk beberapa jenis
fraktur kompresi vertebral adaalah brace. Brace menyokong postur
punggung dan membatasi gerakan.

H. DIAGNOSIS AKHIR
1. Diagnosis Klinis : Low back pain acut
2. Diagnosis Topis : Vertebra thoracal 12
3. Diagnosis Etiologi : Kompresi axial corpus vertebra thoracal 12
grade 2
I. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi :
a. Infus Asering 20 tpm
b. Injeksi Ketorolac 2 x 1 ampul
c. Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul
d. Injeksi Meticobalamin 1 x 1 ampul
e. Peroral Diazepam 2 x 2 mg
f. Peroral Fluoxetin 1 x 10 mg
2. Non-Farmakologi :
a. Rawat inap
b. Tirah Baring
c. Fisioterapi
J. PROGNOSIS
1. Death : bonam
2. Disease : bonam
3. Disability : dubia ad bonam

33
4. Discomfort : dubia ad bonam
5. Dissatisfaction : dubia ad bonam

DISKUSI III
Injeksi Ketorolac 2 x 1 ampul
Ketorolac merupakan suatu analgesic non-opioid. Mekanisme kerjanya ialah
dengan menghambat pelepasan enzim siklooksigenasi 2 yang nantinya akan
menghambat pelepasan prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi.
Indikasi penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti
inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti
morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang.
Injeksi Ranitidin 2×1 amp
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL.
Kadar tersebut bertahan selama 6–8 jam. Ranitidin juga berfungsi untuk
mencegah efek samping dengan obat lain.
Injeksi Mecobalamin 1×1 amp
Meticobalamin adalah golongan cobalamin, bentuk dari vitamin B12. Pada kasus
ini diberikan meticobalamin sebagai vitamin untuk melindungi saraf dari
kerusakan akibat terjadinya inflamasi di organ viseral sekitar saraf.
Peroral Diazepam 2x2mg
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai
mediator pada sistem syaraf pusat. Diazepam diberikan sebagai muscle relaxant
pada kasus ini.
Peroral Fluoxetin 1x 10 mg
Fluoxetin adalah anti depresan dari golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor). Fluoxetin memiliki efek sedatif dan antikolinergik.

34
FOLLOW UP
29/01/2018 30/01/2018
S Nyeri di punggung bawah, BAK dan Nyeri di punggung bawah sedikit
BAB lancar, kelemahan anggota gerak (- berkurang, BAK dan BAB lancar,
), kesemutan (-), kesulitan untuk duduk kelemahan anggota gerak (-), kesemutan
dan berjalan (-) kesulitan untuk duduk dan berjalan
O KU : compos mentis, KU : compos mentis,
GCS E4M6V5 GCS E4M6V5
S : 36,5o C, N: 60x/mnt S : 36,6o C, N: 84x/mnt
RR: 20x/mnt RR: 18x/mnt
TD : 100/60 mmHg TD : 90/50 mmHg
NRS : 8 NRS : 7

A Low Back Pain Low Back Pain


P Infus Asering 20 tpm Infus Asering 20 tpm
Injeksi Ketorolac 2 x 1 ampul Injeksi Ketorolac 2 x 1 ampul
Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul
Injeksi Meticobalamin 1 x 1 ampul Injeksi Meticobalamin 1 x 1 ampul
Peroral Diazepam 2 x 2 mg Peroral Diazepam 2 x 2 mg
Peroral Fluoxetin 1 x 10 mg Peroral Fluoxetin 1 x 10 mg

35
36
DAFTAR PUSTAKA

1. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta:Penerbit Erlangga;2005


2. Isselbacher KJ, Asdie AH. editors. Harrison: Prinsip – Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta:EGC;1999.
3. Ebnezar J. Low Back Pain. India:Sanat Printers;2012
4. Bratton l. Assessment and Management of Acute Low Back Pain. America
Family physicians;1999
5. Czernicski, Im, Goldistein, B. General Consisderations Of Pain In Low
Back, Hips, And Lower Estremities, In Loeser, Id, Editor. Bonica’s
Management Of Pains. Philadolphia Lippincurtt William And Willkins.
2001.
6. Gilgil E, Kacar C, dkk. Prevalence Of Low Back Painin Adeveloping
Urban:Spine;2000.
7. Sholichuddin, M, dkk. Latihan Bagi Pasien. Dikutip dari WartaRSUD dr.
H. Soemarno Sosroatmodjo. Kuala Kapuas. Kuala Kapuas. 2010.
8. Latif, R.A. Nyeri Punggung Bawah. Dikutip dari
http://www.krakataumedika.com/nyeri-punggung-bawah/. Banten:
Krakatau Medika;2011
9. Pinzon, R. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung bawah Akibat hernia
Nukleus Pulposus. Dikutip dari
http://www.kalbemed.com/portals/6/08_198profi%20l%20klinis%20pasie
n%20nyeri%20punggung%20bawah.pdf. Yogyakarta;2012
10. Mengenal Macam Penyebab Nyeri Punggung. Dikutip dari
http://sikkahoder.blogspot.com/2012/05/mengenal-macam-penyebabnyeri-
punggung.html#.uwwyo6jhlpq
11. Nursyarifah, R.S. Hubungan Antara Obesitas Dengan Kejadian
Osteoartritis Lutut Di Rsup Dr. Kariadi Semarang [S1 Skripsi].
Semarang:JTPTUNIMUS;2010
44
12. Lilyani, D.I. Hubungan Faktor Risiko Dengan Kejadian Mioma Uteri Di

37
Rsud Tugurejo Semarang [S1 Skripsi]. Semarang:JTPTUNIMUS;2010
13. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta:Gajah Mada University
Press;2007
14. Arikunto, Suharsimi. Metodologi Penelitian. Jakarta:PT. Rineka
Cipta;2002
15. Sugiyono. Metodologi Penelitian Administratif. Bandung:Alfabeta;2006
16. Samara D, Basuki B, Dkk. Duduk Statis Sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Perempuan. Universa Medicina.
Jakarta. 2005
17. Risyanto; Sunarto; Dkk. Pengaruh Lamanya Posisi Kerja Terhadap
Keluhan Subyektif Low Back Pain Pada Pengemudi Bus Kota di Terminal
Giwangan Yogyakart. Naskah Publikasi. FKUI. 2008
18. Fathoni, H; Handoyo; Dkk. Hubungan Sikap Dan Posisi Kerja Dengan
Low Back Pain Pada Perawat Di Rsud Purbalingga. Purbalingga. 2009

19. Cyrus C Wong, Matthew J McGirt. Vertebral compression fractures: a


reviewof current management and multimodal therapy. Dovepress. 2013
:vol. 6 No. 205–214.

19. Alexandru D, So W. Evaluation and Management of Vertebral Compression


Fractures. The Permanente Journal. 2012;16(4):46-51.

20. Marcucci G, Brandi ML. Kyphoplasty and vertebroplasty in the management


of osteoporosis with subsequent vertebral compression fractures. Clinical
Cases in Mineral and Bone Metabolism. 2010;7(1):51-60.

21. Eko Budi Prasetyo. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Low Back Pain
Akibat Kompresi Vertebra Lumbal Ii – V. Fisioterapi, Fakultas Ilmu
Kesehatan Unikal. 2010

22. Pungky Widayanti Kusumaningrum. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low


Back Pain Akibat Spondylosis Lumbal Dan Scoliosis di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2014

38

Anda mungkin juga menyukai